MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA MELALUI PENDEKATAN REALISTIK MATEMATIC EDUCATION (RME)
PADA MURID KELAS II SD INPRES LEMBANG PANAI KECAMATAN TINGGIMONCONG
KABUPATEN GOWA
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Ujian guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan pada Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar S1
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Makassar
Oleh : LISMAWATI NIM 105401137719
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN JURUSAN PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
2021
MOTO DAN PERSEMBAHAN
Moto :
Keberhasilan butuh kesabaran.
Lakukan sesuatu yang lebih bernilai
Orang yang memperbaiki niat, maka akan diperbaiki kehidupannya……..
” Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalatmu sebagai penolongmu, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar”
(Al-Baqarah: 153)
Persembahan :
Karena itu, kupersembahkan karya sederhana ini
sebagai ungkapan rasa cinta dan banggaku sebagai seorang anak
atas segala pengorbanan dan kasih sayang ibunda dan
ayahandaku Suamiku serta Buah Hatiku Tercinta, saudara-
saudariku, serta keluargaku yang senantiasa mendoakanku .
ABSTRAK
LISMAWATI. 2021. Meningkatkan Hasil Belajar Matematika melalui Pendekatan Realistik Matematic Education (RME) Pada Murid Kelas II SD Inpres Lembang Panai Kecamatan Tinggimoncong Kabupaten Gowa. Skripsi. Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Makassar. Dibimbing oleh Ernawati dan Hamdana Hadaming.
Penelitian yang dilaksanakan merupakan penelitian tindakan kelas (PTK) yang bertujuan untuk mengetahui peningkatan hasil belajar matematika melalui Pendekatan Realistik Matematic Education (RME) pada murid kelas II SD Inpres Lembang Panai Kecamatan Tinggimoncong Kabupaten Gowa. Penelitian ini dilakukan dalam dua siklus yang mencakup empat kali pertemuan. Subjek penelitian ini adalah murid kelas II SD Inpres Lembang Panai Kecamatan Tinggimoncong Kabupaten Gowa sebanyak 7 murid yang terdiri atas 4 orang laki-laki dan 3 orang perempuan. Teknik pengumpulan data adalah observasi, tes (evaluasi), dan dokumentasi. Data yang diperoleh kemudian dianalisis dengan menggunakan analisis deskriptif kuantitatif dan kualitatif.
Hasil penelitian menunjukan adanya peningkatan hasil belajar matematika murid kelas II SD Inpres Lembang Panai Kecamatan Tinggimoncong Kabupaten Gowa. Hal ini dapat dilihat dari skor rata-rata hasil belajar matematika pada siklus I 60 dan yang tuntas 3 murid atau 42,8%, dan skor rata-rata hasil belajar matematika murid pada siklus II meningkat menjadi 85,7 dan yang tuntas sebanyak 6 murid atau 85,7%. Di samping itu juga, data hasil observasi disetiap siklus menunjukan adanya perubahan sikap murid kearah positif. Dari hasil analisis tersebut disimpulkan bahwa hasil belajar matematika murid Kelas II SD Inpres Lembang Panai Kecamatan Tinggimoncong Kabupaten Gowa dapat ditingkatkan melalui pendekatan Realistik Matematic Education (RME).
Kata kunci: Hasil belajar matematika, Pendekatan Realistik Matematic Education (RME).
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah, penulis ucapkan kehadirat Allah swt, yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya. sehingga skripsi yang berjudul
“Meningkatkan Hasil Belajar Matematika melalui Pendekatan Realistik Matematic Education (RME) Pada Murid Kelas II SD Inpres Lembang Panai Kecamatan Tinggimoncong Kabupaten Gowa.” ini dapat terselesaikan dengan baik. Shalawat dan salam selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad saw, Nabi yang bertindak sebagai rahmatan lil’alamin. Skripsi ini adalah setitik dari sederetan berkahmu.
Segala daya dan upaya telah Penulis kerahkan untuk membuat tulisan ini dalam memenuhi persyaratan untuk memperoleh gelar sarjana pendidikan pada Program Studi PKG Pendidikan Guru Sekolah Dasar Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Muhammadiyah Makassar. Selama penulisan skripsi ini, segala hambatan dan kekurangan Penulis telah mendapat bantuan dan motivasi dari berbagai pihak.
Segala hormat Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada kedua orang tuaku yang telah berjuang, mendoa’akan, mengasuh, mendidik, dorongan, kasih sayang dan perhatiannya selama ini.
Selanjutnya Penulis menyampaikan ucapan terima kasih, penghormatan dan penghargaan kepada Ernawati, S.Pd., M.Pd. selaku pembimbing I dan Hamdana Hadaming, S.Pd., M.Pd. selaku pembimbing II yang sabar, ikhlas meluangkan waktu, tenaga dan pikiran untuk memberikan bimbingan, motivasi, serta saran-saran yang
berharga kepada Penulis selama penyusunan skripsi. Pada kesempatan ini juga Penulis menyampaikan ucapan terima kasih, penghormatan dan penghargaan kepada : Prof. Dr. Ambo Asse, M.Ag. Rektor Universitas Muhammadiyah Makassar, Erwin Akib, M.Pd., Ph.D. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Makassar, Aliem Bahri, S.Pd., M.Pd. Ketua Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar serta seluruh dosen dan staf pegawai program studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar, yang telah membekali penulis dengan serangkaian ilmu pengetahuan yang sangat bermanfaat.
Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya juga penulis ucapkan kepada Kepala Sekolah Askari Karman, S.Ag., MM. Guru Kelas II Andi Sri Muliani, S.Pd.
serta staf guru-guru SD Inpres Lembang Panai Kecamatan Tinggimoncong Kabupaten Gowa yang telah memberikan izin dan bantuan selama pelaksanaan penelitian ini.
Teristimewa Penulis haturkan ucapan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada teman-teman PKG angkatan 2019.
Akhirnya, dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan saran dan kritik dari berbagai pihak yang bersifat membangun demi kesempurnaan skripsi ini.
Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Amin, yarrobal ’alamin.
Billahi fisabilil haq fastabiqul khaerat.
