• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

19

A. Administrasi Negara dan Kebijakan Publik 1. Pengertian Administrasi Negara

Administrasi sebagai ilmu pengetahuan baru berkembang sejak akhir abad yang lalu (abad XIX), tetapi administrasi sebagai suatu seni atau administrasi dalam praktek, timbul bersamaan dengan timbulnya peradaban manusia.

Handayaningrat (1985:2) dalam bukunya “Pengantar Studi Ilmu Administrasi dan Management”, memberikan definisi: Administrasi sebagai kegiatan dari pada kelompok-kelompok yang mengadakan kerjasama untuk menyelesaikan tujuan bersama.

Dengan demikian administrasi dapat ditinjau dari tiga sudut, yaitu:

1. Sudut Proses, berarti administrasi adalah segala kegiatan yang dilakukan untuk mencapai tujuan, dimulai dari proses pemikiran, proses pelaksanaan sampai proses tercapainya tujuan. 2. Sudut Fungsionil, berarti bahwa dalam segala

kegiatan dalam mencapai tujuan yang telah ditentukan, diperlukan fungsi-fungsi atau tugas-tugas tertentu, meliputi planning, organizing, staffing, directing and controlling.

3. Sudut Institutionil, berarti administrasi dianggap sebagai totalitas kelembagaan, dimana dalam lembaga itu terdapat kegiatan-kegiatan yang dilakukan untuk mencapai tujuan. Kegiatan itu bersifat menyeluruh, artinya dimulai dari tingkat atas sampai dengan tingkat bawah.

(2)

Istilah administrasi Negara ialah terjemahan dari “Public Administrations”. Istilah ini lahir bersamaan dengan lahirnya Lembaga Administrasi Negara (LAN) pada sekitar tahun 1956. jika istilah Public Administration itu di uraikan secara etimologis, maka “Public” berasal dari bahasa Latin “Poplicus” yang semula dari kata “Populus” atau “People” dalam bahasa Inggris yang berarti rakyat. “Administration” juga berasal dari bahasa Latin, yang terdiri dari kata “ad” artinya intensif dan “ministrare” artinya melayani, jadi secara etimologis administrasi berarti melayani secara intensif. Jadi Administrasi Negara adalah pelayanan secara intensif terhadap rakyat.

Menurut Waldo (1973:8) dalam bukunya “Public Administration” mengemukakan bahwa: Administrasi Negara meliputi kebijakan Negara yang telah ditetapkan oleh badan perwakilan politik.

Di Indonesia Badan Perwakilan Politik yang menetapkan Kebijakan Negara ialah Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) sebagai Lembaga Legislatif.

Waldo (1984:17-18) dalam bukunya “Public Administration” mengatakan bahwa:

(3)

Administrasi Negara ialah organisasi dan management dari manusia dan benda guna mencapai tujuan-tujuan pemerintah. Administrasi Negara adalah ilmu dan seni managemen yang dipergunakan untuk mengurus urusan-urusan Negara.

Sedangkan menurut Wajong (1982:22) dalam bukunya “Fungsi Administrasi Negara”, menyatakan bahwa:

Administrasi Negara adalah kegiatan yang dilakukan untuk mengendalikan usaha-usaha instansi pemerintah agar tujuannya tercapai.

Bertolak dari definisi-definisi tersebut di atas, jika dilihat dari sudut Ilmu administrasi Negara, Kahya (1996:4) dalam bukunya “Pengantar Ilmu Adminstrasi Negara” mengemukakan bahwa:

Administrasi negara ialah suatu ilmu yang mempelajari kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh alat-alat Negara untuk melaksanakan atau mewujudkan politik Negara atau politik pemerintah.

Dalam perkembangan Ilmu Administrasi Negara telah tumbuh dan dikenal sejumlah paradigma yang menggambarkan adanya perubahan-perubahan dan perbedaan-perbedaan dalam tujua, teori dan metodologi serta nilai-nilai yang mendasarinya. Berikut disajikan secara singkat pendapat dari Nicholas Henry yang dikutip oleh Kahya (1996:4) dalam bukunya “Pengantar Ilmu Adminstrasi Negara” sebagai berikut:

1. Dikotomi antara Ilmu Politik dan Ilmu Administrasi

2. Prinsip-Prinsip Administrasi Negara 3. Administrasi Negara sebagai Ilmu Politik 4. Administrasi Negara sebagai Ilmu Administrasi 5. Administrasi Negara sebagai Administrasi Negara

(4)

Pengertian Administrasi Negara dijelaskan untuk memahami mengenai disiplin Ilmu Administrasi Negara. Dengan memahami pengertian tersebut, maka peneliti selanjutnya akan menguraikan pengertian dari Kebijakan Publik dengan fokus bahasan pada Implementasi kebijakan Publik dimana Kebijakan Publik ini merupakan lokus Administrasi Negara pada Paradigma Administrasi Negara yang ke-lima. Kemudian peneliti juga akan membahas mengenai efektivitas kerja yang sangat berkaitan erat dengan pencapaian tujuan dan membahas pula mengenai hubungan diantara keduanya.

