wmv kmkpoaian-mks.orE
"Pengembangan
Daya
lnovatif
melalui
Pembelajaran dan Manajemen perubahan,'
d
U
RNAL
Administrasi
Puhlik
Jurnal
Administrasi Pubtik,
Volume Vl
I
Nomor 4
|
Desember
ZOtO
ItSStl 1858 -
2'168
DAFTAR ISI
Hal
r Daftar
isio Pengantar Redaksi
.
Rancang
Bangun Sistem lnformasi Penanganan
KasusKetenagakerjaan
Pada
1Dinas Tenaga
Kerja
DanTransmigrasi
Provinsi
Sulawesi Selatan
Ahmad
o
Advokasi
:Pendekatan
Menuju
Perubahan
15
Abdul nahman
4V-e;
#
.
MODEL CITIZENS'CHARTER
DALAM
INOVASI PELAYANAN
PUBLIK
2?
(Suatu Perspektif New Public Management)
Muh,Tang
Abdullah
. Strategi Dan Pendekatan Pengembangan Sistem lnformasi
Muhammad Fhdaus
r Resensi
Buku
Haryanto
37
JURNAL
Administrasi Publik
MODEL
CITIZENS?
CHARTER
DALAM
INOVASI PELAYANAN PUBLIK
(Suatu
Perspektif
New Public
Management)
PKPzA II LAN fiAKAsSARABSTRACT
krnovation
in public services
is
a
manifestation
of
a
strong
desire
to continue to
develop
the
public
service
function to
society
for
the better.
One
of policy innovations
in
the practice
of
prblic
service
is
a
Citizen's
Charter
Model. Characteristics
of
this model
is
very New
Public
Management perspective
nuanced,
that
puts
the customer
as
the subjects of
service. The
application
of
this
of Citizen's
Charter Model
has
several
benefits
and advantages,
including
encouraging
bureaucratic mindset
change
and
eliminate discriminatory
service
cu
ltu
re.
IeyWords:
innovation
in
public service, new public
management,
citizen
charter model
LPendahuluan
Salah
satu fungsi
dan
tugas utama
png
harus
dilakukan
oleh birokrasi
adalah
rnenyediakan
dan menyelenggarakan
pelayanan publik (public
services
delivery)
begi
masyarakat. Sebagai
warga
negara,
stiap
individu mempunyai
hak
yang
sama
untuk menerima pelayanan dari birokrasi.
flamun
realitasnya, hal tersebut seringkali
tilak
dapat terpenuhi
sesuai
harapan.
Penyedia
laya
nan (services deliver)
seringkali
rnasih
cenderung
berperilaku
tibk
adil dan
tidak
profesional.
Hal
inilah
Fng
menjadikan
isu
pelayanan
publik
menjadi
salah
satu
pokok
bahasan
yang
reringkali muncul,
baik
dalam
berbagai
t
lisan
maupun penelitian
saat
ini.
Fakta
bahwa
pelayanan
publik
(public
servicesi
di
lndonesia
belum
menunjukkan
kinerja yang
efektif
dan
belum
memenuhi
tuntatan
dan
harapan
masyarakat.
Masalah
pelayanan
publik
yang belum efektif ini dipicu oleh berbagai
hal yang
kompleks,
mulai
dari
budaya
birokrasi yang masih bersifat
faternalisitik,
lingkungan
kerja yang
tidak
kondunsif
untuk perubahan
zaman, rendahnya
sistem
rewa
rd
dalam birokrasi,
lemahnya
mekanisme
pu
nishment
bagi
aparat,
rendahnya kemampuan
aparat
birokrasi
untuk
melakukan
diskresi,
serta
kelangkaaan
komitmen pimpinan
politik
untuk
menciptakan pelayanan publik
yang
responsif,
akuntabel,
dan
transparan.
Menurut
Kusumasari
(2005:87),
bahwa
kegagalan
birokrasi
pemerintah
te
rsebut
dalam
menyelenggarakan
pelayana n publik
tidak
hanya melemahkanlegitimasi pemerintah
di
mata
publiknya.
Tetapijuga berdampak
pada hal yanglebih
luas, yaituketidakpercayaan pihak
swastadan
pihak
asing
untuk
menanamkan
investasinya
di
suatu
daerah
karena
ketidakpastian pelayanan
publik.
Efeknegatifnya
t€
ntu
saja
akan
berdampak
pada ketidakmampuan
daerah
dalam
mendapatkan penghasilan
asli
daera h(PAD) apabila
investasi
yang
diharapkan
menggerakkan
perekonomian
daerah
tidakterjadi.
Selainitu,
kegagalanbirokrasi
dalam
pelayanan
publik juga
akan
berdampak pada rerjadinya
d iskriminasipelayanan
dan praktek rente
yang
menggurita
dalam
setiap
bentuk
pelayanan.Sebagai
justifikasi atas
fakta
di
atas,
dapat
dikemukakan
hasil
penelitian
GDS (Governance
and
Decentralization
Survey) pada
tahun
2004,
yang
menemukan adanya ketidak
mampuan
sebagian
warga
masyarakat
untuk
memenuhi "aturan main"
yangdibuat oleh
biro kra
si
ketika
mengurus
suatu
pelayanan.
Aturan main dalam pemberian
pelayanan
publik bisa
berbentuk
padatidak
adanya kepastian
waktu dan
biaya,prosedur
yang
rumit,
ketida
kjelasan
informasi
layanan, dan sebagainya. Karenawarga
tidak
mampu memenuhi
"aturan
main",
maka mereka kemudian
menggunakanjasa perantara (calo)
ketikaberhubungan
dengan
pejabat
birokrasi
{Partini & Wicakson o2OO4:2-31.Dapat pula
dilihat
hasil penelitian
yang dilakukan oleh
PSKK-UGMtentang
pelayanan
publik di
lndonesia (Dwiyanto,
dkk.
2002).
Diperoleh
kesimpulan
bahwapenyelenggaraan pelayanan
publik
masihmenunjukkan adanya praktek
pelayananyang diskriminatif.
Bagiwarga
penggunayang kebetulan
mempunyai
kenalan
sebagalkerabat,
saudara,orang
kaya danmereka
yang memilikl status
sosial
yangt
€
rpandang
di masyarakat, biasanya
akanmemperoleh perlakuan
khusus
dari
birokrasi. Temuan
lain dari penelitian
ini, adalahsulitnya menemui pejabat birokrasi
yang
memiliki
otoritas
pelayanan.