Makassar, April 2021
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PENGESAHAN ... ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii
SURAT PERNYATAAN ... iv
SURAT PERJANJIAN ... v
MOTO DAN PERSEMBAHAN ... vi
ABSTRAK ... vii
KATA PENGANTAR ... viii
DAFTAR ISI ... x
DAFTAR TABEL ... xii
DAFTAR GAMBAR ... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ... xv
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 7
C. Tujuan Penelitian ... 7
D. Manfaat Penelitian ... 7
BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR, DAN HIPOTESIS ... 9
A. Kajian Pustaka ... 9
1. Defenisi Belajar ... 9
2. Hasil Belajar ... 10
a. Defenisi Hasil Belajar ... 10
b. Faktor- Faktor yang Memengaruhi Hasil Belajar Murid ... 16
3. Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar... 18
a. Pengertian Pembelajaran Matematika ... 18
b. Tujuan Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar ... 21
4. Kajian Tentang Pendekatan Realistik Matematic Education (RME) 22 a. Pengertian Pendekatan Realistik Matematic Education (RME) 22 b. Prinsip Pendekatan Realistik Matematic Education (RME) .. 23 c. Karakteristik Pendekatan Realistik Matematic Education (RME)25
d. Langkah-langkah Pembelajaran Pendekatan RME ... 28
e. Kelebihan dan Kelemahan Pendekatan RME ... 30
B. Penelitian yang Relevan ... 31
C. Kerangka Pikir ... 33
D. Hipotesis Tindakan... 35
BAB III METODE PENELITIAN ... 36
A. Pendekatan dan Jenis Penelitian ... 36
B. Setting dan Subjek Penelitian ... 37
C. Fokus Penelitian ... 37
D. Prosedur Penelitian ... 38
E. Instrumen Penelitian... 41
F. Teknik Pengumpulan Data ... 42
G. Teknik analisis Data ... 45
H. Indikator Keberhasilan ... 46
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 47
A. Hasil Penelitian ... 47
1. Deskripsi Pelaksanaan Pembelajaran Siklus I dan Siklus II ... 47
2. Hasil Implementasi RME pada Siklus I dan Siklus II ... 48
B. Pembahasan ... 49
1. Siklus I ... 49
a. Perencanaan ... 49
b. Implementasi Tindakan Siklus I... 49
c. Observasi dan Evaluasi ... 53
d. Refleksi Tindakan Siklus I ... 58
2. Siklus II ... 59
a. Perencanaan... 59
b. Implementasi Tindakan Siklus II ... 60
c. Observasi dan Evaluasi ... 64
d. Refleksi Tindakan Siklus II ... 69
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 72
A. Kesimpulan ... 72
B. Saran ... 72
DAFTAR PUSTAKA ... 74 LAMPIRAN
PERSURATAN
RIWAYAT HIDUP
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
3.1 Lembar Aktivitas Guru ... 43
3.2 Lembar Aktivitas Murid ... 44
3.3 Kategori Standar Hasil Belajar ... 46
4.1 Pencapaian Hasil Belajar Sikus I dan Siklus II ... 48
4.2 Rekapitulasi Hasil observasi aktifitas murid Siklus I Pertemuan I, Pertemuan II, dan Pertemuan III ... 54
4.3 Nilai Statistik Murid pada siklus I ... 55
4.4 Distribusi Frekuensi dan Persentase Pada Siklus I 56
4.5 Persentase Ketuntasan pada siklus I ... 57
4.6 Rekapitulasi Hasil observasi aktifitas murid Pertemuan I, Pertemuan II, dan Pertemuan III ... 65
4.7 Nilai Statistik Murid Kelas II pada siklus II ... 66
4.8 Distribusi Frekuensi dan Persentase pada siklus II 67
4.9 Persentase Ketuntasan pada siklus II ... 68
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
2.1 Bagan Kerangka Pikir ... 36
3.2 Model Penelitian Tindakan Kelas ... 39
4.3 Diagram Batang Hasil evaluasi Siklus I... 57
4.4 Diagram Batang Hasil evaluasi Siklus II ... 68
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran A
1. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Lampiran B
1. Lembar Kerja Murid Siklus I 2. Lembar Kerja Murid Siklus II 3. Tes Siklus I
4. Tes Siklus II Lampiran C
1. Hasil Evaluasi Siklus I 2. Hasil Evaluasi Siklus II
3. Kategori Skor Hasil Belajar Murid Lampiran D
1. Lembar Observasi Guru 2. Lembar Observasi Murid 3. Daftar Hadir Murid Lampiran E
1. Dokumentasi Penelitian
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan sebagai suatu proses pembudayaan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni sekaligus sebagai pemberdaya dan pembentuk karakter bangsa yang akan terus memegang peranan yang sangat fundamental dalam menjamin peningkatan kualitas dan martabat bangsa.
Sebagai suatu bagian dari kehidupan manusia, pendidikan adalah suatu hal yang mutlak dan perlu yang idealnya tidak hanya berorientasi pada persoalan masa lalu dan masa kini, tetapi sudah seharusnya merupakan proses yang mengantisipasi dan membicarakan masa depan.
(Halim, 2016:34).
Apalagi dalam mengarungi era kompetitif sekarang ini, pendidikan menjadi suatu kebutuhan yang keeksistensiannya akan terus berpola dan berdinamisasi menurut tuntutan zaman sehingga manusia akan selalu dituntut mengembangkan potensi yang ada dalam dirinya, baik secara lahiriah maupun rohaniah berdasarkan cerminan nilai-nilai kebenaran yang diakui dalam masyarakat.
Beranjak pada suatu polemik terkait permasalahan pendidikan di Indonesia saat ini yang berimplikasi pada kekurang-bermutuan suatu proses pembelajaran, tentu permasalahan ini tidak terlepas dari peran guru sebagai komponen yang sangat penting dalam menjalankan kegiatan pembelajaran utamanya yang berlangsung dalam lingkup sekolah formal. Olehnya itu, sangat disadari bahwa peningkatan kualitas mutu pendidikan seharusnya dimulai dari bagaimana meningkatkan kemampuan dan keterampilan guru dalam memberikan pendidikan dan pengajaran kepada murid-muridnya yang salah satunya adalah melalui kegiatan bagaimana merancang dan melaksanakan serta mengevaluasi kegiatan pembelajaran agar sesuai dengan tujuan maupun kompetensi yang akan dicapai.
Matematika merupakan mata pelajaran yang sangat penting dan perlu dipelajari oleh seluruh murid mulai dari jenjang SD, SMP, SMA, hingga jenjang perguruan tinggi. Matematika mempunyai peranan cukup besar dalam memberikan berbagai kemampuan kepada murid untuk keperluan penataan kemampuan berpikir dan kemampuan memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari. Matematika diberikan bertujuan untuk membekali peserta didiksupaya dapat berpikir logis, kritis, analitis, sistematis, cermat, serta dapat mempergunakan pola pikir kreatif dalam kehidupan sehari-hari.
Pembelajaran matematika sebagaimana yang tercantum dalam kurikulum SD/MI diorientasikan untuk mengembangkan pengetahuan dan keterampilan dasar matematis murid sebagai bekal untuk mempelajari dan menguasai tingkatan materi ajar matematika yang terdapat pada jenjang pendidikan selanjutnya. Digagaskan oleh Depdiknas (Yusrianti, 2016:1) sehubungan dengan tujuan pembelajaran matematika di sekolah dasar agar murid dapat memiliki beberapa kemampuan:
(1)Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antara konsep, mengaplikasikan konsep atau alogaritma secara luwes, akurat, efesien dan tepat dalam pemecahan masalah; (2) Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti atau menjelaskan gagasan dan penyataan matematika; dan (3) Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh.
Inti dari gagasan ini memberikan informasi bahwa pembelajaran matematika yang ada di sekolah dasar lebih diarahkan agar murid dapat memahami konsep matematika yang tentunya tidak terfokus untuk mengembangkan keterampilan berhitungnya saja, namun lebih daripada itu agar murid dapat memiliki kemampuan memecahkan masalah seperti
kemampuan memahami masalah dan menyelesaikannya serta bagaimana memaknai hasilnya.
Di samping itu, berbagai gambaran kemampuan matematis yang dapat dimiliki murid dalam pembelajaran matematika seperti yang dikemukakan tadi, tiada lain sebagai gambaran hasil belajar matematika yang dapat diperoleh murid dalam belajar matematika. Tentu hasil belajar matematika ini, akan menjadi penting bagi pengembangan pengetahuan matematika murid secara lebih lanjut dalam memahami konsep-konsep matematika yang lebih kompleks.
Berkenaan dengan pentingnya hasil belajar matematika tersebut bagi murid, diungkapkan oleh Susanto (2015) dengan beberapa alasan yang mendasar, yaitu: (1) hasil belajar matematika yang dicapai murid dapat membawa murid pada pemahaman yang mendalam tentang matematika; (2) hasil belajar matematika yang diperoleh murid akan menjadi kekuatan sentral bagi murid dalam merumuskan konsep dan strategi pemecahan masalah matematika secara lebih lanjut; dan (3) capaian hasil belajar matematika murid tiada lain sebagai modal keberhasilan murid melalui kegiatan penyelesaian masalah-masalah matematika secara eksploratif dan investigatif yang dapat berguna dalam penerapannya di kehidupan sehari-hari.
