• Tidak ada hasil yang ditemukan

Jurnal Diversita, 6 (2) Desember (2020) ISSN (Print) ISSN (Online) DOI:

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Jurnal Diversita, 6 (2) Desember (2020) ISSN (Print) ISSN (Online) DOI:"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

175

Jurnal Diversita

Available online http://ojs.uma.ac.id/index.php/diversita

Pelatihan Kontrol Diri untuk Mencegah Relapse pada Narapidana

Kelompok Rehab Mantan Pecandu Narkoba di Lapas

Relapse-Prevention Self-Control Training on Former Drugs Addicts

Rehabilitation-Inmates in Prison

Putu Diana Wulandari(1)*, Ilham Nur Alfian(2), Putu Nugrahaeni Widiasavitri(3)**

1*,2Fakultas Psikologi, Universitas Airlangga, Indonesia

**Program Studi Psikologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana, Indonesia

Disubmit: 31 Juli 2020; Diproses: 01 Agustus 2020; Diaccept: 22 November 2020; Dipublish: 11 Desember 2020

*Corresponding author: E-mail: wulandaridiana96@gmail.com Abstrak

Narapidana yang memiliki kontrol diri yang lemah kemungkinan besar akan melakukan tindak kriminalitas seperti yang dilakukan sebelumnya, terutama narapidana narkoba. Oleh karenanya, penting bagi mantan pengguna narkoba untuk memiliki kontrol diri yang baik agar tidak relapse kembali. Penelitian ini bertujuan untuk melihat efektivitas pelatihan kontrol diri untuk mencegah relapse pada narapidana kelompok rehabilitasi mantan pecandu narkoba di Lapas. Metode penelitian yang digunakan adalah kuantitatif dengan tipe penelitian eksperiman yang dilakukan sebanyak 6 sesi. Subjek penelitian adalah narapidana kelompok rehab pengguna narkoba sebanyak 6 orang. Instrumen yang digunakan adalah skala kontrol diri dari (Aini, 2006) yang berjumlah 23 aitem dengan reliabilitas 0,864 dan skala assessment of warning-signs of relapse dari Gorski (Gorski & Miller, 1982) yang berjumlah 28 aitem dengan reliabilitas 0,80. Analisis data pada penelitian ini menggunakan Uji Wilcoxon dan menunjukkan adanya perbedaan skor pretest dan posttest yang berarti bahwa pelatihan kontrol diri dapat mencegah relapse pada narapidana mantan pecandu narkoba.

Kata Kunci: Narapidana Pengguna Narkoba; Pelatihan Kontrol Diri; Relapse

Abstract

Inmates who have weak self-control might fall into relapse or recidivism, especially on drugs-usage rehabilitation-inmates. Thus, inmates need to have the self-control to prevent relapse. This research aims to observe the efficacy of relapse-prevention self-control training towards the former drugs addicts rehabilitation-inmates in Prison. This research implements a quantitative research method with experiments type research which was done six times. The research subjects are 6 drugs-usage rehabilitation-inmates in prison. The research uses (Aini, 2006) Self-Control Scale Instruments, which consisted of 23 items with 0,864 reliabillity. Additionally, this research uses the Assessment of Warning-Signs scale by Gorski (Gorski & Miller, 1982), which consisted of 28 items with 0,80 reliabillity. Meanwhile, in data analysis, this research uses the Wilcoxon Test. Furthermore in data analysis, this research shows the scores differences from pre-test and post-test, which reveals that self-control training can prevent relapse former drugs addicts rehabilitation-inmates.