2. Kebijakan Publik

Literatur ilmu politik tradisional dipenuhi oleh definisi-definisi mengenai kebijakan publik. Pendefinisian ini berguna untuk menyediakan sarana komunikasi bagi para perumus dan analisis kebijakan publik juga dalam rangka menentukan definisi operasional ketika para peneliti melakukan penelitian lapangan yang menbutuhkan definisi secara tepat

Dasar pembentukan kebijakan publik adalah kepentingan publik, akan tetapi tidak mudah untuk merumuskan apa dan manakah suatu kepentingan yang benar-benar kepentingan bersifat publik. Karena itu, yang disebut kepentingan publik ialah kepentingan yang menyangkut kepentingan masyarakat.

(5)

Pengertian Kebijakan menurut Friedrich yang dikutip oleh Agustino (2006:7) dalam bukunya “Dasar-Dasar Kebijakan Publik” sebagai berikut :

Kebijakan adalah serangkaian tindakan/kegiatan yang diusulakan oleh seseorang, kelompok, atau pemerintahan dalam suatu lingkungan tertentu dimana terdapat hambatan-hambatan (kesulitan-kesulitan) dan kemungkinan-kemungkinan (kesempatan-kesempatan) dimana kebijakan tersebut diusulkan agar berguna dalam mengatasinya untuk mencapai tujuan yang dimaksud.

Sedangkan menurut Anderson yang dikutip oleh Agustino (2006:7) dalam bukunya “Dasar-Dasar Kebijakan Publik” memberikan pengertian atas definisi kebijakan publik sebagai berikut :

Serangkaian kegiatan yang mempunyai maksud/tujuan tertentu yang diikuti dan dilaksanakan oleh seorang aktor atau sekelompok aktor yang berhubungan dengan suatu permasalahan atau suatu hal yang diperhatikan.

Konsep kebijakan ini menitikberatkan pada yang sesungguhnya dikerjakan daripada apa yang diusulkan atau dimaksud. Dan hal inilah yang membedakan kebijakan dari suatu keputusan yang merupakan pilihan diantara beberapa alternatif yang ada.

B. Implementasi Kebijakan dan Indikator Implementasi Kebijakan 1. Implementasi Kebijakan Publik

Studi implementasi merupakan suatu kajian mengenai studi kebijakan yang mengarah pada proses pelaksanaan dari suatu kebijakan. Dalam prakteknya implementasi kebijakan merupakan suatu proses yang

(6)

begitu kompleks bahkan tidak jarang bermuatan politis dengan adanya intervensi berbagai kepentingan. Untuk melukiskan kerumitan dalam proses Implementasi tersebut dapat dilihat pada pernyataan yang dikemukakan oleh seorang ahli kebijakan Bardach yang dikutip oleh Agustino (2006:138) dalam bukunya “Dasar-Dasar Kebijakan Publik” sebagai berikut:

Implementasi adalah cukup untuk membuat sebuah program dan kebijakan umum yang kelihatannya bagus diatas kertas. Lebih sulit lagi merumuskannya dengan kata-kata dan slogan-slogan yang kedengarannya mengenakan bagi telinga para pemimpin dan para pemilih yang mendengarkannya. Dan lebih sulit lagi untuk melaksanakannya dalam bentuk cara yang memuaskan semua orang termasuk mereka dianggap klien.

Dalam derajat lain Mazmatian dan Sabatier yang dikutip oleh Agustiono (2006:139) dalam bukunya “Dasar-Dasar Kebijakan Publik” sebagai berikut:

Pelaksanaan keputusan kebijakan dasar, biasanya dalam bentuj undang-undang, namun dapat pula berbentuk perintah-perintah atau keputusan-keputusan eksekutif yang penting atau keputusan-keputusan badan peradilan. Lazimnya, keputusan mengidentifikasikan masalah yang ingin diatasi, menyebutkan secara tegas tujuan atau sasaran yang ingin dicapai, dan berbagai cara untuk menstrukturkan atau mengatur proses implementasinya.

Perlu dicatat bahwa implementasi kebijakan merupakan tahapan yang sangat penting dalam struktur kebijakan, karena melalui prosedur ini proses kebijakan secara keseluruhan dapat dipengaruhi tingkat

(7)

keberhasilan atau tidaknya pencapaian tujuan. Hal ini dipertegas oleh Udoji yang dikutip oleh Agustino (2006:139) dalam bukunya “Dasar-Dasar Kebijakan Publik” dengan mengatakan bahwa:

Pelaksanaan kebijakan adalah sesuatu yang penting bahkan mungkin jauh lebih penting daripada pembuatan kebijakan. Kebijakan-kebijakan hanya akan sekedar berupa impian atau rencana bagus yang tersimpan rapi dalam arsip jika tidak diimplementasikan.

Pengertian implementasi kebijaakan menurut Mufiz yang dikutip oleh Kahya dan Zenju (1996:45) dalam bukunya “Pengantar Ilmu Administrasi Negara (Suatu Pokok Bahasan)” sebagai berikut:

Implementasi kebijakan ialah aktivitas-aktivitas yang dilakukan untuk melaksanakan suatu kebijakan secara efektif. Kesulitan yang timbul pada tahap ini adalah sukarnya menentukan hasil kebijakan, karena adanya dampak yang tidak terantisipasi sebelumnya.

