6 A. Landasan Teori
Untuk memahami penulisan skripsi ini, teori yang digunakan oleh penulis dalam menyusun skripsi adalah sebagai berikut :
1. Menurut peraturan POJK No. 65/POJK.03/2016, risiko adalah potensi kerugian akibat terjadinya suatu peristiwa atau events tertentu.
Dan manajemen risiko adalah serangkaian metodologi dan prosedur yang digunakan untuk mengidentifikasi, mengukur, memantau, dan mengendalikan risiko yang timbul dari seluruh kegiatan usaha Bank.
Adapun risiko yang mencakup perbankan syariah yang terdapat pada pasal 5 ayat (1) diantaranya: Risiko Pembiayaan, Risiko Pasar, Risiko Likuiditas, Risiko Operasional, Risiko Hukum, Risiko Reputasi, Risiko Stratejik, Risiko Kepatuhan, Risiko Imbal Hasil, Risiko Investasi.
2. Mekanisme atau proses indetifikasi risiko menurut POJK No.
65/POJK. 03/2016 dan diambil dari penelitian (Yulianti, 2010) Meliputi :
a. Indentifikasi
Dalam tahapan ini pihak manajemen harus mengidentifikasi sumber risiko, area dampak risiko, peristiwa dan penyebabnya, serta potensi akibatnya. Proses identifikasi risiko ini penting untuk dilakukan, karena risiko yang tidak teridentifikasi pada tahapan ini tidak akan diikutsertakan terhadap sumber – sumber risiko, baik yang didalam kendali maupun yang diluar kendali organisasi.
b. Pengukuran Risiko
Pengukuran risiko biasanya mengacu pada dua faktor yaitu kuantitas risiko dan kualitas risiko. Kuantitas risiko terkait dengan beberapa banyak eksposur, yang rentan terhadap risiko. Kualitas risiko terkait dengan kemungkinan suatu risiko muncul. Semakin tinggi risiko muncul semakin tinggi pula risikonya. Data historis merupakan salah satu sumber untuk mengukur besarnya risiko.
c. Pemantauan Risiko
Bank harus memiliki sistem dan prosedur pemantauan yang antara lain mencakup pemantauan terhadap besarnya eksposur risiko, toleransi risiko, kepatuhan limit internal, dan hasil stress testing maupun konsistensi pelaksanaan dengan kebijakan dan prosedur yang ditetapkan.
d. Pengendalian Risiko
Bank harus memiliki sistem pengendalian risiko yang memadai dengan mengacu pada kebijakan dan prosedur yang telah ditetapkan. Proses pengendalian risiko yang diterapkan bank harus disesuaikan dengan eksposur risiko maupun tingkat risiko yang akan diambil dan toleransi risiko. Pengendalian risiko dapat dilakukan oleh bank, antara lain dengan cara mekanisme lindung nilai, dan metode mitigasi risiko lainnya.
3. Manajemen risiko merupakan suatu usaha untuk mengetahui, mengenalisis serta mengendalikan risiko dalam setiap kegiatan perusahaan dengan tujuan untuk memperoleh efektifitas dan efisiensi yang lebih tinggi, adapun prinsip – prinsip manajemen risiko sebagai berikut :
a. Manajemen risiko haruslah memberi nilai tambah.
Manajemen risiko memberikan kontribusi melalui peningkatan kemungkinan pencapaian sasaran perusahaan secara nyata.
b. Manajemen risiko adalah bagian terpadu dari proses organisasi.
Manajemen risiko merupakan bagian dari tanggung jawab manajemen dan merupakan bagian tak terpisahkan dari proses organisasi, proyek, dan manajemen perubahan.
c. Manajemen risiko adalah bagian dari proses pengambilan keputusan.
Manajemen risiko membantu pengambilan keputusan atas dasar pilihan yang tersedia dengan informasi yang selengkap mungkin yang menunjukkan semua risiko yang ada.
d. Manajemen risiko secara khusus menangani aspek ketidakpastian.
