• Tidak ada hasil yang ditemukan

Membelajarkan Siswa Membelajarkan Siswa Membelajarkan Siswa

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Membelajarkan Siswa Membelajarkan Siswa Membelajarkan Siswa"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

MEMBELAJARKAN SISWA

1. Pengertian Belajar

Belajar merupakan sebuah proses yang kompleks yang terjadi pada semua orang dan berlangsung seumur hidup,sejak dia masih bayi (bahkan dalam kandungan) hingga ke liang lahat nanti. Salah satu pertanda bahwa seseorang telah belajar sesuatu adalah adanya perubahan tingkah laku dalam dirinya. Perubahan tingkah laku tersebut menyangkut baik perubahan yang bersifat pengetahuan (kognitif) dan keterampilan (psikomotor) maupun yang menyangkut nilai dan sikap (afektif). Kalau sebelumnya Pandu tidak tahu nama dan letak ibukota provinsi Banten, dan sekarang sebagai siswa SD dia dapat menyebutkan nama dan menunjukkan letak ibukota provinsi tersebut, maka kita katakan siswa SD itu telah belajar. Begitu pula halnya kalau dia sebelumnya tak dapat menulis angka 1 s.d 10 dan sekarang dapat menuliskannya dengan lancar, baik dan benar. Begitu pula Mirna, sebelum kursus komputer, dia tak dapat mengoperasikan komputer, sekarang dengan lancar dan mahir dia dapat menggunakannya. Atau si Koko, dulu dia tidak tahu siapa R.A.Kartini, sekarang dia tahu dan sangat kagum serta menghargai perjuangan serta jasa-jasanya. Koko telah belajar karena ada perubahan baik dalam pengetahuan maupun sikapnya.

Berikut ini beberapa perspektif para ahli tentang pengertian belajar: 1) Dalam The Guidance of Learning Activities W.H. Burton (1984)

Mengemukakan bahwa belajar adalah proses perubahan tingkah laku pada diri individu karena adanya interaksi antara individu dengan individu dan individu dengan lingkungannya sehingga mereka lebih mampu berinteraksi dengan lingkungannya. 2) Sementara Ernest R. Hilgard dalam Introduction to Psychology

Mendefinisikan belajar sebagai suatu proses perubahan kegiatan, reaksi terhadap lingkungan.

(2)

Menjelaskan pengertian belajar sebagai suatu perubahan di dalam kepribadian yang menyatakan diri sebagai suatu pola baru dari reaksi berupa kecakapan, sikap, kebiasaan kepribadian atau suatu pengertian. Gage Berlinger mendefinisikan belajar sebagai suatu proses di mana suatu organisme berubah perilakunya sebagai akibat dari pengalaman.

4) Harold Spears

Mengemukakan pengertian belajar dalam perspektifnya yang lebih detail. Menurut Spears learning is to observe, to read, to imitate, to try something them selves, to listen, to follow direction (Belajar adalah mengamati, membaca, meniru, mencoba sesuatu pada dirinya sendiri, mendengar dan mengikuti aturan.

5) Sementara Singer (1968)

Mendefinisikan belajar sebagai perubahan perilaku yang relatif tetap yang disebabkan praktek atau pengalaman yang sampai dalam situasi tertentu.

6) Gagne (1977)

Pernah mengemukakan perspektifnya tentang belajar. Salah satu definisi belajar yang cukup simple namun mudah diingat adalah yang dkemukakan oleh Gagne: “Learning is relatively permanent change in behavior that result from past experience or purposeful instruction”. Belajar adalah suatu perubahan perilaku yang relatif menetap yang dihasilkan dari pengalaman masa lalu ataupun dari pembelajaran yang bertujuan/ direncanakan. Pengalaman diperoleh individu dalam interaksinya dengan lingkungan, baik yang tidak direncanakan maupun yang direncanakan, sehingga menghasilkan perubahan yang bersifat relatif menetap.

(3)

dan mengaitkannya dengan realitas, dan (6) adanya perubahan sebagai pribadi. Dari berbagai perspektif pengertian belajar sebagaimana dijelaskan di atas maka dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu aktivitas mental (psikis) yang berlangsung dalam interaksi dengan lingkungannya yang menghasilkan perubahan yang bersifat relatif konstan.

Ada sebagian kalangan mempertanyakan jika belajar ada korelasinya dengan perubahan, lalu apakah semua jenis perubahan adalah hasil belajar? Tentu saja tidak semua perubahan tingkah laku dapat kita sebut belajar. Iwan si pendiam, sejam yang lalu diajak kawan-kawannya masuk ke sebuah rumah makan. Sekarang dia keluar dengan banyak bicara, tertawa-tawa berceloteh tak karuan dan gontai jalannya. Perubahan tingkah laku siswa kelas III SMA tersebut bukan karena proses belajar, tapi akibat minuman keras yang mengganggu syaraf pengontrol kesadarannya. Atau sebaliknya Tati yang ceria itu tiba-tiba menjadi pendiam dan pemurung karena penyakit yang dideritanya. Perubahan tingkah laku ini bukan pula karena proses belajar. Begitu pula dengan Achmad yang menginjak remaja, tiba-tiba suaranya menjadi bertambah berat. Perubahan ini bukan pula karena proses belajar tetapi karena proses pertumbuhan fisik.

