• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. organisme termasuk manusia. Manusia selalu berinteraksi dengan lingkungannya

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. organisme termasuk manusia. Manusia selalu berinteraksi dengan lingkungannya"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Lingkungan mengandung sumber daya alam yang dibutuhkan oleh semua organisme termasuk manusia. Manusia selalu berinteraksi dengan lingkungannya mulai dilahirkan sampai meninggal. Manusia juga bersosialisasi dengan sesamanya, sehingga manusia sangat tergantung dengan alam. Apabila sumber daya alam tidak mendukung kesehatan akan menimbulkan terjadinya penyakit (Soemirat, 2010).

Air sangat bermanfaat bagi manusia, tetapi air juga dapat berperan sebagai tempat perindukan vektor penyakit yang dapat menjadi penyebar penyakit pada manusia. Vektor tersebut dapat mengandung agen penyakit di dalam tubuh host, dapat berubah bentuk, berubah fase pertumbuhan maupun bertambah banyak, dan tidak mengalami perubahan. Vektor yang tinggal di air dan merupakan vektor penting di Indonesia adalah nyamuk dari berbagai genus/spesies seperti nyamuk Culex, nyamuk Aedes, dan Anopheles (Soemirat, 2009).

Vektor penyakit merupakan Arthropoda yang dapat menularkan, memindahkan dan/atau menjadi sumber penular penyakit terhadap manusia (Kemenkes, 2010), salah satunya adalah nyamuk Aedes, spp yang dapat membawa virus dengue di dalam tubuhnya sehingga dapat menjadi vektor penyakit Demam Berdarah, nyamuk Culex menjadi vektor penyakit Encephalitis dan Filariasis, dan nyamuk Anopheles, spp sebagai vektor penyakit Malaria dan penyakit filariasis (Faust dan Russell, 1964).

(2)

Penyakit DBD yang dibawa oleh nyamuk Aedes sampai saat ini masih tetap menjadi masalah bagi masyarakat Indonesia secara keseluruhan. Selain menyebabkan kesakitan dan kematian, penyakit DBD juga dapat menimbulkan masalah sosial dan ekonomi bagi masyarakat. Kerugian sosial yang terjadi antara lain dapat menimbulkan kepanikan dalam keluarga dan berkurangnya usia harapan hidup (WHO, 2005).

Nyamuk Aedes, spp juga dapat menjadi vektor penyakit filariasis yang membawa mikrofilaria cacing Wuchereria bancrofti (Ideham dan Pusarawati, 2007).

Nyamuk Aedes juga berperan dalam penyebaran penyakit Chikungunya dan demam kuning (Margono, 2000).

Gigitan nyamuk yang disertai pengeluaran venom juga menjadi masalah bagi kesehatan, sebab bagian yang digigit akan terasa sakit dan timbul pembengkakan.

Jenis nyamuk Culex dan Aedes memiliki sifat Synantrophy (hidup dalam rumah).

Bekas gigitan akan terasa gatal sehingga sadar atau tidak kita akan mengaruk bekas gigitan tersebut sehingga, menimbulkan pembesaran pada perlukaan dan menjadi sumber infeksi baru (Sembel, 2009).

Dalam upaya pengendalian jumlah vektor di kota Medan, Dinas Kesehatan Sumatera Utara melaksanakan upaya peningkatan partisipasi masyarakat dalam melakukan PSN (Anna, 2010). Salah satu metode PSN adalah pengendalian kimia yaitu dengan menggunakan insektisida. Penggunaan insektisida dapat digunakan untuk memutus mata rantai penularan penyakit DBD tepatnya dengan memutus simpul 2 dari teori simpul yaitu pengendalian vektor nyamuk Aedes, spp.

Berdasarkan teori simpul, maka pengelolaan dapat juga dilakukan pada simpul 3.

(3)

Simpul 2 menyangkut media transmisi, berupa nyamuk dengan habitat yang memungkinkan nyamuk pembawa virus dengue berkembang. Pengelolaan pada simpul 3, terkait dengan perilaku manusia yang memudahkan nyamuk berkembang biak dan menularkan virus tersebut kepada manusia (Anies, 2006).

