• Tidak ada hasil yang ditemukan

EVALUASI PEMANFAATAN FODDER SEBAGAI PAKAN UNTUK TERNAK RUMINANSIA. Evaluation of Fodder Utilization as A Feed for Ruminants

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "EVALUASI PEMANFAATAN FODDER SEBAGAI PAKAN UNTUK TERNAK RUMINANSIA. Evaluation of Fodder Utilization as A Feed for Ruminants"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

EVALUASI PEMANFAATAN FODDER SEBAGAI PAKAN UNTUK TERNAK RUMINANSIA

Evaluation of Fodder Utilization as A Feed for Ruminants

Danang W. Sunandar

1

, Reski S. Yuliasti

1

, Amaliah S. Nurman

1

, dan U. Sara

2

1

Program Studi Penyuluhan Peternakan & Kesejahteraan Hewan, Politeknik Pembangunan Pertanian Gowa

2

Jurusan Peternakan, Politeknik Pembangunan Pertanian Gowa e-mail: [email protected]

Received: 20 Januari; Accepted: 8 Februari 2020; Published: 30 Juni 2020

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk membuat sistem yang mudah dikembangkan sebagai pakan alternatif pada musim kemarau melalui Organic Fodder System (OFS). Penelitian dilakukan dengan metode deskriptif dengan menggunakan kriteria keaktifan ternak sebagai tolak ukur pengamatan. OFS terbuat dari rak-rak yang digunakan untuk menempatkan baki atau nampan. Selanjutnya gabah direndam selama 12-24 jam di air yang bersih kemudian disemai dalam baki yang disimpan di dalam ruangan gelap selama 1 hari.

Penyiraman dilakukan secara otomatis menggunakan springkel agar benih selalu lembab. Dalam 2 hari benih sudah mulai berkecambah. Penyiraman ini dilakukan secara terus menerus selama ± 2 minggu hingga fodder tumbuh dengan ketinggian sekitar 15-20 cm. Setelah itu, pada umur 11-14 hari bisa dilakukan pemanenan dengan menggulung bibit beserta akarnya kemudian fodder siap diberikan kepada ternak.

Kedua jenis fodder yang diuji cobakan dianalisis proksimat untuk mengetahui kandungan nutrisi. Hasil ujicoba fodder pada ternak kambing dan sapi menunjukkan hasil yang positif dari segi palatabilitas. Secara umum fodder dapat diberikan kepada semua jenis ternak ruminansia dan unggas tertentu.

Kata Kunci: Fodder, gabah, organik, ruminansia

ABSTRACT

This study aims to make a system that is easily developed as an alternative feed in the dry season through the Organic Fodder System (OFS). The study was conducted with a descriptive method using livestock activity criteria as a benchmark of observation. OFS is made of shelves used to place trays or trays.

Furthermore, grain is soaked for 12-24 hours in clean water and then sown in a tray that is stored in a dark room for 1 day. Watering is done automatically using sprinklers so that the seeds are always moist.

Within 2 days the seeds have begun to germinate. This watering is done continuously for ± 2 weeks until the fodder grows with a height of about 15-20 cm. After that, at the age of 11-14 days harvesting can be done by rolling the seeds and their roots and then the fodder is ready to be given to the livestock. Both types of fodder tested were proximate analyzed to determine nutrient content. The results of fodder trials on goats and cattle showed positive results in terms of palatability. In general, fodder can be given to all types of ruminants and certain poultry.

Keywords: fodder, grain, organic, ruminant

PENDAHULUAN

Pakan adalah faktor utama dalam keberhasilan sebuah industri peternakan. Pakan ternak ruminansia pada dasarnya adalah hijauan.

Kuantitas dan kualitas hijauan pakan sangat menentukan produktifitas ternak ruminansia.

Faktor musim menjadi salah satu faktor penentu

ketersediaan pakan, khususnya hijauan. Fluktasi

ketersediaan pakan hijauan secara periodik selalu

terjadi setiap tahun, kelebihan pada saat musim

penghujan dan kekurangan selama musim

kemarau (Handayanta, dkk., 2015). Peternak

berusaha semaksimal mungkin untuk mencukupi

(2)

persediaan pakan bagi ternaknya pada musim kemarau.

