• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS FASIES DAN LINGKUNGAN PENGENDAPAN FLUVIAL MENGGUNAKAN METODE VERTICAL ELECTRICAL SOUNDING

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS FASIES DAN LINGKUNGAN PENGENDAPAN FLUVIAL MENGGUNAKAN METODE VERTICAL ELECTRICAL SOUNDING"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

1

ANALISIS FASIES DAN LINGKUNGAN PENGENDAPAN

FLUVIAL MENGGUNAKAN METODE VERTICAL

ELECTRICAL SOUNDING DENGAN KONFIGURASI

SCHLUMBERGER PADA DAERAH “S” KABUPATEN

TANJUNG JABUNG BARAT, PROVINSI JAMBI

Siska Parulian Sitompul1, Agus Leansapura2, Rizka3 1

Program Studi Teknik Geofisika Institut Teknologi Sumatera, Jalan Terusan Ryacudu, Jati Agung, 353665

2

Program Studi Teknik Geofisika Institut Teknologi Sumatera, Jalan Terusan Ryacudu, Jati Agung, 353665

3

Program Studi Teknik Geofisika Institut Teknologi Sumatera, Jalan Terusan Ryacudu, Jati Agung, 353665

Email : siska23sitompul@gmail.com

Abstract: A study has been conducted in the "S" area of Tanjung Jabung Barat

Regency of Jambi Province which aims to determine the fluvial facies and depositional environment using subsurface lithology. The Vertical Electrical Sounding (VES) method is used to identify of subsurface. The results of the identification of VES data obtained three lithologies in the study area based on the resistivity value, among others, the resistivity value of 0-3 Ωm is clay, the resistivity value of 4-10 Ωm is silt and the resistivity value >10 Ωm is sand. Based on the resistivity value, the average depth of each lithology is the average clay lithology at <110 meters, the silt lithology <34 meters and the sand lithology at 10-220 meters. From the lithology deposited in the facies, namely the floodplain facies analysis of the depositional environment of the study area the fluvial environment, where the lithology was deposited in the floodplain area.

Keyword: Vertical Electrical Sounding, lithology, facies, fluvial environment

Abstrak: Telah dilakukan penelitian pada daerah “S” Kabupaten Tanjung Jabung

Barat Provinsi Jambi yang bertujuan untuk mengetahui fasies dan lingkungan pengendapan fluvial dengan menggunakan litologi bawah permukaan. Dalam identifikasi litologi bawah permukaan dilakukan menggunakan metode Vertical

Electrical Sounding (VES). Hasil dari identifikasi data VES didapat tiga litologi

pada daerah penelitian berdasarkan nilai resistivitasnya antara lain nilai resistivitas 0-3 Ωm merupakan lempung, nilai resistivitas 4-10 Ωm merupakan lanau dan nilai resistivitas >10 Ωm adalah pasir. Berdasarkan litologi yang terendapkan memiliki kedalaman rata masing-masing litologi yaitu litologi lempung rata-rata berada pada kedalaman 10-220 meter, litologi lanau rata-rata-rata-rata berada di kedalaman <34 meter dan litologi pasir <110 meter. Dari litologi yang terendapkan berada pada fasies yaitu fasies floodplain Analisis lingkungan pengendapan daerah penelitian termasuk lingkungan fluvial, dimana litologi-litologi tersebut diendapkan pada daerah floodplain.

