• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGEMBANGAN E-MODULE IPA BERPENDEKATAN AUTHENTIC INQUIRY LERNING UNTUK MENGEMBANGKAN KEMAMPUAN PROBLEM SOLVING DAN KEMANDIRIAN BELAJAR PESERTA DIDIK KELAS VII SMP.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGEMBANGAN E-MODULE IPA BERPENDEKATAN AUTHENTIC INQUIRY LERNING UNTUK MENGEMBANGKAN KEMAMPUAN PROBLEM SOLVING DAN KEMANDIRIAN BELAJAR PESERTA DIDIK KELAS VII SMP."

Copied!
68
0
0

Teks penuh

(1)

PENGEMBANGAN E-MODULE IPA BERPENDEKATAN AUTHENTIC INQUIRY LERNING UNTUK MENGEMBANGKAN KEMAMPUAN PROBLEM SOLVING DAN

KEMANDIRIAN BELAJAR PESERTA DIDIK KELAS VII SMP

Oleh:

Wahyu Meidiana Armiyanti 12315244011

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) kelayakan hasil pengembangan e-module IPA berpendekatan authentic inquiry learning menurut para ahli, (2) kepraktisan e-module IPA berpendekatan authentic inquiry learning yang mengintegrasikan kemampuan problem solving dan kemandirian belajar peserta didik berdasarkan respon peserta didik, (3) efektivitas modul untuk mengembangkan kemampuan problem solving, dan (4) kemandirian belajar peserta didik kelas VII SMP

Penelitian ini merupakan penelitian pengembangan (R&D) dengan model 4-D. Tahap-tahap penelitian ini meliputi tahap define (pendefinisian), design (perancangan), develop (pengembangan), dan disseminate (penyebarluasan). Subjek penelitian adalah peserta didik kelas VII SMP Negeri 1 Muntilan. Instrumen penelitian yang digunakan berupa lembar validasi untuk dosen dan guru IPA yang berfungsi untuk mengetahui kelayakan module IPA, angket respon peserta didik untuk mengetahui kepraktisan e-module IPA berpendekatan authentic inquiry learning berdasarkan respon peserta didik, lembar observasi problem solving dan soal pretest dan posttest untuk mengetahui keefektifan e-module untuk mengembangkan kemapuan problem solving. Lembar observasi kemandirian belajar dan angket kemandirian belajar untuk mengamati keefektifan e-module untuk mengembangkan kemandirian belajar peserta didik.

Hasil penelitian ini adalah (1) e-module IPA berpendekatan authentic inquiry learning yang dikembangkan layak digunakan menurut para ahli dengan mendapatkan nilai A dengan kategori sangat baik (2) Kepraktisan e-module IPA berpendekatan authentic inquiry learning yang mengintegrasikan kemampuan problem solving dan kemandirian belajar peserta didik berdasarkan respon peserta didik mendapatkan nilai B dengan kategori baik. (3) Keefektifan e-module IPA untuk mengembangkan kamampuan problem solving berdasarkan lembar observasi mengalami pengembangan sebesar 18,9%, sedangkan melalui soal pretest-posttest dengan perhitungan gain score menunjukkan angka 0,31 dengan kategori sedang. (4) Keefektifan e-module IPA untuk mengembangkan kemandirian belajar melalui lembar observasi yaitu mengalami pengembangan sebesar 5,3%, sedangkan melalui angket kemandirian memperoleh jumlah rerata skor 70,5 dari skor maksimal 96 dengan kategori sangat baik.

(2)

DEVELOPMENT OF THE SCINCE E-MODULE BY USING AUTHENTIC IQUIRY LEARNING APPROACH IN ORDER TO DEVELOP THE STUDENTS’ PROBLEM SOLVING SKILL

AND THE LEARNING INDEPENDENCE FOR THE FIRST GRADE OF JUNIOR HIGH SCHOOL

the sience e-module’s result by authenticinquiry learning approach accoeding to some experts, (2) to find practicability of the science e-module by using authentic inquiry learning approach which is integrates problem solving skill and the student’s learning independence through the students’ response,(3) the modul’s effectiveness in order to develop theproblem solving skill and (4) the learning independence for the first grade of junior high school.

This research is R&D research which is using 4-D model. The steps of this research are defining, designing, developing and disseminating. The research subject is the first grade of SMP N 1 Muntilan. This instruments use in this research are validation sheet for the lecturer and science teacher which is use for identifying the skill of the science e-module,the questionnaire which is use forinvestigating the students’s response, the observation sheet for assessing the problem solving skill, the pre-test and post-test intruments for identifying the effectiveness of e-module in order to develop thestudents’ problem solving skill. The observation sheet and the questionnaire related to thestudents’ independence to observethe effectiveness of e-module to develop the student’s learning independence

The results of thi research are (1) The science e-module by using authentic inquiry learning approach which I develop by some expertsis best and it get an A score, (2) The pratibilityof the use the science e-module by using authentic inquiry learning approach which is integrate with the prolem solving skill and the students’learning independence towards thestudents’ response is goodani it get an B score, (3) According to the student’ response, the efeectiveness of the the science e-module in order to develop the students’problemsolving skill is increase for aout 18,9%whereas base on the gain score towardsthe pre-test show 0,31(medium category), (4) According to thobservation results,theeffectiveness ofthescience e-modulein order todevelopthe learningindependence is inscreasfor about5,3% whereas base on the independence questionnaire.the tudents’ learning independence is best category with average score 70,5from the maximal\ score 96

(3)

1 BAB I

PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Kemampuan problem solving pada dasarnya merupakan hakikat tujuan

pembelajaran yang menjadi kebutuhan peserta didik dalam menghadapi

kehidupan nyata. Di dalam kehidupan sehari-hari peserta didik telah banyak

dihadapkan dengan sebuah masalah baik dilingkungan rumah, sekolah

ataupun di masyarakat. Kurangnya kepercayaan yang diberikan kepada

peserta didik di lingkungan keluarga untuk menghadapi masalah-masalah

yang ada merupakan salah satu faktor yang menyebabkan peserta didik tidak

terlatih untuk melakukan problem solving. Selain itu kurangnya pengalaman

yang dimiliki oleh peserta didik dalam menghadapi masalah dalam kehidupan

sehari-hari juga faktor yang membuat susah terlaksananya problem solving.

Faktor lain yang menyebabkan terlaksananya kemampuan problem solving

adalah kurangnya kesiapan sekolah, guru dan peserta didik untuk melakukan

kegiatan problem solving dalam pembelajaran. Hal ini disebabkan karena

belum adanya pendekatan yang cocok untuk menunjang kegiatan problem

solving dalam pembelajaran.

Masalah tersebut juga terlihat pada kegiatan pembelajaran di SMP N 1

Muntilan. Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan ketika melakukan PPL

di SMP N 1 Muntilan masih banyak kegiatan pembelajaran IPA yang

(4)

2 ceramah saja. Selain itu banyak pembelajaran yang di dalamnya terkait

problem solving dan erat kaitannya dengan kehidupan sehari-hari namun

belum dibelajarkan kepada peserta didik di SMP Negeri 1 Muntilan.

Penyelidikan erat kaitannya dengan problem solving. Penyelidikan akan

membantu peserta didik secara aktif menemukan sendiri berbagai konsep

holistik, bermakna, otentik, serta aplikatif untuk kepentingan pemecahan

masalah. Oleh karena itu perlunya diterapkannya pendekatan inkuiri. Menurut

pendapat W.Gulo (2008: 111) pemecahan masalah merupakan bagian dari

inkuiri yang penekanan lebih pada keyakinan atas diri sendiri terhadap apa

yang ditemukan, sedangkan penyelesaian masalah pada terselesaikannya

masalah itu sendiri. Selain pendekatan inkuiri juga perlu diterapkan

pendekatan authentic learning dalam melakukan problem solving yang

terdapat di dalam kehidupan sehari-hari. Pendekatan authentic learning

merupakan pendekatan yang dapat mendorong peserta didik aktif berinkuiri,

berpikir kritis dan melakukan refleksi tentang masalah dalam kehidupan

sehari-hari. Hal ini sesuai dengan pendapat Paidi (2010) yang mengatakan

bahwa masalah yang dipecahkan dalam pemecahan masalah adalah

permasalahan atau persoalan yang otentik dan familiar dengan kehidupan

peserta didik di lingkungan keluarga, sekolah maupun masyarakat.

Pendekatan yang mengintegrasikan problem solving dalam kehidupan

(5)

3 melakukan problem solving dalam kehidupan sehari-hari adalah pendekatan

authentic inquiry learning.