Penggunaan insektisida yang mengandung bahan kimia berbahaya seperti penggunaan organoklorin telah dilarang penggunaanya di Indonesia. Penggunaan insektisida kimia dalam waktu lama dan pemberian dosis yang berlebih akan mengakibatkan resisten terhadap organisme target (WHO, 2005).

Pada manusia penggunaan organoklorin dapat berakibat buruk. Penggunaan dalam skala besar dapat menyebabkan efek samping seperti resistensi insektisida, hama keluar waktu istirahat, munculnya hama baru, polusi dan bahaya kesehatan (Vinayaka, dkk, 2010). Pada tahun 1984-1985 terdapat beberapa hasil penelitian yang menunjukkan banyak dampak negatif dari penggunaan insektisida kimia seperti keracunan pada manusia, ternak peliharaan, polusi lingkungan, dan hama menjadi resisten (Kardinan, 2004).

Mengingat dampak negatif yang dapat terjadi, maka perlu digunakaan alternatif lain. Penggunaan insektisida nabati merupakan salah satu alternatif yang dapat dilakukan, sebab insektisida nabati lebih aman karena residunya mudah hilang, dan mudah terurai (biodegradable) sehingga tidak mencemari lingkungan (Kardinan, 2004) .

Beberapa senyawa yang terkandung dalam tumbuhan dan diduga berfungsi sebagai insektisida yaitu golongan sianida, saponin, tanin, flavonoid, steroid dan minyak atsiri (Kardinan, 2000 dalam Naria, 2005). Tanaman sukun (Artocarpus

(4)

altilis) merupakan salah satu tanaman yang memiliki kandungan senyawa insektisida

seperti senyawa saponin, tanin, dan flavonoid yang mempunyai dampak terhadap serangga. Maka daun tanaman sukun adalah tanaman yang berpotensi digunakan sebagai insektisida nabati.

Eddyman, dkk (2005), membuktikan bahwa bunga sukun pada berat 100 mg, 200 mg, dan 300 mg dapat membunuh nyamuk dalam waktu beberapa menit (Korantempo, 2008). Edi, dkk (2011) juga membuktikan bahwa bunga sukun mampu melumpuhkan 10 ekor nyamuk dengan rata- rata waktu yang digunakan 15,6 menit selama 5 kali pengulangan. Menurut Syamsuhidayat dan Hutapea (1991) dalam Wakhyulianto (2005) bahwa kandungan senyawa pada cabai rawit mampu digunakan sebagai larvasida. Berdasarkan sifatnya, flavonoid yang dapat merusak membran sel, saponin yang dapat merusak pembuluh darah, dan tanin yang dapat mengecilkan pori- pori lambung. Penelitian Wiwiek (2010) pada daun babandotan (Ageratum conyzoides L) terhadap mortalitas A.aegypti, yaitu adanya senyawa alkaloid, saponin,

flavonoid dan minyak atsiri terbukti efektif dapat mematikan nyamuk A.aegypti pada konsentrasi 40 % dalam waktu 30 menit. Penelitian Marina dan Astuti (2012) terhadap daun pandan yang mengandung senyawa alkoloid, saponin, flavonoid, tanin, polifenol, dan zat waarna, bahwa daun pandan dapat sebagai reffelent terhadap nyamuk Ae. albopictus pada 1 jam perlakuan sebesar 93,55 %.

Keberadaan tanaman sukun sudah tidak asing lagi bagi masyarakat Indonesia.

Banyak hasil olahan buah sukun yang dikenal dan beredar dipasaran seperti goreng sukun, keripik sukun, gethuk sukun, tepung dll. Selain diolah menjadi bahan makanan, sukun juga dapat dimanfaatkan sebagai tanaman obat yang sudah terbukti

(5)

dapat menangkal berbagai macam penyakit mengerikan seperti ginjal, jantung, hepatitis, asam urat, diabetes, dan lain sebagainya (Shabella, 2012).