Keywords: Drugs-Usage Inmates; Self-Control Training; Relapse

How to Cite: Wulandari, P. D., Alfian, I. N., & Widiasavitri, P. N. (2020). Pelatihan Kontrol Diri untuk

Mencegah Relapse pada Narapidana Kelompok Rehab Mantan Pecandu Narkoba di Lapas. Jurnal

(2)

176

PENDAHULUAN

Penyalahgunaan dan ketergantungan obat-obatan terlarang atau narkoba merupakan salah satu permasalahan yang sering terjadi di dalam kehidupan masyarakat. Penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba tidak hanya terjadi di seluruh Indonesia tetapi juga dialami oleh negara lain di dunia. Hasil penelitian yang dilakukan oleh (Johnston, 1998) menemukan bahwa alasan seseorang mencoba narkoba adalah untuk memenuhi rasa ingin tahu, merasa bahagia, jauh dari masalah, untuk mendapatkan penerimaan dalam kelompok, dan untuk meningkatkan energi dan tetap fokus.

Penggunaan narkoba mengalami peningkatan setiap tahunnya meskipun banyak orang mengetahui narkoba merupakan bahan yang berbahaya. Penggunaan narkoba terjadi di berbagai kalangan dan tidak mengenal usia, status sosial, tingkat pendidikan, bahkan jenis kelamin. Mahasiswa yang tercatat melakukan penyalahgunaan narkoba mencapai 2.287.492 jiwa dan para pekerja yang tercatat melakukan penyalahgunaan narkoba mencapai 1.514.037 jiwa sepanjang tahun 2018 karena akses yang mudah untuk mendapatkan narkoba (Kompas, 2019).

Bali termasuk dalam 5 besar pengguna narkoba di Indonesia dari 34 provinsi yang ada. Peredaran narkoba tidak hanya terjadi di tempat umum tetapi juga masuk ke lembaga pemasyarakatan atau lapas. Badan Narkotika Nasional (BNN) menyebutkan bahwa 90% lebih transaksi narkoba dikendalikan dari dalam lapas. Hasil survei dari BNN (BNN, 2014) juga menunjukkan

bahwa 88% akses narkoba di penjara diperoleh dari teman sesama narapidana dan 16% dari petugas di lapas, sedangkan sisanya 27% diperoleh dari teman di luar penjara, 9% dari bandar di luar penjara, dan 2% dari pasangan.

Penggunaan narkoba akan mempengaruhi masalah kesehatan, seperti infeksi saluran pernafasan, nyeri, penurunan berat badan, dan juga berpengaruh terhadap kesehatan mental seperti terjadi depresi, agresif, dan gelisah (Klee & Reid, 1998). Seseorang yang kecanduan narkoba membutuhkan proses penyembuhan dalam waktu yang sangat panjang karena kecanduan narkoba sering disertai episode sembuh dan kambuh (relapse). Penggunaan narkoba secara teratur menyebabkan terjadinya toleransi obat dimana tubuh akan terus meminta narkoba dalam dosis yang lebih besar untuk mencapai tingkatan yang sama (Justice, 2001). Hal tersebut dapat diasumsikan karena pengendalian atau kontrol diri yang lemah dapat menyebabkan individu mengalami relapse terutama pada mantan pecandu narkoba.

Relapse merupakan fase kembalinya

individu untuk mengonsumsi kembali narkoba dalam jangka waktu tertentu setelah dilakukan pengobatan atau rehabilitasi (Chong & Lopez, 2005). Menurut Marlatt dan Gordon (dalam Larimer, Palmer, & Marlatt, 1999), relapse adalah proses dimana pecandu menggunakan kembali narkoba setelah melewati periode abstinence selama proses rehabilitasi. Menurut Melemis (Melemis, 2015), periode kekambuhan dapat terjadi beberapa minggu maupun beberapa bulan

(3)

177

sebelum individu memutuskan untuk kembali mengkonsumsi narkoba. Faktor yang mempengaruhi kecenderungan

relapse menurut Marlat dan Gordon (dalam

Larimer, Palmer, & Marlatt, 1999) adalah

high risk situation seperti kondisi emosi

negatif, tekanan sosial, kondisi emosional positif; coping yaitu kemampuan untuk menghadapi high-risk situation yang dapat mengarahkan individu kembali menggunakan narkoba; outcome expectancies yaitu berpikit positif tentang

dampak narkoba; dan abstinence violation

effect.