Kalau kita simpulkan, seseorang telah belajar kalau terdapat perubahan tingkah laku dalam dirinya. Perubahan tersebut terjadi sebagai akibat interaksi dengan lingkungannya, tidak karena pertumbuhan fisik atau kedewasaan, tidak karena kelelahan, penyakit atau pengaruh obat-obatan. Kecuali itu perubahan tersebut haruslah bersifat relative permanen, tahan lama dan menetap, tidak berlangsung sesaat saja.

Dengan memahami kesimpulan di atas setidaknya belajar memiliki ciri-ciri sebagai berikut :

(4)

2) Perubahan itu tidak berlangsung sesaat saja melainkan menetap atau dapat disimpan.

3) Perubahan itu tidak terjadi begitu saja melainkan harus dengan usaha. Perubahan terjadi akibat interaksi dengan lingkungan. 4) Perubahan tidak semata-mata disebabkan oleh pertumbuhan

fisik/kedewasaan, tidak karena kelelahan, penyakit atau pengaruh obat-obatan.

Jenis Belajar Menurut Gagne

Manusia memiliki beragam potensi, karakter, dan kebutuhan dalam belajar. Karena itu banyak tipe-tipe belajar yang dilakukan manusia. Gagne mencatat ada delapan tipe belajar:

1. Belajar isyarat (signal learning). Menurut Gagne, ternyata tidak semua reaksi spontan manusia terhadap stimulus sebenarnya tidak menimbulkan respon. Dalam konteks inilah signal learning terjadi. 2. Belajar stimulus respon. Belajar tipe ini memberikan respon yang tepat terhadap stimulus yang diberikan. Reaksi yang tepat diberikan penguatan (reinforcement) sehingga terbentuk perilaku tertentu (shaping).

3. Belajar merantaikan (chaining). Tipe ini merupakan belajar dengan membuat gerakan-gerakan motorik sehingga akhirnya membentuk rangkaian gerak dalam urutan tertentu.

4. Belajar asosiasi verbal (verbal association). Tipe ini merupakan belajar menghubungkan suatu kata dengan suatu obyek yang berupa benda, orang atau kejadian dan merangkaikan sejumlah kata dalam urutan yang tepat

5. Belajar membedakan (discrimination). Tipe belajar ini memberikan reaksi yang berbeda-beda pada stimulus yang mempunyai kesamaan.

(5)

7. Belajar dalil (rule learning). Tipe ini merupakan tipe belajar untuk menghasilkan aturan atau kaidah yang terdiri dari penggabungan beberapa konsep. Hubungan antara konsep biasanya dituangkan dalam bentuk kalimat.

8. Belajar memecahkan masalah (problem solving). Tipe ini merupakan tipe belajar yang menggabungkan beberapa kaidah untuk memecahkan masalah, sehingga terbentuk kaedah yang lebih tinggi (higher order rule).

Selain delapan jenis belajar, Gagne juga membuat semacam sistematika jenis belajar. Menurutnya sistematika tersebut mengelompokan hasil-hasil belajar yang mempunyai ciri-ciri sama dalam satu kategori. Kelima hal tersebut adalah :

1. Keterampilan intelektual: kemampuan seseorang untuk berinteraksi dengan lingkungannya dengan mengunakan simbol huruf, angka, kata atau gambar.

2. Informasi verbal: seseorang bealajar menyatakan atau menceritakan suatu fakta atau suatu peristiwa secara lisan atau tertulis, termasuk dengan cara menggambar.

3. Strategi kognitif: kemampuan seseorang untuk mengatur proses belajarnya sendiri, mengingat dan berfikir.

4. Keterampilan motorik: seseorang belajar melakukan gerakan secara teratur dalam urutan tertentu (organized motor act). Ciri khasnya adalah otomatisme, yaitu gerakan berlangsung secara teratur dan berjalan dengan lancar dan luwes.

5. Sikap: keadaan mental yang mempengaruhi seseorang untuk melakukan pilihan-pilihan dalam bertindak.

Jenis Belajar Menurut Bloom

(6)

pengelompokan tujuan belajar berdasarkan domain atau kawasan belajar. Menurut Bloom ada tiga domain belajar, yaitu:

a) Cognitive Domain (kawasan kognitif)

Perilaku yang merupakan proses berfikir atau perilaku yang termasuk hasil kerja otak. Beberapa contoh berikut bisa termasuk kawasan kognitif: menyebutkan definisi manajemen, membedakan fungsi meja dan kursi, menggambarkan kegiatan proyek dengan PERT, menjabarkan perilaku umum menjadi perilaku khusus, menyusun desian instruksional, dll.

Beberapa kemampuan kognitif tersebut dapat disebutkan antara lain (1) pengetahuan, tentang suatu materi yang telah dipelajari, (2) pemahaman, memahami makna materi, (3) aplikasi atau penerapan penggunaan materi atau aturan teoritis yang prinsip, (4) analisa, sebuah proses analisis teoritis dengan menggunakan kemampuan akal, (5) sintesa, kemampuan memadukan konsep sehingga menemukan konsep baru, (6) evaluasi, kemampuan melakukan evaluatif atas penguasaan materi pengetahuan.

