• Tidak ada hasil yang ditemukan

REKOMENDASI PEMASANGAN PENYANGGA TAMBANG BAWAH TANAH TERHADAP FAKTOR KEAMANAN DAN STAND UP TIME DENGAN METODE ROCK MASS RATING (RMR) DI TAMBANG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "REKOMENDASI PEMASANGAN PENYANGGA TAMBANG BAWAH TANAH TERHADAP FAKTOR KEAMANAN DAN STAND UP TIME DENGAN METODE ROCK MASS RATING (RMR) DI TAMBANG"

Copied!
122
0
0

Teks penuh

(1)

BATUBARA CV. AIR MATA EMAS, KECAMATAN TALAWI KOTA SAWAHLUNTO, PROVINSI SUMATERA BARAT

TUGAS AKHIR

Disusun Untuk Meraih Gelar Sarjana Teknik Pertambangan

Oleh :

RANA LASIERA 1410024427121

TEKNIK PERTAMBANGAN YAYASAN MUHAMMAD YAMIN

SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI INDUSTRI ( STTIND ) PADANG

(2)

Nama : Rana Lasiera

NPM : 1410024427121

Pembimbing 1 : Refky Adi Nata, ST., MT Pembimbing 2 : Ahmad Fadhly, ST ., MT

ABSTRAK

Dijumpai kekar disekitar terowongan, selain itu perusahaan mengalami kendala dalam menentukan waktu yang tepat untuk pemasangan peyangga, dan juga belum diketahuinya nilai faktor keamanan Metode yang digunakan adalah Rock mass rating. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis kualitas massa batuan dengan menggunakan metode Rock Mass Rating (RMR), nilai Faktor Keamanan (FK) terowongan, dan penggunaan software Phase2 version 6.0 untuk menentukan Faktor Keamanan pada terowongan. Pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan observasi lapangan dan pengujian laboratorium. Metode penyelesaian masalah dalam penelitian ini berdasarkan klasifikasi massa batuan dari Bieniawski (1989) yaitu Rock Mass Rating (RMR) yang terdiri dari kuat tekan batuan (UCS), rock quality designation (RQD), jarak kekar, kondisi kekar, kondisi air tanah, dan orientasi kekar. Hasil RMR berdasarkan parameter diatas menjelaskan batubara memiliki raiting 46 dan batupasir memiliki raiting 68. Analisis Faktor Keamanan CV. AME didapatkan nilai dari strength factor sebesar 1,04. Dan untuk stand up time pada batubara yaitu 1 minggu untuk span 2 m dan batupasir bertahan 1 tahun dengan span 6 m. Hasil faktor keamanan masuk kategori krisis atau tidak stabil ini menunjukan bahwa tunnel CV. AME harus dilakukan pemasangan penyangga.

Kata Kunci : Rock mass raiting (RMR), Faktor Keamanan, Stand Up Time

(3)

Name: Rana Lasiera NPM: 1410024427121

Advisor 1: Refky Adi Nata, ST., MT Advisor 2: Ahmad Fadhly, ST., MT

ABSTRACT

Underground mining is a mining method in which all mining activities or activities are carried out under the earth's surface. Underground mining is identical to the risk of subsidence caused by the reduced carrying capacity of the soil due to excavation. Excavation of the opening hole will result in disruption of the stability of the area. The purpose of this study was to analyze the quality of rock mass using the Rock Mass Raiting (RMR) method, the value of tunnel safety factor, and the use of Phase2 version 6.0 software to determine the safety factor of the tunnel. Data collection in this study uses field observations and laboratory testing. The problem solving method in this study is based on the rock mass classification from Bieniawski (1989), namely Rock Mass Raiting (RMR) which consists of rock compressive strength (UCS), Rock Quality Designation (RQD), muscular distance, burly conditions, burly conditions, groundwater conditions, and stocky orientation. RMR results based on the parameters above explain coal has a raiting of 46 and sandstone has a raiting of 68. Safety Factor Analysis CV. AME obtained a value of strength factor of 1.04. And for stand-up time in coal which is 1 week to span 2 m and sandstones last 1 year with a span of 6 m. The results of safety factors included in the crisis or unstable category indicate that the tunel CV. AME must be mounted buffer.

(4)

i

` KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT karena atas berkah dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini tepat pada waktunya. Dalam menyelesaikan tugas akhir ini penulis dimotivasi dan dibantu oleh berbagai pihak, oleh karena itu dalam kesempatan ini, penulis dengan setulus hati mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Dr. Murad, Ms, MT selaku Ketua Prodi Teknik Pertambangan Sekolah Tinggi Teknologi Industri (STTIND) Padang.

2. Bapak Refky Adi Nata ,ST, MT selaku dosen pembimbing I dalam penulisan Skripsi ini.

3. Bapak Ahmad Fadhly, ST, MT selaku dosen pembimbing II dalam penulisan Skripsi ini.

4. Seluruh staf dan karyawan/karyawati Sekolah Tinggi Teknologi Industri (STTIND) Padang,

5. Seluruh Staf dan karyawan/karyawati CV. Air Mata Emas.

6. Teman-teman Mahasiswa STTIND padang yang tidak bisa disebutkan namanya satu persatu.

7. Teristimewa untuk kedua orang tua ku, bapak ERNADI yang selalu berjuang untuk ku tanpa lelah mendidik untuk menjadi anak yang berguna bagi keluarga dan orang lain, dan anak yang selalu menyayangi kakak dan adek-adeknya. Ibu FATIMAH, ibu yang selalu menyayangi anak-anaknya dengan sepenuh hati, ibu yang selalu ada disaat anak-anaknya tak kala butuh sandaran dan pelukan seorang ibu disaat anaknya sedang ada masalah. Kakak dan adek-adek ku Moyerna, Monica Gustiana, Meysi Brenda, Aqilla Franaja. 8. Khusus teman-teman seperjuangan, M.Adryansyah, Rifky Gusrahman, Arif

Budiman si sutradara, Muhammad Syukri, Deky Harsenda, Teguh Ken Alif si tukang bacot, Pandri Rivando, Dian Febri Yance, Muhammad Rian, Riyan, Dirga Leonal, Muhammad Latief, Marlan, Kevin, Sandy Bule, Ivan, dan yang paling istimewa Wulan Sara Chan.

(5)

ii

Dalam penulisan tugas akhir ini penulis menyadari masih jauh dari kesempurnaan dikarenakan kemampuan penulis yang sangat terbatas. Walaupun demikian penulis telah berusaha semaksimal mungkin dalam penyelesaian tugas akhir ini.

Maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari seluruh pihak demi kesempurnaan tugas akhir ini.

Padang, Desember 2019

(6)

iii

DAFTAR ISI

Halaman KATA PENGANTAR ... I DAFTAR ISI ... II DAFTAR GAMBAR ... III DAFTAR TABEL ... IV DAFTAR LAMPIRAN ... V

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Identifikasi Masalah ... 2 1.3 Batasan Masalah ... 3 1.4 Rumusan Masalah ... 3 1.5 Tujuan Penelitian ... 3 1.6 Manfaat Penelitian ... 3 1.7 Sistematika Penulisan ... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1 Landasan Teori ... 5

2.1.1 Tinjauan Umum Perusahaan ... 5

2.1.2 Keadaan Geologi Wilayah Penelitian ... 6

1. Keadaan Geologi ... 6 2. Morfologi ... 7 3. Endapan ... 7 4. Litologi ... 8 5. Stratigrafi Regional ... 9 2.1.3 Klasifikasi Batuan ... 12 2.1.4 Struktur Geologi ... 13

2.1.5 Sifat Fisik dan Mekanika Batuan Utuh ... 14

1. Sifat Fisik Batuan Utuh ... 14

2. Penentuan Sifat Mekanik Batuan Di Laboratorium ... 15

2.1.6 Klasifikasi Massa Batuan ... 23

(7)

iv

2.1.7 Faktor Keamanan Terowongan ... 28

2.2 Kerangka Konseptual ... 33

2.2.1 Input ... 34

2.2.2 Proses ... 34

2.2.3 Output ... 34

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 35

3.1 Jenis Penelitian ... 35

3.2 Lokasi dan waktu Penelitian ... 35

3.2.1 Lokasi Penelitian ... 35

3.2.2 Waktu Penelitian ... 35

3.3 Variabel Penelitian ... 35

3.4 Data Dan Sumber Data ... 36

3.4.1 Data ... 36

3.4.2 Sumber Data ... 36

3.5 Teknik Pengumpulan Data ... 37

3.6 Teknik Pengolahan Data ... 39

3.7 Analisis Data ... 46

3.7.1 Stand-Up Time ... 46

3.7.2 Faktor Keamanan ... 47

3.8 Kerangka Metodologi ... 54

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA ... 57

4.1 Pengumpulan Data Primer ... 57

4.1.1 Data Kekar ... 57

4.1.2 Data Uji Kuat Tekan ... 59

4.2 Pengolahaan Data ... 60

4.2.1 Rock Mass Rating (RMR) ... 60

4.2.2 Stand Up Time ... 72

4.2.3 Faktor Keamanan ... 73

BAB V ANALISA DATA ... 80

5.1 Kekuatan Massa Batuan ... 80

(8)

v 5.2 Faktor keamanan ... 83 BAB VI PENUTUP ... 84 6.1 kesimpulan ... 84 DAFTAR PUSTAKA LEMBARAN KONSULTASI

(9)

vi

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 2.1. Mekanisme pembentukan Cekungan Ombilin dan

Cekungan Sumatra Tengah akibat regangan extrados Oroklin Sunda

8

Gambar 2.2. Stratigrafi Cekungan Ombilin 10

Gambar 2.3. Model konseptual struktur dan stratigrafi Cekungan Ombilin.