Akibatnya
tentu
saja, warga
penggunapelayanan
harus
menghabiskan
waktu
yang
lebih banyak sehingga
ketepatan
waktu tidak da patdipenuhi.
Banyak
pula
pendapat
yang
mengatakan
bahwa
pelayanan
publik di
lndonesiadinilai
belum partisipatif.
Wargasebagai pengguna pelayanan
belum
dilibatkan
dalam merumuskan kebijakan
pelayanan. Contoh dibeberapa
daerahyang
menaikkan
tarif
Puskesmas secarasepihak oleh pemerintah daerah,
hanyadengan alasan untuk
menaikkan
pendapatan
asli
daerah
{PAD),
tanpa
mendengarka
n
aspirasi
dan suara
masyarakat
sebagai penerima
dampak
kebijakan pelayana n.Era reformasi
dan
otonomi
sekarang
memunculkan
adanya kesadarandari
warga
pengguna pelayanan
akanpentingnya
kinerja
pelayanan yang
tidak
diskriminatif
dan menghargai
martabat
serta
hak
pengguna layanan.
Warga
pengguna
mulai menginginkan
adanyakemudahan pelayanan,
baik dalam
halpersyaratan,
prosedur, kepastian
waktu,
maupun
transparansi biaya
yang
dikeluarkan.
Hal ini,
karena
praktek
JumalAdministrasi Publik, Volume Vl
Fmberian
layanan selama
ini
tidaklansparan,
kurang responsif terhadapbbutuhan
pengguna,serta
rendahnya&ntabilitas
pelayanan.Pemikiran yang dikembangkan di
-as
menjadidasa.
betapa pentingnyal'ttuk
tetap mengkaji isu pelayanan publikd
lndoensia, terutamayang
berkaitandengan inovasi
dan
pendekatan yangdigunakan
dalam
pe rba ikan
proses pelayanan publik. Llntukitu,
tulisan iniltlencoba
men da laminya
dengan
gembahasandalam
bebeIapa bagian.Bagian
pertama
sebagaimana
pa dapendahuluan
ini,
yakni
mem berikan gambaran tentang fenomena dan fakta etas permasalahan pelayanan publik yangdihadapi.
Bagian
kedua,
membahasbnteks makro yakni pergeseran pemikiran
administrasi publik yang
me mbawa konsekuensi terhadap reformasi b;rokrasi pelaya nan
publik.
Bagian
ketiga,
nr€mbahas konteks mikro yakni konsep inovasi dalam pelayanan publik denganmodel
Citizens'Charter
gagian
akhirmemberikan kesimPulan
dan
kemungkinannya untuk konteks pelayanan publikdi tingkat lokal.B.
PerspektifNew
Publi€ Management dalam Pelayanan PublikPerspektif ad ministrasi publik yang dikenal dengan new public management
approach pada dasarnya
berusa ha menggunakan pendekatan sektor swastadan bisnis
ke
dalam sektor
publik.Perspektif
"new public
management(NPM)"
ini
berbasis padateori
pilihanpublik (public choice theory), dukungan intelektual bagi perspektif ini berasal dari
tA r
t.
L:sr
t'.et'
; i it !'aliran
kebijakanpublik
{public
policysch
ools) dan
gerakan
manajerialis
(ma
nagerialism movement).
Alira n kebijakan publik dalam beberapa dekade memiliki akar yang cukup kuat dalam ilmu ekonomi, sehingga analisis kebijakan danpara
ahli
yang
menggeluri
evalua5i kebiiakan terlatih dengan konsep ma.ket economics, costs and benefit, dan rational modelsot
choice. SelanjuLnya al;rani.:
mulai
mengalihkan perhatiannya pada implementasi kebijakan, yang selanjutnya mereka sebut publlc management, yang se be narnya sinonim dengan
publicadministration (Denhardt
&
Denhardt2OO3t72-23) .
Dukungan
intelektual
dari
managerialism movemenl berakar dari pandangan bahwa keberhasilan sektor bisnis dan publik bergantung pada kualitasdan
prgfesionalismepara
manajernya.Kemudian
dapat
dicapai
melalui
produktivitas
yang lebih
besar,
dan produktivitas ini dapat ditingkatkan melalul disiplin yan ditegakkan oleh para manajerVang
berorientasi efisiensi
dan produktivitas.lJntuk
memainkan peranpenting
ini,
manajer harusdiberi
"thefreedomto manage" dan bahkan "the right to manage" {Denhardt & Denhardt, 2003).
Menurut
Sumartono (2007:10), perspektif NPM dalam prakteknya, gerakan manajerialis memperoleh pengaruh besardalam reformasi administrasi
publik
di berbagai negara maju, seperti SelandiaBaru, Australia, lnggris,
dan
Amerika serikat. Di lnggris, reformasi administrasi publik dijalankan sejak masa PM Margaret Thatcher Di A.nerila Serikat, gerakan in' m€ndapat dukungan dan komitmen dari Al**t.
f*jir:] Ag*at;+&Gore, wakil presiden Amerika Serjkat pada
tahun
1993, dengan
konsepnya "work
better and cost less" sebagaimana dikutip
oleh
Alasdair
Roberts
dalam
(5hah,2005:1).
Kemudian
dipopulerkan
olehDavid Osborne
&
Ted Gaebler
(1999)melalui
karya
nya
Relnventing
Government. Gerakan
ini me
nVe bar
keseluruh dunia sehrngga menjadi inspiras;utama
di
banyak negara
dalam
mereformasi administrasi
publik
ba ikdengan melakukan privatisasi gaya lnggris
ataupun
gerakan
mewirausahakan
birokrasi gaya Amerika Serikat.Terdapat sejumlah
faktor
yang menyebabkan lahirnya perspektif NPM ini(lihat
Larbidalam Prasojo,2008),
antaralain:
pertama,
munculnya krisi5 ekonomi dan keuangan yang dialami negara-negaramaju. Hal inijuga diakui oleh Anwar Shah
(2005:1)
yang
mengatakan
terjadinya
pengeluaran pemerintahan
yang
terlalu
besa rterutama dalam
penyediaan
pelayanan
publik,
sehingga
muncul
intervensi
Iembagainternasional
seperti IMF dan Bank Dunia. Kedua, menguatnyapengaruh
ide
neoliberal
dan
kritik
terhadap
ukuran, biaya
dan peran
daripemerintah
dan
sekaligus
meragukankapasitas pemerintah
untuk
memperbaikipermasalahan
ekonomi karena
adanyapraktek monopoli
oleh
negara.
