• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. TINJAUAN TEORI 1. Kehamilan - Kurnia Heri Anggartati BAB II

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. TINJAUAN TEORI 1. Kehamilan - Kurnia Heri Anggartati BAB II"

Copied!
80
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. TINJAUAN TEORI

1. Kehamilan

a. Pengertian Kehamilan

Menurut Federasi Obstetri Ginekologi Internasional, kehamilan didefinisikan sebagai fertilisasi atau penyatuan dari spermatozoa dan ovum dan dilanjutkan dengan nidasi atau implantasi. (Prawirohardjo, 2014). Kehamilan adalah penyatuan sperma dari laki-laki dan ovum dari perempuan. Masa kehamilan dimulai dari konsepsi sampai lahirnya janin. Lamanya hamil normal adalah 280 hari (40 minggu atau 9 bulan 7 hari) dihitung dari hari pertama haid terakhir. Kehamilan dibagi dalam tiga triwulan yaitu triwulan pertama dimulai dari konsepsi sampai 3 bulan, triwulan kedua dari bulan ke-4 sampai ke-6, triwulan ketiga dari bulan ke-7 sampai ke-9 (Adriaansz, Wiknjosastro dan Waspodo, 2007).

(2)

Kehamilan adalah kondisi dimana seorang wanita memiliki janin yang sedang tumbuh di dalam tubuhnya (yang pada umumnya di dalam rahim). Kehamilan pada manusia berkisar 40 minggu atau 9 bulan, dihitung dari awal periode menstruasi terakhir sampai melahirkan. Kehamilan merupakan suatu proses reproduksi yang perlu perawatan khusus, agar dapat berlangsung dengan baik kehamilan mengandung kehidupan ibu maupun janin. Resiko kehamilan ini bersifat dinamis, karena ibu hamil yang pada mulanya normal, secara tiba-tiba dapat menjadi berisiko tinggi. Faktor resiko pada ibu hamil seperti umur terlalu muda atau tua, banyak anak, dan beberapa faktor biologis lainnya adalah keadaan yang secara tidak langsung menambah resiko kesakitan dankematian pada ibu hamil.Resiko tinggi adalah keadaan yang berbahaya dan mungkin terjadi penyebab langsung kematian ibu, misalnya pendarahan melalui jalan lahir, eklamsia, dan infeksi (Prawirohardjo, 2010).

Kehamilan adalah penyatuan dari spermatozoa dan ovum dilanjutkan dengan proses nidasi atau implantasi kemudian dilanjutkan ke proses plasentasi dalam kurun waktu 40 minggu atau 9 bulan 7 hari. b. Proses Kehamilan

(3)

rahim lalu masuk ke saluran telur. Pembuahan sel telur oleh sperma biasanya terjadi di bagian tuba uterina yang menggembung (Mochtar, 2012).

Ovum yang telah dibuahi segera membelah diri sambil bergerak (dengan bantuan rambut getar tuba) menuju ruang rahim. Ovum yang telah dibuahi tadi kemudian melekat pada mukosa rahim untuk selanjutnya bersarang diruang rahim; peristiwa tersebut di nidasi (implantasi). Dari pembuahan sampai nidasi, diperlukan waktu kira-kira 6-7 hari. Untuk menyuplai darah dan zat-zat makanan bagi mudigah dan janin, dipersiapkan uri (plasenta). Jadi, dapat dikatakan bahwa untuk setiap kehamilan harus ada ovum (sel telur), spermatozoa (sel mani), pembuahan (konsepsi = fertilisasi), nidasi, dan plasentasi (Mochtar, 2012).

1) Fertilisasi ( Pembuahan)

(4)

fertilisasi lebih dari satu spematozoa kemudian mengikat ZP3 glikoprotein di zona pelusida. Peningkatan ini memicu akrosom melepaskan enzim yang membantu spermatozoa menembus zona pelusida (Prawirohardjo, 2014).

2) Nidasi

Selanjutnya pada hari keempat hasil konsepsi mencapai stadium blastula disebut blastokista (blastocyt), suatu bentuk yang di bagian luarnya adalah trofoblas dan di bagian dalamnya disebut massa

inner cell. Massa inner cell ini berkembang menjadi janin dan trofoblas akan berkembang menjadi plasenta. Dengan demikian, blastokista diselubungi oleh suatu simpai yang disebut trofoblas. Trofoblas ini sangat kritis untuk keberhasilan kehamilan terkait dengan keberhasilan nidasi (implantasi), produksi hormon kehamilan, proteksi imunitas bagi janin, peningkatan aliran darah maternal kedalam plasenta, dan kelahiran bayi. Sejak trofoblas terbentuk, produksi hormon human chorionic gonadotropin (hCG) dimulai, suatu hormon yang memastikan bahwa endometrium akan menerima (reseptif) dalam proses implantsi embrio (Prawirohardjo, 2014).

3) Plasentasi

(5)

fertilisasi. Dalam 2 minggu pertama perkembangan hasil konsepsi, trofoblas invasif telah melakukan penetrasi ke pembuluh darah endometrium. Terbentuklah sinus intertrofoblastik yaitu ruangan-ruangan yang berisi darah maternal dari pembuluh-pembuluh darah yang dihancurkan. Tiga minggu pascafertilisasi sirkulasi darah janin dini dapat diidentifikasi dan dimulai pembentukan vili korialis. Sirkulasi darah janin ini berakhir di lengkung kapilar (capillary loops) di dalam villi korialis yang ruang intervilinya dipenuhi dengan darah maternal yang dipasok oleh arteri spiralis dan dikeluarkan melalui vena uterina. Vili korialis ini akan bertumbuh menjadi suatu massa jaringan yaitu plasenta. Lapisan desidua yang meliputi hasil konsepsi ke arah kavum uteri disebut desidua kapsularis; yang terletak antara hasil konsepsi di dinding uterus disebut desidua basalis; di situ plasenta akan dibentuk (Prawirohardjo, 2014).

c. Perubahan Fisiologi pada Kehamilan

(6)

1) Rahim atau Uterus

Selama kehamilan uterus akan beradaptasi untuk menerima dan melindungi hasil konsepsi (janin, plasenta, amnion) sampai persalinan. Uterus mempunyai kemampuan yang luar biasa untuk bertambah besar dengan cepat selama kehamilan dan pulih kembali seperti keadaan semula dalam beberapa minggu setelah persalinan. Pada perempuan tidak hamil uterus mempunyai berat 70 gram dan kapasitas 10 ml atau kurang. Selama kehamilan, uterus akan berubah menjadi suatu organ yang mampu menampung janin, plasenta, dan cairan amnion rata-rata pada akhir kehamilan volume totalnya mencapai 5 liter bahkan dapat mencapai 20 liter atau lebih dengan berat rata-rata 1100 gram (Prawirohardjo, 2014).

2) Serviks

(7)

3) Ovarium

Proses ovulasi selama kehamilan akan terhenti dan pematangan folikel baru juga ditunda. Hanya satu korpus luteum yang dapat ditemukan di ovarium. Folikel ini akan berfungsi maksimal selama 6-7 minggu awal kehamilan dan setelah itu akan berperan sebagai penghasil progesterone dalam jumlah yang relative minimal (Prawirohardjo, 2014).

4) Vagina (liang senggama)

Selama kehamilan peningkatan vaskularisasi dan hyperemia terlihat jelas pada kulit dan otot-otot di perineum dan vulva, sehingga pada vagina akan terlihat bewarna keunguan yang dikenal dengan tanda Chadwicks. Perubahan ini meliputi penipisan mukosa dan hilangnya sejumlah jaringan ikat dan hipertrofi dari sel-sel otot polos. (Prawirohardjo, 2014).

5) Payudara

Payudara mengalami pertumbuhan dan perkembangan sebagai persiapan memberikan ASI pada saat laktasi. Perkembangan payudara tidak dapat dilepaskan dari pengaru hormone saat kehamilan, yaitu estrogen, progesterone, dan somatromatropin (Prawirohardjo, 2014).

6) Sistem Kardiovaskular

(8)

20 terjadi peningkatan volume plasma sehingga juga terjadi peningkatan preload. Performa ventrikel selama kehamilan dipengaruhi oleh penurunan resistensi vaskular sistemik dan perubahan pada aliran pulsasi arterial. Peningkatan estrogen dan progeteron juga akan menyebabkan terjadinya vasodilatasi dan penurunan resistensi vaskuler perifer.

Volume darah akan meningkat secara progresif mulai minggu ke 6-8 kehamilan dan mencapai puncaknya pada minggu ke-32 – 34 dengan perubahan kecil setelah minggu tersebut. Volume plasma akan meningkat kira-kira 40 – 50 %. Hal ini dipengaruhi oleh aksi progesteron dan estrogen pada ginjal yang diinisiasi oleh jalur renin-angiotensin dan aldosteron. Penambahan volume darah ini sebagian besar berupa plasma dan eritrosit (Prawirohardjo, 2014). 7) Traktus Digestivus

(9)

Gusi akan menjadi lebih hiperemis dan lunak sehingga dengan trauma sedang saja bisa menyebabkan perdarahan. Epuli selama kehamilan akan muncul, tetapi setelah persalinan akan berkurang secara spontan. Hemorroid juga merupakan suatu hal yang sering terjadi sebagai akibat konstipasi dan peningkatan tekanan vena pada bagian bawah karena pembesaran uterus (Prawirohardjo, 2014).

