BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Asuhan Keperawatan dalam Pemenuhan Kebutuhan Rasa Nyaman:
Nyeri 2.1.1 Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan suatu proses yang sistematis dalam mengumpulkan data dari berbagai sumber klien (Nursalam, 2013). Menurut Nursalam (2011), ada 2 (dua) tipe data pada pengkajian yaitu data subjektif dan objektif :
1) Data subjektif
Data subjektif adalah data yang didapatkan dari klien sebagai suatu pendapat terhadap suatu pendapat terhadap suatu situasi dan kejadian.
2) Data Objektif
Data objektif adalah data yang dapat diobservasi dan diukur.
Pengkajian adalah pendekatan sistematis untuk mengumpulkan data dan menganalisa sehingga dapat diketahui kebutuhan klien serta masalahnya. Didalam pengkajian akan didapatkan keluhan utama dimana keluhan utama merupakan keluhan yang dirasakan oleh pasien. Pengkajian nyeri terdiri atas dua komponen utama (Mubarak et al., 2015) yaitu:
1) Riwayat nyeri untuk mendapatkan data dari klien
2) Observasi langsung pada respon perilaku dan fisiologis klien
Dalam mengidentifikasi nyeri perawat harus melakukan pengkajian PQRST, saat mengkaji riwayat nyeri, perawat sebaiknya memberi klien kesempatan untuk mengungkapkan cara pandang mereka terhadap nyeri dan situasi tersebut dengan kata-kata mereka sendiri. Langkah ini akan membantu perawat memahami makna nyeri bagi klien dan bagaimana ia berkoping terhadap situasi tersebut.
Secara umum, pengkajian nyeri meliputi beberapa aspek, antara lain:
a) Faktor Pencetus (P : provacative/palliative), yaitu faktor yang mempengaruhi gawat atau ringannya nyeri.
b) Kualitas (Q : Quality/Quantity), yaitu nyeri seperti apakah rasa tajam, tumpul, atau tersayat.
c) Lokasi (R : Region/Radiation), yaitu perjalanan nyeri.
d) Keparahan (S : Scale/Severity), yaitu keparahan atau intensitas nyeri menggunakan numeric rating scale/ NRS (0-10).
Waktu (T : Timing), yaitu lama/waktu serangan atau frekuensi nyeri. Skala nyeri numeric rating scale (1-10).
Gambar 2.1
Skala Intensitas Nyeri Numerik
Sumber: Andarmoyo, (2013).
Skala penelitian numerik (Numeric Rating Scale, NRS) lebih digunakan sebagai pengganti alat pendeskripsian kata. Skala paling efektif digunakan saat mengkaji intensitas nyeri sebelum dan setelah intervensi (Andarmoyo, 2013).
2.1.2 Diagnosa Keperawatan
Diagnosa Keperwatan adalah suatu pertanyaaan yang menjelaskan respons manusia (status kesehatan atau resiko perubahan pola) dari individu atau kelompok, dimana perawat secara akuntibilitas dapat mengidentifikasi dan memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga status kesehatan menurunkan, membatasi, mencegah dan merubah. (Nursalam, 2011).
Diagnosa keperawatan yang muncul menurut NANDA 2018, adalah sebagai berikut :
1) Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biolgis, kimia, fisik atau psikologis.
Batasan karakteristik nyeri akut menurut NANDA 2018 : a) Perubahan selera makan.
b) Perubahan pada parameter fisiologis.
c) Diaforesis.
d) Perilaku distraksi.
e) Bukti nyeri dengan melakukan standar daftar periksa nyeri untuk pasien yang tidak dapat mengungkapkannya.
f) Perilaku ekspresif.
g) Ekspresi wajah.
h) Sikap tubuh melindungi.
i) Laporan tentang perilaku nyeri/perubahan aktifitas.
j) Keluhan tentang intensitas nyeri dengan menggunakan standar skala nyeri.
k) Keluhan tentang karakteristik nyeri dengan menggunakan standar instrumen nyeri.
2.1.3 Perencanaan
Rencana tindakan adalah desain spesifik intervensi untuk membantu klien dalam mencapai kriteria hasil. Rencana tindakan dilaksanakan berdasarkan komponen penyebab dari diagnosa keperawatan (Nursalam, 2011). Disusun melibatkan pasien dan keluarga, berdasarkan konsep keperawatan, fundamental, Keperawatan Medikal Bedah dan didukung oleh ilmu dan fasilitas penerapan epidenbes. Menurut Roman (2010), tujuan dan perencanaan harus memenuhi ciri- ciri sebagai berikut :
S : Spesific (berfokus pada pasien, singkat dan jelas).