Bila digambarkan dalam bentuk matriks, maka taksonomi Bloom yang direvisi oleh Anderson Dalam Revised Taxonomy.

Anderson dan Krathwohl (2001), melakukan revisi pada kawasan kognitif, ada 2 kategori yaitu kategori dimensi proses kognitif dan dimensi pengetahuan.

Pada dimensi proses kognitif, ada enam jenjang tujuan belajar yakni : 1. Mengingat: Meningkatkan ingatan atas materi yang disajikan dalam

bentuk yang sama seperti yang diajarkan

(7)

3. Memakai: menggunakan prosedur untuk mengerjakan latihan maupun memecahkan masalah.

4. Menganalisis: memecah bahan2 kedalam unsur2 pokoknya & menentukan bagaimana bagian2 saling berhubungan satu sama lain & kepada keseluruhan struktur.

5. Menilai: membuat pertimbangan berdasarkan kriteria dan standar tertentu. 6. Mencipta: membuat suatu produk yang baru dengan mengatur kembali

unsur2 atau bagian2 ke dalam suatu pola atau struktur yang belum pernah ada sebelumnya.

Pada dimensi pengetahuan ada empat kategori yaitu:

1. Fakta (factual knowledge): berisi unsur2 dasar yang harus dikethui siswa jika mereka akan diperkenalkan dengan satu mata pelajaran tertentu atau untuk memecahkan suatu masalah tertentu (low level abstraction)

2. Konsep (conceptual knowledge): meliputi skema, model mental atau teori dalam berbagai model psikologi kognitif.

3. Prosedur (procedural knowledge): pengetahuan tentang bagaimana melakukan sesuatu, biasanya berupa seperangkat urutan atau langkah2 yang harus diikuti.

4. Metakognitif (metacognitive knowledge): Pengetahuan tentang pemahaman umum, seperti kesadaran tentang sesuatu & pengetahuan tentang pemahaman pribadi seseorang.

b) Affective Domain (kawasan afektif):

(8)

kegirangan, pergi ke gereja atau masjid sebagai perilaku orang beriman kepada Tuhan YME.

Kawasan afektif menurut Krathwohl, Bloom dan Masia (1964), meliputi tujuan belajar yang berkenaan dengan minat, sikap dan nilai serta pengembangan penghargaan dan penyesuaian diri.

Kawasan ini dibagi dalam lima jenjang tujuan , yaitu:

1) Penerimaan (receiving): meliputi kesadaran akan adanya suatu sistem nilai, ingin menerima nilai, dan memperhatikan nilai tersebut, misalnya siswa menerima sikap jujur sebagai sesuatu yang diperlukan.

2) pemberian respon (responding): meliputi sikap ingin merespon terhadap sistem, puas dalam memberi respon, misalnya bersikap jujur dalam setiap tindakannya

3) pemberian nilai atau penghargaan (valuing): penilaian meliputi penerimaan terhadap suatu system nilai, memilih system nilai yang disukai dan memberikan komitmen untuk menggunakan system nilai tertentu, misalnya jika sesorang telah menerima sikap jujur, ia akan selalu komit dengan kejujuran, menghargai orang-orang yang bersikap jujur dan ia juga berperilaku jujur

4) pengorganisasian (organization): meliputi memilah dan menghimpun system nilai yang akan digunakan, misalnya berperilaku jujur ternyata berhubungan dengan nilai-nilai yang lain seperti kedisiplinan, kemandirian, keterbukaan dan lain-lain

(9)

c) Psychomotor Domain (kawasan psikomotor):

Perilaku yang dimunculkan oleh hasil kerja fungsi tubuh manusia. Domain ini berbentuk gerakan tubuh, antara lain seperti berlari, melompat, melempar, berputar, memukul, menendang, dll. Dave (1970), mengemukakan lima jenjang tujuan belajar pada ranah psikomotor, kelima jenjang tujuan tersebut adalah:

1) meniru: kemampuan mengamati suatu gerakan agar dapat merespon,

2) menerapkan: kemampuan mengikuti pengarahan, gerakan pilihan dan pendukung dengan membayangkan gerakan orang lain,

3) memantapkan: kemampuan memberikan respon yang terkoreksi atau respon dengan kesalahan-kesalahan terbatas/minimal,

4) merangkai: koordinasi rangkaian gerak dengan membuat aturan yang tepat,

5) naturalisasi: gerakan yang dilakukan secara rutin dengan menggunakan energi fisik dan psikis yang minimal.

9. Belajar dan Penerimaan Informasi

Cara belajar ini merupakan kecenderungan yang sangat individual, namun dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok besar yaitu : visual, auditori, dan kinestetik. Dengan mengenal cara belajar ini kita maka dapat dipilih strategi yang memanfaatkan keunggulan cara belajar tersebut sehingga dapat diperoleh yang efektif.

Strategi untuk cara belajar visual:

a. Ciptakan memori visual dari bahan-bahan yang ada dengan menandai gagasan-gagasan penting (termasuk persamaan matematika) dengan warna bebeda.

