• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS STAND-UP TIME

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS STAND-UP TIME"

Copied!
143
0
0

Teks penuh

(1)

i

KENCANA 14 KOTA SAWAHLUNTO

SKRIPSI

Untuk memenuhi salah satu syarat mendapatkan gelar Sarjana

Oleh

Danu Pratama Nugraha 1410024427032

PROGRAM STUDI TEKNIK PERTAMBANGAN YAYASAN MUHAMMAD YAMIN PADANG SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI INDUSTRI

(STTIND) PADANG

2018

(2)

ii

Finite Element di Lubang Tambang CV. Bara Mitra Kencana 14 Kota Sawahlunto

Nama : Danu Pratama Nugraha NPM : 1410024427032

Program Studi : Teknik Pertambangan

Padang, Agustus 2018 Menyetujui :

Pembimbing I, Pembimbing II,

Ketua Program Studi, Ketua STTIND, Dian Hadiyansyah, MT

NIDK. 8891940017

Riam Marlina, MT NUP. 9910676467

Dr. Murad MS, MT NIDN. 0007116308

H. Riko Ervil, MT

NIDN. 1014057501

(3)

iii

Nama : Danu Pratama Nugraha NPM : 1410024427032

Pembimbing 1 : Dian Hadiyansyah, MT Pembimbing 2 : Riam Marlina, MT

RINGKASAN

Daerah penelitian (CV. BMK) berada di Kecamatan Talawi, Kota Sawahlunto. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis stand up time dan faktor keamanan lubang tambang. Pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan observasi lapangan dan pengujian di laboratorium. Metode penyelesaian masalah dalam penelitian ini berdasarkan klasifikasi massa batuan dari Bieniawski (1989) yaitu Rock Mass Rating System (RMR) yang terdiri dari kuat tekan batuan utuh (UCS), rock quality designation (RQD), kondisi kekar, kondisi air tanah serta orientasi kekar dan metode numerik yang terdiri dari

displacement horizontal, displacement vertikal, total displacement, dan strength factor. Hasil analisis stand-up time berdasarkan parameter di atas dengan

menggunakan grafik, didapatkan lamanya batuan dapat menahan tekanan dirinya sendiri tanpa adanya penyangga. Batubara memiliki RMR 55, setelah dilakukan plot pada grafik stand-up time, didapatkan waktu bertahan terowongan selama 700 jam atau 4 minggu lebih 1 jam dengan span 6,2 m. Batulanau memiliki RMR 67, didapatkan waktu bertahan terowongan selama 6500 jam atau 9 bulan dengan

span 8,4 m. Analisis faktor keamanan didapatkan nilai dari horizontal displacement

maksimum sebesar 4,4 mm sedangkan untuk displacement minimum sebesar -5,0 mm, vertical displacement maksimum sebesar 4,2 mm sedangkan displacement untuk minimum sebesar -4,2 mm dan untuk total

displacement sebesar 6,4 mm. Berdasarkan pengolahan data menggunakan software Phase2 didapatkan nilai faktor keamanan sebesar 1,30 yang masuk

dalam kategori aman.

Kata Kunci: Stand-up Time, Faktor Keamanan, Displacement

(4)

iv

Nama : Danu Pratama Nugraha NPM : 1410024427032

Advisor 1 : Dian Hadiyansyah, MT Advisor 2 : Riam Marlina, MT

ABSTRACT

The research area (CV. BMK) is located in Talawi Sub-district, Sawahlunto city. The purpose of this research is to analyze stand-up time and tunnel safety factor. Data collection in this study used field observation and laboratory testing. The method of problem solving in this research is based on rock mass classification from Bieniawski (1989) Rock Mass Rating System (RMR) consisting of compressive strength of rock (UCS), rock quality designation (RQD), discontinuity condition, ground water condition and discontinuity orientation and numerical methods consisting of horizontal displacement, vertical displacement, total displacement, and strength factor. The result of stand-up time analysis based on the above parameters using graphs, obtained the length of the rock can withstand the pressure itself without any support. Coal has RMR 55, after ploting on the stand-up time graph, the tunnel survival time is 700 hours or about 4 weeks a hours with 8.2 m span. Batulanau has a RMR 67, found to survive the tunnel for 6500 hours or about 9 months with an 8.4 m span. Safety factor analysis obtained value from horizontal displacement maximum equal to 4,4 mm while for minimum displacement equal to -5,0 mm, vertical displacement maximum equal to 4,2 mm while displacement for minimum equal to -4,2 mm and for total displacement equal to 6,4 mm. Based on data processing using Phase2 software obtained a safety factor value of 1,30 which entered in the safe category.

Keywords: Stand Up Time, Safety Factors, Displacement

(5)

v

Akhir ini sesuai waktu yang ditentukan dengan baik. Shalawat beriring salam penulis kirimkan kepa Nabi Muhammad SAW., semoga kita mendapatkan safaat- Nya di akhirat kelak. Tugas Akhir ini berjudul “Analisis Stand-up Time dan Faktor Keamanan Menggunakan Metode Rock Mass Rating dan Finite Element di Lubang BMK 14 Tambang Batubara CV. Bara Mitra Kencana Kota Sawahlunto, Provinsi Sumatera Barat”.

Dalam penyelesaian Tugas Akhir ini penulis dibantu oleh berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Orang tua beserta keluarga yang telah mendoakan, memotivasi dan mendukung penelitian ini.

2. Bapak Riko Ervil MT. selaku ketua Sekolah Tinggi Teknologi Industri (STTIND) Padang.

3. Bapak Dr. Murad, MS, MT, selaku ketua Program Studi Teknik Pertambangan Sekolah Tinggi Teknologi Industri (STTIND) Padang.

4. Ibuk Riam Marlina, MT selaku sekretaris Program Studi Teknik Pertambangan Sekolah Tinggi Teknologi Industri (STTIND) Padang, sekaligus selaku pembimbing 2 dalam penulisan Tugas Akhir.

5. Bapak Dian Hadiyansyah, MT selaku pembimbing 1 dalam penulisan Tugas

Akhir.

(6)

vi (STTIND) Padang.

8. Sahabat seperjuangan untuk mengejar gelar Sarjana yang tidak bisa dituliskan namanya satu persatu.

9. Teman-teman Mahasiswa/mahasiswi Sekolah Tinggi Teknologi Industri (STTIND) Padang, khususnya Mahasiswa/Mahasiswi dari jurusan Teknik Pertambangan.

Dalama penulisan Tugas Akhir ini penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih banyak kekurangan baik dalam segi materi maupun penyusunan kata-kata untuk ini penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari seluruh pihak demi kesempurnaan Tugas Akhir ini. Semoga Tugas Akhir ini bermanfaat bagi pembaca dan terutama bagi penulis.

Padang, Juli 2018

Penulis

(7)

vii COVER

LEMBAR PENGESAHAN ABSTRAK

ABSTACTi

KATA PENGANTAR ... . i

DAFTAR ISI ... . iii

DAFTAR GAMBAR ... . vii

DAFTAR TABEL ... . ix

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... … 1

1.2 Identifikasi Masalah ... 3

1.3 Batasan Masalah ... 4

1.4 Rumusan Masalah ... 4

1.5 Tujuan Penelitian ... 4

1.6 Manfaat Penelitian ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori... 6

2.1.1. Klasifikasi Batuan ... 6

2.1.2. Struktur Geologi ... 7

(8)

viii

2.1.3.1. Sifat Fisik Batuan Utuh ... 9

2.1.3.2. Penentuan Sifat Mekanik ... 10

2.1.4. Klasifikasi Massa Batuan ... 17

2.1.4.1. Rock Mass Rating (RMR) ... 18

2.1.5. Elemen Hingga (Finite Element) ... 26

2.1.6. Stand-up Time ... 28

2.1.7. Faktor Keamanan Terowongan ... 29

2.2.Kerangka Konseptual ... 31

BABIII METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian... 33

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 33

3.2.1. Lokasi Penelitian ... 33

3.2.2. Waktu Penelitian ... 34

3.3 Variabel Penelitian ... 34

3.4 Data dan Sumber Data ... 35

3.4.1. Data ... 35

3.4.2. Sumber Data ... 36

3.5 Teknik Pengumpulan Data ... 36

3.6 Teknik Pengolahan Data... 40

3.7 Analisis Data ... 45

(9)

ix

4.1 Pengumpulan Data Primer ... 47

4.1.1. Data Lapangan ... 47

4.1.2. Data Laboratorium ... 49

4.2 Data Sekunder ... 52

4.3 Pengolahan Data ... 52

BAB V HASIL PENGOLAHAN DATA 5.1 Rock Mass Rating System ... 76

5.1.1 Nilai Kuat Tekan Batuan (UCS) ... 76

5.1.2 Nilai Rock Quality Designation (RQD) ... 77

5.1.3 Jarak Antar Kekar ... 77

5.1.4 Kondisi Diskontinuitas ... 78

5.1.5 Kondisi air Tanah ... 79

5.1.6 Orientasi Diskontinuitas ... 79

5.2 Stand-up Time ... 80

5.3 Finite Element ... 80

BAB VI PENUTUP 6.1 Kesimpulan ... 81

6.2 Saran ... 82 DAFTAR PUSATAKA ...

LEMBAR KONSULTASI

………. ...