Kristianingsih (2009) memprediksi bahwa setelah keluar dari penjara, narapidana kemungkinan besar akan melakukan tindak kriminalitas seperti yang dilakukan sebelumnya, terutama pada narapidana narkoba. Hal tersebut karena selama berada di lapas narapidana memiliki kontrol diri yang lemah, tidak ada usaha untuk menjadi diri yang ideal, dan juga belum terdapat program pembinaan untuk menumbuhkan kontrol diri. Mengacu pada hal tersebut, dibutuhkan kemampuan kontrol diri yang baik pada mantan pengguna narkoba agar tidak relapse kembali.

Kontrol diri merupakan suatu upaya yang dilakukan oleh individu untuk membimbing tingkah lakunya agar dapat menekan impuls-impuls dari perilaku impulsif (Chaplin, 2006). Kontrol diri dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu faktor internal, seperti usia; dan faktor eksternal, seperti lingkungan keluarga (Ghufron & Risnawati, 2010).

Berbagai macam pendekatan dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya

kekambuhan. Individu yang mengikuti program pencegahan kekambuhan diminta untuk berkomitmen dalam melaksanakan program perencanaan perilaku spesifik untuk berubah, seperti berhenti merokok atau berhenti menggunakan narkoba (Marlatt & Donovan, 2005). Pelatihan dikatakan dapat membantu individu agar menjadi lebih efektif (Afiatin, Sonjaya, & Pertiwi, 2013). Selain itu, pelatihan kontrol diri juga bermanfaat bagi individu dalam mengembangkan perilaku kontrol diri, mengurangi perilaku yang buruk, serta memberikan dampak positif dalam pengelolaan emosi (Muraven, 2010).

Tujuan utama pelatihan kontrol diri ini adalah agar kelompok dapat memahami terkait dengan kontrol diri dalam mencegah

relapse. Selain itu, kelompok diharapkan

dapat berdiskusi dan bertukar pendapat tentang cara-cara yang akan dilakukan untuk dapat melakukan kontrol diri yang nantinya berguna bagi anggota kelompok untuk mencegah relapse baik ketika berada di dalam lapas maupun ketika sudah bebas nantinya. Menurut Baumeister dan Heatherton (1996), masalah ketergantungan muncul karena individu tidak memiliki kontrol atas dirinya dan juga tidak memiliki disiplin, sehingga Marlatt dan Donovan (2005) mengatakan bahwa pencegahan kekambuhan merupakan program manajemen diri yang dirancang untuk meningkatkan kemampuan individu untuk mempertahankan kondisi mereka yang sudah berhenti menggunakan narkoba.

Penelitian ini dilakukan di salah satu Lembaga Pemasyarakatan di Bali. Wawancara awal dilakukan dengan

(4)

178

narapidana dan dokter yang bertugas di klinik lapas. Berdasarkan hasil wawancara dengan salah satu narapidana, mengatakan bahwa keinginan untuk menggunakan narkoba masih tinggi sehingga dibutuhkan pengendalian diri untuk tidak menggunakan narkoba.

“Dari 1 sampai 10, saya berada di

angka 9 masih ada niat make, cuma tergantung kita ngendaliin diri aja sih”.

Selain itu, dokter yang bertugas di klinik lapas juga mengatakan bahwa jumlah pengguna narkoba di lapas sangat banyak dan jarang ada yang bersih dari narkoba selama lebih dari setahun. Alasan para narapidana menggunakan narkoba adalah tidak kuat menahan keinginan ketika terus melihat orang yang sedang menggunakan narkoba.