Kemudahan atau kesulitan peternak dalam menyediakan sumber pakan merupakan salah satu factor yang mempengaruhi kelangsungan usaha pemeliharaan ternaknya. Hal ini mengindikasikan bahwa peternak dalam memperoleh pakan hijauan tidak mudah.

Berbagai inovasi muncul dalam dunia peternakan seperti penggunaan pakan komplit dan konsentrat untuk meningkatkan berat badan ternak. Langkah tersebut memang cocok, namun tidak sejalan dengan kebiasaan dan kebutuhan ternak akan hijauan. Hijauan sebagai sumber serat tidak dapat dihilangkan karena serat memiliki peranan penting dalam pencernaan ruminansia. Tingkat serat kasar dalam ransum sangat berpengaruh terhadap performa dan pertumbuhan ternak (Anaoegwa dkk., 1989;

Varastegani dan Dahlan, 2014). Serat kasar dibutuhkan ternak untuk merangsang gerakan saluran pencernaan, pada ternak ruminansia serat kasar digunakan sebagai sumber energi (Has, dkk., 2014). Kekurangan hijauan perlu dicegah dengan penyediaan pakan hijauan yang mudah dan cepat, tanpa terpengaruh oleh iklim. Salah satu solusi yang tepat adalah dengan Organic Fodder System (OFS).

OFS adalah sistem tanam tanpa menggunakan media tanam tanah sebagai media utamanya. Sistem ini menggunakan sistem organik. Sistem organik sama sekali tidak tergantung pada bahan kimia. Sinar matahari dan hujan merupakan kekuatan alam yang secara langsung akan mengatur keseimbangan kehidupan alami (Sutanto, 2002). OFS mampu menghasilkan hijauan pakan yang memiliki nutrisi yang berkualitas dengan biaya rendah dan dalam waktu yang singkat. OFS tidak tergantung dengan musim, sehingga dapat diaplikasikan sepanjang tahun. OFS sangat cocok untuk dijadikan solusi bagi peternak yang tidak memiliki lahan yang cukup luas untuk menghasilkan pakan hijauan.

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat

Kegiatan ini dilakukan pada tanggal 25 November sampai dengan 5 Desember 2019 di Politeknik Pembangunan Pertanian Gowa dan Laboratorium Bioteknologi Terpadu Peternakan, Universitas Hasanuddin.

Alat dan Bahan

Peralatan yang digunakan dalam karya tulis ilmiah ini antara lain rak besi dengan panjang 3 meter, lebar 1 meter dan tinggi masing-masing rak ke satu rak yang lain adalah 40 cm, nampan yang berukuran 35 cm x 26 cm, saringan dan ember. Bahan yang digunakan dalam karya tulis ilmiah ini adalah benih padi.

Metode Pelaksanaan

Metode pelaksanaan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Penyamaian Benih

Benih yang akan digunakan terlebih dahulu disortir dengan cara direndam dalam air selama 15 menit. Benih yang mengambang kemudian dibuang. Selanjutnya benih dicuci kembali dan direndam dalam air selama 12- 24 jam. Setelah 24 jam benih diangkat dan ditiriskan kemudian disebar sebanyak 200 gr pada setiap nampan lalu disimpan dalam ruangan yang gelap selama 24 jam.

Penyimpanan dalam ruangan yang gelap dapat membantu benih lebih cepat berkecambah.

2. Pemindahan ke Instalasi

Nampan yang berisi benih yang telah berkecambah kemudian dipindahkan ke instalasi fooder. Instalasi terbuat dari besi dan disusun dengan model bertingkat. Jarak antar tingkatnya adalah 40 cm agar tidak mengganggu laju pertumbuhan fooder.