12

Gambar 2.4. Tipe dan Syarat Contoh Batuan Uji Point Load Indeks (Made Astawa Rai dkk,2011)

16

Gambar 2.5. Alat Pengujian Point Load Index Laboratorium Mekanika Batuan STTIND Padang

17

Gambar 2.6.

Hubungan Stand-Up Time terhadap Roof Span dan RMR (Mekanika batuan, Rai dkk, 2011)

28

Gambar 2.7.

Nilai GSI (Geological Strength Index)

30

Gambar 2.8.

Tabel Estimasi nilai Faktor Ketergangguan (D), (Hoek-Brown, 2002)

31

Gambar 2.9. Kerangka Konseptual 34

Gambar 3.1. Langkah pertama pengolahan software Dips 41

Gambar 3.2.

Langkah ke-2 pengolahan software Dips

41

(10)

vii

Gambar 3.4. Langkah ke-4 pengolahan software Dips 42

Gambar 3.5. Langkah ke-5 pengolahan software Dips 43

Gambar 3.6. Langkah ke-6 pengolahan software Dips 43

Gambar 3.7. Langkah ke-7 pengolahan software Dips 44

Gambar 3.8. Langkah ke-8 pengolahan software Dips 44

Gambar 3.9. Langkah ke-9 pengolahan software Dips 45

Gambar 3.10. Langkah ke-10 pengolahan software Dips 45

Gambar 3.11. Langkah ke-11 pengolahan software Dips 46

Gambar 312. Software Phase2 48

Gambar 3.13. Langkah Pertama Pengolahan Data Software Phase2 48 Gambar 3.14. Langkah Ke-2 Pengolahan Data Software Phase2 49 Gambar 3.15. Langkah Ke-3 Pengolahan Data Software Phase2 49 Gambar 3.16. Langkah Ke-4 Pengolahan Data Software Phase2 50 Gambar 3.17. Langkah Ke-5 Pengolahan Data Software Phase2 50 Gambar 3.18. Langkah Ke-6 Pengolahan Data Software Phase2 51 Gambar 3.19. Langkah Ke-7 Pengolahan Data Software Phase2 51 Gambar 3.20. Langkah Ke-8 Pengolahan Data Software Phase2 52 Gambar 3.21. Langkah Ke-9 Pengolahan Data Software Phase2 52 Gambar 3.22. Langkah Ke-10 Pengolahan Data Software Phase2 53

(11)

viii

Gambar 3.23. Langkah Ke-11 Pengolahan Data Software Phase2 53

Gambar 3.23. Kerangka Metodologi 54

Gambar 4.1 Alat Uji Point Load Index (PLI) 59

Gambar 4.2 Hasil Diagram Rosette Untuk Batubara CV. AME 69

Gambar 4.3 Hasil Diagram Rosette Untuk Batupasir CV. AME 71

Gambar 4.4 Grafik Stand Up Time 73

Gambar 4.5 Bentuk Lubang CV. AME 78

Gambar 4.6 Sigma 1 79

Gambar 4.7 Sigma 3 79

(12)

ix

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1. Persamaan hubungan kuat tekan dengan PLI untuk berbagai batuan dari berbagai peneliti. (Made Astawa Rai dkk,2011)

21

Tabel 2.2. Klasifikasi Parameter Dan Pembobotan (Made Astawa Rai dkk,2011)

24

Tabel 2.3. Panduan Untuk Klasifikasi Bidang Kekar (Made Astawa Rai dkk,2011)

25

Tabel 2.4. Pengaruh Orientasi Kekar Dalam Pembuatan Terowongan Dan Penggalian Bieniawski, 1989: Fowell & Johnson, 1991 (Made Astawa Rai dkk,2011)

26

Tabel 2.5. RMR- B Peubah Bobot Orientasi Kekar (Made Astawa Rai dkk,2011)

26

Tabel 2.6. RMR - C Kelas Massa Batuan Menurut Bobot Total (Made Astawa Rai dkk,2011)

27

Tabel 2.7. RMR - D Arti Kelas Massa Batuan (Made Astawa Rai dkk,2011)

27

Tabel 2.8. Nilai mi untuk batuan utuh (Hoek-Brown, 2002) 32

Tabel 3.1. Nilai parameter Uji Kuat Tekan batuan (Bieniawski, 1989)

39

(13)

x

Tabel 4.2 Kondisi Kekar BatuPasir 58

Tabel 4.3 Sampel Batubara 59

Tabel 4.4 Sampel BatuPasir 60

Tabel 4.5 Sampel Batuan Beserta Ukurannya 60

Tabel 4.6 Nilai UCS Sampel Batuan 61

Tabel 4.7 Kekuatan Material Batuan Utuh 62

Tabel 4.8 Kualitas dan bobot batuan berdasarkan nilai RQD 63 Tabel 4.9 Kualitas Dan Bobot Batubara Berdasarkan Nilai RQD 63 Tabel 4.10 Kualitas Dan Bobot Batupasir Berdasarkan Nilai RQD 64

Tabel 4.11 Jarak Kekar Untuk Batubara 64

Tabel 4.12 Bobot Jarak Antar Kekar 65

Tabel 4.13 Jarak Kekar Untuk Batupasir 65

Tabel 4.14 Bobot Jarak Antar Kekar 65

Tabel 4.15 Kondisi kekar di lapangan untuk batubara 66

Tabel 4.16 Total Bobot Kekar Batubara 66

Tabel 4.17 Kondisi kekar di lapangan untuk batupasir 67

Tabel 4.18 Total Bobot Kekar Batupasir 68

Tabel 4.19 Kondisi Air Tanah (Bieniawski , 1989) 68

Tabel 4.20 Nilai Strike Dan Dip Batubara 69

Tabel 4.21 Pengaruh Orientasi Kekar Dalam Pembuatan Terowongan dan Penggalian

70

Tabel 4.22 Peubah Bobot Orientasi Kekar 70

(14)

xi

Tabel 4.24 Nilai Strike dan Dip Batupasir 71

Tabel 4.25 Pengaruh Orientasi Kekar Dalam Pembuatan Terowongan dan Penggalian

72

Tabel 4.26 Peubah Bobot Orientasi Kekar BatuPasir 72

Tabel 4.27 Total Bobot 6 Parameter RMR untuk batupasir 72 Tabel 4.28 Data Dimensi Terowongan Lubang Tambang CV. AME 73 Tabel 4.29 Kelas Massa Batuan Menurut Bobot Total

Untuk Dua Jenis Batuan

74

(15)

xii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran I Struktur Organisasi CV. Air Mata Emas

Lampiran II Peta Geologi CV. Air Mata Emas Lampiran III Peta Kontur CV. Air Mata Emas Lampiran IV Peta Rencana Penambangan Tahun

2019 CV. Air Mata Emas

Lampiran V Peta Izin Usaha Pertambangan (IUP) CV. Air Mata Emas

Lampiran VI Data Pengujian Point Load Index Batuan

Lampiran VII Data Rock Mass Rating Lampiran VIII Dokumentasi Lapangan

(16)

5

CV. Air Mata Emas (CV. AME) merupakan salah satu perusahaan swasta lokal yang bergerak dibidang pertambangan batubara, dengan menggunakan 2 metode penambangan yaitu tambang terbuka dan tambang bawah tanah. Pada tambang terbuka kegiatan penambangannya menggunakan metode open cut-backfiling dan metode penambangan bawah tanahnya menggunakan long wall dan room and pillar. Penelitian akan dilakukan pada tambang bawah tanah, indentik dengan teknologi penyangga dan terowongan.

Tambang bawah tanah merupakan kegiatan yang kompleks terutama terkait dengan kekuatan batuan yang dibongkar untuk pembuatan terowongan. Sangat diperlukan adanya analisis geoteknik yang baik untuk dapat memberikan perlakuan yang tepat terhadap batuan yang dibongkar. (Firaz dkk, 2015). Untuk itu perlu dilakukan pengklasifikasian massa batuan untuk menentukan kelas massa batuan agar dapat memberikan rekomendasi penyanggaan yang sesuai dengan parameter-parameter pemilihan tipe penyangga batuan, dan mendapatkan faktor keamanan yang sesuai dengan standar dengan menggunakan metode Rock Mass Rating (RMR). (Sutanti dan Wijaya, 2016).

Metode RMR (Rock Mass Rating) adalah klasifikasi batuan yang telah dimodifikasi sesuai dengan standar internasional dalam penentuan bobot massa batuan yang terdiri dari beberapa parameter (1 sampai 5 parameter utama) dan I parameter pengontrol (butir 6) untuk membagi massa batua diantaranya yaitu: kuat tekan batuan utuh (UCS), Rock Quality Designation (RQD), jarak diskontinu/kekar, kondisi diskontinu/kekar, kondisi air tanah, dan koreksi dapat dilakukan bila diperlukan untuk orientasi diskontinuitas/kekar.

Untuk menentukan bobot parameter pengontrol pengaruh arah kemiringan atau jurus dan kemiringan kekar untuk penerowongan dan penggalian. Bidang kekar menjadi parameter penting dalam menentukan nilai Rock Mass Rating (RMR) (Rai dkk, 2011).

(17)

Salah satu faktor yang sangat mempengaruhi ambrukan di dalam lubang bukaan tambang, karena dalam hal ini struktur geologi berupa kekar merupakan bidang-bidang lemah yang menjadi pemicu utama terjadinya ambrukan (Sutanti dan Wijaya, 2016).