Berdasarkan pemaparan tersebut, penelitian ini bertujuan untuk mengukur efektivitas pelatihan kontrol diri terhadap narapidana pengguna narkoba sebagai upaya mencegah terjadinya relapse. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Handershot, Witkiewitz, George, dan Marlatt (2011) menemukan bahwa program pencegahan kekambuhan pada kasus penyalahgunaan narkoba efektif untuk menurunkan kecanduan dan menguurangi penggunaan narkoba. Selain itu, penelitian ini juga diharapkan dapat berkontribusi dalam dunia psikologi klinis.

METODE PENELITIAN

Metode penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif eksperimen dengan

one group pretest posttest design. Pada

penelitian ini, hanya terdapat kelompok eksperimen karena keterbatasan jumlah

sampel yang ada di lapas. Penelitian ini ingin melihat efektivitas intervensi yang diberikan dengan melihat keadaan subjek sebelum dan sesudah intervensi dilakukan. Pemberian intervensi dalam penelitian ini menggunakan psikoedukasi yang dikemas pula dengan pendekatan perilaku.

Tabel 1. Desain penelitian one group pretest

posttest

Pretest Treatment Posttest

T1 X T2

Keterangan:

T1 : pengukuran awal sebelum diberikan perlakukan dengan skala

X : pemberian perlakukan yaitu pelatihan kontrol diri

T2 : pengukuran akhir setelah diberikan perlakukan dengan skala

Variabel dalam penelitian ini terdiri dari pelatihan kontrol diri sebagai variabel bebas (X) dan relapse sebagai variabel tergantung (Y). Pengukuran variabel bebas dan variabel tergantung dilakukan dua kali yaitu sebelum dan sesudah treatment. Hal ini bertujuan untuk melihat apakah terdapat perbedaan skor dari skala kontrol diri (Aini, 2006) dan skala assessment of

warning-signs of relapse (AWARE) dari

Gorski (Gorski & Miller, 1982). Skala kontrol diri terdiri dari 23 aitem yang terdiri dari favorable dan unfavorable. Skala ini memiliki rentang skor dari tidak pernah (TP) yang diberi skor 1 sampai selalu (SL) yang diberi skor 6. Skala AWARE terdiri dari 28 aitem dengan skala likert (skor 1-7).

Subjek dalam penelitian ini adalah narapidana kelompok rehabilitasi pengguna narkoba di salah satu lapas di Bali. Jumlah sampel dalam penelitian ini

(5)

179

adalah 6 orang. Kriteria subjek dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Anggota kelompok rehabilitasi berjenis

kelamin laki-laki yang memiliki riwayat penyalahgunaan narkoba.

2. Berada pada fase pemulihan

maintenance,

3. Bersedia terlibat selama proses penelitian yang ditandai dengan mengisi

informed consent sebagai bukti tertulis

ketersediaan berpartisipasi.

Kegiatan intervensi ini terdiri dari 6 sesi. Sesi 1: pembukaan, perkenalan, dan

pre-test; sesi 2: mengakrabkan suasana

melalui ice breaking; sesi 3: pemberian informasi terkait kontrol diri dalam mencegah relapse; sesi 4: melakukan

review mengenai materi sebelumnya; sesi

5: melakukan sharing pengalaman pribadi dalam mencegah relapse; sesi 6: melakukan review terkait penugasan yang diberikan dan post-test. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi, wawancara, hasil pengerjaan tugas, dan hasil pengisian skala. Evaluasi dilakukan dengan mengintegrasikan hasil dari keseluruhan instrumen.

Analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah analisis uji beda. Tujuan dari analisis uji beda adalah untuk mengukur perbedaan rata-rata sebelum maupun setelah diberikan treatment atau perlakuan. Analisis uji beda dilakukan dengan membandingkan nilai pretest dan

posttest yang kemudian akan menunjukkan

hasil perbedaan yang signifikan atau tidak. Teknik statistik yang digunakan dalam melakukan uji beda adalah statistik non-parametrik dengan uji Wilcoxon karena data yang tidak berdistribusi normal. Analisis data dilakukan dengan bantuan SPSS 21 for windows.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil analisis yang diperoleh berdasarkan teknik statistik yang telah dilakukan adalah sebagai berikut:

Tabel 2 Nilai signifikansi skala AWARE

Posttest – Pretest

Z -2.207b

Asymp. Sig. (2-tailed) .027

Berdasarkan tabel di atas, nilai signifikansi menunjukkan nilai 0,027 yaitu kurang dari nilai probabilitas 0,05 (p<0,05). Hal ini berarti terdapat perbedaan nilai yang signifikan setelah diberikan perlakuan. Perbedaan yang signifikan menunjukkan bahwa intervensi yang diberikan efektif untuk mengurangi kemungkinan relapse pada anggota kelompok.

Tabel 3 Nilai signifikansi skala kontrol diri

Posttest – Pretest

Z -2.201b

Asymp. Sig. (2-tailed) .028

Berdasarkan tabel di atas, nilai signifikansi menunjukkan nilai 0,028 yaitu kurang dari nilai probabilitas 0,05 (p<0,05). Hal ini berarti terdapat perbedaan nilai yang signifikan setelah diberikan perlakuan. Perbedaan yang signifikan menunjukkan bahwa intervensi yang diberikan efektif untuk meningkatkan kontrol diri pada anggota kelompok. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Yousefi (2017) yang menemukan bahwa pelatihan kontrol diri dapat membantu individu dalam situasi yang memiliki risiko tinggi penyalahgunaan zat, membantu memperoleh strategi koping, dan membantu agar lebih tahan terhadap

(6)

180

tekanan yang tidak diinginkan dari teman-teman.

Intervensi ini memiliki enam sesi dengan tiga pertemuan. Sesi pertama merupakan awal kegiatan dimana peneliti membuka kegiatan, menjelaskan aturan selama kegiatan, dan juga pemberian

pre-test kepada semua peserta. Sesi kedua

adalah melakukan ice breaking dengan tujuan untuk mengakrabkan suasana. Setelah itu dilanjutkan dengan sesi ketiga berupa penyampaian materi dengan metode ceramah. Pada sesi ini peserta diberikan kesempatan berdiskusi dan bertanya terkait materi yang tidak dipahami.

Sesi keempat dan kelima dilakukan pada pertemuan berikutnya. Pada sesi keempat, peserta diajak untuk mengingat kegiatan yang telah dilakukan di pertemuan sebelumnya. Hal ini bertujuan untuk mengetahui seberapa jauh pemahaman peserta terhadap materi yang diberikan pada pertemuan sebelumnya. Pada sesi kelima, peserta diajak untuk mengidentifikasi perilaku kontrol diri yang dilakukan oleh narapidana yang tidak menggunakan narkoba di lapas dan juga mengidentifikasi perilaku kontrol diri yang dilakukan oleh masing-masing peserta untuk mencegah relapse. Diakhir sesi kelima, para peserta diberikan tugas untuk mengerjakan remind card terkait perilaku kontrol diri yang dilakukan ketika memiliki keinginan untuk relapse.

Intervensi ini ditutup pada sesi keenam di pertemuan ketiga. Di sesi keenam ini para peserta diajak untuk melakukan review terkait penugasan yang diberikan pada pertemuan sebelumnya.

Sebelum menutup sesi, peserta diberikan

post-test dan juga diminta untuk

menyampaikan kesan dan pesan selama proses intervensi.

Melalui pelaksanaan intervensi kelompok dengan pendekatan psikoedukasi ini, anggota kelompok dapat memahami mengenai relapse, penyebab

relapse, dan menyadari pentingnya kontrol

diri untuk mencegah relapse selama menjalani kehidupan di lapas maupun setelah keluar dari lapas nantinya. Menurut Muraven (2010), pelatihan kontrol diri sangat bermanfaat untuk mengembangkan kontrol diri dan memberikan dampak positif dalam pengelolaan emosi dan mengurangi perilaku buruk individu.

Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa keenam anggota kelompok telah mampu mengidentifikasi perilaku kontrol diri yang dilakukan selama ini untuk mencegah relapse. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian pelatihan terkait kontrol diri untuk mencegah relapse pada narapidana cukup berhasil dalam membantu mendapatkan pemikiran yang baru tentang strategi pengendalian diri yang dapat dilakukan untuk mencegah

relapse. Hal ini sejalan dengan penelitian

yang dilakukan oleh Sukmadewi (2010) yang mengatakan bahwa seseorang yang mampu mengembangkan kontrol dirinya kemungkinan akan berhasil membina ketahanan diri dan keterampilan menolak terhadap bahaya narkoba.

Keberhasilan intervensi dalam penelitian ini dapat terjadi karena kemampuan untuk fokus dalam mendengarkan materi dan kemampuan menangkap informasi. Penerapan teknik

(7)

181

kontrol diri dalam pengobatan penyalahgunaan narkoba harus mempertimbangkan rangsangan internal dan eksternal pada seseorang (Maiso & Caddy, 2009).

SIMPULAN

Kesimpulan dari penelitian ini adalah pelatihan kontrol diri untuk mencegah

relapse kepada narapidana dapat

memberikan pengetahuan baru kepada narapidana terkait pengendalian diri yang dapat dilakukan untuk mencegah kemungkinan terjadinya relapse pada narapidana. Para anggota kelompok juga dapat mengetahui cara kontrol diri lain yang dapat dilakukan untuk mencegah

relapse yang didapatkan berdasarkan dari

pengalaman anggota kelompoknya.

Berdasarkan hasil penelitian ini, saran yang dapat disampaikan kepada pihak lapas adalah mempertimbangkan salah satu bentuk kegiatan seperti

outbound sehingga narapidana

mendapatkan tambahan aktivitas yang menyenangkan dan dapat membantu mengatasi kejenuhan yang dirasakan selama di lapas. Bagi peneliti selanjutkan diharapkan dapat mempertimbangkan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kondisi narapidana ketika mengikuti intervensi seperti jadwal pelaksanaan siding maupun jadwal kebebasan narapidana sehingga dapat menentukan waktu yang tepat ketika melibatkan narapidana dalam sebuah intervensi.

DAFTAR PUSTAKA

Aini, R. D. (2006). Kontrol Diri dan Perilaku Konsumtif pada Mahasiswa Universitas "X" di Yogyakarta. Skripsi. Program Studi

Psikologi Universitas Islam Indonesia: Yogyakarta.

Afiatin, T., Sonjaya, J. A., & Pertiwi, Y. G. (2013).

Mudah dan Sukses Menyelenggarakan Pelatihan. Yogyakarta: Kanisius.

Baumeister, R. F., & Heatherton, T. F. (1996). Self-regulation Failure: An Overview. Journal of

Psychology Inquiry, 7(1): 1-15.

BNN. (2014). Laporan Kinerja Instansi Pemerintah

Badan Narkotika Nasional Tahun 2014.

Retrieved October 10, 2019, from http://bnn.go.id

Chaplin, J. (2006). Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta: PT. Raja Grafindo.

Chong, J., & Lopez, D. (2005). Social Networks, Support, and Psychosocial Functioning among American Indian Women in Treatment. Am Indian Alsk Native Ment

Health Res, 12(1): 62-85.

Ghufron, M. N., & Risnawati, R. (2010). Teori-Teori

Psikologi. Yogyakarta: AR-Ruzz Media.

Gorski, T. F., & Miller, M. (1982). Counseling for

Relapse Prevention. Missouri: Independence Press.

Handershot, C. S., Witkiewitz, K., George, W. H., & Marlatt, G. A. (2011). Relapse Prevention for Addictive Behaviors. Substance Abuse

Treatment, Prevention, and Policy, 6(17):

1-17.