Ketiga,perkembangan
teknologi
rnformasi
(information technology) yang
sanBatmembanLu
dalam membuat
retormasi manajerial sektor publik untuk melakukandesentralisasi
manajemen
dan
akuntabilitas. Keempat, pertumbu han dan
peranan konsultan manajemen
secaraglobal menjadi agen perubahan.
Parainst
itusl dan
konsultan
mana.iemen memperkenalkanteknik
manajemen barusektor privat ke sektor
publil! sepertitotal
quality
management, performance basedbudgetting, kontrak kinerja, balance score card dan lain-lain.
Perspektif
NpM
ini
meneka nkanpada
penggunaan mekanisme dan
terminologi
pasar
(market
based) yang
memandang hubungan antara
badan-badan publik
(pusatdan
daerah) denganpelanggannya
(masya rakat)
sebagai
layaknya
transaksi yang
terjadi
antara penjualdan
pembeli. Warga masyarakatasebagai
penerima manfaat
ditempatkansebagai
costumer atau
consumen. Peranmanajer
publik
berubah karena ditantanguntuk
selalu
menemukan cara-cara barudan inovat;f dalam mencapai
tujuan
atau menswa sta kan
berbagai
fungsi
yangsemula dijalankan ole
h
pemerintah
termasu k
penyediaan barang publik
(public goods)
dan
pelayanan
publik
(public services).Fungsi
manajer publik
untuk
mengarahkan
b u kannya
mengayuh
(steering
not
rowing), yang
bermaknabahwa beban pelayanan
publik tidak
dijalankan
sendiri
tetapi
sebisa mungkin didoronguntuk
dijalankanoleh
pihak lainmela lu
i
mekanisme pasar.
Dengan
demikian manajer
publik
memusatkan perh atian
pada akuntabilitas
pada
pelanggan
dan kinerja
tinggi,
rest ru ktu risa
si
badan-badan publik,
mendefinisi ulang
misi
organtsasi,
menyederhanakan
proses
administrasi,dan
mendesentralisasikan
pembuatankeputusan.
Gambaran yang lebih utuh
tentarB
Jurnal Administrasi Publik, Voturne Vt
perspektif NPM
ini
dapat dilihat
daripengala man Amerika Serikat sebagaimana
tertuang
dalam sepuluh
prinsip
'reinventing
government",
karya Osborne&
Gaebler{1999).
lnti
dari
prinsip-prins;pte6ebut
sebagaiberikut:
a.
Catalysticgovernment:
steeringrather
than rowing;
b.
Community-owned
government;
empowering rather than serving;c.
Competitive government:
injecting
competition
into service delivery;d-
Mission-driven
government:
t
r a n s f o r min
g
r ule
- d riv
e norganizatitions;
e-
Resultorient
€
d government: funding
outcome, not inputs;
f.
Cu sto mer-driven:
meeting
the
needs of customer, not the burea ucracy;g.
Enterprising
government:
earning
ratherthan
spending;h-
Anticipatory
government:
prevention.atherthan
cure;i-
Decentra lized
government:
from
hierarchy
to
participation and
teamwork;
i-
.Market
oriented
government;
leveraging change through the market.Konteks
administrasi
publik
lndo
nesia rupanya
telah
sedang
menerapkan beberapa
prinsip
NPN{
ini.Misa
lnya
penerapan
model Laporan
Aku nta b
ilit
as
dan Kinerja
lnstansi
Peme rinta
h
(LA(lP)
untuk
menjamin
adanya akuntabilitas
dan kinerja
dalam p€nyelenggaranpemerintahan.
Kebijakan PP No. 41tahun
2007tentang
Organisasi Perangkat Daerah yang dimaksudkanuntuk
menata
ulang
birokrasi daerah
danmenyederhanakan
badan publik
sesuai:;"'
=caI'
.r,..
dengan kebutuhan. Selain
itu,
beberapa manajer publik (gubernur,bupati/walikota)
telah
berani membuat terobosan
baruberupa
kebijakan
dan
program
yanginovatif seperti
di
corontalo
denganpenerapan nilai-nilai
enterpreneurship
dalam
birokrasidan
kabupaten JembranaBali,
terkenal
dengan kebijakan
efisiensi anggarannyamelalui
program inovasi
di bidang pendidikan dan kesehatan.Meskipun demikian, seperti halnya
perspektif
old
public
administration,
perspektif
ini
pun
tak luput
dari
berbagaikritikan. Denhardt
&
Denhardt
(2003) memandang bahwaperspektif
NPMtidak
hanya
mem
bawa
teknik-teknik
administrasi baru namun juga seperangkatnilai-nilai
tertentu.
Misalnya terdapatnilai-nilai yang
dikedepankanseperti
efisiensi,rasionalitas, produktivitas
dan
bis niskarena
dapat bertentangan dengan
nilai,nilai
kepentingan
publik dan
demokrasi.Jika
pemerintahan dijalankan
seperti
halnya bisnis dan pemerintah
berperanmengarahkan
tujuan
pelayanan
publik,maka
pertanyaannya adalah
siapakahsebenarnya
pemilik
dari
kepentinga npublik dan
pelayananpublik?
Atas dasarpemikiran tersebut Denhardt
&
Denhardtmemberi
kritik
terhadap perspektif
NPM sebagaimana yangtertuang
dalam kalimat"in
our
rush
to
steer,
perhaps
we
areforgetting who owns the boat".
Menurut Denhardt
&
Denhardt,
karenap em
ilik
k
€
pentingan
publik
yang
sebenarnya
adalah
masyarakat
ma kaadministrasi
publik
seharusnya
memusatkan perhatiannya pada tanggung jawab
melayani
dan memberdayakan
wa
rga
negara
melalui
pengelolaan
.iiri.
i*q
g.4*f
;,rr'J';Lorganisasi
publik dan
implementasi
kebiiakan
publik.