Kemampuan problem solving perlu dimiliki oleh peserta didik karena

pada abad ke 21 peserta peserta didik dituntut untuk memiliki berbagai

keterampilan khususnya adalah keterampilan berpikir. ATCS21 membagi 21st

century skills menjadi 4 grup yang terdiri dari (a) ways of thingking; (b) ways

of working; (c) tools for working; (d) living in the world . Ways of thingking

merupakan kelompok keterampilan berpikir. Way of thinking terdiri dari 3

keterampilan yaitu (1) kreatif dan inovatif; (2)berpikir kritis, memecahkan

masalah dan menentukan keputusan; (3)belajar dengan kemampuan

metakognitif. Keterampilan ini akan membangun konsep berpikir dari

berpikir sederhana sampai berpikir tingkat tinggi. Keterampilan ini

menekankan cara kepada berpikir tingkat tinggi untuk lebih mudah

mengingat sebuah konsep dan menarik kesimpulan. Selain kemampuan

problem solving di era berkembangnya ICT peserta didik dituntut untuk

belajar mandiri dalam kegiatan pembelajaran. Penggunaan ICT oleh peserta

didik di Indonesia masih tergolong rendah khususnya penggunaan yang

dimanfaatkan untuk mencari informasi dalam penunjang pembelajaran secara

mandiri. Hal ini juga terlihat ketika observasi pada peserta didik di SMP N 1

Muntilan bahwa mereka telah memiliki banyak fasilitas ICT seperti laptop dan

handphone tetapi mereka masih menggunakannya hanya sebatas untuk

(6)

4 Selain peserta didik, guru juga masih sangat jarang memanfaatkan ICT

yang digunakan sebagai bahan ajar ataupun media pembelajaran. Padahal

pembelajaran dengan memanfaatkan ICT akan sangat membantu guru

mentransfer ilmu yang abstrak dengan menggunakan media visual supaya

lebih efisien. Di SMP Negeri 1 Muntilan terlihat bahwa peran guru dalam

pembelajaran masih menonjol sehingga peserta didik tidak terbiasa belajar

mandiri. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti kepada 2

guru IPA di SMP Negeri 1 Muntilan mayoritas di sekolah tersebut hanya

menggunakan bahan ajar berupa buku paket yang berasal dari Kementrian

Pendidikan dan Kebudayaan. Hal ini berlaku baik untuk kelas VII maupun

kelas VIII SMP yang menggunakan kurikulum 2013. Penggunaan buku paket

sebagai sumber belajar yang sama untuk setiap peserta didik akan

menghambat kemampuan peserta didik yang memiliki pengetahuan akademik

tinggi. Sedangkan kemampuan akademik seperti kemampuan, kesiapan, dan

kecepatan belajar setiap peserta didik berbeda-beda. Oleh karena itu perlunya

bahan ajar yang membuat peserta didik dapat mencapai kompetensi sesuai

dengan kemampuan, kesiapan, dan kecepatan belajarnya sendiri-sendiri. Oleh

karena itu pembelajaran yang dilakukan dapat menggunakan bahan ajar

berupa e-module.

Penggunaan e-module sebagai bahan ajar IPA cocok dengan

(7)

5 yang lebih efisien. Dengan adanya e-module peserta didik mampu belajar

mandiri, tidak mengalami ketergantungan dengan informasi pembelajaran

yang diberikan oleh guru. Serta peserta didik yang memiliki kemampuan dan

kecepatan belajar yang tinggi dapat mempercepat intensitas belajarnya dengan

adanya e-module. Pemanfaatan e-module dalam pembelajaran sesuai dengan

tuntutan abad ke 21 yaitu adanya integrasi teknologi ke dalam dunia

pendidikan yang akan memberikan pengaruh besar terhadap peningkatan

mutu dan efisiensi pendidikan.

Sesuai permasalahan yang muncul dengan memanfaatkan ICT peneliti

mengembangkan e-module IPA berpendekatan authentic inquiry learning

berorietasi pada kemampuan problem solving dan kemandirian belajar peserta

didik.

B. Identifikasi masalah

1. Peserta didik diharapkan memiliki kemampuan problem solving untuk

menghadapi kehidupan nyata namun kemampuan problem solving peserta

didik masih kurang dalam kegiatan pembelajaran.

2. Diperlukan pendekatan yang cocok untuk mengembangkan kemampuan

problem solving peserta didik namun di sekolah belum banyak diterapkan

pendekatan yang cocok untuk mengembangkan kemampuan problem

(8)

6 3. Pada era berkembang pesatnya ICT diharapkan peserta didik

memanfaatkan ICT dalam pembelajaran namun pemanfaatan ICT belum

maksimal oleh peserta didik

4. Guru sebaiknya menggunakan bahan ajar yang tepat untuk memperhatikan

kecepatan dan intensitas belajar peserta didik namun masih banyak guru

yang belum menggunakan e-module IPA untuk bahan ajar mandiri.

5. Dunia pendidikan sebaiknya mengitegrasikan ICT dalam pembelajaran

namun masih banyak sekolah yang belum menerapkannya.

C. Batasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah yang dikemukakan, penelitian ini

difokuskan pada (1) Kurangnya kemampuan problem solving peserta didik

dalam kegiatan pembelajaran. (2) Belum banyak diterapkan pendekatan yang

berorientasi pada kemampuan problem solving. (3) Masih banyak guru yang

belum menggunakan e-module IPA untuk bahan ajar mandiri.

D. Rumusan Masalah

Rumusan permasalahan yang akan diteliti dalam penelitian ini yaitu:

1. Bagaimana kelayakan produk hasil pengembangan e-module IPA

berpendekatan authentic inquiry learning menurut para ahli ?

2. Bagaimanakah kepraktisan e-module IPA berpendekatan authentic inquiry

learning yang mengintegrasikan kemampuan problem solving dan

(9)

7 3. Apakah hasil pengembangan e-module IPA berpendekatan authentic

inquiry learning dapat mengefektifkan pengembangan kemampuan

problem solving peserta didik kelas VII SMP?

4. Apakah hasil pengembangan e-module IPA berpendekatan authentic

inquiry learning dapat mengefektifkan pengembangan kemandirian belajar

peserta didik kelas VII SMP?

E. Tujuan Penelitian

Penelitian dan pengembangan ini dilakuakan dengan tujuan untuk :

1. Mengetahui kelayakan pengembangan e-module IPA berpendekatan

authentic inquiry learning menurut para ahli.

2. Mengetahui kepraktisan e-module IPA berpendekatan authentic inquiry learning yang mengintegrasikan kemampuan problem solving dan

kemandirian belajar peserta didik berdasarkan respon peserta didik,

3. Mengetahui efektivitas e-module untuk mengembangkan kemampuan problem solving peserta didik kelas VII SMP

4. Mengetahui efektivitas e-module untuk mengembangkan kemandirian

(10)

8 F. Manfaat Penelitian

Penelitian mengenai pengembangan e-module IPA sebagai bahan ajar

pembelajaran IPA kelas VII SMP pada materi perubahan benda-benda di

sekitar kita memiliki beberapa manfaat bagi berbagai pihak. Manfaat-manfaat

tersebut yaitu:

1. Bagi peserta didik, yaitu:

a. Memperoleh bahan ajar IPA yang tersaji dalam bentuk e-modul yang

memberi nilai kepraktisan dan kemudahan.

b. Memperoleh bahan ajar IPA yang berorientasi pada kemampuan

problem solving dan kemandirian belajar peserta didik.

c. Memotivasi dalam belajar IPA terutama pada materi peruahan

benda-benda di sekitar kita.

2. Bagi guru, yaitu

a. Memperoleh bahan ajar yang dapat digunakan untuk membimbing

peserta didik memepelajari IPA, khususnya pada materi perubahan

benda-benda di sekitar kita.

b. Memperoleh referensi mengenai variasi bahan ajar IPA yang dapat

digunakan dalam pembelajaran IPA

c. Membuka wawasan tentang e-module IPA sebagai bahan ajar yang

berorientasi pada problem solving dan kemandiriaan peserta didik.

(11)

9 Memperbaiki kualitas pembelajaran IPA dengan adanya bahan ajar berupa

e-module IPA kelas VII SMP/MTs.

4. Bagi peneliti, yaitu

a. Melatih untuk melakukan penelitian pengembangan dan

mengaktualisasi ilmu yang telah diperoleh selama perkuliahan.

b. Mendapatkan pengetahuan tentang pengembangan bahan ajar terutama

e-module IPA.

G. Spesifikasi dan Karakteristik Produk 1. Pendekatan dan tujuan

Dalam mengembangan produk ini menggunakan prinsip pengembangan

Research and Development (RnD), dengan menggunakan pendekatan

Authentic Inquiry Learning yang berorientasi pada Problem Solving dan

kemandirian belajar peserta didik.

