• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tinjauan Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Perilaku Tidak Selamat Pada Kegiatan Drilling Di PT X Tahun 2014

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Tinjauan Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Perilaku Tidak Selamat Pada Kegiatan Drilling Di PT X Tahun 2014"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

Tinjauan Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Perilaku Tidak

Selamat Pada Kegiatan Drilling Di PT X Tahun 2014

Januardi Putra dan Robiana Modjo

Departemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia, Depok

Email : ardiputra_baru@yahoo.com,bian71@gmail.com

ABSTRAK

Perilaku tidak selamat adalah perilaku yang dapat mengizinkan terjadinya suatu kecelakaan atau insiden. Perilaku tidak selamat merupakan salah satu penyebab langsung terjadinya kecelakaan. Jenis perilaku tidak selamat yang terjadi di PT X Tahun 2014, yaitu gagal dalam mengamankan, tidak disiplin dalam pekerjaan, gagal dalam memberi peringatan, menggunakan peralatan yang tidak sesuai dan posisi atau sikap tubuh yang salah. Penelitian ini menggunakan kerangka konsep yang bedasarkan teori dari teori Lawrence Green dan E Soot Geller. Variabel yang diteliti yaitu faktor internal (persepsi,pengetahuan dan motivasi) dan faktor eksternal (pengawasan, peraturan K3 dan pelatihan K3). Hasil penelitian yaitu terdapat hubungan yang bermakna antara persepsi dengan perilaku tidak selamat, dan juga terdapat hubungan yang bermakna antara pelatihan K3 dengan perilaku tidak selamat.

Kata kunci: Unsafe act, perilaku, perilaku tidak selamat.

Review of Factors Related to the Conduct Unsafe Behaviour at PT X. 2014 ABSTRACT

Unsafe behavior is behavior that may permit the occurrence of an accident or incident. Unsafe behavior is one of the direct causes of accidents. Type of unsafe behavior that occur at PT X, failed to securing, no discipline in work, failed to give a warning, using wrong equipment and posture. This research uses variables from the theory of Lawrance Green and E Scoot Geller. analysis of unsafe Behavior. The variables studied were Internal factors (perception, knowledge and motivation) and external factors (supervision, regulation and training ). The result show is relationship between perceptions with the unsafe behavior, and relationship between the training K3 with unsafe behavior

(2)

ENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Seiring dengan kemajuan industri serta meningkatnya ilmu pengetahuan dan teknologi mendorong perubahan karakteristik pekerjaan serta bahaya yang ditimbulkannya. Bahaya tersebut mengandung risiko yang dapat mengakibatkan munculnya kerugian yang sangat besar, seperti risiko keselamatan (kebakaran, ledakan, dan tumpahan minyak) dan risiko kesehatan yaitu munculnya penyakit akibat kerja. Hal ini dapat menimbulkan dampak baik terhadap manusia, perusahaan maupun lingkungan

Data kecelakaan dari Biro Pusat Statistik diperoleh dari Kantor Kepolisian Republik Indonesia, terjadi Peningkatan kecelakaan dari tahun 2008 hingga 2012 yaitu dari 59.164 menjadi 117.949 kecelakaan (www.bpgs.co.id). Sedangkan Hasil laporan tahunan yang diterbitkan oleh Jamsostek dalam kurun waktu lima tahun terakhir mengalami kenaikan jumlah kasus kecelakaan. Data kecelakaan tersebut diantaranya pada tahun 2008 yaitu terdapat jumlah kecelakaan kerja sebesar 94.736 kasus, tahun 2009 yaitu 96.314 kasus, tahun 2010 yaitu 98.711 kasus, tahun 2011 yaitu sebesar 99.491 kasus dan pada tahun 2012 terdapat 103.074 kasus kecelakaan kerja. (Laporan Tahunan Annual Report Jamsostek, 2012)