Berdasarkan observasi awal pada tanggal 14 April 2021 di kelas II SD Inpres Lembang Panai Kecamatan Tinggimoncong Kabupaten Gowa ditemukan fakta bahwa hasil belajar matematika murid masih rendah. Hal ini dapat dilihat dari capaian hasil belajar nilai matematika murid pada tengah semester I tahun ajaran 2020/2021 dari jumlah keseluruhan murid 7 orang. Dari capaian hasil belajar tersebut, ditemukan ada sebanyak 2 orang murid yang telah mencapai nilai KKM dan 5 murid lainnya masih berada di bawah capaian nilai KKM yang distandarkan oleh sekolah yaitu 70. Dapat dikatakan mata pelajaran matematika sebagai mata pelajaran yang sulit dikuasai oleh murid sebab melihat rasio tingkat penguasaan murid terhadap mata pelajaran tersebut sangat nihil dibandingkan dengan mata pelajaran
lainnya. Rendahnya tingkat penguasaan murid pada mata pelajaran matematika tersebut dapat dilihat dari perbedaan skor rataan total hasil belajar matematika murid yang diperbandingkan dengan hasil belajar murid pada mata pelajaran lainnya.
Fenomena yang melatarbelakangi penyebab rendahnya hasil belajar murid pada mata pelajaran matematika di SD Inpres Lembang Panai Kecamatan Tinggimoncong Kabupaten Gowa pada dasarnya disebabkan oleh beberapa faktor yaitu: (1) murid cenderung pasif dalam proses pembelajaran seperti lebih banyaknya murid melibatkan diri sebagai pendengar dan pencatat aktif; (2) pada umumnya murid kurang percaya diri dalam menyelesaikan soal-soal matematika, hanya berharap pada hasil pekerjaan teman mereka yang memang dianggap pintar; dan (3) masih banyak murid kurang memperhatikan penjelasan guru yang disebabkan cara guru memberi penjelasan kurang menarik perhatian murid.
Kondisi pembelajaran sebagaimana yang terjadi di SD Inpres Lembang Panai Kecamatan Tinggimoncong Kabupaten Gowa ini, tentu masih sangat jauh dari paradigma pembelajaran yang menekankan pada konsep pembelajaran yang berpusat pada murid (student centered of learning) dimana murid dilibatkan sebagai subjek belajar dan bukan sebagai objek pembelajaran. Sehubungan dari penjelasan di atas, sangat jelas terlihat tidak terbangunnya suasana interaksi edukatif antara guru dengan murid dan begitu juga antara murid dengan murid lainnya. Sehingga dengan demikian, sebagai suatu upaya untuk menyikapi permasalahan yang muncul pada pembelajaran matematika di sekolah tersebut, diperlukan implementasi pendekatan pembelajaran yang dapat membuat murid menjadi pembelajar yang aktif.
Sebagai upaya untuk menyikapi permasalahan pembelajaran matematika yang terjadi di sekolah sebagaimana yang terjadi di SD Inpres Lembang Panai Kecamatan
Tinggimoncong Kabupaten Gowa maka salah satu model pembelajaran yang dapat dilaksanakan yakni dengan melaksanakan pendekatan Realistik Matematic Education (RME) dalam kegiatan pembelajarannya. Dengan alasan bahwa konsep pembelajaran ini dapat menjadikan murid aktif dalam belajar karena dapat mendorong jiwa kemandirian murid yang pada akhirnya dapat meningkatkan hasil belajar matematika murid. Di samping itu, dipilihnya pendekatan Realistik Matematic Education (RME) ini juga didasarkan pada beberapa pertimbangan seperti dengan memerhatikan karakteristik materi yang akan diajarkan, kondisi murid, suasana pembelajaran dan ketersediaan sumber belajar dan fasilitas pembelajaran yang tersedia.
Kurniawan (2012) pendekatan Realistik Matematic Education (RME) adalah salah satu pendekatan belajar matematika yang dikembangkan untuk mendekatkan matematika kepadamurid dengan bertumpu pada realita dalam kehidupan keseharian.
Pendekatan Realistik Matematic Education (RME) memungkinkan murid mempelajari ide-ide dan konsep-konsep matematika dari permasalahan kontekstual yang berkaitan dengan lingkungan murid. Pembelajaran matematika dengan pendekatan Realistik Matematic Education (RME) memberikan keleluasaan kepada murid untuk lebih aktif mengkonstruksi atau membangun sendiri pengetahuan yang diperolehnya melalui matematisasi horizontal dan matematisasi vertikal.
Matematisasi horizontal merupakan proses penyelesaian soal-soal kontekstual dari dunia nyata kedalam dunia simbol. Sedangkan matematisasi vertikal merupakan proses formalisasi konsep matematika. Dengan pendekatan Realistik Matematic Education (RME) padapembelajaran matematika di kelas II SD Inpres Lembang Panai Kecamatan Tinggimoncong Kabupaten Gowa, diharapkanpembelajaran matematika akan
lebih bermakna bagi murid dan juga akan berdampak pada hasil belajar murid yang meningkat atau memuaskan. Dengan demikian, dari berbagai hasil pemaparan tersebut, peneliti telah melaksanakan penelitian dengan judul “Meningkatkan Hasil Belajar Matematika melalui Pendekatan Realistik Matematic Education (RME) Pada Murid Kelas II SD Inpres Lembang Panai Kecamatan Tinggimoncong Kabupaten Gowa”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka permasalah dalam penelitian ini adalah apakah pendekatan Realistik Matematic Education (RME) dapat meningkatkan hasil belajar matematika pada murid kelas II SD Inpres Lembang Panai Kecamatan Tinggimoncong Kabupaten Gowa?
C. Tujuan Penelitian
Sejalan dengan masalah yang ada, maka tujuan dalam penelitian ini adalah Untuk mengetahui peningkatan hasil belajar matematika melalui pendekatan Realistik Matematic Education (RME) pada murid Kelas II SD Inpres Lembang Panai Kecamatan Tinggimoncong Kabupaten Gowa.
D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis
Selaku pendidik berbagai strategi pembelajaran bervariasi yang dapat memperbaiki dan meningkatkan system pembelajaran di kelas, serta membantu guru menciptakan kegiatan belajar yang menarik agar dapat meningkatkan minat belajar matematika melalui aktivitas pembelajaran sehingga murid lebih mendalami konsep yang sedang dipelajari. Serta meningkatkan keaktifan murid dalam proses pembelajaran sehingga murid lebih aktif
mengajukan pendapat, bertanya, menyanggah pendapat, dan menjawab pertanyaan selama pembelajaran berlangsung.
2. Manfaat Praktis a. Bagi guru
Sebagai bahan pertimbangan bagi guru dalam menentukan alternatif yang dapat mendukung pelaksanaan proses pembelajaran kaitannya dengan mata pelajaran matematika di sekolah dasar.
b. Bagi murid
Diharapkan dapat membantu murid dalam upaya untuk mencapai hasil belajar matematika yang lebih baik sehubungan dengan materi pembelajaran matematika yang diajarkannya.
c. Bagi sekolah
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai salah satu bahan pertimbangan dalam upaya meningkatkan aktivitas proses belajar dan hasil belajar matematika murid di sekolah dasar.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Pustaka
1. Definisi Belajar
Menurut R. Gagne (Susanto Ahmad, 2016: 1), menyebutkan bahwa “belajar dapat didefinisikan sebagai suatu proses di mana suatu organisme berubah perilakunya sebagai akibat pengalaman. Begitu juga sebagaimana yang dikutip oleh Dimyati (2015: 156) mengemukakan bahwa “belajar merupakan proses melibatkan manusia secara orang per orangan sebagai satu kesatuan organism sehingga terjadi perubahan pada pengetahuan, keterampilan, dan sikap”. Sejalan dengan Aunurrahman (2014 : 33) menyebutkan bahwa
“belajar merupakan kegiatan penting setiap orang, termasuk didalamnya belajar bagaimana seharusnya belajar”.