2. Materi dan Kurikulum

Materi yang disajikan pada produk ini adalah perubahan benda-benda di

sekitar untuk kelas VII semester 1 (ganjil). Materi ini mencakup 2 sub-bab

yaitu perubahan materi dan pemisahan campuran. Untuk sub-bab perubahan

materi terdiri dari perubahan fisika dan perubahan kimia, sedangkan untuk

sub-bab pemisahan campuran terdiri dari pemisahan campuran secara fisika

dan pemisahan campuran secara kimia. Kurikulum yang digunakan adalah

(12)

10 3. Produk

a. E-module ini di desain dengan menggunakan lectora.

b. E-module ini dilengkapi dengan gambar, aminasi dan video yang

menunjang untuk lebih memudahkan peserta didik memahami materi.

H. Definisi istilah 1. E-module

E-module adalah modul yang disajikan dalam bentuk elektronik dengan

tujuan agar peserta didik dapat belajar secara mandiri untuk mencapai

kompetensi yang diharapkan.

2. Pendekatan inquiry authentic learning

Authentic inquiry learning merupakan pendekatan yang menuntun peserta

didik untuk melakukan sendiri penyelidikan dari permasalahan yang diangkat

dari kehidupan sehari-hari. Aspek pendekatan authentic inquiry learning

adalah kontekstual, investigasi (orientasi, merumuskan masalah, mengajukan

hipotesis atau dugaan sementara, mengumpulkan data, menguji hipotesis atau

dugaan sementara, dan membuat kesimpulan), kolaborasi, produk peserta

(13)

11 3. Problem solving atau pemecahan masalah

Problem solving adalah proses mencari jalan keluar terhadap masalah

melalui proses berpikir yang lebih tinggi dengan tujuan tertentu (tujuan yang

diinginkan). Aspek kemampuan pemecahan masalah adalah identifikasi

masalah, rumusan masalah, memilih solusi alternatif, dan memilih solusi

alternatif terbaik.

4. Kemandirian Belajar Peserta didik

Kemandirian belajar adalah kegiatan belajar yang dilakukan oleh peserta

didik secara aktif, untuk menguasai suatu kompetensi dalam penyelesaian

suatu masalah dengan tidak menonjolkan peran pengajar dalam pembelajaran

di kelas dengan penuh tanggung jawab. Aspek kemandirian belajar adalah

motivasi belajar, penggunaan sumber/ bahan ajar, cara belajar, tempo dan

(14)

12 BAB II

KAJIAN PUSTAKA A. Deskripsi Teori dan Penelitian yang Relevan

1. Deskripsi Teori

a) Hakikat Ilmu Pengetahuan Alam

Hendro (1992: 7) menjelaskan pada hakikatnya IPA dapat dipandang

dari segi proses, produk dan pengembangan sikap.

1) IPA sebagai pengembangan sikap

Setidaknya ada 9 aspek sikap ilmiah yang dapat dikembangkan yaitu

sikap ingin tahu, sikap ingin mendapatkan sesuatu yang baru, sikap

kerja sama, sikap tidak putus asa, sikap tidak berperasangka, sikap

mawasa diri, sikap bertanggung jawab, sikap berpikir bebas, dan sikap

kedisiplinan diri.

2) IPA sebagai proses

Proses IPA dikembangkan dengan metode ilmiah. adapun tahapan

pengembangannya disesuaikan dengan tahapan dari suatu proses

penelitian eksperimen yang meliputi observasi, klasifikasi,

interpretasi, prediksi, hipotesis, mengendalikan variable,

merencanakan dan melaksanakan penelitian, inferensi, aplikasi, dan

(15)

13 3) IPA sebagai Produk

IPA sebagai produk merupakan sekumpulan pengetahuan dan konsep

serta bagan konsep.IPA

Carin, A. & R. B. Sund (1964: 4) menyatakan, bahwa “ science is the

system of knowing about the universe through data collected by

observation and controlled experimentation”. Sains adalah sistem untuk

mengetahui tentang semesta melalui pengumpulan data melalui observasi

dan eksperimen.

Koballa dan Chiappetta (2010: 105) mejelaskan 4 dimensi dari sains,

yaitu Science as a Way of Thingking, Science as a Way of Investigating,

Science as a Body of Knowledge, dan Science and Its Interaction with

Technology and Society.

1) Science as a Way of Thingking, consist of beliefs, curiosity,

magination, reasoning, cause-and-Efect Relationship, Self-Examination

and Skepticism, Objectivity and Open-Mindedness.

2) Science as a Way of Investigating,

Merupakan gambaran mengenai pendekatan atau metode yang digunakan

untuk menyusun pegetahuan.

3) Science as a Body of Knowledge,

Merupakan hasil dari berbagai bidang ilmiah yang diperoleh dari suatu

(16)

14

4) Science and Its Interaction with Technology and Society,

Merupakan interaksi IPA dengan teknologi dengan masyarakat yang

memiliki pengaruh satu sama lain.

Jadi hakikat IPA terdiri dari science as a way of thingking, science

as a way of investigating, science as a body of knowledge, and science

interaction with technology and society.

b) Pembelajaran IPA

Koballa dan Chiappetta (2010: 30) menyatakan bahwa “suggest

that science should be viewed as a way of thinking in the pursult of

understanding nature, as a way of investigating claims about phenomena,

and as a body of knowledge that has resulted from inquiry”. Jadi IPA

merupakan ilmu pengetahuan yang dipandang sebagai cara berpikir

memahami alam, dan erat kaitannya dengan penyelidikan fenomena alam

dan sebagai batang tubuh pengetahuan alam.

Secara umum IPA dipahami sebagai ilmu yang lahir dan

berkembang lewat langkah-langkah observasi, perumusan masalah,

penyusunan hipotesis, pengujian hipotesis melalui eksperimen, penarikan

kesimpulan, serta penemuan teori dan konsep (Trianto, 2010: 141).

Merujuk dari hakikat Ilmu Pengetahuan Alam, maka nilai-nilai IPA yang

(17)

15 1) Kecakapan bekerja dan berpikir secara teratur dan

sistematis menurut langkah-langkah metode ilmiah

2) Keterampilan dan kecakapan dalam mengadakan pengamatan, mempergunakan alat-alat eksperimen untuk memecahkan masalah.

3) Memiliki sikap ilmiah yang diperlukan dalam memecahkan masalah baik dalam kaitannya dengan pelajaran sains maupun dalam kehidupan (Trianto,2010:141-142)

Dalam taksonomi Bloom dijelaskan bahwa pembelajaran IPA secara

khusus diharapkan dapat memberikan pengetahuan kognitif, yang

merupakan tujuan utama dari pembelajaran. Selain itu, pembelajaran IPA

diharapkan pula memberikan keterampilan (psikomotorik), kemampuan

sikap ilmiah (afektif), pemahaman, kebiasaan, dan apresepsi (Trianto,

2010:142).

Jadi dapat disimpulkan bahwa pembelajarn IPA seharusnya melakukan

penyelidikan terhadap fenomena- fenomena alam sehingga dapat

memberikan kemampuan sikap ilmiah (afektif) dan keterampilan terhadap

peserta didik.

c) Authentic Inquiry Learning

Authentic inquiry learning mengkolaborasikan authentic learning dan

inquiry. Lombardi (2007: 2) mengatakan bahwa ciri authentic learning

adalah“.. focuses on real-world, complex problems and their solutions,

using role-playing exercises, problem-based activities, case studies, and

(18)

16 Sedangkan menurut Donovan, Bransford & Pellegrino (Kaufelt,

2008) menyatakan bahwa di dalam authentic learning memungkinkan

peserta didik mengeksplorasi, menemukan, mendiskusikan, menyusun

konsep- konsep dan hubungan-hubungan yang melibatkan masalah dan

proyek nyata dunia yang relevan dan menarik bagi peserta didik.

Jadi menurut pendapat beberapa ahli authentic learning adalah

pembelajaran yang melibatkan permasalahan dalam dunia nyata yang

relevan bagi peserta didik.

Lombardi (2007: 3-4) Authentic learning memiliki 6 elemen

pembelajaran yaitu:

1) Konstektual.

Kegiatan dan masalah dalam authentic learning dilakukan sedekat

mungkin dengan dunia nyata.

2) Investigasi.

Kegiatan otentik terdiri dari tugas-ugas kompleks untuk diselidiki

oleh peserta didik selama periode waktu yang berkelanjutan.

3) Variasi sumber belajar

Kegiatan otentik memberi kesempatan bagi peserta didik untuk

memeriksa tugas dari berbagai sumber daya untuk membedakan

informasi yang relevan dan tidak relevan.

4) Kolaborasi

(19)

17 5) Refleksi

Kegiatan otentik memungkinkan peserta didik untuk membuat dan

merefleksikan pembelajaran yang mereka lakukan.

6) Produk yang kreatif.

Kegiatan otentik berujung pada penciptaan produk keseluruhan

yang beharga dalam diri peserta didik.

