• Tidak ada hasil yang ditemukan

Scanned by CamScanner

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Scanned by CamScanner"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)

PERILAKU PENGULANGAN TINDAK KRIMINAL PADA RESIDIVIS TINJAUAN

DARI ASPEK KONSEP DIRI DAN MOTIVASI

Dian Dini Analisa, Retno Ristiasih Utami, Probowatie Tjondronegoro Fakultas Psikologi

Universitas Semarang ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui deskripsi konsep diri dan motivasi pengulangan tindak kriminal pada residivis. Subjek dalam penelitian ini berjumlah 42 orang yang terbagi atas 13 orang residivis narkoba dan 29 orang residivis tindak pidana umum, serta minimal telah melakukan tindak kejahatan sebanyak dua kali. Penelitian ini merupakan studi populasi.

Data penelitian dikumpulkan dengan menggunakan Skala Konsep Diri dan Skala Motivasi Pengulangan Tindak Kriminal. Analisis data dilakukan dengan menggunakan teknik analisis deskriptif kuantitatif dengan teknik statistik tendency central, yaitu mean (rata-rata) dan prosentase dari konsep diri residivis dan motivasi pengulangan tindak kriminal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsep diri pada residivis adalah negatif dan motivasi yang dimiliki residivis untuk melakukan pengulangan tindak kejahatan berada pada kategori tinggi.

Kata Kunci : konsep diri, motivasi pengulangan tindak kriminal, residivis

REPEATING CRIMINAL BEHAVIOR AMONG REPEATED OFFENDER, MOTIVATION AND SELF CONCEPT

The purpose of this study is to describe the self concept and motivation among repeated offender. The subjects are 42 repeated offender (13 of drug case and 29 of general crime) and the subject minimal have done the same case twice. Data was carried out using Self Concept Scale and Motivation to Repeating Criminal Behavior Scale. The data was analized by central tendency. Description analysis is used to analyze the data. The result indicates that the repeated offender have a negative self concept and high motivation to repeated their criminal behavior.

Key words : self concept, motivation to repeated criminal behavior, repeated offender PENDAHULUAN

Kejahatan yang ada di tengah masyarakat merupakan suatu permasalahan yang menuntut banyak perhatian dari berbagai pihak, karena kejahatan merupakan tindakan antisosial yang ditentang oleh negara. Kejahatan merupakan tindakan hasil ekspresi emosi yang tidak stabil. Indonesia merupakan negara hukum, dimana ketika sesorang melanggar hukum pidana negara akan dikenakan hukuman penjara yang akan ditempatkan ke dalam lembaga pemasyarakatan. Lembaga pemasyarakatan bertujuan untuk membuat para narapida jera untuk tidak melakukan tindak kejahatan lagi. Lembaga pemasyarakatan juga memberikan bekal kepada narapidana untuk mempersiapkan ketika narapidana usai menjalani masa tahanan. Hukuman penjara saat ini menganut falsafah pembinaan narapidana yang dikenal dengan nama Pemasyarakatan, dan istilah penjara telah diubah menjadi Lembaga Pemasyarakatan. Lembaga Pemasyarakatan berfungsi sebagai wadah pembinaan untuk melenyapkan sifat-sifat jahat melalui pendidikan pemasyarakatan. Kebijaksanaan yang berlaku dalam perlakuan terhadap narapidana adalah bersifat mengayomi masyarakat dari gangguan kejahatan sekaligus mengayomi para narapidana dan memberi bekal hidup narapidana setelah narapidana kembali ke masyarakat.

Salah satu lembaga pemasyarakatan yang ada di Jawa Tengah adalah lembaga pemasyarakatan Kedung Pane Semarang. Lembaga Pemasyarakatan Kedung Pane merupakan lembaga pemasyarakatan

(8)

Klas I di Semarang yang merupakan salah satu Unit Pelaksana Teknis (UPT) di bidang Pemasyarakatan dimana termasuk dalam wilayah kerja Kantor Wilayah Departemen Hukum dan HAM Jawa Tengah. Salah satu sasaran pelaksanaan sistem pemasyarakatan pada lembaga pemasyarakatan Kedung Pane Semarang agar semakin menekan angka residivis dari tahun ke tahun. LP Kedung Pane Semarang sendiri memiliki tahanan dari latar belakang kejahatan yang beraneka ragam dan memiliki jumlah residivis yang lebih banyak dibandingkan dengan lembaga pemasyarakatan lain di Jawa Tengah karena LP Kedung Pane menerima pemindahan tahanan dan narapidana dari LP lain di wilayah Jawa Tengah.