(2)

2

Pendahuluan

Lingkungan pengendapan dicirikan oleh beberapa parameter seperti fisika, kimia dan biologi sehingga menghasilkan tubuh sedimen yang mempunyai ciri tertentu seperti tekstur, struktur dan komposisi [1]. Tubuh sedimen secara umum dapat disebut dengan fasies, dimana fasies merupakan suatu satuan batuan yang dapat dibedakan dengan satuan batuan lainnya atas dasar karakteristik geometri, litologi, struktur sedimen, fosil dan pola arus purba [2]. Karakterisktik fasies pada sedimen dapat menggambarkan kondisi dari lingkungan pengendapan, hal tersebut dikarenakan model fasies memberikan gambaran dari suatu sistem sedimentasi yang bekerja dalam suatu lingkungan pengendapan [3]. Analisis fasies dan lingkungan pengendapan dapat ditinjau dari litologi bawah permukaan pada daerah penelitian. Daerah penelitian “S” yang berada di Kabupaten Tanjung Jabung Barat Provinsi Jambi. Daerah penelitian ini termasuk ke dalam Cekungan Sumatera Selatan pada bagian Sub Cekungan Jambi. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan menggunakan metode geolistrik resistivitas.

Metode geolistrik resistivitas termasuk metode geofisika yang dapat menginterpretasi jenis batuan atau mineral di bawah permukaan berdasarkan sifat kelistrikan dari batuan penyusun. Pada penelitian ini digunakan geolistrik resistivitas

sounding atau Vertical Electrical Sounding dengan konfigurasi Schlumberger. Metode geolistrik resistivitas dengan menggunakan teknik sounding dianggap cocok pada penelitian ini dan sudah dilakukan pada beberapa penelitian [4]–[6]. Namun pada lokasi

penelitian ini belum pernah dilakukan penelitian, sehingga dengan dilatarbelakangi hal tersebut penulis mengangkat penelitian dengan judul “Analisis Fasies dan

Lingkungan Pengendapan

Menggunakan Metode Vertical Electrical Sounding dengan Konfigurasi Schlumberger pada Daerah “S” Kabupaten Tanjung Jabung Barat Provinsi Jambi”.

Metode

Pengukuran geolistrik resistivitas dilakukan pada bulan Mei 2016 di daerah “S”, Kabupaten Tanjung Jabung Barat, Jambi. Pengukuran dilakukan di 15 titik pengukuran pada daerah penelitian. Luas wilayah penelitian kurang lebih 8,5 km2. Penelitian ini dilakukan dengan metode geolistrik resistivitas.

Gambar 1. Lokasi dan titik pengukuran

Metode geolistrik merupakan salah satu metode geofisika yang mempelajari sifat aliran listrik didalam bumi dengan cara mengalirkan arus listrik DC (Direct current) yang mempunyai tegangan tinggi ke dalam tanah. Pada metode ini, arus listrik dialirkan ke dalam lapisan bumi melalui dua buah elektroda arus. Dengan diketahuinya harga arus potensialnya maka dapat ditentukan nilai resistivitasnya. Pada penelitian ini menggunakan metode geolistrik resistivitas Vertical Electrical Sounding (VES) bertujuan

(3)

3

batuan dibawah permukaan bumi secara vertikal. Pada metode ini, pengukuran di suatu titik sounding dilakukan dengan mengubah-ubah jarak elektroda. Secara umum VES dilakukan dengan konfigurasi

Schlumberger. Konfigurasi

Schlumberger dilakukan dengan cara mengkondisikan spasi antar elektrode potensial adalah tetap sedangkan spasi antar elektrode arus berubah secara bertahap.

Hasil dan Pembahasan

Hasil Pengolahan Vertical Electrical

Sounding (VES)

Setelah dilakukan pengolahan data hingga didapatkan model 1D berupa kurva sounding untuk mengetahui model dari bawah permukaan. Informasi yang didapat setelah pengolahan data pada perangkat lunak IPI2WIN berupa nilai resistivitas sebenarnya (ρ), kedalaman (d), dan ketebalan (h). Dari hasil pengolahan data dengan perangkat lunak IPI2WIN digunakan untuk menggambarkan keadaan bawah permukaan dari daerah penelitian dengan menginterpretasikan rentang nilai resistivitas menjadi litologi penyusun bawah permukaan (Tabel 1). Rentang resistivitas berdasarkan data geologi serta hasil penelitian sebelumnya [7], [8] pada Tabel 2 dan Tabel 3.