Beberapa definsi belajar yang sudah dikemukakan seperti dikutip di atas, dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan suatu proses kompleks yang dialami oleh individu dalam pengalamannya yang menghasilkan perubahan tingkah laku. Salah satu pertanda bahwa seseorang telah belajar adalah adanya perubahan tingkah laku pada diri orang itu yang disebabkan oleh terjadinya perubahan pada tingkat pengetahuan, keterampilan, atau sikapnya.
2. Hasil Belajar
a. Definisi Hasil Belajar
Dalam melakukan kegiatan belajar terjadi proses berpikir yang melibatkan kegiatan mental, terjadi penyusunan hubungan informasi-informasi yang diterima sehingga timbul suatu pemahaman dan penguasaan terhadap materi yang diberikan. Dengan adanya pemahaman dan penguasaan yang didapat setelah melalui proses pembelajaran
9
maka murid telah memahami suatu perubahan dari yang tidak diketahui menjadi diketahui.
Perubahan inilah yang disebut dengan hasil belajar.
Menurut K. Brahim (Susanto, 2016: 5) menyebutkan bahwa “hasil belajar dapat diartikan sebagai tingkat keberhasilan murid dalam mempelajari materi pelajaran di sekolah yang dinyatakan dalam skor yang diperoleh dari hasil tes mengenal sejumlah materi pelajaran tertentu”, sedangkan menurut Skiner (Nurdin Ibrahim, 2013:735), mengatakan bahwa “hasil belajar merupakan respon (tingkah laku) yang baru”. Pada dasarnya respon yang baru itu sama pengertiannya dengan tingkah laku (pengetahuan, sikap, keterampilan) yang baru.
Dari beberapa definisi di atas bahwa hasil belajar merupakan suatu perubahan yang berupa perubahan tingkah laku, pengetahuan dan sikap yang diperoleh seseorang setelah melakukan proses kegiatan belajar, hasil belajar merupakan peristiwa yang bersifat internal dalam arti sesuatu yang terjadi di diri seseorang. Peristiwa tersebut dimulai dari adanya perubahan kognitif yang kemudian berpengaruh pada perilaku.Dengan demikian perilaku seseorang didasarkan pada tingkat pengetahuan terhadap sesuatu yang dipelajari yang kemudian dapat diketahui melalui tes, dan pada akhirnya muncul hasil belajar dalam bentuk nilai real atau non real.
Hasil belajar (Robertus, 2017:56), dapat dikategorikan menjadi tiga bidang, yakni bidang kognitif (penguasaan intelektual), bidang afektif (berhubungan dengan sikap dan nilai) serta bidang psikomotorik (kemampuan/keterampilan untuk bertindak/prilaku).
Tipe hasil belajar kognitif (Robertus, 2017:56), meliputi tipe hasil belajar pengetahuan hafalan (knowledge), tipe hasil belajar pemahaman (comprehention), tipe hasil belajar penerapan (aplication), tipe hasil belajar analisis, dan tipe hasil belajar evaluasi.
Tipe hasil belajar afektif berkenaan dengan sikap dan nilai.Sedangkan tipe hasil belajar
(Robertus, 2017:57), bidang psikomotorik tampak dalam bentuk keterampilan (skill) dan kemampuan bertindak individu (perseorangan). Hasil belajar atau achievement merupakan realisasi atau pemekaran dari kecakapan-kecakapan potensial atau kapasitas yang dimiliki seseorang. Lebih lanjutnya kemampuan ini menurut Sardiman (2014) yaitu:
1) Ranah Kognitif (Cognitif Domain), meliputi:
a) Knowledge (pengetahuan dan ingatan), tujuan instruksional pada level ini menuntut murid untuk mampu mengingat (recall) informasi yang telah diterima sebelumnya contoh: murid dapat menyebutkan kembali rumus matematika yang telah diberikan oleh guru, murid mampu menyelesaikan masalah-masalah yang berkaitan dengan perhitungan (ekonomi).
b) Comprehension (pemahaman, menjelaskan, meringkas contoh), kategori pemahaman dihubungkan dengan kemampuan untuk menjelaskan pengetahuan, informasi yang telah diketahui dengan kata-kata sendiri. Dalam hal ini murid diharapkan menerjemahkan, atau menyebutkan kembali yang telah didengar dengan kata-kata sendiri.
c) Analysis (menguraikan, menentukan hubungan), analisis kemampuan untuk mengidentifikasi, memisahkan dan membedakan komponen-komponen atau elemen suatu fakta, konsep, pendapat, asumsi, hipotesis atau kesimpulan, dan memeriksa setiap komponen tersebut untuk melihat ada tidaknya kontradiksi.
Dalam hal ini murid diharapkan menunjukkan hubungan di antara berbagai gagasan dengan cara membandingkan gagasan tersebut dengan standar, prinsip atau prosedur yang telah dipelajari.
d) Synthesis (mengorganisasikan, merencanakan, membentuk bangunan baru), membentuk bangunan baru sama juga dengan mencipta, mencipta disini
diartikan sebagai kemampuan seseorang dalam mengaitkan dan menyatukan berbagai elemen dan unsur pengetahuan yang ada sehingga terbentuk pola yang lebih menyeluruh.
e) Evaluation (menilai),menilai merupakan level ke 5 menurut revisi Anderson, yang mengharapkan murid mampu membuat penilain dan keputusan tentang nilai suatu gagasan, metode, produk atau benda menggunakan kriteria tertentu. Jadi evaluasi disini lebih condong ke bentuk biasa daripada sistem evaluasi.
f) Application (menerapkan), penerapan merupakan kemampuan untuk menggunakan atau menerapkan informasi yang telah dipelajari ke dalam situasi yang baru, serta memecahkan berbagai masalah yang timbul dalam kehidupan sehari-hari.
2) Ranah Psikomotorik (Psycomotor Domain), meliputi:
a) Gross Body Movement (gerakan seluruh badan), gerakan seluruh badan adalah perilaku seseorang dalam suatu kegiatan yang memerlukan gerakan fisik secara menyeluruh.
b) Coordination Movement (gerakan yang terkoordinasi), gerakan yang terkoordinasi adalah gerakan yang dihasilkan dari perpaduan antara fungsi salah satu atau lebih dari indera manusia dengan salah satu anggota badan.
c) Nonverbal Communication (komunikasi nonverbal), komunikasi nonverbal adalah hal-hal yangberkenaan dengan komunikasi yang menggunakan simbol- simbol atau isyarat,misalnya: isyaratdengan tangan, anggukan kepala,ekspresi wajah, dll. Contoh: perilaku murid yang mengacungkan jarinya ketika dia ingin menjawab pertanyaan yang guru ajukan.
d) Speech Behavours (kebolehan dalam berbicara), kebolehan dalam berbicara dalam hal-hal yang berhubungan dengan koordinasi gerakan tangan atau anggota badan lainnya dengan ekspresi muka dan kemampuan berbicara.