Perubahan orientasi
tentang posisj warga negara, nilai
yangdikedepankan
dan peran pemerintah
ini memunculkanpersp€
ktif
baru ad ministrasipublik
yanB
disebuI
new public
service. Warga negara seharusnyaditempatkan di
depan,
dan
penekanan
tidak
seharusnyamembedakan
antara mengarahkan
danmengayuh
tetapi lebih pada
bagaimanamembangun
institusi publik
yang
didasarkan
pad
a
integritas
dan
responsivitas.
C. lnovasi dalam Pelayanan
Publik
Dalam
perspektif
new
p ublic
manag€ment, dianjurkan agar mengadopsi
nilai kompetisi dari sektor
bisnis ke dalammanajemen
sektor publik.
Salah
satukonsep
yang
berbasis
keunggulan
berkompetisi
adalah konsep inovasi,
di
mana
konsep'lni lebih
akrab dibahas
dandikembangkan
di
sektor bisnis.
Konsepinovasi dalam sektor publik rupanya
belum
sepopuler
di
sektor
bisnis. Padahal kajianinovasi
dikembangkan
seiring
dengan
u
paya menjaga
dan
bahkan
m e
nge
m b a n gka
n
ke
m a mpu
a nberkompetisi (bersaing)
atau
competitive
advantage sebuah organisasi. Kemampuan
ini
dianggap
penting untuk
menjaga
kelangsungan
hidup
organisasi.
Dalamsituasi
organisasi
yang
hidup
denganmengandalkan
semata
co m parative
advantage dan pada saat yang sama situasi
kompetisi kurang tampak maka
konsepinovasi kurang berkembang dengan
baik.Hal yang sama
juga terjadi
pada organ;sasipublik
yangtidak
mengkhawatirkan
samasekali masalah
kelangsungan hidupnya
(Muluk, 2008:37).
Kebanyakan organisasi sektor
publik
kurang
tertantang karena
beradadalam
iklim
yang
nonkompetitif
danbahkan
tidak
merasa bermasalah dalam
hal
kelangsungan
hidupnya. Maka
wajar
jika
konsep inovasi kurang
berkembangdalam sektor publik. Namun
demikian,
perubahan
yang
terjadi
dalam
prosesadministrasi
publik menuntut
banyak
hallain juga
turut
berubah.
Perubahan
pa rad
igma administrasi
publik
dalam
bentuk
desentralisasi
telah
mendorong
semakin kuatnya
otonomi
daerah sehinggakeanekaragaman
dalam pelayanan publik
. dan pembangunan menjadi keniscayaan.
Bahkan
menurut
Supriyono
(2007), bahwa otonomi yang luas
telah
memberikan kewenangan
yang
sangatbesar
kepada
pemerintah
daerah
(kabupaten/kota)
untuk
mengatur
danmengurus pemberian pe\ayanan
pub\ik
sesuai dengan local choice dan local voice
masyarakatnya.
Pe merinta
h daerah
memiliki
peran besar (strong public sector)di
bidang pelayanan
publik,
termasuk
dalam mengatur
berperannya kelompok
masyarakat dan pihak swasta. Oleh karena
itu,
kondisi
ini
kiranya
mendorong
pemerintah
daerah
untuk
selalu
mencariteknik dan
strategi yang
efektif
untuk
menjala nka
n
fungsi
pelayanan publik
memalui kebijakan
dan
program
yanginovatil
1.
lnovasi
sebagai
basis
keunggulan
bersaing
Menurut Muluk
(2008:38-41)
bahwauntuk
meningkatkan
keunggulan bersaingsebagai organisasi, secara
teoritis
telah adakajian
yang cukup
panjang
yang
dimulai
sejak
berdirinya administrasi
sebagaiiln
Awalnya diyakini bahwa organisasi
yang&n
memenangkan persaingan
adalah
cganisasi
yangmampu menjamin efisiensi
administrasi.
Konsep
efisiensi
ini
semula
dipahami
di
sektor publik adalah
upayanuntuk
mencapai
tujuan
(efektivitas)
dengan memanfaatkan
sumber
daya yangErbatas.
Disektor
bisnis, efisiensi
justeru
dijadikan
nilai
strategis
untuk
memenangkan
persaingan agar
perusahaan yang satu
lebih
unggul
dari
p€
rusahaan
lainnya. Namun
demikian,
g€
rjalanan
waktu
menunjukkan
bahwa
perlombaan memajukan efisiensi
semata
$dak
menjamin
keunggulan
bersaing
larena
masa selanjutnya
dimenangkan
oleh
perusahaan
yang
mampu
menampilkan
produktivitas
yang
lebih
baik.
Era
berikutnya
menurut
Muluk
(2008),
menunjukkan
bahwa
produktivitas
semata
tida
k
menjamin
keunggulan
bersaing. Para
praktisi dan
teoritisi
administrasi
publik
harus
mengalihkan
p€
rhatian terhadap
kualitas
tidak
sekedar
efisiensi
dan
produktivita5.
Produksi
dengan skalabesartidak
menjamin kualitas
yang
terkendali
sehingga gerakan ke
arah kualitasprima dari produk
dan jasamenjadi
perhatian
besar
padatahun
1970-1980an.
Perhatian
ini
ditandai
dengan
berkembangnya
konsep
Total
Quality
Management
(TQM),
Kaizen,
Gemba
Kaizan,
dan
lainnya.Tokoh utamanya yakni
Juran,
Deming,
dan
lmai,
yang sangat
populer
dala
m
mendorong
gerakan
kualitas
ini.
secara khusus merambah
kesektor
lasadan diadaptasi di
sektor publik
meniadi
total
quality
service,
dan
yangterakhir dikenal
dengan
label
service
r,1,"
jr.
i,.,;
r;.,,1:".'.,
:quality
(servqual)
yangdikembangkan oleh
Zeithaml.
Di era
1980-1990an
menandai
berkembangnya kemampuan
organisasiberadaptasi dengan lingkungan
organisasidianggap sebagai
kunci
ke langsungan
hidup
organisasi sekaligus
basis
keunggulan bersaing. Tokoh-tokoh
kunciyang
mempopulerkan konsep
adaptasi
organisasi
adalah
Geert
Hofstede
dan
Edgar
M.
Schein.
Para ahli
ini
mengembangkan
teori
budaya
organisasisebagai
dasar
utama
mengembangkan
kemampuan adaptasi organisasi.
Menurut
Hofstede semua pihak harus sadar bahwa
organisasi
transnasional harus
melakukan
adaptasi terhadap budaya yang hidup
disebuah
negara. Karena
hanya
dengan
demikian organisasi akan
mampu
beradaptasi dengan
perubahan,
kebutuhan,
dan kecenderungan di
tempat
tersebut
hingga
akan
memenangkan
persaingan.
