• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH RADIASI GAMMA TERHADAP PROFIL PROTEIN Plasmodium berghei STADIUM ERITROSITIK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH RADIASI GAMMA TERHADAP PROFIL PROTEIN Plasmodium berghei STADIUM ERITROSITIK"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

Pusat Teknologi Keselamatan dan Metrologi Radiasi (PTKMR) – Badan Tenaga Nuklir Nasional

Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) – Universitas Indonesia 282 PENGARUH RADIASI GAMMA TERHADAP PROFIL PROTEIN

Plasmodium berghei STADIUM ERITROSITIK Devita Tetriana*, Darlina*, Armanu**, dan Mukh Syaifudin*)

*) Pusat Teknologi Keselamatan dan Metrologi Radiasi *)Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Isotop dan Radiasi ABSTRAK

PENGARUH RADIASI GAMMA TERHADAP PROFIL PROTEIN Plasmodium berghei STADIUM ERITROSITIK. Malaria merupakan salah satu penyakit akibat infeksi parasit yang utama di dunia. Salah satu bagian sel yang berperan sebagai faktor virulensi adalah protein. Protein tersebut sekaligus dapat dijadikan sebagai kandidat vaksin malaria. Tujuan pada penelitian ini akan dipelajari kandungan dan profil protein P. berghei stadium eritrositik hasil iradiasi sinar gamma yang akan dimanfaatkan untuk pengembangan vaksin malaria dipelajari kandungan dan profil protein Plasmodium berghei stadium eritrositik pasca iradiasi gamma. Setelah kultur P. berghei diiradiasi dengan variasi dosis sinar gamma 150, 175, dan 200 Gy, dilakukan analisis terhadap kandungan protein dengan metode Lowry, dan profil protein dianalisis dengan SDS-PAGE dengan konsentrasi gel 10% dan berat molekul standar 10 – 220 kDa. Hasil percobaan menunjukkan bahwa kandungan protein P. berghei semakin menurun sebanding dengan kenaikan dosis radiasi, dengan kadar teringgi pada kontrol yaitu 490 mg/ml dan terendah pada dosis radiasi 200 Gy yaitu 315 mg/ml. Dosis radiasi gamma 150 Gy menyebabkan perubahan profil protein yaitu hilangnya protein pada kisaran 15 kDa. Pada dosis radiasi 175 dan 200 Gy tidak tampak adanya perbedaan profil protein sehingga perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan menggunakan elektroforesis 2 dimensi untuk mengetahui pengaruh iradiasi gamma terhadap profil protein dengan berat molekul yang sama.

Kata kunci : malaria, Plamodium berghei, radiasi gamma, protein

ABSTRACT

THE EFFECT OF GAMMA RAYS TO PROTEIN PROFILE OF ERYTHROCYTIC STAGE OF Plasmodium berghei. Malaria is the one of the most important parasite diseases in the world. One of cell components affecting its virulence factors is proteins. These proteins are also can be used as candidate of malaria vaccine. In this research the protein profile of irradiated Plasmodium berghei post irradiation with gamma ray was studied. After in vivo culture of P. berghei was irradiated with gamma rays at dose variations of 150, 175, and 200 Gy, protein concentrations of parasites were analyzed by Lowry method and their profiles were studied with SDS-PAGE at 10% gel concentration and the range of standard molecular weight was 10 – 220 kDa. The results showed that protein concentration was decreased by increasing of irradiation dose, the highest concentration is 315 mg/ml for 0 Gy and the lowest concentration is 215 mg/ml for 200 Gy. Irradiation with 150 Gy altered protein profiles where the 15 kDa protein was not appeared but there was no different protein profiles found at higher dose (175 and 200 Gy). Keywords : malaria, Plamodium berghei, gamma irradiated, protein

(2)

Pusat Teknologi Keselamatan dan Metrologi Radiasi (PTKMR) – Badan Tenaga Nuklir Nasional

Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) – Universitas Indonesia 283 PENDAHULUAN