Berdasarkan definisi dapat diketahui bahwa implementasi kebijakan menyangkut tiga hal, yaitu: (1) adanya tujuan atau sasaran kebijakan; (2) adanya aktivitas atau kegiatan pencapaian tujuan; dan (3) adanya hasil kegiatan.

2. Indikator Implementasi Kebijakan Publik

Berbagai indikator telah dikembangkan untuk dapat mengukur keberhasilan Implementasi suatu kebijakan publik karena biasanya suatu kebijakan itu mudah dalam formulasinya akan tetapi dalam mengimplementasikannya sangatlah sulit.

(8)

Berikut ini adalah model Implementasi Kebijakan yang dikembangkan oleh Edward III yang dikutip oleh Winarno (2002:149) dalam bukunya “Teori dan Proses Kebijakan Publik” sebagai berikut :

1) Komunikasi 2) Sumberdaya 3) Disposisi

4) Struktur Birokrasi

Indikator Implementasi Kebijakan tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:

1) Komunikasi

Terdapat tiga indikator yang dapat dipakai dalam mengukur keberhasilan variabel komunikasi, diantaranya : Transmisi, penyaluran komunikasi yang baik akan menghasilkan suatu implementasi yang baik pula. Seringkali yang terjadi dalam penyaluran komunikasi adalah adanya salah pengertian dikarenakan komunikasi telah melalui beberapa tingkatan birokrasi, sehingga apa yang diharapkan terdistorsi ditengah jalan. Kejelasan, komunikasi yang diterima oleh para pelaksana kebijakan haruslah jelas dan tidak membingungkan. Ketidakjelasan pesan kebijakan tidak selalu menghalangi implementasi, pada tataran tertentu, para pelkasana membutuhkan fleksibilitas dalam melaksanakan kebijakan. Konsistensi, perintah yang diberikan dalam pelaksanaan suatu komunikasi haruslah suatu konsistensi dan jelas.

2) Sumberdaya

Sumberdaya utama dalam implementasi kebijakan adalah staff. Diuperlukan staff yang ahli dan mampu dalam mengimplemetasikan suatu kebijakan. Yang kedua adalah informasi, informasi berhubungan dengan cara melaksanakan kebijakan, implementator harus mengetahui apa yang harus mereka lakukan disaat mereka diberi perintah untuk melaukan tindakan

(9)

3) Disposisi

Menurut George C Edward III disposisi merupakan sikap dari pelkasana kebijakan adalah faktor penting ketigab dalam pendekatan mengenai pelaksanaan suatu kebijakan publik. Jika pelaksanaan suatu kebijakan ingin efektif, maka para pelkasana kebijakan tidak hanya harus mengetahui apa yang akan dilakukan tetapi juga harus memiliki kemampuan untuk melaksanakannya, sehingga dalam praktiknya tidak terjadi bias.

4) Struktur Birokrasi

Menurut Edward III, yang mempengaruhi tingkat keberhasilan implementasi kebijakan publik adalah struktur birokrasi. Walaupun sumber-sumber untuk melaksanakan suatu kebijakan mengetahui apa yang seharusnya dilakukan, dan mempunyai keinginan untuk melaksanakan suatu kebijakan, kemungkinan kebijakan tersebut tidak dapat terlaksana atau terealisasi karena terdapatnya kelemahan dalam stuktur birokrasi. Kebijakan yang begitu kompleks menuntut adanya kerjasama banyak orang, ketika struktur birokrasi tidak kondusif pada kebijakan yang tersedia, maka hal ini akan menyebagiankan sumberdaya-sumberdaya menjadi tidak efektif dan menjadi penghambat jalannya kebijakan. Birokrasi sebagai pelaksana sebuah kebijakan yang telah diputuskan secara politik dengan jalan melakukan koordinasi dengan baik.

Kemudian menurut Hogwood dan Gunn yang dikutip oleh Wahab (1997:71) dalam bukunya “Analisis Kebijakan dari Formulasi ke Implementasi Kebijaksanaan Negara” menyebutkan bahwa syarat-syarat kebijaksanaan negara secara sempurna, sebagai berkut:

1) Kondisi eksternal tidak menimbulkan kendala yang serius

2) Tersedianya waktu

3) Tersedianya sumber-sumber

4) Kebijakan didasari oleh hubungan kausalitas 5) Hubungan kausalitas bersifat langsung dan sedikit

(10)

6) Hubungan saling ketergantungan harus kecil 7) Pemahaman yang mendalam dan kesepakatan

terhadap tujuan

8) Tugas terperinci dan penempatan yang tepat 9) Komunikasi dan koordinasi yang sempurna

10) Pihak yang memiliki kewenangan dapat menuntut dan mendapatkan kepatuhan yang sempurna 3. Tahap-Tahap kebijakan

Proses pembuatan kebijakan merupakan proses yang kompleks karena melibatkan banyak proses maupun variabel yang harus dikaji. Oleh Karena itu beberapa ahli politik yang menaruh minat untuk mengkaji kebijakan publik membagi proses-proses penyusunan kebijakan publik ke dalam beberapa tahap. Tujuan pembagian seperti ini adalah untuk memudahkan kita di dalam mengkaji kebijakan publik. Namun demikian, beberapa ahli mungkin membagi tahap-tahap ini dengan urutan yang berbeda.