Johnston, L. D. (1998). Reasons for Use, Abstention,

and Quitting Illicit Drug Use by American Adolescents. A Report Commissioned for the Final Report of the Drugs-Violence Task Force of The National Sentencing Commission. Ann Arbor, MI: Institute for

Social Research.

Justice, C. D. (2001). Narcotics. Retrieved October

10, 2019, from

http://www.stopdrugs.org/narcotics.html Klee, H., & Reid, P. (1998). Drug Use Among The

Young Homeless: Coping Through Self-Medication. Health, 2(2): 115-134.

Kompas. (2019). BNN: Sepanjang 2018, 2 Juta

Mahasiswa dan 15 Juta Pekerja Terlibat Narkoba. Retrieved October 10, 2019, from

https://megapolitan.kompas.com/read/20 19/03/25/10215681/bnn-sepanjang-2018-2- juta-mahasiswa-dan-15-juta-pekerja-terlibat-narkoba

Kristiniangingsih, S. A. (2009). Pemaknaan Pemenjaraan pada Narapidana Narkoba di Rumah Tahanan (Rutan) Salatiga.

(8)

182 Larimer, M. E., Palmer, R. S., & Marlatt, G. A.

(1999). Relapse Prevention: An Overview of Marlatt's Cognitive-Behavioral Model.

Alcohol Research and Health, 23(2).

Maiso, S., & Caddy, G. (2009). Self-Control and Addictive Behavior: Present Status and Prospect. International Journal of The

Addictions, 16: 109-133.

Marlatt, G. A., & Donovan, D. M. (2005). Relapse

Prevention: Maintenance Strategies in The Treatment of Addictive Behaviors. New

York: Guilford Press.

Melemis, S. M. (2015). Relapse Prevention and Five Rules of Recovery. Yale Journal of Biology

and Medicine, 88: 325-332.

Muraven, M. (2010). Building Self-Control Strength: Practicing Self-Control Leads to Improved Self-Control Performance.

Journal of Experimental Social Psychology, 46(2): 465-468.

Sukmadewi, A. (2010). Self Control pada Kalayan

Narkoba di Yayasan Rumah Damai. Skripsi.

Jurusan Psikologi Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Semarang. Yousefi, H. (2017). The Effect of Self-Control

Training on Alexithymia and Tempting Ideas in Drug Dependent Patients. Journal

Referensi

Dokumen terkait

Sama halnya dengan pemberian izin pembangunan, Jangka waktu pemberian izin operasi bervariasi antara 1- 3 bulan bergantung kepada instansi pemerintah yang berwenang

Sistem klasifikasi epilesi dan non epilepsi berdasarkan sinyal EEG pada penelitian ini mempunyai beberapa tahapan proses yaitu yang pertama mengambil sinyal EEG yang

ayat (1) Peraturan Daerah Kabupaten Karawang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Organisasi Perangkat Daerah Kabupaten Karawang, perlu menetapkan Rincian Tugas, Fungsi dan

Prevalensi penyakit periodontal pada masyarakat di Kecamatan Medan Selayang cukup tinggi yaitu 86,1% dari 137 orang sampel menderita penyakit periodontal (tabel 5) bila

Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan dalam Pasal 37 Peraturan Bupati Malang Nomor 48 Tahun 2016 tentang Kedudukan, Susunan Organisasi Tugas, dan

Pada media cair, ekstrak jeruk purut juga mampu menurunkan jumlah konidia dan berat hifa, pada semua konsentrasi yang diujikan. Selain itu, ekstrak metanol daun

Kegiatan audit energi ini adalah untuk mewujudkan penghematan energi pada industri karpet pada umumnya, khususnya di PT.Classic Prima Carpet Industries melalui

Diantara mereka yang sebelum pandemi sudah mengerjakan pekerjaan rumah tangga lebih dari 3 jam, proporsi tertinggi (84%) perempuan pekerja paruh waktu merasakan (persepsi) beban