Malaria merupakan salah satu penyakit infeksi parasit yang utama di dunia. Setiap tahun 300 – 500 juta kasus malaria menyebabkan 2 juta kematian1. Penyebab malaria adalah parasit dari genus Plasmodium. Ciri utama genus ini adalah siklus hidup terjadi dalam dua inang yang berbeda. Siklus seksual terjadi dalam tubuh nyamuk Anopheles betina, yang bertindak sebagai vektor perantara penyebaran parasit. Siklus aseksual terjadi dalam tubuh manusia2. Penyebaran penyakit malaria dapat dikendalikan dengan beberapa cara, yaitu mencegah kontaminasi dari lingkungan, memutuskan siklus hidup parasit, mengendalikan perkembangan vektor perantara dengan menggunakan insektisida, mencegah terjadinya infeksi, dan mencegah pematangan parasit melalui kemo-profilaksis dan vaksinasi3.

Masalah yang timbul saat ini adalah munculnya resistensi plasmodium terhadap obat malaria dan insektisida. Selain itu, pemanasan global turut berperan dalam meningkatnya kasus malaria. Di dunia, mulai terjadi peningkatan transmisi malaria pada daerah dataran tinggi atau pegunungan4. Salah satu alternatif untuk pencegahan penyakit tersebut adalah dengan pembuatan vaksin malaria yang

memanfaatkan teknik nuklir. Strategi ini sedang dikembangakan oleh WHO dalam program Roll Back Malaria5,6. Teknik nuklir digunakan untuk melemahkan Plasmodium dengan meng-gunakan sinar gamma. Keuntungan penggunaan tenknik ini adalah memiliki efektifitas dalam peningkatan respon imun dibandingkan dengan teknik konvensional seperti pemanasan atau kimia7.

Salah satu cara pengendalian malaria yang mulai dikembangkan di dunia adalah vaksinasi. Empat macam tipe vaksin adalah (1) vaksin inaktif dari organisme patogen yang dimatikan, (2) vaksin aktif dari organisme yang dilemahkan, (3) vaksin dengan subunit protein hasil rekombinasi, dan (4) vaksin asam nukleat. Malaria merupakan penyakit yang disebabkan oleh protozoa dan umumnya vaksin untuk protozoa adalah vaksin aktif dengan menggunakan radiasi sinar gamma untuk melemahkan organisme target4.

Sasaran dari vaksin malaria adalah tahap perkembangan plasmodium yang berbeda yaitu: pre-eritrosit, aseksual dan seksual1,2,4. Vaksin pre-eritrosit ideal untuk penduduk di daerah non endemis atau pengunjung yang akan masuk ke daerah endemis karena vaksin ini dapat memberikan perlindungan hingga 90%.

(3)

Pusat Teknologi Keselamatan dan Metrologi Radiasi (PTKMR) – Badan Tenaga Nuklir Nasional

Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) – Universitas Indonesia 284 Vaksin ini dihasilkan dengan

melemahkan parasit stadium sporozoit menggunakan sinar gamma dosis 150 – 200 Gy8. Vaksin stadium eritrositik dibagi berdasarkan fungsinya yaitu sebagai anti-komplikasi dan anti-invasi. Vaksin stadium aseksual bertujuan untuk menghambat perkembangan merozoit dan mengurangi angka kesakitan pada daerah endemis. Sedangkan vaksin seksual bertujuan untuk mencegah atau mengurangi transmisi parasit ke inang baru (anti-invasi)4.

Plasmodium berghei adalah protozoa yang menyebabkan penyakit malaria pada rodensia. Penelitian berbagai aspek imunologis malaria banyak menggunakan P. berghei dan mencit sebagai hospesnya karena dengan model ini ada kemungkinan dilakukan manipulasi pada hospes sehingga dapat dipelajari perubahan imunologis yang terjadi selama infeksi malaria9. Salah satu bagian sel yang berperan sebagai faktor virulensi adalah protein 10.