Model bertingkat memungkinkan fooder dapat tersiram semua pada saat dilakukan penyiraman. Instalasi juga dilengkapi sprinkle yang berfungsi sebagai sistem penyiraman fooder. Penyiraman dilakukan 2 jam sekali agar fodder selalu dalam keadaan basah. Setelah 7-8 hari fooder dapat diberikan kepada ternak

Analisis Kandungan Nutrisi

Sampel yang berbentuk segar dan kering dimasukkan kedalam pot sampel dan dianalisis proksimat, kadar air berdasarkan metode SNI 01- 2891-1992, kadar abu dengan metode AOAC 942.05, protein kasar dengan metode AOAC 984.

13, lemak kasar dengan metode AOAC 920.39, dan serat kasar dengan metode AOAC 962.09.

Analisis dilakukan di Laboratorium Bioteknologi

Terpadu Peternakan, Universitas Hasanuddin.

(3)

Uji Coba pada Ternak Ruminansia

Uji Coba pada ternak Kambing dan Sapi dilakukan dengan parameter acuan keaktifan yaitu: + (tidak aktif)., ++++ (sangat aktif).

Parameter yang digunakan dalam uji coba palatabilitas ternak ruminansia terhadap fodder terdiri dari daya tarik, frekuensi makan, lama ditempat pakan, dan lama mengunyah. Daya tarik merupakan ketertarikan ternak terhadap satu atau lebih bahan pakan yang dapat merangsang nafsu makan ternak. Frekuensi makan menggambarkan gabungan antara tingkat ketertarikan dan tingkat kesukaan pada ternak. Lama ditempat pakan

adalah waktu yang dibutuhkan ternak untuk menghabiskan fodder yang berada ditempat pakan setelah diberikan. Lama mengunyah adalah waktu yang dibutuhkan ternak untuk mengunyah fodder hingga habis.

HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Kandungan Nutrisi

Hasil analisis proksimat (Tabel 1) menunjukkan bahwa kandungan nutrisi pada fodder segar dan fodder kering berbeda. Kadar air pada fodder segar adalah 80,97% berbeda jauh dengan fodder kering yang kandungan airnya hanya 7,72%.

Tabel 1. Kandungan nutrisi fodder segar dan fodder kering

Parameter Sampel

Fodder Segar Fodder Kering

Kadar air (%) Kadar abu (%BK) Protein kasar (%BK) Lemak kasar (%BK) Serat kasar (%BK)

80.97 8.78 13.32

2.48 28.87

7.72 9.27 12.50

2.21 29.47

Hasil Analisis Laboratorium Bioteknologi Terpadu Peternakan, Fakultas Peternakan, Universitas Hasanuddin, 2019.

Hasil proksimat Kadar abu fodder segar adalah 8,78% tidak berbeda jauh dengan kadar abu pada fodder kering yang kadar abunya 9,27%. Hal ini sesuai dengan pendapat Saputro (2018) bahwa semakin banyak mineral yang terkandung didalam fodder, maka kandungan mineral dalam bahan juga akan semakin kecil.

Protein kasar fodder segar pada hasil uji laboratorium adalah 13,2% tidak berbeda jauh dengan protein kasar pada fodder kering yaitu 12,50%. Hal ini dikarenakan ternak ruminansia tidak membutuhkan protein yang bermutu tinggi.

Hal ini sesuai dengan pendapat Talaf (1981) yang menyatakan bahwa ternak ruminansia tidak memerlukan protein yang bermutu tinggi dalam makanannya, karena dalam rumennya terdapat jasad renik yang akan menghasilkan protein yang bernilai tinggi karena mengandung asam amino yang sama dengan asam amino tubuh ternak.

Lemak kasar fodder segar dan fodder kering tidak berbeda jauh. Lemak kasar fodder segar yaitu 2,48%, sedangkan lemak kasar fodder kering 2,21%.