Manajemen risiko secara khusus menangani aspek ketidakpastian dalam proses pengambilan keputusan dengan memperkirakan bagaimana sifat ketidakpastian dan bagaimana hal tersebut ditangani.
e. Manajemen risiko bersifat sistematik, terstruktur dan tepat waktu.
Sifat sistematik, terstruktur, dan tepat waktu yang digunakan dalam pendekatan manajemen risiko inilah yang memberikan kontribusi terhadap efisiensi dan konsistensi manajemen risiko.
Dengan demikian, hasilnya dapat dibandingkan dan memberikan hasil serta perbaikan.
f. Manajemen risiko berdasarkan pada informasi terbaik yang tersedia.
Masukan dan informasi yang digunakan dalam proses manajemen risiko didasarkan pada sumber informasi yang tersedia, seperti pengalaman, observasi, perkiraan, penilaian ahli, data lain yang tersedia.
g. Manajemen risiko selaras dengan penggunaannya.
Manajemen risiko harus diselaraskan dengan konteks internal dan eksternal organisasi, serta sasaran organisasinya dan profil risiko yang dihadapi organisasi tersebut.
h. Manajemen risiko mempertimbangkan faktor manusia dan budaya
Penerapan manajemen risiko haruslah mengenali kapabilitas organisasi, persepsi, dan tujuan masing – masing individu serta diluar organisasi, khususnya yang menunjang atau menghambat pencapaian sasaran organisasi.
i. Manajemen risiko harus transaparan dan inklusif
Untuk memastikan bahwa manajemen risiko tetap relevan dan sterkini, para pemangku kepentingan dan pengambil keputusan disetiap tingkatan organisasi harus dilibatkan secara efektif dan memberikan kesempatan untuk menyampaikan pendapat serta kepentingannya, terutama dalam merumuskan kriteria risiko.
j. Manajemen risiko bersifat dinamis, berulang dan tanggap terhadap perubahan
Ketika terjadi peristiwa baru, konteks manajemen risiko dan pemahaman yang ada juga mengalami perubahan. Dalam situasi ini tahapan monitoring dan review memberikan kontribusi.
k. Manajemen risiko harus memfasilitasi terjadinya perbaikan dan peningkatan organisasi secara berlanjut.
Manajemen organisasi harus senantiasa mengembangkan dan menerapkan perbaikan strategi manajemen risiko serta meningkatkan keuntungan pelaksanaan manajemen risiko, sejalan dengan aspek lain dari organisasi (Yulianti M. , 2010).
4. Mudharabah
Mudharabah adalah akad kerjasama antara dua pihak dimana pihak pertama atau shahibul maal menyediakan seluruh modal, dan pihak lainnya hanya menjadi pengelola atau mudharib. Keuntungan usaha dibagi bersama menurut kesepakatan diawal yang disebut dengan nisbah bagi hasil. Sedangkan bila mendapat kerugian, maka shahibul maal lah yang menanggungnya, selama kerugian tersebut bukan kelalaian dari mudharib, apabila kerugian disebabkan oleh mudharib maka mudharib ikut menanggungnya (Muhammad Syafi'i, 2001).
5. Risiko Pembiayaan
Risiko pembiayaan adalah risiko kerugian akibat kegagalan pihak lain dalam memenuhi kewajibannya. Tujuan penerapan manajemen risiko pembiayaan adalah untuk memastikan bahwa
aktivitas penyediaan dana bank tidak terekspos pada risiko pembiayaan yang dapat menimbulkan kerugian pada bank.
Manajemen risiko untuk risiko pembiayaan diterapkan baik bagi bank secara individu maupaun bagi bank secara konsolidasi dengan perusahaan anak (Otoritas Jasa Keuangan).
6. Kebijakan dan Strategi Manajemen risiko pembiayaan
Dalam SEOJK Nomor 34/ SEOJK.03/ 2016 kebijakan dan strategi manajemen risiko pembiayaan diantaranya adalah :
a. Memiliki strategi manajemen risiko pembiayaan
1) Strategi manajemen risiko untuk risiko pembiayaan harus mencakup strategi seluruh aktivitas yang memiliki eksposur risiko kredit yang siginifikan.