Kemudian
Schein,
mengembangkan kemampuan
adaptasi
yang berbasis
internal
organisasitersebut.
Kemampuan
tersebut
berasal
dari
budayaorganisasi
itu
sendiri yang harus
diperkuat
sehingga
memiliki
kemampuan
menyesuaikan
dengan
lingkungannya
danmampu
menimbulkan
sinergi
kekuatan
internal
dala
m
berinteraksi
dengan
lingkungan luarnya.
Pada
era
berikutnya
a daptasi
dianggap
juga tidak
memadai
dalam
mengembangkan
keunggulan
bersaing
karena
menempatkan
posisi
organisasi
untuk sekadar
menyesuaikan
diri
dengan
lingkungan
dan
tidak
mengambil
langkahproaktif untuk
membentuk lingkungan"
Kemampuan
membentuk
lingku
nga niJ;r*. i**r;
A*J*ii*,fo
didasarkan
pada
kemampuan
organisasidalam melakukan inovasi sehingga produk
dan jasa yang dihasilkan sebuah organisasidapat
diterima
oleh
lingkungan.
Banyakkebutuhan manusia yang belum
terpenuhi
oleh
penawaran yang ada
sekarang, dan pada saat yang samakebutuhan
manusiabukanlah
hal yang statis namun
bersifat
d inamis.
Dinamika
kebutuhan
manusiainiiah yang terus dibentuk
oleh
produk
inovatif
organisasi.Era
1990-2000an
ini
ditandai
dengan berkembangnya kajian knowledgemanagement (manajemen
pengetahuan)yang
mengedepa
nkan
pengelolaan
pengetahuan sebagai dasarpembentukan
core
comptetence (kompetensi inti)
sehingga organisasi
dapat
mengembangkan
daya
inovasinva
yangsulit ditiru
oleh
organisasi lainnya. Jika initerjadi
maka
bisa
dipastikan
bahwa
organisasi
tersebut memiliki
keunggulanbersaing. Tokoh-tokoh
utama
dalam
gerakanini adalah Peter M. Senge
denganbukunya
(the
Fifth
Discipline),
tkujiro
Nonaka dan Hirotaka Takeuchi (KnowledgeCreating Company),
dan
masih
banyak la in nya.Agar lebih terarah dan
memiliki
batasan yang jelas dalam memahami danmengembangkan
konsep inovasi
makapenting mem
berikan
definisi
tentang
inovasi. Juga
agar
tidak tumpang tindih
dengan pengertian kreasi (creation). Dalamkamus
Oxford dijelaskan bahwa
createadalah cause (something)
to
exist;
make(something
new
or orginal);
bring
to
existence. Sementaraitu,
innovate berarti
make change;
introduce
n
€
w
things
atau dengan kata lain bring in noveltiesor bring
changes. Dengan
demikian
perbedaan
antara kreasi dan
inovasi
terletak
padamakna kreasi yang
berarti
bahwa sesuatuyang
semula
tjdak
ada
menjadi
ada,sementara
inovasi
berarti
mengu ba hsesuatu halsehlngga menjadi sesuatu yang
baru.
lnti
dari
inovasi adalah
perubahanmenuju hal-hal baru
(lihat
Muluk,
2008:44).Menurut
Mulgan & Albury,seperti
yang
dikutip oleh
Muluk
(2008)
mengatakan
bahwa
inovasi
yang
suksesadalah
merupakan
kreasi
dan
implementasi dari proses, produk, Iayanan,
dan
metode
pelayanan
baru
yang
merupakan
hasil
pengembangan
nyatadalam efisiensi, efel(tivitas atau
kualitashasil. Hai
ini
membuktikan bahwa inovasi
telah
berkembang
jauh dari
pemahaman awal yang hanya mencakup inovasi dalamproduk
(products
&
services)dan
prosessemata.
lnovasi
produk
atau
layanan berasal dari perubahan bentuk dan desainproduk atau
layanan, sementara
iaovasiprbses
berasal
dari
gerakan
pembaruankualitas yang berkelanjutan dan mengacu
pada
kombinasi perubahan
orga.risasi,prosedur, dan kebijakan yang dibutuhkan
untuk berinovasi.Kemudia
n
menurut
Baker, dalamMuluk
(2008), bahwa perkembangan baru yang mencakup inovasi dalam hal metode pelaya
nan ternyata
juga
masih
berkembang
menjadi inovasi
strategi attu
lkebijakan.
Di
mana
dikatakan
bah*
inovasi
dalam metode
pelayanan
adalCr,perubahan baru dalam
hal
berinterabi
dengan pelanggan
atau
cara baru
dalan
memberikan pelayanan. lnovasi
dabrl
strategi ataL kebijakan mengacu
pada*L
f.
misi, tujuan dan
strategi
baru
beserta alasannya yang berangkat dari realitas yang ada. Jenis lain yang kini juga berkembang adalah inovasidalam interaksi sistem Vang2.
lnovasi
disektor publik
Di era reformasi sekarang, sektor
publik hidup dalam
sistemyang
sangatterbuka dan lebih komplek.
Sehinggainovasi
di
sektorpublik
menjadi pentingkarena adanya peluang kompetisi antar
daerah dan
antar
lembagapublik,
dankemungkinan
ancaman
kela ngsunganhidup organisasi. lnovasi
di
sektor publik sedang dijalankanoleh
beberapa daerahuntuk
menyelesaikan berbagai persoalanpelavanan
dan
pembangunan. Propinsii?*1. ?ir;:
d-*Jefloirmencakup cara baru atau yang diperbarui dalam berinteraksi dengan aktor-aktor lain
atau dengan kata lain adanya perubahan dalam
tata
kelola pemerintahan {changesin governance).
Gambar: Tipologi lnovasi Sektor Publik
(Mulub
2008:45)Jawa Timur pernah menjalankan Gerakan Kembali ke Desa (cKD) dengan berupaya
mencapai
"one village
one
product"
unggulan.