Hariana (2011) mengatakan tanaman sukun kaya dengan senyawa saponin terutama pada batang dan daun. Berdasarkan beberapa penelitian, flavonoid dalam daun sukun dapat digunakan sebagai anti-inflamasi, antiplatelet (kolesterol yang menggumpal dalam pembuluh darah), antioksidan, antimalaria, antimikroba, antikanker, dll (Harmanto, 2012).

Senyawa saponin, tanin, dan flavonoid dalam daun sukun inilah yang menarik untuk dibahas dalam sebuah penelitian skripsi dengan memanfaatkan daun sukun sebagai insektisida nabati dalam mengendalikan nyamuk Aedes, spp. Pada penelitian ini, saya ingin mengemas daun sukun sebagai anti nyamuk mat elektrik agar lebih mudah diaplikasikan.

1.2 Rumusan Masalah

Nyamuk Aedes, spp merupakan salah satu vektor yang penting bagi dunia kesehatan, selain sebagai vektor pembawa penyakit juga dapat mengganggu tingkat sosial ekonomi masyarakat. Diperlukan upaya untuk mengendalian vektor dan saat ini yang paling sering digunakan adalah dengan menggunakan insektisida, namun penggunaan insektisida kimia menjadi masalah karena dapat menimbulkan resistensi.

Oleh karena itu, sangat diperlukan insektisida nabati yang berbahan alami dan aman seperti daun tanaman sukun (Artocarpus altilis).

(6)

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Tujuan umum dalam penelitian ini adalah untuk memanfaatkan daun tanaman sukun (Artocarpus altilis) sebagai anti nyamuk mat elektrik dalam membunuh nyamuk Aedes, spp.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Untuk melihat jumlah nyamuk Aedes, spp yang mati setelah dipaparkan dengan berat 0 mg (sebagai kontrol), 100 mg, 200 mg, 300 mg, 400 mg dan 500 mg daun sukun pada anti nyamuk mat elektrik yang diamati dalam interval 5 menit selama 30 menit perlakuan,

2. Untuk melihat perbedaan jumlah nyamuk Aedes, spp yang mati setelah dipaparkan dengan berat 0 mg, 100 mg, 200 mg, 300 mg, 400 mg, dan 500 mg daun sukun pada anti nyamuk mat elektrik yang diamati dalam interval 5 menit selama 30 menit perlakuan,

1.4 Manfaat Penelitian

1. Sebagai bahan masukan kepada pihak terkait seperti Dinas Kesehatan untuk dapat mengaplikasikan insektisida nabati dalam upaya program penurunan jumlah vektor,

2. Sebagai bahan untuk menambah informasi bagi masyarakat bahwa daun sukun selain dimanfaatkan untuk obat, dapat dimanfaaatkan sebagai anti nyamuk mat elektik dalam membunuh nyamuk Aedes, spp,

(7)

3. Bagi mahasiswa khususnya Mahasiswa Kesehatan Lingkungan, untuk menambah wawasan mengenai insektisida nabati yang berasal dari tanaman sukun.

Referensi

Dokumen terkait

Kuesioner digunakan untuk mengetahui karakteristik responden (nama, umur, jenis kelamin, asal fakultas/program studi dan lama bekerja), durasi penggunaan komputer, keluhan

Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mencari jawaban atas permasalahan yang ada, yaitu untuk mengetahui manfaat SMS Banking dalam transaksi keuangan

Nilai Pangan = x Faktor Keamanan Aman Jasmani Faktor Mutu Aman rohani DLL Ukuran Gizi Pilihan Fungsionalitas Sensori Etika Lingkungan Kinerja Rasa. Harga “Waktu” Persiapan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penerapan supervisi klinis terhadap kemampuan guru dalam menyusun RPP dan mengelola proses pembelajaran pada guru SD

Data yang diukur adalah Waktu Reaksi Sederhana (WRS) dalam satuan detik untuk cahaya merah, kuning, hijau dan biru, sebelum dan sesudah meminum kapsul ekstrak akar

Karena nilai P-Value > 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara pengawasan dengan perilaku tidak selamat Untuk peraturan K3, sebagian

Kadar hormon testosteron antara kelompok ekstrak metanol dan fraksi metanol yang berbeda bila dibandingkan dengan kadar hormon testosteron kelompok fraksi