(10)

x

Gambar 2.2 Lingkaran Mohr dan Kurva Intrinsik ... 16

Gambar 2.3 Orientasi Bidang Kekar ... 23

Gambar 2.4 Hubungan Stand-up Time Terhadap Roof Span dan RMR ... 29

Gambar 2.5 Kerangka Konseptual ... 31

Gambar 3.1 Peta Lokasi Kesampaian Daerah CV. Bara Mitra Kencana .... 33

Gambar 3.2 Proses Pengambilan Data Kekar ... 38

Gambar 3.3 Diagram Rosette Hasil Pengukuran Kekar ... 39

Gambar 3.4 Kerangka Konseptual ... 45

Gambar 4.1 Kondisi Batubara di Dalam Lubang Tambang BMK 14 ... 48

Gambar 4.2 Alat Uji Point Load Index (PLI) ... 49

Gambar 4.3 Sampel Batuan ... 49

Gambar 4.4 Pengujian Sifat Fisik Batuan ... 50

Gambar 4.5 Pengujian Kuat Tekan Batuan ... 50

Gambar 4.6 Hasil Diagram Rosette Untuk Batubara ... 65

Gambar 4.8 Hasil Diagram Rosette Untuk Batulanau ... 68

Gambar 4.9 Hasil Plot Grafik Stand-up Time Untuk Batubara ... 70

Gambar 4.11 Hasil Plot Grafik Stand-up Time Untuk Batulanau ... 70

Gambar 4.12 Bentuk Lubang Tambang BMK 14 ... 72

Gambar 4.13 Horizontal Displacement ... 73

Gambar 4.14 Vertikal Displacement ... 73

(11)

xi

(12)

xii

Tabel 2.2 Klasifikasi Parameter dan Pembobotan ... 19

Tabel 2.3 Panduan Klasifikasi Bidang Kekar ... 20

Tabel 2.4 Pengaruh Orientasi Kekar dalam Pembuatan Terowongan ... 21

Tabel 2.5 Peubah Bobot Orientasi Kekar ... 21

Tabel 2.6 Kelas Massa Batuan Menurut Bobot Total ... 21

Tabel 2.7 Arti Kelas Massa Batuan ... 21

Tabel 2.8 Hubungan antar RQD, Kualitas Batuan, dan Kecepatan ... 24

Tabel 2.9 Klasifikasi Presistensi ... 25

Tabel 4.1 Sampel Batuan Beserta Ukurannya ... 52

Tabel 4.2 Nilai UCS Sampel Batuan ... 53

Tabel 4.3 Kekuatan Material Batuan Utuh... 54

Tabel 4.4 Kualitas dan Bobot Batuan Berdasarkan Nilai RQD ... 55

Tabel 4.5 Kualitas dan Bobot Batubara Berdasarkan Nilai RQD ... 56

Tabel 4.6 Kualitas dan Bobot Batulanau Berdasarkan Nilai RQD... 56

Tabel 4.7 Jarak Kekar Untuk Batubara ... 57

Tabel 4.8 Bobot Jarak Antar Kekar ... 58

Tabel 4.9 Jarak Kekar Untuk Batulanau ... 58

Tabel 4.10 Bobot Jarak Antar Kekar ... 59

Tabel 4.11 Kondisi Kekar di Lapangan Untuk Batubara ... 60

Tabel 4.12 Total Bobot Kekar Batubara ... 61

(13)

xiii

Tabel 4.16 Nilai Strike dan Dip Batubara ... 64

Tabel 4.17 Pengaruh Orientasi Kekar Dalam Pembuatan ... 66

Tabel 4.18 Peubah Bobot Orientasi Kekar ... 66

Tabel 4.19 Total Bobot Dari 6 Parameter RMR Untuk Batubara ... 66

Tabel 4.20 Nilai Strike dan Dip Batulanau ... 67

Tabel 4.23 Total Bobot Dari 6 Parameter RMR Untuk Batulanau ... 69

Tabel 4.24 Data Dimensi Terowongan Lubang Tambang BMK 14 ... 71

Tabel 4.25 Kelas Massa Batuan Menurut Bobot Total ... 71

Tabel 4.26 Arti Kelas Massa Batuan ... 72

(14)

xiv

Lampiran II Data Uji Sifat Fisik dan Uji Kuat Tekan Batuan Lampiran III Peta Geologi CV. Bara Mitra Kencana

Lampiran IV Peta Penciutan CV. Bara Mitra Kencana Lampiran V Peta Topografi CV. Bara Mitra Kencana Lampiran VI Struktur Organisasi CV. Bara Mitra Kencana Lampiran VII Alat dan Spesifikasi

Lampiran VIII Layout Penambangan CV. Bara Mitra Kencana Lubang BMK 14 Lampiran IX Dokumentasi Lapangan

Lampiran XII Peta Kesampaian Daerah PT. Bukit Asam (Persero), Tbk.

Lampiran XIII Peta Geologi Regional Tanjung Enim

Lampiran XIV Peta Rencana Operasi Harian BWE 203 CE 11-25 Lampiran XV Dokumentasi Lapangan

Lampiran XVI Dokumentasi Seminar Kerja Praktek Industri

(15)

1 1.1 Latar Belakang Masalah

Kegiatan dunia pertambangan batubara baik itu tambang terbuka (open

pit mining) maupun tambang bawah tanah (underground mining) sangat rentan

terhadap bahaya kecelakaan. Hal ini dapat dilihat dari tingginya tingkat kecelakaan yang ditimbulkan oleh suatu kegiatan pertambangan dikarenakan kurangnya tindakan pengaman baik itu perlindungan atau pencegahan yang dilakukan.

Tambang bawah tanah merupakan kegiatan yang kompleks terutama terkait dengan kekuatan batuan yang dibongkar untuk membuat terowongan, sangat diperlukan adanya analisis geoteknik yang baik untuk dapat memberikan perlakuan yang tepat terhadap batuan yang dibongkar (Firaz, 2015). Stabilitas suatu terowongan sangat dipengaruhi oleh faktor geologi dan faktor non-geologi.

Faktor geologi yang paling dominan pada umumnya adalah struktur geologi, dapat berupa kekar maupun sesar, jenis batuan serta kualitas massa batuan yang ada (Nugroho, 2016).

CV. Bara Mitra Kencana (BMK) melakukan metode tambang bawah

tanah dalam memproduksi batubara. Tambang bawah tanah sangat spesifik karena

tidak berhubungan langsung dengan permukaan maupun udara bebas dan pekerja

bekerja pada ruang yang terbatas. Salah satu resiko yang dihadapi dalam tambang

bawah tanah adalah resiko subsidence yang disebabkan oleh berkurangnya daya

dukung tanah akibat adanya excavation atau penggalian di dalam massa batuan.

(16)

Perlu perancanaan yang sangat matang untuk melakukan kegiatan penambangan dengan aman, mulai dari rencana lubang bukaan hingga metode yang digunakan dalam penggalian. Salah satu hal yang harus diperhatikan adalah faktor keamanan lubang tambang.

Karakteristik massa batuan diperlukan dalam suatu rancangan terowongan pada tambang bawah tanah, dimana perhitungan sifat-sifat teknis dari massa batuan menjadi hal yang penting untuk diperhatikan. Untuk mencapai hal tersebut, deskripsi secara kualitatif dinilai tidak mencukupi untuk dipergunakan dalam perhitungan rancangan, sehingga harus dikembangkan secara kuantitatif dalam bentuk nilai (bobot) tertentu, dalam hal ini metode kuantitatif yang akan diterapkan adalah metode Rock Mass Rating (Syaeful & Kamajati, 2015).