Tabel 1. Rentang resistivitas daerah penelitian

Tabel 2. Nilai resistivitas litologi daerah Muaro Jambi [7]

Tabel 3. Nilai resistivitas litologi di Talang Gulo [8]

Interpretasi Kuantitatif Hasil

Pemodelan 1D

Pemodelan inversi non-linier data geolistrik 1-D dilakukan pada data sintetik. Data sintetik mengandung

noise terdistribusi normal dengan

rata-rata nol dan standar deviasi sebesar 10% dari data teoritik [9]. Pada inversi non-linier data geolistrik 1-D untuk jumlah lapisan ditentukan sama dengan jumlah lapisan model sintetik. Informasi tersebut pada dasarnya dapat diperkirakan dari pola kurva sounding. Hal tersebut terlihat pada Gambar 3, dimana kurva VES-60 memiliki 4 lapisan. Misfit dari model inversi dan model sintetik pada titik VES-60 adalah kurang dari 10% hal ini sesuai dengan error toleransi yang telah ditentukan (Tabel 4).

Tabel 4. Perbandingan hasil inversi dan hasil sintetik titik VES-60

Litologi Nilai resistivitas

Lempung 0-3Ωm

Lanau 4 -10Ωm

Pasir >10Ωm

Pasir 14,2 -121Ωm Lempung Berbatu 152 -259Ωm Tanah Batu Dasar 403-1922Ωm Lempung Basah 1,65Ωm Lanau 4,11-12,5Ωm Muaro Jambi Lempung 0,6-1,7 Ωm Lanau 1,58-6,01Ωm Batu pasir 10-70Ωm Kuarsa >300Ωm Talang Gulo No ρ h Error No ρ h Error 1 4,3 0,73 1 5 1 2 11,2 3,89 2 12 4 3 2,29 35,7 3 3 36 4 13,9 4 15

Model Inversi Model Sintetik

(4)

4

Gambar 2. Model inversi dan model sintetik

Interpretasi Kualitatif Hasil

Pemodelan 1D

Pada interpretasi secara kualitatif dilakukan berdasarkan deskripsi visual dari hasil yang diperoleh pada hasil pemodelan 1D. Interpretasi kualitatif yang dilakukan pada penelitian ini berdasarkan jumlah lapisan (berdasarkan tipe kurva), parameter fisis (porositas atau Ø, konduktivitas atau σ dan resistivitas atau ρ) dan distorsi atau penyimpang pada kurva

sounding (Tabel 5).

Tabel 5. Hasil interpretasi kualitatif

Pemodelan 2D

Hasil pemodelan 2D berupa penampang melintang korelasii titik VES pada lokasi penelitian. Korelasi VES berdasarkan 3 lintasan pada daerah penelitian (Gambar 4). Hal tersebut bertujuan untuk melihat kemenerusan litologi yang ada.

Gambar 4. Peta lintasan penelitian

Berikut hasil pemodelan 2D hasil korelasi titik VES:

1. Korelasi titik VES-63, VES-61, VES-64, VES-59, VES-52, VES-53 Korelasi lintasan pertama (Gambar 5) terdiri dari VES 63, VES 61, VES 64, VES 59, VES 52, dan VES 53 yang diukur dari Timur ke Barat. Hasil korelasi lintasan ini didapat tiga litologi batuan yaitu lempung dengan nilai resistivitas 0-3Ωm, lanau dengan nilai resistivitas 4–10Ωm dan pasir dengan nilai resistivitas >10Ωm. Berdasarkan interpretasi dari nilai resistivitas ditemukan lapisan pasir, dimana lapisan pasir ini terendapkan lebih dahulu dan memiliki kemenerusan. Kemudian terendapkan lapisan lempung yang memiliki kemenerusan dan menipis di bagian Timur. Lapisan pasir dan lempung ini diduga berasal dari limpahan banjir dan tertransportasi cukup jauh kemudian terendapkan. Selanjutnya lapisan pasir terendapkan kembali, sehingga diduga terjadi penambahan volume air secara bertahap dan terendapkan kembali lapisan pasir. Lapisan pasir ini menipis dan menghilang dan terdapat lapisan lanau di bagian Timur. Lapisan lanau diduga berasal dari proses pelapukan batuan asal kemudian tertransportasi dan terendapkan. Pada lapisan termuda terdapat lapisan lanau yang berseling dengan lempung, diduga lapisan lanau ini berasal pelapukan batuan asal yang berada di bawah lapisan lanau yaitu

