• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II LANDASAN TEORI"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

14 A. Risiko Perbankan Syariah

1. Pengertian Risiko

Risiko terbagi menjadi dua yaitu Risiko merupakan bahaya bahwasannya risiko adalah ancaman atau kemungkinan suatu tindakan atau kejadian yang menimbulkan dampak yang berlawanan dengan tujuan yang ingin dicapai. Dan risiko juga merupakan peluang bahwasannya risiko adalah sisi yang berlawanan dari peluang untuk mencapai tujuan.

Artinya guna untuk mempertahankan eksistensi kehidupan, maka diperlukan suatu tujuan. Untuk mencapai suatu tujuan, diperlukan tindakan atau aktivitas. Aktivitas memiliki risiko jika dampaknya berlawanan.

Sebaliknya, aktivitas memberikan peluang untuk memperoleh hasil yang di inginkan.1 Dalam kamus besar bahasa Indonesia bahwa risiko adalah akibat yang kurang menyenangkan (merugikan, membahayakan) dari suatu perbuatan atau tindakan.2

Secara yuridis risiko dikemukakan dalam pasal 1 angka 4 Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/8/PBI/2003 tentang Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Umum sebagaimana telah diubah dengan Peraturan

1 Ferry N. Idroes, Manajemen Risiko Perbankan, (Jakarta: Rajawali Pers, 2008), h. 4

2 Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, 1988), h. 751

(2)

Bank Indonesia Nomor 11/25/PBI/2009, yaitu “potensi kerugian akibat terjadinya suatu peristiwa (event) tertentu.3 Bukan hanya bank konvensional saja, bank syariah juga memerlukan serangkaian prosedur dan metodologi yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi, mengukur, memantau, dan mengendalikan risiko yang timbul dari kegiatan usaha perbankan. Risiko-risiko yang terjadi tidak dapat dihindari, tetapi dapat dikelola dan dikendalikan.4

Hubungan antara risiko dan hasil secara alami berkolerasi secara linear negatif. Semakin tinggi hasil yang diharapkan, dibutuhkan risiko yang semakin besar untuk dihadapi. Untuk itu, diperlukan upaya yang serius agar hubungan tersebut menjadi kebalikannya, yaitu aktivitas yang meningkatkan hasil pada saat risiko menurun. Manajemen risiko diperlukan untuk mendukung pencapaian, memungkinkan untuk melakukan aktivitas yang memberikan peluang yang jauh lebih tinggi dengan mengambil risiko yang lebih tinggi, risiko yang lebih tinggi diambil dengan dukungan sikap dan solusi yang sesuai terhadap risiko, mengurangi kemungkinan kesalaan fatal, menyadari bahwa risiko dapat terjadi pada setiap aktivitas dan tingkatan dalam organisasi sehingga setiap individu harus mengambil dan mengelola risiko masing-masing sesuai dengan wewenang dan tanggung jawabnya.

3 Rachmadi Usman, Aspek Hukum Perbankan Syariah di Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2012), h.291

4 Adiwarman A. Karim, Bank Islam: Analisis Fiqih dan Keuangan, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2006), h.255

(3)

Manajemen risiko disini berfungsi sebagai pemberi peringatan kepada bank terhadap kegiatan usaha yang ada. Tujuan dari manajemen risiko disini untuk menyediakan informasi tentang risiko yang terjadi kepada nasabah, sehingga bank dan nasabah tidak mengalami kerugian atas risiko yang terjadi, bank dapat menimalisasi risiko yang terjadi, serta mengalokasi modal dan membatasi risiko.5 Dengan demikian, manajemen risiko perbankan adalah serangkaian metodologi dan prosedur yang digunakan untuk mengidentifikasi, mengukur, memantau dan mengendalikan risiko yang timbul dari seluruh kegiatan usaha bank.