Rock Mass Rating (RMR) telah dimodifikasi dan menjadi Standar

Internasional dalam penentuan bobot massa batuan. Klasifikasi massa batuan telah dikembangkan oleh Bieniawski pada tahun 1973, 1976, dan 1989. RMR terdiri dari lima parameter utama dan satu parameter, antara lain: uji kuat tekan batuan (UCS), rock quality designation (RQD), jarak dari diskontinuitas, kondisi diskontinuitas, kondisi air tanah, koreksi bidang diskontinuitas. Metode RMR ini digunakan dalam menentukan stand-up time. Stand-up time adalah kurva yang dapat menentukan kapan instalasi yang tepat untuk penyangga, jarak antara penyangga dan lamanya batuan untuk bertahan. Lamanya batuan bertahan dapat diketahui dalam hari, minggu, bulan, atau tahun (Adinata & Murad, 2017).

CV. Bara Mitra Kencana (BMK) mengalami kendala dalam menentukan

waktu yang tepat dalam pergantian penyangga pada tambang bawah tanah karena

(17)

belum pernah dilakukan penelitian dengan metode empiris untuk mengetahui

stand-up time dan faktor keamanan pada lubang tambang, pada lubang tambang

juga terdapat rekahan-rekahan serta adanya jatuhan batuan dari atap terowongan lubang tambang. Analisis stand-up time dan faktor keamanan dilakukan dengan menggunakan metode rock mass rating dan juga menggunakan perangkat lunak dengan metode finite element. Semua bisa ditentukan dengan nilai-nilai parameter dari massa batuan.

Pemasangan Penyangga yang selama ini dilakukan berdasarkan pola keruntuhan yang terjadi pada saat pembukaan terowongan tanpa melalui studi khusus menyangkut karakteristik massa batuan dan kebutuhan sistem penyangga, Sehingga penelitian ini sangat penting untuk dilakukan untuk mengetahui stan-up

time dan faktor keamanan pada lubang tambang sebagai acuan dalam penyanggan.

Berdasarkan latar belakang di atas maka dari itu penulis mengambil judul Analisis Stand-up Time Menggunakan Metode Rock Mass Rating dan Faktor Keamanan Menggunakan Metode Finite Element di Lubang Tambang CV. Bara Mitra Kencana 14 Sawahlunto.

1.2 Identifikasi Masalah

Identifikasi masalah pada penelitian ini sebagai berikut :

1. Belum pernah dilakukan penelitian dengan metode empiris untuk mengetahui stand-up time dan faktor keamanan pada lubang tambang BMK 14 CV. Bara Mitra Kencana.

2. Terdapatnya rekahan-rekahan (joint) disekitar lubang tambang BMK 14

CV. Bara Mitra Kencana.

(18)

3. Terdapat jatuhan batuan di dalam lubang tambang BMK 14 CV. Bara Mitra Kencana.

1.3 Batasan Masalah

Batasan masalah pada penelitian ini adalah:

1. Analisis hanya dilakukan pada lubang tambang BMK 14 CV. Bara Mitra Kencana.

2. Analisis hanya terhadap stand-up time dan faktor keamanan lubang tambang.

1.4 Rumusan Masalah

Rumusan masalah yang dapat diambil adalah:

1. Berapa stand-up time dan faktor keamanan yang diperlukan pada lubang tambang BMK 14 CV. Bara Mitra Kencana?

2. Bagaimana hubungan hasil dari metode rock mass rating dengan finite

element dalam menentukan stand-up time dan faktor keamanan lubang

tambang BMK 14 CV. Bara Mitra Kencana?

1.5 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian yang diharapkan dalam penelitian ini adalah:

1. Melakukan analisis stand-up time dan faktor keamanan lubang tambang BMK 14 CV. Bara Mitra Kencana.

2. Melakukan analisis hubungan hasil dari metode rock mass rating dengan

finite element dalam menentukan stand-up time dan faktor keamanan

lubang tambang BMK 14 CV. Bara Mitra Kencana.

(19)

1.7. Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini berupa kemampuan batuan menyangga dirinya sendiri pada terowongan tambang, yang dapat bermanfaat bagi semua pihak:

1. Bagi Penulis

Penelitian ini memberikan manfaat berupa kemampuan untuk menganalisis suatu masalah yang berkaitan dengan pertambangan berupa penentuan umur dan faktor keamanan lubang tambang.

2. Bagi Perusahaan

Dari penelitian yang dilakukan, dapat menjadi masukan positif bagi perusahaan sebagai bahan pertimbangan dalam menyelesaikan permasalahan yang berkaitan dengan keamanan lubang penambangan serta menjadi tolak ukur dalam melakukan penyanggaaan agar tidak terjadi kecelakan kerja dalam melakukan proses penambangan.

3. Bagi Institusi

Penelitian ini dapat dijadikan sebagai referensi bahan bacaan, khususnya

mahasiswa teknik pertambangan dalam menyelesaikan tugas kuliah,

ataupun sebagai referensi mengangkat judul penelitian maupun praktek

kerja industri.

(20)

6 2.1.

Batuan adalah material kompleks dengan variasi sifat-sifatnya yang sangat luas, mulai dari jenis batuan, mineralogi, ukuran butir dan struktur serta lainnya.

Definisi batuan secara umum menurut Rai dkk, 2011, hlm. 6 adalah campuran dari satu atau lebih mineral yang berbeda tidak mempunya komposisi tetap.

Tetapi, batuan tidak sama dengan tanah. Tanah dikenal sebagai material yang

mobile, rapuh dan letaknya dekat dengan permukaan bumi.

2.1.1. Klasifikasi Batuan

Siklus pembentukan batuan dimulai dari magma keluar dan membeku kemudian terbentuk batuan beku. Setelah batuan beku terpapar dipermukaan atau dekat permukaan, maka akan terjadi proses pelapukan dan hasilnya yang berupa material lapuk akan ter-transport dan diendapkan atau mengalami sedimentasi sehingga hasil akhirnya disebut sedimen. Jika material sedimen mengalami konsolidasi dan tegangan, maka material tersebut akan menjadi batuan sedimen.

Dalam fungsi waktu jika batuan sedimen mengalami pembebanan dan

temperature di dalam bumi maka batuan tersebut akan mengalami metamorfose

sehingga terbentuk batuan metamorf.

(21)

2.1.2. Struktur Geologi

Struktur geologi dapat dikelompokkan berdasarkan kejadiannya, sebagai berikut:

1. Struktur Primer

Struktur primer adalah struktur geologi yang terbentuk bersamaan dengan proses pembentukan batuan, seperti struktur aliran pada batuan beku, struktur sedimen pada bauan sedimen dan struktur batuan foliasi pada batuan metamorf.

2. Struktur Sekunder

Struktur sekunder adalah struktur yang terbentuk setelah proses pembentukan batuan, terutama akibat adanya tegangan eksternal yang bekerja selama atau sesudah pembentukan batuan. Bagian terbesar dari stuktur geologi adalah contoh-contoh sekunder seperti kekar (joint), sesar (fault) dan lipatan (fold).

2.1.2.1 Kekar (joint)

Kekar merupakan struktur geologi berupa bidang retak tanpa pergeseran pada tubuh batuan yang terbentuk oleh deformasi rapuh (brittle) (McClay, 1987).

Kekar dapat hadir secara sistematis karena terbentuk oleh gaya tektonik, sehingga data kekar sistematis dapat dianalisis untuk interpretasi gaya tektonik pembentuknya (McClay, 1987). Kekar sistematis sangat mudah dikenali dengan melihat: bidang permukaan yang halus, terpisah dalam jarak teratur dengan bidang kekar di dekatnya, dan memanjang mengikuti satu arah tertentu.

Kumpulan beberapa set kekar yang berbeda orientasinya membentuk sistem kekar

(Goldstein and Marshak, 1988), sebagaimana yang dijumpai di daerah penelitian.

(22)

Pengumpulan data sistem kekar di lapangan pada suatu singkapan yang cukup luas dapat dilakukan dengan 2 cara (Davis, 1984; Goldstein and Marshak, 1988; van der Pluijm and Marshak, 1997), yaitu: (1) metode pengumpulan, dengan cara membuat suatu area kecil, bisa berupa lingkaran berdiameter 1 m, dan mengukur semua bidang kekar yang ada di dalamnya; dan (2) metode pemilahan tanpa batasan area pengukuran yang jelas, pengukuran dilakukan secara subjektif terhadap orientasi bidang kekar yang dikehendaki atau dalam

scanline yang sudah ditentukan. Metode pertama dipilih bila analisis statistik

diperlukan untuk mengetahui densitas kekar, sedangkan metode kedua dipergunakan bila ingin mengetahui sebaran kekar yang dominan secara cepat (Husein & Marliyani, 2008).

2.1.2.2 Patahan (Fault)

Patahan adalah merupakan hasil dari gerakan tekanan horizontal dan

tekanan vertikal yang menyebabkan lapisan kulit bumi yang rapuh menjadi retak

dan patah. Pada suatu patahan, bagian terangkat yang lebih tinggi dibandingkan

daerah sekitanya disebut horst, sedangkan bagian yang turun atau tenggelam

disebut dengan graben atau slenk.