Rule (2006: 2-6) mendefinisikan empat komponen authentic learning

yaitu:

1) Real-world problems that engage learners in the work of

professionals

2) Inquiry activities that practice thinking skill and metacognition

3) Discourse among a community of learners

4) Student empowerment through choice

Auhtentic Inquiry Learning merupakan gabungan dari authentic

learning dan inkuiri. W.Gulo (2008: 85) mengemukakan bahwa inquiry

adalah rangkaian kegiatan belajar yang melibatkan kemampuan peserta

didik secara maksimal untuk mencari dan menyelidiki secara sistematis,

kritis, logis, dan analitis, sehingga dapat merumuskan sendiri

penemuannya dengan penuh percaya diri.

Piaget dalam sitiatava (2013: 87) mendefinisikan inquiry adalah

pembelajaran yang mempersiapkan situasi bagi peserta didik untuk

(20)

18 terjadi dan membandingkan sesuatu yang ditemukan oleh diri sendiri

dengan yang ditemukan orang lain. Sedangkan menurut Wina Sanjaya

(2009: 196) pembelajaran inkuiri adalah kegiatan yang menekankan

proses berpikir secara kritis dan analitis untuk mencari sendiri jawaban

dari suatu masalah yang dipertanyakan.

Proses inquiry dapat dilihat sesuai alur berikut

Gambar 2.1 Proses inquiry (W.Gulo, 2008: 94)

Sedangkan langkah-langkah inkuiri menurut Wina Sanjaya (2009:

196) adalah sebagai berikut: 1) Orientasi, 2) Merumuskan masalah, 3)

Merumuskan Hipotesis, 4) Mengumpulkan data, 5) Meguji Hipotesisi, 6)

dan Merumuskan masalah.

Jadi berdasarkan penjelasan tentang authentic learning dan inquiry

dapat disimpulkan bahwa pendekatan authentic inquiry learning adalah

pendekatan yang melibatkan peserta didik untuk mencari dan menyelidiki

(21)

19 Langkah- langkah auntentic inquiry learning yang dilakukan dalam

penelitian ini adalah

1) Kontekstual (masalah)

2) Kegiatan investigasi.

Kegiatan investigasi menggunkan langkah inkuiri secara runtut yaitu

orientasi, merumuskan masalah, mengajukan hipotesis atau dugaan

sementara, mengumpulkan data, menguji hipotesis atau dugaan

sementara, dan membuat kesimpulan.

3) Kolaborasi

4) Produk peserta didik

5) Penggunaan variasi sumber belajar

6) Refleksi

d) Bahan Ajar dan e-module

Andi Prastowo (2011: 43) mendefinisikan bahwa bahan ajar jika ditinjau

dari pengertian secara garis besar adalah pengetahuan, keterampilan, dan

sikap yang harus dipelajari peserta didik dalam rangka mencapai standar

kompetensi dan kompetensi dasar yang telah ditentukan. Sedangkan

Depdiknas (2008: 6) mendefinisikan bahan ajar adalah segala bentuk bahan

yang digunakan untuk membantu guru/ instruktur dalam melaksanakan

(22)

20 Komponen-komponen penyusunan bahan ajar yang harus diperhatikan

menurut Chomsin (2008: 42) adalah

1) Bahan ajar yang dikembangkan harus sesuai dengan kebutuhan dan

disesuaikan dengan karakteristik peserta didik

2) Bahan ajar mampu mengubah tigkah laku peserta didik

3) Bahan ajar mencakup tujuan kegiatan pembelajaran yang spesifik

4) Bahan ajar memuat materi pembelajaran secara spesifik

5) Terdapat evaluasi sebagai umpan balik dan alat untuk mengukur

tingkat keberhasilan peserta didik.

Depdiknas (2008: 8) mengatakan bahwa dalam mengembangkan bahan

ajar perlu memperhatikan (1) kesesuaian dengan tuntutan kurikulum,yaitu

disesuaiakan dengan kurikulum yang sedang berlaku; (2) karakteristik

sasaran,yaitu bahan ajar harus disesuaikan dengan karakteristik sasaran

(peserta didik) seperti tahap perkembangan peserta didik, kemampuan awal

yang telah dikuasai, minat, latar belakang, lingkungan budaya, lingkungan

geografis sekolah; (3) dan disesuaikan dengan dan tututan pemecahan

masalah.

Dalam penyusunan bahan ajar perlu dilakukan evaluasi terhadap bahan

ajar. Kategori evaluasi bahan ajar menurut depdiknas (2008: 28) memuat

kategori yaitu kelayakan isi, kebahasaan, penyajian, dan kegrafisan. Keempat

(23)

21 1) Komponen kelayakan isi mencakup, antara lain:

a) Kesesuaian dengan SK, KD

b) Kesesuaian dengan perkembangan anak c) Kesesuaian dengan kebutuhan bahan ajar d) Kebenaran substansi materi pembelajaran e) Manfaat untuk penambahan wawasan

f) Kesesuaian dengan nilai moral, dan nilai-nilai sosial

2) Komponen Kebahasaan antara lain mencakup:

a) Keterbacaan

b) Kejelasan informasi

c) Kesesuaian dengan kaidah Bahasa Indonesia yang baik dan benar d) Pemanfaatan bahasa secara efektif dan efisien (jelas dan singkat)

3) Komponen Penyajian antara lain mencakup:

a) Kejelasan tujuan (indikator) yang ingin dicapai b) Urutan sajian

c) Pemberian motivasi, daya tarik

d) Interaksi (pemberian stimulus dan respond) e) Kelengkapan informasi

4) Komponen Kegrafikan antara lain mencakup:

a) Penggunaan font; jenis dan ukuran b) Layout atau tata letak

c) Ilustrasi, gambar, foto d) Desain tampilan

Bahan ajar dapat berupa cetak ataupun tidak cetak (non printed). Bahan

ajar cetak adalah sejumlah informasi sistematis yang dibelajarkan kepada

peserta didik yang dituangkan dalam kertas. Untuk bahan ajar non printed

merupakan sejumlah informasi sistematis yang dibelajarkan kepada peserta

didik yang dituangkan dalam bentuk digital/versi tronik/tidak dicetak dalam

(24)

22 TIM P2M LPPM UNS (2010) mendefinisikan e-module merupakan alat

atau sarana pembelajaran yang berisi materi, metode, batasan-batasan, dan

cara mengevaluasi yang dirancang secara sistematis dan menarik untuk

mencapai kompetensi yang diharapkan sesuai dengan tingkat kompleksitasnya

secara elektronik. E-module digunakan secara mandiri, belajar sesuai dengan

kecepatan masing-masing individu secara efektif dan efisien. Depdiknas

(2008: 20) mendefinisikan bahwa e-module merupakan seperangkat bahan

ajar yang disajikan secara sistematis sehingga pengguna e-module dapat

belajar dengan atau tanpa seorang fasilitator, serta dapat dijadikan sebagai

pengganti fungsi guru. Jadi dapat disimpulkan bahwa e-module IPA adalah

modul yang disajikan secara elektronik dengan tujuan agar peserta didik dapat

belajar secara mandiri untuk mencapai kompetensi yang diharapkan.

Menurut Chomsin (2008: 50-53) Pengembangan e-module harus

memperhatikan karakteristik sebagai berikut:

1) Self-Instructional

Karakteristik ini memiliki maksud peserta didik mampu

membelajarkan diri sendiri dengan modul yang dikembangkan. Beberapa

hal yang harus diperhatikan dalam pembuatan e-module yang mampu

membuat peserta didik untuk belajar mandiri dan memperoleh ketuntasan

belajar yaitu a) memberikan contoh-contoh dan ilustrasi yang menarik

dalam rangka mendukung pemaparan materi pembelajaran, b) materi yang

(25)

23 pesera didik, c) memberikan soal-soal latihan untuk memberikan peserta

didik umpan balik, d) bahasa yang digunakan komunikatif, e) memberikan

rangkuman materi, f) mendorong peserta didik melakukan self-assesment.

2) Self-Contained

Self-contained yaitu seluruh materi pembelajaran dari satu kompetensi

atau subkompetensi yang dipelajari terdapat di dalam satu modul secara

utuh, sehingga peserta didik dapat belajar secara tuntas.

3) Stand-alone

Stand-alone yaitu e-module yang dikembangkan tidak tergantung pada

bahan ajar lain atau tidah harus digunakan bersama-sama dengan bahan

ajar lain.

4) Adaptif

E-module hendaknya memiliki daya adaptif yang tinggi terhadap

perkembangan ilmu dan teknologi. E-module harus dapat menyesuaiakan

perkembangan ilmu pengetahuan teknologi, fleksibel digunakan

diberbagai tempat, serta isi materi pembelajaran dapat digunakan dalam

kurun waktu tetentu.

5) User friendly

E-module dikatakan user friendly jika bersahabt atau akrab dengan

pemakainya. Elemen-elemen yang harus dipenuhi dalam penyusunan

(26)

24 (a) Konsistensi

Disarankan tidak menggunakan terlalu banyak variasi dalam

bentuk dan ukuran huruf. Pemilihan bentuk huruf dan ukuran huruf

hendaknya mempertimbangkan kemudahan bagi peserta didik untuk

membacanya. Selain itu konsistensi dalam pemakaian spasi akan

membuat pembaca lebih terarah.