Metode Rock Mass Rating (RMR) digunakan untuk menentukan stand-up time. Dimana perusahaan mengalami kendala dalam menentukan waktu yang tepat dalam penggantian penyangga atau stand-up time. Sedangkan stand-up time itu sendiri adalah kurva yang dapat menentukan kapan instalasi yang tepat untuk penyangga, jarak antara penyangga dan lamanya batuan untuk bertahan. Lamanya batuan bertahan dapat diketahui dalam hari, minggu, bulan, atau tahun (Refky Adi Nata & Murad ,M. S.2017).

Mengevaluasi dan merekomendasi sistem penyanggan yang sesuai berdasarkan klasifikasi massa batuan Rock Mass Rating (RMR). Permodelan sistem penyanggaan yang sesuai untuk diterapkan di daerah penelitian untuk mencapai faktor keamanan yang harapkan.

Berdasarkan dari latar belakang di atas, penulis tertarik untuk meneliti dengan judul “Rekomendasi pemasangan Penyangga Tambang Bawah Tanah Terhadap Faktor Keamanan dan Stand Up Time Dengan Metode Rock Mass Raiting (RMR) Di Tambang Batubara Cv. Air Mata Emas Kec, Talawi Kota Sawahlunto, Provinsi Sumatera Barat”.

1.2 Identifikasi Masalah

Identifikasi masalah pada penelitian ini adalah:

1. Dijumpai bidang lemah berupa kekar pada batuan penyusun terowongan. 2. Perusahaan mengalami kendala dalam menetukan waktu yang tepat dalam

pemasangan penyangga.

3. Belum dihitungnya nilai faktor keamanan pada tunnel 01 CV. Air Mata Emas.

1.3 Batasan Masalah

Batasan masalah pada penelitian ini:

1. Analisis hanya dilakukan pada lubang bukaan produksi pada tambang bawah tanah di CV. Air Mata Emas tahun 2019.

(18)

2. Analisis yang dilakukan hanya terhadap stand-up time untuk penggantian atau pemasangan penyangga kayu pada tambang bawah tanah dan faktor keamanan pada lubang bukaan produksi

3. Analisis dari kelas masa batuan berdasarkan Rock Mass Raiting Bieniawski 1989 untuk mengetahui kondisi batuan.

1.4 Rumusan Masalah

Rumusan masalah pada penelitian ini adalah:

1. Bagaimana kelas massa batuan pada tunnel 01 CV. Air Mata Emas? 2. Bagaimana nilai stand up time pada tunnel 01 CV. Air Mata Emas? 3. Bagaimana nilai faktor keamanan pada tunnel 01 CV. Air Mata Emas? 1.5 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian yang diharapkan dalam penelitian ini adalah: 1. Menentukan kelas massa batuan pada tunnel 01 CV. Air Mata Emas. 2. Menentukan nilai stand up time pada tunnel 01 CV. Air Mata Emas. 3. Menentukan nilai faktor keamanan pada tunnel 01 CV. Air Mata Emas. 1.6 Manfaat Penelitian

Dalam sebuah penelitian tentunya harus ada manfaat yang diperoleh dari penelitian tersebut baik dari perusahaan, kampus, maupun peneliti.

Adapun manfaat yang diperoleh dari hasil penelitian ini adalah : 1. Bagi Perusahaan

Dapat menjadi bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan bagi perusahaan dalam penggunaan sistem penyanggaan dengan melakukan analisis berdasarkan nilai Rock Mass Rating (RMR)-system serta memberikan rekomendasi sistem penyanggaan yang tepat dan optimal.

2. Bagi Peneliti

Dapat menambah wawasan dalam penanganan masalah sistem penyanggaan dan dapat mengaplikasikan ilmu yang dapat di bangku perkuliahan ke dalam bentuk penelitian, merubah karangka berpikir dan memperoleh ilmu lapangan yang tidak di peroleh dari perkuliahan.

(19)

3. Bagi Institusi STTIND Padang

Dapat menambah ilmu pengetahuan dan wawasan mahasiswa/i yang membacanya, dapat dijadikan suatu masukan untuk pembuatan jurnal, referensi dan pedoman bagi mahasiswa yang akan melakukan penelitian.

1.7 Sistematika Penulisan

Dalam memenuhi laporan proposal dan dalam rangka penulisan laporan yang berjudul “Rekomendasi Pemasangan Penyangga Tambang Bawah Tanah Terhadap Faktor Keamanan Dan Stand Up Time Dengan Metode Rock Mass Rating (RMR) Di Tambang Batubara Cv. Air Mata Emas Kec, Talawi Kota Sawahlunto, Provinsi Sumatera Barat”. pembahasan dalam enam bab dengan urutan sebagai berikut:

BAB I : PENDAHULUAN

Merupakan pendahuluan dari seluruh pembahasan yang memuat pokok permasalahan mulai dari Latar Belakang, Identifikasi Masalah, Batasan Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Sistematika Penulisan.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Dalam tinjauan pustaka penulis mengemukakan masalah Landasan Teori dan Kerangka Konseptual yang membahas tentang teori – teori yang dibahas.

BAB III : METODOLOGI PENELITIAN

Merupakan jenis penelitian – penelitian dimana tempat kita mengambil data untuk diangkat menjadi judul laporan ini. Dalam pembahasan metodologi penelitian ini penulis mengemukakan masalah yang akan di bahas di antaranya: Jenis Penelitian, Lokasi Penelitian, Variabel Penelitian, Langkah – Langkah Metoda Penelitian, Data dan Sumber Data, teknik pengumpulan data, teknik pengolahan data, dan kerangka metodologi.

(20)

5

Definisi batuan secara umum adalah campuran dari satu atau lebih mineral yang berbeda, tidak mempunyai komposisi kimia tetap. Tetapi, batuan tidak sama dengan tanah. Tanah dikenal sebagai material yang mobile, rapuh dan letaknya dekat dengan permukaan bumi (Rai dkk, 2011, halm.6).

Batuan adalah material kompleks dengan variasi sifat-sifatnya yang sangat luas, mulai dari jenis batuan, mineralogi, ukuran butir dan struktur serta lainnya. Kumpulan batuan yang disebut sebagai massa batuan dan bisa juga disebut sebegai jointed rock masses merupakan gabungan dari blok atau partikel angular batuan brittle yang saling mengunci dan dipisahkan oleh bidang-bidang ketidakmenerusan dalam bentuk kekar, patahan, bidang perlapisan dan lainnya yang bisa jadi diisi oleh material lunak (Made Astawa Rai, dkk. 2011).

2.1.1 Tinjauan Umum Perusahaan

CV. AIR MATA EMAS merupakan salah satu perusahaan yang bergerak di bidang pertambangan dan telah berinvestasi di Kota Sawahlunto. Bahan galian yang telah ditambang adalah batubara. Kegiatan penambangan batubara telah dilaksanakan sejak tahun 2006 setelah memperoleh Kuasa Pertambangan Eksploitasi berdasarkan Keputusan Walikota Sawahlunto Nomor 05.45.PERINDAGKOP.TAHUN 2006 tanggal 7 Juni 2006 tentang Pemberian Kuasa Pertambangan Eksploitasi (KW 1373 AME 6605).

CV. AIR MATA EMAS memiliki Izin Usaha Pertambangan (IUP) Operasi Produksi Batubara berdasarkan keputusan walikota Sawahlunto tanggal 6 juni 2011 dengan nomor 05.101.PERINDAGKOP tahun 2011 seluas 118.20 Ha dengan masa berlaku selama 5 (lima) tahun. Selanjutnya pada tanggal 31 Mei 2016, berdasarkan keputusan gubernur Sumatera Barat Nomor: 544-662-2016 dikeluarkan persetujuan perpanjangan kedua izin usaha pertambangan operasi produksi batubara CV. Air Mata Emas di kota Sawahlunto provinsi Sumatera Barat, dengan luas yang sama.

(21)

Sehubungan dengan adanya daerah tanpa cadangan batubara dalam IUP OP CV. AIR MATA EMAS, maka pihak perusahaan mengajukan penciutan wilayah IUP OP dan disetujui melalui Keputusan Gubernur Sumatera Barat No. 544-209-2018 tanggal 28 November 2018 dengan luas IUP OP sebesar 80.81 hektar. Secara administrasi lokasi izin tersebut berada di Kumanis Atas Desa Tumpuak Tangah Kecamatan Talawi Kota Sawahlunto Provinsi Sumatera Barat.

Kegiatan penambangan yang diterapkan adalah sistem tambang terbuka dengan metode open pit dan tambang bawah tanah dengan metoda room and pillar, pada akhir penambangan akan dilakukan sistem back filling terhadap lahan bekas tambang. Dari luas wilayah 80.81 Ha, kegiatan penambangan yang telah dilakukan pada area seluas 2.5 Ha.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, istilah Kuasa Pertambangan (KP) Eksploitasi dirubah menjadi Izin Usaha Pertambangan (IUP) Operasi Produksi. Untuk itu perlu dilakukan penyesuaian sesuai dengan amanat Undang- undang.

2.1.2 Keadaan Geologi Wilayah Penelitian 1. Keadaan geologi

Area Perambahan memiliki kondisi geologi yang cukup kompleks, dimana sturtur gologi berupa patahan atau sesar yang sangat mempengaruhi pola penyebaran lapisan batubara dan juga kualitas batubara. Keadaan geologi ini dapat dilihat pada lampiran.