8) Traktus Urinarius

Pada bulan-bulan pertama kehamilan kandung kemih akan tertekan oleh uterus yang mulai membesar sehingga menimbulkan sering kemih. Keadaan ini akan hilang dengan makin tuanya kehamilan bila uterus keluar dari rongga panggul. Pada akhir kehamilan, jika kepala janin sudah mulai turun ke pintu panggul, keluhan itu akan timbul kembali (Prawirohardjo, 2014)

9) Sistem Endokrin

(10)

d. Ketidaknyamanan pada masa kehamilan

Tabel 2.1 Ketidaknyamanan Pada Masa Kehamilan (Kusmiyati, Y. 2009)

No Ketidaknyamanan Dasar FisiologisAnatomis dan Cara Mencegah Dan Meringankan 1. Kelelahan Selama

TM 1

Terjadi karena penurunan laju Metabolisme basal pada awal kehamilan

Meyakinkan bahwa hal ini normal terjadi dalam kehamilan, nasehati ibu untuk sering istirahat tetapi hindari istiraha yang berlebihan

Keputihan TM I,II, Dan III

Terjadi karena peningkatan produksi lendir sebagai akibat dari peningkatan kadar estrogen

Meningkatkan kebersihan, memakai pakaian dalam yang menyerap keringat, tidak mencuci vagina dengan sabun dan mencuci vagina dari arah depan kebelakang

NgidamTM I Berkaitan dengan persepsi individu wanita mengenai apa yang bisa mengurangi rasa mual dan muntah sehingga indra pengecap menjadi tumpul jadi perlu diperhatikan asalkan makanan tersebut cukup bergizi dan makanan yang diinginkan makanan yang sehat, menjelaskan tentang bahaya makanan yang tidak baik dikonsumsi

Sering buang air kecil TM I dan III

Terjadi karena adanya tekanan uterus pada kandung kemih, air dan sodium tertahan dibawah tungkai bawah pada siang hari karena statis vena dan pada malam hari terdapat aliran balik vena yang meningkat akibat peningkatan dalam jumlah output air seni

Terjadi karena disebabkan oleh peningkatan kadar HCG,estrogen,progesterone terjadi karena adanya kecendrungan genetis, peningkatan kadar estrogen dan progesterone

(11)

No Ketidaknyamanan Dasar Anatomis dan Fisiologis

Cara Mencegah Dan Meringankan setelah makan, minum teh herbal, istirahat sesuai kebutuhan dengan mengangkat kaki dan kepala agak ditinggikan, hirup udara segar hindari sinar matahari berlebihan selama masa kehamialan perubahan hormon dan peregangan, konstipasi, tekanan yang meningkat dari uterus gravid terhadap vena hemoroid

Gunakan antipiruntik jika ada indikasinya, gunakan pakaian yang menompang payudara dan abdomen hindari konstipasi, makan makanan yang berserat, gunakan kompres dingin, hangat, dengan perlahan masukkan kembali kedalam rectum jika perlu

Konstipasi TM II dan III

Peningkatan kadar progesterone yang

menyebabkan peristaltic usus jadi

lambat, penurunan motilitas sebagai akibat dari relaksasi otot otot

Tingkatkan intake cairan, serat didalam diit, buah prem, istirahat cukup, senam, membiasakan BAK secara teratur dan BAB setelah ada dorongan

e. Komplikasi Kehamilan 1) Perdarahan Antepartum

Perdarahan antepartum adalah perdarahan pervaginam pada kehamilan diatas 28 minggu atau lebih. Karena perdarahan antepartum terjadi pada usia kehamilan lebih dari 28 minggu maka sering disebut atau digolongkan pedarahan pada trimester ketiga. a) Plasenta Previa

(12)

bentuk klinis plasenta previa totalis (menutupi seluruh ostium uteri internum pada pembukaan 4 cm), plasenta previa sentralis (bila pusat plasenta bersamaan dengan sentral kanalis servikalis), plasenta previa parsialis (menutupi sebagian ostium uteri internum), dan plasenta previa marginalis (bila tepi plasenta berada disekitar pinggir osteum uteri internum) (Manuaba, 2010).

b) Solusio Plasenta

Batasan solusio plasenta adalah terlepasnya plasenta sebelum waktunya dengan implantasi normal pada kehamilan trimester ketiga. Terlepasnya plasenta sebelum waktunya menyebabkan akumulasi darah antara plasenta dan dinding rahim yang dapat menimbulkan gangguan gangguan terhadap ibu maupun janin (Manuaba, 2010).

c) Perdarahan pada Plasenta Letak Rendah

(13)

d) Pre-Eklampsia dan Eklampsia

Preeklampsia merupakan penyulit kehamilan yang akut dan dapat terjadi ante,intra, dan postpartum. Secara teoritik urutan – urutan gejala yang timbul pada preklampsia ialah edema, hipertensi, dan terkhir proteinuria, sehingga bila gejala ini muncul tidak dalam urutan diatas dapat dianggap bukan preeklampsia. Preeklampsia dibagi menjadi dua yaitu preeklampsia ringan dan preeklampsia berat. Preeklampsia ringan adalah suatu sindroma spesifik kehamilan dengan menurunnya perfusi organ yang berakibat terjadinya vasospasme pembuluh darah dan aktivasi endotel. Preeklampsia berat adalah preeklampsia dengan tekan darah sistolik ≥ 160 mmHg dan tekanan darah diastolik ≥ 110 mmHg

(14)

e) Ketuban Pecah Dini

Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda persalinan, yaitu bila pembukaan pada primi kurang dari 3cm dan pada multipara kurang dari 5cm. Penyebab dari KPD tidak atau masih belum jelas, maka preventif tidak dapat dilakukan, kecuali dalam usaha menekan infeksi (Mochtar, 2012).

f. Antenatal Care 1) Pengertian

Menurut Adriaansz (2014), Asuhan antenatal adalah upaya preventif program pelayanan kesehatan obstetrik untuk optimalisasi luaran maternal dan neonatal melalui serangkaian kegiatan pemantauan rutin selama kehamilan.

2) Tujuan Pemeriksaan Kehamilan

Menurut Mochtar, 2012 tujuan pemeriksaan kehamilan terdapat dua tujuan yaitu:

a) Tujuan Umum

Menyiapkan seoptimal mungkin fisik dan mental ibu dan anak selama dalam kehamilan, persalinan, dan nifas, dengan demikian didapatkan ibu dan anak yang sehat.

b) Tujuan Khusus

(15)

(2) Mengenali dan mengobati penyakit-penyakit yang mungkin diderita sedini mungkin.

(3) Menurunkan angka mordibitas dan mortalitas ibu dan anak. (4) Memberikan nasihat-nasihat tentang cara hidup sehari-hari

dan keluarga berencana, kehamilan, persalinan, nifas dan laktasi (Mochtar, 2012).

3) Kebijakan Program Kunjungan Antenatal

Tabel 2.2 Kunjungan Antenatal sebaiknya dilakukan paling sedikit 4 kali selama kehamilan (Kusmiyati, 2009)

Kunjungan Waktu Kegiatan

Trimester

b. mendeteksi masalah dan mengatasinya c. memberitahukan hasil pemeriksaan dan usia

kehamilan,

d. mengajari ibu cara mengatasi ketidaknyamanan,

e. mengajarkan dan mendorong cara hidup sehat (gizi, latihan dan kebersihan dan istirahat) f. mengenali tanda tanda bahaya kehamilan g. memberikan imunisasi tt, tablet besi

h. mendiskusikan mengenai persiapan kelahiran bayi dan kesiapan untuk menghadapi kegawatdaruratan

i. menjadwalkan kunjungan berikutnya

j. mendokumentasikan pemeriksaan dan asuhan Trimester khusus terhadap preeklamsi (tanda gejala, pantau tekanan darah, evaluasi edema, periksa untuk mengetahui proteinuria)

Trimester Tiga

Setelah3 6 minggu

Sama seperti diatas, ditambah deteksi letak janin dan kondisi lain kontra indikasi bersalin diluar RS

Apabila ibu mengalami Diberikan pertolongan awal sesuai dengan masalah yang timbul, komplikasi rujuk serta konsultasikan

(16)

Menurut (Depkes RI, 2009) dimana dalam setiap pertemuan harus memberikan asuhan standar minimal yang sering disebut dengan 10T yaitu:

a) Timbang berat badan dan ukur tinggi badan b) Pemeriksaan tekanan darah

c) Nilai status gizi (ukur lingkar lengan atas)

d) Pemeriksaan puncak lahir (tinggi fundus uteri)

e) Tentukan presentasi janin dan denyut jantung janin (DJJ) f) Skrining status imunisasi tetanus dan berikn imunisasi tektanus

toksoid (TT) bila di perlukan.

g) Pemberian tablet zat besi minimal 90 tablet selama kehamilan. h) Tes laboraturium (rutin dan khusus)

i) Tatalaksana kasus

j) Temu wicara (konseling) termasuk perencanaan persalinan dan

pencegahan komplikasi.

g. Pemeriksaan TFU sesuai Kehamilan (Manuaba, 2012) Tabel 2.3 Pemeriksaan TFU

Usia kehamilan

TFU

Dalam cm Penunjuk badan

12 minggu - Satu pertiga diatas simfisis 16 minggu - Setengah simfisis dan pusat 20 minggu 20 cm Dua pertiga diatas simfisis

22 minggu Setinggi pusat

28 minggu 25 cm Tiga jari diatas pusat

32 minggu 27 cm Pertengahan antara px dengan pusat 34 minggu

36 minggu 30 cm Setinggi px

(17)

2. Persalinan

a. Pengertian persalinan

Persalinan adalah rangkaian proses yang berakhir dengan pengeluaran hasil konsepsi oleh ibu. Proses ini dimulai dengan kontraksi persalinan sejati yang ditandai oleh perubahan progresif pada serviks dan diakhiri dengan pelahiran plasenta. (Varney, 2008)

Persalinan adalah proses alami yang akan berlangsung dengan sendirinya, tetapi persalinan pada manusia setiap saat terancam penyulit yang membahayakan ibu maupun janinnya sehingga memerlukan pengawasan, pertolongan, dan pelayanan, dengan fasilitas yang memadai. (Manuaba, 2009)

Persalinan adalah suatu proses pengeluaran hasil konsepsi (janin+uri) yang dapat hidup ke dunia luar, dari rahim melalui jalan lahir atau dengan jalan lain. (Mochtar, 2011)

Persalinan merupakan proses alamiah yang terjadi setelah umur kehamilan matang yaitu keluarnya janin dari jalan lahir dengan kekuatan ibu sendiri maupun dengan bantuan atau SC.

b. Macam-macam persalinan

Menurut Manuaba (2010) macam-macam persalinan yaitu :

1) Persalinan Spontan. Bila persalian seluruhnya berlangsung dengan kekuatan ibu sendiri.