Tinggi rendahnya angka kejahatan berhubungan erat dengan bentuk-bentuk dan organisasi-organisasi sosial dimana kejahatan tersebut terjadi (Soekanto, 2002: 367). Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Jawa Tengah (BPS), diketahui bahwa wilayah Semarang memiliki tingkat kejahatan tertinggi dibandingkan dengan wilayah lain yang ada di Jawa Tengah. Kondisi tersebut dapat diketahui dari laporan kejahatan yang masuk ke kepolisian setempat. Pada tahun 2010 di Semarang terdapat 2.016 laporan kejahatan dan hanya 1.574 laporan yang terselesaikan. Angka kejahatan tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan Surakarta yang terdapat 951 laporan kejahatan, Kedu terdapat 631 laporan kejahatan, Surakarta terdapat 478 laporan kejahatan, Banyumas terdapat 718 laporan, Pekalongan terdapat 883 laporan kejahatan, dan Pati terdapat 934 laporan kejahatan (BPS, sumber Bidang TI Subbid Tek. Info. Polda Jateng, 2010).

Salah satu hal yang merusak sistem masyarakat adalah adanya penjahat kambuhan atau yang biasa disebut dengan residivis atau penjahat kambuhan. Para penjahat ini biasanya mengulang kejahatan yang sama, meskipun dia sudah pernah dijatuhi hukuman. Sebagai contoh kepolisian Resor Semarang, Jawa Tengah sendiri pada awal tahun 2012 menangkap dua gembong pencuri sepeda motor yang merupakan residivis dan target operasi polisi dalam kasus pencurian kendaraan bermotor. Kedua tersangka merupakan target polisi dalam Operasi Turangga yang sasarannya adalah pelaku pencurian kendaraan bermotor. Polisi menyita tiga sepeda motor dan lima handphone yang merupakan hasil kejahatan yang dilakukannya (Liputan6.com, 2012).

Berdasarkan data yang diperoleh dari Lapas Kedung Pane Semarang, diketahui bahwa jumlah narapidana secara keseluruhan hingga Mei 2012 mencapai 1077 orang. Jumlah Residivis yang terdapat di Lapas Kedung Pane Semarang sebanyak 42 orang yang terbagi atas 13 orang residivis narkoba dan 29 orang residivis tindak pidana umum. Hasil wawancara yang dilakukan peneliti pada tanggal 19 Mei 2012 terhadap tiga orang residivis di Lembaga Pemasyarakatan Kedung Pane Semarang, diketahui bahwa masing-masing residivis merasa rendah diri ketika berada di lingkungan dan merasa khawatir apabila status sebagai mantan narapidana menjadikannya ditolak oleh masyarakat.

Residivis merupakan hasil dari suatu gejala sosial yang dapat timbul dari perilaku jahatnya dan menjadi kebiasaan dari pelaku suatu tindak pidana, dalam pembinaan narapidana salah satu tujuannya adalah untuk menekan tingkat angka residivis setelah mereka kembali ke tengah-tengah masyarakat. Selain dari kesalahan penerapan pembinaan narapidana ada banyak faktor yang menjadi pendukung terjadinya pengulangan perbuatan pidana diantaranya dari lingkungan masyarakat tempat kembalinya. Berbagai label negatif yang diberikan masyarakat terhadap seseorang yang pernah melakukan tindak kejahatan dapat menjadikan konsep diri pada residivis terganggu karena adanya perasaan rendah diri dan tidak diterima meskipun telah berusaha berubah, sehingga dapat mendorong terjadinya pengulangan untuk melakukan tindak kriminal. Pandangan seseorang terhadap diri sendiri yang terbentuk melalui pengalaman hidup dan interaksi dengan lingkungan dan dengan orang-orang yang dianggap penting untuk

(9)

dijadikan panutan (role mode) mempengaruh konsep diri (Ambarwati, 2009: 12). Konsep diri positif dapat menjadikan residivis terhindar dari perilaku pengulangan tindak kejahatan, karena menyadari bahwa tindakannya salah dan dapat merugikan diri sendiri dan orang lain. Residivis akan dapat bangkit dan berusaha untuk menjalani kehidupan secara benar sesuai dengan norma atau aturan yang berlaku tanpa memperdulikan berbagai pandangan negatif dan kecurigaan dari orang lain yang mengetahui statusnya yang pernah menjadi penjahat.