(b) Format

Untuk mendukung konsistensi diharapkan menggunakan format

kolom dan paragraph yang sesuai.

(c) Organisasi

Materi pembelajaran harus teroganisasi dengan baik sehingga akan

memudahkan dan menigkatkan semangat peserta didik untuk

mambaca atau belajar.

(d) Perwajahan

Daya tarik peserta didik terhadap bahan ajar terkadang lebih

banyak dari bagian sampul, sehingga diharapkan bagian sampul

diberikan gambar, kombinasi warna, dan ukuran huruf yang serasi.

Untuk mempertahankan ketertarikan peserta didik untuk membaca

bahan ajar perlu diberikan gambar atau ilustrasi, bahkan dilengkapi

(27)

25 e) Kemampuan Problem Solving

W.Gulo (2008: 113) mendefinisikan problem solving adalah proses

memikirkan dan mencari jalan keluar bagi masalah yang dihdapi. Pramana

dalam Paidi (2010: 2) menjelaskan bahwa problem solving adalah suatu

proses penghilangan perbedaan atau ketidaksesuain yang terjadi antara hasil

yang diperoleh dan hasil yang diinginkan. Kamampuan untuk melakukan

pemecahan masalah terkait dengan kemampuan mengenali masalah,

menemukan alternatif- alternatif solusi, memilih salah satu alternatif sebagai

solusi, serta mengevaluasi jawaban yang telah diperoleh. Sedangkan menurut

Anthony J. Nitko & Susan M.B (2011: 231) problem solving if the procedure

for attaining a goal is so well known to students that they can complete the

task withouth having to reason, they do not have use problem-solving skills.

Jadi dari pendapat beberapa ahli dapat disimpulkan bahwa

kemampuan problem solving adalah proses untuk mencari jalan keluar

terhadap masalah melalui proses berpikir yang lebih tinggi dengan tujuan

tertentu (tujuan yang diinginkan).

Langkah-langkah problem solving menurut Abdul Majid (2013: 212)

adalah 1) menyiapkan Isu; 2) menulis tujuan/ kompetensi yang hendak dicapai

3) mencari dua data atau keterangan yang dapat digunakan untuk

(28)

26 jawaban sementara dari masalah tersebut Tugas, diskusi, dll; 6)menarik

kesimpulan

Menurut David Johnson & Johnson dalam W.Gulo (2008: 116)

masalah yang dipilih adalah adalah masalah yang mempnyai sifat conflict

issue atau kontroversial, masalahnya dianggap penting, urgent dan dapat

diselesaikan. Prosedur problem solving yang dilakukan adalah sebagai

berikut:

1) Mendefiniskan masalah

Penyelesaian masalah dengan merumuskan masalah terlebih dahulu

secara eksplisit

2) Mendiagnosis masalah

Dalam langkah ini peserta didik mendiskusikan sebab-sebab

timbulnya masalah. faktor timbulnya masalah adalah faktor-faktor

yang mendukung atau mendorong kea rah tercapainya tujuan yang

diinginkan dan faktor-faktor yang menghambat tercapainya tujuan.

3) Merumuskan alternatif strategi/ solusi

Peserta didik harus kreatif, berpikir secara divergen, memahami

pertentangan diantara berbagai ide, dan memiliki daya temu yang

tinggi.

4) Menentukan dan menerapkan strategi

Setelah didapatkan berbagai solusi alternatif solusi, maka dipilih

(29)

27 5) Mengevaluasi keberhasilan strategi

Dalam langkah terakhir peserta didik mempelajari, apakah strategi

yang diterapkan telah berhasil dan apakah akibat stelah menerapkan

strategi tersebut.

Menurut Anthony J. Nitko & Susan M.B (2011: 232) Langkah –

langkah problem-solving secara umum dikategorikan ke dalam 5 proses

tahapan yaitu 1) identify the problem, 2) define and represent the problem, 3)

explore possible strategies, 4) act on strategies, 5) look back and evaluate the

effects of your activities

Sedangkan menurut Wina Sanjaya (2006: 216-218) dapat ditinjau dari

indikator sebagai berikut:

Tabel 2.1 Aspek dan Indikator Problem Solving No Aspek Indikator

1. Merumuskan masalah Mengetahui adanya kesenjangan

Memfokuskan pada masalah yang akan dikaji Menemukan prioritas masalah

Menggunakan pengetahuan untuk mengkaji, merinci, dan menganalisis masalah

2 Merumuskan Hipotesis Menentukan penyebab masalah

Menentukan alternatif jawaban sementara terhadap masalah

3 Mengumpulkan Data Mengumpulkan data, memetakan data, dan menyajikan data dalam berbagai tampilan.

4 Pegujian hipotesis/ menarik kesimpulan

Menelaah data

Membahas data dan melihat hubungan dengan masalah yang dikaji

Membuat simpulan 5 Alternatif/ rekomendasi

pemecahan masalah

Menentukan solusi penyelesaian masalah yang mungkin dapat dilakukan

(30)

28 Jadi dari pendapat beberapa ahli dalam penelitian ini langkah-langkah

problem solving adalah 1) mengidentifikasi masalah, 2) meruumusan masalah,

3) memberikan solusi alternative, 4) memberikan solusi alternatif (terbaik).

f) Kemandirian belajar

Herman holestein (1984:9) menjelaskan situasi belajar mandiri

dimana sikap pengajar dalam pelajaran yang membuka kesempatan bagi para

pelajar untuk mendapat gerak atau ruang kerja seluas-luasnya dalam cara serta

waktu kerjanya, dengan ditandai dengan tidak menonjolnya peranan pegajar

dalam kelas. Surya dharma (2008: 7) mendefinisikan belajar mandiri adalah

cara belajar yang memberikan kebebasan, tanggung jawab dan kewenangan

lebih kepada peserta didik. Sedangkan Haris Mudjiman (2007: 7) menjelaskan

belajar mandiri adalah kegiatan belajar aktif, yang di dorong oleh niat untuk

menguasai sesuatu kompetensi yang bertujuan untuk mengatasi masalah dan

dibangun dengan bekal pengetahuan atau kompetensi yang dimiliki.

Menurut pendapat dari beberapa ahli dapat disimpulkan bahwa

kemandirian belajar adalah Kemandirian belajar adalah kegiatan belajar yang

dilakukan oleh peserta didik secara aktif, untuk menguasai suatu kompetensi

dalam penyelesaian suatu masalah dengan tidak menonjolkan peran pengajar

dalam pembelajaran di kelas dengan penuh tanggung jawab. Dari pembahasan

di atas diperoleh gambaran bahwa peserta didik yang sedang melakukan

(31)

29 mendorongnya belajar yaitu motif untuk menguasai sesuatau kompetensi yang

diinginkan bukan keampakan fisik kegiatan belajarnya.

Anatomi belajar mandiri menurut Haris Mudjiman (2007: 10) terdiri

dari kepemilikan kompetensi tertentu sebagai tujuan belajar, belajar aktif

sebagai strategi belajar untuk mencapai tujuan, keberadaan motivasi belajar

sebagai syarat berlangsungnya kegiatan belajar dan paradigm konstruktivisme

sebagai landasan konsep.

Gambar 2.2 Anatomi Konsep Belajar Mandiri

Ciri-ciri tentang belajar mandiri antara laian adalah sebagai berikut:

1) Motivasi belajar

Semakin kuat motivasi belajar maka akan semakin tinggi

kemampuan belajar, semakin besar kompetensi yang akan diperoleh KOMPETENSI

BELAJARAKTIF

MOTIVASI

BELAJAR

(32)

30 dan semakin besar tujuan pembelajaran yang akan dicapai. (Haris

Mudjiman, 2007: 16)

H.Martinis (2007: 223) mendefinisikan motivasi adalah

hubungan erat antara bagaimana perilaku itu dimulai, dikuatkan,

disokong, diarahkan, dihentikan dan reaksi subjektif manaca apa yang

timbul. Motivasi belajar memiliki fungsi tidak hanya memberikan

kekuatan pada daya-daya belajar, tetapi juga memberi arah yang jelas.

Motivasi akan memberi hasil yang lebih baik terhadap perbuatan yang

dilakukan seseorang.

2) Sumber Belajar/ Bahan ajar

Belajar mandiri dapat menggunakan berbagai sumber dan

media belajar. Paket-paket belajar yang berisi self-instructional

materials, buku teks hingga teknologi informasi lanjut, dapat

digunakan sebagai media belajar dalam belajar mandiri. Apabila

sumber atau bahan ajar tersedia dalam jumlah dan kualitas yang baik(

ketersediaan dan kejelasan materi yang cukup) akan membantu

tercapainya kompetensi yang dituju, sehingga peserta didik tidak

bergantung dengan pihak lain dan kegiatan belajar mandiri menjadi

terdukung (Haris Mudjiman, 2007: 17).