Kurva VES Lapisan

ke- PorositasKonduktivitas Resistivitas

1 Baik Tinggi Rendah

2 Sedang Sedang Sedang

3 Baik Tinggi Rendah

4 Buruk Rendah Tinggi

1 Buruk Rendah Tinggi

2 Sedang Sedang Sedang

3 Buruk Rendah Tinggi

VES50 0 1 10 100 1000 1 10 100 1000 Rh o ( O hm.m ) AB/2

(5)

5

lapisan pasir, kemudian terendapkan. Berdasarkan lapisan litologi yang dominan lapisan sedimen berbutir halus, sehingga diduga sedimen telah tertransportasi cukup jauh dan terendapkan pada daerah yang berarus tenang. Lapisan sedimen ini terendapkan pada daerah floodplain

termasuk dalam lingkungan

pengendapan fluvial.

Gambar 5. Lintasan 1 arah Timur-Barat

2. Korelasi titik VES-62, VES-61, VES-60

Korelasi lintasan kedua (Gambar 6) terdiri dari titik VES 62, VES 61, dan VES 60 yang diukur dari Utara ke Selatan. Hasil korelasi lintasan ini didapat tiga litologi batuan yaitu lempung dengan nilai resistivitas 0-3 Ωm, lanau dengan nilai resistivitas 4– 10 Ωm dan pasir dengan nilai resistivitas >10 Ωm. Lintasan 2 merupakan lintasan yang berpotongan dengan lintasan 1 pada bagian Barat daerah penelitan. Lapisan yang terendapkan terlebih dahulu adalah lapisan pasir, selanjutnya terendapkannya lapisan lempung. Lapisan lempung menipis pada bagian Selatan. Ditinjau dari lapisan pasir dan lempung merupakan sedimen berasal dari sungai yang terbawa oleh luapan banjir kemudian terendapkan. Pada lapisan selanjutnya terendapkan lapisan pasir, diduga lapisan pasir dikarenakan

adanya penambahan volume air yang bertambah secara bertahap. Pada lapisan selanjutnya terdapat lapisan lanau, keberadaan lapisan lanau diduga berasal dari hasil pelapukan batuan asal dari sungai kemudian tertransportasi cukup jauh dan terendapkan. Berdasarkan keberadaan litologi batuan sedimen yang berbutir halus diduga merupakan hasil dari sungai yang telah tertransportasi cukup jauh kemudian terendapkan pada daerah floodplain yang memiliki arus yang lebih tenang.

Gambar 6. Lintasan 2 arah Utara-Selatan

3. Korelasi titik VES-50, VES-51, VES-54

Korelasi lintasan ketiga (Gambar 7) terdiri dari VES 51, VES 50, dan VES 54 yang diukur dari Utara ke Selatan. Hasil korelasi lintasan ini didapat tiga litologi batuan yaitu lempung dengan nilai resistivitas 0-3 Ωm, lanau dengan nilai resistivitas 4–10 Ωm dan pasir dengan nilai resistivitas >10 Ωm. Lapisan yang terendapkan terlebih dahulu adalah lapisan pasir, selanjutnya terendapkannya lapisan lempung. Lapisan lempung menipis ke bagian Selatan. Ditinjau dari lapisan pasir dan lempung merupakan sedimen berasal dari sungai yang terbawa oleh luapan banjir kemudian terendapkan. Kemudian terendapkannya lapisan lanau, diduga lapisan ini hasil pelapukan batuan asal dari luapan banjir kemudian tertransportasi cukup

