• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN METODE PENGAMATAN. A. Tinjauan Pustaka

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN METODE PENGAMATAN. A. Tinjauan Pustaka"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

6

A. Tinjauan Pustaka 1. Pajak

a. Pengertian Pajak

Pengertian Pajak menurut UU No. 28 tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umun dan Tata Cara Perpajakan adalah kontribusi wajib kepada Negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, SH, Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan Undang-Undang, yang dapat dipaksakan dengan tidak mendapat imbal jasa yang langsung dapat ditunjuk dan digunakan untuk membiayai pengeluaran umum (Hilarius Abut, 2010:2).

Menurut Prof. Dr. PJA. Ardiani, Pajak merupakan iuran kepada Negara, yang dapat dipaksakan dan terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan, dengan tidak mendapat prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan yang digunakan adalah untuk membiayai pengeluaran umum berhubungan dengan tugas negara untuk menyelenggarakn pemerintahan (Hilatius Abut, 2010:4).

Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa pajak memiliki unsur-unsur sebagai berikut:

1) Iuran dari rakyat kepada negara

Yang berhak memungut pajak hanyalah negara. Iuran tersebut berupa uang (bukan barang).

2) Berdasarkan Undang-Undang

Pajak dipungut berdasarkan dengan kekuatan Undang- Undang serta aturan pelaksanaannya.

3) Tanpa jasa timbal balik atau kontraprestasi dari negara yang secara langsung dapat ditunjuk

(2)

Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontraprestasi individual oleh Pemerintah.

b. Fungsi Pajak

Menurut Hilatius Abut (2010:04) Fungsi pajak dapat dibedakan dua yaitu:

1) Fungsi Budgeter

Pajak sebagai sumber dana untuk memasukan uang sebanyak- banyaknya kedalam kas Negara yang dapat digunakan untuk membiayai pengeluaran Negara.

2) Fungsi Regulerend (Mengatur)

Pajak sebagai alat untuk mencapai tujuan tertentu, mengatur atau melaksanakan kebijakan yang letaknya diluar bidang keuangan terhadap sektktor swasta, atau melaksanakan kebijaksanaan Pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi.

c. Pengelompokan Jenis Pajak

Pengolompokan jenis pajak menurut Hilarius Abut (2010:06-10) dibagi menjadi 3 macam, yaitu:

1) Berdasarkan sifatnya pajak dibedakan menjadi dua, yaitu:

a) Pajak Subjektif adalah pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada subjeknya, dalam arti memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak.

Contoh: Pajak Penghasilan (PPh).

b) Pajak Objektif adalah pajak yang berpangkal pada objeknya, tanpa memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak.

Contoh: Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM).

2) Berdasarkan lembaga pemungutannya pajak dibedakan pajak dibedakan menjadi dua, yaitu:

a) Pajak Pusat adalah pajak yang pengolaannya dilakukan oleh pemerintah pusat untuk membiayai pengeluaran umum untuk membiayai pengeluaran umum (Negara).

(3)

Contoh: Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), dan Bea Materai.

b) Pajak Daerah adalah pajak yang pengolongannya dilakukan oleh pemerintah daerah guna membiayai pengeluaran- pengeluaran daerah.

Pajak daerah meliputi pendapatan asli daerah yang terdiri atas: Pajak Provinsi, contoh: Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air, Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor. Pajak Kabupaten/Kota, contoh: Pajak Hotel, Pajak Restoran, Pajak Hiburan, Pajak Reklame, dan Pajak Penerangan Jalan.

3) Berdasarkan golongannya pajak dibedakan menjadi dua, yaitu:

a) Pajak Langsung adalah pajak yang membayar atau pembebannya tidak dapat dilimpahkan kepada orang lain.

Contoh: Pajak Penghasilan, Pajak Perserorangan, dan Pajak Kekayaan.

b) Pajak Tidak Langsung adalah pajak yang pembayaran dapat dilimpahkan kepada orang lain.

Contoh: PPN dan PPnBM, Cukai dan Pita Rokok.