2) Persalinan Buatan. Bila proses persalinan dengan bantuan tenaga dan luar.

(18)

c. Faktor-faktor yang mempengaruhi persalinan

Menurut Mochtar (2011) faktor-faktor yang mempengaruhi persalinan adalah :

1) Kekuatan mendorong janin keluar (power) a) His ( kontraksi uterus)

b) Kontraksi otot-otot dinding perut c) Kontraksi diafragma

2) Faktor jalan lahir (passage) Faktor jalan lahir dibagi menjadi :

a) Bagian keras tulang-tulang panggul (kerangka panggul) b) Bagian lunak seperti :

(1) Otot-otot

(2) Jaringan-jaringan (3) Ligamen-ligamen 3) Faktor janin (passanger)

Faktor janin dibagi menjadi : a) Kepala janin

Bagian paling besar dan keras pada janin adalah kepala janin. Posisi dan besar kepala dapat mempengaruhi jalannya persalinan.

b) Postur janin dalam rahim Postur janin diantaranya :

(19)

(2) Letak janin adalah bagaimana posisi sumbu janin terhadap sumbu ibu. Sebagai contoh, pada letak lintang, sumbu janin tegak lurus terhadap sumbu ibu, dan pada letak membujur, sumbu janin sejajar dengan sumbu ibu. Pada letak membujur, terdapat dua kemungkinan, yaitu bagian terbawah janin adalah kepala, atau mungkin juga letak yang sungsang.

(3) Presentasi digunakan untuk menentukan bagian terbawah janin, apakah janin disebelah kanan, kiri, depan, atau belakang terhadap sumbu ibu (maternal-pelvis).

d. Tanda-tanda persalinan

Menurut Manuaba (2010) tanda-tanda inpartu sebagai berikut:

1) His persalinan mempunyai ciri khas pinggang terasa nyeri yang menjalar kedepan, sifatnya teratur, interval makin pendek, dan kekuatannya semakin besar, mempunyai pengaruh terhadap perubahan serviks, makin beraktivitas (jalan) kekuatan makin bertambah.

2) Pengeluaran lendir darah (pembawa tanda). Dengan his persalinan terjadi perubahan pada serviks yang menimbulkan pendataran dan pembukaan. Pembukaan menyebabkan lendir yang terdapat pada kanalis servikalis lepas. Terjadi perdarahan karena kapiler pembuluh darah pecah.

(20)

e. Tahapan Persalinan

Menurut Saifuddin (2009), persalinan dibagi dalam 4 (empat) kala yaitu :

1) Kala I Persalinan

Kala I persalinan ini dimulai dari saat persalinan mulai sampai pembukaan lengkap (10 cm). Proses ini terbagi dalam2 fase : a) Fase laten

Dimulai dari serviks membuka sampai 3cm yang berlangsung selama 8 jam.

b) Fase aktif

Dimulai dari serviks membuka 3 cm sampai 10 cm selama 7 jam, dan pada fase aktif ini kontraksi lebih kuat dan lebih sering.

2) Kala II Persalinan

Dimulai dari pembukaan lengkap (10 cm) sampai bayi lahir. Proses ini biasanya berlangsung 2 jam pada primi dan 1 jam pada multi.

3) Kala III Persalinan

Dimulai segera setelah bayi lahir sampai lahirnya plasenta, yang berlangsung tidak lebih dari 30 menit.

4) Kala IV Persalinan

(21)

f. Sebab-sebab mulainya persalinan

Menurut Rohani, dkk (2011), teori penyebab persalinan yaitu : 1) Teori Keregangan

a) Otot rahim mempunyai kemampuan meregang dalam batas tertentu.

b) Setelah melewati batas tersebut, maka akan terjadi kontraksi sehingga persalinan dapat dimulai

2) Teori Penurunan Progesterone

a) Proses penuaan plasenta terjadi mulai umur kehamilan 28 minggu, dimana terjadi penimbunan jaringan ikat sehingga pembuluh darah mengalami kesempitan dan buntu.

b) Produksi progesterone mengalami penurunan sehingga otot rahim lebih sensitif terhadap oksitosin.

c) Akibatnya, otot rahim mulai berkontraksi setelah tercapai tingkat penurunan progesterone tertentu.

3) Teori Oksitosin Internal

a) Oksitosin dikeuarkan oleh kelenjar hipofisis pars posterior b) Perubahan keseimbangan estrogen dan progesterone dapat

mengubah sensitivitas otot rahim sehingga sering terjadi kontraksi Braxton Hicks.

(22)

4) Teori Prostaglandin

a) Konsentrasi prostaglandin meningkat sejak umur kehamilan 15 minggu, yang dikeluarkan oleh desidua.

b) Pemberian prostaglandin saat hamil dapat menimbulkan kontraksi otot rahim sehingga konsepsi dapat dikeluarkan. c) Prostaglandin dianggap sebagai pemicu terjadinya persalinan.

g. Perubahan Fisiologi dan Psikologi pada Persalinan

Menurut Rohani dkk (2011) perubahan fisiologis dan psikologis pada persalinan adalah sebagai berikut :

1) Perubahan fisik dan Psikologis pada Kala I a) Perubahan fisik

(1) Tekanan darah

Tekanan darah meningkat selama terjadinya kontraksi (sistol rata-rata naik 10-20 mmHg, diastole naik 5-10 mmHg).

(2) Metabolisme

Metabolisme karbohidrat aerob dan anaerob akan meningkat secara berangsur-angsur disebabkan karena kecemasan dan aktivitas otot kerangka tubuh.

(3) Suhu tubuh

Selama dan setelah persalinan suhu tubuh meningkat 0,5-1 0C.

(4) Detak jantung

(23)

(5) Pernapasan

Terjadi sedikit laju pernapasan dianggap nomal, hiperventilasi yang lama dianggap tidak normal dan bisa menyebabkan alkalosis.

(6) Ginjal

Poliuri sering terjadi selama proses persalinan, mungkin dikarenakan adanya peningkatan cardiac out put, peningkatan filtrasi glomerulus, dan peningkatan aliran plasma ginjal.

(7) Gastrointestinal

Motilitas lambung dan absorpsi makanan padat secara substansi berkurang sangat banyak selama persalinan. (8) Hematologi

Hemoglobin meningkat sampai 1,2gr/100ml selama persalinan dan akan kembali sehari pascapersalianan, asalkan tidak ada kehilangan darah yang abnormal.

b) Perubahan psikologis

Ibu bersalin pada Kala I biasanya mengalami perubahan emosional yang tidak stabil.

2) Perubahan fisik dan psikologis Kala II a) Perubahan fisik

(1) Ibu merasa ingin meneran bersamaan dengan adanya kontraksi

(24)

(3) Perineum terlihat menonjol

(4) Vulva-vagina dan sfingter ani terlihat membuka (5) Peningkatan pengeluaran lendir dan darah b) Perubahan psikologis

Ibu merasa terlihat menahan sakit karena semakin kuatnya his, semakin cepat dan semakin teratur.

3) Perubahan fisik dan psikologis pada Kala III a) Perubahan fisik

(1) Berkurangnya ukuran rongga uterus secara tiba-tiba setelah lahirnya bayi.

(2) Terjadi pelepasan plasenta dari dinding uterus karena tempat implantasinya menjadi semakin kecil.

b) Perubahan psikologis

(1) Ibu ingin melihat, menyentuh dan memeluk bayinya (2) Merasa lelah tetapi juga lega, gembira dan bangga

(3) Memusatkan diri dan bertanya apakah jalan lahirnya perlu dijahit

(4) Menaruh perhatian terhadap plasenta 4) Perubahan fisik dan psikologi pada Kala IV

a) Perubahan fisik

(1) Vital signs kembali normal

(2) Kontaksi uterus menjadi keras kembali

(25)

b) Perubahan psikologi

Ibu merasa lelah setelah menjalani proses persalinannya, ibu juga merasa mulai ingin segera menyusui bayinya.

h. Komplikasi dalam persalinan

1) Komplikasi pada kala satu dan dua persalinan. Menurut Varney (2008) adalah sebagai berikut :

a) Riwayat seksio caesaria sebelumnya b) Persalinan dan kelahiran premature

Persalinan premature adalah persalinan yang dimulai pada awal usia kehamilan 20 minggu sampai ahir minggu ke 37. Penatalaksanaan pada persalinan premature didasarkan pada pertama kali dengan mengidentifikasi wanita yang berseksio mengalami ini.

c) Amnionitis dan Karioamnionitis

Varney (2008) mengatakan amnionitis adalah inflamasi korion selain infeksi cairan amnion dan kantong amnion.

Penatalaksanaannya antara lain : (1) Fasilitas kesehatan

(2) Induksi oksitosin atau memperpendek fase laten dalam persalinan

(3) Hidrasi dengan cairan intravena

(26)

d) Prolaps tali pusat

Tindakan berikut jika terjadi prolaps tali pusat menurut Varney (2008) adalah :

(1) Tempatkan seluruh tangan anda kedalam vagina wanita dan pegang bagian presentasi janin keatas sehingga tidak menyentuh tali pusat dipintu atas panggul.

(2) Jangan mencoba mengubah letak tali pusat pada kondisi apapun.

(3) Segera panggil bantuan dan panggil dokter atau segera rujuk ke fasilitas yang memadai.

e) Disporposi sefalopelvik

Adalah dispoporsi antara ukuran janin dan ukuran pelvis, yaitu ukuran pelvis tidak cukup besar untuk mengakomondasikan keluarnya janin (varney, 2008; h. 797).