2. Pengelolaan Risiko Perbankan Syariah

Perbankan syariah sebagai lembaga yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa, tabungan, dan deposito berdasarkan prinsip wadi’ah dan mudharabah dan juga sebagai pemberi jasa kepada nasabah yang membutuhkan. Hal tersebut tidak pernah lepas dari risiko yang sewaktu-waktu dapat menyebabkan kerugian bank dan nasabah, karena praktik operasional perbankan selalu terjadi trade off antara service and risk.6

Dalam menghadapi berbagai risiko perbankan tersebut, maka perbankan syariah diwajibkan menerapkan manajemen risiko sebagai implementatif dari prinsip kehati-hatian sebagaimana diwajibkan oleh Undang-Undang Nomor 7 tahun 1992 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998. Bagi perbankan syariah, secara

5ibid, h.292

6 Abdul Ghofur Anshori, Hukum Perbankan Syariah (Undang-Undang Nomor 21 tahun 2008, (Bandung: PT Refika Aditama, 2009), h. 94

(4)

khusus kewajiban pengelolaan risiko ini mendapat pengatur dalam ketentuan pasal 38 sampai dengan pasal 40 Undang-Undang Nomor 21 tahun 2008.7 Jika bank tidak mampu mengelola risiko yang terjadi, maka akan berdampak terhadap nasabah bank yaitu merosotnya tingkat pelayanan, berkurangnya jenis dan kualitas produk yang ditawarkan, krisis likuiditas sehingga menyulitkan dalam pencairan dana, serta perubahan peraturan.8 Sehingga, perlulah bagi bank untuk mampu mengendalikan risiko yang ada. Pelaksanaan pengendalian risiko perbankan wajib digunakan bank untuk mengelola risiko tertentu yang dapat membahayakan kelangsungan usaha bank. Untuk menghindari risiko- risiko perbankan maka bank harus mempunyai solusi agar bank dan nasabah tidak mengalami kerugian atas risiko yang terjadi.

Solusi risiko / impelementasi tindakan terhadap risiko yaitu dengan cara:9

a. Hindari (avoidance)

keputusan yang diambil adalah tidak melakukan aktivitas yang dimaksud. Misalnya sebuah bank mendapatkan tawaran untuk melakukan sebuah bisnis pencucian uang (money laundering) dari kegiatan terorisme yang menjanjikan keuntungan dari penempatan dalam jumlah besar dengan bunga yang sangat rendah. Risiko aktivitas tersebut adalah ancaman penutupan bank serta ancaman pidana

7 Rachmadi Usman, op.cit., h. 304

8 Ferry N. Idroes, op.cit., h. 24

9Ibid.

(5)

terhadap pelakunya. Maka, bank memutuskan untuk tidak melakukan aktivitas tersebut.

b. Alihkan (transfer)

membagi risiko dengan pihak lain. Konsekuensinya terdapat biaya yang harus dikeluarkan atau berbagi keuntungan yang diperoleh.

Misalnya untuk pembiayaan proyek yang sangat besar, sebuah bank melakukan skema pinjaman sindikasi. Sindikasi adalah bentuk berbagi bisnis, risiko dan hasil yang lazim dilakukan bank. Pengalihan risiko juga termasuk penggunaan lembaga asuransi sebagai penanggung kerugian dengan membayar premi. Selain itu, penggunaan sumber daya diluar organisasi juga termasuk kedalam pengalihan risiko.

c. Mitigasi risiko (mitigate risk)

menerima risiko pada tingkat tertentu dengan melakukan tindakan untuk mitigasi risiko melalui peningkatan control, kualitas proses, serta aturan yang jelas terhadap pelaksanaan aktivitas dan risikonya. Misalnya, pengikatan pinjaman dan agunan pada bank.

Pengikatan sangat rentan untuk terjadi masalah. Akibatnya adalah bank tidak dapat atau berada pada posisi hukum yang lemah dalam penyelesaian pinjaman atau eksekusi agunan. Bank perlu menerapkan sistem dan prosedur yang jelas tentang pengikatan serta aspek-aspek pendukungnya. Selanjutnya ditetapkan secara tegas mengenai sanksi

(6)

yang dapat dikenakan kepada individu-individu yang melakukan penyimpangan prosedur.