a. Tahap penyusunan agenda

Para pejabat yang dipilih dan diangkat menempatkan pada agenda publik. Sebelumnya masalah-masalah ini berkompetisi terlebih dahulu untuk dapat masuk ke dalam agenda kebijakan. Pada akhirnya, beberapa masalah mungkin tidak di sentuh sama sekali dan beberapa yang lain pembahasan untuk masalah tersebut ditunda untuk waktu yang lama.

b. Tahap formulasi kebijakan

Masalah yang telah masuk ke agenda kebijakan kemudian dibahas oleh para pembuatan kebijakan. Masaah-masalah tadi

(11)

didefinisikan untuk kemudian dicari pemecahan masalah terbaik. Pemeacahan masalah tersebut berasal dari berbagai alternatif yang ada. Sama halnya dengan perjuangan suatu masalah untuk masuk kedalam agenda kebijakan, dalam tahap perumusan kebijakan masing-masing alternative bersaing untuk dapat dipilih sebagai kebijakan yang diambil untuk memecahkan masalah. Pada tahap ini, masing-masing aktor akan “bermain” untuk mengusulkan pemecahan masalah terbaik.

c. Tahap adopsi kebijakan

Dari sekian banyak alternatif kebijakan yang ditawarkan oleh para perumus kebijakan, pada akhirnya salah satu dari alternatif kebijakan tersebut diadopsi dengan dukungan dari mayoritas legislatif, consensus antara direktur lembaga atau keputusan peradilan.

d. Tahap implementasi kebijakan

Suatu program kebijakan hanya akan menjadi catatan elit, jika program tersebut tidak diimplentasikan. Oleh karena itu, program kebijakan yang telah diambil sebagai alternatif pemecahan masalah harus diimplementasikan, yakni dilaksanakan oleh badan-badan administrasi maupun agen-agen pemerintah di tingkat bawah. Kebijakan yang telah diambil dilaksanakan oleh unit-unit administrasi yang memobilisasikan sumber daya finansial dan manusia. Pada tahap implemantasi ini berbagai kepentingan akan saling bersaing. Beberapa implementasi kebijakan mendapat dukungan para pelaksana, namun beberapa yang lain mungkin akan ditentang oleh para pelaksana.

(12)

e. Tahap penilaian kebijakan

Pada tahap ini kebijakan yang telah dijalankan akan dinilai atau di evaluasi untuk melihat sejauh mana kebijakan yang telah dibuat mampu memecahkan masalah. Kebijakan publik pada dasarnya dibuat untuk meraih dampak yang diinginkan. Dalam hal ini memperbaiki masalah yang dihadapi masyarakat. Oleh karena itu, ditentukanlah ukuran-ukuran atau kriteria-kriteria yang menjadi dasar untuk menilai apakah kebijakan publik telah meraih dampak yang diinginkan.

4. Model Pendekatan Implementasi Kebijakan

Berikut ini beberapa model pendekatan impelementasi kebijakan publik, yaitu :

a. Model Metter dan Horn.

Model yang dikembangkan oleh Metter dan Horn dikenal dengan istilai “a model of the policy implementation”. Ada 6 variabel yang mempengaruhi kinerja kebijakan publik :

1. Ukuran dan Tujuan Kebijakan 2. Sumber Daya

3. Karakteristik Agen Pelaksana

4. Sikap/Kencenderungan (dispostition) para pelaksana 5. Komunikasi Antarorganisasi dan Aktivitas Pelaksana 6. Lingkungan Ekonomi, social dan politik

(13)

b. Model Mazmanian dan Sabatier

Model ini dikenal dengan istilah “ a framework for policy implementation analysis”, mereka menekankan pentingnya kemampuan mengidentifikasikan variable yang mempengaruhi tujuan formal dari seluruh proses implementasi. Ada 3 variabel yang mempengaruhi tujuan formal kebijakan publik :

1. Mudah atau tidaknya masalah yang akan digarap, meliputi : Kesukaran-kesukaran teknis

Keberagaman perilaku yang diatur

Presentase totalitas penduduk yang tercakup dalam kelompok sasaran

Tingkat dan ruang lingkup perubahan perilaku yang dikehendaki

2. Kemampuan kebijakan menstruktur proses implementasi secara tepat

Kecermatan dan kejelasan penjenjangan tujuan-tujuan resmi yang akan dicapai

Keterandalan teori kausalitas yang diperlukan Ketetapan alokasi sumberdana

Keterpaduan hirarki di dalam lingkungan dan diantara lembaga-lembaga atau isntansi-isntansi pelaksana

(14)

Kesepakatan para pejabat terhadap tujuan yang termaktub dalam undang-undang

Akses formal pihak-pihak luar

3. Variabel-variabel diluar undang-undang yang mempengaruhi impelemntasi

Kondisi social-ekonomi dan teknologi Dukungan public

Sikap dan sumber-sumber yang dimiliki kelompok masyarakat Kesepakatan dan kemampuan kepemimpinan para [ejabat

pelakana c. Model Edward III.