Indikasi kemungkinan dispoporsi sefalopelvik (1) Ukuran janin besar

(2) Tipe dan karakteristik khususnya tubuh wanita secara umum

(3) Riwayat fraktur pelvis (4) Pelvia platiperoid

(5) Maltipresentasi atau malposisi (varney, 2008; h.797). f) Difusi uterus

(27)

(a) Kontraksi saat ini tidak nyeri sekali, kemajuan persalinan berhenti.

(b) Komplikasi uterus tidak adekuat, durasi singkat dan intensitas ringan.

(c) Tidak ada kemajuan dilatasi servik atau penurunan janin.

(2) Disfusi uterus hipertonik

Tanda dan gejala disfusi uterus hipertonik menurut Vaney (2008; h.799) adalah sebagai berikut :

(a) Kontraksi terasa sangat nyeri selama periode persalinan dan keparahan kontraksi saat palpasi.

(b) Kontraksi sering dan tonisisitas tidak teratur.

(c) Tidak ada kemajuan pendapatan dan dilatasi servik. 2) Komplikasi pada kala tiga persalinan.

a) Plasenta tertinggal

Plasenta teringgal adalah plasenta yang belum terlepas dan mengakibatkan perdarahan tidak terlihat. Manajemen untuk kasus ini adalah dengan menual plasenta (Varney. 2008; h.831).

b) Perdarahan kala tiga c) Retensio plasenta

(28)

d) Inversio uterus

Adalah keadaan uterus benar-benar membaik dari bagian dalam keluar sehinngga bagian dalam fundus menonjol keluar melalui orifisum servik, turun dan masuk kedalam introitus vagina, dan menonjol keluar melewati vulva (Varney, 2007; h. 833).

3) Komplikasi pada kala 4 persalinan a) Perdarahan post partum

(1) Definisi

Definisi perdarahan adalah kehilangan darah secara abnormal. Rata-rata kehilangan darah selama pelahiran pervagina tanpa komplikasi adalah lebih dari 500 ml (Varney, 2007; h. 841).

(2) Faktor predisposisi

(a) Distensi berlebihan pada uterus. (b) Induksi oksitosin atau augmentasi. (c) Persalinan cepat atau presipitatus.

(d) Kala satu atau kala dua yang memanjang. (e) Grande multipara.

(29)

i. Asuhan Persalinan normal 60 langkah persalinan menurut

Prawirohardjo (2014) yaitu :

1) Mengamati tanda dan gejala persalinan kala II a) Ibu mempunyai keinginan untuk meneran

b) Ibu merasa tekanan yang semakin meningkat pada rectum dan/vaginanya.

c) Perenium menonjol.

d) Vulva vagina dan sfingter anal membuka

2) Memastikan perlengkapan, bahan, dan obat-obatan esensial siap di gunakan. Mematahkan ampul oksitosin 10 unit dan menempatkan tabung suntik steril sekali pakai di dalam partus set.

3) Mengenakan baju penutup atau clemek plastik yang bersih.

4) Melepaskan semua perhiasan yang di pakai di bawah siku, mencuci kedua tangan dengan sabun dan air bersih yang mengalir dan mengeringkan tangan dengan handuk satu kali pakai / pribadi yang bersih.

5) Memakai sarung tangan DTT atau steril untuk semua pemeriksaan dalam.

(30)

7) Membersihkan vulva dan perenium, menekannya dengan hati-hati dari depan ke belakang dengan menggunakan kapas atau kassa yang sudah di basahi air disinfeksi tingkat tinggi. Jika mulut vagina, perenium, atau anus terkontaminasi oleh kotoran ibu, membersihkannya dengan seksama dengan cara menyeka dari depan ke belakang. Membuang kapas atau kassa yang terkontaminasi dalam wadah yang benar. Mengganti sarung tangan jika terkontaminasi (meletakan kedua sarung tangan tersebut dengan benar di dalam larutan dekontaminasi)

8) Dengan menggunakan teknik aseptic, melakukan pemeriksaan dalam untuk memastikan bahwa pembukaan serviks sudah lengkap. Bila selaput ketuban belum pecah, sedangkan pembukaan sudah lengkap, lakukan amniotomi

9) Mendekontaminasi sarung tangan dengan cara mencelupkan tangan yang masih memakai sarung tangan kotor ke dalam larutan klorin 0,5% dan kemudian melepaskannya dalam keadaan terbalik serta merendamnya di dalam larutan klorin 0,5% selama 10 menit. Mencuci kedua tangan.

10) Memeriksa denyut jantung janin (DJJ) setelah kontraksi berakhir untuk memastikan bahwa DJJ dalam batas normal (100-180 kali/menit)

(31)

a) Menunggu hingga ibu mempunyai keinginan untuk meneran. Melanjutkan pemantauan kesehatan dan kenyamanan ibu serta janin sesuai dengan pedoman persalinan aktif dan mendokumentasikan temuan.

b) Menjelaskan kepada anggota keluarga bagaimana mereka dapat mendukung dan memberi semangat kepada ibu saat ibu mulai meneran

12) Meminta bantuan keluarga untuk menyiapkan posisi ibu untuk meneran. (pada saat ada his, bantu ibu dalam posisi setengah duduk dan pastikan ia merasa nyaman)

13) Melakukan pimpinan meneran saat ibu mempunyai dorongan yang kuat untuk meneran:

a) Membimbing ibu untuk meneran saat ibu mempunyai keinginan untuk meneran.

b) Mendukung dan memberi semangat atas usaha ibu untuk meneran

c) Membantu ibu mengambil posisi yang nyaman sesuai dengan pilihannya (tidak meminta ibu berbaring terlentang).

d) Menganjurkan ibu untuk beristirahat di antara kontraksi.

e) Menganjurkan keluarga untuk mendukung dan memberi semangat pada ibu.

(32)

h) Jika bayi belum lahir atau kelahiran bayi belum akan terjadi segera waktu 120 menit (2 jam) meneran untuk ibu primipara atau 60 menit (1 jam) untuk ibu multipara, merujuk segera. Jika ibu tidak mempunyai keinginan unutuk meneran.

i) Menganjurkan ibu untuk berjalan, berjongkok, atau mengambil posisi yang aman. Jika ibu belum ingin meneran dalam 60 menit, anjurkan ibu untuk mulai meneran pada puncak kontraksi-kontraksi tersebut dan beristirahat di antara kontraksi.

j) Jika bayi belum lahir atau kelahiran bayi belum akan terjadi segera setelah 60 menit meneran, merujuk ibu dengan segera 14) Jika kepala bayi telah membuka vulva dengan diameter 5-6 cm,

letakan handuk bersih di atas perut ibu untuk mengeringkan bayi. 15) Meletakan kain yang bersih di lipat 1/3 bagian, di bawah bokong

ibu.

16) Membuka partus set.

17) Memakai sarung tangan DTT atau steril pada kedua tangan

(33)

19) Dengan lembut menyeka muka, mulut, dan hidung bayi dengan kain atau kassa yang bersih.

20) Memeriksa lilitan tali pusat dan mengambil tindakan yang sesuai jika hal itu terjadi, dan kemudian meneruskan segera proses kelahiran bayi:

a) Jika tali pusat melilit leher janin dengan longgar, lepaskan lewat bagian atas kepala bayi.

b) Jika tali pusat melilit leher bayi dengan erat, mengklemnya di dua tempat dan memotongnya

21) Menunggu hingga kepala bayi melakukan putaran paksi luar secara spontan Lahir bahu.

22) Setelah kepala melakukan putaran paksi luar, tempatkan kedua tangan di masing-masing sisi muka bayi. Menganjurkan ibu untuk meneran saat berkontraksi berikutnya. Dengan lembut menariknya kearah bawah dan kea rah luar hingga bahu anterior muncul di bawah akus pubis dan kemudian dengan lembut menarik ke arah atas dan ke arah luar untuk melahirkan bahu posterior.

(34)

24) Setelah tubuh dari lengan lahir, menelusurkan tangan yang ada di atas (anterior) dari punggung kea rah kaki bayi untuk menyangganya saat punggung kaki lahir. Memegang kedua mata kaki bayi dengan hati-hati membantu kalahiran kaki

25) Menilai bayi dengan cepat (dalam 30 detik), kemudian meletakan bayi di atas perut ibu dengan posisi kepala bayi sedikit lebih rendah dari tubuhnya (bila tali pusat terlalu pendek, meletakan bayi di tempat yang memungkinkan). Bila bayi mengalami asfiksia, lakukan resusitasi.

26) Segera membungkus kepala dan badan bayi dengan handuk dan biarkan kontak kulit ibu-bayi. Lakukan penyuntikan oksitosin/i.m. 27) Menjepit tali pusat menggunakan klem kira-kira 3 cm dari pusat

bayi. Melakukan urutan pada tali pusat mulai dari klem kea rah ibu dan memasang klem kedua 2 cm dari klem pertama (ke arah ibu) 28) Memegang tali pusat dengan sarung tangan, melindungi bayi dari

gunting dan memotong tali pusat di antara dua klem tersebut. 29) Mengeringkan bayi, mengganti handuk yang basah dan

menyelimuti bayi dengan kain atau selimut yang bersih dan kering, menutupi bagian kepala, membiarkan tali pusat terbuka. Jika bayi mengalami kesulitan bernapas, ambil tindakan yang sesuai.

(35)

31) Meletakan kain yang bersih dan kering. Melakukan palpasi abdomen untuk menghilangkan kemungkinan adanya bayi kedua. 32) Membritahu kepada ibu bahwa ia akan di suntik

33) Dalam waktu 2 menit setelah kelahiran bayi, berikan suntikan oksitosin 10 unit I.M. di gluteus 1/3 atas paha kanan ibu bagian luar, setelah mengaspirasinya terlebih dahulu.

34) Memindahkan klem pada tali pusat.

35) Meletakan satu tangan di atas kain yang ada di perut ibu, tepat di atas tulang pubis, dan menggunakan tangan ini untuk melakukan palpasi kontraksi dan menstabilkan uterus. Memegang tali pusat dan klem dengan tangan yang lain.