(23)

2.1.3. Sifat Fisik dan Mekanik Batuan Utuh

Proses rancangan tambang terbuka dan tambang bawah tanah biasanya melalui tahapan pemboran inti di lapangan untuk memperoleh kondisi batuan dan contoh batuan bagi kepentingan geologi, estimasi cadangan serta kepentingan geoteknik. Setelah contoh batuan inti diperoleh maka sesuai dengan persyaratan pengujian geoteknik diperlukan pemotongan untuk dilakukan pengujian sifat fisik dan mekanik batuan. Pengujian sifat fisik batuan adalah tanpa merusak fisik batuan, sedangkan pengujian mekanik merupakan pengujian yang bersifat merusak sampel batuan. Data yang diperoleh dapat dijadikan sebagai acuan untuk proses perancangan penambangan misalnya pada tambang bawah tanah.

2.1.3.1. Sifat Fisik Batuan Utuh

Menurut (Arif, 2016, halm. 69), sifat fisik batuan yang ditentukan untuk kepentingan penelitian geoteknik antara lain:

1. Bobot isi asli (natural density) , merupakan perbandingan berat batuan asli dengan volume total batuan.

2. Bobot isi kering (dry density), merupakan perbandingan berat batuan kering dengan volume totalnya.

3. Bobot isi jenuh (saturated density), merupakan perbandingan berat batuan jenuh dengan volume batuan.

4. Berat jenis semu (apparent specific gravity), merupakan perbandingan

bobot isi kering batuan dengan bobot isi air.

(24)

5. Berat jenis sejati (true specific grafity), merupakan perbandingan bobot isi jenuh batuan dengan bobot air.

6. Kadar air asli (natural water content), merupakan perbandingan antara berat air dalam batuan asli dengan berat butiran batuan dan dinyatakan dalam % (persen).

7. Kadar air jenuh (absorption), merupakan perbandingan antara berat air dalam batuan jenuh dengan berat buturan batuan dan dinyatakan dalam

% (persen).

8. Derajat kejenuhan (degree of saturation), merupakan perbandingan kadar air asli dan kadar air jenuh dinyatakan dalam % (persen).

9. Porositas (n), perbandingan volume rongga dalam batuan dengan volume total batuan.

10. Void ratio (e), perbandingan volume rongga Dallam batuan dengan volume butiran batuan.

2.1.3.2. Penentuan Sifat Mekanik Batuan di Laboratorium 1. Preparasi Contoh Batuan

Sebelum dilakukan pengujian di laboratorium, contoh batuan harus dipreparasi terlebih dahulu agar sesuai dengan syarat-syarat pengujian. (Arif, 2016 halm. 69). Contoh batuan utuh dari lapangan bias berupa bongkahan atau inti yang berbentuk silinder.

Jika pengujian mengharuskan dalam bentuk bongkahan, maka dilakukan

pemotongan bongkahan dengan alat potong sesuai dengan ukuran atau dimensi

(25)

pengujian. Sedangkan untuk pengujian yang mengharuskan contoh silinder, maka harus dipreparasi dengan pemboran inti.

2. Ujia Kuat Tekan Uniaksial

Uji tekan dilakukan untuk mengukur kuat tekan uniaksial (Unconfined

Comprehesive Strenght Test) dari sebuah contoh batuan berbentuk silinder dalam

satu arah (uniaksial). Tujuan utama uji ini adalah untuk mengklasifikasi kekuatan dan karakteristik utuh. Hasil uji ini berupa beberapa informasi, seperti kurva tegangan-regangan, kuat tekan uniaksial, modulus elastisitas, nisbah passion, energy fraktur, dan energy fraktur spesifik. (Arif, 2016 hlm. 69)

3. Uji Point Load Index (PLI)

Uji point load merupakan uji indeks yang telah secara luas digunakan untuk memprediksi nilai UCS suatu batuan secara tidak langsung di lapangan. Ini disebabkan prosedur pengujian yang sederhana, preparasi contoh yang mudah, dan dapat dilakukan di lapangan. Peralatan yang digunakan mudah dibawa-bawa, tidak begitu besar dan cukup ringan sehingga dapat dengan cepat diketahui kekuatan batuan di lapangan, sebelum dilakukan pengujian di laboratorium.

Pengujian dengan alat point load index dilakukan dengan cara sebagai berikut:

a. Menyiapkan sampel batuan b. Menyiapkan alat pengujian.

c. Membuka pengunci konus dengan menekan bagian bawah konus

menggunakan tuas.

(26)

d. Menurunkan konus dengan menekan bagian bawah konus menggunakan tuas

e. Meletakkan batuan yang akan diuji diantara dua konus penekan.

f. Masukkan tuas ke dalam lubang pemompaan dan pompa menyentuh batuan lalu catat jarak antar konus penekan.

g. Mengunci konus dengan memutar pengunci dengan tuas kearah kanan.

h. Tekan tahan ZERO pada monitor alat hingga menunjukkan angka 0 kemudian tekan PEAK pada monitor alat.

i. Lakukan pemompaan hingga sampel batuan pecah.

j. Baca kuat tekan yang terdapat pada monitor alat.

Dari pengujian yang telah dilakukan, didapatkan hasil pengujian berupa kuat tekan dalam satuan kg.

Contoh yang digunakan untuk pengujian ini dapat berbentuk silinder ataupun suatu bongkah batuan dan disarankan untuk pengujian berbentuk silinder dengan diameter 50 mm (NX= 54 mm, ISRM 1985). Menurut Broch & Franklin (1972), indeks point load (Is) suatu contoh batuan dapat dihitung dengan menggunakan persamaan:

Is =

𝑃

𝐷2

2.1

Apabila diameter contoh batuan yang digunakan bukan 50 mm, maka

diperlukan factor koreksi terhadap persamaan yang diturunkan oleh Borch dan

Franklin. Menurut Greminger (1982), selang faktor koreksi tergantung besarnya

diameter, karena diameter ideal yang digunakan adalah 50 mm, maka Greminger

menurunkan persamaan:

(27)

Is

(50)

= F

𝑃

𝐷2

2.2

Sumber: Made Astawa Rai dkk, 2011

Gambar 2.1 Tipe dan Syarat Contoh Batuan Uji PLI (ISRM, 1985)

Dimana 𝐹 =

50𝑑 0,45

, sehingga diperoleh suatu persamaan Point Load

Index yang telah dikoreksi sebagai berikut:

Jika Is= 1 Mpa, indeks tersebut tidak memiliki arti, maka penentuan kekuatan harus berdasarkan uji UCS, dan menurut Bieniawski dengan diameter contoh 50 mm, maka UCS dapat ditentukan dengan melalui,

𝜎

c

= 23 Is 2.3

Uji aksial dan uji bongkah beraturan (regular lump) menggunakan

diameter ekivalen (D

e

) dalam perhitungan Point Load Index yang diturunkan dari

luas penampang minimum,

(28)

Sehingga persamaan yang digunakan menjadi:

Is

(50)

= F

𝑃

𝐷2

2.4

𝐸

𝑚 = 2 𝑅𝑀𝑅 −100 𝐺𝑃𝑎

2.5

Dimana, 𝐹 =

𝐷𝑒50 0,45

2.6 keterangan: Is

(50)

= Point Load Index 50 mm (Mpa)

F = Faktor Koreksi E

m

= Modulus young

P = Beban maksimum contoh pecah (N) D = Jarak antar konus penekan (mm) d = Diameter (mm)

Berikut ini merupakan hubungan persamaan kuat tekan dengan PLI untuk berbagai batuan dari berbagai peneliti:

Tabel 2.1 Persamaan Hubungan Kuat Tekan dengan PLI Untuk Berbagai Batuan dari Berbagai Peneliti

Referensi Persamaan Tipe Batuan

Broch & Franklin (1972)

𝜎

c

= 24 Is

(50)

Batupasir

Bianiawski (1975) 𝜎

c

= 23 Is

(50)

Batuan beku, batuan sedimen

Brook (1985) 𝜎

c

= 22 Is

(50)

-

Singh (1981) 𝜎

c

= 18,7 Is

(50)

Batupasir dan shale Vallejo dkk (1989) –

shale

𝜎

c

= 12,5 Is

(50) Shale

(29)

Vallejo dkk (1989) – batu pasir

𝜎

c

= 17,4 Is

(50)

Batupasir

Kramadibrata (1992) 𝜎

c

= 11,82 Is

(50)

Batupasir dan batulempung Gunsallus & Shakoor

(1990)

𝜎

c

= 16,5 Is

(50)

+ 51 Batupasir, Batugamping Cargill & Kulhawy

(1984)

𝜎

c

= 23 Is

(50)

+ 13 Batuan sedimen, batuan metamorf Kahraman (2001) 𝜎

c

= 8,41 Is

(50)

+ 9,51 Batuan beku, batuan

sedimen, batuan metamorf Tsidzi (1990) 𝜎

c

=

Is (50)

0,03+0,003 Is (50)

Batuan metamorf

Sumber: Made Astawa Rai, 2011

4. Uji Kuat Tekan Triaksial (Triaxial Compression Test)

Pengujan ini merupakan salah satu pengujian terpenting dalam mekanika batuan. tujuan dari pengujian ini adalah menentukan kekuatan batuan di bawah tekanan triaksial melalui persamaan criteria keruntuhan (Arif, 2016 halm. 69).