M : Measurable (harus dapat diukur).
A : Achiavable (harus dapat dicapai).
R : Reasonable (ditentukan oleh perawat dan klien).
T : Timing (kontrak waktu.
Tabel 2.1 Perencanaan Nyeri
Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil
Intervensi
Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri (biologi, kimia, fisik, psikologis), kerusakan jaingan.
DS :
Laporan secara verbal
NOC : 1) Pain level 2) Pain control 3) Comfort level
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ...
NIC :
1) Lakukan pengkajian nyeri secara komperhensif termasuk lokasi karakteristik, durasi,
DO :
- Posisi untuk menahan nyeri
- Tingkah laku berhati- hati
- Gangguan tidur (mata sayu, tampak capek, suit atau gerakan kacau menyeringat) - Terfokus pada diri
sendiri
- Fokus menyempit (penurunan presepsi waktu, kerusakan proses berpikir, penurunan interaksi dengan orang lain dan lingkungan) - Respon autonom
(diaporesis, perubahan tekanan darah, perubahan nafas, nadi, dan dilatasi pupil) - Tingkah laku ekspresif
(gelisah, merintih, menangis, waspada, iritabel, nafas panjang atau berkeluh kesah) - Perubahan dalam nafsu
makan
pasien tidak mengalami nyeri, dengan kriteria hasil:
- Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan tehnik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan) - Melaporkan bahwa
nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri - Mampu mengenali
skala nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri) - Menyatakan rasa
nyaman setelah nyeri berkurang
- Tanda vital dalam rentang normal - Tidak mengalami
gangguan tidur
frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi 2) Observasi reaksi
nonverbal dari ketidaknyamanan 3) Bantu pasien dan
keluargauntuk mencari dan menemukan dukungan
4) Kontrol lingkungan yang dapat
mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan dan kebiasaan 5) Kurangi faktor
presipitasi nyeri 6) Kaji tipe dan sumber
nyeri untuk menentukan inervensi 7) Ajarkan tentang
teknik
nonfarmakologi:
Aroma terapi lemon
Sumber : NANDA, NOC & NIC, 2018: El Rahmayanti, 2018 ; Rostinah dan Era Noviya, 2018).
2.1.4 Implementasi
Pada tahap ini biasanya ditemukan beberapa hambatan dan kesulitannya diantaranya klien kurang kooperatif ketika diberikan teknik distraksi yang
dan pikiran klien. Dalam penerapan kerjasama antar tim, multidisipliner, dokter, farmasi, dan tim medis lain untuk melaksanakan perencanaan keperawatan secara optimal.
Tindakan keperawatan dibedakan berdasarkan kewenangan dan tanggung jawab perawat secara profesional sebagaimana terdapat dalam standar praktek keperawatan :
1) Independen
Tindakan keperawatan independen adalah suatu kegiatan yang dilaksanakan oleh perawat tanpa petunjuk dan perintah dari dokter atau tenaga kesehatan lainnya. Tipe tindakan didefinisikan berdasarkan diagnosa keperawatan.
Lingkup tindakan independen keperawatan adalah :
(a) Mengkaji terhadap klien atau keluarga melalui riwayat keperawatan dan pemeriksaan fisik untuk mengetahui status kesehatan klien.
(b) Merumuskan diagnaosa keperawatan sesuai respon klien yang memerlukan intervensi keperawatan.
(c) Mengidentifikasi tindakan keperawatan untuk mempertahankan atau memulihkan kesehatan.
(d) Melaaksanakan renacana pengukuran untuk memotivasi, menunjukan, mendukung dan mengajarkan kepada klien dan keluarga.
(e) Meruju kepada tenaga yang lain jika ada indikasi dan ijinkan oleh tenaga keperawatan.
(f) Mengevaluasi respon klien terhadap tindakan keperawatan dan medis.
Menurut Asmadi (2008) Tipe tindakan independen keperawatan dikategorikan menjadi 4 :
a) Tindakan diagnostik, tindakan inai ditunjukan pada penagkajian dalam merumuskan suatu diagnosa keperawatan. Tindakan tersebut meliputi:
(1) Wawancara dengan klien untuk mendapatkan data subjektif, keluhan klien, persepsi tentang penyakitnya, dan riwayat penyakit. Observasi dan pemeriksaan fisik : tindakan untuk mendapatkan data objektif, meliputi : observasi kesadaran dan tanda-tanda vital (suhu, nadi, respirasi, suhu).
(2) Tindakan terapeutik : tindakan ditunjukan untuk mengurangi, mencegah, dan mengatasi masalah klien.