Kandungan lemak kasar yang terlalu tinggi pada bahan pakan ternak ruminansia juga tidak terlalu bagus karena dapat mengganggu proses fermentasi bahan pakan dalam rumen

ternak (Kurniati, 2016). Menurut (Preston, dan Leng, 1987) menyatakan bahwa standar kandungan lemak kasar bahan pakan ternak ruminansia beriksar di bawah 5%. Hasil uji laboratorium kandungan serat kasar pada fodder segar dan fodder kering tidak berbeda nyata dan bermutu tinggi. Serat kasar fodder segar 28,87%, sedangkan fodder kering 29,47%. Hal ini dikarenakan kebutuhan energi ternak ruminansia sebagian besar berasal dari serat kasar. Hal ini sesuai dengan pendapat Martini dan Sitompul (2015) bahwa ruminansia dapat mencerna serat dengan baik, dimana 70-80% dari kebutuhan energinya berasal dari serat. Serat kasar memiliki hubungan yang negatif dengan kecernaan, semakin rendah serat kasar maka semakin tinggi kecernaan ransum (Arora, 1989).

Uji Palatabilitas

Uji palatabilitas digunakan sebagai indikator untuk mengetahui seberapa besar ternak kambing menyukai pakan dalam bentuk fodder.

Hasil uji palatabilitas selama kegiatan

ditampilkan pada Tabel 2 dan 3. Palatabilitas

didefinisikan sebagai respon yang diberikan oleh

ternak terhadap pakan yang diberikan (Cruch dan

Pond, 1998).

(4)

Tabel 2. Uji Coba pada Ternak Kambig dilakukan dengan Parameter Palatabilitas

Kriteria Keaktifan

Segar Kering

Daya Tarik +++ ++++

Frekuensi Makan ++ ++

Lama ditempat Pakan +++ +++

Lama Mengunyah +++ +++

Berdasarkan uji coba palatabilitas pada ternak kambing terhadap fodder memiliki respon yang positif. Daya tarik ternak kambing terhadap fodder segar memiliki nilai +++ (aktif) sedikit lebih rendah bila dibandingkan dengan ketertarikan ternak kambing terhadap fodder kering yang memiliki nilai ++++ (sangat aktif).

Hal ini dikarenakan karena pada dasarnya ternak kambing menyukai rasa manis dan hambar. Hal ini sesuai dengan pendapat Syukur (2014) bahwa kambing lebih menyukai pakan rasa manis dan hambar daripada asin/pahit. Palatabilitas merupakan sifat performasi bahan-bahan pakan akibat dari kondisi fisik dan kimiawinya. Sifat tersebut dicerminkan oleh organoleptik, seperti kenampakan, bau, rasa (hambar, asin, manis, pahit), tekstur, dan suhunya. Hal inilah yang menumbuhkan daya tarik dan merangsang ternak untuk mengonsumsinya (syukur, 2016).

Hasil uji coba lama mengunyah ternak terhadap fodder segar dan fodder kering relatif sama dan memiliki nilai +++ (aktif). Hal ini dikarenakan karena fodder mengandung serat

kasar yang tinggi. Fraser (1990) menyatakan bahwa semakin tinggi serat kasar pada pakan maka ternak memerlukan banyak waktu untuk mengunyah.

Frekuensi makan yaitu menggambarkan gabungan antara tingkat ketertarikan dan tingkat kesukaan pada ternak. Pada hasil uji coba menunjukkan bahwa frekuensi makan kambing lebih aktif pada fodder kering dibandingkan fodder segar. Hal ini dikarenakan fodder kering memiliki bau yang lebih wangi sehingga ternak kambing lebih menyukai fodder kering.

Lama fodder di tempat pakan dan lama mengunyah ternak saling berkaitan dan memiliki nilai +++ (aktif). Hal ini dikarenakan apabila ternak mampu mengunyah pakannya dengan cepat maka pakan juga akan semakin cepat berada di tempat pakan. Begitu juga sebaliknya apabila ternak mengunyah pakannya dengan lambat maka semakin lama pula pakan berada ditempat pakan. Daya tarik ternak kambing terhadap fodder segar dan kering dapat dilihat pada gambar 1.