d. Menahan risiko residual (retention of residual risk)

menerima risiko yang mungkin timbul dari aktivitas yang dilakukan. Kesedian menerima risiko dikaitkan dengan ketersedian penyangga jika kerugian atas risiko terjadi. Peran inilah yang ditekankan dalam membahas manajemen risiko perbankan. Perbankan harus mengambiil berbagai macam risiko dalam menjalankan aktivitasnya. Risiko yang dimaksud tidak dapat dihindari, dialihkan, dan dimitigasi. Akibatnya, risiko tersebut harus ditanggung sejalan dengan pelaksanaan aktivitas. Misalnya bank menerima transaksi pembelian valuta asing dari nasabah secara forward tiga bulan kedepan. Untuk mitigasi risiko, bank melakukan forward ulang kepada bank lain dan mengharuskan nasabah untuk menyerahkan setoran jaminan. Pada situasi normal, mitigasi risiko cukup untuk mengatasi kemungkinan risiko yang akan terjadi. Namun, jika situasi menjadi tak terkendali, yaitu nilai tukar melonjak drastis, nasabah membatalkan kontrak dengan menjual pada pasar spot dan membiarkan setoran jaminan diambil bank. Pada situasi ini terjadi kerugian karena setoran jaminan tidak dapat menutupi kerugian tersebut. Situasi inilah yang dikatakan sebagai risiko residual yang harus ditanggung bank. Setiap risiko residual pada bank diperlukan ketersediaan modal untuk menyangganya.

(7)

3. Jenis-Jenis Risiko Perbankan Syariah

Jenis-jenis risiko yang terjadi pada usaha perbankan dapat dibagi sebagai berikut:10

a. Risiko Kredit

Risiko Kredit adalah risiko akibat kegagalan debitur dan/atau pihak lain (counterparty) dalam memenuhi kewajiban kepada bank.

Risiko kredit dapat bersumber dari berbagai aktivitas fungsional bank seperti perkreditan (penyediaan dana), tresuri dan investasi, dan pembiayaan perdagangan, yang tercatat dalam banking book maupun trading book.11

b. Risiko Ekonomi

Kondisi perekonomian dunia maupun nasional dan daerah secara langsung akan memengaruhi iklim usaha perbankan baik dalam perkreditan, pengumpulan dana dari nasabah yang telah dibiayai.

Kondisi itu memengaruhi tingkat bunga dan pendapatan yang diperoleh oleh bank serta berpengaruh pula pada kemampuan nasabah dalam membayar pinjaman dan bunganya. Kondisi ini pada akhirnya akan memengaruhi tingkat keuntungan bank.

c. Risiko Likuiditas

10 Herman Darmawi, Manajemen Perbankan, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2011), h. 16-19

11 Rachmadi Usman, op.cit., h.292

(8)

Risiko ini selalu mendapat perhatian khusus dalam usaha perbankan. Risiko ini terjadi akibat penarikan dana yang cukup besar oleh nasabah diluar perhitungan bank, sehingga dapat mengakibatkan kesulitan likuiditas. Hal ini akan mengurangi tingkat kesehatan bank dan kepercayaan masyarakat.

d. Risiko Operasional

Sesuai bidang usahanya dalam bidang perbankan, bank juga menghadapai risiko dalam operasionalnya, antara lain kelangkaan sumber dana, pengendalian biaya, tidak berfungsinya proses internal, kesalahan manusia, kegagalan sistem, kesalahan manajemen maupun kejadian-kejadian eksternal yang mempengaruhi operasional bank.

Kondisi ini sangat berpengaruh pada tingkat pendapatan bank.

e. Risiko Persaingan

Dengan banyaknya bank yang telah menjadi pesaing antara bank satu dengan yang lainnya maka setiap bank harus meningkatkan pelayanannya dan mengembangkan produk. Produk yang menguntungkan guna mempertahankan dan meningkatkan pangsa pasar. Ketidakmampuan untuk mengantisipasi persaingan akan berakibat menurunnya pangsa pasar yang telah dimiliki sehingga menggurangi pendapatan bank.

f. Risiko Tidak Cukupnya Modal

(9)

Bank Indonesia menetapkan bahwa setiap bank wajib menjaga kecukupan modalnya, dimana rasio kecukupan modal (capital adequacy ratio atau CAR) minimum 4 % sampai dengan 7 september 1997, minimum 8% sejak 7 september 2001. Apabila terjadi peningkatan aktiva berisiko dan pembelian aktiva tetap, maka produktivitas aktiva berkurang. Hal ini memengaruhi laba bank yang merupakan komponen dari modal sendiri. Apabila ketentuan rasio kecukupan modal tidak terpenuhi, akan mengurangi kemampuan ekspansi kredit dan memengaruhi tingkat kesehatan bank.

