IDIOM BAHASA MINANGKABAU DI DAERAH LINTAU KECAMATAN LINTAU BUO KABUPATEN TANAH DATAR
Isra Hidayati1, Iman Laili 2, Puspawati2 1
Mahasiswa Jurusan Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya Universitas Bung Hatta E-mail : Hidayati_Isra@yahoo.com
2
Dosen Jurusan Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Bung Hatta
ABSTRAK
Idiom is a part of language in form of word, phrase, or sentence that the mean can oat be predicted from the lexical meaning, the elements or thy grammatical weaning of each part, this research alims to describe the form and mooning of the idiom of Minangkabau language at Lintau, sub- district Lintau Buo, tanah datar regency. To analyze the form and the meaning of idiom, chaer 2009 theory was used the meyhad that was used together the data was „simak‟ method. The technique that was used in garnering the data was „simak bebas libat cakap‟ technique. Furthermore, „catat‟ (writing) technique was used. To analyze the data „agih‟ method was used based an the reset of research to „teknik perluas‟ and „teknik lesap‟. In Minangkabau language at Lintau, Lintau Buo sub-district, tanah datar regency, idiom was found in forms of (1) idiom with parts of body, such as. Kapalo „head, ati „liver‟ (2) idiom with sense, such as: mato „eyer‟ talingo „ears‟ (3) idiom with the name of colour, such as, sirah „red‟, putiah „white‟ (4) idiom with the name of natural objects. Such as, talago „lake‟, angin „wind‟, mandi „bath‟, alu‟ alu‟, batu „stone‟ tanah „land‟ (5) idiom with the name of animal, such as. Ayam „chicken‟, ulek „caterpillar‟ murai „magpie, unggeh „fowl, kambiang „goat‟, and (6) idiom with the name of number, such as : duo ‟two‟ manduo, „fort, sibu „a thousand, satangah „a halt, the meaning of the idiom the was found were (1) full idiom, such as mambanting tulang, such as maunjuk gigi „menunjuk gigi‟.
Keyword: Idiom, bentuk, makna
Pendahuluan
Manusia adalah makhluk sosial. Sebagai makhluk sosial tentunya manusia tidak dapat hidup sendiri. Mereka hidup berkelompok atau bermasyarakat. Dalam kehidupan bermasyarakat tentunya ada hubungan interaksi antara yang satu dengan yang lainnya. Menurut Chaer (1995:2) semantik dapat diartikan sebagai ilmu tentang makna atau arti, atau dengan kata lain semantik merupakan bidang atau tataran linguistik.
yang mempelajari makna atau arti bahasa. Chaer (2009:60) membagi jenis makna menjadi (1) makna leksikal dan makna gramatikal, (2) makna referensial dan non-referensial, (3) makna denotatif dan konotatif, (4) makna kata dan makna istilah, (5) makna konseptual dan asosiatif, (6) makna idiom dan pribahasa dan (7) makna kias. Pada kesempatan ini peneliti hanya membahas makna idiom. Idiom adalah satuan-satuan bahasa yang berupa kata, frase, maupun kalimat yang maknanya tidak dapat
„diramalkan‟ dari makna leksikal unsur-unsurnya maupun makna gramatikal satuan-satuan tersebut Chaer (2009:74). Chaer (2009:75) membagi idiom menjadi dua, yaitu (1) idiom penuh, dan (2) idiom sebagian.
Untuk mendeskripsikan jenis idiom dalam bahasa Minangkabau di daerah Lintau digunakan teori Soedjito (1992:101). Menurut Soedjito (1992:102) jenis idiom terbagi atas (1) idiom dengan bagian tubuh, (2) idiom dengan kata indera, (3) idiom dengan nama warna, (4) idiom dengan nama benda-benda alam, (5) idiom dengan nama binatang, (6) idiom dengan bagian tumbuh-tumbuhan, dan (7) idom dengan kata bilangan.