Perusahaan Migas memiliki potensi bahaya yang relatif besar, baik bagi kesehatan, keselamatan kerja maupun lingkungan disekitarnya. Potensi bahaya dan risiko Industri Migas dibagi dalam 2 sektor yaitu: sektor hulu dan sektor hilir. Industi Migas di sektor hulu, yaitu pada kegiatan pengelolaan dan pengeboran. Selain itu pada sektor hilir yaitu pada kegiatan pengolahan dan distribusi juga memiliki resiko yang hampir sama dengan sektor hulu. Selama tahun 2012, jumlah kecelakaan operasi kegiatan usaha hulu dan hilir migas mencapai 89 kasus yaitu 58 kasus kecelakaan operasi hulu migas dan 31 kasus kecelakaan operasi hilir migas. Dari 89 kasus kecelakaan yang terjadi tahun 2012, untuk kegiatan hulu, kecelakaan ringan mencapai 43 kasus, sedang 4 kasus, berat 5 kasus dan fatal 7 kasus. Sedangkan untuk kegiatan operasi hilir migas, kecelakaan ringan mencapai 16 kasus, sedang 6 kasus, berat 2 kasus dan fatal 7 kasus(www.migas.esdm.go.id)

Faktor manusia merupakan salah satu penyebab utama kecelakaan setelah manajemen. Faktor manusia itu yakni karerna perilaku manusia itu sendiri, perilaku manusia disni yaitu perilaku tidak selamat. Perilaku tidak selamat tidak terjadi begitu saja akan tetapi melalui proses dan tahapan. Dalam proses pembentukan dan perubahan perilaku manusia terdapat faktor-faktor yang berpengaruh, diantaranya faktor dari dalam (Internal) seperti Persepsi, Sikap, Nilai-Nilai, Kepercayaan dan sebagainya. Sedangkan faktor yang berasal dari eksternal yaitu Pelatihan, Pengawassan, Peraturan dan sebagainya. (E Scoot Geller, 2001)

(3)

TINJAUAN PUSTAKA

Pengertian kecelakaan kerja

Kecelakaan Kerja adalah kecelakaan yang terjadi berhubung dengan hubungan kerja, termasuk penyakit yang timbul karena hubungan kerja, demikian pula kecelakaan yang terjadi dalam perjalanan berangkat dari rumah menuju tempat kerja, dan pulang ke rumah melalui jalan yang biasa atau wajar dilalui (Permenaker No. 04/MEN/1993 tentang Jaminan

Kecelakaan Kerja).

Pengertian Perilaku

Menurut Geller (2001), perilaku sebagai tingkah atau tindakan yang dapat di observasi oleh orang lain. Tetapi apa yang dilakukan atau dikatakan seseorang tidaklah selalu sama dengan apa yang individu tersebut pikir, rasakan, dan yakini. Siagian (2004) dalam buku Manajemen

Sumber Daya Manusia mengemukakan bahwa perilaku seseorang ditentukan pula oleh

berbagai konseukuensi eksternal dari perilku tindakannya. Teori Thought and Feeling

Tim kerja dari organisasi Kesehatan Dunia atau WHO (1984) menganlisis bahwa yang menyebabkan seseorang berperilaku tertentu adalah karena adanya 4 alasan pokok. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dibawah ini:

Pernah selamat dan pertimbangan

Pernah selamat dan pertimbangan Orang sebagai referensi Orang sebagai referensi Pemahselamat dan pertimbangan Pemahselamat dan pertimbangan Pemahselamat dan pertimbangan Pemahselamat dan pertimbangan

Perilaku

Perilaku

Orang sebagai referensi Orang sebagai referensi

Sumber Daya

Sumber Daya Resource

(4)

Resource Kebudayaan

Kebudayaan Culture Culture

2.4 Teori Thougt and Feeling (WHO Model 1990)

Teori Lawrence Green

Lawrence Green (1980) menganalisis perilaku manusia terkait masalah kesehatan. Selanjutnya faktor perilaku itu sendiri terbentuk dari 3 faktor yaitu :

Keterangan :

: Pengaruh Langsung ; : Akibat Sekunder Nomor menunjukan urutan terjadinya tindakan.

Pendekatan Perilaku E Scot Geller

Menurut Geller (2001) menyatakan bahwa perubahan perilaku seseorang dapat dilakukan secara internal yaitu dengan berusaha mengubah cara berpikir sehingga diharapkan dapat mengubah perilaku, atau secara eksternal yaitu dengan berusaha mengubah perilaku sehingga diharapkan dapat terjadi perubahan cara berpikir. Proses pendekatan ini dapat dilihat pada gambar dibawah ini:

Geller mengklasifikasi penyebab perilaku menjadi 2 faktor seperti pada gambar dibawah ini

Manusia

(5)

Faktor Internal

Keadaan atau Sifat:

Persepsi • Sikap • Nilai-Nilai • Kepercayaan • Perasaan • Pemikiran • Kepribadian • Perhatian Faktor Internal Keadaan atau Sifat:

Persepsi • Sikap • Nilai-Nilai • Kepercayaan • Perasaan • Pemikiran • Kepribadian • Perhatian

(6)

Faktor Eksternal Perilaku: Pelatihan Pengawassan Peraturan • Pemenuhan • Pengenalan Faktor Eksternal Perilaku: Pelatihan Pengawassan Peraturan • Pemenuhan • Pengenalan

Sumber: E Scoot Geller, (2001).Working Safe. Lewis Publisher Bo Ration London. New York Washington, D.C, hlm 24

Gambar 2.3 Faktor Perubahan Perilaku Menurut Geller (2001)

(7)

Perilaku Tidak Selamat

Dalam Buku Bird dan Germain (1990) yang berjudul Practical Loss Control Leadership, Perilaku tidak selamat adalah perilaku yang dapat mengizinkan terjadinya suatu kecelakaan atau insiden. Perilaku tidak selamat merupakan salah satu penyebab langsung terjadinya kecelakaan. Jenis-jenis perilaku tidak selamat, yaitu :

Menurut Frank E. Bird dalam teori Loss Causation Model (Sklet, 2002), menyatakan bahwa jenis-jenis perilaku tidak selamat, yaitu :

• Melakukan pekerjaan tanpa wewenang • Gagal dalam memberi peringatan • Gagal dalam mengamankan

• Bekerja dengan kecepatan yang berbahaya • Membuat alat pengaman tidak berfungsi • Menghilangkan alat pengaman

• Menggunakan peralatan yang rusak • Menggunakan peralatan yang tidak sesuai • Tidak menggunakan APD dengan benar • Pengisian yang tidak sesuai

• dll

• Menurut HW. Heinrich (1980), perilaku tidak selamat terdiri dari : • Mengoperasikan peralatan dengan kecepatan yang tidak sesuai • Mengoperasikan peralatan yang bukan haknya

• Menggunakan peralatan yang tidak pantas • Menggunakan peralatan yang tidak benar

Membuat peralatan Safety menjadi tidak berfungsi • Kegagalan untuk memperingatkan karyawan lain • Dll

(8)

METODOLOGI

Jenis penelitian ini adalah deskriptif analitik dengan desain penelitian cross sectional, dimana variabel independen meliputi faktor internal (Persepsi, pengetahuan, motivasi) dan faktor eksternal (pengawasan, peraturan dan pelatihan) serta variabel dependen yaitu perilaku tidak selamat yang diukur pada waktu bersamaan Desain penelitian yang digunakan bersifat deskriptif. yakni dengan menggambarkan faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku tidak selamat di PT X dengan menggunakan kuesioner serta wawancara sebagai alat pengumpulan data pokok (Singarimbun, 1995)

Populasi yang akan diteliti adalah pekerja di PT X tahun 2014 pada bagian pengeboran untuk schedule satu, dimana jumlah seluruh pekerja berjumlah 32 orang. Teknik penentuan sampel dalam metode ini yaitu apabila semua anggota populasi digunakan sebagai sampel (Sugiyono, 2012)

HASIL & PEMBAHASAN

Dari total 30 responden diperoleh responden dengan umur termuda 21 tahun dan tertua 58 tahun, Dimana sebagian besar pekerja terbanyak pada rentang umur 29-36 tahun sebanyak 13 orang (43,3%), dan paling sedikit >52 tahun sebanyak 1 orang (3,3%) dan sisanya berada pada rentang usia 21-28 tahun, 37-44 tahun, 45-52 tahun. Sedangkan sebagaian besar merupakan lulusan SMA/SMK yaitu sebanyak 21 orang (70%) dan sisanya merupakan lulusan Diploma, Sarjana dan SMP. Dan dari keseluruhan responden, sebagaian besar bekerja lebih dari 2 tahun yaitu sebanyak 24 orang( 80%), dan sisanya 6 bulan-1 tahun serta 1-2 tahun. Sebagian besar responden berperilaku selamat yaitu sebanyak 19 orang (63,3%) dan sisanya berperilaku tidak selamat 11 orang ( 36,7 %).