g. Risiko Teknologi

Dalam era globalisasi saat ini teknologi memegang peranan yang sangat penting dalam mempermudah dan mempercepat kegiatan dan transaksi dalam melidungi asset perusahaan.keterlambatan mengantisipasi kemajuan teknologi akan mengurangi kemampuan bank bersaing dalam pelayanan kepada nasabah. Tetapi penggunaan teknologi sangat rentan terhadap kejahatan dalam perbankan apabila tidak didukung sistem pengamanan yang baik.

h. Risiko Hukum

Risiko hukum adalah risiko yang diakibatkan oleh tuntutan hukum dan/atau kelemahan aspek yuridis, antara lain disebabkan oleh ketiadaan peraturan perundang-undangan yang mendukung, atau

(10)

kelemahan perikatan seperti tidak dipenuhinya syarat sahnya kontrak dan pengikatan agunan yang tidak sempurna.12

B. Layanan E-Channel atau E-Banking

1. Pengertian Layanan E-Channel / Elektronik Banking (E-Banking) Selain menjalankan fungsi dan perannya sebagai lembaga intermediasi yang menyembatani kepentingan peminjam dan penitip dana, bank juga menjalankan pelayanan jasa-jasa bank lainnya. Tujuan dari bentuk pelayanan jasa bank lainnya ini dimaksudkan untuk memberi kemudahaan bagi masyarakat dalam melakukan aktivitas ekonomi.

Masyarakat yang berkedudukan sebagai pelaku ekonomi yang secara aktif melakukan transaksi ekonomi dengan sistem pembayaran melalui layanan E-channel atau sistem E-banking, untuk itulah bank memberikan berbagai kemudahan untuk transaksi dengan berbagai bentuk produk bank yang didukung dengan teknologi perbankan yang makin mutakhir.

Istilah layanan elektronik perbankan (E-banking) atau juga biasa disebut dengan fasilitas E-channel perbankan ini tentu merupakan hal yang sudah tidak asing lagi. OJK dalam bukunya Bijak Ber-Elektronic Banking mengatakan bahwa E-channel atau E-banking merupakan layanan yang memungkinkan nasabah Bank untuk memperoleh informasi, melakukan komunikasi, dan melakukan transaksi perbankan melalui media elektronik seperti Automatic Teller Machine (ATM), Electronic Data Capture (EDC)/Point Of Sales (POS), internet banking, SMS banking,

12Ibid, h. 295

(11)

mobilebanking, e-commerce, phone banking, dan video banking.13 Phillip Kotler dan Kevin Len Keller dalam bukunya manajemen pemasaran mengatakan bahwa teknologi ini disebut juga dengan self service technology (SST) yang mana SST ini bisa membuat transaksi jasa lebih akurat, nyaman, dan lebih cepat dan juga dapat mengurangi biaya, sehingga perusahaan harus berpikir untuk meningkatkan layanannya dengan menggunakan SST ini.14

Daftar menu layanan elektronik perbankan kian beragam. Awalnya kebanyakan bank di Indonesia hanya menyediakan layanan ATM saja dalam daftar layanan E-channel. Namun dengan berkembangnya zaman, layanan E-channel pun makin beragam, mulai dari SMS Banking, Internet Banking, Mobile Banking hingga Phone Banking. Perbankan ingin memenuhi layanan kepada nasabah mulai dari kebutuhan tradisional seperti transfer uang, mengecek saldo, hingga melakukan transaksi jual beli tanpa harus mendatangi kantor cabang bank. Bagi bank, memberikan layanan yang mudah, cepat dan murah kepada nasabah merupakan celah atau peluang bisnis. Mereka tetap bisa memperoleh fee dari berbagai layanan ini. Selain itu nasabah menjadi loyal karena tidak perlu repot-repot mencari bank lain untuk transaksi yang mereka inginkan. Itulah alasan utama kenapa perbankan berlomba-lomba memberikan layanan E-banking

13OJK, Bijak Ber-Elektronic Banking,http://m.kompasiana.com, diakses pada tanggal 2 Maret 2017

14 Phillip Kotler dan Kevin Len Keller, Manajemen Pemasaran, (Jakarta: Erlangga, 2009), h. 55

(12)

(E-channel) yang serba cepat dan meringankan nasabah. Nasabah dapat mengakses layanan ini selama 24 jam.