Berdasarkan tinjauan pustaka yang telah penulis lakukan, penelitian tentang „idiom dalam kumpulan puisi‟ yang pernah dilakukan oleh Yudiarto (2005) mahasiswa Bunghatta. Hasil penelitianya adalah (1) „idiom dengan bagian tubuh menggunakan kata hati, muka, kepala, urat, udel, tampang,
akal, mulut, dan bicara; (2) idiom dengan
kata indera yang ditemukan menggunakan kata mata, kulit, kuping, besar, dan panas; (3) idiom dengan nama warna yang ditemukan menggunakan kata hitam, dan
biru; (4) idiom dengan nama benda-benda
alam yang ditemukan menggunakan kata
asap, matahari, lautan, badai, dan air; (5)
idiom dengan nama binatang yang ditemukan menggunakan kata kupu-kupu, anjing, tikus,
kambing, badak, bunglon, harimau, sapi,
ular, anjing, herder, kutu, dan kerbau; (6)
idiom dengan bagian tumbuh-tumbuhan yang ditemukan hanya menggunakan kata nangka; (7) idiom dengan kata bilangan yang ditemukan menggunakan kata tiga belas,
setengah, seribu, dan dua .
Penelitiaan yang penulis lakukan ini berbeda dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Yudiarto (2005) pada penelitian ini penulis mengkaji idiom bahasa minangkabau di daerah Lintau Kecamatan Lintau buo Kabupaten Tanah Datar dari segi bentuk dan makna.
Berdasarkan penjelasan penelitian yang telah dikemukakan diatas, penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan bentuk dan makna idiom bahasa Minangkabau di daerah Lintau Kecamatan Lintau Buo Kabupaten Tanah datar.
Metodologi
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Menurut Sudaryanto (1992:62) metode deskriptif adalah bahwa penelitian yang dilakukan semata-mata hanya berdasarkan pada fakta yang ada atau fenomena yang memang secara empiris hidup pada penutur-penuturnya, sehingga yang dihasilkan atau dicatat berupa varian bahasa yang bisa dikatakan sifatnya potret, paparan seperti apa adanya.
Untuk mengumpulkan data penulis menggunakan metode simak. Menurut Sudaryanto (1992:133) disebut metode simak atau penyimakan karena memang berupa penyimakan yang dilakukan dengan menyimak, yaitu menyimak penggunaan bahasa. Selanjutnya teknik yang digunakan untuk pengumpulan data adalah teknik catat. Teknik catat dilakukan dengan pencatatan pada kartu data yang segera dilanjutkan dengan klasifikasi (1993:135). Di samping itu, digunakan pula teknik lanjutan teknik simak libat cakap . Teknik simak libat cakap adalah pertama-tama dengan berpartisipasi sambil menyimak-berpartisipasi dalam pembicaraan. Jadi, si peneliti terlibat langsung dalam dialog (Sudaryanto,1993:138).
Selain itu, penulis juga memakai kuesioner untuk mengumpulkan data.(Sudaryanto,1993:138) Metode yang digunakan untuk menganalisis data ialah metode agih. Menurut Sudaryanto (1993:15) metode agih alat penentunya justru bagian dari bahasa yang bersangkutan itu sendiri. Teknik yang digunakan dalam menganalisis data penelitian ini adalah teknik perluas. Menurut Sudaryanto (1993: 55) teknik perluas adalah untuk menentukan segi-segi kemaknaan (aspek semantis satuan lingual) yang bersangkutan dengan cara memperluas kalimatnya ke kanan dan ke kiri, dan peluasan itu menggunakan unsur-unsur tertentu. Selain itu, penulis juga
menggunakan teknik lesap. Teknik lesap digunakan untuk mengetahui kadar keintian unsur yang dilesapkan. Jika hasil dari pelesapan itu tidak gramatikal maka berarti unsur yang bersangkutan memiliki kadar keintian yang tinggi atau bersifat inti. Artinya, sebagai unsur pembentuk satuan lingual, unsur yang bersangkutan mutlak diperlukan.
Hasil dan Pembahasan
Idiom yang dibahas pada artikel ini adalah jenis dan makna idiom di daerah Lintau Kecamatan Lintau Buo Kabupaten Tanah Datar. Jenis dan maknaya ditemukan di daerah Lintau Kecamatan Lintau Buo Kabupaten Tanah Datar adalah 1.idiom dengan bagian tubuh, 2. Idiom dengan kata indra, 3. Idiom dengan nama warna, 4. idiom Benda alam, 5.idiom dengan tumbuh-tumbuhan, 6. Idiom dengan nama binatang, dan 7. Idiom dengan kata bilangan.