(6)

6

jauh hingga terendapkan. Kemudian terendapkan lapisan lempung yang memiliki kemenerusan. Lapisan lanau dan lapisan lempung terendapkan akibat dari adanya luapan banjir yang bertahap. Lapisan sedimen yang terendapkan ini telah mengalami transportasi yang cukup jauh dari asalnya. Ditinjau dari litologinya secara umum lapisan sedimen ini berasal dari lingkungan sungai yang terendapkan pada daerah yang memiliki arus yang tenang cenderung stabil, diduga pada daerah floodplain.

Gambar 7. Lintasan 3 arah Utara-Selatan

Analisis Fasies

Ditinjau dari litologi daerah penelitian dan hasil penampang melintang terlihat model vertikal yang menggambarkan perlapisan dan waktu pengendapan pada tiap lapisan. Dari hal tersebut didapatkan fasies floodplain yang mencerminkan zona terendapkannya batuan sedimen, yaitu zona floodplain. Pada daerah floodplain dicirikan dari lapisan yang terendapkan terlebih dahulu ialah lapisan pasir yang memiliki kemenerusan, kemudian dilanjutkan dengan terendapkannya lempung. Selanjutnya terendapkan kembali lapisan pasir tipis dan menipis ke bagian Timur. Pada bagian Timur lapisan kedua terdapat lapisan lanau. Pada lapisan termuda terendapkan lapisan lanau dan lapisan lempung.

Dari hasil analisis tersebut lapisan sedimen yang terendapkan pada daerah penelitian memiliki ukuran butir halus, hal ini disebabkan dari telah terjadi transportasi yang cukup jauh. Maka lapisan litologi yang terendapkan termasuk dalam fasies floodplain pada lingkunga fluvial.

Peta Isopach

Peta isopach menggambarkan persebaran dari ketebalan litologi pada daerah penelitian. Dari peta isopach dapat disesuaikan dengan kandungan litologi pada fasies di daerah penelitian ditinjau dari daerah pengendapannya. Litologi pertama adalah lapisan pasir, dimana secara umum pada daerah penelitian lapisan pasir terendapkan terlebih dahulu. Lapisan pasir dengan ketebalan 10-220 meter. Lapisan pasir ini menebal di bagian Barat Laut dan Tenggara daerah penelitian pada Gambar 8. Ketebalan maksimum lapisan pasir berada di bagian Tenggara. Litologi selanjutnya adalah litologi lempung. Lapisan lempung memiliki ketebalan <110 meter. Lapisan lempung menebal ke bagian Barat Laut dan Tenggara. Ketebalan maksimum lapisan lempung berada di bagian Tenggara pada Gambar 9. Kemudian yang terendapkan adalah litologi lanau. Pada daerah penelitian litologi lanau umumnya berada pada bagian tengah lapisan, dan biasanya terendapkan bersamaan dengan lapisan pasir dan lempung. Litologi lanau dengan ketebalan <34 meter terlihat menebal di bagian Timur Laut daerah penelitian pada Gambar 10. Dari ketiga litologi yang terendapkan pada daerah penelitian termasuk dalam fasies

floodplain. Fasies ini terendapkan pada

lingkungan pengendapan fluvial,

kemudian tertransportasi cukup jauh dan terendapkan pada floodplain yang memiliki arus tenang.

(7)

7

Gambar 8. Peta isopach pasir

Gambar 9. Peta isopsch lempung

Gambar 10. Peta isopach lanau

Peta Top Boundary

Peta top boundary digunakan untuk melihat persebaran kedalaman litologi

yang dominan pada lokasi

penelitian.Terdapat tiga peta top boundary pada penelitian ini yang

menggambarkan persebaran kedalaman dari tiga litologi. Berdasarkan top

boundary litologi pasir (Gambar 5.7)

terlihat lapisan pasir memiliki rentang kedalaman -10 hingga -64 meter. Lapisan pasir terdangkal berada di bagian Tenggara ditandai dengan warna merah. Lapisan pasir ditemukan pada kedalaman maksimum berada di