36) Menunggu uterus berkontraksi dan kemudian melakukan penegangan kea rah bawah pada tali pusat dengan lembut. Lakukan tekanan yang berlawanan arah pada bagian bawah uterus dengan cara menekan uterus kea rah atas dan belakang (dorso kranial) dengan hati-hati untuk membantu mencegah terjadinya inversion uteri. Jika plasenta tidak lahir setelah 30-40 detik, hentikan penegangan tali pusat dan menunggu hingga kontraksi berikut mulai.

Jika uterus tidak berkontraksi, meminta ibu atau seorang anggota keluarga untuk melakukan rangsangan putting susu.

(36)

a) Jika tali pusat bertambah panjang, pindahkan klem hingga berjarak sekitar 5-10 cm dari vulva.

b) Jika plasenta tidak lepas setelah melakukan penegangan tali pusat selama 15 menit:

(1) Mengulangi pemberian oksitosin 10 unit I.M.

(2) Menilai kandung kemih dan dilakukan kateterisasi kandung kemih dengan menggunakan teknik aseptic jika perlu. (3) Meminta keluarga untuk menyiapkan rujukan.

(4) Mengulangi penegangan tali pusat selama 15 menit berikutnya.

(5) Merujuk ibu jika plasenta tidak lahir dalam waktu 30 menit sejak kelahiran bayi.

38) Jika plasenta terlihat di introitus vagina, melanjutkan kelahiran plasenta dengan dua tangan dan dengan hati-hati memutar plasenta hingga selaput ketuban terpilin. Dengan lembut perlahan melahirkan selaput ketuban tersebut.

Jika selaput ketuban robek, memakai sarung tangan disinfeksi tingkat tinggi atau steril dan memeriksa vagina dan serviks ibu dengan seksama. Menggunakan jari-jari tangan atau klem atau forceps disinfeksi tingkat tinggi atau steril untuk melepaskan bagian selaput yang tertinggal.

(37)

40) Memeriksa kedua sisi plasenta baik yang menempel ke ibu maupun janin dan selaput ketuban untuk memastikan bahwa plasenta di dalam kantung plastic atau tempat khusus.

41) Mengevaluasi adanya laserasi pada vagina dan perineum dan segera menjahit laserasi yang mengalami perdarahan aktif.

42) Menilai ulang uterus dan memastikannya berkontraksi dengan baik.

43) Mencelupkan kedua tangan yang memakai sarung tangan ke dalam larutan klorin 0,5 %, membilas kedua tangan yang masih bersarung tangan tersebut dengan air disinfeksi tingkat tinggi dan mengeringkannya dengan kain bersih dan kering.

44) Menempatkan klem tali pusat disinfeksi tingkat tinggi atau steril atau mengikatkan tali disinfeksi tingkat tinggi dengan simpul mati kelilin tali pusat sekitar 1 cm dari pusat.

45) Mengikat satu lagi simpul mati di bagian pusat yang berseberangan dengan simpul mati yang pertama.

46) Melepaskan klem bedah dan meletakkannya ke dalam larutan klorin 0,5 %.

47) Menyelimuti kembali bayi dan menutupi bagian kepalanya. Mmemastikan handuk atau kainnya bersih atau kering.

48) Menganjurkan ibu untuk memulai pemberian ASI.

(38)

a) 2-3 kali dalam 15 menit pertama pacapersalinan. b) Setiap 15 menit pada 1 jam pertama pascapersalinan. c) Setiap 20 – 30 menit pada jam kedua pascapersalinan.

d) Jika uterus tidak kontraksi dengan baik laksanakan perawatan yang sesuai untuk menatalaksanaan tonia uteri.

e) Jika ditemukan laserasi yang memerlukan penjahitan, lakukan penjahitan dengan anestesi local dan menggunakan teknik yang sesuai.

50) Mengajarkan pada ibu/keluarga bahgaimana melakukan massase uterus dan memeriksa kontraksi uterus.

51) Mengevaluasi kehilangan darah.

52) Memeriksa tekanan darah, nadi dan kandung kemih setiap 15 menit selama satu jam perttama pascapersalinan dan setiap 30 menit jam kedua setelah pascapersalinan.

a) Memeriksa temperatur tubuh ibu sekali setiap jam kedua jam pertama pascapersalinan

b) Melakukan tindakan yang sesuai untuk temuan yang tidak normal.

53) Menempatkan semua pralatan di dalam larutan klorin 0,5 % untuk dekontaminasi (10 menit ). Mencuci dan membilas peralatan setelah dekontaminasi.

(39)

55) Membersihkan ibu dengan menggunakan air disinfeksi tinggat tinggi. Membersihkan cairan ketuban, lender, dan darah. Membantu ibu memakaikan pakaian yang bersih dan kering.

56) Memastikan bahwa ibu nyaman. Membantu ibu memberikan ASI. Menganjurkan keluarga untuk memberikan minuman dan makanan yang diinginkan.

57) Mendekontaminasi daerah yang digunakan utuk melahirkan dengan larutan klorin 0,5 % dan membilas dengan air bersih. 58) Mencelupkan sarung tangan kotor de dalam larutan klorin 0,5%,

membalikkan bagian dalam ke luar dan merendamnya daklam larutan klorin 0,5 % delama 10 menit.

59) Mencuci kedua tangan dengan sabun dan air mengalir. 60) Melengkapi partograf (Prawirohardjo, 2014)

3. Bayi Baru Lahir (BBL) dan Neonatus

a. Definisi

Bayi baru lahir normal adalah bayi yang lahir dalam presentasi belakang kepala melalui vagina tanpa memakai alat, pada usia kehamilan genap 37 minggu sampai dengan 42 minggu, dengan berat badan 2500-4000 gram, nilai apgar >7 dan tanpa cacat bawaan. (Rukiyah, 2010)

(40)

Bayi baru lahir normal adalah bayi yang baru lahir selama satu jam kelahiran (Saifuddin, 2002)

Bayi baru lahir normal adalah masa kehidupan pertama diluar rahim sampai dengan usia 28 dengan masa kehamilan 37-42 minggu. Dimana terjadi perubahan yang sangat besar dari kehidupan didalam rahim menjadi diluar rahim.

b. Ciri – Ciri

Bayi baru lahir normal mempunyai ciri-ciri berat badan lahir 2500-4000 gram, umur kehamilan 37-40 minggu, bayi segera menangis, bergerak aktif, kulit kemerahan, menghisap ASI dengan baik, dan tidak ada cacat bawaan (Kementerian Kesehatan RI, 2010). Bayi baru lahir normal memiliki panjang badan 48-52 cm, lingkar dada 30-38 cm, lingkar lengan 11-12 cm, frekuensi denyut jantung 120-160x/menit, pernapasan 40-60 x/menit, lanugo tidak terlihat dan rambut kepala tumbuh sempurna, kuku agak panjang dan lemas, nilai APGAR >7, refleks-refleks sudah terbentuk dengan baik (rooting, sucking, morro, grasping), organ genitalia pada bayi laki-laki testis sudah berada pada skrotum dan penis berlubang, pada bayi perempuan vagina dan uretra berlubang serta adanya labia minora dan mayora, mekonium sudah keluar dalam 24 jam pertama berwarna hitam kecoklatan (Dewi, 2010).

c. Klasifikasi

(41)

1) Neonatus menurut masa gestasinya :

a) Kurang bulan (preterm infant) : < 259 hari (37 minggu) b) Cukup bulan (term infant) : 259-294 hari (37-42 minggu) c) Lebih bulan (postterm infant) : > 294 hari (42 minggu atau

lebih) 2) Neonatus menurut berat badan lahir :

a) Berat lahir rendah : < 2500 gram b) Berat lahir cukup : 2500-4000 gram c) Berat lahir lebih : > 4000 gram

3) Neonatus menurut berat lahir terhadap masa gestasi (masa gestasi dan ukuran berat lahir yang sesuai untuk masa kehamilan) :

a) Nenonatus cukup/kurang/lebih bulan (NCB/NKB/NLB) b) Sesuai/kecil/besar untuk masa kehamilan (SMK/KMK/BMK) d. Asuhan Bayi Baru Lahir Normal

Asuhan bayi baru lahir meliputi : 1) Pencegahan Infeksi (PI)

2) Penilaian awal untuk memutuskan resusitasi pada bayi. Untuk menilai apakah bayi mengalami asfiksia atau tidak dilakukan penilaian sepintas setelah seluruh tubuh bayi lahir dengan tiga pertanyaan :

a) Apakah kehamilan cukup bulan?

(42)

Jika ada jawaban “tidak” kemungkinan bayi mengalami asfiksia

sehingga harus segera dilakukan resusitasi. Penghisapan lendir pada jalan napas bayi tidak dilakukan secara rutin (Kementerian Kesehatan RI, 2013).

3) Pencegahan Kehilangan Panas

Saat lahir, mekanisme pengaturan suhu tubuh pada BBL, belum berfungsi sempurna. Oleh karena itu, jika tidak segera dilakukan upaya pencegahan kehilangan panas tubuh maka BBL dapat mengalami hipotermia. Bayi dengan hipotermia, berisiko tinggi untuk mengalami sakit berat atau bahkan kematian. Hipotermia mudah terjadi pada bayi yang tubuhnya dalam keadaan basah atau tidak segera dikeringkan dan diselimuti walaupun berada di dalam ruangan yang relatif hangat. Bayi prematur atau berat lahir rendah lebih rentan untuk mengalami hipotermia. Walaupun demikian, bayi tidak boleh menjadi hipertermia (temperatur tubuh lebih dari 37,5°C) (Permenkes No 53, 2014).

a) Mekanisme Kehilangan Panas

(43)

(2) Konduksi adalah kehilangan panas tubuh melalui kontak langsung antara tubuh bayi dengan permukaan yang dingin. Meja, tempat tidur atau timbangan yang temperaturnya lebih rendah dari tubuh bayi akan menyerap panas tubuh bayi melalui mekanisme konduksi apabila bayi diletakkan di atas benda-benda tersebut.