Cekungan Ombilin terbentuk sebagai akibat langsung dari gerak mendatar menganan sistem sesar Sumatera pada masa pleosen awal. Akibatnya terjadi tarikan yang membatasi oleh sistem sesar normal berarah utara–selatan. Daerah tarikan tersebut dijumpai dibagian utara cekungan pada daerah pengundakan mengiri antara sesar setangkai dan sesar silungkang yaitu terban Talawi. Sedangkan bagian selatan cekungan merupakan daerah kompresi yang ditandai oleh terbentuknya sesar naik dan lipatan (sesar sinamar). Ketebalan batuan sendimen dicekungan Ombilin mencapai ±4.500 m terhitung sangat tebal untuk cekungan berurukuran panjang ±60 km dan lebar ±30 km.

(22)

Dari hasil bebarapa penyelidikan yang telah dilakukan, daerah penelitian diyakini terletak pada sub-cekungan kiliran yang merupakan bagian dari suatu sistem cekungan intramortana (cekungan pegunungan),yang merupakan bagian dari tengah pegunungan bukit barisan. Cekungan–cekungan tersebut mulai berkembang pada pertengahan tersier, sebagai akibat pengerakan ulang dari patahan-patahan yang menyebabkan terbentuknya, cekungan–cekungan tektonik di daerah tinggi (intra mountain basin) cekungan–cekungan yang terbentuk di antara pegunungan tersebut merupakan daerah pengendapan batuan-batuan tersier yang merupakan siklus sendimen tahap kedua.

2. Morfologi

Kenampakan morfologi wilayah IUP operasi produksi CV. Air Mata Emas telah mengalami perubahan morfologi sebelumnya sebagai akibat aktifitas penggalian masih berupa perbukitan baik yang masih memiliki vegetasi asli ( tanaman kayu-kayuan dan semak belukar) sekitar 25% maupun daerah yang sudah tidak memiliki vegetasi karena dijadikan lahan bukaan tambang maupun jalan tambang. Pada daerah yang relatif datar karena akibat pemotongan tebing dan penggalian banyak dijumpai danau danau kecil yang digenangi air.

Morfologi perbukitan yang masih asli mempunyai kemiringan lereng antara 25o-40o , sedangkan pada daerah yang sudah dilakukan penambangan relatif mempunyai kemiringan lereng yang cukup terjal.

3. Endapan

Endapan-endapan sendimen yang terdapat didalamnya cekungan-cekungan Sumatera Timur nyaris tergangu oleh orogenesa yang membentuk punggung bukit barisan, sehingga dapat dijumpai urutan stratifigasi yang selaras, mulai dari formasi minas, sihapas, sampai formasi pemantang, yang memberi petunjuk bahwa hal endapan berlangsung terus menerus hingga kuater. Tidak demikian halnya dengan bagian sebelah barat. Pada bagian ini merupakan cekungan muka (foredeep) dimana sekarang daerah tersebut merupakan „busur luar,non-vulkanik (nonvucanic outer arch), perlipatan–perlipatan dan pensesaran mempengaruhi sendimen-sendimen tersier bawah dan tengah.

(23)

4. Litologi

Dinamika sedimentasi Cekungan Ombilin terkontrol oleh tektonika regional dan eustasi global. Mekanisme pembentukannya lebih kompleks daripada pembentukan Danau Singkarak modern yang selama ini dipergunakan sebagai model analog, demikian juga dengan tatanan tektonik serta reologi batuan alas keduanya yang sangat berbeda. Cekungan Ombilin terbentuk dalam respon sutur dan busur magmatik purba Paparan Sunda terhadap kolisi India kepada Eurasia, yang secara regional terhubung dalam Oroklin Sunda. Sebaran cekungannya jauh lebih luas dari yang diduga selama ini, dimana Cekungan Ombilin terhubung dengan Cekungan Payakumbuh dalam geometri dog-legs, serta juga terhubung dengan Cekungan Sumatra Tengah yang kini menjadi cekungan belakang busur.

Mekanisme pembentukan Cekungan Ombilin dan Cekungan Sumatra Tengah akibat regangan extrados Oroklin Sunda. Sub-Cekungan Talawi tidak berkembang secara struktural, relatif dangkal dan didominasi oleh penyesaran bongkah. Mekanisme flexural lebih dominan dalam pembentukan sub-Cekungan Sinamar, sehingga mampu lebih berkembang hingga membentuk deposenter. Model Cekungan Sumatra Tengah yang berbentuk dog-legs mengacu pada model sub-Cekungan Bengkalis (Moulds, 1984).

Sumber: Salahuddin Husein, Dkk, 2018

Gambar 2.1. Mekanisme pembentukan Cekungan Ombilin dan Cekungan Sumatra Tengah akibat regangan extrados Oroklin Sunda.

(24)

Terdiri dari empat batuan yaitu batuan pasir (sandtone), batu lempung (claystone), batubara (coal) dan batu lanau (silstone).

a. Batu pasir (sandstone)

Adalah batuan sedimen yang terutama terdiri dari mineral berukuran pasir atau butir-butir batuan yang dapat berasal dari pecahan batuan-batuan lainya. Batu pasir memiliki berbagai jenis warna diantaranya: coklat muda, coklat, kuning, merah, abu-abu dan putih.

b. Batu lempung (claystone)

Adalah batuan yang memiliki struktur padat dengan susunan mineral yang lebih banyak dari batu lanau. Tersususn dari hidrous aluminium silikat (mineral lempung) yang ukuran butirannya halus yakni tidak lebih dari 0,002 mm.

c. Batubara (coal)

Adalah batuan sedimen yang dapat terbakar, terbentuk dari endapan organik, utamanya adalah sisa-sisa tumbuhan dan terbentuk melalui proses pembatubaraan. d. Batu lanau (siltstone)

Adalah batuan sedimen klastik menengah dalam komposisi mineralnya antara batu pasir dan lempung. Batu lanau termasuk dalam sedimen, karena batu ini terbentuk akibat litifikashi bahan rombakan batuan asal atau denudasi. Batuan asal dapat dari batuan beku, metamorf, dan sedimen.

5. Stratigrafi regional

Berdasarkan peta geologi lembar Solok Sumatera Barat oleh P.H Silitoga 1975 maka startigrafi daerah penyelidikan dan sekitarnya berurutan dari muda ke tua terdiri dari satuan aluvial (kuater) dan satuan batu lanau, batubara, serpih (tersier), serta satuan batuan Pra-Tersier. Sedangkan secara lokal berdasarkan hasil eksplorasi dan pengamatan lapangan, maka satuan satuan batuan yang ditemukan adalah sebagai berikut:

a. Aluvium: Terdapat disepanjang sungai dan muara sungai.

b. Batu lanau: Menutupi hampir diseluruh daerah penelitian dengan sisipan batu pasir glaukonit, batu lempung, serpih dan batubara.

(25)

c. Breksi: Umumnya berwarna coklat samapi kemerahan, befragamen andesit dan lempung sebagai matrik.

Secara regional stratigrafi Cekungan Ombilin dari yang berumur tua ke muda adalah Batuan dasar, Formasi Brani, Formasi Sangkarewang, Formasi Sawahlunto, Formasi Sawahtambang, Formasi Ombilin, Formasi Ranau dan Aluvial

Sumber: Ngadenin,2013

Gambar 2.2. Stratigrafi Cekungan Ombilin 1. Batuan Dasar

Batuan dasar Cekungan Ombilin tersusun oleh batuan yang berumur Trias–Kapur yang terdiri atas Formasi Kuantan (marmer, sabak dan kuarsit) dan Formasi Tuhur (batugamping dan filit) serta batuan granitik.

(26)

2, Formasi Brani

Formasi Brani terdiri atas konglomerat dengan sisipan batupasir, berwarna abu-abu sampai keungu-unguan, pemilahannya jelek. Diendapkan pada sistem kipas aluvial. Formasi Brani berumur Eosen dan menjemari dengan Formasi Sangkarewang cross bedding, covolute, dan load cast. Formasi Sangkarewang berumur Eosen dan diendapkan pada lingkungan danau dalam kondisi euksinik 3. Formasi Sawahlunto

Formasi Sawahlunto terdiri atas batupasir, batulanau, batulempung dan batubara, kebanyakan terbentuk di bagian timur laut dari cekungan. Batupasir secara lokal kasar sampai sangat kasar, dan terjadi terutama sebagai channel fills dibentuk oleh migrasi point bar. Batubara dalam formasi ini ditambang di Sawahlunto. Berdasarkan keberadaan batulanau karbonan, batubara dan batupasir point bar, Formasi Sawahlunto diperkirakan diendapkan pada cekungan banjir dan sungai teranyam. Formasi ini berumur Oligosen Awal.

4. Formasi Sawahtambang

Formasi Sawahtambang terdiri atas batupasir konglomeratan, batulanau dan batulempung. Formasi ini berumur Oligosen Akhir dan diendapkan pada lingkungan fluvial dengan sistem pengendapan sungai teranyam.

5. Formasi Ombilin

Formasi Ombilin terdiri atas batulempung gampingan dan napal dengan sisipan batupasir gampingan. Napal berwarna abu-abu kehijauan. Formasi iniberumur Miosen Awal-Tengah dan diendapkan pada lingkungan laut.

6.Formasi Ranau

Formasi Ranau terdiri atas tuf batuapung, segar berwarna putih, lapuk berwara putih kekuningan. Formasi ini berumur Plistosen.

7.Formasi Sangkarewang

Formasi Sangkarewang terdiri atas serpih yang berselang seling dengan batulanau dan batupasir berbutir halus sampai kasar. Serpih berwarna abu-abu tua kehitam-hitaman sampai kecoklat-coklatan, karbonan, kadang-kadang dijumpai sisipan tipis atau pita-pita batubara. Batulanau berwarna abu-abu sampai abu-abu tua, keras. Batupasir berwarna abu-abu muda, berbutir halus sampai kasar,

(27)

kadang-kadang konglomeratan sampai breksian, komponennya terdiri atas kuarsa dan feldpar, sub angular sampai sub rounded, di beberapa tempat membentuk graded bedding, struktur sedimen yang terlihat adalah parallel lamination.