Idiom dengan kata Bagian Tubuh
Idiom bagian tubuh yang ditemukan dalam bahasa Minangkabau di Daerah Lintau buo, Kecamatan Lintau Buo, Kabupaten Tanah Datar adalah menggunakan kata
kapalo dan ati. Simak uraiannya pada bagian
berikut.
Idiom yang menggunakan kata kapalo „kapalo‟ di dalam bahasa Minangkabau di daerah Lintau Kecamatan Lintau Buo, Kabupaten Tanah Datar adalah koeh kapalo
„keras kepala‟, dan kapalo udang „kepala udang‟ untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada data (1) dan (2).
(1) Yanto o koeh kapolo. Yanto keras kepala. „Yanto keras kepala‟.
Idiom koeh kapalo „keras kepala‟ pada data (1) merupakan idiom yang menggunakan istilah bagian tubuh, yaitu kata kapalo. Idiom ini merupakan gabungan kata ajektiva + nomina dan termasuk ke dalam idiom penuh. Setelah mengalami perluasan, data (1a) tetap gramatikal dan makna yang disampaikan juga tidak berubah. Makna idiom koeh
kapalo „keras kepala‟ adalah tidak mau
mendengarkan perkataan orang lain, atau orang yang susah diberi tahu. Idiom koeh
kapalo „keras kepala‟ pada data (1) dapat
diperluas dengan adverbia bone „benar‟. Setelah mengalami perluasan, adverbia bone „benar‟ pada data (1a) memberi penekanan lebih pada idiom koeh kapalo „keras kepala‟. Dengan perluasan tersebut data (1a) tetap gramatikal dan makna yang disampaikan menyatakan lebih. Perhatikan data (1a) berikut.
(1a) Yanto o koeh kapalo bone Yanto itu keras kepala benar. „Yanto itu keras kepala benar‟.
Bila idiom koeh kapalo „keras kepala‟ dilesapkan sebagian unsurnya, yaitu koeh „keras‟, kalimat tersebut tidak gramatikal, seperti terlihat pada data (1b) berikut.
(1b) *Yanto o kapalo Yanto itu keras kepala benar „Yanto itu keras kepala benar‟. Akan tetapi, jika yang dilesapkan unsur yang kedua, yaitu kapalo „kepala‟ data (1c) berikut tetap gramatikal.
(1c) Yanto o koeh Yanto itu keras. „Yanto itu keras‟.
Kalimat (1c) tetap gramatikal walaupun kata
kapalo „kepala‟ dilesapkan, makna yang
muncul berubah, yaitu menyatakan karakter seseorang yang keras.
Idiom kapalo udang „kepala udang‟
merupakan idiom yang menggunakan istilah bagian tubuh. Idiom ini merupakan gabungan nomina + nomina dan termasuk ke dalam idiom penuh. Data (2) tidak dapat diperluas. Makna idiom kapalo udang „kepala udang‟ adalah orang yang tidak memiliki akal. Perhatikan data (2) berikut.
(2) Khori kapalonyo samo jo
kapalo udang.
Khori kepalanya sama dengan
kepala udang.
„Khori kepalanya sama dengan kepala udang‟.
Idiom kapalo udang „kepala udang‟ pada data (2) di atas bila dilesapkan sebagian unsurnya, yaitu kata kapalo „kepala‟, bentuk tersebut tidak lagi berupa idiom, tetapi kalimatnya tetap gramatikal. Simak data (2a) di bawah ini.
(2a) Khori kapalonyo samo jo
udang.
Khori kepalanya samo dengan
udang.
„Khori kepalanya seperti udang‟. Apabila yang dilesapkan unsur yang kedua, yaitu udang „udang‟ data (2b) di bawah ini menjadi tidak gramatikal.
(2b) *Khori kapalonyo samo jo
kapalo.
Khori kepalanya samo dengan
kapalo.