(10)

c. Ciptakan “film dalam pikiran kita” mengenal bahan kita pelajari, bayangkan kita menggunakn memori visual seperti layar televisi dengan informasi yang bergerak dilayar.

d. Gunakan alat Bantu belajar visual seperti pemetaan visual, hierarki dan grafik perbandingan untuk menggambarkan bahan yang kita pelajari.

e. Perkuat catatan kita atau alat Bantu belajar kita dengan membeli warna dan gambar.

f. Bila kita termasuk orang yang mudah mengingat tulisan sendiri, buatlah catatan sendiri. Latihlah untuk memvisualisasikan apa yang kita tulis.

g. Selalu siap dengan pulpen dan kertas catatan untuk mencatat.

Strategi untuk cara belajar auditori:

a. Bebicaralah dengan keras untuk menerangkan informasi baru, menyatakan pendapat atau menyatakan kembali suatu pernyataan pada saat kita belajar.

b. Lakukan pengulangan dengan berbicara keras dengan cukup sering. Buatlah kalimat lengkap dengan kata-kata sendiri.

c. Bicaralah dengan suara keras.

d. Bentuklah kelompok belajar, sehingga kita dapat bertanya, dan berlatih menyampaikan pemahaman kita secara lisan.

e. Bila mengikuti kuliah, fokuslah untuk memperhatikan dosen. f. Terangkan secara lisan apa yang kita pelajari kepada seorang yang

imajiner. Penjelasan lisan ini merupakan umpan balik terhadap tingkat pemahaman kita.

g. Ciptakan nada-nada lagu untuk mengingat informasi tertentu.

Strategi untuk belajar kinestetik:

a. Bila kita belajar mengenai suatu benda atau mesin, pergilah ke laboratoriumdan pelajari dengan seksamasambil secara fisik kita pegang.

(11)

c. Bila kita sedang mengulang informasi, katakn dengan bahan belajar di tangan akan membantu memproses informasi.

d. Gunakan kertas ukuran lebar (bila mungkin poster) untuk menggambarkan grafik, hierarki dan lain-lain.

10. Mengapa manusia harus belajar

Eksistensi manusia sebagai mahluk individu dan mahluk sosial meniscayakan dirinya untuk berusaha mengetahui sesuatu di luar dirinya. Ini yang kemudian dikenal dengan istilah belajar. Namun pertanyaannya mengapa manusia mau belajar? Setidaknya ada delapan kecenderungan umum mengapa manusia mau belajar.

Pertama, ada semacam dorongan rasa ingin tahu yang kuat. Dorongan ini berasal dari dalam dirinya untuk mengetahui sesuatu . Biasanya rasa ingin tahu ini diwujudkan dengan munculnya sejumlah pertanyaan-pertanyaan.

Kedua, ada keinginan untuk menguasai Ilmu Pengetahuan dan Teknologi sebagai tuntutan zaman dan lingkungan di sekitarnya. Hal ke dua ini adalah faktor eksternal yang mampu mendorong manusia mau belajar. Apalagi di era global saat ini yang meniscayakan pentingnya kemampuan penguasaan terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi.

Ketiga, meminjam istilah Abraham Maslow bahwa segala aktivitas manusia didasari atas kebutuhan yang harus dipenuhi dari kebutuhan biologis sampai aktualisasi diri. Untuk memenuhi kebutuhan inilah kemudian manusia mau belajar.

Keempat, untuk melakukan penyempurnaan dari apa yang sudah diketahuinya. Hal ini biasanya dilakukan untuk menambah wawasan seseorang.

(12)

sosialisasi, apalagi beradaptasi dengan lingkungannya. Karena itu ada sebagian orang yang khusus mau belajar karena adanya kepentingan untuk bersosialisasi dan beradaptasi.

Keenam, untuk meningkatkan intelektualitas dan mengembangkan potensi diri. Intelektualitas adalah modal penting untuk berkompetisi di era zaman yang penuh kompetisi ini, selain itu ada tidak sedikit orang yang merasakan bahwa potensi dirinya belum tergali. Karena itu ia mau belajar.

Ketujuh, untuk mencapai cita-cita. Sebagai manusia yang membutuhkan aktualisasi diri maka cita-cita adalah hal lain yang mampu mendorong seseorang untuk belajar. Hampir bisa dipastikan tidak mungkin seseorang mau belajar tanpa ada cita-cita terlebih dahulu.

Kedelapan, sebagian orang ada yang mau belajar hanya karena untuk mengisi waktu luang. Hal ini terjadi karena adanya waktu luang yang belum bisa dimanfaatkan dengan baik oleh orang tersebut, karena itu untuk mengisi kegiatan ia mau mengisi waktu luangnya dan digunakan untuk belajar sesuatu yang dinilainya bermanfaat.

11. Macam-macam pendekatan belajar

Gage (1984) dalam Wilis Dahar (1988:15) mengemukakan, bahwa ada lima bentuk belajar, yaitu: Belajar Responden, Belajar Kontinguitas, Belajar Operant, Belajar Observasional, Belajar Kognitif.

a) Belajar Responden

(13)

responden adalah hasil-hasil penelitian yang dilakukan oleh ahli psikologi Rusia yang terkenal Ivan P. Pavlov.