Sebagian besar pekerja mempunyai pengetahuan yang baik yaitu sebanyak 18 orang (60%) dan sisanya 12 orang (40%) berpengetahuan kurang baik. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna dengan p value yaitu 0,26. Karena nilai

P-Value > 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara

pengetahuan dengan perilaku tidak selamat

Sedangkan untuk persepsi, sebagian besar besar mempunyai persepsi yang positif yaitu 17 orang (56,7 %) dan sisanya negatif yaitu sebanyak 13 orang (43,3%). Hasil uji statistik menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna dengan p value yaitu 0,02. Karena nilai P-Value < 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara persepsi dengan perilaku tidak selamat

Motivasi Sebagian besar bermotivasi tinggi yaitu 26 orang (86,7%) dan sisanya adalah 4 orang (13,3%). Hasil uji statistik menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna dengan p value yaitu 1,00. Karena nilai P-Value > 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa Tidak ada hubungan yang bermakna antara motivasi dengan perilaku tidak selamat

(9)

Sebagian besar pengawasan baik yaitu sebanyak 24 orang (80%) dan sisanya kurang baik sebanyak 6 orang (20%).Hasil uji statistik menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna dengan p value yaitu 0,156. Karena nilai P-Value > 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara pengawasan dengan perilaku tidak selamat Untuk peraturan K3, sebagian besar peraturan baik mengenai K3 sebanyak 19 orang (63,33%) dan sisanya yang menganggap peraturan k3 kurang baik yaitu sebanyak 11 orang (36,67). Hasil uji statistik menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna dengan p

value yaitu 1,0. Karena nilai P-Value > 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada

hubungan yang bermakna antara peraturan K3 dengan perilaku tidak selamat

Dan hasil penelitian mengenai pelatihan K3, sebagian besar baik yaitu sebanyak 17orang (56,67%) dan sisanya kurang baik yaitu sebanyak 13 orang (43,33%). Hasil uji statistik menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna dengan p value yaitu 0,023. Karena nilai P-Value < 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara pelatihan K3 yang diterapkan dengan perilaku tidak selamat

PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil penelitian sebagian besar responden berperilaku selamat yaitu sebanyak 19 orang (63,33%). Hal ini karena pekerja mempunyai persepsi dan pengetahuan yang baik. Selain dipengaruhi oleh faktor predisposisi seperti persepsi, pengetahuan dan dari individu pekerja, perilaku dipengaruhi pula oleh faktor pemungkin dan faktor penguat (Green, 1990). PT X merupakan perusahaan yang memiliki komitmen yang tinggi terhadap keselamatan, terdapat program penilaian kinerja, adanya STOP CARD, Sanksi yang tegas apabila pekerja melakukann pelanggaran. Serta Semua level jabatan termasuk Drill Site Manager, para supervisor dan Safety Officer dan Floorman juga memperlihatkan keterlibatan aktif dalam program pengamatan Behavior Based Safety, dan pengawasan terhadap perilaku yang tidak selamat dalam bekerja.

Berdasarkan Ramsey (1978) dalam Mc.Cormick & Ilgen (1985), selain melalui pelatihan, pengetahuan juga dipengaruhi oleh pengalaman dan kekuatan mengingat. Persepsi yang baik juga akan mempengaruhi pengetahuan. Sebagian besar responden telah bekerja di industri minyak dan gas bumi lebih dari 2 tahun yang didapat oleh responden selama masa kerjanya. Hal ini sesuai dengan pendapat Notoatmodjo yang mengatakan bahwa Pengetahuan dapat diperoleh dari pengalselamat sendiri maupaun orang lain. Di samping itu berdasarkan penelitian didapatkan sebagian besar responden memiliki persepsi yang baik sehingga memungkinkan terjadinya pengetahuan yang baik mengenai perilaku tidak selamat. Sedangkan dalam penelitian ini masih terdapat 12 orang (40%) yang mempunyai pengetahuan kurang baik. Berdasarkan hasil penelitian bahwa pengetahuan yang kurang baik berpeluang melakukan perilaku tidak selamat sebanyak 3 kali dibandingkan pengetahuan yang baik. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan tidak terdapat hubungan yang signifikan antara

(10)

pengetahuan dengan perilaku tidak selamat. Tindakan akan sesuai dengan pengetahuan apabila individu menerima isyarat yang cukup kuat untuk memotivasi dia bertindak sesuai dengan pengetahuannya. Sedangkan Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Perilaku seseorang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dibandingkan dengan perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Pekerja yang memiliki tingkat pengetahuan akan lebih berhati-hati dalam bekerja dan akan selalu bertindak selamat dalam pekerjaannya (Notoadmojo, 2010)