Model yang ditawarkan dikenal dengan “direct and indirect impact on implementation”. Ada 4 variabel yang menetukan keberhasilan impelentasi kebijakan publik :

1. Komunikasi : Transmisi, kejelasan dan konsistensi. 2. Sumberdaya : Staf, Informasi, Wewenang dan Fasilitas 3. Disposisi : Pengangkatan birokrat dan insentif

4. Struktur birokrasi : Kondusif, Kerjasama, Koordinasi, Standar Operating Sistem dan Fragmentasi

d. Model Grindle

Model yang dikembangkan dikenal dengan istilah “impelentation as a political and administrative process” menurut grindel ada dua variable yang mempengaruhi implementasi kebijakan

(15)

publik. Keberhasilan implementasi suatu kebijakan dapat diukur dari proses pencapaian hasil akhir, yaitu tercapai atau tidaknya tujuan yang ingin diraih, dimana keberhasilan tersebut dapat dilihat dari dua hal :

1. Dilihat dari prosenya, dengan mempertanyakan apakah pelaksanaan kebijakan sesuai dengan yang ditentukan dengan merujuk pada aksi kebijakannya.

2. Apakah tujuan kebijakan tercapai, dimensi ini diukur dengan dua faktor, yaitu :

Impak atau efeknya pada masyarakat secara individu dan kelompok

Tingkat perubahan yang terjadi serta penerimaan kelompok sasaran dan perubahan yang terjadi

Keberhasilan suatu Implementasi Kebijakan Publik, juga amat ditentukan oleh tingkat implementability kebijakan itu sendiri, yang terdiri atas :

1. Content of policy (isi/substansi kebijakan)

Interest affected (kepentingan-kepentingan yang mempengaruhi)

Type of benefits (tipe manfaat)

Extent of change envision (derajat perubahan yang ingin dicapai)

(16)

Program implementer (pelaksana program)

Resources committed (sumber-sumber daya yang digunakan) 2. Context of policy

Power, interest, and strategy of actor involved (kekuasaan, kepentingan-kepentingan, dan strategi dari actor yang terlibat) Institution and regime characteristic (karakteristik lembaga

dan rezim yang berkuasa)

Compliance and responseveness (tingkat kepatuhan dan adanya respon dari pelaksana)

C. Efektivitas Penerimaan Pajak dan Indikator Efektivitas 1. Efektivitas Penerimaan Pajak

Setiap organisasi menginginkan agar semua pegawai dapat bekerja sesuai dengan program kerja yang telah ditetapkan dan dapat tercapai tepat pada waktu yang telah ditentukan. Hasil pekerjaan yang dicapai sesuai dengan yang telah ditargetkan adalah efektif karean keberhasilan suatu organisasi pada umumnya diukur dengan efektivitas.

Kemudian Steer (1994:12) dalam bukunya “Efektivitas Organisasi” memberikan batasan pengertian efektivitas sebagai berikut:

Efektivitas adalah pengukuran dalam artian sejauhmana organisasi melaksanakan tugasnya atau mencapai semua sasaran dilihat dari jumlah, kualitas dari jasa yang dihasilkan berdasarkan waktu yang telah ditentukan.

Pada dasarnya efektivitas itu adalah suatu pekerjaan yang dilakukan secara tepat waktu dan tepat sasaran. Kemudian Siagian

(17)

(1997:151) dalam bukunya “Organisasi Kepemimpinan dan Perilaku Administrasi” mengemukakan sebagai berikut:

Efektivitas yaitu penyelesaian pekerjaan tepat pada waktu yang telah ditetapkan. Artinya, apakah pelaksanaan suatu tugas dinilai dengan baik atau tidak sangat tergantung pada bilamana tugas tersebut diselesaikan, dan tidak terutama menjawab pertanyaan bagaimana cara melaksanakannya dan berapa biaya yang dikeluarkan untuk itu.

Peneliti juga kemudian menjelaskan pula mengenai efektivitas suatu organisasi yang menurut Robbins yang dikutip oleh Tika dalam bukunya “Budaya Organisasi dan peningkatan Kinerja Perusahaan” (2005:129), menjelaskan bahwa “Efektivitas sebagai tingkat pencapaian organisasi jangka pendek dan jangka panjang.”

Menurut Schein yang dikutip oleh Tika (2005:129) dalam bukunya “Budaya Organisasi dan peningkatan Kinerja Perusahaan”, mengemukakan bahwa: “Efektivitas organisasi adalah kemampuan untuk bertahan, menyesuaikan diri, memelihara diri dan tumbuh, lepas dari fungsi tertentu yang dimilikinya.”

Dari definisi-definisi diatas dapat disimpilkan bahwa efektivitas adalah suatu keadaan yang dicapai oleh organisasi dalam upaya mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

2. Indikator Efektivitas Penerimaan Pajak

Mengingat keanekaragaman pendapat mengenai sifat dan komposisi dari efektivitas pada suatu organisasi, maka tidaklah mengherankan jika terdapat sekian banyak pertentangan pendapat

(18)

sehubungan dengan cara-cara meningkatkan efektivitas kerja ini dalam suatu organisasi.