Konsep diri merupakan sesuatu yang ada dalam diri individu sendiri, atau pandangan dari dalam. Konsep diri mempunyai pengaruh yang besar terhadap perilaku yang ditampilkan seseorang (Gunarsa, 2008: 237). Melalui konsep diri ini orang bercermin untuk melakukan proses menilai, mengukur atau menakar atas apa yang dimilikinya. Individu yang memiliki konsep diri yang positif akan memandang dunia dengan cara yang sangat berbeda dengan individu yang memiliki konsep diri yang negatif. Hurlock (1999: 261) juga menyatakan bahwa individu dengan konsep diri yang negatif akan merasa tidak dicintai dan tidak diinginkan, merasa dibenci, melawan, bersikap negatif dan agresif. Konsep diri yang negatif kemungkinan dapat menyebabkan seorang residivis melakukan perilaku pengulangan tindak kriminal. Residivis akan menganggap bahwa kehadirannya kurang diterima oleh lingkungan, sehingga dapat menimbulkan keputusasaan dalam diri. Konsep diri yang positif akan membantu residivis dalam melakukan proses penyesuaian ketika berada di lingkungan masyarakat sehingga residivis tidak merasa rendah diri meskipun pernah melakukan tindak kriminal. Residivis akan memandang kehidupan ke depan, dengan berusaha menunjukkan perilaku yang lebih baik dari sebelumnya sehingga kemungkinan dapat menghindari perilaku pengulangan tindak kriminal.

Hasil penelitian yang dilakukan Helmi (1999: 16) menunjukkan bahwa konsep diri merupakan representasi dari skema fisik, psikis, dan akademik. Hubungan hangat dan responsif menyebabkan individu merasa aman dan tidak disingkirkan. Hasil penelitian tersebut memberikan gambaran mengenai pentingnya konsep diri dalam pembentukan perilaku individu. Konsep diri yang positif diharapkan dapat menghindarkan adanya perasaan terasing dan tidak berguna pada residivis, sehingga dapat menghindari terjadinya perilaku pengulangan tindak kriminal pada residivis.

Muthahhari (2009: 150) menyatakan bahwa pengulangan tindak kejahatan memiliki sifat yang berbeda. Tiap kejadian pengulangan bisa dibandingkan dengan kejadian setelahnya untuk mendapatkan sifat-sifat pertama, kedua, ketiga, dan seterusnya. Perilaku pengulangan tindak kejahatan juga dapat terbentuk ketika seseorang menjalani hukuman di lembaga pemasyarakatan. Interaksi yang terjalin diantara sesama pelaku tindak kejahatan dapat memperkuat jaringan kejahatan ketika nantinya terbebas dari lembaga pemasyarakatan.

Residivis yang dianggap mengulangi kejahatan yang sama akan mendapatkan hukuman yang lebih berat berdasarkan ketentuan Pasal 486 KUHP. Residivis dapat diancam hukuman sepertiga lebih berat dari ancaman hukuman yang normal dengan catatan bahwa perbuatan yang jenisnya sama tersebut dilakukan dalam kurang dari waktu 5 tahun setelah menjalani hukuman yang dijatuhkan. Menurut sifatnya perbuatan yang merupakan sebuah pengulangan dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu residivis umum dan residivis khusus. Residivis umum adalah seseorang yang telah melakukan kejahatan, dimana perbuatan yang telah dilakukan sudah dijatuhi hukuman yang telah di jalani dan kembali melakukan kejahatan setiap jenis kejahatan. Sedangkan residivis khusus adalah seseorang yang telah melakukan kejahatan yang telah di jatuhi hukuman dan kejahatan yang dilakukan kembali adalah sejenis. Beratnya hukuman yang harus dijalani apabila seorang residivis tertangkap melakukan kejahatan belum dapat

(10)

membuat jera para pelaku kejahatan, sehingga yang terjadi adalah kasus kejahatan dengan pelaku yang sama masih saja terjadi.