Berdasarkan penelitian di PT X Tahun 2014 sebagian besar responden memilki persepsi yang baik sebanyak 17 orang (56,7%). Persepsi dapat terbentuk karena pengaruh pengalselamat, keyakinan, fasilitas dan sosio budaya (Notoatmodjo, 2010). Robbins (1996) memandang penting persepsi karena persepsi akan sesuatu dapat saja berubah-ubah maknanya walaupun realitasnya sama saja. Adanya faktor situasi dan faktor target yang dapat mempengaruhi persepsi seseorang terhadap obyek. Persepsi juga sangat tergantung pada karakteritik individual seperti sikap, motivasi, kepentingan, pengalselamat, dan harapan. Jika kita ingin merubah perilaku tidak selamat seseorang, kita harus menyamakan persepsi dahulu

Berdasarkan penelitian di PT X Tahun 2014 sebagian besar responden memilki motivasi tinggi sebanyak 26 orang (86,7%). Dimana pilihan yang dikategorikan motivasi tinggi yaitu alasan mereka berperilaku secara selamat dalam bekerja. Dengan tinggi nya motivasi dapat diartikan sebagai alasan yang mendasari karyawan dalam hal berperilaku kerja selamat dalam bekerja. Dari Hasil uji statistik menunjukkan tidak ada hubungan yang bermakna antara motivasi dengan perilaku tidak selamat. Motivasi merupakan faktor pendorong untuk munculnya perilaku. Petersen dan Goodale (1988) menyebutkan bahwa motivasi yang ditimbulkan oleh banyak faktor dapat mempengaruhi kinerja keselamatan kerja, seperti faktor suasana kerja, kepuasan, kemampuan, kesenangan terhadap pekerja, dan adanya organisasi. Berdasarkan hasil Penelitian sebagian besar responden menyatakan pengawasan mendukung sebanyak 24 orang (80%). Hasil perhitungan odds rasio mennjukkan bahwa responden yang menyatakan pengawasan kurang mendukung cenderung 5 kali berperilaku tidak selamat daripada responden yang menyatakan pengawasan mendukung. Menurut Azwar (1998) bahwa dengan adanya pengawasan dan peraturan yang mengikutinya merupakan salah satu faktor kental yang akan mempengaruhi perilaku seseorang. Selanjutnya Gibson (1996) menyatakan bahwa pengawasan merupakan salah satu faktor lingkungan di tempat kerja, tepatnya sebagai variabel organisasi yang dapat mempengaruhi munculnya perilaku tidak selamat apabila pengawasan dari pengawas rendah..

Berdasarkan Hasil Penelitian sebagian besar responden menyatakan peraturan K3 baik yaitu sebanyak 19 orang (63,33%). Bedasarkan hasil penelitian menunjukkan tidak ada hubungan yang bermakna antara peraturan K3 dengan perilaku tidak selamat. Menurut Geller (2001) menyatakan bahwa penerapan perilaku selamat pada umnya menyebabkan karyawan merasa kurang nyselamat (comfortable). Untuk itu perlu sesuatu yang harus ada untuk membuat karyawan tersebut tetap menerapkan perilaku kerja selamat atau harus disiapkan sebuah konsekuensi jika karyawan tidak menerapkan perilaku kerja selamat. Konsekuensi yang diberikan bisa dalam bentuk peraturan yang didalamnya mengatur tentang hukuman

(11)

(punishment) serta penghargaan (reward). Lebih lanjut Geller (2001) mengatakan bahwa hasil atau kefektifan dari konsekuensi peraturan tersebut sangat dipengaruhi oleh bentuk peraturan yang ada

Berdasarkan penelitian di PT X Tahun 2014 sebagian besar pelatihan sudah baik sebanyak 17 orang (56,7%). Dan dari Uji statistik menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara pelatihan K3 dengan perilaku tidak selamat. Hal ini sesuai dengan teori Soekidjo yang menyatakan bahwa, pelatihan atau training adalah salah satu bentuk proses pendidikan, dengan pelatihan maka sasaran belajar akan memperoleh pengalselamat-pengalselamat belajar yang akhirnya akan menimbulkan perubahan perilaku mereka. Tujuan pokok dari pelatihan adalah menambah kemampuan dan keterampilan seseorang dalam melaksanakan pekerjaannya. Pelatihan merupakan komponen utama dari beberapa program keselamatan dan kesehatan kerja, melalui pendidikan dan pelatihan, pekerja mengetahui faktor-faktor bahaya di tempat kerja, risiko bahaya, kerugian akibat kecelakaan yang ditimbulkan, bagaimana cara kerja yang baik, serta tanggung jawab dan tugas dari manajemen dalam meningkatkan kewaspadaan mereka terhadap bahaya (ILO, 1998).