Adapun ukuran-ukuran untuk mengukur efektivitas, Siagian (1997:153) mengemukakan ukuran-ukuran Efektivitas sebagai berikut:

1) Ukuran waktu, yaitu berapa lama seseorang yang membutuhkan jasa untuk memperolehnya

2) Ukuran harga dalam arti berapa besar biaya yang harus yang dikeluarkan untuk memperoleh jasa yang dibutuhkannya itu

3) Ukuran nilai-nilai sosial budaya dalam arti cara penghasil jasa menyampaikan produknya kepada klientelenya

4) Ukuran ketelitian yang menunjukan apakah jasa yag diberikan akurat atau tidak.

Selain itu, menurut Steer (1985:206) dalam bukunya “Efektivitas Organisasi” mengemukakan kriteria untuk mengukur efektivitas sebagai berikut:

1) Keseluruhan Prestasi 2) Produktivitas

3) Kepuasan kerja Pegawai 4) Kemampuan Berlaba 5) Pencarian Sumber Daya

Peneliti juga mengungkapkan ukuran-ukuran untuk mengukur efektivitas, Dharma (1991:46) mengemukakan ukuran-ukuran Efektivitas sebagai berikut:

1) Standar waktu, yaitu merupakan pengukuran ketepatan waktu untuk jenis khusus pengukuran kuantitatif yang menentukan ketepatan waktu penyelesaian suatu pekerjaan.

2) Jumlah hasil kerja, yaitu jumlah kerja merupakan pengukuran kuantutatif melibatkan perhitungan keluaran dari proses atau pelaksanaan kegiatan. Hal ini berkaitan dengan jumlah keluaran yang dihasilkan.

3) Mutu hasil kerja, yaitu merupakan pengukuran kualitatif keluaran mencerminkan pengukuran ketidakpuasan yaitu

(19)

seberapa baik penyelesaian hal ini berkaitan dengan bentuk keluaran.

Berdasarkan pembahasan diatas dapat diketahui bahwa kegiatan organisasi dalam hal ini adalah dalam menghimpun penerimaan Pajak Parkir dapat memaksimalkan hasil dengan meminimalkan biaya yang dikeluarkan jika pelaksanaan pekerjaan dapat dilaksanakan sesuai dengan waktu yang ditetapkan dan harus pula mempetimbangkan produktivitas kerja dalam artian kemampuan memperoleh manfaat sebesar-besarnya dari sarana dan prasarana yang tersedia dengan menghasilkan output yang maksimal.

D. Pajak Parkir

Penyelenggaraan otonomi daerah telah memberikan keleluasaan kepada daerah untuk menyelenggarakan pemerintahan di daerah. Pemerintah daerah diberi kewenangan untuk menggali berbagai potensi daerah bagi penyelenggaraan pemerintahan di daerah dan pembiayaan bagi pembangunan daerah.

Pajak Derah adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau Badan kepada Daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah daerah.

Menurut Siahaan (2005:7) dalam bukunya “Pajak Daerah dan Retribusi Daerah”, sebagai berikut:

(20)

Pajak adalah pungutan dari masyarakat oleh negara (pemerintah) berdasarkan undang-undang yang bersifat dapat dipaksakan dan terutang oleh yang wajib membayarnya dengan tidak mendapat prestasi kembali (kontra prestasi/balas jasa) secara langsung, yang hasilnya digunakan untuk membiayai pengeluaran negara dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan.

Berdasarkan hal tersebut di atas, dapat dikatakan definisi tempat parkir adalah sejenis usaha yang menyediakan fasilitas tempat penitipan kendaraan bermotor, dan dikelola secara komersial. Tempat parkir merupakan salah satu objek pajak Daerah. Pajak Daerah khususnya Pajak Parkir dapat mencapai target atau efektivitas jika dikelola oleh Pemerintah Daerah, berdasarkan aspek-aspek yang mempengaruhi implementasi kebijakan.

Pengenaan pajak parkir tidak mutlak ada pada seluruh daerah kabupaten atau kota. Hal ini berkaitan dengan kewenangan yang diberikan kepada pemerintah kabupaten atau kota untuk mengenakan atau tidak mengenakan suatu jenis pajak kabupaten atau kota. Oleh karena itu, untuk dapat dipungut dalam suatu daerah kabupaten atau kota, pemerintah daerah harus terlebih dahulu menertibkan peraturan daerah tentang pajak parkir yang akan menjadi landasan hukum operasional alam teknis pelaksanaan pengenaan dan pemungutan pajak parkir di daerah kabupaten atau kota yang bersangkutan

Pada pajak parkir yang menjadi subjek pajak adalah orang pribadi atau badan yang melakukan pembayaran atas tempat parkir. Pajak parkir dibayar oleh pengusaha yang menyediakan tempat parkir dengan dipungut bayaran. Pengusaha tersebut secara otomatis ditetapkan sebagai wajib pajak yang harus

(21)

membayar Pajak Parkir yang terutang. Dengan demikian pada Pajak Parkir subjek pajak dan wajib pajak tidak sama. Konsumen yang menggunakan tempat parkir merupakan subjek pajak yang membayar (menanggung) pajak, sedangkan pengusaha yang menyediakan tempat parkir dengan dipungut bayaran bertindak sebagai wajib pajak yang diberi kewenangan untuk memungut pajak dari konsumen (subjek pajak)