3) Cara belajar

Pembelajaran mandiri perlu menemukan tipe balajarnya

(33)

31 dan kemampuaanya sendiri, seperti tipe belajar auditif, visual,

kinestetik ataupun campuran. Kegiatan belajar mandiri ditandai

dengan adanya belajar aktif yang dilakukan oleh peserta didik.

Kegaitan belajar aktif pada dasarnya merupakan kegiatan belajar yang

bercirikan keaktifan pembelajar, untuk mendapatkan sesuatu atau

serangkaian kompetensi. Belajar aktif dapat disatukan dengan belajar

tuntas dengan tujuan agar peserta didik dapat menguasai bahan ajar

atau kompetensi secara tuntas dengan kecepatan yang disesuaikan

dengan kemampuan peserta didik (Haris Mudjiman, 2007: 18)

4) Tempo dan Irama Belajar

Belajar mandiri dapat berfungsi untuk mengetahui kecepatan

belajar dan intensitas kegiatan belajar yang ditentukan sendiri oleh

peserta didik, sesuai dengan kebutuhan, kemampuan, dan kesempatan

yang tersedia (Haris Mudjiman, 2007: 18)

5) Evaluasi hasil belajar

Evaluasi hasil belajar mandiri dapat dilakukan sendiri oleh

peserta didik dengan melakukan self-assesment atau self-evaluation.

Peserta didik dikatagorikan mampu mengetahui sejauh mana

keberhasilannya dalam belajar mandiri apabila mampu

membandingkan antara tujuan belajar dan hasil yang dicapainya (Haris

(34)

32 6) Refleksi

Refleksi merupakan penialaian terhadap proses pembelajaran yang

telah dijalani. Kemampuan refleksi merupakan salah satu kemampuan

yang sangat diperlukan dalam belajar mandiri. Sebab dari hasil refleksi

peserta didik dapat menentukan langkah kedepan guna mencapai

keberhasilan dan mneghindari kegagalan. Dalam refleksi peserta didik

menilai bagaimana ia telah belajar, apa yang berhasil , apa yang gagal,

mengapa gagal, dan untuk ke depan bagaimana sebaiknya (Haris

Mudjiman, 2007: 18)

Jadi dalam penelitian ini aspek kemandirian belajar yang digunakan

adalah motivasi belajar, penggunaan sumber/ bahan ajar, cara belajar,

tempo dan irama belajar, evaluasi hasil belajar dan refleksi

g) Materi Perubahan Benda-Benda di Sekitar Kita Tabel 2.2 Kompetensi Dasar dan Indikator Pembelajaran

Kompetensi Dasar Indikator

1.1 Mengagumi keteraturan dan kompleksitas ciptaan Tuhan tentang aspek fisik dan kimiawi, kehidupan dalam ekosistem, dan peranan manusia dalam lingkungan serta mewujudkannya dalam pengamalan ajaran agama yang dianutnya.

1.1.1 Meningkatkan rasa syukur setelah belajar perubahan fisika, perubahan kimia, pemisahan campuran dan sifat larutan.

2.1 Menunjukkan perilaku ilmiah (memiliki rasa ingin tahu; objektif; jujur; teliti; cermat; tekun; hati-hati; bertanggung jawab; terbuka; kritis; kreatif; inovatif dan peduli lingkungan) dalam aktivitas

(35)

33 untuk kehidupan sehari-hari (misalnya pemisahan campuran)

3.5.1Mengidentifikasi perubahan materi berdasarkan sifat materi 3.5.2 Membedakan perubahan fisika dan perubahan kimia

4.6 Melakukan pemisahan campuran berdasarkan sifat fisika dan kimia.

4.6.1 Melakukan pemisahan campuran dengan teknik filtrasi. 4.6.2 Melakukan pemisahan campuran dengan teknik koagulasi 4.6.3 Menghubungkan sifat materi dengan pemisahan campuran

(1) Materi dan Sifat Materi

Raymond Chang (2004: 6) mendefinisikan materi adalah segala

sesuatau yang menempati ruang dan mempunyai massa. Menurut Petrucci

(2011: 4) materi adalah apapun yang menempati ruang dan

memperlihatkan sifat massa dan kelembaman (inersia).

Sifat materi adalah atribut suatu materi yang dapat membedakan

satu sampel materi dari sampel lainnya. Sifat materi umumnya

dikelompokkan menjadi 2 golongan yaitu sifat fisika dan sifat kimia.

(a) Sifat fisika dan Perubahan fisika

Sifat fisika adalah sifat yang diperlihatkan sampel materi

tanpa mengubah komposisinya. Beberapa sifat fisika yang umumnya

(36)

34 titik leleh, dan titik didih. Suatu proses perubahan peampilan fisis dari

suatu objek dengan identitas dasar tak berubah disebut dengan

perubahan fisika (Petrucci, 2011: 4).

(b) Sifat kimia dan perubahan kimia

Sifat kimia adalah kemampuan sampel suatu materi mengalami

perubahan komposisi dan kondisi yang ditentukan. Contohnya adalah

perkaratan besi dan pembusukan kayu adalah perubahan- perubahan

yang tidak hanya mencakup keadaan fisik, tetapi juga identitas

dasarnya. Perubahan kimia merupakan perubahan menghasilkan zat

baru.Jenis perubahan-perubahan kimia yang dialami suatu bahan

ditentukan oleh sifat-sifat kiminya (Petrucci, 2011: 5).

Berlangsungnya perubahan kimia dapat diketahui dengan ciri-

ciri sebagai berikut:

1. Terbentuknya gas

Beberapa reaksi kimia tertentu dapat membentuk gas. Contoh

reaksi kimia,yang membentuk gas ialah reaksi logam magnesium (Mg)

dengan asam klorida (HCl). Reaksi tersebut dapat ditulis sebagai

berikut:

Magnesium + Asam klorida Magnesium klorida + gas hidrogen

(37)

35 2. Terbentuknya endapan

Reaksi pengendapan adalah reaksi yang menghasilkan suatu

senyawa yang berbentuk padatan. Padatan tersebut tidak larut (tidak

bercampur secara homogen) dengan cairan di sekitarnya, sehingga

disebut endapan. Salah satu contoh reaksi yang dapat membentuk

endapan ialah antara barium klorida (BaCl2) dengan natrium sulfat

(Na2SO4). Reaksi tersebut berlangsung sebagai berikut:

Barium klorida + Natrium sulfat Barium sulfat + Natrium klorida Endapan putih

BaCl2(aq) + Na2SO4(aq) BaSO4(s) + 2NaCl(aq)

3. Terjadinya perubahan warna

Contoh reaksi kimia yang memberikan warna yang khas adalah

reaksi antara tembaga sulfat (CuSO4) dengan air (H2O). Warna

tembaga sufat adalah putih apabila ditambahkan air, warnanya berubah

menjadi biru. Warna biru tersebut adalah warna senyawa baru yang

terbentuk, yaitu CuSO4.5H2O.

4. Terjadinya perubahan suhu

Reaksi kimia disertai perubahan energi. Salah satu bentuk energi

yang sering menyertai reaksi kimia adalah energi panas. Dengan

demikian, terjadinya perubahan kimia akan ditandai dengan perubahan

energi panas, atau aliran kalor dari atau ke lingkungan. Akibatnya

suhu hasil reaksi dapat menjadi lebih tinggi atau dapat menjadi lebih

(38)

36 Jadi dapat disimpulkan bahwa materi adalah apapun yang

memiliki massa dan menempati ruang. Suatu materi dapat mengalami

perubahan yaitu perubahanfisika dan perubahan kimia. Perubahan

fisika adalah perubahan yang tidak menghasilkan zat baru, sedangkan

perubahan kimia adalah perubahan yang menghasilkan zat baru.

Perubahan materi melibatkan sifat materi misalnya perubahan fisika

melibatkan sifat fisika suatu materi sedangkan perubahan kimia

melibatkan sifat kimia suatu materi.

(2) Klasifikasi materi

Untuk mempelajari beragam materi yang ada di alam semesta,

maka materi digolongkan dengan beberapa cara untuk memudahkan untuk

mempelajarinya. Menurut David E.G (2007: 3) klasifikasi materi

berdasarkan wujudnya dapat dibedakan menjadi zat padat, cair, dan gas.