2. Penagihan Pajak

a. Pengertian Penagihan Pajak

Pengertian Penagihan Pajak sesuai dengan Pasal 1 ayat (9) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa yang berbunyi bahwa: “Penagihan Pajak adalah serangkaian tindakan agar penaggung pajak melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak dengan menegur atau memperingatkan, melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus, memberitahukan Surat Paksa, mengusulkan pencegahan,

(4)

melaksanakan penyitaan, melaksankan penyandraan, menjual barang yang telah disita”

Menurut Moeljo Hadi, (2001:02) yang dimaksud dengan Penagihan Pajak adalah “Serangkaian tindakan dari aparatur Direktorat Jenderal Pajak berhubung Wajib Pajak tidak melunasi baik sebagian atau seluruh kewajiban perpajakan yang terutang menurut Undang-Undang Perpajkan yang berlaku”.

Menurut Mardiasmo (2002:45), Penagihan Pajak adalah serangkaian tindakan agar Penanggung Pajak melunasi Utang Pajak dan biaya penagihan pajak dengan menegur atau memperingatkan, melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus, memberikan Surat Paksa, mengusulkan pencegahan, melakukan penyitaan, melaksanakan penyenderaan, menjual barang yang telah disita.

Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa penagihan pajak adalah serangkaian tindakan agar Penanggung Pajak melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak dengan menegur atau memperingatkan, melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus, memberitahukan surat paksa, mengusulkan pencegahan, melaksanakan penyitaan, melaksanakan penyanderaan, menjual barang dengan penagihan pajak.

b. Dasar Hukum Penagihan

Sesuai ketetapan Undang-Undang mengenai penagihan pajak di Indonesia, yaitu:

1) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.

2) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa.

3) Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 24/PMK.03/2008 tentang Tatacara Pelaksanaan Penagihan dengan Surat Paksa dan Pelaksanaan Penagihan Seketika dan Sekaligus.

(5)

4) Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 561/KMK.04/2000 tentang Tatacara Pelaksanaan Penagihan Seketika dan Sekaligus dan Pelaksanaan Surat Paksa.

5) Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 562/KMK.04/2000 tentang Syarat-syarat, Tatacara Pengangkatan dan Pemberhentian Jurusita Pajak.

6) Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 562/KMK.04/2000 tentang Tata cara Pelaksanaan Surat Paksa dan Penyitaan di Luar Wilayah Kerja Pejabat yang Menerbitkan Surat Paksa.

7) Peraturan Pemerintah Nomor 135 Tahun 2000 tentang Tata cara Penyitaan dalam Rangka Penagihan Pajak dengan Surat Paksa.

8) Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE- 01/PJ.045/2007 tentang Penegasan Atas Kebijakan Penagihan Pajak Tahun 2007.

c. Tindakan Penagihan Pajak

Sesuai dengan sistem perpajakan yang dianut di Indonesia, tindakan penagihan pajak dilakukan setelah adannya pemeriksaan pajak dan setelah diterbitkannya Surat Ketetapan maupun Surat Keputusan Pajak (STP, SKPKB, SKPKBT, SK Pembetulan, SK Keberatan, Putusan Banding yang menyebabkan pajak yang harus dibayar setelah lewat jatuh tempo pembayaran yang bersangkutan).

d. Tahapan dan Waktu Pelaksanaan Penagihan Pajak

Dasar hukum pengaihan pajak diatur dalam Undang- Undang Nomor 19 Tahun 1997 Tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa sebagiamana telah diubah dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000. Dalam melaksanakan penagihan ada tahap- tahap yang harus dilakukan dalam penagihan pajak dan waktu pelaksanannya. Tahapan penagihan pajak dalam upaya menekan tunggkan pajak sebagai berikut:

(6)

1) Surat Teguran (ST)

Apabila utang pajak yang tercantum dalam Surat Tagihan Pajak (STP), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB),Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT) tidak melunasi sampai melewati 7 hari dari batas waktu jatuh tempo (1 bulan sejak tanggal diterbikannya).

2) Surat Paksa (SP)

Apabila utang pajak tidak melunasi setelah 21 hari dari tanggal Surat Teguran, maka akan diterbitkan Surat Paksa yang akan disampaikan oleh Juru Sita Pajak Negara dengan biaya penagihan paksa sebesar RP.

50.000,- (Lima Puluh Ribu Rupiah). Utang pajak harus melunasi dalam waktu 2 x 24 jam.