Strategi tersebut harus memuat secara jelas arah penyediaan dana yang akan dilakukan. Antara lain berdasarkan jenis kredit, sektor ekonomi, wilayah geografis, mata uang, jangka waktu dan sasaran pasar.
2) Strategi manajemen risiko untuk risiko pembiayaan harus sejalan dengan tujuan bank untuk menjaga kualitas kredit, laba, dan pertumbuhan usaha.
b. Menetapkan tingkat risiko pembiayaan
1) Tingkat risiko yang akan diambil merupakan tingkat risiko yang bersedia diambil oleh bank dalam rangka mencapai sasaran bank.
2) Dalam menyusun kebijakan manajemen risiko, direksi harus memberikan arahan yang jelas mengenai tingkat risiko yang akan diambil.
3) Tingkat risiko yang akan diambil harus diperhatikan dalam penyusunan kebijakan manajemen risiko, termasuk dalam penetapan limit.
4) Dalam menetapkan tingkat risiko, bank perlu memperitmbangkan strategi dan tujuan bisnis bank serta kemampuan bank dalam mengambil risiko ( risk bearing capacity ).
c. Menetapkan Kebijakan dan Prosedur risiko pembiayaan
1) Dalam kebijakan risiko pembiayaan yang mencakup penerapan manajemen risiko untuk risiko pembiayaan untuk seluruh aktivitas bisnis bank, perlu ditetapkan kerangka penyediaan dana dan kebijakan penyediaan
dana yang sehat termasuk kebijakan dan prosedur dalam rangka pengendalian risiko konsentrasi pembiayaan. Bank harus memiliki prosedur yang ditetapkan secara jelas untuk persetujuan penyediaan dana, termasuk perubahan, pembaruan, dan pembiayaan kembali.
2) Bank harus memiliki kebijakan dan prosedur untuk memastikan bahwa seluruh penyediaan dana dilakukan secara arm’s length basis. Dalam hal bank mempunyai kebijakan yang memungkinkan dalam kondisi tertentu untuk melakukan penyediaan dana diluar kebijakan normal, kebijakan tersebut harus memuat secara jelas kriteria, persyaratan, dan prosedur termasuk langkah – langkah untuk mengendalikan atau memitigasi risiko dari penyediaan dana dimaksud.
3) Bank harus memiliki kebijakan dan prosedur untuk mengidentifikasi adanya risiko konsentrasi pembiayaan. Selain itu bank juga harus memiliki kebijakan dan prosedur untuk mengidentifikasi risiko pembiayaan yang berasal dari country risik.
4) Bagi bank yang terekspos country risk, kebijakan dan prosedur risiko pembiayaan harus memuat mteode atau persentase pencadangan yang dibentuk untuk masing – masing portofolio penyediaan dana atau untuk masing – masing portofolio penyediaan dana atau untuk masing – masing negara. Kebijakan dan prosedur country risk harus disesuaikan dengan profil risiko bank, systemic importance, kondisi pasar, dan kondisi makroekonomi
baik di negara bank berada maupun di negara counterparty. Kebijakan dan prosedur dimaksud harus
dapat menggambarkan pandangan bank terhadap eksposur country risik secara komprehensif.
5) Bank harus mengembangkan dan menerapkan kebijakan dan prosedur secara tepat sehingga dapat :
a) mendukung penyediaan dana yang sehat;
b) memantau dan mengendalikan risiko pembiayaan;
c) melakukan evaluasi secara benar dalam memanfaatkan peluang usaha yang baru; dan
d) mengidentifikasi dan menangani pembiayaan bermasalah.
5) Kebijakan bank harus memuat informasi yang dibutuhkan dalam pemberian pembiayaan yang sehat, antara meliputi;
a) tujuan pembiayaan dan sumber pembayaran;
b) profil risiko debitur dan mitigasinya serta tingkat sensitivitas terhadap perkembangan kondisi ekonomi dan pasar;
c) kemampuan debitur untuk membayar kembali;
d) kemampuan bisnis dan kondisi lapangan usaha debitur serta posisi debitur dalam industri tertentu; dan
e) persyaratan kredit diajukan termasuk perjanjian yang dirancang untuk mengantisipasi perubahan eksposur risiko debitur pada waktu yang akan datang.