(3) Konveksi adalah kehilangan panas tubuh yang terjadi saat bayi terpapar udara sekitar yang lebih dingin. Bayi yang dilahirkan atau ditempatkan di dalam ruangan yang dingin akan cepat mengalami kehilangan panas. Kehilangan panas juga terjadi jika ada aliran udara dingin dari kipas angin, hembusan udara dingin melalui ventilasi/pendingin ruangan.

(4) Radiasi adalah kehilangan panas yang terjadi karena bayi ditempatkan di dekat benda-benda yang mempunyai suhu lebih rendah dari suhu tubuh bayi. Bayi dapat kehilangan panas dengan cara ini karena benda-benda tersebut menyerap radiasi panas tubuh bayi (walaupun tidak bersentuhan secara langsung) (Permenkes No 53, 2014). 4) Inisiasi Menyusui Dini (IMD)

(44)

Segera setelah dilahirkan, bayi diletakkan di dada atau perut atas ibu selama paling sedikit satu jam untuk memberi kesempatan pada bayi untuk mencari dan menemukan puting ibunya. Manfaat IMD bagi bayi adalah membantu stabilisasi pernapasan, mengendalikan suhu tubuh bayi lebih baik dibandingkan dengan inkubator, menjaga kolonisasi kuman yang aman untuk bayi dan mencegah infeksi nosokomial. Kadar bilirubin bayi juga lebih cepat normal karena pengeluaran mekonium lebih cepat sehingga dapat menurunkan insiden ikterus bayi baru lahir (Prawirohardjo, 2014). 5) Pengikatan dan Pemotongan Tali Pusat

Penanganan tali pusat di kamar bersalin harus dilakukan secara asepsis untuk mencegah infeksi tali pusat dan tetanus neonatorum. Cuci tangan dengan sabundan air bersih sebelum mengikat dan memotong tali pusat. Tali pusat diikat pada jarak 2-3 cm dari kulit bayi, dengan menggunakan klem yang terbuat dari plastik, atau menggunakan tali yang bersih (lebih baik bila steril) yang panjangnya cukup untuk membuat ikatan yang cukup kuat (± 15 cm). Kemudian tali pusat di potong pada 1cm di distal tempat tali pusat diikat, menggunakan instrumen yang steril dan tajam (Prawirohardjo, 2014).

6) Pencegahan Infeksi Mata

(45)

jam setelah lahir. Pencegahan infeksi mata dianjurkan menggunakan salep mata antibiotik tetrasiklin 1% (Permenkes No 53, 2014).

7) Pencegahan Perdarahan

Bayi Berat Lahir diberikan suntikan vitamin K1 (Phytomenadione) sebanyak 1 mg dosis tunggal, intra muskular pada antero lateral paha kiri. Suntikan Vitamin K1 dilakukan setelah proses IMD dan sebelum pemberian imunisasi hepatitis B. Perlu diperhatikan dalam penggunaan sediaan Vitamin K1 yaitu ampul yang sudah dibuka tidak boleh disimpan untuk dipergunakan kembali (Permenkes No 53, 2014).

8) Pemberian Imunisasi

(46)

e. Standar Kunjungan Neonatus

Menurut Depkes RI 2009 waktu pelaksanaan kunjungan neonatus adalah sebagai berikut :

1) Pada usia 6-48 jam (kunjungan neonatal 1) a) Memperhatikan suhu tubuh bayi b) Pemeriksaan fisik bayi

c) Dilakukan pemeriksaan fisik

d) Gunakan tempat yang hangat dan bersih

e) Cuci tangan sebelum dan sesudah dilakukan pemeriksaan f) Pemberian imunisasi HB 0

2) Pada usia 3-7 hari (kunjungan neonatal 2)

a) Menjaga tali pusat dalam keadaan bersih dan kering b) Menjaga kebersihan bayi

c) Pemeriksaan tanda bahaya seperti : kemungkinan infeksi bakteri, ikterus, diare, berat badan rendah dan masalah pemberian ASI.

d) Memberikan ASI bayi minimal 10-15 kali dalam 24 jam selama 2 minggu pasca persalinan.

e) Menjaga keamanan bayi f) Menjaga suhu tubuh bayi

g) Konseling terhadap ibu dan keluarga untuk memberikan ASI esklusif, mencegah hipotermi dan melaksanakan perwatan bayi baru lahir di rumah dengan menggunakan buku KIA.

(47)

3) Pada usia 8-28 minggu (kunjungan neonatal 3) a) Pemeriksaan fisik

b) Menjaga kebersihan bayi

c) Memberitahu ibu tanda bahaya bayi baru lahir

d) Memberikan ASI bayi minimal 10-15 kali dalam 24 jam selama 2 minggu pasca persalinan

e) Menjaga keamanan bayi f) Menjaga suhu tubuh bayi

g) Konseling terhadap ibu dan keluarga untuk memberikan ASI esklusif, mencegah hipotermi dan melaksanakan perawatan bayi baru lahir di rumah dengan menggunakan buku KIA. h) Memberitahu ibu tentang imunisasi BCG

i) Penanganan dan rujukan kasus bila diperlukan f. Refleks Pada Bayi Normal

Menurut Sondakh (2013) bayi lahir normal mempunyai berbagai macam reflek antara lain :

1) Reflek menggenggam dilakukan dengan cara medekatkan jari pemeriksa ketelapak tangan bayi apakah bayi berusaha menggenggam atau tidak

2) Reflek rooting dilakukan apabila kita memberikan sentuhan ke pipi bayi apakah bayi akan mencari setuhan atau tidak

(48)

4) Reflek suckin/menghisap untuk mengetahui apakah bayi berusaha menghisap dengan cara memasukkan puting/ dot kedalam mulut bayi

5) Reflek slowing untuk mengetahui apakah bayi bisa menelan ASI yang diberikan atau tidak

6) Reflek glabella merupakan kedipan maa dan pengerutan pada kering bayi pada saat bayi disentuh pada daerah os glabella dengan jari tangan pemeriksa

7) Reflek gland merupakan upaya mengangkat kedua paha bayi jika lipatan paha kanan dan kiri disentuh oleh pemeriksa.

8) Tonick neck untuk mengetahui usaha bayi mengangkat kepalanya jika bayi digendong.

g. Komplikasi

1) Asfiksia Neonatorum

(49)

2) Penyakit dan Trauma pada Bayi Baru Lahir a) Respiratory Distress Syndrome (RDS) b) Gangguan Retina

c) Caput Suksedaneum

Terjadinya edema di bawah kulit di antara periosteum dan kulit kepala bayi sebagai akibat pengeluaran cairan serum dari pembuluh darah. Sering dijumpai pada partus lama, partus obstruksi, dan pada pertolongan dengan ekstraksi vakum (kaput buatan). Biasanya menghilang 2-5 hari post partum.

d) Cephalhematoma

Suatu perdarahan subperiostal yaitu perdarahan antara periosteum dan tulang tengkorak berbatas tegas pada tulang yang bersangkutan dan tidak melewati sutura. Tulang yang paling sering terkena adalah os temporal atau parietal.

3) Kelainan Kongenital

4) Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)

4. Masa Nifas

a. Definisi

Masa nifas (puerpurium) adalah masa pemulihan kembali, mulai dari persalinan selesai sampai alat – alat kandungan kembali seperti sebelum hamil, lama masa nifas yaitu 6-8 minggu (Mochtar, 2012).

(50)

Periode pascapartum adalah massa dari kelahiran plasenta dan selaput janin (menandakan akhir periode intrapartum) hingga kembalinya traktus reproduksi wanita pada kondisi tidak hamil (Varney, 2008).

Masa nifas (pascapartum) merupakan masa setelah wanita melahirkan yaitu dimulai jam setelah wanita melahirkan dan dalam masa nifas terjadi proses perubahan pemulihan kembali alat-alat reproduksi wanita.

b. Perubahan Fisiologis Masa Nifas 1) Uterus

Involusi uterus meliputi reorganisasi dan pengeluaran desidua/endometrium dan eksfoliasi tempat perlekatan plasenta yang ditandai dengan penurunan ukuran dan berat serta perubahan pada lokasi uterus juga ditandai dengan warna dan jumlah Lochea. Uterus, segera setelah pelahiran bayi, plasenta, dan selaput janin, beratnya sekitar 1000gram. Berat uterus menurun sekitar 500 gram pada akhir minggu pertama postpartum dan kembali pada berat yang biasanya pada saat tidak hamil, yaitu 70 gram pada minggu kedelapan postpartum (Varney, 2008).

2) Lochea

Lochea adalah cairan sekret yang berasal dari kavum uteri dan vagina dalam masa nifas. Macam macam Lochea adalah :

(51)

b) Lochea Sanguinolenta, bewarna merah kuning,berisi darah dan lendir, hari ke 3-7 pascapersalinan.

c) Lochea Serosa, bewarna kuning, cairan tidak berdarah lagi, pada hari ke 7-14 pasca persalinan.

d) Lochea Alba, cairan putih, setelah 2 minggu.

e) Lochea Purulenta, terjadi infeksi, keluaran cairan seperti nanah berbau busuk (Mochtar, 2012).

3) Saluran Kemih

Kandung kemih mengalami peningkatan kapasitas dan relatif tidak sensitif terhadap tekanan intravesika. Jadi overdistensi, pengosongan yang tidak sempurna, dan residu urin yang berlebihan biasa terjadi. Ureter yang berdilatasi dan pelvis renal kembali ke keadaan sebelum hamil dalam 2 sampai 8 minggu setelah pelahiran (Cunningham, 2013).