3) Surat Pemberitahuan Melakuakn Penyitaan (SPMP) Apabila utang pajak belum melunasi dalam waktu 2 x 24 jam Surat Paksa diterbitkan dapat melukan tindakan penyitaan atas barang-barang Wajib Pajak.

4) Lelang

Apabila utang pajak atau penganggung belum melunasi utangnya dalam waktu 14 haru setelah melaksanna penyitaan, maka akan dilakukan pelelangan melalui Kantor Lelang Negara.

3. Surat Paksa

a. Pengertian Surat Paksa

Pegertian Surat Paksa sesuai dengan Pasal 1 ayat 12 Undang-Undang Nomor 19 tahun 2000 adalah surat perintah membayar utang pajak dan biaya penagihan pajak.

(7)

Menurut Mardiasmo, (2002:47) Surat Paksa Surat Paksa adalah surat perintah membayar utang pajak dan biaya penagihan pajak. Surat paksa mempunyai kekuatan eksekutorial dan kedudukan hukum yang sama dengan putusan pengadilan yang telah mempunya kekuatan hukum tetap.

Menurut Rusdji, Surat Paksa adalah surat yang diterbitkan apabila Wajib Pajak tidak melunasi utang pajaknya sampai dengan tanggal jatuh tempo (www.tanyapajak1.wordpress.com).

Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa surat paksa adalah surat yang berisi mengenai perintah kepada penanggung pajak untuk segara membayar pajak terutang disertai dengan biaya penagihan, dimana kedudukan hukum Surat Paksa tersebut setara dengan keputusan pengadilan yang berkekuatan hukum.

b. Penerbitan Surat Paksa

Menurut Pasal 9 Keputusan Menteri Keuangan Nomor 561/KMK.04/2000 tentang Penagihan Seketika dan Sekaligus dan Pelaksanaan Surat Paksa, dijelaskan Surat Paksa diterbitkan apabila:

1) Penganggung pajak tidak melunasi utang pajak yang telah diterbitkan Surat Teguran, Surat Peringatan dan surat sejenisnya.

2) Terhadap Penanggung Pajak telah dilaksakan penagihan pajak seketika dan sekaligus, atau

3) Penanggung Pajak tidak memenuhi ketentuan sebagaimana tercantum dalam keputusan persetujuan angsuran atau penundaan pembayaran pajak.

c. Isi dan Karakteristik Surat Paksa

Dalam UU PPSP Pasal 7 dijelaskan bahwa Surat Paksa berdasarkan segi isinya sekurang-kurangnya harus memuat:

1) Nama Wajib Pajak, atau nama Wajib Pajak dan Penanggung Pajak;

2) Dasar Penagihan;

(8)

3) Besarnya Utang Pajak; dan

4) Perintah untuk membayar dalam waktu 2 x 24 jam.

5) Tertanda Pejabat yang ditunjuk yaitu Kepala KPP/KP PBB

Surat Paksa berkepala kata-kata “DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA”.

Sedangkan dari segi karakteristiknya Surat Paksa memuat:

1) Mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan Grosse dari keputusan hakim dalam perkara perdata yang tidak dapat dimintakan banding lagi pada hakim atasan.

2) Mempunyai kekuatan hukum yang tetap.

3) Mempunyai fungsi ganda yaitu menagih pajak dan biaya penagihan pajak. Dapat dilanjutkan dengan tindakan penyitaan, penyanderaan, dan pencegahan.

d. Pemberitahuan Surat Paksa

Pemberitahuan Surat Paksa diatur dalam pasal 10 (UU Penagihan Pajak) yaitu Surat Paksa diberitahukan oleh jurusita dengan pernyataan dan penyerahan salianan Surat Paksa kepada penanggung pajak.

Pemberitahuan Surat Paksa kepada penanggung pajak oleh jurusita pajak dilaksanakan dengan cara membacakan isi Surat Paksa dan kedua belah pihak mendatangi berita acara sebagia pernyataan bahwa Surat Paksa diserahkan penganggung pajak dan Surat Paksa telah diberitahukan. Selanjutnya salinan Surat Paksa diserahkan kepada penganggung pajak dan Surat Paksa yang asli diserahkan di kantor pejabat.