3) Ranah Afektif (affective domain), meliputi:
a) Receiving (sikap menerima), menerima disini adalah diartikan sebagai proses pembentukan sikap dan perilaku dengan cara membangkitkan kesadaran tentang adanya stimulus) tertentu yang mengandung estetika.
b) Responding (memberikan respon), tanggapan atau jawaban (responding) mempunyai beberapa pengertian, antara lain:
(1) Tanggapan dilihat dari segi pendidikan diartikan sebagai perilaku baru dari sasaran didik (murid) sebagai manifestasi dari pendapatnya yang timbul karena adanya perangsang pada saat ia belajar.
(2) Tanggapan dilihat dari segi psikologi perilaku (behavior psychology) adalah segala perubahan perilaku organisme yang terjadi atau yang timbul adanya perangsang dan perubahan tersebut dapat diamati.
(3) Tanggapan dilihat dari segi adanya kemauan dan kemampuan untuk bereaksi terhadap suatu kejadian (stimulus) denggan cara berpartisipasi dalam berbagai bentuk.
c) Valuing (menilai), menilai dapat diartikan sebagai:
(1) Pengakuan secara obyektif (jujur) bahwa murid itu obyek, sistem atau benda tertentu mempunyai kadar manfaat.
(2) Kemampuan untuk menerima suatu obyek atau kenyataan setelah seseorang itu sadar bahwa obyek tersebut mempunyai nilai atau
kekuatan, dengan cara menyatakan dalam bentuk sikap atau perilaku positif atau negatif.
d) Organization (organisasi), organisasi dapat diartikan sebagai:
(1) Proses konseptualisasi nilai-nilai dan menyusun hubungan antar nilai-nilai tersebut, kemudian memilih nilai-nilai yang terbaik untuk diterapkan.
(2) Kemungkinan untuk mengorganisasikan nilai-nilai,menentukan hubungan antar nilai dan menerima bahwa suatu nilai itu lebih domain dibanding nilai yang lain apabila kepadanya diberikan berbagai nilai.
e) Characterisation (karakterisasi), karakterisasi adalah sikap dan perbuatan yang secara konsisten dilakukan oleh seseorang selaras dengan nilai-nilai yang dapat diterimanya, sehingga sikap dan perbuatan itu seolah-olah telah menjadi ciri-ciri perilakunya.
Penguasaan hasil belajar (Nana Syaodih, 2005:5), oleh sesorang dilihat dari perilakunya, baik perilaku dalam bentuk penguasaan pengetahuan, keterampilan berpikir maupun keterampilan motorik.
Pencapaian belajar atau hasil belajar (Bambang, 2012:3) diperoleh setelah dilaksanakannya suatu program pengajaran. Penilaian atau evaluasi pencapaian hasil belajar merupakan langkah untuk mengetahui seberapa jauh tujuan kegiatan pembelajaran suatu bidang studi atau mata pelajaran telah dapat dicapai.
Jadi hasil belajar yang dilihat dari tes hasil belajar berupa keterampilan pengetahuan intelegensi, kemampuan dan bakat individu yang diperoleh di sekolah biasanya dicerminkan dalam bentuk nilai-nilai tertentu. Tes bertujuan untuk membangkitkan motivasi murid agar dapat mengorganisasikan pelajaran dengan baik.
b. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar Murid
Menurut Sabri (2011:44) menyebutkan bahwa “hasil belajar yang dicapai oleh murid dipengaruhi oleh dua faktor utama yaitu faktor kemampuan dan faktor lingkungan”. Faktor kemampuan besar sekali pengaruhnya terhadap hasil belajar yang dicapai. Sungguhpun demikian hasil yang diraih masih juga bergantung dari lingkungan. Artinya, ada faktor- faktor yang berada di luar diri murid yang dapat menentukan atau mempengaruhi hasil belajar yaitu faktor lingkungan. Menurut Susanto (2016 : 12) menyebutkan bahwa “ hasil belajar yang dicapai oleh peserta didik merupakan hasil interaksi antara berbagai faktor yang mempengaruhi, baik factor internal maupun factor eksternal”.
Keadaan awal merupakan faktor yang mempengaruhi hasil belajar murid, menurut Nurhidaya (2021:12) yang meliputi:
1) Pribadi murid, yang mencakup hal-hal seperti taraf intelegensi, daya kreatifitas, kemampuan berbahasa, kecepatan belajar, kadar motivasi belajar, sikap terhadap tugas belajar, minat dalam belajar, perasaan dalam belajar, kondisi mental dan fisik.
2) Pribadi guru, yang mencakup hal-hal seperti sifat-sifat kepribadian, penghayatan nilai-nilai kehidupan, motivasi kerja, keahlian dalam penguasaan materi dan penggunaan prosedur-prosedur didaktis, gaya memimpin, dan kemampuan bekerjasama dengan tenaga pendidik lainnya.
3) Struktur jaringan hubungan sosial di sekolah, yang mencakup hal-hal seperti sistem sosial, status sosial murid, interaksi sosial antarmurid dan antara guru dengan murid, serta suasana dalam kelas.
4) Sekolah sebagai institusi pendidikan, yang mencakup hal-hal seperti disiplin sekolah, pembentukan satuan-satuan kelas, pembagian tugas di antara para guru, penyusunan jadwal belajar, dan hubungan dengan orang tua murid.
5) Faktor-faktor situasional, yang mencakup hal-hal seperti keadaan sosial ekonomis, keadaan sosio-politik, keadaan musim dan iklim, regulasi terhadap pengelolaan pendidikan.
Beberapa pendapat para ahli, dapat disimpulkan bahwa ada dua faktor utama yang mempengaruhi hasil belajar murid yaitu faktor kemampuan murid dan faktor lingkungan.
Faktor kemampuan murid meliputi kecakapan, intelektual, pengetahuan awal, pengetahuan
yang dikembangkan, bakat murid, waktu yang tersedia dalam belajar, waktu yang diperlukan dalam memahami pelajaran, motivasi belajar, minat dan perhatian, sikap dan kebiasaan belajar, ketekunan serta faktor lainnya yang berada dalam diri murid. Faktor yang kedua tidak kalah pentingnya dengan faktor kemampuan murid, dimana faktor lingkungan (faktor yang berada di luar diri murid) turut menentukan atau mempengaruhi hasil belajar murid. Faktor lingkungan meliputi peran guru, kualitas pengajaran, hubungan sosial, sekolah, instansi pendidikan, motivasi oarang tua dan faktor lainnya dalam lingkungan murid.
3. Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar a. Pengertian Pembelajaran Matematika
Hingga saat ini belum ada kesepakatan bulat diantara para matematikawan tentang apa yang disebut dengan matematika itu. Dalam suatu literasi, Fathani (2016:17) mengatakan
“untuk mendeskripsikan definisi matematika, para matematikawan belum pernah mencapai satu titik puncak kesepakatan yang sempurna”. Lebih lanjut dikatakan oleh Fathani (2016) terkait beragamnya makna dari definisi matematika yang dideskripsikan berbeda oleh kalangan para ahli mungkin disebabkan oleh pribadi (ilmu) matematika itu sendiri, dimana matematika termasuk salah satu disiplin ilmu yang memiliki kajian sangat luas, sehingga masing-masing ahli bebas mengemukakan pendapatnya tentang matematika berdasarkan sudut pandang, kemampuan, pemahaman dan pengalamannya masing-masing. Oleh sebab itu, matematika tidak akan pernah selesai untuk didiskusikan dan dibahas maupun diperdebatkan.