4) Vagina dan Perineum

(52)

5) Payudara

Laktasi dimulai pada semua wanita dengan perubahan hormon saat melahirkan. Apakah wanita memilih menyusui atau tidak, ia dapat megalami kongestil payudara selama beberapa hari pertama pascapartum karena tubuhnya mempersiapkan untuk memberikan nutrisi kepada bayi. Wanita yang menyusui berespons terhadap menstimulus bayi yang disusui akan terus melepaskan hormon dan stimulasi alveoli yang memproduksi susu (Varney, 2008).

6) Peritoneum dan Dinding Abdomen

Ligamentum latum dan rontundum memerlukan waktu yang cukup lama untuk pulih dari perenggangan dan pelonggaran yang terjadi selama kehamilan. Sebagai akibat dari ruptur serat elastik pada kulit dan distensi lama karena uterus hamil, maka dinding abdomen tetap lunak dan flaksid. Beberapa minggu dibutuhkan oleh struktur-struktur tersebut untuk kembali menjadi normal. Pemulihan dibantu oleh latihan. Kecuali untuk striae putih,dinding abdomen biasanya kembali ke penampilan sebelum hamil. Akan tetapi tetapi otot tetap atonik, dinding abdomen juga tetap melemas. Pemisahan yang jelas otot – otot rektus diastesis recti

dapat terjadi (Cunningham, 2013). c. Perawatan Pasca Persalinan

1) Mobilisasi

(53)

pertama, mungkin saja ibu mengalami sinkop. Keuntungan ambulasi awal yang terbukti mencakup komplikasi kandung kemih yang jarang terjadi dan yang lebih jarang lagi, konstipasi. Ambulasi awal telah menurunkan frekuensi trombosis vena purperal dan embolisme paru (Cunningham, 2013).

2) Diet

Makanan harus bermutu, bergizi, dan cukup kalori. Sebaiknya banyak makan makanan yang mengandung protein, banyak cairan, sayuran dan buah buahan (Mochtar, 2012).

3) Miksi

Hendaknya buang air kecil dapat dilakukan sendiri secepatnya. Kadang-kadang, wanita mengalami kesulitan berkemih karena spingter uretra ditekan oleh kepala janin dan spasme akibat iritasi spingter ani selama persalinan, juga karena adanya edema kandung kemih yang terjadi selama persalinan (Mochtar, 2012).

4) Perawatan Perineal

(54)

d. Asuhan Pada Masa Nifas

Asuhan masa nifas adalah proses pengambilan keputusan dan tindakan yang dilakukan bidan pada masa nifas sesuai dengan wewenang dan ruang lingkup praktiknya berdasarkan ilmu dan kiat kebidanan. Tujuan asuhan masa nifas untuk: Meningkatkan kesejahteraan fisik dan psikologis bagi ibu dan bayi. Pencegahan, diagnosis dini dan pengobatan komplikasi pada ibu. Merujuk ibu ke tenaga ahli bilamana perlu. Mendukung dan memperkuat keyakinan ibu serta memungkinkan ibu untuk mampu melaksanakan perannya dalam situasi keluarga. Imunisasi ibu terhadap tetanus. Mendorong pelaksanaan metode yang sehat tentang pemberian makan anak, serta peningkatan pengembangan hubungan yang baik antara ibu dan anak (Islami, 2009).

e. Kunjungan Masa Nifas

Menurut Saleha dan Saifuddin, (2010) Kunjungan masa nifas minimal 4 kali yaitu:

1) Kunjungan pertama : 6-8 jam Persalinan. Dengan tujuan sebagai berikut :

a) Mencegah perdarahan masa nifas karena atonia uteri

b) Mendeteksi dan Mendeteksi dan merawat penyebab lain, perdarahan, rujuk bila perdarahan berlanjut

c) Memberikan konseling pada ibu atau salah satu anggota keluarga bagaimana mencegah perdarahan masa nifas karena

(55)

d) Pemberian ASI awal

e) Melakukan hubungan antara ibu dan bayi baru lahi

f) Menjaga bayi tetap sehat dengan cara mencegah hipotermi

2) Kedua : 6 hari setelah persalinan. Dengan tujuan sebagai berikut: a) Memastikan involusi uterus berjalan normal, uterus

berkontraksi, fundus di bawah umbilikus, tidak ada perdarahan abnormal dan tidak ada bau

b) Menilai adanya tanda-tanda demam, infeksi atau perdarahan abnormal

c) Memastikan ibu mendapat cukup makanan, cairan dan istirahat d) Memastikan ibu menyusui dengan baik dan tidak

memperlihatkan tanda-tanda penyulit

e) Memberikan konseling pada ibu mengenai asuhan pada bayi, tali pusat, menjaga bayi tetap hangat dan perawatan bayi sehari-hari

3) Ketiga : 2 minggu setelah persalinan. Dengan tujuan sebagai berikut:

a) Memastikan involusi uterus berjalan normal, uterus berkontraksi, fundus di bawah umbilikus, tidak ada perdarahan abnormal dan tidak ada bau

b) Menilai adanya tanda-tanda demam, infeksi atau perdarahan abnormal

(56)

d) Memastikan ibu menyusui dengan baik dan tidak

memperlihatkan tanda-tanda penyulit

e) Memberikan konseling pada ibu mengenai asuhan pada bayi, tali pusat, menjaga bayi tetap hangat dan perawatan bayi sehari-hari

4) Keempat : 6 minggu setelah persalinan. Dengan tujuan sebagai berikut:

a) Menanyakan pada ibu tentang penyulit-penyulit yang dialami atau bayinya

b) Memberikan konseling Keluarga berencana secara dini

c) Menganjurkan ibu membawa bayinya ke posyandu atau puskesmas untuk penimbangan dan imunisasi.

f. Komplikasi Masa Nifas 1) Subinvolusi Uteri

(57)

2) Perdarahan Kala Nifas Sekunder

Perdarahan kala nifas sekunder adalah perdarahan yang terjadi setelah 24 jam pertama. Penyebab utama perdarahan kala nifas sekunder adalah terdapatnya sisa plasenta atau selaput ketuban (pada grandemultipara dan kelainan bentuk implantasi plasenta), infeksi pada endometrium, dan sebagian kecil terjadi dalam bentuk mioma uteri bersamaan dengan kehamilan dan inversio uteri (Manuaba, 2010).

3) Flegmasia Alba Dolens

Flegmasia alba dolens merupakan salah satu bentuk infeksi puerperalis yang mengenai pembuluh darah vena femoralis. Vena femoralis yang terinfeksi dan disertai pembentukan trombosis dapat menimbulkan gejala klinis sebagai berikut :

a) Terjadi pembengkakan pada tungkai b) Vena tampak bewarna putih

c) Terasa sangat nyeri

d) Tampak bendungan pembuluh darah

e) Suhu tubuh dapat meningkat (Manuaba, 2010). 4) Bendungan ASI

(58)

masase atau pompa, memberikan estradiol sementara menghentikan pembuatan ASI, dan pengobatan simtomatis sehingga keluhan berkurang (Manuaba, 2010).

5) Mastitis dan Abses Payudara

Pada kondisi ini terjadi bendungan ASI merupakan permulaan dari kemungkinan infeksi payudara. Bakteri yang sering menyebabkan infeksi payudara adalah stafilokokus aureus yang masuk melalui luka puting susu. Infeksi menimbulkan demam, nyeri lokal pada payudara, terjadi pemadatan payudara, dan terjadi perubahan warna kulit payudara.

Mastitis dapat berkelanjutan menjadi abses dengan kriteria warna kulit menjadi merah, terdapat rasa nyeri, dan pada pemeriksaan terdapat pembengkakan, di bawah kulit teraba cairan. Dalam keadaan abses payudara perlu dilakukan insisi agar pus dapat dikeluarkan untuk mempercepat kesembuhan (Manuaba, 2010).

5. Keluarga Berencana

a. Pengertian KB

(59)

Menurut (Varney, 2007; 414) keluarga berencana yaitu pertimbangan tambahan terhadap faktor fisik, sosial, psikologis, ekonomi dan keagamaan yang mengatur sikap keluarga sekaligus mempengaruhi keputusan keluarga dalam menetapkan ukuran keluarga, jarak antar anak, dan pemilihan serta penggunaan metode pengendalian kehamilan.

b. Penapisan Klien Pelayanan KB

Penapisan klien merupakan upaya untuk melakukan tela’ah dan kajian tentang kondisi kesehatan klien dengan kesesuaian penggunaan metode kontrasepsi yang diinginkan. Tujuan utama penapisan klien untuk menentukan keadaan yang membutuhkan perhatian khusus dan masalah (misalnya diabetes atau tekanan darah tinggi) yang membutuhkan pengamatan dan pengelolaan lebih lanjut..

Tujuan penapisan klien adalah untuk menentukan:

1) Apakah ada masalah medik, kondisi biologik sebagai penyulit teknis, tidak terpenuhinya syarat teknis-medik yang dapat menghalangi penggunaan metode KB tertentu.

2) Apakah perlu dilakukan penilaian/pengelolaan lanjut terhadap masalah medik yang ditemukan agar penggunaan kontrasepsi memungkinkan.

3) Perencanaan Keluarga Dan Penapisan Klien

(60)

5) Keseburan seoramg perempuan akan terus berlangsung sampai berhentinya haid (menopuse).

6) Kehamilan dan kelahiran terbaik, artinya resiko rendah untuk ibu dan anak adalah antara 20-35 tahun.

7) Persalinan pertama dan kedua paling rendah resikonya

8) Jarak antara 2 kelahiran sebaiknya 2-4 tahun (Meilani, N. dkk., 2010).

Menurut Buku Panduan Praktik Pelayanan Kontrasepsi (2006) tujuan utama penapisan klien sebelum pemberian suatu mmetode kontrasepsi adalah untuk menentukan adakah :

1) Kehamilan

2) Keadaan yan gmembutuhkan perhatian khusus

3) Masalah (misalnya diabetes atau tekanan darah tinggi) yang membutuhkan pengamatan dan pengelolaan lebih lanjut.