KESIMPULAN

Berdasarkan Dari total 30 responden, Sebagian besar responden berusian 29-36 sebanyak 13 orang, sedangkan untuk pendidikan sebagian besar tamatan SMA/SMK sebanyak 24 orang serta untuk lama kerja sebagian besar responden bekeja lebih dari 2 tahun yaitu sebanyak 26 orang. Untuk Perilaku Tidak Selamat, dari total 30 responden Sebagian besar responden berperilaku selamat yaitu sebanyak 19 orang tetapi terdapat perilaku tidak selamat sebanyak 11 orang. Untuk variabel independen yaitu Faktor Internal yaitu sebagian besar kategori baik, walaupun masih terdapat reponden yang kategori kurang baik. Untuk variabel independen yaitu faktor eksternal sebagian besar sudah kategori baik, walaupun masih terdapat yang kurang baik. Untuk faktor internal, Terdapat hubungan yang bermakna antara persepsi mengenai perilaku tidak selamat dengan perilaku tidak selamat, Sedangkan untuk faktor eksternal terdapat hubungan yang bermakna antara pelatihan K3 dengan perilaku tidak selamat

(12)

SARAN

Meskipun sebagian besar responden melakukan perilaku selamat tetapi masih terdapat perilaku tidak selamat. Perilaku tidak selamat tersebut tetap berpotensi menyebabkan terjadinya kecelakaan . Beberapa cara untuk mencegahnya yaitu dengan Bisa melalui Hirarki of control yaitu meliputi Eliminasi, Subsitusi, Isolasi, Administrasi, Engineering dan APD serta meningkatkan program Stop Work Authority dimana setiap pekerja diberikan wewenang untuk menghentikan pekerjaan jika mengamati adanya tindakan atau kondisi yang tidak selamat.

Pelatihan K3 lebih sering diadakan karena merupakan salah satu program untuk memelihara dan meningkatkan persepsi, pengetahuan, sikap serta kemampuan menghindari bahaya di tempat kerja. Pelatihan tidak hanya diberikan pada level kepala seksi atau foreman saja, tetapi untuk operator juga. Jenis pelatihan pun sebaiknya disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing karyawan

Untuk mendukung program pelatihan, dilakukan pre test dan post test, sehingga dapat mengetahui sejauh mana efektifitas dan efisiensi dari pelatihan tersebut

Untuk mengetahui lebih mendalam mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku tidak selamat pada pekerjaaan yang spesifik, maka dapat dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui gambaran yang dinginkan

(13)

DAFTAR PUSTAKA

Azwar, Asrul. 1996. Pengantar Ilmu Kesehatan Masyarakat. FK-UI.Colling

Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur penelitian suatu pendekatan aplikasi. Jakarta:PT Rineka Cipta

Bird, E, F and Germain, G, L. 1990. Practical Loss Control Leadership. Edisi Revisi. USA : Division Of International Loss Control Institute

Geller, E Scoot. 2001. Working Safe. USA: Lewis Publisher

Gibson, James L. 1996. Organisasi: Perilaku, Struktur, dan Proses. Jakarta: Erlangga. Heinrich, H.W. Industrial Accident Prevention: A Safety Management Approach. New York: McGraw-Hill Inc, 1980.

International Labour Office (ILO). Pencegahan Kecelakaan, Buku Pedoman. trans. Adiwardana. Jakarta: PT Pustaka Binselamat Pressindo, 1989

Keisuke, Nakamura (et al). 2005. Perspektif Manajemen Sumber Daya Manusia. Depok: Pusat studi Jepang Universitas Indonesia.

McCormick, Ernest J., & Ilgen, Daniel R. (1985) Industrial & Organizational

Psychology. New Delhi : Prentice Hall of India.