„Khori kepalanya seperti kepala‟.
Idiom yang Menggunakan Pancaindra Idiom yang menggunakan istilah pancaindra yang ditemukan dalam bahasa Minangkabau di daerah Lintau buo, Kecamatan Lintau Buo, Kabupaten Tanah yang menggunakan kata mato, talingo, dan muluik.
Idiom yang menggunakan bagian indra tersebut akan diuraikan berikut ini.
(3) Mira mamasang mato ka tatanggo subalah.
Mira memasang mata pada tetangga sebelah.
„Mira memperhatikan tetangga sebelah‟.
Idiom mamasang mato „ melihat baik-baik„ pada data (3) merupakan idiom yang menggunakan istilah indra yaitu kata mato. Idiom ini merupakan gabungan verba + nomina dan termasuk dalam idiom penuh. Makna idiom mamasang mato
„memperhatikan‟ adalah seseorang yang melihat dengan baik-baik. Idiom mamasang
mato „melihat baik-baik‟ pada data (3) dapat
diperluas ke kiri dengan adverbia bone
„benar‟. Setelah mengalami perluasan, data (3a) tersebut tetap gramatikal dan makna yang disampaikan berubah menjadi makna lebih. Perhatikan data (3a) berikut.
(3a) Mira bone mamasang mato ka tatango subalah.
Mira sudah memasang mata pada tetanga sebelah.
„Mira memperhatikan tingkah laku tetanga sebelah‟.
Jika idiom mamasang mato „melihat baik-baik‟ dilesapkan salah satu unsurnya, yaitu
mamasang „memasang‟, bentuk tersebut
tidak lagi berupa idiom dan kalimatnya menjadi tidak berterima. Seperti terlihat pada data (3b) berikut.
(3b) *Mira mato ka tatango subalah. Mira mata pada tetanga sebelah. „Mira mata pada tetanga sebelah‟. Jika yang dilesapkan unsur mato „mata‟ akan menjadi data (12c) berikut.
(3c) *Mira mamasang ka tatango subalah.
Mira mamasang pada tetanga sebelah.
„Mira memasang pada tetanga sebelah‟.
Dengan pelesapan unsur mamasang
„memasang‟ data (3c) tidak gramatikal dan makna yang disampaikan tidak jelas.
4.1 Idiom dengan Nama Warna
Idiom yang ditemukan dalam bahasa Minangkabau di Daerah Lintau buo, Kecamatan Lintau Buo, Kabupaten Tanah Datar adalah
Idiom yang menggunakan kata siRah ditemukan dalam bahasa Minangkabau di Lintau Kecamatan Lintau Buo Kabupaten Tanah Datar adalah siRah talingo‟mudah marah‟ dan siRah muko „merah muka‟ untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada data (4) dan (5).
(4) Apak ko kalau bongih siRah
talingonyo.
Bapak ini kalau marah merah
telinganya.
„Bapak kalau cepat marah telinganya memerah.
Idiom siRah talingonyo „ merah telinganya„ pada data (4) merupakan idiom kata indra yang menggunakan kata siRah „merah‟. Idiom ini merupakan gabungan ajektiva + nomina dan termasuk dalam idiom penuh. Makna idiom siRah talingo „mudah marah‟ adalah seseorang yang memiliki sifat cepat marah terhadap orang lain. Idiom siRah
talingo „merah talingo‟ pada data (4) dapat
diperluas dengan adverbia copek. „cepat‟. Setelah mengalami perluasan, data (4a) tersebut tetap gramatikal dan makna yang disampaikan berubah menjadi makna lebih. Perhatikan data (4a) berikut.
(4a) Apak ko kalau bongih copek
siRah talingonyo.
Bapak ini kalau marah cepat
merah telinganya..
„Bapak kalau cepat marah telinganya memerah‟.
Jika idiom siRah talingo „merah talingo‟ dilesapkan salah satu unsurnya, yaitu siRah „merah‟, bentuk tersebut tidak lagi berupa idiom dan kalimatnya menjadi tidak berterima. Seperti terlihat pada data (4b) berikut.
(4b) *Apak ko kalau bongih
talingonyo.