Genom plasmodium penyebab malaria tersusun dalam 14 kromosomnya dan berada dalam inti sel dan sebagian lainnya terletak di mitokondria serta hanya sebagian kecil yang berada di apicoplast. Ukuran genom P. falciparum misalnya hampir mencapai 23 Mbp. Dari hasil pembacaan sekuen genom ini

diketahui P. falciparum memiliki sekurangnya 5.300 gen penyandi berbagai macam protein yang berfungsi dalam proses metabolisme, fungsi transport materi organik dari dan ke dalam sel, fungsi dasar kehidupan seperti replikasi-perbaikan-rekombinasi DNA yang disebut sebagai gen house-keeping, dan lain-lain11. Parasit malaria juga memiliki jumlah gen yang mengkode enzim yakni protein yang berfungsi sebagai biokatalis dan protein transport yang jauh lebih sedikit jumlahnya dibandingkan dengan organisme bersel satu non-parasit12.

Bila sel terkena sinar gamma akan mengalami kerusakan secara langsung atau tidak langsung. Efek langsung adalah terjadinya pemutusan ikatan senyawa-senyawa penyusun sel. Efek tidak langsung terjadi karena materi sel terbanyak adalah air yang apabila terkena sinar gamma akan mengalami hidrolisis dan menghasilkan radikal bebas. Radikal bebas akan menyebabkan kerusakan materi sel13.

Perubahan intensitas (konsentrasi) protein dapat disebabkan oleh kerusakan yang diakibatkan oleh iradiasi sinar gamma, baik pada struktur maupun ikatan proteinnya. Perubahan struktur dapat diakibatkan oleh denaturasi maupun degradasi protein. Hal ini terjadi

(4)

Pusat Teknologi Keselamatan dan Metrologi Radiasi (PTKMR) – Badan Tenaga Nuklir Nasional

Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) – Universitas Indonesia 285 karena adanya perubahan yang

diakibatkan oleh iradiasi gamma, baik pada stuktur maupun ikatan proteinnya. Perubahan struktur dapat diakibatkan oleh denaturasi protein, degradasi protein, maupun perubahan DNA. Perubahan DNA dapat menyebabkan sintesis protein tertentu meningkat atau dihasilkannya protein baru. Tujuan pada penelitian ini akan dipelajari kandungan dan profil protein P. berghei stadium eritrositik hasil iradiasi sinar gamma yang akan dimanfaatkan untuk pengembangan vaksin malaria.

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

A. Strain P. berghei.

P. berghei strain ANKA yang diperoleh dari Laboratorium Malaria, Lembaga Biologi Molekuler Eijkman dibiakkan secara in vivo dalam tubuh mencit Swiss di Laboratorium Hewan Bidang Biomedika PTKMR-BATAN. B. Iradiasi Plasmodium berghei dengan Sinar Gamma.

Kultur P. berghei stadium eritrositik ditempatkan di dalam microtube. Selanjutnya dilakukan iradiasi gamma dengan dosis 150, 175, dan 200 Gy di Iradiator IRPASENA PATIR-BATAN dengan laju dosis 360,9 Gy/jam.

C. Pengukuran protein P. bergehei stadium eritrositik dengan Metode Lowry

Setelah diiradiasi gamma kandungan protein dalam kultur diukur. Sampel dipecah terlebih dahulu dengan melarutkan kultur ke dalam aseton (1 : 1) dan disonifikasi selama 15 menit. Ke dalam 1 ml sampel ditambahkan 5 ml larutan Lowry I dan dibiarkan selama 10 menit. Kemudian ditambahkan 0,5 ml larutan Lowry II dan dibiarkan selama 30 menit. Dilakukan pembacaan dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 700 nm.

D. Karakterisasi Profil Protein Plasmodium berghei.

Profil protein dianalisis dengan menggunakan metode elektroforesis satu dimensi SDS-PAGE dengan sistem buffer Laemmli dan konsentrasi gel poliakrilamid 10% (BioRad). Kultur iradiasi sebanyak 20 μl ditambahkan 10 μl aseton dan disonikasi selama 15 menit. Kemudian ditambahkan buffer sampel Laemli sebanyak 20 μl dan dipanaskan selama 15 menit dalam air mendidih. Setelah itu disentrifugasi pada 8000 rpm selama 5 menit. Sebanyak 5 μl filtrat sampel dan standar dimasukkan ke dalam kolom gel dan dielektroforesis pada kondisi 200 V dan 40 mA selama 90 menit. Gel diwarnai dengan commassie R-250 (BioRad) selama 1