Hasil pengujian triaksial kemudian diplot dalam kurva mohr coulomb sehingga dapat ditentukan parameter-parameter kekuatan bataun sebagai berikut:

a. Kurva intrinsik (Strenght envelove) b. Kuat geser (Shera strength)

c. Sudut geser dalam (∅) d. Kohesi (c), dan

e. Tegangan normal (𝜎𝑛)

(30)

Secara grafis melalui kurva, nilai kuat tekan uniaksial ( 𝜎𝑐) dapat diketahui melaui nilai tegangan aksial ( 𝜎1) pada saat nilai tekanan pemampatan (𝜎3)= 0.

Sedangkan nilai pemampatan yang diperoleh pada saat tegangan aksial dibuat nol ( 𝜎1= 0) merupakan nilai kuat tarik batuan (𝜎2 = 𝜎3). (Arif, 2016 halm. 69)

𝜎𝑐 =

21𝑐 cos ∅−sin ∅

, 2.7

𝜎𝑡 =

21+sin𝑐 𝑐𝑜𝑐 ∅

2.8

Keterangan: 𝜎𝑐 = Tegangan normal

∅ = Sudut geser dalam 𝜎𝑡 = Tegangan geser

Sumber: Irwandi Arif, 2016

Gambar 2.2 Lingkaran Mohr dan Kurva Intrinsik

(31)

5. Uji Kuat Tekan Uniaxial (Unconfined Compressive Strength Test)

Nisbah Poisson merupakan nilai mutlak dari perbandingan antara regangan lateral terhadap regangan aksial. Jika suatu material diregangkan pada satu arah, material tersebut cendrung mengkerut (jarang mengembang) pada dua arah lainnya. Sebaliknya jika suatu material ditekan, material tersebut akan mengembang (dan jarang mengkerut) pada dua arah lainnya.

Nisbah Poisson sangat tergantung pada tingkat tegangan serta dipengaruhi oleh pembukaan dan penutupan rekahan dalam batuan pada saar pengujian dilakukan dan nilainya bervariasi sesuai dengan deformasi yang dialami batuan tersebut.

Nisbah Poisson sangat jarang bernilai negatif atau lebih besar sari 0,5.

Untuk batuan isotropik nilainya berada diantara 0-0,5 sementara itu, untuk batuan pada umumnya nilai Nisbah Poisson berkisar 0,05-0,045, sedangkan untuk aplikasi rekayasa nilainya sekitar 0,2-0,3 dan untuk batubara berkisar 0,25-0,346 (Arif, 2016 halm. 69).

2.1.4. Klasifikasi Massa Batuan

Klasifikasi massa batuan yang terdiri dari beberapa parameter sangat cocok untuk mewakili karakteristik massa batuan, khususnya sifat-sifat bidang lemah atau kekar dan derajad pelapukan massa batuan. Berdasarkan parameter tersebut, sudah banyak usulan atau modifikasi klasifikasi massa batuan untuk berbagai macam keperluannya. (Arif, 2016)

Klasifikasi massa batuan telah berkembang sejak kurang lebih 100 tahun

dn Ritter (1879) berusaha untuk memformulasikan pendekatan empiric untuk

(32)

perancangann terowongan, terutama untuk kebutuhan sistem penyangga.

Klasifikasi yang paling banyak digunakan untuk awal kegiatan dibidang geomekanika adalah klasifikasi RQD dari Deere (1964). Pengamatan awal inti bor hasil pemboran eksplorasi dan geoteknik adalah RQD dan fraktur frekuensi.

Sedangkan penilaian kualitas massa batuan yang paling banyak digunakan pada tahap awal adalah RMR dari Bianiawsi (1989) dan Q-System yang diusulkan oleh Barton, Lien dan Lunde (1974). Penggunaan klasifikasi massa batuan untuk kepentingan geoteknik khusus bawah tanah adalah klasifikasi stand-up time (Lauffer, 1958) (Rai dkk, 2011).

2.1.4.1. Rock Mass Rating (RMR)

Sistem Rock Mass Rating (RMR), atau sering juga dikenal sebagai

Geomecchanics Classification telah dimodifikasi berulang kali begitu informassi

baru dari studi-studi kasus diperoleh dan menjadikannya sesuai dengan

International Standard dan prosedur. RMR terdiri dari lima parameter utama dan

satu parameter pengontrol untuk membagi massa batuan.

1. Kuat Tekan Batuan Utuh (UCS) 2. Rock Quality Designation (RQD) 3. Jarak Diskontinu/Kekar

4. Kondisi Diskontinu/Kekar 5. Kondisi Air Tanah

6. Koreksi dapat dilakukan bila diperlukan untuk orientasi

diskontinuitas/kekar

(33)

Untuk menentukan bobot parameter pengontrol pengaruh arah kemiringan atau jurus dan kemiringan kekar untuk penerowongan dan penggalian diperlukan beberapa ilustrasi (Rai, 2011).

Untuk menentukan bobot parameter pengontrol pengaruh arah kemiringan atau jurus dan kemiringan kekar untuk penerowongan dan penggalian diperlukan beberapa ilustrasi (Rai, 2011).

Tabel 2.2 Klasifikasi Parameter dan Pembobotan

Parameter Selang Nilai

1 Kuat tekan

PLI

(MPa) >10 10-4 4-2 2-1 Untuk kuat tekan rendah perlu UCS Batua

n utuh

UCS

(MPa) >250 100- 250

50-

100 25-50 25-5 5-

1 <1

Bobot 15 12 7 4 2 1 0

2 RQD (%) 90-

100 75-90 50-75 25-50 <25

Bobot 20 17 13 8 3

3 Jarak kekar >2 m 0,6-2 m 0,2- 0,6 m

0,06-

0,2 m < 0.06 m

Bobot 20 15 10 8 5

Parameter Selang Nilai

4 Kondisi kekar

Sangat kasar, tdk

menerus, tdk ada pemisahan

, dinding batu tdk

lapuk

Agak kasar, pemisahan

< 1 mm, dinding

sangat lapuk

Agak kasar, pemis

ahan

<1 mm, dindin g sangat

lapuk

Slicken- sided/teb

al gouge

<5 mm, atau pemisaha

n 1-5 mm, menerus

Gouge lunak tebal >5 mm, atau pemisaha

n >5 mm, menerus

Bobot 30 25 20 10 0

Air tanah

Aliran/

10 m panjan g terowo

ngan (lt/min)

None <10 25-10 25-125 >125

(34)

5

Tekana n air kekar maks

0 <0.1 0,1-

0,2 0,2-0,5 >0,5 Kondis

i umum Kering lembab Basah Menetes Mengalir

Bobot 15 10 7 4 0

Klasifikasi bidang kekar terdiri dari lima parameter yang mana parameter tersebut merupakan parameter penting dalam menentukan nilai dari RMR, antara lain:

1. Panjang kekar (Presistensi) 2. Pemisahan bukaan (Aperture) 3. Kekasaran (Roughness) 4. Isian (Gouge)

5. Pelapukan (Weather)

Panduan untuk klasifiksi bidang kekar sebagai penentuan bobot dari setiap parameter dapat dilihat dari table 2.3 berikut ini:

Tabel 2.3 Panduan Untuk Klasifikasi Bidang Kekar

Presistensi <1 m 1-3 m 3-10 m 10- 20 m >20 m

Bobot 6 4 2 1 0

Pemisahan bukaan (aperture)

None <0,1 mm 0,1-1,0 mm

1-5 mm >5 mm

Bobot 6 5 4 1 0

Kekasaran Very rough

Rough Slightly rough

Smooth Slicken- sided

Bobot 6 5 3 1 0

(35)