Timur Laut ditandai dengan warna biru. Kemudian pada top boundary litologi lempung (Gambar 5.8) terlihat lapisan lempung memiliki rentang kedalaman -12 hingga -62 meter. Lapisan lempung terdangkal berada di bagian Tenggara ditandai dengan warna merah. Lapisan lempung ditemukan pada kedalaman maksimum berada di Timur Laut ditandai dengan warna biru. Top boundary litologi lanau (Gambar 5.9) terlihat lapisan lanau memiliki rentang kedalaman 3,5 hingga 11 meter. Lapisan lanau terdalam berada di bagian Tenggara ditandai dengan warna merah. Lapisan lempung ditemukan pada kedalaman dangkal berada di Barat Laut ditandai dengan warna biru. Dari ketiga litologi yang terendapkan pada daerah penelitian termasuk dalam fasies

floodplain. Fasies ini terendapkan pada

lingkungan pengendapan fluvial,

kemudian tertransportasi cukup jauh dan terendapkan pada floodplain yang memiliki arus tenang.

Gambar 11. Peta top boundary pasir

(8)

8

Gambar 13. Peta top boundary lanau

Fence Diagram

Dari ketiga lintasan pada daerah penelitian dapat terlihat adanya kemenerusan pada lapisan litologi dari lintasan 1 dan lintasan 2, dimana kedua lintasan ini berpotongan di sebelah Timur daerah penelitian. Pada lintasan 1 dan 2 terdapat kemenerusan dari lapisan yang terendapkan pertama yaitu pasir, kemudian lapisan lempung, kembali terendapkannya pasir, dan menghalus ke atas menjadi lapisan lanau. Sedangkan lintasan 3 diduga terjadi kemenerusan pada lintasan 1, namun hanya pada di bagian Barat. Pada lintasan ketiga lapisan yang terendapkan pertama adalah pasir, kemudian terendapkannya lempung, dilanjutkan dengan lapisan lanau, dan kembali terendapkannya lanau. Berdasarkan dari litologi yang terendapkan pada daerah penelitian berupa batuan sedimen berbutir halus dan secara umum merupakan sedimen yang berasal dari sungai. Keterdapatan litologi ini pada daerah penelitian diduga akibat dari luapan banjir yang terjadi secara bertahap. Berdasarkan hal tersebut lapisan batuan yang terendapkan termasuk dalam satu fasies yaitu fasies floodplain. Berdasarkan lingkungan pengendapannya lapisan batuan ini terendapkan pada lingkungan fluvial yang memiliki arus tenang atau cenderung stabil. Kemenerusan dari ketiga lintasan ditampilkan pada fence diagram,

dimana terlihat terjadi perpotongan antaran lintasan 1 dan lintasan 2, sedangkan pada lintasan 3 terdapat kemenerusan pada perlapisan di bagian Barat lintasan 1 (Gambar 14).

Gambar 14. Fence diagram

Peta Batas Litologi

Berdasarkan litologi yang terendapkan pada daerah penelitian umumnya didominasi dari lapisan pasir dan lapisan lempung. Lapisan pasir memiliki ketebalan maksimum di bagian Barat Laut dan Tenggara. Sedangkan lapisan lempung menebal ke bagian Barat Laut, Timur Laut dan Tenggara, namun penebalan secara konstan terdapat pada bagian Timur Laut. Untuk melihat batas perlapisan dari dua litologi yang dominan terlihat pada Gambar 5.15. Lapisan pasir dan lapisan lempung termasuk dalam fasies

floodplain. Pada bagian Selatan daerah

penelitian terdapat sungai meander, diduga terendapkannya lapisan sedimen akibat dari transportasi dari lingkungan sungai. Hal ini terjadi disebabkan adanya luapan banjir sehingga sedimen akan tertransportasi cukup jauh kemudian terendapkan. Lapisan sedimen ini terendapkan pada daerah floodplain.