Pemberitahuan Surat Paksa dituangkan dalam berita acara yang sekurang-kurangnya memuat hari tanggal pemberitahuan Surat Paksa, nama jurusuta, nama penerima, dan tempat pemberitahuan Surat Paksa.

(9)

Surat Paksa terhadap Wajib Pajak orang pribadi diberitahukan oleh Jurusita kepada:

1) Penanggung Pajak di tempat tinggal, tempat usaha, atau tempat lain yang memungkinkan.

2) Orang dewasa yang bertempat tinggal bersama ataupun yang bekerja di tempat usaha Penanggung Pajak, apabila Penanggung Pajak yang bersangkutan tidak dapat dijumpai.

3) Salah satu ahli waris atau pelaksana wasiat yang mengurus harta peninggalannya, apabila Wajib Pajak telah meninggal dunia dan harta warisan belum dibagi, atau

4) Para ahli waris, apabila Wajib Pajak telah meninggal dunia dan harta warisan telah dibagi.

Terhadap Wajib Pajak badan, Surat Paksa diberitahukan kepada:

1) Pengurus, kepala perwakilan, kepala cabang, penanggung jawab, pemilik modal, baik di tempat kedudukan badan yang bersangkutan, di tempat tinggal mereka maupun di tempat lain yang memungkinkan, atau

2) Pegawai tetap di tempat kedudukan atau tempat usaha badanyang bersangkutan Jurusita Pajak tidak dapat menjumpai salah seorang sebagaimana dimaksud angka 1.

3) Dalam hal Wajib Pajak dinyatakan pailit, Surat Paksa diberitahukan kepada Kurator, Hakim Pengawas atau Balai Harta Peninggalan, dan dalam hal Wajib Pajak dinyatakan bubar atau dalam likuidasi, Surat Paksa diberitahukan kepada orang atau badan yang dibebani untuk melakukan pemberesan, atau likuidator.

4) Dalam hal Wajib Pajak menunjuk seorang kuasa dengan surat kuasa khusus untuk menjalankan hak dan kewajiban perpajakan, Surat Paksa dapat diberitahukan kepada penerima kuasa dimaksud.

(10)

Apabila pemberitahuan Surat Paksa tidak dapat dilaksanakan, Surat Paksa disampaikan melalui Pemerintah Daerah setempat. Dalam hal ini, Wajib Pajak atau Penanggung Pajak tidak dapat diketahui tempat tinggalnya, tempat usaha, atau tempat kedudukannya, penyampaian Surat Paksa dilaksanakan dengan cara menempelkan Surat Paksa pada papan pengumuman kantor Pejabat yang menerbitkannnya, mengumumkan melalui media massa, atau dengan cara lain yang telah ditetapkan oleh Keputusan Menteri Keuangan.

4. Teori Efektivitas

a. Pengertian Efektivitas

Menurut Alijoyo (2000:09) Efektivitas adalah tingkat keberhasilan suatu entitas dalam usaha mencapai tujuan atau sasarannya, “Effectiveness is a measure of a success in meeting asset of established goal ”.

Sedangkan efektivitas menurut Jones dan Pendlebury (1996), adalah suatu ukuran keberhasilan atau kegagalan dari organisasi dalam mencapai suatu tujuan. (www.responsitory.unhas.ac.id)

Dari pengertian diatas dapat disimpulkan dapat disimpulkan bahwa, Efektivitas berarti ukuran mengenai seberapa baik atau seberapa tepat sasaran atau rencana yang telah ditetapkan dapat direalisasikan.

Untuk mengetahuai tingkat efektivitas pemungutan pajak berdasarkan penerbitan Surat Paksa digunakan rumus sebagai berikut:

Jumlah Surat Paksa yang dibayar

Efektivitas = X 100%

Jumlah Surat Paksa yang diterbitkan (Jurnal EMBA, Derlina S, www.jurnal EMBA.ac.id)

(11)

b. Indikator Efektivitas

Dalam lingkup penagihan pajak, Efektivitas diukur pada di sejauh mana tingkat realisasi penerimaan yang dicapai atas dasar rencana pencairan tunggakan pajak yang telah disusun sebelumnya.