Isian (gouge) None Hard filling

<5mm

Hard filling

>5mm

Soft filling

<5mm

Soft filling

>5mm

Bobot 6 4 2 2 1

Pelapukan Unweat hered

Slightly weathere

d

Moderat ely weathere

d

Highly weathered

Decomp osed

Bobot 6 5 3 1 0

Tabel 2.4 Pengaruh Orientasi Kekar Dalam Pembuatan Terowongan Dan Penggalian (Bieniawski, 1989:Fowell & Johnson, 1991)

Pengaruh Jurus & Kemiringan Kekar Untuk Penerowongan Jurus Tegak Lurus Sumbu Terowongan Jurus Paralel Sumbu

Terowongan

Tidak Tergant

ung Jurus Galian//kemiringan Galian\\kemiringan

Dip Dip Dip Dip Dip Dip Dip

45 – 90

o

20 – 45

o

45 – 90

o

20 – 45

o

45 – 90

o

20 – 45

o

0 – 20

o

Sangat

menguntu ngkan

Mengu ntungk

an

Sedang Tidak mengunt

ungkan

Sangat tidak menguntu

ngkan

Sedang Tidak

mengun

tungkan

Sumber: Made Astawa Rai, 2011

(36)

Tabel 2.5 Peubah Bobot Orientasi Kekar Orientasi Jurus dan

Kemiringan Kekar

Sangat Mengunt

ungkan

Mengunt ungkan

Sed ang

Tidak Menguntu

ngkan

Sangat tidak menguntung

kan Pemb

obotan

Terowongan 0 -2 -5 -10 -12

Pondasi 0 -2 -2 -15 -25

Lereng 0 -5 -25 -50 -60

Sumber: Made Astawa Rai, 2011

Tabel 2.6 Kelas Massa Batuan Menurut Bobot Total Bobot 100-81 80-61 60-41 40-21 <20

No. Kelas I II III IV V

Description

Batuan sangat baik

Batuan baik

Batuan sedang

Batuan buruk

Batuan sangat buruk

Sumber: Made Astawa Rai, 2011

Tabel 2.7 Arti Kelas Massa Batuan

Kelas I II III IV V

Stand Up Time

20 th-15 m span

1 th-10 m span

1 mg-5 m span

10 jam-2.5 m span

30 menit- 1 m span Cm (kPa) >400 300-400 200-300 100-200 <100

>450 350-450 250-350 150-250 <150

Sumber: Made Astawa Rai, 2011

(37)

Kuat tekan batuan utuh (UCS) dapat diperoleh melalui beberapa pengujian, salahsatunya menggunakan alat pengujian kuat tekan Point Load Index (PLI)

Sistem klasifikasi massa batuan sering menggunakan lebih dari dua parameter, tetapi tergantung juga kepada kepentingannya. Menurut beberapa pihak termasuk Bieniawski, bahwa klasifikasi massa batuan dibuat untuk memenuhi kepentingan berikut: (Rai dkk, 2011)

1. Untuk mengidentifikasi parameter yang paling mempengaruhi prilaku massa batuan

2. Untuk membagi massa batuan kepada kelompok grup yang berprilaku sama yaitu kelas massa batuan dengan kualitas yang berbeda

3. Untuk melengkapi suatu dasar pengertian karakteristik masing-masing kelas

4. Untuk menghubungkan pengalaman atas pengamatan suatu kondisi massa batuan disatu tempat dengan lainnya

5. Untuk menghasilkan data kuantitatif untuk desain rekayasa 6. Untuk melengkapi suatu dasar umum komunikasi

Massa batuan yang terdiri dari kenampakan struktur geologi atau bidang diskontinuitas, atau bidang perlapisan atau kekar dapat diklasifikasikan menurut tiga karakteristik utama yaitu: (Rai dkk, 2011)

1. Orientasi bidang diskontinuitas dan keluarga bidang diskontinuitas

Pemetaan bidang diskontinuitas atau kekar dilakukan disuatu singkapan

massa batuan dengan memperhatikan semua karakteristiknya yang secara

(38)

skematik. Pemetaan orientasi kekar dengan cara mengukur orientasi dalam bentuk kemiringan (dip direction) sepanjang suatu garis bentangan tertentu (scanline) di muka massa batuan.

Sumber: Made Astawa Rai, (2011)

Gambar 2.3 Orientasi Bidang Kekar

2. Jarak antar bidang diskontinuitas, frekuensi bidang diskontinuitas, Rock

Quality Designation (RQD) dan ukuran blok bidang diskontinuitas. Kehadiran

bidang diskontinuitas di dalam massa batuan sering menjadi pengaruh buruk pada

sifat mekaniknya sehingga parameter kuantitatif bidang diskontinuitas perlu

diketahui. Parameter yang dapat menunjukkan kualitas massa batuan sebelum

penggalian dilakukan adalah Rock Quality Designation (RQD) yang

dikembangkan oleh Deere (1964) yang mana dataya diperoleh dari pengeboran

eksplorasi dalam bentuk inti bor yang merupakan wakil massa batuan yang

berbentuk silinder. Untuk mengkuantifikasi inti bor dari boks tersebur maka RQD

harus dihitung. RQD dihitung dari persentasi bor inti yang diperoleh dengan

panjang minimum10 cm dan jumlah potongan inti bor tersebut biasanya diukur

(39)

pada inti bor sepanjang 2 m, pemotongan akibat penanganan pemboran harus diabaikan dari perhitungan dan inti bor yang lembek dan tidak baik berbobot RQD

= 0 (Bianiawski, 1989) dan perhitungannya adalah sebagai berikut:

RQD =

Panjang total bor inti≥0.10 m

Panjang total bor m

x 100% 2.10

Bila bor inti tidak tersedia, RQD dapat dihitung secara tidak langsng dengann cara melakukan pengukura orientasi dan jarak antar diskontinuitas pada singkapan batuan. Priest & Hudson (1976) mengajukan sebuah persamaan untuk menentukan RQD dari data garis bentang sebagai berikut

RQD = 100 𝑒

−0.1𝜆

(0,1 𝜆 + 1) 2.11 Keterangan: 𝜆 = Frekuensi diskontinuitas permeter

Tabel 2.8 Hubungan antar RQD, Kualitas batuan, dan Indeks kecepatan Kualitas Massa

Batuan

RQD (100%) FF (m

-1

) Indeks Kecepatan

Sangat Buruk 0 – 25 >15 <0,2

Buruk 25 – 50 15 – 8 0,2 – 0,4

Sedang 50 – 75 8 – 5 0,4 – 0,6

Baik 75 – 90 5 – 1 0,6 – 0,8

Sangat Baik 90 – 100 <1 0 – 1,0

3. Kondisi bidang diskontinuitas terdiri dari beberapa karakteristik seperti:

a. Presistensi atau kemenerusan bidang diskontinuitas

Presistensi didefenisikan sebagai panjang dari diskontinuitas pada

massa batuan dan dapat diukur panjangnya. Presistensi dapat ditentukan

(40)

dengan pengamatan dan pengukuran panjang dari bidang kekar di massa batuan. klasifikasi presistensi dilihat pada table 2.9.

Tabel 2.9 Klasisikasi Presistensi (ISRM, 1981) Deskripsi Panjang Kekar (m)

Presistensi sangat rendah <1

Presistensi rendah 1 – 3

Presistensi menengah 3 – 10

Presistensi tinggi 10 – 20

Presistensi sangat tinggi >20

b. Kekasaran (Roughness)

Parameter ini terdiri dari kekasaran permukaan ketidakmenerusan, pemisahan (jarak antar permukaan), panjang atau kesinambungan (presistensi), pelapukan batuan dinding dari pada bidang lema dan material pengisi. Kekasaran didefenisikan sebagai tingkat ekasaran dipermukaan bidang kekar yang berfungsi sebagai pengunci antar blok atau mencegah pergeseran sepanjang permukaan kekar.

c. Aperture atau bukaan bidang diskontinuitas d. Isian bidang diskontinuitas (filling material) e. Luahan (seepage)

f. Kekuatan (strength)

(41)

2.1.5. Elemen Hingga (Finite Element)

Pada metode elemen-hingga domain dari daerah yang akan dianalisis dibagi kedalam sejumlah zona yang lebih kecil yang dinamakan elemen. Elemen- elemen tersebut dianggap saling berkaitan pada titik simpul. Perpindahan pada titik simpul dihitung terlebih dahulu, kemudian dengan sejumlah fungsi interpolasi yang diasumsikan, perpindahan pada titik-titik simpul. Selanjutnya regangan yang terjadi pada setiap elemen dihitung berdasarkan besarnya perpindahan pada masing-masing titik simpul. Berdasarkan nilai regangan tersebut dapat dihitung tegangan yang bekerja pada setiap elemen. (Arif, 2016)

Metode finite element adalah metode yang digunakan dalam menentukan factor keamanan terewongan dengan menggunakan software Phase2. Hasil dari pengolahan data tersebut berupa nilai displacement baik secara vertikal ataupun secara horizontal, kemudian nilai strength factor. Nilai strength factor berdada diantara 0 sampai 1, jika nilai SF > 1 maka batuannya aman, jika = 1 maka keadaan batuan kritis dan jika nilai SF <1 maka batuan dinyatakan failure.