Untuk mengakses layanan ini, diperlukan biaya (bank charge).

Namun dalam perhitungan perbankan, layanan ini tetap lebih murah dibandingkan waktu dan ongkos yang harus dikeluarkan nasabah jika datang ke kantor bank. Biaya menggunakan mesin ATM lebih bervariasi lagi. Kebanyakan bank tidak mengenakan biaya untuk transaksi penarikan tunai yang dilakukan oleh nasabahnya sendiri. Sedangkan biaya transaksi transfer atau pembayaran terkena fee. Sedangkan biaya transaksi melalui SMS banking lebih murah. Hanya SMS banking dan internet banking yang ada biayanya. Besar biaya mengikuti aturan masing-masing provider.

Memenuhi kebutuhan nasabah jelas merupakan alasan pertama mengapa bank harus menyediakan E-banking. Tapi, untuk menyediakan layanan ini, bank harus siap melakukan investasi teknologi yang tidak sedikit. Apalagi teknologi informasi terus berkembang, sehingga bank harus siap melakukan belanja modal lebih dari sekali, jika tidak ingin layanan e- banking (E-channel) banknya ketinggalan. Dapat dipahami bahwa layanan ini tidak hanya meningkatkan kepuasan nasabah, namun juga menjadi sumber pendapatan bagi bank.15 Adapun layanan E-banking yang ada pada industri perbankan tersebut antara lain meliputi ATM (Automated Teller Machine), internet banking, mobile banking, SMS banking, kartu kredit,

15 Julius R. Latumaerissa,op.cit., h.228

(13)

kartu debet, phone banking, EDC (Electronic Data Capture) dan video banking.16

2. Jenis-Jenis Layanan E-Channel atau E-Banking

Dibawah ini merupakan beberapa produk yang termasuk dalam layanan E-channel atau E-banking:17

1. Automated Teller Machine (ATM)

ATM atau yang lebih dikenal dengan nama Anjungan Tunai Mandiri merupakan suatu terminal/mesin komputer yang terhubung dengan jaringan komunikasi bank, yang memungkinkan nasabah melakukan transaksi keuangan secara mandiri tanpa bantuan dari teller ataupun petugas bank lainnya. Sesuai dengan perkembangan teknologi, saat ini bank juga telah menyediakan 3 tipe mesin ATM lainnya, yaitu:

mesin ATM yang hanya melayani transaksi non tunai, mesin ATM yang melayani transaksi penyetoran uang tunai Cash Deposit Machine atau CDM, dan mesin ATM yang dapat melayani semua transaksi yang telah disebutkan di atas. Selain di kantor bank, saat ini nasabah dapat dengan mudah menemukan mesin ATM di berbagai tempat, seperti restoran, pusat perbelanjaan, bandar udara, pasar, dan lokasi-lokasi strategis lainnya.

2. Electronic Data Capture (EDC)

16OJK, Bijak Ber-elektronik Banking, http://m.kompasiana.com, diakses pada tanggal 2 Maret 2017.

17OJK, Bijak Ber-elektronik Banking, http://m.kompasiana.com, diakses pada tanggal 2 Maret 2017

(14)

EDC merupakan suatu perangkat/terminal yang dapat digunakan untuk bertransaksi menggunakan kartu debit/kredit/prabayar di merchant atau toko. Terminal tersebut terhubung ke jaringan komputer bank. EDC terdiri dari alat pembaca informasi pada pita magnetis kartu (card’s magnetic stripe) atau chip, tombol menu dan angka untuk memasukkan jenis transaksi, nilai transaksi, dan PIN, layar untuk melihat jenis dan nilai transaksi, dan printer untuk mencetak bukti transaksi.

3. Internet Banking

Internet banking adalah layanan untuk melakukan transaksi perbankan melalui jaringan internet. Merupakan kegiatan perbankan yang memanfaatkan teknologi internet sebagai media untuk melakukan transaksi dan mendapatkan informasi lainnya melalui website milik bank. Kegiatan ini menggunakan jaringan internet sebagai perantara atau penghubung antara nasabah dengan bank tanpa harus mendatangi kantor bank. Nasabah dapat menggunakan perangkat komputer desktop, laptop, tablet, atau smartphone yang terhubung ke jaringan internet sebagai penghubung antara perangkat nasabah dengan sistem bank.