Berbagai faktor turut memengaruhi alasan individu menunjukkan suatu bentuk perilaku, antara lain faktor psikis, terdiri atas usia dan tahap siklus hidup, pekerjaan dan lingkungan ekonomi, gaya hidup, kepribadian dan konsep diri, faktor psikologis terdiri dari motivasi, persepsi, pembelajaran serta keyakinan dan sikap dan faktor sosial budaya, terdiri dari budaya, sub-budaya dan kelas sosial.

Motivasi dan motif sangat erat kaitannya. Individu dengan motivasi yang tinggi biasanya ditandai dengan usaha kerja keras dan tekun untuk mencapai tujuan yang diharapkan, tanpa putus asa walaupun memperoleh hambatan atau rintangan. Semua tingkah laku manusia pada hakikatnya mempunyai motif. Motif-motif manusia dapat bekerja dan juga secara tidak sadar bagi diri manusia. Motif manusia merupakan dorongan, keinginan, hasrat dan tenaga penggerak lainnya yang berasal dari dalam dirinya untuk melakukan sesuatu. Motif-motif itu juga memberi tujuan dan arah kepada tingkah laku (Gerungan, 2004: 140-141). Semakin kuat motivasi dalam diri seseorang untuk melakukan tindak kriminal, maka kemungkinan dapat menjadikannya melakukan tindak kriminal meskipun telah berstatus residivis. Residivis dengan motivasi untuk melakukan tindak kriminal akan mengabaikan sanksi hukum maupun penilaian dari masyarakat, sehingga menjadikannya melakukan perilaku pengulangan tindak kriminal.

Hasil penelitian yang dilakukan Adnani dan Citra (2009: 16) menunjukkan bahwa motivasi adalah segala sesuatu yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu. Motivasi adalah perasaan atau pikiran yang mendorong seseorang untuk melakukan pekerjaan atau menjalankan kekuasaan terutama dalam berperilaku. Motivasi dapat menyebabkan seseorang melakukan perilaku pengulangan tindak kriminal, meskipun sanksi yang berat akan diterima ketika seseorang tetangkap melakukan tindak kriminal.

Di satu sisi Lembaga Pemasyarakatan berfungsi sebagai wadah pembinaan untuk melenyapkan sifat-sifat jahat melalui pendidikan pemasyarakatan. Lembaga Pemasyarakatan berusaha mengayomi masyarakat dari gangguan kejahatan sekaligus mengayomi para narapidana dan memberi bekal hidup narapidana setelah narapidana kembali ke masyarakat. Setelah individu keluar dari Lembaga Pemasyarakatan diharapkan dapat kembali hidup secara normal dan menggunakan bekal keterampilan yang diperoleh selama di penjara. Namun demikian, kondisi yang sangat memprihatinkan adalah kembali tertangkapnya orang-orang yang sama pada kasus yang sama. Padahal seorang residivis akan mendapatkan sanksi yang lebih berat dari sanksi yang pernah diterima apabila kembali tertangkap sesuai dengan Pasal 486 KUHP. Permasalahan yang menarik perhatian peneliti adalah untuk mengetahui fenomena yang ada mengenai konsep diri dan motivasi pada residivis, karena masih terjadinya perilaku pengulangan tindak kriminal pada residivis. Berdasarkan permasalahan tersebut peneliti tertarik untuk mengetahui konsep diri dan motivasi mengulang tindak kriminal pada narapidana residivis?

METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif mengenai tingkat motivasi dan kualitas konsep diri pada residivis di Lapas Kedung Pane Semarang.

1. Subjek Penelitian

Batasan populasi dalam penelitian ini adalah:

(11)

b. Merupakan warga binaan Lembaga Pemasyarakatan Kedung Pane Semarang, berjumlah 42 orang yang terbagi atas 13 orang residivis narkoba dan 29 orang residivis tindak pidana umum.

Penelitian ini menggunakan semua subyek yang sesuai dengan karakteristik pada populasi. Penelitian yang meneliti semua elemen yang ada dalam wilayah penelitian, maka penelitian disebut penelitian populasi atau disebut juga sampling jenuh atau sensus (Sugiyono, 2010: 85).

2. Alat Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan dua skala yaitu Skala Konsep Diri dan Skala Motivasi Pengulangan Tindak Kriminal.