Penjelasan yang berhubungan dengan apa dan bagaimana sebenarnya matematika itu akan terus mengalami perkembangan seiring dengan berkembangnya pengetahuan dan kebutuhan manusia serta laju perubahan zaman. Sehingga untuk dapat memahami hakikat
definisi dari matematika itu, kita dapat memerhatikan pengertian istilah matematika dari beberapa pendeskripsian yang dikemukakan oleh para ahli berikut.
Fathani (2016:18) mengatakan “matematika adalah ilmu seni kreatif. Oleh karena itu, matematika harus dipelajari dan diajarkan sebagai ilmu seni”. Fathani (2016) secara lebih luas memandang matematika sebagai the science of pattern. Dan pemaknaan matematika secara eksplisit juga didefinisikan oleh Fathani (2016:19):
Matematika sebagai konstruktivisme sosial dengan penekanannya pada knowning how yaitu pelajar dipandang sebagai makhluk yang aktif dalam mengonstruksi ilmu pengetahuan dengan cara berinteraksi dengan lingkungannya. Hal ini berbeda dengan pengertian knowing that yang dianut oleh kaum absolute, dimana pelajar dipandang sebagai makhluk yang pasif dan seenaknya dapat diisi informasi dari tindakan hingga tujuan.
Adapun Fathani (2016:19) mengartikan “matematika sebagai cabang ilmu pengetahuan yang eksak dan terorganisasi secara sistematik. Selain itu, matematika merupakan ilmu pengetahuan tentang penalaran yang logik dan masalah yang berhubungan dengan bilangan”. Sedangkan, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) yang disusun oleh Hasan, dkk (2012:723), “matematika didefinisikan sebagai ilmu tentang bilangan, hubungan antara bilangan dan prosedur operasional yang digunakan dalam penyelesaian masalah mengenai bilangan”.
Namun, jika pemaknaan definisi matematika itu diarahkan pada konsep pendidikan masa kini, maka definisi matematika menurut Susanto (2015:183) dapat diartikan sebagai
“salah satu bidang studi yang ada pada semua jenjang pendidikan, mulai dari tingkat sekolah dasar hingga perguruan tinggi. Bahkan matematika diajarkan di taman kanak-kanak secara informal”.
Berpijak pada berbagai uraian definisi matematika yang dikemukakan oleh para ahli di atas, dapat disimpulkan suatu definisi matematika sebagai cara bernalar sekaligus sebagai suatu pengetahuan yang memiliki pola berpikir deduktif dalam artian suatu teori atau pernyataan dalam matematika dapat diterima kebenarannya apabila telah dibuktikan secara umum.
Sebagaimana yang telah disinggung pada bagian awal, dimana matematika merupakan suatu pengetahuan sekaligus menjadi salah satu disiplin ilmu yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir dan bernalar secara logik yang dapat diajarkan di berbagai jenjang pendidikan. Karenanya, berbicara masalah pembelajaran matematika dapat berarti sebagai suatu proses belajar mengajar yang dibangun oleh guru dalam mengembangkan kreativitas berpikir murid sehingga meningkat kemampuan berpikir dan bernalarnya serta dapat meningkatkan kemampuan mengonstruksi pengetahuan baru sebagai upaya meningkatkan penguasaan yang baik terhadap materi matematika yang dipelajarinya.
Susanto (2016:187) mengatakan:
Pembelajaran matematika merupakan suatu proses belajar mengajar yang mengandung dua jenis kegiatan yang tidak terpisahkan. Kegiatan tersebut adalah belajar dan mengajar. Kedua aspek ini akan berkolaborasi secara terpadu menjadi suatu kegiatan pada saat terjadi interaksi antara murid dengan guru, antara murid dengan murid dan antara murid dengan lingkungan di saat pembelajaran matematika sedang berlangsung.
Sebagai upaya untuk mengarahkan murid untuk mencapai tujuan belajar matematikanya secara optimal, guru menempati posisi kunci dalam menciptakan suasana belajar yang kondusif dan menyenangkan serta guru harus mampu menempatkan dirinya secara dinamis dan fleksibel, baik sebagai informan, transformator, organizer serta evaluator bagi terwujudnya kegiatan belajar matematika murid yang dinamis dan inovatif.
b. Tujuan Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar
Secara umum, tujuan pembelajaran matematika di sekolah dasar adalah agar murid mampu dan terampil dalam mengembangkan kemampuan berpikir dan bernalar yang berhubungan dengan masalah matematika. Dan secara khusus, tujuan pembelajaran matematika di sekolah dasar, sebagaimana yang disebutkan oleh Depdiknas (Susanto, 2016:190), sebagai berikut.
a. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritme.
b. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.
c. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh.
d. Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk menjelaskan keadaan atau masalah.
e. Memiliki sikap menghargai penggunaan matematika dalam kehidupan sehari-hari.
Berkenaan dengan tujuan pendidikan tersebut, dapat dipahami bahwa inti pengajaran matematika di sekolah dasar pada dasarnya diarahkan pada pengembangan kompetensi murid agar dapat:
1) Melakukan operasi hitung penjumlahan, pengurangan, perkalian, pembagian beserta hal-hal yang berkaitan dengan operasi hitung campuran termasuk yang melibatkan pecahan.
2) Menentukan sifat dan unsur berbagai bangun datar dan bangun ruang sederhana, termasuk penggunaan sudut, keliling, luas dan volume.
3) Menentukan sifat simetri, kesebangunan dan sistem koordinat.
4) Menggunakan pengukuran satuan, kesetaraan antar satuan dan penaksiran pengukuran.
5) Menentukan dan menafsirkan data sederhana seperti: ukuran tinggi, rendah, rata-rata, modus, proses mengumpulkan data dan penyajiannya.
6) Memecahkan masalah, melakukan penalaran dan mengomunikasikan gagasan secara matematis.
4. Kajian tentang Pendekatan Realistik Matematic Education (RME) a. Pengertian Pendekatan Realistik Matematic Education (RME)
Pendekatan Realistik Matematic Education (RME) adalah salah satu pendekatan dalam pembelajaran matematika. Pendekatan Realistik Matematic Education (RME) pertama kali diperkenalkan dan dikembangkan di Belanda pada tahun 1970 oleh institut Freudhenthal.
Pendekatan ini memandang bahwa matematika merupakan aktivitas insani (human activities) dan harus dikaitkan dengan realitas (Kurniawan, 2012). Masalah-masalah nyata dari kehidupan seharihari digunakan sebagai titik awal pembelajaran matematika untuk menunjukkan bahwa matematika sebenarnya dekat dengan kehidupan seharihari. Benda- benda nyata yang akrab dengan kehidupan sehari-hari digunakan sebagai alat peraga dalam pembelajaran matematika (Yusuf Hartono, 2017:71). Dengan demikian ketika murid melakukan kegiatan belajar matematika maka dalam dirinya terjadi proses matematisasi atau mematematikakan dunia nyata (Marsigit, 2021).
Menurut Treffers (Sutarto Hadi, 2015: 20) matematisasi dibedakan menjadi dua macam, yaitu matematisasi horizontal dan matematisasi vertikal.