6) Kebijakan bank memuat pula faktor yang perlu diperhatikan dalam proses persetujuan kredit, antara lain:
a) tingkat profitabilitas, antara lain dengan melakukan analisa perkiraan biaya dan pendapatan secara komprehensif, termasuk biaya estimasi dalam hal terjadi gagal bayar, serta perhitungan kebutuhan modal; dan
b) konsistensi penetapan harga, yang dilakukan dengan memperhitungkan tingkat risiko, khususnya kondisi debitur secara keseluruhan serta kualitas dan tingkat kemudahan pencairan agunan yang dijadikan jaminan.
7) Bank harus memiliki prosedur untuk melakukan analisa, persetujuan, dan administrasi kredit, yang antara lain memuat:
a) pendelegasian wewenang dalam prosedur pengambilan keputusan penyediaan dana yang harus diformalkan secara jelas;
b) pemisahan fungsi antara yang melakukan analisa, memberikan persetujuan, dan melakukan administrasi kredit dalam kerangka kerja atau mekanisme prosedur pendelagasian pengambilan keputusan penyediaan dana;
c) satuan kerja yang melakukan kaji ulang secara berkala guna menetapkan atau mengkinikan kualitas penyediaan dana yang terekspos risiko pembiayaan;
d) pengembangan sistem administrasi kredit, yang meliputi:
(1) efisiensi dan efektivitas operasional administrasi kredit, dan pengikatan agunan;
(2) akurasi dan ketepatan waktu informasi yang diberikan untuk sistem informasi manajemen;
(3) pemisahan fungsi dan/ atau tugas secara memadai;
(4) kelayakan pengendalian seluruh prosedur back office; dan
(5) kepatuhan terhadap kebijakan dan prosedur intern tertulis serta ketentuan yang berlaku.
8) Bank harus mentatausahakan, mendokumentasikan, dan mengkinikan seluruh informasi kuantitatif dan kualitatif serta bukti –bukti material dalam arsip kredit yang digunakan dalam melakukan penilaian dan kaji ulang.
d. Menetapkan limit risiko pembiayaan
1) Bank harus menetapkan limit penyediaan dana secara keseluruhan untuk seluruh aktivitas bisnis bank yang mengandung risiko pembiayaan, baik untuk pihak terkait maupun tidak terkait, serta untuk individu maupun kelompok debitur.
2) Bank perlu menerapkan toleransi risiko untuk risiko pembiayaan
3) Limit untuk risiko pembiayaan digunakan untuk mengurangi risiko yang ditimbulkan, termasuk karena adanya konsentrasi penyaluran pembiayaan.
4) Penetapan limit risiko pembiayaan harus didokumentasikan lengkap secara tertulis dan memudahkan untuk diaudit.
5) Penetapan limit risiko untuk risiko pembiayaan akibat kegagalan pihak lawan harus dilakukan dengan memperhatikan limit dalam pemberian pembiayaan dan limit dalam aktivitas.
B Penelitan Terdahulu
Penelitian dilakukan pada BSM, BNI Syariah, dan Bank Muamalat oleh (Indrianawati, 2015), menunjukkan bahwa pembiayaan mudharabah memiliki tingkat risiko yang tinggi, jenis risiko yang biasa muncul pada pembiayaan mudharabah antara lain tingginya pembiayaan macet yang disebabkan adanya side streaming, terjadinya perubahan kepengurusan nasabah, dan adanya ketidak jujuran nasabah saat melaporkan kondisi keuangan usaha nasabah. Adapun ushda yang dilakukan bank dalam menyelematkan pembiayaan ini apabila nasabah masih memiliki niat untuk membayar adalah dengan restrukturisasi, yaitu reconditioning, rescheduling atau restructuring. Sebaliknya apabila nasabah sudah tidak memiliki niat untuk membayar angsuran pembiayaan, maka secara langsung bank syariah menuntut atau mengeksekusi jaminan.