Bapak ini kalau marah
telinganya.
„Bapak kalau cepat marah telinganya memerah‟.
Akan tetapi, jika yang dilesapkan unsur kedua, yaitu talingo „telinga‟ data (5) akan menjadi data (5c) berikut.
(4c) *Apak ko kalau bongih siRah. Bapak ini kalau marah merah. „Bapak kalau cepat marah
telinganya memerah.
Dengan pelesapan unsur talingo „telinga‟, data (4c) tidak gramatikal, tetapi makna yang disampaikan tidak lagi makna idiomatis.
Idiom siRah muko „merah muka‟ ini merupakan gabungan ajektiva + nomina dan termasuk ke dalam idiom penuh. Makna idiom siRah muko „merah muka‟ adalah
bahwa seseorang yang memiliki sifat pemalu terhadap orang lain.
(5) Ani ko siRah mukonyo kalau di caliak
Ani ini merah wajahnya kalau di lihat
„Ani wajahnya merah kalau di perhatikan‟.
Idiom siRah muko „merah muka‟ pada data (5) dapat diperluas dengan adverbia bone „benar‟. Setelah mengalami perluasan, data (5) tersebut tetap gramatikal dan makna yang disampaikan berubah. Perhatikan data (5a) berikut.
(5a) Ani ko bone siRah mukonyo. Ani ini benar merah wajahnya. „Ani wajahnya merah kalau di
perhatikan‟.
Bila idiom siRah muko „merah muka‟ dilesapkan sebagian unsurnya, yaitu siRah „merah‟, bentuk tersebut tidak lagi berupa idiom dan kalimatnya menjadi tidak berterima. Seperti terlihat pada data (5b) berikut.
(5b) *Ani ko mukonyo. Ani ini wajahnya. „Ani ini wajahnya‟.
Idiom dengan nama warna yang menggunakan putiah ditemukan dalam bahasa Minangkabau di Lintau Kecamatan
Lintau Buo Kabupaten Tanah Datar yaitu
baputiah tulang „putih tulang‟. Cermati data
berikut.
(6) Inyiak alah baputiah tulang tadi pagi.
Nenek telah berputih tulang tadi pagi.
„Nenek telah meninggal tadi pagi‟. Idiom baputiah tulang „meninggal‟ pada data (6) dapat merupakan idiom kata warna yang menggunakan kata putiah „putih‟. Idiom ini merupakan gabungan verba + nomina dan termasuk dalam idiom penuh. Makna idiom
baputiah tulang „meninggal‟ adalah
seseorang dinyatakan meninggal dunia. Idiom baputiah tulang „meninggal‟ pada data (6) dapat diperluas dengan adverbia bone „benar‟. Setelah mengalami perluasan, data (6a) tidak gramatikal dan tidak bermakna. Perhatikan data (6a) berikut.
(6a) *Inyiak bone alah baputiah
tulang tadi pagi.
Nenek benar telah berputih
tulang tadi pagi.
„Nenek benar telah meninggal tadi pagi‟
Idiom dengan nama-nama Benda Alam Idiom yang menggunakan kata talago „telaga‟ di dalam bahasa Minangkabau di daerah Lintau Kecamatan Lintau Buo
Kabupaten Tanah Datar terdapat pada data berikut.
(7) Iduik Ana bantuak talago di
bawah gunuang.
Hidup Ana seperti telaga di
bawah gunung.
„Hidup Ana berlimpah rezeki‟.
Idiom talago di bawah gunuang „berlimpah rezeki‟ pada data (7) merupakan idiom dengan nama-nama benda alam yang menggunakan kata „talago‟. Idiom ini merupakan gabungan nomina + frase proposisi dan termasuk dalam idiom penuh. Makna idiom talago di bawah gunuang „berlimpah rezeki‟ adalah seseorang yang mudah rezeki. Idiom talago di bawah
gunuang „berlimpah rezeki‟ pada data (7)
dapat diperluas dengan adverbia bone „benar.‟ Setelah mengalami perluasan, data (8a) tersebut tetap gramatikal dan makna yang ditimbulkanya berubah menjadi makna lebih. Perhatikan data (8a) berikut.