Matematisasi horizontal bergerak dari dunia nyata kedalam dunia symbol Murid mencoba menyelesaikan soal-soal kontekstual dari dunia nyata dengan
cara mereka sendiri, dan menggunakan bahasa dan simbol mereka sendiri. Sedangkan matematisasi vertikal bergerak dalam dunia simbol itu sendiri. Murid mencoba menyusun prosedur umum yang dapat digunakan untuk menyelesaikan soal-soal sejenis secara langsung tanpa bantuan konteks. Dengan demikian melalui aktivitas matematisasi horisontal dan vertical diharapkan murid dapat menemukan dan mengkonstruksi konsep-konsep matematika.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pendekatan Realistik Matematic Education (RME) merupakan suatu pendekatan yang menggunakan masalah realistik/nyata sebagai pangkal tolak pembelajaran. Melalui aktivitas matematisasi horizontal dan vertikal diharapkan murid dapat menemukan dan mengkontruksikan konsep-konsep matematika.
b. Prinsip Pendekatan Realistik Matematic Education (RME)
Gravemeijer (Supinah, 2021: 16) mengemukakan bahwa terdapat tiga prinsip dalam pendekatan Realistik Matematic Education (RME) yaitu sebagai berikut.
a. Guided Re-invention atau Menemukan Kembali Secara Seimbang.
Memberikan kesempatan bagi murid untuk melakukan matematisasi dengan masalah kontekstual yang realistik bagi murid dengan bantuan dari guru. Murid didorong atau ditantang untuk aktif bekerja bahkan diharapkan dapat mengkonstruksi atau membangun sendiri pengetahuan yang akan diperolehnya. Pembelajaran tidak dimulai dari sifat-sifat atau definisi atau teorema dan selanjutnya diikuti contoh-contoh, tetapi dimulai dengan masalah kontekstual atau real/nyata yang selanjutnya melalui aktivitas murid diharapkan dapat ditemukan sifat atau definisi atau teorema atau aturan oleh murid sendiri.
b. Didactical Phenomenology atau Fenomena Didaktik.
Pembelajaran matematika yang cenderung berorientasi kepada memberi informasi atau memberitahu murid dan memakai matematika yang sudah siap pakai untuk memecahkan masalah, diubah dengan menjadikan masalah sebagai sarana utama untuk mengawali pembelajaran sehingga memungkinkan murid dengan caranya sendiri mencoba memecahkannya. Dalam memecahkan masalah tersebut, murid diharapkan dapat melangkah ke arah matematisasi horisontal dan matematisasi vertikal. Proses matematisasi horisontal-vertikal tersebut diharapkan dapat memberi kemungkinan murid lebih mudah memahami matematika yang berobyek abstrak. Dengan masalah kontekstual yang diberikan pada awal pembelajaran memungkinkan banyak/beraneka ragam cara yang digunakan atau ditemukan murid dalam menyelesaikan masalah. Sehingga murid dibiasakan untuk bebas berpikir dan berani berpendapat, karena cara yang digunakan murid satu dengan yang lain berbeda atau bahkan berbeda dengan pemikiran guru tetapi cara itu benar dan hasilnya juga benar. Hal tersebut merupakan suatu fenomena didaktik.
Dengan memperhatikan fenomena didaktik yang ada didalam kelas, maka akan terbentuk proses pembelajaran matematika yang tidak lagi berorientasi pada guru, tetapi diubah atau beralih kepada pembelajaran matematika yang berorientasi pada murid atau bahkan berorientasi pada masalah.
c. Self-delevoped Models atau model dibangun sendiri oleh murid.
Pada waktu murid mengerjakan masalah kontekstual, murid mengembangkan suatu model. Model ini diharapkan dibangun sendiri oleh murid, baik dalam proses matematisasi horisontal ataupun vertikal. Kebebasan yang diberikan kepada murid untuk memecahkan masalah secara mandiri atau kelompok, dengan sendirinya akan memungkinkan munculnya
berbagai model pemecahan masalah buatan murid.
Pada penelitian ini, prinsip proses menemukan kembali dikembangkan melalui penjelajahan berbagai persoalan dunia nyata. Selanjutnya prinsip fenomena didaktik proses pembelajaran dialihkan pada situasi nyata, murid dengan caranya sendiri mencoba memecahkan persoalan-persoalan kontekstual yang dihadapinya. Pada prinsip model dibangun sendiri, murid menyelesaikan persoalan-persoalan kontekstual tersebvut untuk menemukan jawaban dalam bentuk model matematika formal.
c. Karakteristik Pendekatan Realistik Matematic Education (RME)
Menurut Gravemeijer (Zaenal Abidin: 2010), pendekatan Realistik Matematic Education (RME) memiliki lima karakteristik yaitu sebagai berikut.
a. Menggunakan masalah kontekstual (the use of context).
Pembelajaran diawali dengan menggunakan masalah kontekstual sehingga memungkinkan murid menggunakan pengalaman sebelumnya dan pengetahuan awal yang dimilikinya secara langsung, tidak dimulai dari sistem formal. Masalah kontekstual yang diangkat sebagai materi awal dalam pembelajaran harus sesuai dengan realitas atau lingkungan yang dihadapi murid dalam kesehariannya yang sudah dipahami atau mudah dibayangkan. Masalah kontekstual dalam PMR memiliki empat fungsi, yaitu: (1) untuk membantu murid dalam pembentukan konsep matematika, (2) untuk membentuk model dasar matematika dalam mendukung pola pikir murid bermatematika, (3) untuk memanfaatkan realitas sebagai sumber dan domain aplikasi matematika dan (4) untuk melatih kemampuan
murid, khususnya dalam menerapkan matematika pada situasi nyata (realitas). Realitas yang dimaksud di sini sama dengan kontekstual.
b. Menggunakan instrumen vertikal seperti model, skema, diagram dan simbol-simbol (use models, bridging by vertical instrument).
Istilah model berkaitan dengan situasi dan model matematika yang dibangun sendiri oleh murid (self developed models), yang merupakan jembatan bagi murid untuk membuat sendiri model-model dari situasi nyata ke abstrak atau dari situasi informal ke formal. Artinya murid membuat model sendiri dalam menyelesaikan masalah kontekstual yang merupakan keterkaitan antara model situasi dunia nyata yang relevan dengan lingkungan murid ke dalam model matematika. Sehingga dari proses matematisasi horizontal dapat menuju ke matematisasi vertical
c. Menggunakan kontribusi murid (student contribution).
Murid diberi kesempatan seluas-luasnya untuk mengembangkan berbagai strategi informal yang dapat mengarahkan pada pengkontruksian berbagai prosedur untuk memecahkan masalah. Dengan kata lain, kontribusi yang besar dalam proses pembelajaran diharapkan datang dari murid, bukan dari guru. Artinya semua pikiran atau pendapat murid sangat diperhatikan dan dihargai.
d. Proses pembelajaran yang interaktif (interactivity).
Mengoptimalkan proses belajar mengajar melalui interaksi antar murid, murid dengan guru dan murid dengan sarana dan prasarana merupakan hal penting dalam PMR. Bentuk-bentuk interaksi seperti: negosiasi, penjelasan, pembenaran, persetujuan, pertanyaan atau refleksi digunakan untuk mencapai bentuk pengetahuan
matematika formal dari bentukbentuk pengetahuan matematika informal yang ditemukan sendiri oleh murid. Guru harus memberikan kesempatan kepada murid untuk mengkomunikasikan ide-ide mereka melalui proses belajar yang interaktif.
e. Terkait dengan topik lainnya (intertwining).
Berbagai struktur dan konsep dalam matematika saling berkaitan, sehingga keterkaitan atau pengintegrasian antar topik atau materi pelajaran perlu dieksplorasi untuk mendukung agar pembelajaran lebih bermakna. Oleh karena itu dalam pendekatan Realistik Matematic Education (RME) pengintegrasian unit-unit pelajaran matematika merupakan hal yang esensial (penting). Dengan pengintegrasian itu akan memudahkan murid untuk memecahkan masalah. Di samping itu dengan pengintegrasian dalam pembelajaran, waktu pembelajaran menjadi lebih efisien. Hal ini dapat terlihat melalui masalah kontekstual yang diberikan.