Sedangkan klasifikasi materi berdasarkan komponennya dapat dibedakan

menjadi zat tunggal dan campuran. Zat tunggal dapat dibedakan menjadi

senyawa dan unsur. Menurut Hendro (1992: 317) senyawa adalah zat

murni yang dapat dipecah menjadi zat yang lebih sederhana dengan proses

kimia. Contohnya adalah senyawa air (dapat dipecah menjadi oksigen dan

hidrogen), senyawa glukosa (dapat dipecah menjadi karbon, hidrogen dan

oksigen). Sedangkan menurut David E.G (2007: 4) senyawa adalah zat

(39)

37 dengan proporsisi tertentu. Berdasarkan pendapat Hendro (2007: 317)

unsur adalah zat murni yang paling sederhana. Sedangkan menurut

pendapat David E.G (2007: 3) unsur adalah zat yang tidak dapat dipecah

menjadi zat yang lebih sederhana dengan cara kimia. Contoh unsur adalah

emas, perak, oksigen, hidrogen.

Campuran adalah suatu materi yang terdiri dari dua zat lebih dan

masih mempunyai sifat azalnya. Campuran dibedakan menjadi dua yaitu

campuran homogen dan heterogen. Campuran homogen adalah campuran

dengan komposisi dan sifat yang seragam diseluruh sampel, sedangkan

campuran degan komposisi dan sifat fisisnya beragam sari satu bagian

campuran dengan bagian lainnya disebut campuran heterogen (Petrucci,

2011: 6). Sedangkan menurut pendapat Hendro (1992: 316) campuran

terdiri dari 2 macam yaitu campuran homogeny dan campuran heterogen.

Campuran homogen adalah campuran yang memiliki susunan yang sama

dari tiap bagian, sedagkan campuran heterogen adalah campuran yang tiap

bagiannya tidak terdiri dari bagian yang sama.

Jadi untuk lebih memudahkan untuk memelajari suatu materi di

alam ini maka perlu kita klasifikasikan. Pengklasifikasian materi

berdasarkan wujud dapat dibedakan mejadi zat padat, cair, dan gas.

Sedangkan pengklasifikasian materi berdasarkan komponennya dapat

(40)

38 Suatu campuran dapat dapat dipisahkan ke dalam

komponen-komponennya berdasarkan sifat fisika ataupun sifat kimianya yaitu

sebagai berikut:

a. Pemisahan campuran secara fisika

Pemisahan campuran secara fisika didasari dengan sifat fisika

yang dimiliki suatu campuran. Contoh dari pemisahan campuran

secara fisika adalah sebagai berikut:

1) Filtrasi, merupakan suatu proses pemisahan padatan dari cairan

yang mensuspensinya berdasarkan perbedaan ukuran partikel.

(Petrucci ,2011: 6)

Gambar 2.3 Pemisahan campuran dengan cara filtrasi Sumber: Dok. Kemdikbud

2) Destilasi, memiliki prinsip kerja yang didasarkan pada perbedaan

titik didih dan zat cair dari campurannya. Contoh dari destilasi

adalah penyulingan minyak tanah dan pembuatan air putih

(41)

39 Gambar 2.4 Pemisahan campuran dengan cara destilasi

Sumber: Dok. Kemdikbud

3) Sentrifugasi adalah metode pemisaha campuran yang digunakan

untuk memisahkan padatan yang sangat halus dengan jumlah

campuran sedikit. Contoh dari sentrifugasi adalah memisahkan

sel-sel darah dari plasma darah (Petrucci ,2011: 7)

4) Kromatografi, didasarkan pada perbedaan distribusi molekul-

molekul komponen di antara dua fasa (fasa gerak dan fasa diam)

yang kepolarannya berbeda (Sumar , 2010: 2)

(42)

40 b. Pemisahan campuran secara kimia

Pemisahan campuran secara kimia didasari dengan sifat kimia

yang dimiliki suatu campuran. Contoh dari pemisahan campuran

secara kimia adalah sebagai berikut:

1) Koagulasi

Koagulasi merupakan proses pesmisahan campuran yang

menyebabkan partikel kecil bergabung menghaslkan partikel yang

mengendap setelah penambahan zat penggumpal (sumar, 2010:3)

2) Elektrolisis

Elektrolisis didasarkan pada interaksi partikel-partikel bermuatan

oleh medan listrik. Partikel bermuatan listrik negative akan bergerak

ke kutub postif (anoda) dan sebaliknya partikel bermuatan listrik

positif akan bergerak ke kutub negatif atau katoda (sumar, 2010:2)

Jadi pemisahan campuran didasari dari sifat suatu materi.

Pemisahan campuran berdasarkan sifat materi dapat dibedakan

menjadi pemisahan campuran secara fisika dan pemisahan campuran

(43)

41 2. Penelitian yang Relevan

Agar memperoleh data dan hasil yang valid, maka penelitian ini

mengacu pada penelitian yang relevan, yaitu penelitian berupa skripsi yang

telah disusun oleh Amila Rizqi Wulan Utami (2014) dengan judul

Pengembangan E-module Pengayaan Dengan Tema ‘Energi Dalam Sistem

Kehidupan’ Untuk Meningkatkan Kemandirian Belajar Peserta Didik Kelas

VII SMP/MTs”. Hasil penelitian tersebut menghasilkan e-modul penganyaan

yang telah valid untuk mengukur peningkatan kemandirian belajar

berdasarkan gain score ternormalisasi 0,44 dengan kategori sedang.

Selain itu juga mengacu pada penelitian Chandra Desta Wahyuna

(2008) dengan judul “Pengembangan Perangkat Pembelajaran IPA (Fisika)

Berbasis Pendekatan Inkuiri Terbimbing Untuk meningkatkan Sikap Ilmiah

dan Kemampuan Pemecahan Masalah.” Pada penelitian ini dilakukan

pengembangan terhadap RPP dan baha ajar berupa LKS berbasis inkuiri

terbimbing dapat meningkatkan sikap ilmiah pserta didik yaitu pertemuan 1:

78,94% dan pertemuan 2: 84,95%. Selain dapat menigkatkan sikap ilimah

juga dapat meninkatkan kemampuan pemecahan masalah yaitu dapat dilihat

(44)

42 B. Kerangka berpikir

Permasalahan yang ditemukan

1. Kurangnya kemampuan problem solving dan kemandirian belajar peserta didik dalam kegiatan pembelajaran

2. Masih banyak guru yang belum menggunakan e-module IPA untuk bahan ajar mandiri

Akibatnya

Kemampuan Problem solving

peserta didik dalam pembelajaran IPA belum dikembangkan secara maksimal

Kemandirian belajar peserta didik dalam pembelajaran IPA belum dikembangkan secara maksimal

solusi

Perlu dikembangkan bahan ajar e-module IPA berpendekatan authentic inquiry

learning yang berorientasi pada kemampuan problem solving dan kemandirian

belajar peserta didik

Pengembangan e-Module IPA Berpendekatan Authentic Inquiry Learning yang Berorientasi Pada Kemampuan Problem Solving dan Kemandirian Belajar Peserta Didik SMP.

(45)

43 BAB III

METODE PENELITIAN A. Model Pengembangan

Model Pengembangan produk yang digunakan dalam penelitian ini adalah

Research and Development . Model Research and Development yang digunakan

pada penelitian ini sesuai dengan alur dari Thiagarajan yakni 4-D (Four-D

Models). Alur pegembangan Thiagarajan menurut Trianto (2010: 189) model

pengembangan ini terdiri atas empat tahapan, yaitu tahap define (pendefinisian),

design (perancangan), develop (pengembangan) dan disseminate (penyebaran).

Pada tahap define (pendefinisian) dilakukan dengan analisis awal, analisis peserta

didik, analisis tugas, analisis konsep dan merumuskan tujuan pembelajaran. Pada

tahap design (perancangan) dilakukan penyusunan instrumen, pemilihan bahan

ajar, pemilihan format dan rancangan produk awal. Tahap develop

(pengembangan) meliputi tahap penilaian ahli dan uji coba pengembangan. Tahap

terkahir adalah tahap disseminate (penyebaran). Tahap disseminate merupakan

tahap penggunaan perangkat yang telah dikembangkan pada skala yang lebih luas

misalnya di kelas lain, di sekolah lain, dan oleh guru lain.

Tujuan penelitian ini adalah menghasilkan model bahan ajar berupa

e-module IPA berpendekatan authentic inquiry learning yang mengintegrasikan

(46)

44 B. Prosedur Pengembangan

Gambar 3.1 Model Pengembangan 4-D (Modifikasi dari Thiagarajan dalam Trianto (2010))

Analisis Permasalahan

Analisis Peserta Didik

Analisis Konsep Analisis Tugas

Analisis Tujuan Pembelajaran

Penyusunan Instrumen

Pemilihan Bahan Ajar

Pemilihan Format

Rancangan Awal Draft I

Dosen Pembimbing Revisi I (Draft II)

Validasi Dosen dan Guru IPA

Produk e-module IPA

Uji Coba Pengembangan Revisi II (Draft III)

Disebarluaskan

Define

Design

Develop

Disseminate

(47)

45 Prosedur/ langkah pengembangan e-module IPA adalah sebagai berikut:

1. Tahap Pendefinisian (Define)

Tujuan dari tahap ini adalah menetapkan dan mendefinisikan

kebutuhan yang dihadapi dalam pembelajaran IPA. Tahap pendefisian

merupakan tahap untuk menetapkan kebutuhan pembelajaran, hal-hal

yang perlu diperhatikan meliputi perkembangan peserta didik, kurikulum,

kondisi sekolah yang ada, serta permasalahan yang dihadapi dalam

pembelajaran terkait bahan ajar yang dikembangkan. Dalam tahap ini,

terdapat 5 kegiatan yang meliputi:

a. Analisis permasalahan

Pada tahap analisis permasalahan peneliti mencari informasi di

lapangan tentang permasalahan yang terjadi dalam pembelajaran IPA.