3. Metode Analisis Data

Teknik anlisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan analisis deskriptif kuantitatif. Analisis deskriptif kuantitatif mempunyai tujuan untuk memberikan deskripsi atau memaparkan mengenai subjek penelitian berdasarkan data variabel yang diperoleh dari kelompok subjek yang diteliti secara sistematis dan tidak dimaksudkan untuk pengujian hipotesis (Heriyanto dan Sandjaja, 2006: 110). Dalam analisis deskriptif kuantitatif, data disajikan dalam bentuk tabel data yang berisi frekuensi, dan kemudian dihitung mean, median, modus, persentase, standar deviasi atau lainnya. Peneliti akan berusaha untuk mengetahui mean (rata-rata) dan persentase (jumlah responden berdasarkan kategori) dari konsep diri dan motivasi pengulangan tindak kriminal pada residivis.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa Konsep Diri pada Residivis pada residivis di LP Kedung Pane Semarang rata-rata berada pada kategori rendah atau negatif, yaitu sebesar 54,76% atau sebanyak 23 orang. Burn (1979: 36) menyatakan bahwa Konsep Diri pada Residivis merupakan hubungan antara sikap dan keyakinan tentang diri sendiri. Konsep Diri pada Residivis merupakan suatu arus kesadaran dari seluruh keunikan individu. Dalam arus kesadaran tersebut “The I”, yaitu “aku subjek” dan “The Me”, yaitu “aku objek”. Kedua konsep tersebut merupakan kesatuan yang tidak dapat dibedakan atau dipisahkan. Aku objek ada karena proses menjadi tahu (knowing), dan proses ini bisa terjadi karena manusia mampu merefleksikan dirinya sendiri. Hal ini menunjukkan bahwa individu tidak hanya dapat menilai orang lain, tetapi juga harus dapat menilai diri sendiri. Diri individu bukan hanya sebagai penanggap. Ketidakmampuan residivis untuk menumbuhkan konsep diri yang positif tersebut dapat menjadi penyebab munculnya perasaan tidak berharga dan tidak diterima oleh lingkungan, serta adanya rasa tidak dipercaya oleh lingkungan, sehingga residivis merasa tidak ada gunanya untuk kembali ke jalan yang benar dan kembali mengulangi tindak kejahatan yang pernah dilakukannya. Konsep diri pada residivis berperan penting terhadap perilaku yang akan dimunculkan individu. Residivis yang memiliki penghargaan diri yang positif, serta kemampuan dalam memahami setiap potensi yang dimiliki akan yakin dapat menjalani kehidupan sesuai peraturan yang berlaku dan terhindar dari perilaku pengulangan tindak kejahatan.

Sobur (2003:507) menyatakan bahwa Konsep Diri pada Residivis adalah semua persepsi kita terhadap aspek diri yang meliputi aspek fisik, aspek sosial dan aspek psikologis yang didasarkan pada pengalaman dan interaksi kita dengan orang lain. Melalui Konsep Diri pada Residivis ini orang bercermin untuk melakukan proses menilai, mengukur atau menakar atas apa yang dimilikinya.

Hasil penelitian yang dilakukan Helmi (1999: 16) menunjukkan bahwa Konsep Diri pada Residivis merupakan representasi dari skema fisik, psikis, dan akademik. Hubungan hangat dan responsif

(12)

menyebabkan individu merasa aman dan tidak disingkirkan. Hasil penelitian tersebut memberikan gambaran mengenai pentingnya Konsep Diri pada Residivis dalam pembentukan perilaku individu. Konsep Diri pada Residivis yang positif diharapkan dapat menghindarkan adanya perasaan terasing dan tidak berguna pada residivis, sehingga dapat menghindari terjadinya perilaku pengulangan tindak kriminal pada residivis.

Berdasarkan hasil data penelitian yang diperoleh, variabel Motivasi Pengulangan Tindak Kriminal diperoleh Mean Empirik sebesar 101,67, Mean Hipotetiknya sebesar 81 dan Standar Deviasi Hipotetiknya sebesar 18. Mean Empiriknya variabel Motivasi Pengulangan Tindak Kriminal pada area antara (+)1SD sampai dengan (+)2SD. Hal ini mengindikasikan Motivasi Pengulangan Tindak Kriminal pada kategori tinggi. Motivasi Pengulangan Tindak Kriminal dalam penelitian ini menyangkut Motivasi Pengulangan Tindak Kriminal yang menjadi penyebab seseorang melakukan tindak kejahatan. Berdasarkan hasil penelitian tersebut diketahui bahwa residivis melakukan tindak kejahatan yang sama karena adanya kebutuhan yang dimiliki sehingga terdorong untuk melakukan tindak kejahatan untuk memenuhi kebutuhan yang berlum terpenuhi.