(5)

Pusat Teknologi Keselamatan dan Metrologi Radiasi (PTKMR) – Badan Tenaga Nuklir Nasional

Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) – Universitas Indonesia 286 jam lalu didestaining dengan destaining

solution commassie R-250 (BioRad) selama 24 jam. Hasil yang diperoleh dianalisis untuk menentukan jumlah pita. HASIL DAN PEMBAHASAN

Para peneliti telah mengidentifikasi sejumlah protein yang diproduksi oleh parasit yang bertanggung jawab terhadap keparahan penyakit (Gambar 1). Mereka berharap protein ini dapat dijadikan sebagai target pembuatan vaksin sehingga dapat menyelamatkan ribuan anak-anak penderita malaria. Temuan tersebut memfokuskan diri pada sejumlah protein yang ditemukan pada permukaan sel darah merah yang terinfeksi parasit. Protein tersebut diketahui membantu parasit malaria bertahan hidup dalam tubuh manusia dengan menghentikan pembuangan sel darah dalam limpa dan oleh karenanya memungkinkan parasit untuk melakukan reproduksi13.

Parasit malaria menghasilkan berbagai macam protein, bergantung pada apakah seseorang yang terinfeksi tersebut adalah berusia muda (anak-anak) atau dewasa dengan respon kekebalan yang telah berkembang dengan baik. Pada saat tubuh manusia melawan parasit, tubuh mengembangkan respon imun terhadap parasit dengan

memproduksi antobodi melawan protein malaria. Hal ini menurunkan sejumlah protein yang dihasilkan oleh parasit dan tetap hidup, dan akhirnya menyebabkan parasit memproduksi protein yang kurang berbahaya. Para ilmuwan berharap vaksin yang didasarkan pada protein yang hanya pada malaria anak-anak dapat mempercepat proses ini akan tetapi mereka belum sepenuhnya berhasil mengidentifikasi protein yang terlibat. Salah satu yang ditemukan adalah PfEMP1 yang menyebabkan sel terinfeksi menjadi stuck dalam pembuluh darah atau dihilangkan dalam limpa. Sel darah terinfeksi terdegradasi yang menyebabkan demam 14.

Dari penelitian ini diketahui bahwa iradiasi dengan dosis berbeda pada P. berghei stadium eritrositik menunjukkan adanya perubahan kadar protein total (Gambar 2). Kadar protein mengalami penurunan sebanding dengan peningkatan dosis iradiasi. Kadar protein pada dosis iradiasi 150 Gy adalah 435 mg/ml dan pada dosis iradiasi 200 Gy adalah 315 mg/ml. Hal ini diduga karena iradiasi menyebabkan terjadinya pemutusan rantai protein. Hasil statistik menunjukkan adanya pengaruh dosis iradiasi terhadap kandungan protein.

(6)

Pusat Teknologi Keselamatan dan Metrologi Radiasi (PTKMR) – Badan Tenaga Nuklir Nasional

Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) – Universitas Indonesia

287

Gambar 1. Beberapa macam protein Plasmodium sp pada setiap stadium perkembangan 4.

0 100 200 300 400 500 600 0 150 175 200 Dosis (Gy) P rote in (m g/ m l)

Gambar 2. Kandungan protein P. berghei stadium eritrositik pasca iradiasi gamma

Perubahan kadar protein diduga

menyebabkan perubahan kadar antigen

protein. Perubahan tersebut diketahui

dengan mengamati profil protein setelah

dilakukan elektroforesis. Profil protein

dari darah yang terinfeksi P. berghei yang

diiradiasi dan tidak diiradiasi memiliki

jumlah pita sebanyak 13 buah dengan

berat molekul berkisar antara 10 – 60 kDa.