Munandar, Ashar Sunyoto. 2001. Psikologi Industri & Organisasi. Jakarta : UI Press Notoatmodjo, Soekidjo. 2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta

Notoatmodjo, Soekidjo. 2012. Promosi Kesehatan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta

O’Dea, Angela & Flin, Rhona. (2003). The Role of Managerial Leadership in

Determining Workplace Safety Outcomes. Univeristy of Aberdeen for Health & Safety

Executive.

Permenaker No. 04/MEN/1993 tentang Jaminan Kecelakaan Kerja). Peraturan Menteri Tenaga kerja No. 3 tahun 1998

Petersen, Dan, 1988. Safety Managemant A Human Approach, Aloray Inc. Proffesional and Academic Publisher Goshen, New York

Racmat, Jalaludin, 1985. Psikologi Komuikasi, Remaja Karya, Bandung

Robbins, Stephen P. (1996). Perilaku Organisasi : Konsep, Kontroversi, Aplikasi. Jakarta : PT. Prenhallindo

Sartilo Wirawan Sarwono.2005. Teori-Teori Psikologi Sosial. PT RajaGrafindo Persada.Jakarta

Siagian, Sondang P. 2004. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Bumi Aksara Singarimbun, Masri. 1995. Metode Penelitian Survey. PT. Pustaka LP3ES. Jakarta.

(14)

Thoha, Miftah. 2003. Perilaku Organisasi Konsep Dasar dan Aplikasi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada

Roughton, James E. and James J. Mercurio. Developing an Effective Safety Culture: a

Leadership Approach. USA: Butterworth Heinemann, 2002

Aldo. 2009. ” Gambaran Aspek Perilaku Kerja Selamat Melalui Metode ABC (Antecedents-Behaviour-Consequences) pada Pekerja di Divisi Steel Tower PT. Bukaka Teknik Utama, Tbk. 2009”.

Hartshorn, Don Occupational Hazards; (1998). Worker and Punishment. 60, 10; ProQuest pg. 112

Sholihin Shiddiq, Atjo Wahyu, Masyitha Muis. 2013 HUBUNGAN PERSEPSI K3

KARYAWAN DENGAN PERILAKU TIDAK SELAMAT DI BAGIAN PRODUKSI UNIT IV PT. SEMEN TONASA TAHUN 2013

Lubis, Sari, Halinda. 2000. Analisis Faktor-Faktor yang Berhubungan terhadap

Kecelakaan yang terjadi di Perusahaan Keramik PT. X Cikarang.

Pangesty. ”Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Penggunaan Alat

Pelindung Telinga (APT) pada Pekerja di Unit Stamping PT. IPPI Tahun 2007”.

Gambar

Gambar 2.3 Faktor Perubahan Perilaku Menurut Geller (2001)

Referensi

Dokumen terkait

Adapun perbedaan yang dilakukan penelitian ini yaitu terletak pada pendukung keputusan terhadap mutu penilaian yang menggunakan konsep ETL dalam penerapan data

Tanaman sela dari jenis kacang-kacangan (kedelai dan kacang hijau) di antara tanaman jarak pagar yang sudah direhabilitasi pada tahun kedua memberikan hasil biji

Arismanto Kuala Kapuas, 15 Maret 1978 V SLTA V Kantor Kalteng Kapuas Mantangai Rumah Kalteng Kapuas. Kusrini Pudjiastuty, SP V S-1 V Kantor Kalteng

Tokoh- tokoh yang ikut mewarnai keberadaan daerah ini sejak dari Panjer sampai menjadi Kabupaten Kebumen sangat dipercaya oleh masyarakat akan kemampuannya (kesaktiannya)

Kanker serviks adalah penyakit akibat tumor ganas pada daerah mulut rahim sebagai Kanker serviks adalah penyakit akibat tumor ganas pada daerah mulut rahim sebagai akibat dari

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, dapat diambil kesimpulan: 1) Sumber energi alternatif yaitu briket arang dapat dibuat dari bahan dasar limbah biomassa

Sebagai suatu ideologi bangsa dan Negara Indonesia maka pancasila pada hakikatnya bukan hanya merupakan suatu hasil perenungan atau pemikiran seseorang atau

Untuk mencapai tujuan yang diinginkan, pihak dosen dan mahasiswa harus memiliki ikatan kerja sama yang baik, seperti memberikan trik belajar yang menarik dalam sesi teori dan