Sragen berkembang denganprogram "electronic government",
danSolok berupaya melibatkan
masyarakatdengan mengembangkan
model
"citizencharter",
{lihat
Muluk,
2008:42-43) danmodel
'tontracting
out"
yang diterapkanpada
beberapainstitusi publik,
seperti yang
akan dibahas pada
bagian
selanjutnya. INOVASI PRODUK LAYANAN INOVASI PROSES PELAYANAN INOVASI SEKTOR PUBLIK TNOVASI METODE PELAYANAN INOVASI KEBIIAKANt.*. I,,.t,-
".rSe la
nj
ut
nya Muluk
(2008)
mensinyalir keberania n para pejabat
publik
untuk
melakukan
inovasi masih
rendahdalam menyiasati
banyaknya
persoalanyang dihadapi. Mungkin
hal
ini
terjadi
karena masih rendahnya insentif
yangdiperoleh
dari
inovasinya
dan
juga
ketakutan
terhadap
resiko kegagalan dalam berinovasi. Namundemikian,
inovasitetap
relevan digunakan
di sektor publik
karenafungsi alternatifnya untuk
mencari
solusibaru atas persoalan lama yang
tak
kunjungtuntas (new solutions
to
old
problem).lnovasi
juga dapat
menjadi
instrumen
untuk
mengembangkan
cara-cara
barudalam
menggunakan
sumber daya
danmemenuhi
kebutuhan
secaraefektif
danuntuk
mengembangkan
strategi
dan tindakan dalam pelayanan Publik.lnovasi dl sektor publik
dibutuhkan
untuk memberikan
layanan
publik
yanglebih
mencerminkan ketersediaan
bagipilihan-pilihan
publik dan
menciptakankeanekaragaman
rn etode
pelayanan.
lnovasi d i sektor publik dilaksanakan dalam
rangka
meningkatkan
efisiensi
dan
mengurangi
biaya
mengingat
Pada da sarnya
organisasi
sektor
publik
sena
ntiasa
menghadapi
ke la ngka a nsumber
dayadan keterbatasan
anggaran.Selain
itu,
inovasi
dapat pula
digunakanuntuk optimalisasi
penggunaan
lnformation
and
Communication
Technology (lCT)
untuk
meningkatka nkualitas
pelayanan
publik,
partisipasi
masyarakat, serta tranSparansi.
Muluk (2008:49)
juga
mengemukakan adanya
faktor kritis
dalammengembangkan
inovasi
sektor
publik.lnovasi
sektor publik
bukanlah
sebuahkondisi
yang dapat
sukses
dijalankan
dengan sebatas
niat saja
apalagi t
€
rjadi
dengan sendirinya. Namun,
dibutuhkan
beberapa
faktor
untuk
menjamin
keberhasilannya.Tanpa kehadiran
faktor
faktor
ini
maka
terjadinya
inovasi
pemerintahan akan menjadi
sulit
ter
€
alisasi.
Oleh
karena
itu,
perlu
diidentifikasi faktor-faktor tersebut
danperlu
pula
dijamin
ketersediaannya.
Beberapa
faktor kritis
tersebut
antaralaian: (1)
kepemimpinan
yangmendukung
inovasi;
{2)
pegawai
yang
terdidik
danterlatih;
(3)
budaya organisasi;
(4)
pengembangan
tim
dan kemitraan; dan (5) orientasi kinerja ya ng teru ku r.D.
Model
Citizens'
charter dalam
lnovasiPelayanan
Publik
Pada
pertengahan
tahun
1980an,birokrasi
pelayanan
publik New
zealandmulai
memperkenalkan
suatu
"kontrak
kerja
pelayanan",
antara
pemerinta
hdengan badan/instansi penyedia
layanan(providers). Pemerintah
me nera pka nkontrak
pelayanan kepada badanpemberi
layanan
agar dapat
memenuhi
kinerjapelayanan
yang
telah
ditetapkan
dalamkontrak tersebut.
Kepala
badan
atauinstansi
pelayanan (kepaladinas/badan
dilndonesia) dapat
menegosiasikankontrak
pelayanan
ini
kepada
para
aparatur
birokrasi g.rna mencapai
kesamaan
visipelayanan. Birokrasi
juga
diperkenalkanpada sistem
anBgaran
yanB
difokuskanpada
pencapaian
kinerja
pegawai
dalammemberikan
pelaya
na n.ArtinYa
pemberian insentif akan diberikan
padapegawal
birokrasi yang memiliki
kinerF
pelayanan yang baik, yang
dinilai
dariindikator-indikator
kinerja yang
telah
ditetapkan.
Penerapan
model
pelayananbaru
ini
rupanya membawa
perubahan
besar
dalam birokrasi
pelayanan
di
New
Zealand
{Partini
& Wicaksono, 2004}. Halyang
samajuga diterapkan
dlAustralia
dan lnggris.
Pemerintahan
Australia dibawah PM Robert
Hawke padatahun 1983 menggulirkan program
baru yang disebut dengan"managing for result",
yang
rupanya
telah
banyak
merubah
kiherja birokrasi pemerintah.
Parapejabat
birokrasi didorong
untuk
menggunakanproses perencanaan
yang
mengadopsi
model
"corporate
style"
untuk
mengidentif
ikasiprioritas, tujuan/
sasaran,dan
perbaikan manajemen
anggaran
dalam menyelenggaran pelayanan publik.
Demikian pula
di
lnggris, melalu!
PM
Margaret
Thatcher
yang
menerapkan
pendekatan
"Citizens' Charter".
Pendekatan
ini dilakukan
sebagai
bentuk
responsibilitas
pe merinta
h
sebagai
penyedia layanan
untuk
menyusunstdndar
pemberian pelayanan
yang sesuai dengankebutu
han
masyarakatpengguna
layanan,Asumsi
dasar pendekatan
ini
mengikuti
perspektif ekonomi, bahwa
buru knyakinerja pelayanan publik karena
adanyamonopoli
pelayanan
oleh
birokrasi,
transaksi
biayatinggi
dalam birokrasi,
danmasalah
distorsi informasi yang turut
memperburuk
terjadi
inefisiensi
dalam
penyelenggaraan pelayananpublik.
Pemerintah ketiga
negara
di
atasNew
Zealand,
Australia,
dan
lnggris
memiliki pandangan yang sama,
bahwa
betapa pentingnya
melakukan terobosan
baru
dan
kebijakan
yang inovatif
dalam
penyelenggaran
pelayanan
publik.