Objek Pajak Parkir adalah penyelenggaraan tempat parkir di luarbadan jalan, baik yang disediakan berkaitan dengan pokok usaha maupun yang disediakan sebagai suatu usaha, termasuk penyediaan tempat penitipan kendaraan bermotor dan garasi kendaraan bermotor yang memungut bayaran. Ada beberapa pengecualian yang tidak termasuk objek pajak, yaitu:

a. Penyelenggaraan tempat parkir oleh pemerintah pusat dan pemerintah Daerah. Penyelenggaraan tempat parkir oleh BUMN dan BUMD;

b. Penyelenggaraan parkir oleh kedutaan, konsulat, perwakilan negara asing, dan perwakilan lembaga-lembaga internasional dengan asas timbal balik. Ketentuan tentang pengecualian pajak parkir bagi perwakilan lembaga-lembaga internasional berpedoman kepada keputusan Menteri Keuangan; dan

c. Penyelenggaraan tempat parkir lainnya yang diatur dengan peraturan daerah, antara lain penyelenggaraan tempat parkir di tempat peribadatan dan sekolah serta tempat-tempat lainnya yang diatur lebih lanjut oleh bupati/walikota.

(22)

Dasar pengenaan Pajak Parkir adalah jumlah pembayaran atau yang seharusnya dibayar untuk pemakaian tempat parkir, berdasarkan klasifikasi tempat parkir, daya tampung dan frekuensi kendaraan bermotor, dimana tarif pajak parkir dikenakan sebesar 20%. Apabila Wajib Pajak tidak membayar atau kurang bayar setelah lewat waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak surat ketetapan pajak diterima maka dikenakan sanksi sebesar 2% setiap bulan.

Selebihnya dasar hukum mengenai pemungutan Pajak Parkir pada suatu kabupaten atau kota biasanya diatur lebih lanjut dan terperinci dalam Peraturan daerah Kabupaten/Kota yang mengatur tentang Pajak daerah dan Keputusan Bupati/Walikota yang mengatur tentang Pajak Parkir sebagai aturan pelaksanaan peraturan daerah tentang Pajak Parkir pada Kabupaten/Kota dimaksud.

E. Keterkaitan Implementasi Kebijakan dengan Efektivitas Penerimaan Pajak Parkir

Seperti yang telah dibahas pada Bab I mengenai keterkaitan antara Implementasi Kebijakan Pajak Parkir dengan Efektivitas Peneriman Pajak bahwa implementasi kebijakan haruslah menampilkan keefektivan dari kebijakan itu sendiri, dan disini kita berbicara tentang keefektivan Implementasi Kebijakan.

Implementasi kebijakan pada prinsipnya adalah cara agar sebuah kebijakan dapat mencapai tujuannya. Implementasi Kebijakan sangat menentukan apakah suatu organisasi akan berhasil atau gagal dalam

(23)

mencapai tujuan atau sasaran yang telah digariskan dalam kebijakan tersebut sebelumnya. Keterkaitan antara Implementasi Kebijakan dengan Efektivitas Peneriman Pajak disampaikan oleh Nugroho (2003:179) dalam bukunya “Kebijakan Publik Formulasi, Implementasi dan Evaluasi” sebagai berikut”

Jadi, memang tidak ada model pilihan yang terbaik. Yang kita miliki adalah pilihan-pilihan model yang harus kita pilih secara bijaksana sesuai dengan kebutuhan dan kebijakannya sendiri. Namun ada satu hal yang paling penting, yakni implementasi kebijakan haruslah menampilkan keefektivan dari kebijakan itu sendiri. Disini kita berbicara tentang keefektivan Implementasi Kebijakan.

Berdasarkan pada teori keterkaitan di atas, maka peneliti dapat mengemukakan bahwa secara konseptual Implementasi Kebijakan memiliki keterkaitan yang signifikan dengan Efektivitas Penerimaan.

Menurut Nugroho (2004:179) dalam bukunya “Kebijakan Publik Formulasi, Implementasi dan Evaluasi” bahwa pada prinsipnya ada “empat tepat” yang perlu dipenuhi dalam hal keefektivan Implementasi Kebijakan. Pertama, adalah apakah kebijakannya sendiri sudah tepat. Ketepatan kebijakan ini dinilai dari ejauh mana kebijakan yang ada telah bermuatan hal-hal yang memang memecahkan masalah yang hendak dipecahkan.

“Tepat” yang kedua adalah “tepat pelaksananya”. Ada tiga lembaga yang dapat menjadi pelaksana, yaitu pemerintah, kerjasama pemerintah – masyarakat/swasta, atau implementasi kebijakan yang diswastakan.

“Tepat”, ketiga adalah “tepat Target”. Ketepatan berkenaan dengan tiga hal. Pertama, apakah target yang diintervensi sesuai dengan yang

(24)

direncanakan, apakah tidak ada tumpang tindih dengan intervansi lain, atau tidak bertentangan dengan intervensi kebijakan lain.