4. SMS Banking

SMS banking adalah layanan perbankan yang dapat diakses langsung melalui telepon selular/handphone dengan menggunakan media SMS (Short Message Service).

(15)

5. Mobile Banking

Mobile banking merupakan layanan yang memungkinkan nasabah bank melakukan transaksi perbankan melalui ponsel atau smartphone. Layanan mobile banking dapat digunakan dengan menggunakan menu yang sudah tersedia pada SIM (Subscriber Identity Module) Card, USSD (Unstructured Suplementary Service Data), atau melalui aplikasi yang dapat diunduh dan diinstal oleh nasabah. Mobile banking menawarkan kemudahan jika dibandingkan dengan SMS banking karena nasabah tidak perlu mengingat format pesan SMS yang akan dikirimkan ke bank dan juga nomor tujuan SMS banking.

6. Electronic Commerce (e-Commerce)

E-commerce atau perdagangan elektronik merupakan penyebaran, pembelian, penjualan, pemasaran barang dan jasa melalui sistem elektronik seperti internet atau televisi. Melalui e-commerce, pembeli dan penjual dapat melakukan transaksi secara online. Menurut Phillip Kotler e-commerce berarti bahwa perusahaan atau situs menawarkan untuk bertransaksi atau memfasilitasi penjualan produk dan jasa secara online.18

7. Phone Banking

Phone Banking adalah layanan untuk bertransaksi perbankan atau mendapatkan informasi perbankan lewat telepon dengan

18 Phillip Kotler dan Kevin Len Keller, op.cit., h. 132

(16)

menghubungi nomor layanan pada bank. Layanan tersebut antara lain bertujuan memberikan kemudahan kepada nasabah dalam melakukan berbagai transaksi perbankan melalui telepon. Nasabah tidak perlu lagi datang ke bank atau mesin ATM untuk melakukan berbagai transaksi tersebut. Layanan phone banking ini merupakan salah satu dari perkembangan teknologi call center. Pada umumnya layanan phone banking dapat diakses selama 24 jam sehingga nasabah dapat menggunakannya dimana saja dan kapan saja.

8. Video Banking

Video Banking merupakan teknologi yang memungkinkan nasabah melakukan aktivitas perbankan jarak jauh menggunakan suatu perangkat khusus yang disediakan oleh bank yang memungkinkan nasabah berkomunikasi audio visual dengan petugas bank, menginput data, mencetak statement, dan mengeluarkan kartu baru. Pada umumnya bank menyediakan layanan video banking di lokasi-lokasi strategis seperti pusat perbelanjaan pada hari kerja maupun Sabtu dan Minggu. Jam operasionalnya pun lebih lama daripada jam operasional pelayanan melalui kantor bank.

Referensi

Dokumen terkait

Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas kerja usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) dalam penelitian ini akan dianalisis pengaruh

Sampel adalah kelompok kecil yang diamati dan merupakan bagian dari populasi sehingga sifat dan karakteristik populasi juga dimiliki oleh sampel. Bila populasi besar,

Metode perangkap radikal 1,1- diphenyl -2- picrylhydrazyl (DPPH) akan memberi hasil yang baik dengan menggunakan pelarut metanol atau etanol dan kedua pelarut ini

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa disiplin kerja tidak memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan BRI cabang Tahuna. Hal

Plot Nyquist pada 25 % LiClO 4 terdiri dari setengah lingkaran di rentang frekuensi rendah dan anomali dengan bentuk terkompresi dalam rentang frekuensi tinggi dan moderat dan

Dengan menggunakan model pembelajaran interaktif berbasis aktivitas, siswa cenderung lebih aktif karena suasana belajar mengarah kepada siswa menemukan hasil pemahaman

• Nilai ketangguhan yang tinggi pada material lasan karena panas yang. diterima lebih kecil dibanding FCA W (tidak

Memberi masukan kepada guru atau calon guru matematika dalam menentukan metode belajar yang tepat, yang dapat menjadi alternatif lain selain metode yang biasa