Sumber: Salahuddin Husein, Dkk, 2018

Gambar 2.3. Model konseptual struktur dan stratigrafi Cekungan Ombilin. Model konseptual struktur dan stratigrafi Cekungan Ombilin. Sesar Takung dan Sesar Tanjung Ampalo berperan penting dalam pembentukan sub-Cekungan Sinamar. Stratigrafi cekungan Ombilin yang terdiri dari satuan batu lanau, batubara batu pasir dan breksi termasuk dalam anggota formasi telisa yang terendapkan tidak selaras diatas batuan metamorfik sebagai basement (batuan pra-tersier).

2.1.3 Klasifikasi Batuan

Siklus pembentukan batuan dimulai dari magma (batuan cair) yang mengalami proses pendinginan dan membeku, kemudian terbentuklah batuan beku. Batuan beku yang tersingkap di permukaan bumi akan mengalami penghancuran (pelapukan) oleh pengaruh cuaca, kemudian diangkut oleh tenaga alam seperti air, angin atau gletser dan kemudian diendapkan di tempat lain. Terjadilah batuan endapan (sedimen).

Proses terbentuknya batuan metamorf karena adanya perubahan yang disebabkan oleh proses metamorfosa. Proses metamorfosa adalah sebuah proses pengubahan batuan akibat adanya perubahan tekanan, temperatur, dan adanya

(28)

aktivitas kimia, baik fluida ataupun gas, bahkan bisa merupakan variasi dari ketiganya (tekanan, temperatur, dan aktivitas kimia).

2.1.4 Struktur Geologi

Pengelompokan struktur geologi berdasarkan kejadiannya, sebagai berikut: 1. Struktur Primer

Struktur primer adalah struktur yang terbentuk pada saat pembentukkan batuan, seperti struktur sedimen pada batuan sedimen, struktur aliran pada batuan beku dan struktur batuan foliasi pada batuan metamorf (Spenser, 1977).

2. Struktur Sekunder

Struktur yang terbentuk setelah proses pembentukkan batuan, terutama akibat adanya tegasan eksternal yang bekerja selama atau sesudah pembentukan batuan. Bagian terbesar dari geologi struktur adalah contoh-contoh sekunder adalah kekar, sesar, dan lipatan (Spenser, 1977).

a. Kekar (joint)

Kekar atau joint adalah suatu retakan pada batuan yang bagian sisi batuan tersebut tdak mengalami pergerakan ataupun pergeseran. Biasanya kekar seringkali menjadi tempat mengalirnya fluida. Ini di buktikan adanya urat (vein) mineral tertentu yang terbentuk karena adanya pengendapan maupun kristalisasi dari larutan fluida tersebut.

b. Patahan (Fault)

Adalah kekar/retakan batuan yang telah mengalami perpindahan atau pergeseran. Ciri umum dari kenampakan morfologi bentang alam struktur patahan, yaitu:

1) Beda tinggi yang menyolok pada daerah yang sempit.

2) Mempunyai resistensi terhadap erosi yang sangat berbeda pada posisi/elevasi yang hamper sama.

3) Adanya kenampakan dataran/depresi yang sempit memanjang.

4) Dijumpai sistem gawir yang lurus ( pola kontur yang lurus dan rapat).

5) Adanya batas yang curam antara perbukitan/pegunungan dengan dataran yang rendah.

(29)

2.1.5 Sifat Fisik dan Mekanika Batuan Utuh

Proses perancangan sebuah tambang terbuka dan tambang bawah tanah biasanya mengikuti tahapan berikut:

1. Pengoboran inti di lapangan

2. Penyelidikan detail terhadap contoh 3. Pengujian geoteknik (optimal)

4. Perancangan dengan hasil berupa model, misalnya untuk tambang bawah tanah.

Kualitas contoh inti batuan adalah kunci awal keberhasilan proses penyelidikan geoteknik. Contoh batuan harus diperoleh tanpa mengubah karakteristik aslinya. Jika dijumpai contoh dalam kondisi sangat buruk, maka kehati-hatian dalam menganalisa perlu dilakukan.

Setelah contoh batuan di peroleh dari lapangan yang berupa bongkah (permukaan) maka dilakukan pemotongan bongkah dengan alat potong untuk geometrid dan dimensi yang sesuai dengan persyaratan pengujian.

1. Sifat Fisik Batuan Utuh

Sifat fisik batuan yang ditentukan untuk kepentingan penelitian geoteknik adalah (Made Astawa, dkk, 2011, hal 69).

a. Bobot isi asli (natural density):

... 2.1

b. Bobot isi kering (dry density):

... 2.2

c. Bobot isi jenuh (saturated density):

... 2.3

d. Berat jenis semu (apparent specific gravity):

... 2.4

e. Berat jenis sejati (true specific gravity):

... 2.5

f. Kadar air asli (natural water content):

... 2.6

g. Kadar air jenuh (absorption):

... 2.7 h. Derajat kejenuhan: ... 2.8 i. Porositas (n): ... 2.9 Keterangan:

(30)

Wn = Berat asli (natural)

Ww = Berat jenuh (sesudah dijenuhkan dengan air) Ws = Berat melayang (berat batu melayang di dalam air)

Wo = Berat kering (sesudah dimasukan kedalam oven dengan temperatur kurang lebih 100° C)

2. Penentuan Sifat Mekanik Batuan Di Laboratorium a. Uji Kuat Tekan Uniaksial

Uji tekan adalah untuk mengukur kuat tekan uniaksial Unconfined Compressive Strength Test - UCS Test) sebuah contoh batuan dalam geometri yang beraturan, baik dalam bentuk silinder, balok atau prisma dalam satu arah (uniaksial). Tujuan utamanya uji ini adalah untuk klasifikasi kekuatan dan karakterisasi batuan ufuh. Hasil uji ini menghasilkan beberapa informasi yaitu; kurva tegangan regangan, kuat tekan uniaksial, Modulus Young, Nisbah Poisson, Fraktur Energi dan Spesifik Fraktur Energi (Rai dkk,2011,hal 72).

b. Point Load Index (PLI)

Uji Point Load merupakan uji indeks yang telah secara luas digunakan untuk memprediksi nilai UCS suatu batuan ecara tidak langsung di lapangan. Hal ini disebabkan prosedur pengujian yang sederhana, preparasi contoh yang mudah, dan dapat dilakukan di lapangan. Peralatan yang digunakan mudah dibawa-bawa, tidak begitu besar dan cukup ringan sehingga dapat dengan cepat diketahui kekuatan batuan di lapangan, sebelum dilakukan pengujian di laboratorium.

Contoh yang digunakan untuk pengujian ini dapat berbentuk silinder ataupun suatu bongkah batuan seperti terlihat pada gambar 2.5 dan disarankan untuk pengujian ini berbentuk silinder dengan diameter: 50 mm (NX : 54 mm, lihat ISRM, 1985). Menurut Broch & Franklin (1972), indeks point load (I,) suatu contoh batuan dapat dihitung dengan menggunakan persamaan:

L = ... 2.10 Apabila diameter contoh batuan yang digunakan bukan 50 mm, maka diperlukan faktor koreksi terhadap persamaan yang diturunkan oleh Broch dan

(31)

Franklin. Menurut Greminger (1982), selang faktor koreksi tergantung besarnya diameter. Karena diameter ideal yang digunakan adalah 5 mm, maka Greminger menurunkan persamaan:

Sumber: Made Astawa Rai dkk,2011

Gambar 2.4. Tipe dan syarat contoh batuan uji PLI (lSRM, 1985)

... 2.11 Dimana F =(

, sehingga diperoleh suatu persamaan Point Load Index yang

telah dikoreksi sebagai berikut. =(

... 2.12

Dengan diketahuinya nilai index strengh dari pengujian point load index maka nilai ucs dapat ditentukan dengan persamaan sebagai berikut.

=23 ... 2.13 Uji aksial dan uji bongkah beraturan (irregular lump) menggunakan dimeter ekivalen (D") dalam perhitungan Point Load Index yang diturunkan dari luas penampang minimum, sehingga persamaan yang digunakan menjadi:

... 2.14 Dimana, F =(

(32)

Keterangan:

: Pont Load Index dia. 50 mm (MPa)

De: Jarak antar konus penekan (mm) P: Beban maksimum contoh pecah (N) D : Diameter contoh (mm)

Pengujian point load indeks merupakan pengujian yang sederhana dan mudah dilakukan baik di lapangan maupun di laboratorium disebabkan alat yang mudah dibawa. Berikut ini adalah alat yang digunakan untuk Uji Point Load.

Gambar2.5. Alat Pengujian Point Load Index Laboratorium Mekanika Batuan STTIND Padang 1) Kuat Tarik Tak Langsung (Indirect Tensile Strengtht Test)

Kuat Tarik dari suatu material didefinisikan sebagai nilai tegangan maksimum yang dikembangkan oleh suatu contoh material (Jumikis 1983). Secara singkat, kuat tarik dipandang sebagai nilai tegangan maksimum yang dikembangkan oleh suatu contoh material dalam suatu pengujian tarikan yang dilakukan untuk memecah batuan dalam kondisi tertentu. Brazillian test, merupakan salah satu metode uji kuat tarik batuan secara tidak langsung, dilakukan untuk mengetahui kuat tarik (tensile strength) dari contoh batuan yang

(33)

berbentuk silinder. Alat yang digunakan adalah mesin tekan, seperti pada pengujian kuat tekan.