Kinerjai"f
a*, iir;:#,$*d;f!**
birokrasi pelayanan
publik
hanya
dapat
diperbaiki
jika
melakukan inovasi
baik
dalam produk,
proses,metode,
kebijakan,maupun sistem
pelayanan
publik
kepada masyarakat.Terkait dengan
haltersebut,
makauntuk
konteks reformasi pelayanan
publik
di Indonesia perlu pelembagaan dari
salahsatu
model reformasi
manajemen
pelayanan
publik,
yaitu
pendekatan
"Citizens' Charter".
Pelembagaan model
ini,
sebetulnya
pernah
dilakukan
oleh
PusatStudi
Kependudukan
dan
Kebijakan(PSKK)-UGM
bekerjasama
dengan
FordFoundation melakukan eksperimentasi
pelembagaan
ditiga
kota dengan tiga kasuspelayanan yang berbeda,
yaitu
kota Blitar
(pelayanan
Puskesmas),
kota
Yogyakarta(pelayanan
akta
kelahiran),
dan
kota
Ambarawa
(pelayanan KTP dan HQ). Ketigalokasi
eksperimentasi
model
citizens'
Charter
tersebut
ditentukan atas
dasaradanya komitmen
dan
dukungan
yangtinggi dari
pimpinan daerah, seperi bupati
dan walikota setempat. Mengingat
karenalingkungan birokrasi
tempat
pelembagaanCitizens'
Charter
sangat
dipengaruhi
oleh
budaya
birokrasi
patrilineal.
Oleh
karenanya,
tanpa dukungan
yang kuatdari
pimpinan birokrasi, kegiatan
ini
meniadi
keniscayaan
(lihat
Partini
&
Wicaksono,
?004).
Model
Citizens'Charte4
jika
dilndonesiakan
berarti "kontrak
pelayanan",ya
itu
suatu
pendekatan
dalam
penyelenggaraan
pelayanan
publik
ya ngmenempatka
n
pengguna
layanan
(customers)
sebagai
pusat
perhatian.
Artinya,
kebutuhan
dan
kepentingan
penggu
na layanan
harus
menjadi
l!',1&{r" I #S,{ ..l.S$Liilir;:
pertimbangan utama dalam
keseluruhan proses penyelenggaraan pelayanan pu blik.Untuk mencapai maksud tersebut, kontrak pelayanan
mendorong penyedia
layanan bersama-sama dengan pengguna layanandan
pihak-pihak
yang
berkepentingan
untuk menyepa kati jen is, prosedur, waktu, biaya, serta cara pelayanan. Kesepakatan te rse b
ut
harus
mempertimbangkan
keseimbangan
hak dan
kewajiban antarapenyedia layanan,
ser.a
stakeholders.Kesepakatan inilah nantinya menjadi dasar
praktik penyelenggaraan pelavanan publik
(lihat
Kusumasari
2005,
Partlni
&
Wicaksono 2004).
Dengan demikia
n model
Citizens'Charter
diperlukan
karenabeberapa
hal,yakni:
(1) untuk
memberikan
kepastianpelayanan
yang meliputi waktu,
biava,prosedur,
dan
cara
pelayanan;
(2)pemberian informasi mengenai
hak
dankewajiban pengguna layanan,
penyedialayanan,
dan
stakeholders lainnya dalamkeseluruahan proses
penyelenggaraanpelayanan publik; (3)
untuk
mempermudah pengguna layanan, warga,
dan stakeholders lainnya
dalam
mengontrol
praktik
penye lengga raa npelayanan publik; (4)
untuk
mempermudah manajemen
pelayanan memperbaiki kinerja pelayanan; (5) untukmembantu
manajemen
pelayana
nmengidentifikasi kebutuhan, harapan, dan
aspirasi
pengguna layanan
serta
stakeholders lainnya.
Dalam konteks
proses
pelembagaan.model Citizens'
Charter
secara
teknis terdapat empat
fase
kegiatan, yakni:
(1)
Fase promosi, kegiatan
utamayang dilakukan adalah mengenalkan kepada
publik
tentang
pendekatan Citizens'Charter
dan
membangunkesepakatan
pelayanan
antara
penyedia,
pengguna
dan
stakeholders pelayanan
lainnya,
serta
pembentukanforum
Citizens' Charter ditia p-tiap kota.Fase
formulasi,
kegiatan
utamayang dilakukan
adalah
mem persra p ka
n
instrumen
bagikeperluan
survei
pengguna
jasa,menganalisis data hasil survei, serta menyusun draft kesepakatan berupa
"Konrra k Pelayanan" ya ng
berisijanji
perbaikan pelayanan ke depan oleh
birokrasi.
Fase
implementasi,
kegiata
nutama yang
d ilakukan
adalah
menerapkan
"Kontrak
pelayana n"yang
telah
disepakati
ini
dalam penyelenggaraan pelayanansehari-hari.
Terdapat
beberapa
kegiatanyang menyertainya,
seperti
adanyauji
publik
terhadap
"Kontrak
Pelayanan", talkshoW dialog dengan
pejabat birokrasi, anggota
DPRDserta penerbitan
semacambulletin
tentang "Kontrak Pelayanan".
Fase evaluasi, kegiatan utama yang
dilakukan
adalah melihat
sejauhmana perubahan cara
pelayananyang
telah
dilakukan
setelah
diterapkannya "Kontrak Pelayanan".
Perubahan pelayanan
te ruta madilihat dari
aspek
keramahan atauetika
pelayanan, kepastian
dantransparansi biaya, kepastian waktu
pelayanan, kepastian
prosedur,
respon
petugas
terhadap
keluhan(2)
(3)
(4)
!,*",
warga pengguna, dukungan
sarana
prasarana pelayanan,
serta
mengide
ntifikasi
berbagai
bentu
kpelanggaran
dari
"Kontrak
Pelayanan".