Darah yang tidak mengandung P. berghei

hanya memiliki 10 pita. Pasca iradiasi

dosis 150 Gy terlihat bahwa kultur

mengalami kehilangan protein pada

kisaran 15 kDa. Hasil analisis

Sporozoit Stadium hepatik

Stadium merozoit Stadium seksual Pre-eritrositik CSP-1 LSA-1 EXP-1 LSA-3 Dalampembuluhdarah(3-5 menit) Dalamsel hati (1-2 minggu) Dalamtubuhnyamuk

(10 –14 hari) Dalam sel darah merah (2 hari/siklus) STARP SALSA SSP-2 RAP-1 SERA-1 MSP-2 MSP-3 AMA-1 EBA-175 MSP-1 MSP-5 Pf55 RAP-2 RESA GLURP EMP-1 MSP-4 Pf35 Pfs25 Pfs230 Pfg27 Pfs27 Pfs45/48 Pfs16 Pfs28

Sporozoit Stadium hepatik

Stadium merozoit Stadium seksual Pre-eritrositik CSP-1 LSA-1 EXP-1 LSA-3 Dalampembuluhdarah(3-5 menit) Dalamsel hati (1-2 minggu) Dalamtubuhnyamuk

(10 –14 hari) Dalam sel darah merah (2 hari/siklus) STARP SALSA SSP-2 RAP-1 SERA-1 MSP-2 MSP-3 AMA-1 EBA-175 MSP-1 MSP-5 Pf55 RAP-2 RESA GLURP EMP-1 MSP-4 Pf35 Pfs25 Pfs230 Pfg27 Pfs27 Pfs45/48 Pfs16 Pfs28

(7)

Pusat Teknologi Keselamatan dan Metrologi Radiasi (PTKMR) – Badan Tenaga Nuklir Nasional

Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) – Universitas Indonesia

288

menunjukkan bahwa iradiasi dosis 150 Gy

menyebabkan adanya perubahan profil

protein, sedangkan dosis 175 dan 200 Gy

tidak merubah profil (Gambar 3). Protein

pada dosis 175 dan 200 Gy tidak

menunjukkan adanya perbedaan jumlah

pita tetapi tampak adanya perbedaan

ketebalan pita yang menunjukkan adanya

perbedaan protein pada p.i yang berbeda.

Perbedaan p.i. ini akan tampak apabila

profil protein dianalisis menggunakan 2

dimensi.

Gambar 3. Profil protein kultur P. berghei hasil iradiasi sinar gamma.

A: darah tanpa P. berghei; B: kultur P. berghei (0 Gy); C: kultur P.

berghei (150 Gy); D: kultur P. berghei (175 Gy); E: kultur P. berghei

(200 Gy)

200 kDa 97.4kDa 66 kDa 45 kDa 31 kDa 21.5 kDa 14.4 kDa A B C D E Std

(8)

Pusat Teknologi Keselamatan dan Metrologi Radiasi (PTKMR) – Badan Tenaga Nuklir Nasional

Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) – Universitas Indonesia 289 Suatu materi hidup seperti sel, bila

terkena sinar gamma akan mengalami kerusakan secara langsung atau tidak langsung. Efek langsung adalah terjadinya pemutusan ikatan senyawa-senyawa penyusun sel. Efek tidak langsung terjadi karena materi sel terbanyak adalah air yang apabila terkena sinar gamma akan mengalami hidrolisis dan menghasilkan radikal bebas. Radikal bebas akan menyebabkan kerusakan materi sel15.

Perubahan intensitas (konsentrasi) protein dapat disebabkan oleh kerusakan yang diakibatkan oleh iradiasi sinar gamma, baik pada struktur maupun ikatan proteinnya. Perubahan struktur dapat diakibatkan oleh denaturasi maupun degradasi protein. Hal ini terjadi karena adanya perubahan yang diakibatkan oleh iradiasi gamma, baik pada stuktur maupun ikatan proteinnya. Perubahan struktur dapat diakibatkan oleh denaturasi protein, degradasi protein, maupun perubahan DNA. Perubahan DNA dapat menyebabkan sintesis protein tertentu meningkat atau dihasilkannya protein baru.