Contoh : saat guru bahasa inggris masuk kelas. Maka terlebih dahulu menanyakan kabar How are you my student? Maka guru menulis dipapan tulis terlebih dahulu kalau ada pertanyaan How are you my student maka jawabannya adalah “I am fine, thank you”. Awal pertemuan masih menggunakan bantuan tulisan di papan tulis agar peserta didik bisa merespon stimulus yang diberikan. Dan jika stimulus berupa pertanyaan tersebut dilakukan setiap awal pertemuan maka setelah beberapa kali dilakukan pendidik tidak perlu lagi menulis dipapan tulis karena peserta didik sudah bisa merespon stimulus yang diberikan.

b) Belajar Operant

Belajar sebagai akibat reinforcement merupakan bentuk belajar lain yang banyak diterapkan dalam teknologi modifikasi prilaku. Bentuk belajar ini disebut terkondisi operant, sebab prilaku yang di inginkan timbul secara spontan, tanpa dikeluarkan secara instinktif oleh stimulus apapun, waktu organisma “beroperasi” terhadap lingkungan.

Bentuk belajar ini sebagai akibat reinforsemen. Jadi akan adanya reaksi spontan yang timbul dari peserta didik. Contoh : saat guru menulis dipapan tulis sambil berkata “bahasa inggrisnya rumah sama dengan house” dan ada peserta didik yang sudah mengerti spontan menjawab house tanpa ada perintah dari guru. Maka itu disebut bentuk belajar operant.

c) Belajar Observasional

(14)

Contoh: guru mengajak salah satu peserta didik untuk melakukan percakapan bahasa inggris berupa “what is your name?” peserta didik menjawab “ I am budi” dan peserta didik yang di duduk dibangku disuruh mengamati percakapn antara pendidik dan peserta didik yang ditunjuk agar paham dan mengerti tujuan dari pertanyaan tersebut.

Banyak yang secara salah menyamakan belajar observasional dengan belajar melalui imitasi. Kedua istilah ini berbeda dalam arti bahwa belajar observasional mengarah pada perubahan perilaku akibat mengamati model. Ini tidak selalu berarti bahwa perilaku yang ditunjukkan orang lain diduplikasi. Bisa saja si pengamat justru melakukan sesuatu yang sebaliknya dari yang dilakukan model karena ia telah mempelajari konsekuensi dari perilaku tersebut pada si model. Dalam hal ini adalah belajar untuk tidak melakukan sesuatu dan ini berarti terjadi belajar observasional tanpa adanya imitasi.

Walau belajar observasional dapat terjadi dalam setiap tahapa kehidupan, tapi terutama terjadi saat pada anak-anak, karena pada saat itu otoritas dianggap penting. Penelitian Bandura mengenai boneka Bobo merupakan demonstrasi dari belajar observasional dan ditunjukkan bahwa anak cenderung terlibat dalam perlakuan yang bengis terhadap boneka setelah melihat orang dewasa di televisi melakukan hal tersebut pada boneka yang sama. Bagimanapun, anak mungkin akan melakukan peniruan bila perilaku model mendapat penguatan. Permasalahannya, seperti diteliti oleh Otto Larson (1968), bahwa 56% karakter dalam acara televisi anak mencapai tujuannya melalui tindakan kekerasan. d) Belajar Kontiguitas

(15)

belajar kontinguitas sederhana dapat dilihat bila seseorang memberikan respon terhadap pernyataan-pernyataan yang belum lengkap.

Belajar Kontiguitas adalah bentuk belajar yang berupa stimulus yang dapat menghasilkan suatu perubahan dalam perilaku karena terjadi pengulangan peristiwa. Contoh peserta didik dapat menjawab “five plus one equal six” karena sebelumnya peserta didik sudah diberi pengetahuan tentang angka dan pengoperasiannya.

e) Belajar Kognitif

Dalam belajar kognitif mengatakan bahwa proses-proses kognitif yang terjadi selama belajar, proses-proses ini menyangkut “insight”, atau berfikir dan “reasoning”, atau menggunakan logika deduktif dan induktif.

Belajar Kognitif berarti menggunakan kemampuan kognitif. Contoh: pendidik memberikan pengetahuan dan pemahaman materi kepada peserta didik kemudian mengadakan post test dan hasil dari test tersebut berupa nilai kognitif.

12. Memanfaatkan Peta Konsep

Novak and Gowin (1985) menyatakan bahwa peta konsep adalah alat atau cara yang dapat digunakan guru untuk mengetahui apa yang telah diketahui oleh siswa. Gagasan Novak ini didasarkan pada teori belajar Ausabel. Ausabel sangat menekankan agar guru mengetahui konsep-konsep yang telah dimiliki oleh siswa supaya belajar bermakna dapat berlangsung. Dalam belajar bermakna pengetahuan baru harus dikaitkan dengan konsep-konsep relevan yang sudah ada dalam struktur kognitif (otak) siswa. Bila dalam struktur kognitif tidak terdapat konsep-konsep relevan, pengetahuan baru yang telah dipelajari hanyalah hapalan semata.