(a) (b)

Gambar 1. Daya Tarik Ternak Kambing terhadap Fodder. (a) daya tarik terhadap fodder segar, (b) daya tarik terhadap fodder kering.

Berdasarkan uji coba palatabilitas pada ternak sapi terhadap fodder memiliki respon yang positif. Daya tarik ternak sapi terhadap fodder segar memiliki nilai ++++ (sangat aktif) sedikit lebih tinggi bila dibandingkan dengan

ketertarikan ternak kambing terhadap fodder

kering yang memiliki nilai +++ (aktif). Syukur

(2014) menyatakan bahwa hewan bertanduk ini

lebih menyukai rumput segar, bertekstur baik

dengan kandungan nitrogen (N) dan fosfor (F).

(5)

Frekuensi makan yaitu menggambarkan gabungan antara tingkat ketertarikan dan tingkat kesukaan pada ternak. Pada hasil uji coba menunjukkan bahwa frekuensi makan sapi terhadap fodder segar dan fodder kering relatif sama dan memiliki nilai ++++ (sangat aktif).

Lama fodder di tempat pakan dan lama mengunyah ternak saling berkaitan dan memiliki nilai +++ (aktif). Hal ini dikarenakan apabila ternak mampu mengunyah pakannya dengan

cepat maka pakan juga akan semakin cepat berada di tempat pakan. Begitu juga sebaliknya apabila ternak mengunyah pakannya dengan lambat maka semakin lama pula pakan berada ditempat pakan.

Hasil uji coba lama mengunyah ternak terhadap fodder segar dan fodder kering relatif sama dan memiliki nilai +++ (aktif). Daya tarik ternak sapi terhadap fodder segar dan kering dapat dilihat pada gambar 2.

Tabel 3. Uji Coba pada Ternak Sapi dilakukan dengan Parameter Palatabilitas

Kriteria Keaktifan

Segar Kering

Daya Tarik ++++ +++

Frekuensi Makan ++++ ++++

Lama ditempat Pakan +++ +++

Lama Mengunyah +++ +++

(a) (b)

Gambar 2. Daya Tarik Ternak Sapi terhadap Fodder. (a) daya tarik terhadap fodder segar, (b) daya tarik fodder kering.

PENUTUP Kesimpulan

Organic Fodder System (OFS) adalah sistem tanam tanpa menggunakan media tanam tanah sebagai media utamanya. Cara pembuatan OFS diawali dengan pembuatan instalasi fodder yang terbuat dari basi model bertingkat, lalu dilakukan penyemaian benih yang akan digunakan sebagai bahan utama fodder. Hasil analisis proksimat menunjukkan fodder segar dan kering memiliki kandungan nutrisi yang tinggi terutama serat kasar yang menjadi sumber energi utama ternak ruminansia. Hasil uji coba palatabilitas menunjukkan respon yang positif.

Parameter palatabilitas diukur dari daya tarik, frekuensi makan, lama mengunyah dan lama

ditempat pakan menunjukkan respon yang aktif dari ternak kambing dan sapi.

Saran

Berdasarkan hasil dan pembahasan yang telah dilakukan maka disarankan untuk pemberian pada ternak perludilakukan pembiasaan sebelumnya aar ternak dapat melakukan adaptasi terhadap fodder, perlu pemberian cahaya pada instalasi fodder baik siang maupun malam hari, penyiraman sebaiknya menggunakan springkel otomatis.

DAFTAR PUSTAKA

Arora, S.P. 1989. Pencemaran Mikroba pada

Ruminansia. Gadjah Mada Universitity

Press .Yogyakarta.

(6)

Buntaram. 2016. Uji Efektivitas Pupuk Organik Cair (Poc) Terhadap Pertumbuhan Dan Produksi Tanaman Jagung (Zea mays L.), dan Sifat Kimia Tanah Pada Tanah Ultisol Cijayanti (Skripsi). Bogor (ID):

Institut Pertanian Bogor.