Pengalama
n
selama
proses
pelembagaan
model
Cltizens' Charter di
tiga kota tersebut di atas, menurut Partini
&
Wicaksono
{2004},
ada
beberapa
keu ntu ngan yang
diperoleh
antara
lain:
*
Mendorong
peruba
han
struktur
birokrasi
seperti
perubahan prosedur
pe laya nan
dan posisi pengguna jasa;
*
Pengguna
jasa pelayanan, civil society
organization
(SCO)dan media
massadapat melakukan peran kontrol dalam
penyelenggaraan pelayanan
publik
karena adanya mekanisme komplain
apabila
pelayanan
tidak
sesuai dengan
sti{
ndar;
*
Mendorong
perubahan
mindset
dan
prilaku aparat birokrasi menjadi lebih
bero
rientasi pada
kepentingan publik;
*
Fisibilitas
politik tinggi
karena
melibatkan partisipasi
dan
aspirasi
masyarakat, LSM,
dan
DPRD dalam
menyusun prosedur, peraturan
dan
sta
ndar
kinerja
pelayana n;*
Melindungi
masyarakat
dari
prilaku
birokrasi yang
sewena ng-wena
ng
maupun
sikap
arogansi aparat
birokrasi terhad
appengguna jasa;
*
Adanya transparasi
waktu,
biaya,
dan
prosedur pelayanan;
*
Adanya kejelasan
SDM
yang
menangani
suatu
pelayanan
dan
kualitas
SDM yanglebih
baik;
*
Menciptakan budaya
dan
etika
pelayanan
baru
yang
menempatkan
penggunan
jasa
sebagai
subyek
;$iJt .
tr#i?#,4**ffji*i
pelayanan
(lihat
juga
Kusu masari,
200s).
Meskipun
te rda
pat
banyak
manfaat
dan keuntungan yang dltemukan
ketika
mene
rapka
n
model Citizens'
Charter,
namun tetap memiliki kelemahan
dalam proses pelembagaannya. Menurut
Kusumasari
(2005:92),
kelemahan
tersebut
terkait
dengan
anggaran
yang
cukup besar yang dibutuhkan
untuk
melakukan
survei pengguna jasa
layanan.
Tetapi
bila
disadari
akan
manfaat
dan
keuntu nga
n
yang diperoleh,
maka
kelemahan semacam
ini
dapat
dengan
mudah diatasi
oleh
setiap
pemerintah
kabupaten/kota yang
memiliki
komitmen
ya ng
tinggi akan
haItersebut.
E.
Penutup
lnovasi
dala
m
administrasi
pelayanan
publik
merupakan
wujud
dari
.
adanya keinginan yang
kuat untuk
terus
mengembangkan fungsi pelayanan publik
kepada
masyarakat
agar menjadi
lebih
baik. Salah
satu
inovasi kebijakan dalam
praktik
pelayanan
publik
adalah
dengan
pendekatan
model
Citizens' Charter.
Jikadilihat
dari
karakteristik pendekatan model
Citizens'
Charter
ini sangat
bernuansa new
pu
blic
management
yang
menempatkan
pelanggan
(customer)
sebagai
su bye kpelayanan
dan
menjadi
pusat
perhatiannya.
Dalam
penerapannya,
pendekatan model Citizens'
Charter
memiliki
beberapa manfaat
dan
keuntungan,
di
antaranya
adalah
mendorong
birokrasi
melakukan
perubahan mindset dan
kultur
pelayanan
yang
diskriminatif.
Melalui
penciptaan
!,.i
i,
t#{{
.4i"{i*j":*i
kulturpelayanan(culturofservinglpraktik
pejabat birokrasi akan menempatkan diri
pelayanan
yang
merugikan
customers
sebagai
"service provider",
bukannya
seperti
kolusi, korupsi, uang suap, dan
sebagai penguasa'
Juga akan
akan
sebagainyaakandapatdikurangi.
memperkuatakuntabilitaskepadawarga
Aparatur
birokrasi
juga
akan
pengguna layanan (customers),
karena
didorong untuk
profesional,
mampu
adanya
forum
multistakeholders
yang
mengembangkan
nilai-nilai
partisipasi
berfungsi
untuk
mengawasi
kinerja
dalam penyelenggaraan pelayanan
publik,
birokrasi,
sekaligusmenjadimitra
birokrasi
mengurangi sifat arogansi birokrasi
karena
bagiperbaikan kualitas pelayanan'
Daftar Pustaka
Denhardt,lv
& Denhardt, R,B.2004. "The New Publicservice:
Serving NotSteering"' New
York: M.E.
sharpe.
Dwiyanto, Agus.
et
al.2002. "Reformasi Birokrasi Publik
di
lndoensia". Yogyakarta:
PSKK-U€
M,
Kusumasari, Bevaola.
2005.
"Kontrak
Pelayanan
dalam Reformasi
Pelayanan
Publik
di
Indonesia".
Dalam Agus,Erwan
P&
Kumorotomo, W
(Eds.)
"Birokrasi Publik
DalamSistem
PolitikSemi-Parlementer.
Yogyakarta: GavaMedia.
MuluK
M.R.Khairul.2008.
"Knowledge
Management;
Kunci Sukseslnovasi Pemerintahan
Daerah".
Malang:
BayuMedia.
osborne,
David
&
Ted Gaebler.
1999. "Mewirausahakan
Birokrasi
(Reinventing
Government): Mentransformasi
Semangat
Wirausaha
ke
Dalam Sektor
Publik"'
Penerjemah
Abdul
Rosyid. Jakarta: PPMPrasojo, Eko.
et
al. 2008. "Penataan Sistem Pengaturan
Pelayanan
Perizinan
BidangPerekonomian".
LaporanPendahuluan.
KerjasamaMenpan dengan
PKADK-Fisip UI'Jakarta.
Melalui:
http://pustakaonline.wordoress
com(09/11/2008).
prasojo,
Eko.2003.
?genda
Politik dan Pemerintahan
di
lndonesia: Desentralisasi Politik,
Reformasi Birokrasi
&
Good
Governance".
Dalam
Bisnis
&
Birokrasi,
Vol Xl No-
1Januari.
Roberts, Alasdair. 2005. "lssues Associated
with
The
lmplementation
QfGovernmentwide
Performance
Monitoring".
DalamAnwar
Shah {Ed.).2005. "Public Sector Delivery"'
Washington
DC.World
BankShah,
Anwar
{Ed.}. 2005. "Public Sector Delivery".washington
DCWorldBank-Sumartono,
(2007)."ReformasiAdministrasi
Pelayanan Publik". Naskah Pidato PengukuhanGuru Besar FIA
Unibraw Malang.
Partini
&Wicaksono,
Bambang. 2004."Citizens'Charter: Terobosan
Baru PenyelenggaraanPelayanan Pu blik di
lndonesia".
MakalahSeminar
Bula nan PSKKUGM'
Supriyono,
Bambang. 2007."Kompetensi
diTingkat Operasional
Dalam Pelayanan Publik diPerkotaan".