Berdasarkan karakteristik pendekatan Realistik Matematic Education (RME) tersebut maka dalam penelitian ini pembelajaran diawali dengan menyajikan masalah kontekstual yang biasa dialami atau dijumpai murid dalam kesehariannya. Kemudian murid diberikan kesempatan untuk mengerjakan/menyelesaikan masalah tersebut denganmenggunakan cara
mereka sendiri untuk mendapatkan suatu ide pemecahan
masalah/kesimpulan. Murid diberi kesempatan untuk mengkomunikasikan ide- ide/pemecahan masalah yang sudah didapat dengan cara mempresentasikan di depan teman- temannya. Murid lain yang yang tidak presentasi diberikan kesempatan untuk melakukan negosiasi, mendapatkan penjelasan, pembenaran, persetujuan, pertanyaan atau refleksi terhadap pemecahan masalah/kesimpulan yang disampaikan. Pembelajaran diakhiri dengan
mengaitkan materi pelajaran yang baru saja dipelajari dengan materi pelajaran pada pertemuan yang akan datang.
d. Langkah-langkah Pembelajaran Pendekatan Realistik Matematic Education (RME)
Zulkardi (Yusuf Hartono, 2017: 7-20) secara umum menjelaskan langkah-langkah pendekatan Realistik Matematic Education (RME) sebagai berikut.
a) Persiapan.
Selain menyiapkan masalah kontekstual, guru harus benar-benar memahami masalah dan memiliki berbagai macam strategi yang mungkin akan ditempuh murid dalam menyelesaikannya.
b) Pembukaan.
Pada bagian ini murid diperkenalkan dengan strategi pembelajaran yang dipakai dan diperkenalkan kepada masalah dari dunia nyata. Kemudian murid diminta untuk memecahkan masalah tersebut dengan cara mereka sendiri.
c) Proses pembelajaran.
Murid mencoba berbagai strategi untuk menyelesaikan masalah sesuai dengan pengalamannya, dapat dilakukan secara perorangan maupun secara kelompok.
Kemudian setiap murid atau kelompok mempresentasikan hasil kerjanya di depan murid atau kelompok lain dan murid atau kelompok lain memberi tanggapan terhadap hasil kerja murid atau kelompok penyaji. Guru mengamati jalannya diskusi kelas dan memberi tanggapan
sambil mengarahkan murid untuk mendapatkan
strategi terbaik serta menemukan aturan atau prinsip yang bersifat lebih umum.
d) Penutup.
Setelah mencapai kesepakatan tentang strategi terbaik melalui diskusi kelas, murid diajak menarik kesimpulan dari pelajaran saat itu. Pada akhir pembelajaran murid harus mengerjakan soal evaluasi dalam bentuk matematika formal. Langka-langkah pendekatan Realistik Matematic Education (RME).
e. Kelebihan dan Kelemahan Pendekatan Realistik Matematic Education (RME)
Pendekatan Realistik Matematic Education (RME) dalam pembelajaran matematika memiliki kelebihan dan kelemahan. Berikut ini akan dijelaskan kelebihan pendekatan Realistik Matematic Education (RME) menurut Suherman (2013:143). Kelebihan pendekatan Realistik Matematic Education (RME) adalah sebagai berikut:
1) Matematika lebih relevan, bermakna, dan menarik, tidak terlampau abstrak dan tidak terlampau formal.
2) Mementingkan belajar matematika pada “learning by doing”
3) Mempertimbangkan taraf kemampuan murid.
4) Menggunakan konteks sebagai titik awal pembelajaran matematika.
5) Menyediakan penyelesaian masalah matematika.
Sementara itu, Suwarno dan Fadlun (Hadi dalam Rachmania, 2019:24) mengungkapkan kelemahan pendekatan Realistik Matematic Education (RME), antara lain:
1. Upaya untuk melemahkan pendekatan Realistik Matematic Education (RME) menimbulkan pandangan yang sangat mendasar mengenai berbagai hal tentang guru, murid, dan peranan masalah konstektual yang tidak mudah dipraktikan.
2. Upaya mendorong murid agar bisa menemukan berbagai cara menyelesaikan soal juga merupakan hal yang tidak mudah dilakukan.
3. Pencarian soal-soal yang konstektual tidak selalu mudah untuk setiap topik matematika yang dipelajari murid.
4. Proses penelitian kemampuan berpikir murid melalui soal-soal konstektual, proses matematisasi horizontal dan vertikal juga bukan merupakan suatu yang sederhana, karena proses dan mekanisme berpikir murid harus diikiuti dengan cermat.
5. Membutuhkan waktu yang cukup banyak.
B. Penelitian yang Relevan
Adapun penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah sebagai berikut: Supardi (2013) melakukan penelitian untuk mengungkap pengaruh pembelajaran realistic matematic education (RME) dipandang dari tingkat motivasi belajar terhadap hasil belajar matematika dengan hasil penelitian menunjukkan bahwa hasil belajar murid yang diajar dengan menggunakan RME lebih tinggi daripada hasil belajar murid yang diajar secara konvensional dan terdapat efek interaksi pendekatan pendidikan dan motivasi belajar terhadap hasil belajar. Persamaannya terletak pada pendekatan yang digunakan yaitu sama- sama menggunakan pendekatan Realistik Matematic Education (RME) dan variabel yang di gunakan sama-sama yaitu meningkatkan hasil belajar sedangkan perbedaannya terletak pada kelas dan lokasi sekolah yang digunakan dalam penelitian ini.
Selanjutnya Romadloni (2013) menyatakan bahwa hasil penelitiannya menunjukkan bahwa hasil kemampuan pemecahan masalah matematika peserta didik yang memperoleh
model pembelajaran RME dengan pendekatan problem posing lebih baik daripada hasil kemampuan pemecahan masalah matematika peserta didik yang memperoleh model pembelajaran ekspositori. Persamaannya terletak pada pendekatan yang digunakan yaitu sama-sama menggunakan pendekatan Realistik Matematic Education (RME) dan variabel yang di gunakan sama-sama yaitu meningkatkan hasil belajar sedangkan perbedaannya terletak pada kelas dan lokasi sekolah yang digunakan dalam penelitian ini.
Kemudian Amri & Abadi (2013) melakukan penelitian untuk mendeskripsikan keefektifan Pembelajaran Matematika Realistik (PMR) dan Pembelajaran Matematika Realistik (PMR) dengan metode belajar kooperatif tipe Teams Games Tournament (TGT) ditinjau dari motivasi, sikap, dan kemampuan pemecahan masalah masalah geometri pada kelas IIII SMP Budi Mulia Yogyakarta dengan hasil penelitian ini menunjukkan skor rata- rata meningkat dari 102,8 menjadi 109,16 dengan skor maksimal 150 untuk skor motivasi belajar murid. Persamaannya terletak pada pendekatan yang digunakan yaitu sama-sama menggunakan pendekatan Realistik Matematic Education (RME) dan variabel yang di gunakan sama-sama yaitu meningkatkan hasil belajar sedangkan perbedaannya terletak pada kelas dan lokasi sekolah yang digunakan dalam penelitian ini.
Berdasarkan penelitian yang relevan di atas dapat dilihat bahwa penelitian ini memiliki persamaan dan perbedaan, persamaannya terletak pada pendekatan yang digunakan yaitu sama-sama menggunakan pendekatan Realistik Matematic Education (RME) dan variabel yang di gunakan sama-sama yaitu meningkatkan hasil belajar sedangkan perbedaannya terletak pada mata pelajaran, kelas dan lokasi sekolah yang digunakan dalam penelitian ini.