Protein yang terdenaturasi mengalami dua kemungkinan, yaitu pengembangan rantai peptida dan pemecahan protein menjadi unit yang lebih kecil tanpa disertai pengembangan

molekul. Terjadinya kedua jenis denaturasi ini tergantung pada keadaan molekul. Yang pertama terjadi pada rantai polipeptida, sedangkan yang kedua terjadi pada bagian-bagian molekul yang bergabung dalam ikatan sekunder. Denaturasi protein, dimungkinkan terjadi degradasi protein. Degradasi protein dapat menyebabkan protein tersebut kehilangan fungsinya sebagai protein dan degradasi struktur dapat berasal dari hilangnya gugus samping16.

Hasil-hasil di atas menunjukkan bahwa iradiasi gamma sebagai metode untuk melemahkan Plasmodium berpotensi besar dalam pembuatan vaksin. Keuntungan vaksin ini adalah memberikan imunitas humoral yang tinggi bila booster diberikan, tidak menyebabkan mutasi atau reversion, dapat digunakan untuk pasien immuno-defisiensi, cocok digunakan untuk daerah tropis tetapi vaksin jenis ini membutuhkan biaya yang lebih tinggi karena membutuhkan booster17.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kandungan protein P. berghei akan semakin menurun seiring dengan kenaikan dosis iradiasi tetapi tidak merusak protein secara total sehingga protein ini dapat dijadikan sebagai salah

(9)

Pusat Teknologi Keselamatan dan Metrologi Radiasi (PTKMR) – Badan Tenaga Nuklir Nasional

Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) – Universitas Indonesia 290 satu bahan antigen vaksin. Sinar gamma

dengan dosis 150 Gy menyebabkan adanya perubahan profil protein yaitu dengan terjadinya kehilangan protein pada kisaran 15 kDa.

Profil protein pada dosis 175 dan 200 Gy tidak tampak adanya perbedaan jumlah pite tetapi terdapat perbedaan ketebalan pita yang menunjukkan adanya perbedaan protein pada p.i yang berbeda. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan menggunakan elektroforesis 2 dimensi untuk mengetahui pengaruh iradiasi gamma terhadap profil protein dengan berat molekul yang sama.

DAFTAR PUSTAKA

1. WORLD HEALTH ORGANIZATION, Initiative for

Vaccine Research, State the art of vaccine research and development, 2005, http:/www.who.int/vaccines-documents

2. DEPARTEMEN KESEHATAN, Mengendalikan penyakit malaria dan mulai menurunnya jumlah kasus malaria dan penyakit lainnya pada 2015.

3. GUNAWAN, S., Malaria: Epidemiologi, patogenesis dan manifestasi klinis, edited by Harijanto, Penerbit Buku Kedokteran EGC, pp 1-25. 2000

4. ANONIMUS. Parasite control, Nature reviews/immunology. Nature publishing group. 2005.

5. GROTH, S., KHAN, B., ROBINSON, A., & HENDRICHS, J., Nuclear sciences figths malaria. Radiation and molecular techniques

can play targeted roles, IAEA Bulletin 43/2/2001, pp. 33-36 (2001). 6. ABEKU, T.A., Response to malaria

epidemics in Africa, Emerging Infectious Diseases Vol. 13, No.5, pp. 681- 686 (2007)

7. WORLD HEALTH ORGANIZATION / ROLL BACK

MALARIA. Malaria early warning systems – concepts, indicators and partners. A framework for field research in Africa. Geneva : The organization. 2001

8. HOFFMAN, S.L., GOH, M.L., LUKE, T.C., Protection of humans against malaria by immunization

with radiation-attenuated Plasmodium falciparum. The Journal

of Infectious Diseases, 185 : 1155 – 64. 2002.

9. WIJAYANTI, M.A., SOERIPTO, N., SUPARGIYONO., FITRI, L.E., Pengaruh Imunisasi Mencit Dengan Parasit Stadium Eritrositik Terhadap Infeksi Plasmodium berghei. Berkala Ilmu Kedokteran. Vol 29, No. 2: 53-59. 1997

10. GOFFAUX, Secretion of Virulence Factors by Escherichis coli. Laboratorie de Bacteriologie, Faculte de Medicine Veterinaire, Universite de Liege. Belgium. 181-202. 1999. 11. THEISEN, M., SOE, S.,