Terdapat dua pendekatan yang umum digunakan dalam analisis factor keamanan dengan menggunakan emetode elemen-hingga, yaitu: (Arif, 2016)

1. Metode Pengurangan Kekuatan Geser (Strength Reduction Method) Prinsip metode ini ialah kekuatan geser material niainya dikurangi secara bertahap sampai terbentuk suatu mekanisme keruntuhan. Pengurangan parameter kohesi (c) dan sudut gesek ( ∅) dapat dinyatakan dalam persamaan sebagai berikut:

C 𝑓 =

𝑆𝑅𝐹C

, 2.12

(42)

∅𝑓 = 𝑡𝑎𝑛

−1 tan𝑆𝑅𝐹

2.13 Keterangan : SRF : Faktor reduksi kekuatan geser

F : Faktor keamanan (besarnya sama dengan nilai SRF pada saat tepat terjadi keruntuhan

2. Metode Penambahan Gravitasi (Gravity Increase Method)

Prinsip dari metode penambahan gravitasi yaitu nilai gravitasi dinaikkan secara bertahap sampai terbentuk suatu bentuk mekanisme keruntuhan.

Faktor keamanan dalam pendekatan ini didefenisikan sebagai berikut:

𝐹𝑆 𝑔𝑖 =

𝑔𝑎𝑐𝑡𝑢𝑎𝑙𝑔𝑙𝑖𝑚𝑖𝑡

2.14

Keterangan: g

actual

: Konstanta gravitasi (9.81 kN/m

3

)

g

limit

: Nilai gravitasi yang tepat menyebabkan terjadi suatu keruntuhan

2.1.6. Stand-up Time

Stand-up time adalah kurva yang dapat menentukan kapan instalasi yang

tepat untuk penyangga, jarak antara penyangga dan lamanya batuan untuk bertahan. Lamanya batuan bertahan dapat diketahui dalam hari, minggu, bulan, atau tahun. Semua bisa ditentukan dengan nilai-nilai parameter dari massa batuan.

(Adinata & Murad, 2017)

Aplikasi Rock Mass Rating (RMR) untuk Stand-up time merupakan waktu

yang diperlukan untuk menyangga dirinya (massa batuan) sebelum terjadinya

keruntuhan. (Rai, 2011)

(43)

Dari grafik stand-up time dapat diperoleh nilai dari stand-up time dan juga kemajuan dari terowongan tersebut. Sehingga dapat diketahui berapa lama massa batuan untuk bertahan dengan kemajuan yang telah terlihat dalam juga di grafik stand-up time tersebut.

Cara memasukkan data RMR ke dalam grafik Stand-up time adalah sebagai berikut:

1. Tentukan posisi nilai RMR pada grafik (bagian yang melengkung) baik dari atas maupun bawah

2. Tarik garis lurus terhadap bidang melengkung (jika plot dari atas maka tarik ke bawah begitu pula sebaliknya)

3. Tandai (buat titik) pada tengah-tengah garis yang telah ditarik sebelumnya 4. Tarik garis lurus dari titik yang telah ditandai ke bawaha bawah ataupun

ke atas, maka di dapatkan stand-up time

5. Tarik dari titik tengah sebeumnya kea rah kiri untuk mendapatkan nilai kemajuan terowongan (roof span)

6. Berikut ini merupakan grafik untuk menentukan stand-up time terhadap

kondisi massa batuan:

(44)

Sumber: Mekanika Batuan, Made Astawa Rai dkk, (2011)

Gambar 2.4 Hubungan Stand-up Time Terhadap Roof Span dan RMR 2.1.7. Faktor Keamanan Terowongan

Faktor kemanan terowongan pada penelitian ini ditentukan dengan menggunakan bantuan perangkat lunak. Parameter-parameter yang digunakan dalam penentukan faktor keamanan adalah sebagai berikut: (Firaz dkk, 2015).

1. Sudut geser dalam (∅) 2. Kohesi (C)

3. Sigma 1 (𝜎1) 4. Sigma 3 (𝜎3)

Dari parameter-parameter di atas dapat ditentukan dengan melakukan

pengujian uji kuat geser pada batuan contoh yang didapatkan dari lapangan.

(45)

2.2. Kerangka Konseptual

Pada penelitian ini dapat dilihat kerangka konseptualnya seperti dijelaskan pada gambar berikut:

Gambar 2.5 Kerangka Konseptual Data Primer:

1. Kuat tekan batuan 2. Kondisi kekar 3. Kondisi air tanah 4. Orientasi kekar 5. Dimensi terowongan

Data Sekunder:

1. Peta Lokasi Kegiatan Penambangan CV. Bara Mitra Kencana 2. Peta Geologi CV. Bara Mitra Kencana

3. Peta layout CV. Bara Mitra Kencana 4. Alat dan Spesifikasi

1. Pengukuran kuat tekan batuan dengan alat Point Load Index 2. Perhitungan uji kuat geser batuan

3. Menentukan nilai RMR dari table pembobotan parameter 4. Menganalisis stand-up time menggunakan grafik stand-up time

terhadap roof span berdasarkan nilai RMR

5. Menentukan nilai faktor keamanan terowongan dengan menggunaan perangkat lunak

1. Mendapatkan stand-up time dari terowongan 2. Mendapatkan faktor keamanan dari terowongan

3. Sebagai pertimbangan bagi perusahaan dalam melakukan penggalian serta penyanggan lubang penambangan

INPUT

PROCES

OUTPUT

(46)

Dari kerangka konseptual di atas, dapat dijelaskan proses penyelesaian dalam penelitian ini dapat diselesaikan dalam 3 (tiga) tahap berikut ini:

1.

Input, yaitu proses pengumpulan data, baik dari data lapangan sebagai data

primer ataupun dari data perusahaan sebagai data sekunder.

2.

Procces, yaitu proses pengolahan data menggunakan rumus-rumus,

perangkat lunak dan metode yang sesuai dengan masalah penelitian.

3.

Output, yaitu hasil pengolahan data yang diharapkan dalam penelitian

sehingga dapat dijadikan sebagai pertimbangan bagi perusahaan dalam

melakukan aktivitas penambangaan.

(47)

33

Jenis metode penelitian yang digunakan adalah Penelitian terapan (applied research) yaitu penelitian yang dilakukan secara teliti, hati-hati, sistematik, dan terus

menerus terhadap suatu masalah. Metode penelitian ini dipilih penulis untuk mengetahui stand-up time dan faktor keamanan suatu terowongan tambang.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1. Lokasi Penelitian

Wilayah Izin Usaha Pertambangan CV. Bara Mitra Kencana secara geografis daerah penambangan tersebut terletak pada koordinat 100

o

47‟ 18.39”- 100

o

46‟ 48.10” Bujur Timur (BT) dan 00

o

37‟08.22”- 00

o

36‟58.36” Lintang Selatan (LS). Secara administratif terletak di Tanah Kuning Desa Batu Tanjung Kecamatan Talawi Kota Sawahlunto Provinsi Sumatera Barat.

Lokasi penambangan dapat dicapai dengan menggunakan kendaraan roda

empat dan roda dua dari kota Padang dengan jarak tempuh ±117 Km ke kota

Sawahlunto (waktu tempuh normal±3 jam) serta menuju ke lokasi tambang

dengan jarak ±3 Km.

(48)

Gambar 3.1 Peta Lokasi Kesampain Daerah CV. Bara Mitra Kencana

3.2.2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 28 Juni 2018 sampai tanggal 07 Juli 2018.

3.3. Variabel Penelitian

Terdapat dua variabel dalam penelitian ini yaitu variabel bebas dan variabel terikat, dimana variabel bebas merupakan sebab sedangkan variable terikat merupakan akibat. Penjelasan dari kedua variabel tersebut antara lain:

1. Variabel bebas

Kondisi alam dan kondisi batuan dapat mempengaruhi kekuatan suatu

batuan dalam keamanan terowongan tambang.

(49)

2. Variabel terikat

Kondisi dimana batuan tersebut dapat mengatasi faktor-faktor yang dapat menurunkan keamanan serta dapat menentukan stand-up time lubang tambang yaitu suatu adaptasi terhadap pengaruh alam dan struktur dari batuan tersebut.