Menurut Bieniawski (1967) dan Mellor dan Hawkes (1971) serta ISRM (1981), kuat tarik suatu contoh batuan dapat dihitung menggunakan persamaan berikut:

Menurut Hoek, nilai UTS (Uniaxial Tensile Strength) dari suatu batuan hanya sekitar 10% dari nilai UCS-nya. Perbandingan antara UCS terhadap UTS sering di sebut sebagai Toughness Ratio atau Brittleness Index (BI)

………..………..….. 2.16 Sumber: zlatko Brisevac, 2017

Keterangan:

= Kuat Tarik (MPa) = Kuat Tekan (Mpa)

2) Kohesi (ʗ)

Kohesi adalah gaya tarik menarik antara partikel dalam batuan, dinyatakan dalam satuan berat per satuan luas. Kohesi batuan akan semakin besar jika kekuatan gesernya makin besar. Nilai kohesi (c) diperoleh dari pengujian laboratorium yaitu pengujian Kuat Geser Langsung (Direct Shear Strength Test), pengujian Triaxial (Triaxial Test). Untuk menentukan nilai kohesi dapat dinyatakan dengan persamaan berikut:

………..…. 2.17 Sumber: N.sivakungan, 2014

3) Sudut geser dalam( )

Sudut geser dalam merupakan sudut yang dibentuk dari hubungan antara tegangan normal dan tegangan geser didalam material tanah atau batuan. Sudut geser dalam adalah sudut rekahan yang dibentuk jika suatu material dikenai tegangan atau gaya terhadapnya yang melebihi tegangan gesernya. Nilai Sudut geser dalam ( ) diperoleh dari pengujian laboratorium yaitu pengujian Kuat Geser Langsung (Direct Shear Strength Test), pengujian Triaxial (Triaxial Test).

(34)

Semakin besar sudut geser dalam suatu material maka material tersebut akan lebih tahan menerima tegangan luar yang dikenakan terhadapnya.Untuk mengetahui nilai sudut geser dalam, dinyatakan dengan persamaan berikut:

= sin-1 (

) ……….... 2.18

Sumber: N.Sivakungan, 2014

4) Modulus young (E)

Modulus Young atau Modulus Elastisitas merupakan faktor penting dalam mengevaluasi deformasi batuan pada kondisi pembebanan yang bervariasi. Nilai modulus elastisitas batuan bervariasi dari satu contoh batuan dari satu daerah geologi ke daerah geologi lainnya karena adanya perbedaan dalam hal formasi batuan dan genesa atau mineral pembentuknya. Modulus elastisitas dipengaruhi oleh tipe batuan, porositas, ukuran partikel, dan kandungan air. Modulus elastisitas dapat ditentukan berdasarkan persamaan menurut Barton (2002) sebagai berikut:

ЕM= 0.05 x RMR ……….…..2.19 sumber: A.Federico and G.Elia, 2009

Keterangan:

EM = Modulus elastisitas (MPa)

QC = Nilai pembobotan massa batuan menurut Q-System

Terdapat tiga cara yang dapat digunakan untuk menentukan nilai modulus elastisitas yaitu:

a) Tangent Young’s Modulus, yaitu perbandingan antara tegangan aksial dengan regangan aksial yang dihitung pada persentase tetap dari nilai kuat tekan. Umumnya diambil 50% dari nilai kuat tekan uniaksial.

b) Average Young’s Modulus, yaitu perbandingan antara tegangan aksial dengan regangan aksial yang dihitung pada bagian linier dari kurva tegangan- tegangan.

c) Secant Young’s Modulus, yaitu perbandingan antara tegangan aksial dengan regangan aksial yang dihitung dengan membuat garis lurus dari tegangan nol

(35)

ke suatu titik pada kurva regangan-tegangan pada persentase yang tetap dari nilai kuat tekan. Umumnya diambil 50% dari nilai kuat tekan uniaksial.

5) Poisson Ratio

Poison Ratio merupakan nilai mutlak dari perbandingan antara reganggan rateral dan reganggan aksial (Irwandi Arif. 2011) Jika suatu material direganggankan kepada suatu arah, material tersebut cenderung mengkerut (jarang mengambang) pada arah lainnya. Sebaliknya, jika suatu material ditekan, material tersebut akan mengembang pada dua arah lainnya. Dalam deformasi elastik mekanik, kecenderungan material untuk mengkerut atau menembang dalam arah tegak lurus terhadap arah pembebanan dikenal sebagai efek poisson. Oleh karena itu, jika sebuah contoh batu silnder diberi tegangan pada arah aksialnya, contoh batu tersebut akan mengalami teggangan, baik kearah aksial maupan kearah rateral, dan persamaan poisson ratio adalah

...……….………..2.20

sumber: A.Federico and G.Elia, 2009 Keterangan:

v = Poisson Ratio Ø‟ = sudut geser dalam

Poisson Ratio sanggat bergantung kepada tingkat tegangan serta dipengaruhi oleh pembukaan dan penutupan rekahan dalam batuan saat penyediaan dilakukan dan nilainya berfariasi sesuai dengan deformasi yang dialami batuan tersebut. Poisson Ratio sangat jarang bernilai negatif atau lebih besar dari 0,5. Untuk batuan Isotropik nilainnya berada diantara 0-0,5. Sementara itu, untuk batuan yang umumnya nilai Poisson Ratio berkisar 0,05 – 0,45 sedangkan untuk aplikasi rekayasa nilainnya sekitar 0,2 – 0,3 dan untuk batubara berkisar 0,25 – 0,346 (Made Astawarai, dkk 2011)

Untuk persamaan hubungan antara kuat tekan dengan PLI berbagai jenis batuan dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

(36)

Tabel 2.1 Persamaan hubungan kuat tekan dengan PLI untuk berbagai batuan dari berbagai peneliti.

Referensi Persamaan Tipe Batuan

Broch & Franklin (1972)

=24 : batu pasir

Bieniawski (1975) batuan beku, batuan

sedimen

Brook (1985) -

Singh (1981) batu pasir dan shale

Vallejo dkk (1989) – shale Shale Vallejo dkk (1989) - batu pasir batu pasir

Kramadibrata (1992) batu pasir dan batu lempung Gunsallus &

Kulhavrry (1984)

batu pasir, batu gamping Cargitt &Shakoor

(1990)

batuan sedimen. batuan metamorf Kahraman (2001) batuan beku, batuan

sedimen. batuan metamorf

Tsidzi (1990)

batuan metamorf

Sumber: Made Astawarai, dkk 2011

1. Uji Kuat Tekan Triaksial (Triaxial Compression Test)

Pengujian ini adalah salah satu pengujian yang terpenting di dalam mekanika batuan untuk menentukan tekanan batuan di bawah tekanan triaksial. Kekuatan batuan pada kondisi tegangan triaksial akan sangat berguna sebagai

(37)

parameter rancangan pembuatan lubang bukaan bawah tanah. Kriteria keruntuhan yang sering digunakan dalam pengolahan data uji triaksial adalah kriteria Mohr Coulomb

Hasil pengujian triaksial kemudian diplot kedalam kurva Mohr-Coulomb sehingga dapat ditentukan parameter-parameter kekuatan batuan sebagai berikut: a. Kurva intrinsik (Strength envelope)

b. Kuat geser (Shear strength) c. Kohesi (C)

d. Tegangan normal (σn)

e. Sudut geser dalam (ø)

Secara grafis melalui kurva, nilai kuat tekan uniaksial (σc) dapat diketahui

melalui nilai tegangan aksial (σ1) pada saat nilai tekanan pemampatan (σ3) = 0.

Sedangkan nilai tekanan pemampatan yang diperoleh pada saat nilai tegangan aksial dibuat nol (σ1=0) adalah merupakan nilai kuat tarik batuan (σ2 = σ3). (Made

Astawa Rai dkk,2011)

2. Uji kuat tekan Uniaxial (Unconfined Compressive Strength Test)

Uji tekan ini bertujuan untuk mengukur kuat tekan uniaksial (Unconfined Compressive Strength Test - UCS Test) sebuah contoh batuan dalam geometri yang beraturan, baik dalam bentuk silinder, balok atau prisma dalam satu arah (uniaksial).

Tujuan utamanya uji tekan ini adalah untuk klasifikasi kekuatan dan karakterisasi batuan utuh. Hasil uji ini menghasilkan beberapa informasi yaitu; kurva tegangan regangan, kuat tekan uniaksial, Modulus Young, Nisbah Poisson, Fraktur Energi dan Spesifik Fraktur Energi.

Uji ini menggunakan mesin tekan (compression machine) dan dalam pembebaanannya mengikuti standard dari International Society Rock Mechanics (ISRM, 1981). Laju Tegangan didefinsikan sebagai perkalian antara Laju Regangan dengan Modulus Young (konstanta elastik), dan menurut standard Laju

(38)

Tegangan adalah antara 0,5-1,0 MPa/detik. Uji kuat tekan terhadap batuan kuat dan getas (brittle) dalam waktu singkat cenderung menghasilkan nilai yang besar.

2.1.6 Klasifikasi Massa Batuan

Di dalam geoteknik, klasifikasi massa batuan yang pertama diperkenalkan sekitar 60 tahun yang lalu yang ditunjukan untuk terowongan dengan penyanggaan baja. Kemudian klasifikasi dikembangkan untuk non baja untuk terowongan,lereng, dan pondasi.

Klasifikasi massa batuan dikembangkan untuk mengatasi permasalahan yang timbul di lapangan secara cepat dan ditunjukan untuk mengganti studi analitik, observasi lapangan, dan pengukuran. Adanya beberapa sistem klasifikasi massa batuan yang terkenal pada saat ini, yaitu sistem klasifikasi massa batuan dengan menggunakan metode Rock Mass Rating (RMR).