(8) Iduik Ana bantuak talago di
bawah gunuang bone.
Hidup Ana seperti telaga di
bawah gunung benar.
„Hidup Ana sangat berlimpah rezeki‟. Apabila idiom talago di bawah gunuang, „berlimpah rezeki‟ dapat juga dilesapkan salah satu unsurnya, yaitu talago „telaga‟, bentuk tersebut tidak lagi berupa idiom dan kalimatnya menjadi tidak berterima, seperti terlihat pada data (8b) berikut.
(8b) * Iduik Ana bantuak di bawah
gunuang.
Hidup Ana seperti di bawah
gunung.
„Hidup Ana seperti di bawah gunung‟.
Idiom yang menggunakan kata angin „angin‟ di dalam bahasa Minangkabau di daerah Lintau Kecamatan Lintau Buo Kabupaten Tanah Datar terdapat pada data berikut.
(9) Yeni dapek kaba angin dari sabalah umah .
Yeni dapat berita angin dari tetangga rumah .
„Yeni dapat berita yang tidak pasti dari tetangganya‟.
Idiom kaba angin „berita yang tidak pasti‟ pada data (9) merupakan idiom dengan nama benda alam yang menggunakan kata „angin„. Idiom ini merupakan gabungan nomina + nomina dan termasuk ke dalam idiom penuh. Makna idiom kabar angin „berita yang tidak pasti‟ adalah seseorang yang mendapat berita yang tidak pasti. Idiom kaba angin „berita yang tidak pasti‟ pada data (9) tidak dapat diperluas. Jika idiom kaba angin „berita yang tidak pasti‟ dilesapkan sebagian unsurnya, yaitu kaba „kabar‟, bentuk tersebut tidak lagi berupa idiom, tetapi kalimatnya tetap
gramatikal walaupun makna yang timbulkanya berubah menjadi mendapat dukungan. Simak data berikut.
(9a) Yeni dapek angin dari sabalah umah.
Yeni dapat angin dari tetangga rumah.
„Yeni dapat peluang dari tetangganya‟.
Jika dilesapkan unsur angin „angin‟, data (8) akan menjadi data (8b) berikut.
(9b) Yeni dapek kaba dari sabalah umah.
Yeni dapat kabar dari tetangga rumah.
„Yeni dapat peluang dari tetangganya‟.
Dengan pelesapan unsur kaba „kabar‟, data (8b) tetap gramatikal dan maknanya berubah menjadi mendapat berita.
4.2 Idiom dengan Nama Binatang
Idiom yang ditemukan dalam bahasa Minangkabau di Daerah Lintau buo, Kecamatan Lintau Buo, Kabupaten Tanah Datar adalah
Idiom yang menggunakan kata ayam „ayam‟ di dalam bahasa Minangkabau di daerah Lintau Kecamatan Lintau Buo Kabupaten Tanah Datar adalah idiom mati
ayam „mati konyol‟ dan lalok ayam
„tidur-tiduran‟, malapeh ayam „tidak diperdulikan‟. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada data berikut.
Idiom mati ayam ‟mati konyol‟ ini merupakan gabungan verba + nomina dan termasuk dalam idiom penuh. Makna idiom
mati ayam „mati konyol‟ adalah seseorang
yang mati konyol.
(10) Uwang nan balantak tadi bantuak mati ayam.
Orang yang tertabrak tadi bentuk mati ayam.
„Orang yang tertabrak tadi meninggal‟.
Idiom mati ayam „mati konyol‟ pada data (10) di atas jika dilesapkan salah satu unsurnya, yaitu kata mati „meninggal‟, bentuk tersebut tidak lagi berupa idiom tetapi kalimatnya tetap berterima, walaupun pesan yang disampaikan berbeda. Simak data (10a) berikut.
(10a) Uwang nan balantak tadi bantuak ayam.
Orang yang ditabrak tadi bantuak ayam.
„Orang yang tertabrak tadi meninggal‟‟.
Jika yang dilesapkan unsur yang kedua, yaitu
ayam „ayam‟, data (9a) menjadi (9b) berikut
(10b) Uwang nan balantak tadi bantuak mati.