Individu dengan Motivasi Pengulangan Tindak Kriminal yang tinggi biasanya ditandai dengan usaha kerja keras dan tekun untuk mencapai tujuan yang diharapkan, tanpa putus asa walaupun memperoleh hambatan atau rintangan. Semua tingkah laku manusia pada hakikatnya mempunyai motif. Motif-motif manusia dapat bekerja dan juga secara tidak sadar bagi diri manusia. Motif manusia merupakan dorongan, keinginan, hasrat dan tenaga penggerak lainnya yang berasal dari dalam dirinya untuk melakukan sesuatu. Motif-motif itu juga memberi tujuan dan arah kepada tingkah laku (Gerungan, 2004: 140-141). Semakin kuat Motivasi Pengulangan Tindak Kriminal dalam diri seseorang untuk melakukan tindak kriminal, maka kemungkinan dapat menjadikannya melakukan tindak kriminal meskipun telah berstatus residivis. Residivis dengan Motivasi Pengulangan Tindak Kriminal untuk melakukan tindak kriminal akan mengabaikan sanksi hukum maupun penilaian dari masyarakat, sehingga menjadikannya melakukan perilaku pengulangan tindak kriminal.

Hasil penelitian yang dilakukan Adnani dan Citra (2009: 16) menunjukkan bahwa Motivasi Pengulangan Tindak Kriminal adalah perasaan atau pikiran yang mendorong seseorang untuk melakukan pekerjaan atau menjalankan kekuasaan terutama dalam berperilaku. Motivasi Pengulangan Tindak Kriminal dapat menyebabkan seseorang melakukan perilaku pengulangan tindak kriminal, meskipun sanksi yang berat akan diterima ketika seseorang tetangkap melakukan tindak kriminal.

Berdasarkan hasil penelitian juga diketahui bahwa aspek kebutuhan pada motivasi pengulangan tindak kriminal yang dimiliki residivis di Lembaga Pemasyarakatan Kedung Pane Semarang sebagian besar berada pada kategori sedang sebesar 52,38% (22 orang). Adanya kebutuhan yang tidak terpenuhi mendorong seorang residivis untuk melakukan pemuasan kebutuhan tersebut dengan jalan melakukan pengulangan tindak kejahatan. Saran yang dapat diberikan setelah melihat hasil penelitian, pembahasan dan simpulan yang telah dikemukakan di atas adalah sebagai berikut:

1. Bagi residivis

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa konsep diri residivis berada pada kategori sedang menuju rendah dan motivasi pengulangan tindak kriminal berada pada kategori tinggi. Berdasarkan hasil tersebut, residivis di LP Kedung Pane Semarang diharapkan dapat memahami setiap kelebihan dan kelemahan yang dimilikinya, bahwa dirinya mampu untuk melakukan perbuatan baik yang tidak menyalahi peraturan sehingga dapat terhindar dari adanya perilaku pengulangan tindak kejahatan.

(13)

Kemampuan dalam menumbuhkan konsep diri positif akan dapat mendorong munculnya rasa mampu untuk melakukan tindakan yang benar sesuai dengan norma dan peraturan yang berlaku di masyarakat. Residivis diharapkan dapat menyadari bahwa tindakan kejahatan dapat merugikan diri sendiri dan orang lain, sehingga ketika muncul keinginan untuk melakukan tindak kejahatan dapat mencegahnya. Selain itu, motivasi pengulangan tindak kejahatan pada residivis yang tergolong tinggi, diharapkan dapat dikelola dengan baik dan residivis mampu menumbuhkan motivasi yang menunjang usaha untuk hidup secara benar di tengah-tengah masyarakat serta menghindari tindak kejahatan.