Cendana, Savana. 2016. Pengaruh model pemeraman dan kondisi cahaya terhadap perkecambahan benih pinang (area catechu, L.). Jurnal Pertanian Lahan Kering, 1(2): 74-76.

Chrisdiana, R. 2018. Quality and quantity of sorghum hydroponic fodder from different varieties and harvest time. In IOP Conference Series : Earth and Environmental Science. Diponegoro University. Semarang

Cruch, D., W. G. Pond. 1988. Basic Animal Nutritiont and Feeding. 3rd Ed. John Willey and Sons. New York.

Fraser, A. F., D.M. Broom. 1990. Farm Animal Behaviour and Welfare. Baillliere Tindel Publisher. London

Friday O., L. Anaoegwa., V.H. Varel, J.S.

Dickson, W.G. Pond And L. Krook.

1989. Effect of dietary fiber and protein concentration on growth, feed efficiency, visceral organ weights and lage intestine microbial populations of wine. J. Nutr.

119: 879-886.

Haryanto, B dan Thalib. 2009. Etimasi metana dari fermentasi enterik: kontribusinya secara nasional dan faktor-faktor yang mempengaruhinya terhadap ternak.

WARTAZOA, 19 (4): 157-165.

Harytano, Budi. 2012. Perkembangan penelitian nutrisi ruminansia. WARTAZOA, 22 (4): 169-177 .

Has, H., A. Napirah., A. Indi. 2014. Efek peningkatan serat kasar dengan menggunakan daun murbei dalam ransum broiler presentase bobot saluran pencernaan. JITRO, 1(1): 63-69.

Handaryanta, E., E. T. Rahayu, M. A. Wibowo.

2015. Aksebilitas sumber pakan ternak ruminansia pada musim kemarau di daerah pertanian lahan kering. Jurnal Sains Peternakan, 13 (2): 105-112.

Janah. 1988. Beternak Kambing. C.V Yasaguna.

Jakarta.

Kumalasari, N. R., A.T. Permana., R. Silvia., A.

Martina. 2017. Interaction of Fertilizer, Light Intensity and Media on Maize

Growth in Semi-Hydroponic System for Feed Production. In The 7th International Seminar on Tropical Animal Production.

Yogyakarta.

Kurniati, 2016. Kandungan Lemak Kasar, Bahan Organik, dan Bahan Ekstrak tanpa Nitrogen Silase Pakan Lengkap Berbahan Utama Batang Pisang (Musa Paradisiaca) dengan Lama Inkubasi yang Berbeda. Skripsi. Universitas Hasanuddin. Makassar.

Leyko. 2015. Silase pakan kambing keuntungan dan resiko.https://kambingjoynim.com/s ilase-pakan-kambing-keuntungan-dan- resiko/Diakses pada 3 Januari 2020 Martini, S., S. Saulina. 2005. Penetapan serat

kasar dalam pakan ternak tanpa ekstraksi lemak. Prosesiding Temuteknisi Nasional Tenaga Fungsional Pertanian, Hal 96-99.

Naifa, R., Oktovianus, R. Nahak T.B., A.A.

Dethan. 2015. Kualitas nutrisi silase rumput gajah (pennisetum purpureum) yang diberi dedak padi dan jagung giling dengan level berbeda. Journal of Animal Science, 1 (1) 6–8

Parakkasi, A. 1999. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminansia. Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta.

Preston, T.R. and Leng. 1987. Matching Ruminant Production System with Available Resources in The Tropics.

Penambul Books. Armidale.

Rianto, E dan E Purbowanti. 2010. Panduan Lengkap Sapi Potong. Penebar Swadaya, Jakarta.

Rianto, E., D. Anggalina., S. Dartosukarno., A.

Purnomoadi. 2006. Pengaruh metode pemberian pakan terhadap produktivitas domba ekor tipis. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner, Hal 361-365.

Saputro, A., L. Iwan., S.R. Angga Prastiya. 2018.

Hydroponic agriculture maize fodder as feed substitution on livestock to increase sapera’s goat production, 1(2): 16-9.