Orang yang ditabrak tadi bentuk meninggal.
„Orang yang tertabrak tadi meninggal‟.
Kalimat (9b) gramatikal, tetapi tidak ada lagi makna idiom di dalamnya.
Idiom dengan kata Bilangan
Di dalam bahasa Minangkabau di daerah Lintau Buo, Kecamatan Lintau Buo, Kabupaten Tanah Datar ditemukan pula idiom yang menggunakan bilangan Idiom yang menggunakan kata duo „dua‟ adalah sebagai berikut.
(11) Rika kini ko babadan duo. Rika sekarang berbadan dua.
„Rika sekarang hamil.
Idiom babadan duo „berbadan dua‟ pada data (11) merupakan idiom dengan nama bilangan yang menggunakan kata „duo„. Idiom ini merupakan gabungan verba + bilangan dan termasuk ke dalam idiom penuh. Makna idiom babadan duo „berbadan dua‟ adalah seseorang yang sedang hamil. Idiom
babadan duo „berbadan duo‟ pada data (10)
dapat diperluas dengan adverbia sadang „sedang‟. Setelah mengalami perluasan, data (10a) tersebut tetap gramatikal dan makna
yang disampaikan berubah. Menjadi makna lebih. Perhatikan data (10a) berikut.
(11a) Rika kiniko sadang babadan
duo.
Rika sekarang sedang berbadan
dua.
Rika sekarang sedang berbadan dua‟. Bila idiom babadan duo „berbadan dua‟ dilesapkan sebagian unsurnya, yaitu babadan „berbadan‟, bentuk tersebut tidak lagi berupa idiom dan kalimatnya menjadi tidak berterima, seperti terlihat pada data (11b) berikut.
(11b) *Rika kini ko duo. Rika sekarang dua. „Rika sekarang dua‟.
Dengan pelesapan unsur duo „dua‟, data (11b) gramatikal tetapi makna yang disampaikan kalimat itu tidak lagi mengandung idiom.
Simpulan
1.a. Idiom bagian tubuh yang ditemukan menggunakan kata kapalo „kepala‟, yaitu koeh kapalo „keras kepala‟ dan
kapalo udang „kepala udang‟. ati „hati‟
yaitu sampiak ati „sempit hati‟, baRek
ati „berat hati‟, baati tungau „berhati
b Idiom dengan dengan pancaindra ditemukan menggunakan kata mato „mata‟ yaitu mamasang mato
„memasang mata‟. talinggo „telingga‟ yaitu talinggo kuali „telingga kuali‟. c. Idiom dengan nama warna yang
ditemukan menggunakan kata siRah „merah‟ yaitu siRah talingo „merah telinga‟, siRah muko „merah muka‟.
putiah „putih‟ yaitu baputiah tulang
„meninggal‟.
d. Idiom dengan nama-nama benda alam yang ditemukan menggunakan kata
talago „telaga‟ yaitu talago di bawah gunuang „berlimpah rezeki‟. dan angin
„angin‟ yaitu kaba angin „berita yang tidak pasti‟, kata batu „batu‟ yaitu batu
tatagak „orang meninggal‟, kata tanah
„tanah‟ yaitu tanah tasiRah „jenazah yang sudah dimakam‟.
e. Idiom dengan nama binatang yang ditemukan menggunakan kata ayam „ayam‟ yaitu mati ayam „mati konyol‟,
lalok ayam „tidur-tiduran‟, malapeh ayam „tidak diperdulikan‟. ulek „ulat‟
yaitu ulek bulu „ulat bulu‟, murai „murai‟ yaitu muncuang murai „mulut murai‟, unggeh „unggas‟ yaitu kaba
unggeh „kabar unggas‟, kambiang
„kambing‟ yaitu kambiang itam „ kambing hitam‟, dan kutu „kutu‟ yaitu
mati kutu „tidak berkutik‟. Idiom
dengan bagian tumbuh-tumbuhan yang ditemukan tidak ada.
f. Idiom dengan kata bilangan yang ditemukan menggunakan duo „dua‟ yaitu babadan duo „berbadan dua‟,
manduo „mendua‟ yaitu manduo ati
„mendua hati‟, sibu „seribu‟ yaitu diam
sibu baso „diam seribu bahasa‟ dan
satangah „setengah‟ yaitu satangah ati „setengah hati‟.