3.4. Data dan Sumber Data

Data dan sumber data dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

3.4.1. Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kuantitatif, yaitu suatu data yang dapat diukur dan dihitung secara langsung, yang berupa informasi yang dinyatakan dalam bentuk bilangan atau angka-angka:

1. Data primer

Data primer merupakan data yang secara langsung didapatkan di lapangan melalui pengamatan dan pengujian di laboratorium, antara lain:

a. Data kekar disepanjang lubang tambang b. Jarak antar kekar

c. Kondisi air tanah di dalam lubang tambang d. Dimensi terowongan

e. Data uji kuat tekan yang didapat melalui uji PLI 2. Data sekunder

Data sekunder merupakan data yang diperoleh dari data yang sudah ada

sebelumnya di perusahaan, antara lain:

(50)

a. Data geologi b. Data perusahaan

c. Data lokasi penambangan, serta data-data lain yang dapat mendukung penelitian.

3.4.2. Sumber Data

Yang dimaksud dengan sumber data dalam penelitian adalah subyek dari mana data dapat diperoleh. Dalam penelitian ini penulis mendapatkan data dari pengamatan langsung di lapangan, serta melakukan uji kuat tekan dan kuat geser pada contoh batuan yang nantinya dapat dijadikan sebagai data primer dalam penyelesaian penelitian.

3.5. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut:

1. Pengambilan Data Kekar

Pengambilan data kekar memiliki tahap-tahap yang harus dilakukan, antara lain:

a. Prosedur normal dalam pengambilan data kekar

Sebelum melakukan pemetaan bidang diskontinuitas atau kekar secara detail lakukan dahulu pengamatan massa batuan yang hendak dipetakan dari jarak dekat dan jauh beberapa kali sehingga diperoleh gambaran untuk menentukan cakupan daerah pemetaan dan pengukuran secra detail

(51)

Gambar 3.2 Proses Pembentangan Tali Ukur b. Kemiringan Kekar

Pengukuran jarak kekar dimulai dengan membentangkan tali sepanjang terowongan yang akan diukur. Tali ini diukur strike dan dip-nya memakai kompas kemudian juga dihitung strike dan dip-nya di dinding terowongan. Untuk mendapatkan arah kemiringan (dip direction), nilai strike ditambah 90o. dari data strike dan dip yang sudh didapatkan tadi maka selanjutnya dimasukkan kedalam diagram Rosette, berikut merupakan contoh diagram Rosette dapat dilihat dari Gambar 3.3.

Sumber: Made Astawa Rai dkk, (2011)

Gambar 3.3 Diagram Rosette Hasil Pengukuran Kekar

(52)

2. Pengukuran dimensi terowongan

Data ini digunakan untuk pemodelan dimensi terowongan yang dimana parameter-parameter yang harus diketahui didapatkan melalui pengukuran langsung di lapangan, antara lain:

a. Lebar terowongan b. Tinggi terowongan c. Panjang Cap

3. Kondisi Bidang Diskontinuitas

a. Kondisi Presistensi Kekar

Presistensi didefenisikan sifat kemenerusan dari bidang-bidang kekar yang didefenisikan sebagai panjang dari diskontinuitas pada massa batuan dan dapat diikur panjangnya. Presistensi ditentukan dengan mengamati dan mengukur panjang dari bidang kekar di massa batuan. Klasifikasi presisitensi kekar dapat dilihat pada tabel 3.1 berikut ini: (Mekanika Batuan, Rai dkk,2011)

Tabel 3.1 Klasifikasi Presistensi (ISRM, 1981) Deskripsi Panjang Kekar Presistensi sangat rendah <1

Presistensi rendah 1-3

Presistensi menengah 3-10

Presistensi tinggi 10-20

Presistensi sangat tinggi >20

(53)

b. Kondisi Kekasaran Kekar (Joint Roughness)

Kondisi kekasaran kekar terdiri dari kekasaran permukaan ketidakmenerusan, pemisahan (jarak antar permukaan), panjang atau kesinambungan (presistensi), pelapukan batuan dinding dari bidang lemah, dan material pegisi. Kekasaran didefenisikan sebagai tingkat kekasaran dipermukaan bidang kekar yang berfungsi sebagai pengunci antar blok atau mencegah pergeseran sepanjang permukaan kekar.

c. Kondisi Bukaan Kekar (Aperture)

Pelapukan dinding batuan atau pada permukaan diskontinuitas yang terbentuk pada batuan oleh ISRM (1981) diklasifikasikan sebagai berikut:

1) Tidak lapuk atau segar, tidak terlihat tanda-tanda pelapukan

2) Pelapukan ringan, ketidakmenerusan dapat terisi oleh isin tipis hasil dari alterasi material

3) Pelapukan sedang, lunturan meluas dari bidang ketidakmenerusan lebih besar dari 20% daripada spasi ketidakmenerusan.

4) Pelapukan kuat, lunturan luas melalui batuan dan terdapat bagian material batuan yang gembur

5) Sangat lapuk, batuan terdekomposisi seluruhnya, dan dalam kondisi gembur. Kenampakan luar adalah tanah

d. Kondisi luahan kekar

Suatu keadaan struktur yang stabil dalam keaddaan kering akan menjadi tidak stabil bila kandungan airnya meningkat. Pada terowongan atau lubang bukaan, kondisi kecepatan air tanah dalam liter per menit untuk setiap 10 meter penggalian perlu diketahui. Cara lain dalam mengetahui kondisi umum yang dapat dinyatakan sebagai kering, lembab, basah, menetes dan mengalir dapat dilihat dari tabel RMR.

(54)

3.6. Tenik Pengolahan Data

Teknik pengolahan data dalam penelitian ini menggunakan metode rock mass rating dan finite element.

3.6.1. Rock Mass Rating (RMR)

Sistem Rock Mass Rating (RMR), atau sering juga dikenal sebagai Geomecchanics Classification telah dimodifikasi berulang kali begitu informassi baru

dari studi-studi kasus diperoleh dan menjadikannya sesuai dengan International Standard dan prosedur. RMR terdiri dari lima parameter utama dan satu parameter pengontrol untuk membagi massa batuan.

1. Kuat Tekan Batuan Utuh (UCS) 2.

Rock Quality Designation (RQD)

3.

Jarak Diskontinu/Kekar

4.

Kondisi Diskontinu/Kekar

5.

Kondisi Air Tanah

6.

Koreksi dapat dilakukan bila diperlukan untuk orientasi diskontinuitas/kekar Masing-masing dari setiap bobot parameter dapat ditentukan dari tabel pembobotan seperti yang terlihat pada tabel 2.2

Klasifikasi bidang kekar terdiri dari lima parameter yang mana parameter tersebut merupakan parameter penting dalam menentukan nilai dari RMR, antara lain:

1. Panjang kekar (Presistensi) 2.

Pemisahan bukaan (Aperture)

3.

Kekasaran (Roughness)

4.

Isian (Gouge)

5.

Pelapukan (Weather)

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

bahwa metalanau sebagai litologi yang mengandung uranium di Sektor Lemajung mempunyai nilai rock mass rating (RMR) sebesar 56 atau kelas massa batuan III: fair rock pada kedalaman

Jadi kesimpulan dari hasil makalah ini menurut saya ialah, Rock Mass Rating (RMR) adalah salah satu dari metode klasifikasi massa batuan yang hasilnya digunakan sebagai

bahwa metalanau sebagai litologi yang mengandung uranium di Sektor Lemajung mempunyai nilai rock mass rating (RMR) sebesar 56 atau kelas massa batuan III: fair rock pada kedalaman

bahwa metalanau sebagai litologi yang mengandung uranium di Sektor Lemajung mempunyai nilai rock mass rating (RMR) sebesar 56 atau kelas massa batuan III: fair rock pada kedalaman

Untuk menemukan lereng stabil secara cepat, digunakan pembobotan massa lereng (SMR, Slope Mass Rating) yang berdasarkan kepada pembobotan massa batuan (RMR, Rock Mass Rating).. Pada

sistem pengelompokan batuan Rock mass clasification yang telah dikembangkan seperti RSR “Rock Structur Rating” Wickham et al., 1972, RMR “Rock Mass Rating” Bienieawski, 1973, 1975,

Penelitian ini menganalisis karakteristik massa batuan dengan metode Rock Mass Rating (RMR) untuk mengetahui potensi jenis longsoran dan nilai Faktor Keamanan (FK) pada lereng tambang batu gamping PT Cicatih Putra Sukabumi di Sukabumi, Jawa

The Slope Mass Rating (SMR) geomechanics classification was developed as a sequel of Bieniawski’s Rock Mass Rating (RMR)