Menurut Jones dan Pendlebury (www.responsitory.unhas.ac.id) Indikator yang digunakan sebagai tolak ukur dari Efektivitas digunakan indikator sebagai berikut:

a. Prosentase 0% - 40% (sangat tidak efektif) b. Prosentase 40% - 60% (tidak efektif) c. Prosentase 60% - 80% (cukup efektif) d. Prosentase 80% - 100% (efektif)

Jika angka dari perhitungan semakin besar maka dapat dikatakan bahwa tingkat Efektivitas semakin baik. Tingkat efektivitas yang baik adalah 100% karena hal ini menunjukan bahwa realisasi penerimaan telah mencakup seluruh dari potensi yang seharusnya dicapai pada saat periode tersebut.

B. Metode Pengamatan 1. Lokasi Pengamatan

Lokasi pengamatan yang penulis lakukan adalah di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Semarang Gayamsari. Lokasi pengamatan ini terletak di Jl. Pemuda No. 02 GKN I Lantai 2 & 4 Semarang.

Pengamatan dilakukan selama 1 bulan dimulai pada tanggal 18 Januari 2016 sampai 17 Februari 2016.

Penulis memilih melakukan pengamatan di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Semarang Gayamsari dengan pertimbangan alasan berikut:

a. Kantor Pelayanan Pajak Pratama Semarang Gayamsari memberikan ijin kepada penulis untuk melaksanakan magang dan melakukan pengamatan tehadap kegiatan penagihan pajak.

(12)

b. Kantor Pelayanan Pajak Pratama Semarang Gayamsari memberikan data-data dan informasi yang tepat dan akurat mengenai pokok bahasan laporan tugas akhir penulis yaitu efektifitas penagihan pajak dengan surat paksa.

2. Jenis Pengamatan

Pengamatan ini menggunakan metode Deskripsi Kualitatif yaitu jenis pengamatan yang berusaha menggambarkan keadaan atau fenomena sosial tertentu yang memaparkan, menafsirkan dan menganalisa data yang ada dilapangan.(Sutopo, 2002:110-111). Dan metode Deskriptif kuantitatif yaitu jenis pengamatan yang berusaha mengambarkan jenis data yang mengumpulkan angka dan analisis data(Purwanto, 2005:16-17). Jadi berusaha menggali, menyelami dan mengemukakan fakta-fakta atau permasalahan tentang pemeriksaan pajak yang dihadapi dilapangan, mengumpulan dan analisis data.

3. Penentuan Sampel dan Sumber a. Teknik Penentuan Sempel

Dalam pengamatan ini memilih positive sampling, karena pilihan sampel diarahkan pada sumber data yang dipandang memiliki data penting dan berkaitan dengan pemasalahan yang sedang diamati.

b. Sumber data 1) Nara sumber

Jenis penentuan sumber data ini yaitu dengan mewawancarai yang berada dalam kantor instansi yaitu di KPP Pratama Semarang Gayamsari terutama pada Kepala Seksi Pengihan, dan Staff pengihan pajak yang telah dilakuakan pengamatan dan mendapatkan ijin untuk mengamati untuk mendapatkan informasi.

(13)

2) Tempat atau lokasi

Tempat atau lokasi pengamatan ini berkaitang dengan permasalahan dan juga merupakan salah satu jenis data yang dapat digunakan pengamatan. Informasi yang mengenai kondisi dari lokasi peristiwa atau aktivitas dilakukan bisa digali lewat sumber lokasinya baik yang merupakan tempat maupun lingkungannya.

Pengamatan memperoleh data Di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Semarang Gayamsari ditempatkan di seksi penagihan.

3) Dokumen dan arsip

Dokumen dan arsip merupakan bahan tertulis mengenai pelaksanaan, kejadian, atau peristiwa di KPP Pratama Semarang Gayamsari yang bersifat formal dan terencana dalam organisasi.

4. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam pengamatan ini, sebagai berikut:

a. Wawancara

Teknik pengumpulan data yang dilakukan melalui wawancara secara langsung dengan responden untuk memperoleh data penunjang yang relevan. Wawancara yang dilakukan menggunakan pedoman wawancara dengan cara mengajukan pertanyaan secara lisan dengan pihak-pihak yang terkait dengan permasalahan yang dibahas dalam pengamatan ini. Wawancara dilakukan di bagaian seksi penagihan pajak yaitu salah satu pegawai pajak di bagian seksi penagihan KPP Pratama Semarang Gayamsari.

b. Observasi

Teknik observasi ini digunakan untuk mengenali data atau sumber data yang berkaitang dengan peristiwa, dokumen, tempat atau lokasi kegiatan sehari-hari. Dalam observasi ini dilakukan

(14)

secara langsung selama berada di KPP Pratama Semarang Gayamsari.

c. Pengkajian Dokumen dan Arsip

Pengkajian dokumen dan arsip adalah sebagai sumber data atau pengumpulan data yang yang dilakukan dengan cara mengkaji data, arsip, dokumen perusahaan atau instansi.

5. Teknik Analisis Data

Teknik Analisa data menggunakan pengamatan ini penulis menggunakan teknik analisa data kualitatif interaktif. Dalam model interaktif ini komponen reduksi data dan penyajian data dilakukan secara bersamaan dengan pengumpulan setelah data terkumpul. Tiga komponen tersebut akan berinteraksi untuk mendapatkan kesimpulan dan apabila kesimpulan yang didapat dirasa kurang maka perlu adanya verifikasi dan penegamatan kembali dengan mengumpulkan data di lapangan. Menurut H.B. Sutopo (2002:91-93) ketiga komponen sebagai berikut:

a. Reduksi Data

Merupakan proses seleksi, pemfokusan, penyederhanaan dan abstraksi data dari fieldnote. Proses ini berlangsung terus sepanjang pelaksanaan pengamatan. Bahkan prosesnya diawali sebelum pelaksanaan pengumpulan data, yaitu reduksi data sudah berlangsung sejak pengamatan mengambil keputusan tentang kerangka permasalahan, melakukan pemilihan masalah, menyusun pertanyaan pengamatan, dan juga waktu menentukan cara pengumpulan data yang akan digunakan.

b. Sajian Data

Sajian data merupakan suatu rakitan organisasi informasi yang memungkinkan kesimpulan pengamatan dapat dilakukan. Sajian data ini merupakan serangkaian kalimat atau table, skema/gambar yang disusun secara sistematis sehingga bila dibaca, akan bisa dipahami dalam berbagai hal yang terjadi dan memungkinkan

(15)

pengamatan untuk membuat sesuatu analisis atau pun tindakan lain berdasarkan pemahamannya.

c. Penarikan Kesimpulan atau Verifikasi

Dalam penarikan kesimpulan, pengamatan setelah semua data terkumpul dan memahami arti berbagai hal yang ditemui dengan melakukan pencatatan-pencatatan, peraturan-peraturan, pola-pola, pernyataan-pernyataan, yang memungkinkan untuk diverifikasi dan dipertanggung jawabkan kebenarannya.

Referensi

Dokumen terkait

Prestasi kerja yang lebih baik akan mengakibatkan penghargaan yang lebih tinggi apabila penghargaan tersebut dianggap adil dalam memadai, maka kepuasan kerja

Pertama , untuk Gereja yang berada di tengah dunia agar gereja tidak hanya memikirkan kehidupan nanti setelah kematian, tetapi juga belajar untuk meghadirkan

DADA INDONESIA membangun 48 (empat puluh delapan) jalur produksi baru dalam pabrik yang telah ada guna semakin meningkatkan jumlah produksi pakaian jadi yang

Kesimpulan dari hasil penelitian yang dilaksanakan, yaitu penerapan metode inkuiri dalam proses pembelajaran, dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada mata

Penelitian terbaru yang dilakukan di Riyad dengan menganalisis pasien yang menggunakan pelayanan kesehatan menggunakan mobile dengan yang tidak menggunakan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan modul biologi berorientasi problem based learning dapat meningkatkan hasil belajar kognitif mahasiswa dengan ketuntasan

Kepuasan responden di Instalasi Rawat Inap RSUD Tugurejo Semarang kategori tinggi adalah 38 responden ( 38 % ) dan kategori sedang 62 responden ( 62 % ), dengan

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh kenaikan kemungkinan bank mengalami financial distress yang terjadi pada Sektor Perbankan Indonesia periode 2009-2013. Penelitian ini