(9)

9

Gambar 15. Peta batas litologi

Analisis Lingkungan Pengendapan Daerah Penelitian

Dari hasil korelasi titik sounding didapatkan tiga litologi pada daerah penelitian yaitu litologi pasir, lanau dan lempung. Dari ketiga litologi merupakan ciri dari produk sedimen pada lingkungan pengendapan sungai yang tertransportasi cukup jauh sehingga memiliki ukuran butir yang halus (Gambar 16). Ditinjau dari tiga lintasan pengukuran dilakukan dengan dua lintasan yang tegak lurus dengan sungai dan satu lintasan yang sejajar dengan sungai, hal ini dilakukan untuk melihat adanya kemenerusan pada lapisan sedimen dan menentukan lingkungan pengendapan pada daerah penelitian. Pada lintasan 1 dan lintasan 3 lapisan sedimen cenderung homogen, hal ini diduga daerah tersebut memiliki arus yang tenang atau cenderung stabil. Sedangkan lintasan 2 terlihat adanya perselingan dari lapisan lanau dan lempung. Dari hasil litologi yang didapat berdasarkan nilai resistivitas, lapisan sedimen yang terendapkan didominasi dari lapisan sedimen yang berbutir halus. Lapisan sedimen ini secara umum berasal dari lingkungan sungai yang telah tertransportasi cukup jauh. Transportasi dari sedimen ini dapat dikarenakan oleh luapan banjir, sehingga diduga lapisan sedimen ini terendapkan pada daerah floodplain yang memiliki arus yang tenang.

Kesimpulan

Litologi daerah penelitian berdasarkan nilai resistivitas yaitu nilai resistivitas

0-3 Ωm diduga sebagai lapisan lempung, nilai resistivitas 4-10 Ωm diduga lapisan lanau, dan nilai resistivitas >10 Ωm diduga sebagai lapisan pasir. Lapisan batuan pasir yang berasosiasi di bagian bawah dan lapisan ini memiliki kemenerusan di tiap titik VES, lapisan lanau yang terendapkan di dekat permukaan pada lintasan 1, namun pada lintasan 3 lapisan lanau yang terendapkan cukup tipis dan berseling dengan pasir.

Lapisan lempung memiliki

kemenerusan pada tiap titik VES, sedangkan lapisan lempung pada lintasan 3 terendapkan pada bagian atas namun terdapat sisipan dari lapisan lanau. Berdasarkan litologi dan model vertikal perlapisan yang didapatkan, maka didapatkan perbedaan komposisi perlapisan yaitu: Pada lintasan 1 dan 3 memiliki susunan litologi cenderung homogen yaitu pasir, lanau dan lempung. Sedangkan lintasan 1 terdapat perselingan antara lapisan lempung dan lanau di bagian atas di bagian Timur dan pada bagian Barat terdapat lapisan pasir dengan sisipan lapisan lanau di lapisan teratas. Ditinjau dari litologi sedimen yang berbutir halus, lapisan sedimen ini termasuk dari fasies floodplain.

Berdasarkan dari ciri fasies yang ada lingkungan pengendapan di pengaruhi dari lingkungan pengendapan sungai (fluvial) dan terendapkan pada daerah

floodplain, dimana daerah ini terkena

pengaruh dari luapan banjir sehingga dapat mengangkut sedimen dan tertransportasi jauh kemudian terendapkan. Selain itu hal pendukung lainnya litologi sedimen yang terendapkan merupakan sedimen yang berbutir halus, hal ini memungkinkan adanya pengaruh transportasi sedimen yang cukup jauh.

(10)

10

Konflik Kepentingan

Tidak ada konflik kepentingan dalam penelitian ini.

Penghargaan

Penulis mengucapkan terimakasi kepada Dr. Ir Agus Leansapura, M.S. serta Rizka, S.T., M.T. sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini. Kemudian penulis mengucapkan terimakasi kepada PU BBWS Sumatera VI selaku instansi yang memberikan data untuk penelitian ini.