(16)

yang relevan yang telah mereka miliki. Untuk memperlancar proses tersebut, baik guru maupun siswa perlu mengetahui “ tempat awal konseptual “. Dengan kata lain guru harus mengetahui konsep-konsep apa yang dimiliki oleh siswa waktu pelajaran baru dimulai, sedangkan para siswa diharapkan mampu menunjukkan dimana mereka berada, atau konsep-konsep apa yang telah mereka miliki dalam menghadapi pelajaran baru tersebut. Dengan menggunakan peta konsep, guru dapat melaksanakan apa yang telah dikemukakan diatas, dengan demikian pada siswa diharapkan akan terjadi belajar bermakna ( Willis Dahar, 1988:156-157 ). Menurut Ausubel dalam Willis Dahar (1988:161) ada dua dimensi belajar yaitu dimensi belajar penerimaan/penemuan dan dimensi belajar bermakna/ hapalan. Berlangsung atau tidaknya belajar bermakna tergantung pada struktur-struktur kognitif yang ada, serta kesiapan dan niat anak didik untuk belajar bermakna, dan kebermaknaan materi pelajaran secara potensial.

Peta konsep sebagai instrumen dapat digunakan untuk analisis konsep ,mengenai peta konsep itu sendiri berdasarkan definisinya sebagai berikut : Menurut Hudojo, et al (2002) peta konsep adalah saling keterkaitan antara konsep dan prinsip yang direpresentasikan bagai jaringan konsep yang perlu dikonstruk dan jaringan konsep hasil konstruksi inilah yang disebut peta konsep. Sedangkan menurut Suparno (dalam Basuki, 2000, h.9) peta konsep merupakan suatu bagan skematik untuk menggambarkan suatu pengertian konseptual seseorang dalam suatu rangkaian pernyataan. Peta konsep bukan hanya menggambarkan konsep-konsep yang penting, melainkan juga menghubungkan antara konsep itu. Dalam menghubungkan konsep-konsep tersebut dapat digunakan dua prinsip yaitu prinsip diferensial progresif dan prinsip penyesuaian integratif.

(17)

 Penyajian peta konsep adalah suatu cara untuk memperlihatkan konsep-konsep dan proposisi-proposisi dalam suatu topik pada bidang studi.

 Peta konsep merupakan gambar yang menunjukkan hubungan konsep-konsep dari suatu topik pada bidang studi.

 Bila dua konsep atau lebih digambarkan dibawah suatu konsep lainnya, maka terbentuklah suatu hirarki pada peta konsep itu. Martin (dalam Basuki, 2000) mengungkapkan bahwa peta konsep merupakan petunjuk bagi guru, untuk menunjukkan hubungan antara ide-ide yang penting dengan rencana pembelajaran. Sedangkan menurut Arends (dalam Basuki, 2000) menuliskan bahwa penyajian peta konsep merupakan suatu cara yang baik bagi siswa untuk memahami dan mengingat sejumlah informasi baru. Dengan penyajian peta konsep yang baik maka siswa dapat mengingat suatu materi dengan lebih lama lagi.

Pembelajaran dengan menggunakan peta konsep mempunyai banyak manfaat diantaranya menurut Ausubel (dalam Hudojo, et al 2002) menyatakan dengan jaringan konsep yang digambarkan dalam peta konsep, belajar menjadi bermakna karena pengetahuan/informasi “baru” dengan pengetahuan terstruktur yang telah dimiliki siswa tersambung sehingga menjadi lebih mudah terserap siswa. Sedangkan menurut Williams (dalam Basuki, 2000) menuliskan bahwa peta konsep dapat dijadikan sebagai alat untuk mengetahui pemahaman konseptual seseorang.

(18)

Peta konsep selain digunakan dalam proses belajar mengajar, dapat diterapkan untuk berbagai tujuan yaitu :

a. menyelidiki apa yang telah diketahui siswa b. mempelajari cara belajar

c. mengungkap miskonsepsi, dan d. sebagai alat evaluasi.

Peta konsep digunakan untuk menyatakan hubungan yang bermakna antara konsep-konsep dalam bentuk proposisi-proposisi. Proposisi-proposisi merupakan dua atau lebih konsep-konsep yang dihubungkan oleh kata-kata dalam suatu unit semantic. Dalam bentuk yang paling sederhana, peta konsep dapat berupa dua konsep yang dihubungkan oleh kata penghubung untuk membentuk proposisi. Sebagai contoh : ” langit itu biru” mewakili peta konsep sederhana yang membentuk proposisi yang sahih tentang konsep ”langit” dan ”biru”. Dengan demikian siswa dapat mengorganisasi konsep pelajaran yang telah dipelajari berdasarkan arti dan hubungan antara komponennya. Hubungan satu konsep (informasi) dengan konsep lain disebut proposisi. Peta konsep menggambarkan jalinan antar konsep yang dibahas dalam bab yang bersangkutan. Konsep yang dinyatakan dalam bentuk istilah atau label konsep. Konsep-konsep dijalin secara bermakna dengan kata-kata penghubung sehingga dapat membentuk proposisi. Satu proposisi mengandung dua konsep dan kata menghubung. Konsep yang satu mempunyai cakupan yang lebih luas daripada konsep yang lain. Dengan kata lain konsep yang satu lebih inklusif daripada konsep yang lain. Keseluruhan konsep-konsep tersebut disusun menjadi sebuah tingkatan dari konsep yang paling umum, kurang umum dan akhirnya sampai pada konsep yang paling khusus. Tingkatan dari konsep-konsep ini disebut dengan hierarki.