1. Rock Mass Rating (RMR)

Rock Mass Rating (RMR), atau sering juga dikenal sebagai Geomechanics Classification telah dimodifikasi berulang kali begitu informasi baru dari studi-studi kasus diperoleh dan menjadikannya sesuai dengan International Standard dan prosedur. Rock Mass Rating (RMR) terdiri dari 5 parameter utama (butir I s/d 5) dan I parameter pengontrol (butir 6) untuk membagi massa batuan.

a. Kuat Tekan Batuan utuh (UCS) b. Rock Quality Designation (RQD) c. Jarak diskontinu/kekar

d. Kondisi diskontinu/kekar e. Kondisi air tanah

f. Koreksi dapat dilakukan bila diperlukan untuk orientasi diskontinuitas/kekar

Untuk menentukan bobot parameter klasifikasi massa batuan pada terowongan menurut bieniawski 1989 dapat dilihat pada tabel 2.2.

(39)

Tabel 2.2 Klasifikasi Parameter dan Pembobotan

NO Parameter Selang Nilai

1 Kuat tekan PLI (Mpa) >10 10-4 4-2 2-1 Untuk kuat tekan rendah perlu UCS Batua n utuh UCS (Mpa) >250 100-250 50-100 25-50 25 -5 5 -1 < 1 Bobot 15 12 7 4 2 1 0 2 RQD (%) 90-100 75-90 50-75 25-50 <25 Bobot 20 17 13 8 3 Jarak kekar >2 m 0,6-2 m 0,2-0,6 m 0,06-0,2 m <0.006 m Bobot 20 15 10 8 5

Parameter Selang Nilai

4

Kondisi kekar Sangat kasar, tdk menerus, tdk ada Agak kasar, pemisaha n <1 Agak kasar, pemisa han <1 Slicken sided/teb al gouge <5 mm, Gouge lunak tebal >5 mm, atau

(40)

pemisahan , dinding batu tdk lapuk. mm, dinding sangat lapuk mm, dinding sangat lapuk atau pemisaha n 1-5 mm, menerus pemisaha n >5 mm, menerus Bobot 30 25 20 10 0 Aliran/10 m panjang terowongan (lt/min) None <10 25-10 25-125 >125 5 Tekanan air kekar maks 0 <0.1 0,1-0,2 0,2-0,5 <0,5

Kondisi umum Kering Lembab Basah Menetes Mengalir

Bobot 15 10 7 4 0

Sumber: Rai dkk, 2011

Klasifikasi bidang kekar terdiri dari 5 parameter yang mana parameter tersebut merupakan parameter terpenting di dalam menentukan metode RMR, diantaranya yaitu:

a. Panjang kekar (presistensi) b. Pemisahan bukaan ( Aperture) c. Kekasaran (Roughness) d. Isian (Gouge)

(41)

Untuk menentukan klasifikasi dan pembobotan bidang kekar dapat dilihat pada tabel 2.3.

Tabel 2.3 Panduan Untuk Klasifikasi Bidang Kekar

Presistensi <1 m 1-3 m 3-10 10-20 >20 m Bobot 6 4 2 1 0 Pemisahan bukaan (aperture) None <0,1 mm 0,1-1,0 mm 1-5 mm >5 mm Bobot 6 5 4 1 0 Kekasaran Very rough Rough Slightly rough Smooth Slicken- sided Bobot 6 5 3 1 0 Isian (gouge) None Hard filling <5 mm Hard filling >5 mm Soft filling <5 mm Soft filling >5 mm Bobot 6 4 2 2 1 Pelapukan Unwead hered Slightly weathered Moderately weathered Highly weathered Decomp osed Bobot 6 5 3 1 0

(42)

Untuk nilai pembobotan pengaruh orientasi kekar dalam pembuatan terowongan memliki beberapa pembobotan untuk sebagai penjumlahan total bobot Rock Mass Rating (RMR) dapat dilihat pada tabel 2.4.

Tabel 2.4 Pengaruh Orientasi Kekar Dalam Pembuatan Terowongan Dan Penggalian (Bieniawski, 1989: Fowell & Johnson, 1991)

Pengaruh Jurus & Kemiringan Kekar Untuk Penerowongan

Jurus Tegak Lurus Sumbu Terowongan Jurus paralel sumbu terowongan

Tidak tergant ung jurus Galian //kemiringan Galian\\kemiringan

Dip Dip Dip Dip Dip Dip Dip

45-90° 20-45° 45-90° 20-45° 45-90° 20-45° 0-20° Sangat menguntu ngkan Mengunt ungkan Sedang Tidak menguntu ngkan Sangat tidak menguntung kan Sedang Tidak mengun tungkan Sumber: Made Astawa Rai dkk,2011

Untuk nilai pembobotan terhadap orientasi kekar dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 2.5 RMR- B Peubah Bobot Orientasi Kekar Orientasi jurus dan kemiringan kekar Sangat menguntu Menguntu ngkan Sed ang Tidak menguntu Sangat tidak

(43)

ngkan ngakan menguntu ngkan Pembo botan Terowo ngan 0 -2 -5 -10 -12 Pondasi 0 -2 -5 -15 -25 Lereng 0 -2 -25 -50 -60

Sumber: Made Astawa Rai dkk,2011

Untuk pembobotan kelas massa batuan menurut bobot total bisa dilihat pada tabel 2.6 dibawah ini:

Tabel 2.6 RMR - C Kelas Massa Batuan Menurut Bobot Total

Bobot 100-81 80-61 60-41 40-21 <20 No. Kelas I II III IV V Description Batuan sangat baik Batuan baik Batuan sedang Batuan buruk Batuan sangat buruk Sumber: Made Astawa Rai dkk,2011

Untuk menentukan arti kelas massa batuan bisa dilihat pada tabel 2.7 dibawah ini:

(44)

Kelas I II III IV V Stand Up Time 20 th-15 m span 1 th-10 m span 1 mg-5 m span 10 jam -2.5 m span 30 menit- 1 m span Cm (Kpa) >400 300-400 200-300 100-200 <100 Ø >450 350-450 250-350 150-250 <150

Sumber: Made Astawa Rai dkk,2011

2.1.7 Stand-Up Time

Stand-up time adalah kurva yang dapat menentukan kapan instalasi yang tepat untuk penyangga, jarak antara penyangga dan lamanya batuan untuk bertahan. Lamanya batuan bertahan dapat diketahui dalam hari, minggu, bulan, atau tahun. (Refky Adi nata & Murad M. S, 2017). Aplikasi RMR Untuk stand-up time merupakan waktu yang diperlukan untuk menyangga dirinya (massa batuan) sebelum terjadi keruntuhan (Made Astawarai, dkk 2011).

Dari grafik stand-up time dapat diperoleh nilai dari stand-up time dan kemajuan dari terowongan tersebut. Sehingga dapat di ketahui berapa lama massa batuan tersebut bias bertahan dan kemajuan telah terlihat di grafik stand-up time tersebut. Dari grafik stand-up time dapat diperoleh nilai dari stand-up time dan juga kemajuan dari terowongan tersebut. Sehingga dapat diketahui berapa lama massa batuan untuk bertahan yang diketahui dalam hari, minggu, bulan, atau tahun dengan kemajuan yang telah terlihat pada grafik tersebut.

Berikut ini merupakan grafik untuk menentukan stand-up time terhadap kondisi massa batuan (gambar 2.4) berikut:

(45)

Sumber: Mekanika batuan, Rai dkk, (2011)

Gambar 2.6. Hubungan Stand-Up Time terhadap Roof Span dan RMR

Dari grafik stand-up time dapat diperoleh nilai dari stand-up time dan juga kemajuan dari terowongan tersebut. Sehingga dapat diketahui berapa lama massa batuan untuk bertahan yang diketahui dalam hari, minggu, bulan, atau tahun dengan kemajuan yang telah terlihat pada grafik tersebut.

2.1.8 Faktor Keamanan Terowongan

Faktor keamanan adalah perbandingan antara beban kekuatan minimum material dibagi dengan pembebanan tegangan tertinggi yang terjadi pada material. Faktor keamanan digunakan untuk sebagai acuan dalam mengoptimalkan penyanggan yang digunakan berdasarkan analisis jenis dan besarnya deformasi yang terjadi. Menurut Bieniewski (1989) nilai FK>1 menjelaskan terowongan dalam keadaan Stabil, FK=1 menjelaskan dalam keadaan Kritis, dan FK<1 Tidak Stabil. Sebelum penyanggaan keadaan lubang bukaan sangat rentan terjadinya runtuhan pada beberapa bidang lemah Dalam menentukan faktor keamanan peneliti menggunakan batuan perangkat lunak, yang dimana parameter yang digunakan dalam menentukan faktor keamanan sebagai berikut:

(46)

1. Sigma 1 (σ1) dan Sigma 3 (σ3).

Berikut adalah cara untuk mendapatkan persamaan memperoleh nilai sigma 1 (σ1): ………...2.21 ………2.22 Keterangan :

= tegangan mayor (Mpa) = tegangan minor (Mpa) C = kohesi (Mpa)

= sudut geser dalam (°) (Made Astawa Rai dkk,2011)

2. Berikut adalah cara untuk memperoleh nilai UCS (Made Astawa Rai dkk,2011) =23 ... 2.23 3. Nilai mb parameter phase 2. (Frisky Alfathoni dkk. 2017)

Berikut adalah cara untuk memperoleh nilai mb: mb = mi exp

... 2.24

4. Nilai s parameter phase 2. (Frisky Alfathoni dkk. 2017) Berikut adalah cara untuk memperoleh nilai s:

s =exp

... 2.25

untuk melengkapi rumus-rumus dari parameter diatas, diperlukan tabel GSI, nilai D, dan nilai mi.