2. Bagi lembaga pemasyarakatan

Pihak LP Kedung Pane Semarang diharapkan semakin meningkatkan penyuluhan dan pembinaan yang diberikan kepada narapidana, sehingga narapidana dapat sadar sepenuhnya dan bersedia untuk tidak mengulangi tindak kejahatan. Selain itu, pihak LP Kedung Pane Semarang diharapkan dapat semakin meningkatkan bekal keterampilan yang dimiliki narapidana untuk dapat kembali hidup berdampingan dengan masyarakat, agar dapat bekerja tanpa harus menyalahi norma ataupun aturan yang berlaku di masyarakat.

3. Bagi Peneliti Lain

Peneliti lain yang tertarik untuk meneliti tentang pengulangan tindak kejahatan pada residivis diharapkan dapat melihat variabel lain yang terkait, seperti kepribadian, persepsi, pembelajaran, keyakinan dan sikap dan faktor sosial budaya, terdiri dari budaya, sub-budaya dan kelas sosial.

(14)

DAFTAR PUSTAKA

Adnani, H., dan Citra, W. 2009. Motivasi Belajar dan Sumber-Sumber Informasi tentang

Kesehatan Reproduksi dengan Perilaku Seksual Remaja di SMUN 2 Banguntapan

Bantul. Jurnal Kesehatan Surya Medika. Yogyakarta.

Ambarwati, A. 2009. Membuat Anak Rajin Belajar Ternyata Mudah Kok. Jakarta: Tangga

Pustaka.

Burn, R. B. 1979. Konsep Diri: Teori, Pengukuran, Perkembangan dan Perilaku. Alih Bahasa:

Eddy. Jakarta: Arcan.

Gerungan, W. A. 2004. Psikologi Sosial. Bandung: Eresco.

Gunarsa, S. D. 2008. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Jakarta: Gunung Mulia.

Helmi, A. F. 1999. Gaya Kelekatan dan Konsep Diri. Jurnal Psikologi. No. 1. Hal. 9-17.

Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada.

Hermanto,

A.

2010.

Residivis

Perampok

Jadi

Bandar

Narkoba.

http://www.indosiar.com/patroli/residivis-perampok-jadi-bandar-narkoba_36424.html

.

Hurlock, E. B. 1999. Perkembangan Anak. Jilid 2. Alih Bahasa: dr. Med. Meitasari Tjandrasa.

Jakarta: Erlangga.

Liputan6.com.

2012.

Polisi

Semarang

Tembak

Gembong

Curanmor.

http://buser.liputan6.com/read/374062/polisi-semarang-tembak-gembong-curanmor

.

Muthahhari, M. 2009. Keadilan Ilahi. Bandung: Penerbit Mizan.

Nazar.

2011.

Edarkan

Narkoba

di

Semarang,

Residivis

Ditangkap.

http://www.politikindonesia.com/index.php?k=narkoba&i=20503-Edarkan-Sabu-di-Semarang,-Residivis-Ditangkap

.

Sobur, A. 2003. Psikologi Umum. Bandung : CV. Pustaka Setia.

Soekanto, S. 2002. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Walgito, B. 2004. Pengantar Psikologi Umum. Yogyakarta: ANDI.

Referensi

Dokumen terkait

Bagian ini untuk mengukur kinerja Bapak/ Ibu Dalam menjawab pertanyaan bagian ini, Bapak/ Ibu diminta untuk menyesuaikan jawabannya dengan luas kewenangan dan

pembelajaran, pendampingan, maupun guru yang diberi tugas tambahan yang relevan dengan fungsi sekolah/madrasah) yang dinilai kemudian direkap dalam format laporan kendali kinerja

Pada hari ini Selasa tanggal Empat Belas bulan Februari tahun dua ribu sebelas (14-02- 2012) bertempat di Kantor Dinas Perkebunan Daerah Provinsi Sulawesi Tengah, Panitia Pengadaan

477.235.000,- (Empat ratus tujuh puluh tujuh juta dua ratus tiga puluh lima ribu Rupiah).

• Instalasi Sistem Informasi tidak hanya untuk software saja, namun termasuk database, software tambahan, plug-in, software aplikasi server, driver, serta berbagai pengaturan

Berdasarkan Berita Acara Evaluasi Penawaran harga dengan nomor : NO.

Jobs merupakan salah satu orang yang pertama kali menyadari potensi untuk mengomersialkan antarmuka pengguna grafis (graphical user interface) dan mouse yang dikembangkan

[r]