Santoso, B.B. dan Hariyadi. 2008. Metode pengukuran luas daun jarak pagar (Jatropha Curcas L). MAGROBIS – Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian, 8(1): 17-22.

Siregar, S. 1994. Ransum Ternak Ruminansia.

Penebar Swadaya. Jakarta.

(7)

Soedono, Reksohadiprojo. 1984. Pengantar Ilmu Peternakan Tropik. BPFE. Yogyakarta.

Soetanto, H. 2002. Kebutuhan gizi ternak ruminansia menurut stadia fisiologinya.

Fakultas Peternakan. Universitas Brawijaya, Malang.

Sugeng, Y.B. 1998. Beternak Sapi Potong.

Penebar Swadaya. Jakarta.

Susanto, R. 2002. Penerapan Pertanian Orgaink:

Menuju Pertanian Alternatif dan Berkelanjutan. Penerbit Kansius.

Yogyakarta.

Syukur, Abdul. 2014. Bisnis Pembibitan Kambing. Penebar Swadaya. Jakarta.

Tafal, Z.B. 1981. Ranci Sapi. Bhratara Karya Aksara. Jakarta.

Varastegani A. And Dahlan I. 2014. Influance of dietery fiber levels on feed utilization and growth performance in poultry. J Anim.

Pro. Adv., 4(6): 442-429.

Wahyono, T., S.N.W. Hardani, & I. Sugoro.

2018. Low irradiation dose for sorghum seed sterilization: hydroponic fodder system and in vitro study. Buletin Peternakan, 42(3): 215-221.

Widyobroto, B.P., S.P.S. Budhi, A. Agus. 2008.

Effect of undegraded protein and energy level on intake and digestibility on nutrient and blood metabolite in diary cows. Animal Production-Unsoed, 102(7): 972-979.

Yusmadi. 2008. Kajian mutu dan patabilitas silase dan hay ransum komplit berbaris sampah organik primer pada kambing peranakan etawa. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Zulfan, Muhammad Daud. 2018. Teknologi

Formulasi Ransum Unggas. Penerbit

Syiah Kuala University Press. Banda

Aceh.

Gambar

Tabel 2. Uji Coba pada Ternak Kambig dilakukan dengan Parameter Palatabilitas
Tabel 3. Uji Coba pada Ternak Sapi dilakukan dengan Parameter Palatabilitas

Referensi

Dokumen terkait

Dengan demikian dipandang perlu untuk dilakukan suatu kajian tentang potensi pakan asal limbah tanaman pangan dan daya dukungnya terhadap populasi ternak ruminansia

Lokasi pengambilan sampel pemanfaatan mangrove sebagai sumber pakan ternak ruminansia dilakukan pada peternak yang berada di Kelurahan Belawan Sicanang Kecamatan

Sesuai dengan prilaku dan pola konsumsi ternak, disarankan wilayah yang dominan penghasil pakan asal rumput lebih sesuai untuk dikembangkan ternak ruminansia kecil,

Pada pemeliharaan ternak ruminansia sangat dibutuhkan ketersedian pakan yang cukup baik pada musim hujan maupun kering.Guna memenuhi kebutuhan nutrisi pada musim kering maka

Peranan ragi lokal dalam peningkatan produksi ternak ruminansia di Indonesia belum banyak diamati walaupun sudah ada beberapa penelitian awal dan in vitro yang memberikan

Peranan ragi lokal dalam peningkatan produksi ternak ruminansia di Indonesia belum banyak diamati walaupun sudah ada beberapa penelitian awal dan in vitro yang memberikan

42 Sosialisasi Pemanfaatan Limbah Pertanian Sebagai Bahan Pakan Ransum Ternak Ruminansia Pada Kelompok Ternak Sapi Di Desa Lampakuk Kecamatan Cot Glie Kabupaten Aceh Besar Dedhi

Daya Tampung Ternak dan Potensi Pengembangan Daya tampung ternak merupakan kemampuan suatu wilayah administratif untuk dapat menampung kebutuhan pakan ternak pada kurun waktu