(3) Tindakan edukatif mengajarkan : tindakan ini ditunjukan untuk merubah perilaku klien melalui promosi kesehatan dan pendidikan kesehatan kepada klien.
(4) Tindakan merujuk : tindakan ini lebih ditekankan pada kemampuan perawat dalam mengambil suatu keputusan klinik tentang keadaan klien dan kemampuan untuk melakukan kerjasama dengan tim kesehatan lain.
b) Interdependen
Tindakan kepearawaatan interdependen adalah tindakan yang lebih memerlukan suatu kerjasama dengan tenaga kesehatan lainnya, misalnya pada ahli gizia, afisioterapi, tenaga sosial dan dokter.
c) Dependen
Tindakan dependen berhubungan dengan pelaksanaaan rencana tindakan medis. Tindakan tersebut menandakan suatu cara dimana tindakan medis dilakukan.
2.1.5 Evaluasi
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melangkapi proses keperawatan yang menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan dan pelaksanaannya sudah berhasil dicapai (Nursalam, 2009). Berdasarkan ungkapan dari Setiadi (2008), evaluasi dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu :
1) Evaluasi Sumatif (Berjalan)
Evaluasi jenis ini dikerjakan dalam bentuk pengisian format catatan perkembangan dengan berorientasi kepada masalah yang dialami oleh keluarga.
Format yang dipakai adalah format SOAP.
2) Evaluasi Formatif (Akhir)
Evaluasi jenis ini dikerjakan dengan cara membandingkan antara tujuan yang akan dicapai. Bila terdapat kesenjangan diantara keduanya, mungkin semua tahap dalam proses keperawatan perlu ditinjau kembali agar didapat data-data, masalah atau rencana yang perlu dimodifikasi.
Kriteria hasil yang diharapkan pada pasien dengan nyeri akut setelah
1) Klien mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan tehnik non farmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan).
2) Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri.
3) Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi, dan tanda nyeri).
4) Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang.
5) Tanda vital dalam rentang normal.
6) Tidak mengalami gangguan tidur.
Kriteria hasil yang diharapkan pada pasien dengan nyeri kronis setelah diberikan intervensi menurut Nanda (2018), sebagai berikut:
1) Tidak ada gangguan tidur 2) Tidak ada gangguan kensentrasi
3) Tidak ada gangguan hubungan interpersonal
4) Tidak ada ekspresi menahan nyeri dan ungkapan secara verbal 5) Tidak ada tegangan otot.
Tabel 2.3.6
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR AROMATERAPI LEMON
Kegiatan Pemberian terapi lemon
Pengertian Aroma terapi adalah terapi atau pengobatan dengan menggunakan bau-bauan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan, bunga, pohon yang berbau harum dan enak. Salah satu aroma terapi yang banyak digunakan adalah aroma terapi Lemon (citrus lemon)
Tujuan Untuk menghilangkan atau menurunkan skala nyeri pada pasien post laparatomi.
Kebijakan Dilakukan di ranjang pasien, di Ruang Melati 4 RSUD Dr. Soekardjo Kota Tasikmalaya
Pelaksanaan
No. Waktu Kegiatan Respon Pasien
1.
H-1 kegiatan 10 menit
Persiapan :
1. Menyiapkan alat terapi lemon (minyak lemon)
2. Menyiapkan pasien
Alat terapi lemon dan pasien siap
2.
5 menit Pembukaan :
1. Mengucapkan salam dan memperkenalkan diri
1. Mendengarkan kontrak 2. Mendengarkan tujuan
dari kegiatan
2. Menyampaikan tujuan dan maksud dari kegiatan
3. Menjelaskan kontrak waktu dan mekanisme kegiatan terapi musik klasik
3. Mendengarkan instruksi
3.
10-15 Menit Pelaksanaan :
1. Pasien disiapkan untuk melakukan terapi lemon
2. Jaga privasi klien
3. Atur posisi klien senyaman mungkin 4. Lakukan cuci tangan dan menggunakan
sarung tangan
5. Teteskan 3 tetes aromaterapi lemon essential oil pada tissue
6. Anjurkan pasien untuk menghirup aromaterapi lemon essential oil selama 10 menit
7. Setelah terapi selesai bersihkan alat dan atur posisi nyaman untuk klien
8. Alat-alat dirapikan 9. Cuci tangan
Pasien dapat mengikuti kegiatan dengan kooperatif
4.
5 menit Evaluasi :
1. Lakukan evaluasi tindakan yang telah dilakukan kepada pasien.
2. Berikan pujian kepada pasien, telah mengikuti kegiatan dengan kooperatif 3. Bereskan pasien.
4. Bereskan peralatan.