Pencarian informasi dilakukan peneliti dengan cara melakukan observasi

lapangan dan wawancara terhadap guru IPA di SMP Negeri 1 Muntilan.

Observasi lapangan dilakukan ketika melakukan PPL di SMP Negeri 1

Muntilan, sedangkan wawancara dilakukan kepada 2 orang guru IPA

SMP N 1 Muntilan. Tujuan dari pengumpulan informasi adalah sebagai

dasar penyusunan e-module IPA yang akan dikembangkan.

b. Analisis Peserta Didik

Tahap analisis peserta didik merupakan tahap mempelajari

(48)

46 sekolah. yang akan dijadikan sebagai acuan dalam menentukan model/

pendekatan/ metode yang sesuai.

c. Analisis Tugas

Analisis tugas merupakan kumpulan prosedur untuk menentukan isi

materi ajar secara garis besar Analisis tugas dilakukan peneliti untuk

menentukan isi dan kompetensi yang harus dicapai dalam pembelajaran

IPA menggunakan e-module IPA berpendekatan authentic inquiry

learning. Penyusunan e-module IPA ini mengacu Kurikulum 2013 pada

materi perubahan benda-benda di sekitar kita

d. Analisis Konsep

Tahap ini bertujuan untuk menganalisis konsep-konsep penting yang

harus dikuasai oleh peserta didik. Konsep-konsep pada salah satu KD

saling dikaitkan dengan konsep-konsep pada KD lainnya kemudian

disusun ke dalam sebuah peta konsep. Peta konsep yang telah disusun

digunakan sebagai dasar dalam menyusun tujuan pembelajaran.

e. Analisis Tujuan Pembelajaran

Analisis tujuan pembelajaran bertujuan agar peserta didik setelah

melakukan pembelajaran menggunakan e-module IPA dapat mencapai

(49)

47 2. Tahap perancangan (design)

Tujuan dari tahap ini adalah menemukan cara yang lebih efektif dan

efisien untuk mengambangkan rancangan produk awal (Draft I) berdasarkan

data-data yang diperoleh pada tahap pendefinisian. Tahapan-tahapan yang

harus dilakukan pada tahap perancangan ini adalah:

a. Penyusunan Instrumen

Instrumen yang disusun pada penelitian ini meliputi instrumen validasi

produk e-module IPA. Instrumen validasi produk bertujuan untuk menilai

kelayakan produk e-module IPA. Selain peyusunan instrumen validasi produk

juga terdapat instrument penilaian hasil uji coba produk untuk mengukur

kemampuan problem solving dan kemandirian belajar peserta didik .

b. Pemilihan Bahan Ajar

Pemilihan Bahan Ajar disesuaiakan dengan kebutuhan dan karakteristik

peserta didik di SMP Negeri 1 Muntilan.

c. Pemilihan Format

Pemilihan format module IPA disesuaikan dengan karakteristik

e-module IPA berpendekatan authentic inquiry learning, yang menekankan

pada ranah kemampuan problem solving dan kemandirian belajar peserta

(50)

48 d. Rancangan Awal

Pada tahap rancangan awal dihasilkan draft I e-module IPA yang

kemudian dikonsultasikan kepada dosen pembimbing. Rancangan awal

e-module IPA mencakup:

1) Sampul dan Judul e-module IPA

Judul yang ada pada bagian halaman depan slide e-module IPA

menggambarkan materi “Perubahan Benda-Benda Di Sekitar Kita”.

2) Petunjuk Belajar

Petunjuk belajar berisi deskripsi cara menggunakan e-module IPA.

3) Kompetensi Dasar dan Indikator

Pemilihan Kompetensi Dasar akan menentukan indikator

pembeljaran pada e-module IPA yang dikembangkan.

4) Peta Konsep

Pembuatan peta konsep bertujuan agar peserta didik lebih mudah

mempelajari materi pada kegiatan pembelajaran pada e-module IPA.

5) Kegiatan Pembelajaran

Kegiatan pembelajaran berisi semua kegiatan yang berhubungan

dengan materi “Perubahan Benda-Benda Di Sekitar Kita” yang ada pada

e-module IPA.

6) Gambar, animasi dan video

Gambar, animasi, dan video bertujuan untuk mempermudah peserta

(51)

49 3. Tahap Pengembangan (Develop)

Tahap pengembangan merupakan tahap implementasi dari perencanaan

produk yang telah dilakukan pada tahap sebelumnya. Tujuan dari tahap ini

adalah untuk menghasilkan produk akhir e-module IPA yang layak digunakan.

Adapun langkah yang dilakukan adalah sebagai berikut:

a. Dosen Pembimbing

Hasil pegembangan e-module IPA draft 1 yang dirancang dan

dibuat oleh peneliti dikonsultasikan terlebih dahulu kepada dosen

pembimbing I dan dosen pembimbing II sebelum masuk ke validasi

dosen ahli dan guru IPA. E-module IPA yang dikonsultasikan kepada

dosen pembimbing akan memperoleh masukan saran dan kritikan, yang

menjadi bekal bagi peneliti untuk merevisi produk yang dikembangkan.

b. Validasi Dosen Ahli dan Guru IPA

Pada tahap pegembangan e-module IPA produk yang

dikembangkan divalidasi oleh dosen ahli dan guru IPA untuk mengetahui

kelayakan e-module IPA yang dikembangkan oleh peneliti sebelum

digunakan untuk uji coba lapangan. Hasil validasi dari dosen ahli dan

guru IPA merupakan draft III dan sebagai bahan revisi supaya e-module

IPA yang dikembangkan akan lebih baik lagi dengan kritik dan saran

(52)

50 c. Uji Coba Pengembangan

Uji coba lapangan dilakukan di kelas VII B, SMP N 1 Muntilan.

Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk menentukan apakah e-module IPA

yang dikembangkan sudah layak untuk diterapkan pada kemampuan

problem solving dan kemandirian belajar peserta didik. Prosedur

pelaksanaan uji coba lapangan ini adalah sebagai berikut:

1) Menjelaskan maksud dan tujuan dilakukan uji coba kepada peserta

didik.

2) Melakukan pretest sebelum kegiatan pembelajaran dimulai.

3) Meminta peserta didik untuk mengikuti proses pembelajaran dan

melakukan kegiatan pembelajaran yang telah tertera di dalam

e-module IPA.

4) Meminta peserta didik untuk mengisi angket respon untuk

mengetahui respon peserta didik terhadap e-module IPA yang

diguakan dalam pembelajaran.

(53)

51 4. Tahap Penyebaran (Disseminate)

Tahap ini merupakan tahap terakhir dari penelitian ini. Tahap ini

merupakan tahap peggunaan perangkat yang telah dikembangkan pada skala yang

lebih luas misalnya di kelas lain, di sekolah lain, dan oleh guru lain. Penyebaran

hanya dilakukan secara terbatas yaitu memberikan produk e-module IPA

berpendekatan authentic inquiry learning kepada guru IPA SMP N 1 Mutilan.

C. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian pengembangan ini dilaksanakan pada bulan November 2015

tahun pelajaran 2015/ 2016 yaitu pada semester ganjil. Lokasi penelitian ini di

SMP N 1 Muntilan, Kabupaten Magelang, Provinsi Jawa Tengah.

D. Subjek dan Objek Penelitian 1. Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah peserta didik kelas VIIB SMP N 1

Muntilan dengan jumlah 24 anak. Peserta didik melakukan proses

pembelajaran dengan e-module IPA yang dikembangkan oleh peneliti untuk

menguji kelayakan e-module IPA yang diintegrasikan dengan kemampuan

Gambar

Gambar 2.1 Proses inquiry (W.Gulo, 2008: 94)
Tabel 2.1 Aspek dan Indikator Problem Solving No Aspek Indikator
Gambar 2.2 Anatomi Konsep Belajar Mandiri
Tabel 2.2 Kompetensi Dasar dan Indikator Pembelajaran
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dari penelitian ini adalah mengkaji perbedaan hasil belajar IPA menggunakan Problem Solving dan Inquiry pada siswa kelas VII MTs Negeri 2 Surakarta tahun ajaran