2. Idiom ada dua, yaitu idiom penuh dan idiom sebagian
a. Idiom penuh adalah idiom yang semua unsur-unsurnya secara keseluruhan sudah merupakan satu kesatuan dengan satu makna.
b. Idiom yang salah satu unsurnya masih memiliki makna leksikalnya sendiri.
5.1 Saran
Penulis berharap semoga skripsi ini dapat dijadikan sebagai rujukan atau masukan bagi peneliti lain yang ingin meneliti idiom. Penulis menyarankan agar peneliti yang akan datang meneliti dari segi yang lain, supaya hasil yang diperoleh dapat bervariasi.
Ucapan Terima Kasih
Dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan segala puji dan syukur ke hadirat Allah swt. akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Idiom Bahasa Minsngkabau di daerah Lintau Kecamatan Lintau Buo Kabupaten Tanah Datar”. Skripsi ini diajukan untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Humaniora, Jurusan Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Bung Hatta. Shalawat serta salam penulis sampaikan kepada junjungan Umat Islam yang mulia Nabi Muhammad saw yang telah memberikan penerangan bagi umatnya dalam menjalankan kehidupan ini.
Penelitian dan penulisan skripsi ini dapat terselesaikan karena adanya bantuan, bimbingan, arahan, dan kritikan dari berbagai pihak. Untuk itu, penulis mengucapkan terima kasih secara tulus kepada:
Dekan dan Wakil Dekan Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Bung Hatta yang telah
memberikan izin untuk penelitian; Ketua dan Sekretaris Jurusan Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Bung Hatta yang telah memfasilitasi sarana dan prasarana guna pembelajaran; Ibu Dra. Iman Laili.M. Hum, sebagai Pembimbing I dan Ibu Dra. Puspawati, M.S selaku pembimbing II yang telah memberikan arahan, motivasi, bimbingan, saran, ide-ide, dan kritikan kepada penulis, serta dengan sabar meluangkan waktunya untuk penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini;
Bapak-bapak dan ibu-ibu staf pengajar Jurusan Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Bung Hatta yang telah memberikan ilmu dan seluruh staf karyawan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Bung Hatta yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan segala urusan akademik; Kepada kedua orang tua dan seluruh keluarga tersayang dan tercinta yang telah membesarkan penulis dengan penuh kasih sayang dan kesabaran, serta memberikan dukungan moril dan materil. Terima kasih atas semua pengorbanan, kepercayaan, dan semangat serta kasih sayang yang diberikan;Teman-teman angkatan 2009 yang selalu memberikan bantuan, dorongan, saran, dan masukan dalam menyelesaikan skripsi ini.
Dengan ketulusan hati penulis senantiasa menerima semua masukan, saran, dan kritikan yang diberikan untuk perbaikan penulisan skripsi ini. Harapan penulis
semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat dan tambahan ilmu bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya.
Daftar Pustaka
Ayub, Asni, dkk. 1993. Tata Bahasa
Minangkabau. Jakarta : Pusat
Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Depertemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Chaer, Abdul. 1995. Pengantar Semantik
Bahasa Indonesia. Jakarta : Rineka
Cipta.
_____ . 2000. Pengantar Linguistik Umum. Jakarta : Rineka Cipta.
_____ . 2009. Pengantar Semantik Bahasa
Indonesia. Jakarta : Rineka
Cipta.
Djajasudarma, Fatimah. 1993. Semantik 2
Pemahaman Ilmu Makna. Bandung :
PT Rafika Aditama.
Sudaryanto. 1992. Metode Linguistik, Ke
arah Memahami Metode Linguistik.
Yogyakarta : Gajah Mada University Press.
______ . 1993. Metode Linguistik dan Aneka
Teknik Pengumpulan Data.
Yogyakarta : Gajah Mada University Press.
Yudiarto. 2005. ”Idiom dalam Kumpulan
Puisi Mbeling Karya Remi Sylado”. Skripsi. Padang: Universitas Bung