(19)

dihubungkan dengan beberapa konsep yang kurang inklusif. Konsep yang paling inklusif diletakkan pada pohon konsep. Konsep ini disebut kunci konsep. Konsep pada jalur yang satu dapat dihubungkan dengan konsep pada jalur yang lain dengan kata penghubung. Hubungan ini disebut dengan kaitan silang.

Menurut Novak dan Gowin (1985) kriteria penilaian peta konsep adalah :

1) Proposisi, adalah dua konsep yang dihubungkan oleh kata penghubung. Proposisi dikatakan sahih jika menggunakan kata penghubung yang tepat. Untuk setiap proposisi yang sahih diberi skor 1

2) Hierarki, adalah tingkatan dari konsep yang paling umum sampai konsep yang paling khusus. Urutan penempatan konsep yang lebih umum dituliskan di atas dan konsep yang lebih khusus dituliskan di bawahnya. Hierarki dikatakan sahih jika urutan penenmpatan konsepnya benar. Untuk setiap hierarki yang sahih diberi skor 5.

3) Kaitan silang, adalah hubungan yang bermakna antara suatu konsep pada satu hierarki dengan konsep lain pada hierarki yang lainnya. Kaitan silang dikatakan sahih jika menggunakan kata penghubung yang tepat dalam menghubungkan kedua konsep pada hierarki yang berbeda. Sementara itu, kaitan silang dikatakan kurang sahih jika tidak menggunakan kata penghubung yang tepat dalam menghubungkan kedua konsep sehingga antara kedua konsep tersebut menjadi kurang jelas. Untuk setiap kaitan silang yang sahih diberi skor 10. Sedangkan untuk setiap kaitan silang yang kurang sahih diberi skor 2

(20)

Ciri-ciri Peta Konsep

Berdasarkan uraian di atas, berikut ini dikemukakan beberapa ciri-ciri peta konsep :

1. Peta konsep ialah suatu cara untuk memperlihatkan konsep-konsep dan proposisi-proposisi dari suatu bidang studi. Jadi dengan membuat peta konsep, siswa dapat melihat bidang studi itu lebih jelas dan mempelajarinya lebih bermakna.

2. Suatu peta konsep merupakan suatu gambar dua dimensi dari suatu bidang studi atau suatu bagian dari bidang studi. Ciri inilah yang memperlihatkan hubungan-hubungan proporsional antar konsep-konsep.

3. Cara menyatakan hubungan antar konsep-konsep. Tidak semua mempunyai bobot yang sama. Ini berarti, bahwa ada beberapa konsep yang lebih umum dari pada konsep-konsep yang lain. 4. Hirarki, Bila dua atau lebih konsep yang digambarkan di bawah

suatu konsep yang lebih inklusif, terbentuklah hirarki pada peta konsep itu.

Langkah-langkah Pengembangan Peta Konsep oleh Guru

a. Menuliskan di atas kertas seluruh konsep atau nama topik yang berkaitan dengan bidang umum yang akan diajarkan.

b. Memperhatikan adanya fakta-fakta (contoh-contoh) khusus yang penting untuk dipelajari siswa.

c. Memilih konsep yang paling umum dan tempatkan di bagian atas kertas.

(21)

e. Setelah penulisan konsep yang lebih khusus di baris kedua, melanjutkan penulisan konsep lain yang lebih khusus di baris ketiga, dan seterusnya.

f. Melengkapi dengan garis penghubung antar konsep sehingga seluruh hirarki menyerupai piramida. Jangan lupa menuliskan label penghubung pada garis tersebut untuk menunjukkan keteraturan antar konsep.

g. Setelah seluruh peta konsep terbentuk, menandai konsep khusus yang terutama menarik bagi siswa atau tingkat kesulitannya tepat bagi siswa.

Ernest (dalam Basuki, 2000) berpendapat bahwa untuk menyusun suatu peta konsep bisa dilakukan dengan cara sebagai berikut :

1. Tentukan dahulu topiknya

2. Membuat daftar konsep-konsep yang relevan untuk konsep tersebut,

3. Menyusun konsep-konsep menjadi sebuah bagan,

4. Menghubungkan konsep-konsep itu dengan kata-kata supaya bisa terbentuk suatu proposisi,

5. Mengevaluasi keterkaitan konsep-konsep yang telah dibuat. Pendapat lain untu membuat peta konsep cukup dengan 5 langkah dengan penjelasan sebagai berikut :

1) Lakukan Brainstorming selama 10-15 menit per sesi. Ketika Central disebutkan maka konsep apa saja yang terlintas di benak dituliskan terlebih dahulu. Jangan lakukan penilaian apakah relevan atau mau diletakkan di mana.

2) Kategorisasikan/ kelompokkan sekumpulan ide itu kemudian tentukan hirarki konsep mana yang menjadi dahan (umum), mana yang jadi ranting dan mana yang jadi daun (detil). 3) Mulai layout / gambarkan konsep-konsep tersebut. 4) Tarik garis antar konsep tersebut.