Daftar Pustaka

[1] S. Boggs, J.R, "Principles of Sedimentology and Stratigraphy", Second Edi. New Jersey.: Prentice-Hall Inc. A Simon and Schuster Company, Upper Sadlle River, 1995.

[2] R. C. Selley, "Applied Sedimentology", San Diego: Academic Press, 1988.

[3] R. G. Walker, "Facies Model", Canada, 1992.

[4] E. N. Uhlemann, Sebastian., Olive Kuras., Laura A Richard, "Electrical resistivity tomography determines the spatial distribution of clay layer thickness and aquifer vulnerability, Kandal Province, Cambodia". Inggris: Environmental Science Centre, 2017.

[5] L. Orlando, "Some Considerations On Electrical Resistivity Imaging For Characterization Of Waterbed Sediments". Italy: Sapienza University of Rome, 2013.

[6] Z. Saad, R., MN, Muztaza., MT, "Application of 2D Resistivity Imaging and Seismic Refraction Tomography to Identify Sungai Batu Sediment Depositional Origin", Malaysia: Universiti Sains Malaysia, 2017.

[7] H. Ikhsan, M., Faizar, F., Samsidar, Linda, “Penentuan Struktur Tanah Sebagai Dasar Uji Kelayakan Kekuatan Bangunan Perumahan Di Muaro Jambi Menggunakan Metode Geolistrik Konfigurasi Dipole-Dipole", Komun. Fis. Indones., vol. 15, no. 2, 2018.

[8] I. K. D. Pratiwi, Dian Parilia., Nova Susanti., “Penerapan Metode Geolistrik Konfigurasi Wenner Mapping Untuk Mengetahui Rembesan Air Lindi Di TPA Talang Gulo Jambi", vol. 4, 2018.

[9] H. Grandis, "Penghantar Pemodelan Inversi Geofisika", Institut Teknlogi Bandung, Bandung: Himpunan Ahli Geofisika Indonesia (HAGI), 2009.

Gambar

Gambar 1. Lokasi dan titik pengukuran
Gambar 4. Peta lintasan penelitian
Gambar 6. Lintasan 2 arah Utara-Selatan
Gambar 7. Lintasan 3 arah Utara-Selatan
+3

Referensi

Dokumen terkait

Di dalam penegakan hukum, Polri sebagai salah satu komponen dari criminal justice system berhadapan langsung dengan berbagai macam kompleksitas kejahatan, juga

23.2 Seseorang yang mempunyai suatu kewajiban untuk menyerahkan pajak pendapatan upah yang dipotong berdasar Bab 23.1 sehubungan dengan suatu bulan harus menyerahkan pada

Kelompok pertama ini menyakini bahwa Islam melarang wanita berkiprah dalam bidang politik dengan argumen sebagai berikut, Pertama, wanita berbeda dengan laki-laki dari

Dokumentasi dalam penelitian ini digunakan untuk mendapatkan data-data yang diperlukan sebagai data awal penelitian yang berupa jumlah siswa, daftar nama siswa, dan daftar

Presiden Erdogan dalam rangka reformasi DK PBB menyatakan berulang “Dunia Lebih Besar dari Lima (Negara)” dimana Turki menghendaki bahwa lima anggota DK PBB tidak lebih

steady state untuk menentukan jumlah kanban yang digunakan untuk setiap tipe part pada setiap stasiun kerja dalam sistem JIT.. Model ini kemudian memilih a yang tepat pada

Wifi (Wireless Fidelity) adalah sebuah teknologi terkenal yang memanfaatkan peralatan elektronik untuk bertukar data secara nirkabel (menggunakan gelombang radio) melalui

Pemusnahan psikotropika dilakukan bila berhubungan dengan tindak pidana, diproduksi tanpa memenuhi standar dan persyaratan yang berlaku dan atau tidak dapat digunakan