BRUNSTEDT, K., FOLLMANN, F., BREDMOSE, L., ISRAELSEN, H., MADSEN, S.M., and DRUILHE, P., A Plasmodium falciparum GLURP– MSP3 chimeric protein; expression in Lactococcus lactis, immunogenicity and induction of biologically active antibodies, Vaccine 22 (9-10), 1188-1198, 2004. 12. BASTOS, M.S., DA SILVA-NUNES, M., MALAFRONTE, R.S., HELLENA, E., HOFFMANN, E., WUNDERLICH, G., MORAES, S.L., and FERREIRA, M.U., Antigenic polymorphism and naturally acquired antibodies to

(10)

Pusat Teknologi Keselamatan dan Metrologi Radiasi (PTKMR) – Badan Tenaga Nuklir Nasional

Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) – Universitas Indonesia 291 Plasmodium vivax merozoite surface

protein 1 in rural Amazonians. Clinical and Vaccine Immunology, 14. 10:1249-1259, 2007.

13. SHI, Q., LYNCH M.M., ROMERO M.; and BURNS J.M., Enhanced protection against malaria by a chimeric merozoite surface protein vaccine, Infection and immunity, 75(3), 1349-1358, 2007. 14. DARUSSALAM, M., Radiasi dan

Radioisotop: Prinsip Penggunaannya dalam Biologi, Kedokteran dan Pertanian. Tarsito. Bandung. 1996. 15. WINARNO, H., Lipid A-Pusat Aktif

Endotoksin, Struktur Kimia dan

Bioaktivitasnya. Jurnal Cermin Dunia Kedokteran. 103: 59-62. 1995. 16. SYAIFUDIN, M., Indikator

Biokimia Sel terhadap Radiasi Pengion. Buletin ALARA, Pusat Penelitian dan Pengembangan Keselamatan Radiasi dan Biomedika Nuklir. Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN), Vol. 4, 125-131. 2005.

17. GAFFAR, A., Parasitology: Blood and Tissue. University of South California,

http://www.med.sc.edu:85/parasitolo gy/blood-proto.htm.

(11)

Pusat Teknologi Keselamatan dan Metrologi Radiasi (PTKMR) – Badan Tenaga Nuklir Nasional

Gambar

Gambar 1. Beberapa macam protein Plasmodium sp pada setiap stadium perkembangan  4 .
Gambar 3. Profil protein kultur P. berghei  hasil iradiasi sinar gamma.

Referensi

Dokumen terkait

Gizi seimbang merupakan susunan makanan sehari- hari yang mengadung zat-zat gizi dalam jenis dan jumlah yang sesuai dengan kebutuhan tubuh dengan memperhatikan prinsip

Berdasarkan hasil yang telah didapatkan, model Fuzzy Multi-Objective Linear Programming (FMOLP) yang diusulkan dapat digunakan untuk menyelesaikan permasalahan Distribution

Pembuatan obyek 3D awal merupakan pembuatan kerangka obyek. Kerangka obyek ini belum memiliki tekstur, dimana tekstur digunakan untuk memberikan tampilan sesuai dengan obyek

Jadi, masyarakat bahari/maritim dipahami sebagai kesatuan-kesatuan hidup manusia berupa kelompok-kelompok kerja (termasuk satuan-satuan tugas), komunitas sekampung

Soerjono Soekanto, Fungsi Hukum dan Perubahan Sosial , (Bandung : Citra Aditya Bakti, 1991).. Pada taraf strukturil, timbul masalah bagaimana mengorganisasikan pola peranan

Gaji berdasarkan peraturan baru ini selanjutnya (setelah 1 Januari 1968) akan menjadi dasar untuk menetapkan pensiun pokok bagi pegawai negeri serta janda dan anak

Terlihat pada gambar 4 bahwa efisiensi pemanasan mempunyai kecenderungan rendah pada awal pemanasan karena pada awal pemanasan banyak panas yang hasilkan oleh proses

Orang yang bertanggung jawab pada pelaksanaan pekerjaan akan melengkapi rekomendasi-rekomendasi JSA selama persiapan pekerjaan dan mengkomunikasikan JSA pada semua pihak