Tabel 2.4 Daftar Tilik Penapisan Klien Metode Non Operatif

Metode Hormonal (pil kombinasi, pil progestin, suntikan

dan susuk) YA TIDAK

Apakah hari peratam haid terakhir 7 hari yang lalu atau lebih Apakah anda menyusui dan kurang dari 6 minggu pascapersalinan

Apakah pernah ikterus pada kulit atau mata

Apakah pernah nyeri kepala hebat atau gangguan visual Apakah pernah nyeri hebat pada betis, paha atau dada, atau tungkai bengkak (edama)

Apakah pernah tekanan darah diatas 160 mmHg (sistolik) atau 90 mmHg (diastolik)

Apakah ada massa atau benjolan pada payudara

Apakah anda sedang minum obat-obatan anti kejang (epilepsis)

AKDR (semua jenis pelepas tembaga dan progestin) Apakah hari pertama haid terakhir 7 hari yang lalu

(61)

Metode Hormonal (pil kombinasi, pil progestin, suntikan

dan susuk) YA TIDAK

Apakah pernah mengalami haid banyak (lebih 1-2 pembalut tiap 4 jam)

Apakah pernah mengalami haid lama

Apakah pernah mengalami dismenore berat yang membutuhkan analgetika dan/atau istirahat baring

Apakah pernah mengalami perdarahan /perdarahan bercak anatara haid ata setelah senggama

Apakah pernah mengalami gejala penyakit jantung valvutar atau kongenital

Sumber : Saifuddin, 2006

Tabel 2.5 Daftar Litik Penapisan Klien Metode Operasi

Keadaan klien Dapat dilakukan pada

fasiliatas rawat jalan Dilakukan di fasilitas rujukan Keadaan umum

(anamnesa dama pemeriksaan fisik)

Keadaan umum baik, tidak ada tanda-tanda penyakit jantung, paru, atau ginjal

Diabetes tidak terkontrol, riwayat gangguan pembekuan darah, ada tanda-tanda penyakit jantung, paru atau ginjal

Keadaan emosional

Tenang Cemas, takut

Tekanan darah < 160/100 mmHg > 160/100 mmHg Berat badan 35-85 kg >85 kg ; <35 kg

Operasi abdomen lainnya, perlekatan atau terdapat kelainan pada pemeriksaan panggul c. Jenis - Jenis Kontrasepsi

1) Metode Sederhana a) Senggama Terputus

Konsep “senggama terputus” adalah mengeluarkan

(62)

mengganggu kepuasan keduabelah pihak, kegagalan hamil sekitar 30 sampai 35 % karena semen keluar sebelum mencapai puncak kenikmatan, terlambat mengeluarkan kemaluan, semen yang tertumpah di luar sebagian dapat masuk ke genetalia, dan dapat menimbulkan ketegangan jiwa kedua belah pihak (Manuaba, 2010).

b) Kondom

Kondom untuk pria merupakan bahan karet (lateks), polyuretan (plastik), atau bahan sejenis yang kuat, tipis, dan elastis. Benda tersebut ditarik menutupi penis yang sedang ereksi untuk menangkap semen selama ejakulasi dan mencegah sperma masuk kedalam vagina (Varney, 2008). Keuntungan kontrasepsi kondom adalah murah, mudah didapatkan, tidak perlu pengawasan medis, berfungsi ganda, dan dipakai oleh orang yang berpendidikan. Sedangkan kerugiannya adalah kenikmatan terganggu, alergi terhadap karet atau jellinya yang mengandung spermisid, dan sulit dipasarkan kepada masyarakat dengan pendidikan rendah (Manuaba, 2010).

c) Pantang Berkala

(63)

dengan nama sistem Ogino-Knaus, nama orang yang meneliti terjadinya ovulasi sekitar 12 sampai 16 hari sebelum menstruasi. Kelemahan sistem ini sulit menilai menstruasi yang akan datang. Masa subur wanita dapat dihitung dengan melakukan perhitungan minggu subur sebagai berikut:

(1) Menstruasi teratur antara 26 sampai 30 hari

(2) Masa subur dapat diperhitungkan, yaitu menstruasi hari pertama ditambah 12 merupakan hari pertama minggu subur dan akhir minggu subur adalah hari pertama menstruasi ditambah 19.

(3) Puncak minggu subur adalah hari pertama menstruasi ditambah 14 (Manuaba, 2010).

(64)

dapat digunakan oleh mereka yang terdidik dan hanya berguna pada siklus menstruasi 20 sampai 30 hari (Manuaba, 2010).

2) Kontrasepsi Hormonal

Kontrasepsi hormonal terdiri atas kombinasi estrogen dan progestin atau hanya berisi progestin.

a) Pil

Pil ada dua macam yaitu pil kombinasi dan pil hanya berisi progestin. Mekanisme pil kombinasi merupakan kombinasi kerja esterogen dan progestin saat ini tersedia tiga variasi pil kombinasi.

(1) Monofasik : Jumlah dan tipe estrogen dan progestin yang dimakan sama setiap hari selama 20 atau 21 hari, diikuti dengan tidak meminum obat hormonal selama tujuh hari.

(2) Bifasik : Dosis dan jenis estrogen yang digunakan tetap konstan dan jenis progestin tetap sama, tetapi kadar progestin berubah antara minggu pertama dan kedua pada siklus pil 21 hari, yang diikuti dengan tidak meminum obat hormonal selama tujuh hari (Varney, 2008).

(65)

tiga kadar yang berbeda selama siklus pil 21 hari, yang diikuti dengan tidak meminum obat hormonal selama tujuh hari.

Keuntungan dan kerugian menggunakan pil

Keuntungannya adalah bila meminum pil sesuai aturan dijamin berhasil 100%. Dapat dipakai untuk pengobatan terhadap beberapa masalah seperti, ketegangan menjelang menstruasi, perdarahan menstruasi yang tidak teratur, Nyeri saat menstruasi dan pengobatan pasangan mandul. Pengobatan penyakit endometriosis. Dapat meningkatkan libido. Sedangkan Kerugiannya adalah harus meminum pil secara teratur. Dalam waktu panjang dapat menekan fungsi ovarium. Penyulit ringan (berat badan brtambah, rambut rontok, tumbuh jerawat, mual sampai muntah). Mempengaruhi funsi hati dan ginjal (Manuaba, 2010).

Yang Dapat Menggunakan Pil Kombinasi (1) Usia Reproduksi

(2) Telah memiliki anak atau belum memiliki anak (3) Gemuk atau kurus

(4) Pascakeguguran

(5) Setelah melahirkan dan tidak menyusui

(66)

(7) Anemia karena haid berlebihan (8) Siklus haid tidak teratur

(9) Riwayat kehamilan ektopik

(10) Kelainan payudara jinak (Saifuddin, 2006). b) Suntik

(67)

menstruasi. Kekurangan : Dapat mempengaruhi siklus mentruasi. Kekurangan suntik kontrasepsi /kb suntik dapat menyebabkan kenaikan berat badan pada beberapa wanita. Tidak melindungi terhadap penyakit menular seksual. Harus mengunjungi dokter/klinik setiap 3 bulan sekali untuk mendapatkan suntikan berikutnya (Manuaba, 2010). c) Susuk atau Implan

Sistem Norplant berisi enam kapsul berselubung yang dibuat dari dimetiloksida/metilvinisilloksan kopolimer (silastik), yang masing masing mengandung 36 mg levonorgestrel (progestin sintesis) berbentuk kristal. Levenogesterl kemudian mengalami difusi dengan laju awal 85 mcg per hari. Kecepatan difusi tersebut menurun hingga kurang lebih 30 mcg per hari dalam sekitar 9 bulan dan tetap berada pada kadar ini. Levenogesterl di dalam tubuh dapat mencapai kadar kontrasepsi dalam waktu 24 sampai 48 jam setelah implan dipasang. Implan lenevogestrel memiliki dua mekanisme kerja utama yaitu membuat lendir serviks tidak kondusif bagi spermadan menghambat ovulasi pada sedikitnya 50% siklus wanita (Varney, 2008).

Gambar

Tabel 2.1 Ketidaknyamanan Pada Masa Kehamilan (Kusmiyati, Y. 2009)
Tabel 2.2 Kunjungan Antenatal sebaiknya dilakukan paling
Tabel 2.3 Pemeriksaan TFU
Tabel 2.4 Daftar Tilik Penapisan Klien Metode Non Operatif
+2

Referensi

Dokumen terkait

di bawah ini menunjukkan bahwa kualitas laba sebagai variabel dependen yang dipengaruhi oleh variabel independen berupa investment opportunity set (IOS), kinerja

Penelitian yang dilakukan oleh Patterson (Berkowitz, 1995) selama lebih dari satu dekade melakukan observasi dalam hubungan keluarga, hasil penelitian memaparkan bahwa

Dari hasil analisis data tingkat keterlibatan masyarakat dalam kegiatan fisik untuk pencegahan dan pengendalian kebakaran lahan gambut di Hutan Lindung Gambut (HLG)

penelitian dengan judul “ PENGARUH PERSEPSI MAHASISWA FKIP TENTANG KESEJAHTERAAN GURU TERHADAP MINAT MAHASISWA FKIP MENJADI GURU” dengan studi kasus pada mahasiswa FKIP

Perbandingan Kuat Tekan Rerata Pra Percobaan Mortar Bahan Tambah MU-200 pada umur 14 hari di air Rob dan tawar ... Grafik Kenaikan Kuat Tekan Rerata Pra Percobaan

Berdasarkan dari wawancara yang ditunjukan kepada Kepala Sekolah SMA Global Islamic School, di SMA Global Islamic School sebelumnya sudah mempunyai rencana menerapkan

Wawancara mendalam merupakan suatu prosedur pengumpulan data primer yang dilakukan dengan cara mengadakan wawancara tatap muka dengan yang teliti dengan menggunakan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa distribusi frekuensi kejadian pre-eklamsi pada ibu hamil berdasarkan umur ibu menunjukkan bahwa