1. GSI (Geological Strength Index)

GSI (Geological Strength Index) adalah kriteria penilaian dari observasi geologi dilapangan. Untuk menentukan nilai GSI dapat dilihat pada gambar dibawah ini.

(47)

Sumber: Made Astawa Rai, dkk. 2011

Gambar 2.7. Nilai GSI (Geological Strength Index) Struktur Geologi dari GSI (Geological Strength Index)

a. Batuan utuh atau masif dengan beberapa spasi diskontinuitas yang sangat jarang.

b. Balok-balok massa batuan yang tidak terganggu dengan tingkat keterkuncian tinggi berbentuk tiga set bidang diskontinuitas ortogonal.

c. Balok-balok massa batuan yang terkunci dan agak terganggu dimensi lebih kecil dengan banyak fase bersudut, terbentuk dari 4 set atau lebih diskontinuitas.

d. Balok-balok massa batuan terganggu , terlipat dan/ atau tersesarkan dengan balok menyudut yang terbentuk oleh banyak bidang diskontinuitas yang saling berpotongan.

e. Massa batuan yang sangat terhancurkan, terdisinteregrasi dengan tingkat keterkuncian rendah, dengan campuran potongan-potongan batuan menyudut dan membundar.

f. Batuan lemah yang terfoliasi / terlaminasi / mengalami pergeseran secara tektonik,dengan skistositas rapat, berlaku terhadap setiap set diskontinuitas lain, yang menghilangkan bentuk balok secara total.

(48)

2. Parameter nilai D

D adalah faktor ketergangguan (disturbance factor ) yang tergantung pada derajat kerusakan batuan yang disebabkan oleh peledakan maupun pelepasan tegangan. Nilai D dapat bervariasidari 0 untuk massa batuan in situ yang tidak terganggu sampai 1 untuk massa batuan yang sangat terganggu. Untuk menentukan nilai D dapat dilihat pada gambar dibawah ini.

Sumber: Made Astawa Rai, dkk. 2011

Gambar 2.8. Estimasi nilai Faktor Ketergangguan (D), (Hoek-Brown, 2002)

3. Nilai konstanta material (mi)

Untuk menentukan nilai konstanta material (mi) dapat dilihat pada tabel

(49)

Tabel 2.8 Nilai mi untuk batuan utuh (Hoek-Brown, 200

Sumber: Made Astawa Rai, dkk. 2011

Parameter di atas didapatkan dari hasil pengujian sampel batuan yang didapatkan dari lapangan atau dapat melakukan pendekatan dengan nilai RMR. Dimana dari parameter yang sudah ada dapat dijadikan sebagai data input kedalam perangkat lunak lalu nantinya output dari perangkat lunak tersebut. 2.2 Kerangka Konseptual

Pada penelitian ini dapat dilihat kerangka konseptualnya seperti dijelaskan pada gambar berikut

(50)

INPUT Data primer:

1. Dimensi terowongan

2. Data kekar disepanjang lubang tambang 3. Jarak antara kekar

4. Kondisi air tanah di dalam lubang tambang 5. Data uji kuat tekan yang di dapat melalui uji PLI Data sekunder:

1. Data sejarah perusahaan 2. Data lokasi penambangan 3. Data geologi

4. Serta data-data lain yang dapat mendukung penelitian.

1. Menghitung nilai kuat tekan (PLI) dengan persamaan 2.11.

2. Menghitung nilai kuat tekan (UCS) dengan persamaan 2.13.

3. Pengklafikasian kelas massa batuanberdasarkan Rock Mass Raiting (Modifikasi Bieniawski) tabel 2.2.

4. Menghitung kuat tarik dengan persamaan 2.16. 5. Menghitung Sigma 1 dengan persamaan 2.21. 6. Menghitung Sigma 3 dengan persamaan 2.22. 7. Menghitung kohesi (C) dengan persamaan 2.17. 8. Menghitung menghitung sudut geser dalam dengan

persamaan 2.18.

9. Menghitung nilai Modulus young dengan persamaan 2.19.

10. Menghitung Nilai Poison Ratio dengan persamaan 2.20.

11. Menghitung Sigma 1 dengan persamaan 2.22. 12. Menghitung sigma 3 dengan persamaan 2.22. 13. Menghitung nilai Mb dengan persamaan 2.24. 14. Menghitung nilai S dengan persamaan 2.25.

15. Rekomendasi pemasangan penyangga menggunakan grafik stand-up time.

16. Nilai faktor keamanan terowongan dengan menggunakan perangkat lunak phase2 .

(51)

Gambar 2.9. Kerangka Konseptual

Dari kerangka konseptual di atas dapat dijelaskan proses penyelesaian dalam penelitian dapat di selesaikan dalam tiga tahap sebagai berikut:

1. Input , yaitu proses pengambilan data, baik itu dari lapangan langsung (data primer) ataupun dari perusahaan itu sendiri (data sekunder).

2. Process, yaitu proses pengolahan data, baik menggunakan rumus, metode yang sesuai dengan penelitian, dan di bantu oleh perangkat lunak yaitu phase2. 3. Output, yaitu hasil dari pengolahan data yang kita dapatkan dalam penelitian

sehingga menjadi pertimbangan bagi perusahaan dalam melakukan aktivitas penambangan.

output

1. Menentukan kelas massa batuan pada tunnel 01 CV. Air Mata Emas.

2. Menentukan nilai stand up time pada tunnel 01 CV. Air Mata Emas.

3. Menentukan nilai faktor keamanan pada tunnel 01 CV. Air Mata Emas.

(52)

37 BAB III

METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian

Jenis metode penelitian yang peneliti lakukan adalah penelitian terapan yaitu penyelidikan yang hati-hati, sistematik, dan terus menerus terhadap suatu masalah dengan tujuan untuk digunakan dengan segera untuk keperluan tertentu (M.Nasir, 1988). Metode penelitian ini di pilih untuk mengetahu stand-up time berdasarkan RMR dan permodelan sistem penyangga dengan menggunakan software phase2.

3.2 Lokasi Dan Waktu Penelitian

Untuk lokasi dan waktu penelitian bisa dilihat pada penjelasan dibawah. 3.2.1 Lokasi Penelitian

Dalam penelitian ini penulis melakukan penelitian pada CV.Air Mata Emas berlokasi di kumanis atas desa tumpuak tangah kecamatan talawi kota sawahlunto provinsi sumatera barat, secara geografis daerah penambangan tersebut terletak pada koordinat 100o47‟37”-100o48‟45,64” BT dan 00o34‟57,44”- 00o35‟44” LS. Lokasi penelitian ini berjarak sekitar 90 Km atau 3 jam perjalanan dari kota padang (ibu kota provinsi Sumatera Barat) dan Sekitar 25 Km dari pusat kota sawahlunto. Perjalanan ke lokasi penambangan bisa ditempuh dengan kendaraan roda empat maupun roda dua.

3.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 28 Oktober 2019 sampai selesai 3.3 Variabel Penelitian

Terdapat dua variabel dalam penelitian ini yaitu variabel bebas dan variabel terikat. Dimana variable bebas adalah yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab dan sedangkan variabel terikat adalah akibat.

3.4 Data dan Sumber Data

Data dan sumber data ini adalah sebagai penunjang penelitian. Data data tersebut mencakup data primer maupun data sekunder.

(53)

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kuantitatif, yaitu jenis data yang dapat diukur (measurable) atau dihitung secara langsung sebagai variabel angka atau bilangan.

1. Data primer

Data primer merupakan data yang secara langsung didapatkan di lapangan dengan melalui pengamatan langsung dan pengujian laboratorium, antara lain:

a. Dimensi terowongan b. Data kekar

c. Jarak antara kekar d. Kondisi air tanah

e. Data uji kuat tekan batuan 2. Data sekunder

Data sekunder merupakan data yang diperoleh dari data yang sudah ada sebelumnya di perusahaan, amtara lain:

a. Data perusahaan. b. Data geologi. c. Litologi

d. Serta data-data lain yang dapat mendukung penelitian. 3.4.2 Sumber Data

Sumber data dalam penelitian adalah subyek dari mana data dapat diperoleh. Dalam penelitian ini peneliti mendapatkan data dari pengamatan langsung di lapangan, serta melakukan pengujian laboratorium untuk pengujian kuat tekan dan kuat geser, dimana contoh batuan itu nantinya dijadikan sebagai data primer dalam penyelesaian penelitian.

3.5 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian sebagai berikut:

Gambar

Gambar 2.1. Mekanisme pembentukan Cekungan Ombilin dan  Cekungan Sumatra Tengah akibat regangan extrados Oroklin Sunda
Gambar 2.2. Stratigrafi Cekungan Ombilin   1. Batuan Dasar
Gambar 2.3. Model konseptual struktur dan stratigrafi Cekungan Ombilin.
Gambar 2.6. Hubungan Stand-Up Time terhadap Roof Span dan RMR
+7

Referensi

Dokumen terkait

lereng di PTBA pada lokasi TAL Selatan (Suban) berdasarkan klasifikasi Slope Mass Rating (SMR) untuk Scanline VII dan IX memiliki bobot SMR sebesar 84,5 yang

Wickham (1972) mengembangkan metode pembobotan untuk menggambarkan kualitas massa batuan dan untuk merekomendasikan peyanggaan berdasarkan kasus kasus dan kejadian

Penelitian ini bertujuan untuk (1) Mengetahui kualitas batuan daerah penelitian berdasarkan klasifikasi Rock Mass Rating dari data yang ada di lapangan dan hasil