(22)

Penggunaan warna, ritme (dari gambar ketebalan dahan, ranting ke daun), layout (spasial), ikon dan asosiasi (menghubungkan Ikon dan Analogi) untuk menghubungkan satu konsep dengan konsep yang sudah melekat di otak, membantu otak mengingat lebih baik, karena melibat lebih banyak panca indra, juga otak melakukan proses Asimilasi pengetahuan baru terhadap pengetahuan yang sudah mengendap sebelumnya.

Setelah peta konsep itu jadi, maka kemampuan otak kanan secara visual dan holistik serta Gestalt yang memicu “Kayaknya ada yang kurang dan saya bisa tambahkan lebih lanjut” akan meneruskan pengembangan peta tersebut. Kemampuan alami otak kanan yang Random akan tersalurkan ketika ada sebuah konsep baru muncul, maka otak kiri mulai bekerja menganalisa sebaiknya diletakkan di mana.

Ketika melihat peta secara keseluruhan dari jauh maka otak kanan bekerja (seperti seseorang menilai/ mengagumi lukisan) dan ketika tertarik pada suatu lokasi maka otak kiri mulai bekerja secara logis dan analitik.

Sinergis antara dua belahan otak kanan dan kiri inilah yang membuat mengapa Peta Konsep itu sedemikian powerfulnya. Harus sering menggunakan baru bisa merasakan manfaatnya. Karena sepintas peta konsep yang digambar secara manual berantakan tidak beraturan.

Cara Mengajar Siswa Menyusun Peta Konsep.

(23)

kompleks. Selanjutnya dapat ditugasi oleh guru untuk menyusun peta konsep di rumah secara berkelompok, kemudian guru meminta salah seorang wakil dari tiap-tiap kelompok untuk menampilkan peta konsepnya di papan tulis untuk dikritik secara bersama-sama untuk menghindari miskonsepsi.

Manfaat Peta Konsep

a) Manfaat peta konsep bagi guru.

1. Membantu guru memahami macam-macam konsep yang terdapat dalam topik yang akan diajarkan dan memperoleh wawasan baru.

2. Membantu dalam menghindari miskonsepsi oleh siswa. 3. Dengan mengidentifikasi konsep-konsep sebelum

membuat peta konsep, guru dapat menemukan topik-topik sains secara jelas, sehingga dapat membantu untuk menentukan topik-topik yang perlu dipelajari.

4. Membantu untuk melihat keterkaitan logis antar konsep-konsep khusus.

5. Membantu untuk mengorganisasi urutan kegiatan belajar mengajar di kelas.

6. Membantu untuk penilaian siswa.

7. Membantu untuk menggali pemahaman siswa sebelum dilakukan pembelajaran.

8. Sebagai alat untuk menggalakkan pembelajaran kooperatif.

b) Manfaat peta konsep bagi siswa

1. Membantu dalam mempelajari konsep-konsep pokok dan proposisi, serta membantu dalam menghubungkan atau mengaitkan pengetahuan yang telah dimilikinya dengan yang sedang dipelajarinya.

2. Membantu mempelajari cara belajar menyusun peta konsep.

3. Membantu untuk memperoleh wawasan baru. 4. Membantu siswa menghindari miskonsepsi.

(24)

7. Bagi pengembang dan perencana kurikulum, peta konsep dapat digunakan untuk memilah-milah konsep-konsep yang penting dan konsep-konsep yang tidak penting. 8. Bagi lingkungan, peta konsep membantu siswa memahami

Referensi

Dokumen terkait

Pada penelitian ini, pola data IPM dan faktor-faktor yang memengaruhi IPM di provinsi Jawa Tengah jika dilihat dari scatterplot memiliki pola data yang tidak diketahui

Kemenag, 2010 2 Mahasiswa memahami ilmu perbandingan agama Perbandingan Agama: Pengertian Agama, Ruang lingkup Perbandingan Agama, Tujuan dan Manfaat mempelajari

a. Perencanaan yang dilakukan dengan mengumpulkan informasi kependudukan dari setiap kegiatan-kegiatan, sebuah kebijakan baru maupun informasi-informasi harian. Pembuatan

pelaksanaan perjanjian disinyalir juga terjadi pada pelaksanaan perjanjian pemborongan pekerjaan pengerasan jalan parit yang dilakukan oleh Dinas Pekerjaan Umum

Nilai produksi dan ongkos produksi per 100 pohon usaha budidaya tanaman kehutanan adalah rata-rata nilai produksi (selisih nilai dari tanaman kehutanan pada saat pencacahan

Bagi guru dan lembaga pendidikan, diharapkan penelitian ini dapat menjadi referensi dan pengetahuan dalam penggunaan pembelajaran yang tepat untuk proses

Puji dan sykur penulis sampaikan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas segala rahmat dan berkat yang diberikan kepada kita, yang mana tetap diberikannya kehidupan dengan kesehatan

Pemeriksaan secara berkala jumlah CD4 dan viral load (jika memungkinkan) dapat menentukan progresivitas penyakit dan mengetahui syarat yang tepat untuk memulai atau