“Tepat” keempat adalah “tepat lingkungan”. Ada dua lingkungan yang paling menentukan, yaitu lingkungan kebijakan sebagai lingkungan internal, yaitu interaksi diantara lembaga perumus kebijakan dengan lembaga lain yang terkait yang disebut sebagai variabel endogen. Lingkungan kedua adalah lingkungan eksternal kebijakan yang disebut variabel elsogen yang terdiri dari public opinion yaitu persepsi publik akan kebijakan dan implementasi kebijakan, interpretive instutions yang berkenaan dengan interpretasi dari lembaga-lembaga strategis dalam masyarakat, dan individuals yaitu individu-individu tertentu yang mampu memainkan peran penting dalam menginterpretasikan kebijakan dan implementasi kebijakan.

Berdasarkan pada teori keterkaitan di atas, maka peneliti dapat mengemukakan bahwa secara konseptual Implementasi Kebijakan memiliki keterkaitan yang signifikan dengan Efektivitas.

Lebih lanjut untuk mengetahui keterkaitan implementasi kebijakan dengan target penerimaan pajak akan Peneliti gambarkan dalam bentuk pendekatan sistem yang tersaji pada gambar 2.1 :

(25)
(26)
(27)

Penjelasan :

1. Input (masukan)

Adalah suatu masukan dalam suatu sistem pendekatan yang dapat dijadikan suatu bahan yang berguna untuk tercapainya suatu tujuan yang dikehendaki. Implementasi Kebijakan Pajak Parkir merupakan input bagi tercapainya Efektivitas penerimaan pajak parkir secara optimal dimana terdapat dua landasan yang mendukung terhadap Implementasi Kebijakan Pajak Parkir tersebut. Landasan-landasan tersebut adalah:

a. Landasan Teoritis, dimana landasan ini menyatakan bahwa Implementasi kebijakan adalah aktivitas-aktivitas yang dilakukan untuk melaksanakan suatu kebijakan secara efektif.

b. Landasan Praktis, dimana Implementasi Kebijakan Pajak Parkir ini tertuang dalam suatu prodak kebijakan yaitu Peraturan daerah Kota Bandung no 05 tahun 2004 tentang pajak parkir.

2. Process (proses)

Di dalam proses ini, sumber-sumber dalam input diupayakan untuk dapat meningkatkan efektivitas penerimaan pajak parkir yang berdasarkan pada variabel-variabel implementasi kebijakan, yang terdiri dari : Komunikasi, Sumberdaya, Disposisi, dan Struktur Birokrasi. sehingga target pajak parkir dapat tercapai.

3. Out put (keluaran)

Hasil dari proses adalah berupa penerimaan pajak parkir pada Dinas Pendapatan Daerah Kota Bandung dapat dilakukan secara efektif.

(28)

Variabel-variabel implementasi kebijakan yang dilakukan dengan baik menyebabkan target pajak parkir dapat tercapai.

2. Outcomes

Terjadi peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) di Kota Bandung karena Pajak Parkir sebagai salah sumber dari PAD dalam pengimplementasiannya telah dilaksanakan secara efektif yang menyebabkan tercapainya target penerimaan Pajak Parkir.

3. Feed back (umpan balik)

Dengan memperbaiki kekurangan pada Implementasi Kebijakan Perda Nomor 05 Tahun 2004 diharapkan dapat memberikan umpan balik atau masukan terhadap efektivitas penerimaan pajak parkir berupa perbaikan kembali mngenai sosialisasi terhadap wajib pajak dan pemetaan ulang kembali mngenai tempat-tempat parkir yang ada di Kota Bandung sehingga tujuan dari implementasi kebijakan pajak parkir yaitu target penerimaan pajak parkir dapat tercapai.

Referensi

Dokumen terkait

Edukasi pada program acara Asyik Belajar Biologi dalam Mata Pelajaran. IPA

Prosesor atau yang sering disebut dengan CPU (Central Processor Unit ) selalu menjadi bagian wajib bahkan sangat penting di setiap device smartphone, Karena dia adalah pusat atau

Sesuai dengan kriteria diterima atau ditolaknya hipotesis maka dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa menerima hipotesis yang diajukan terbukti atau dengan kata lain variabel

Melalui identi- fikasi awal hambatan melaluipembelajaran bersama dengan guru PAUD Gugus 11 Arjowinangun untuk menemukenali faktor kegagalan pemahaman pada K13 PAUD dari

Karakteristik substrat maupun sedimennya pada Kawasan Pantai Ujong Pancu sendiri memiliki karateristik sedimen yang didominasi oleh pasir halus dimana pada

Permasalahan yang cenderung dihadapi oleh pemerintah maupun masyarakat dalam kaitannya dengan pemanfaatan sumberdaya air meliputi ; (1) adanya kekeringan di musim kemarau

Sampel adalah bagian dari populasi yang dianggap mewakili untuk dijadikan sumber data atau subjek penelitian (Setiadi, 2010:39-40), proses penentuan sampel dari sejumlah

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kualitas pelayanan dan citra terhadap kepuasan masyarakat dalam pembuatan Surat Izin Mengemudi (SIM) Di