• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teknologi dan Pelayanan Kesehatan Masyarakat oleh dan untuk masyarakat yang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teknologi dan Pelayanan Kesehatan Masyarakat oleh dan untuk masyarakat yang"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Posyandu

2.1.1 Defenisi Posyandu

Posyandu atau Pos Pelayanan Terpadu adalah Forum Komunikasi Alih Teknologi dan Pelayanan Kesehatan Masyarakat oleh dan untuk masyarakat yang mempunyai nilai strategis dalam mengembangkan sumber daya manusia sejak dini. Sebagai pusat kegiatan masyarakat dalam upaya pelayanan kesehatan keluarga berencana, pusat pelayanan keluarga berencana, serta pos kesehatan yang dikelola dan diselenggarakan untuk dan oleh masyarakat dengan dukungan teknis dari petugas kesehatan dalam rangka pencapaian NKKBS (Mubarak & Chayalin, 2009).

Upaya pengembangan kualitas sumber daya manusia dengan mengoptimalkan potensi tumbuh kembang anak dapat dilaksanakan secara merata apabila sistem pelayanan kesehatan yang berbasis masyarakat seperti posyandu dapat dilakukan secara efektif dan efisien dan dapat menjangkau semua sasaran yang membutuhkan layanan tumbuh kembang anak, ibu hamil, ibu menyusui dan ibu nifas (Depkes RI, 2011).

2.1.2 Tujuan Posyandu

Tujuan posyandu adalah menunjang percepatan penurunan Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) di Indonesia rnelalui upaya pemberdayaan masyarakat. Sasaran pelayanan kesehatan di posyandu adalah seluruh masyarakat utamanya bayi, anak balita, ibu hamil, ibu melahirkan, ibu nifas dan ibu

(2)

menyusui, serta Pasangan Usia Subur (PUS). Kegiatan posyandu terdiri dari Kesehatan Ibu dan Anak (KIA), Keluarga Berencana (KB), imunisasi, gizi dan pencegahan dan penanggulangan diare.

2.1.3 Fungsi Posyandu

1. Sebagai wadah pemberdayaan masyarakat dalam alih informasi dan ketrampilan dari petugas kepada masyarakat dan antar sesama masyarakat dalam rangka mempercepat penurunan AKI dan AKB.

2. Sebagai wadah untuk mendekatkan pelayanan kesehatan dasar, terutama berkaitan dengan penurunan AKI dan AKB.

2.1.4 Manfaat Posyandu

a. Tiap program dapat mencapai hasil program yang optimal walaupun sumber dayanya terbatas, dan juga dapat diperoleh bersama kearah yang lebih baik.

b. Masyarakat memperoleh kemudahan pelayanan di satu kesempatan dan satu tempat sekaligus.

c. Dapat dihindari pemborosan waktu dan sumber daya diharapkan. d. Tingkat partisipasi masyarakat mencapai target yang diharapkan.

e. Cakupan pelayanan dapat diperluas sehingga dapat mempercepat terwujudnya peningkatan derajat ibu, bayi dan anak balita serta terwujudnya NKKBS.

2.1.5 Sasaran Posyandu Sasaran antara lain yaitu : a. Balita

b. Ibu hamil dan ibu menyusui c. Pasangan usia subur (PUS)

(3)

2.1.6 Persyaratan Pendirian Posyandu

Untuk mendirikan Posyandu mempunyai persyaratan antara lain : a. Penduduk RW tersebut paling sedikit terdapat 100 orang balita. b. Terdiri dari 120 kepala keluarga.

c. Disesuaikan dengan kemampuan petugas (bidan desa).

d. Jarak antara kelompok rumah, jumlah KK dalam satu tempat atau kelompok tidak terlalu jauh.

2.1.7 Lokasi/ Letak Posyandu

Mempunyai kriteria sebagai berikut yaitu :

a. Berada di tempat yang mudah didatangi oleh masyarakat. b. Ditentukan oleh masyarakat itu sendiri.

c. Dapat merupakan lokal tersendiri

d. Bila tidak memungkinkan dapat dilaksanakan dirumah penduduk, balai rakyat, pos RT/RW atau pos lainnya.

2.1.8 Kegiatan Posyandu

Kegiatan posyandu mempunyai tujuh kegiatan atau disebut Sapta Krida Posyandu yaitu :

a. Kesehatan Ibu dan Anak b. Keluarga Berencana c. Imunisasi

d. Peningkatan Gizi e. Penanggulangan Diare f. Sanitasi Dasar

(4)

g. Penyediaan obat esensial

Pada hakikatnya posyandu dilaksanakan dalam 1 (satu) bulan kegiatan, baik pada hari buka posyandu maupun di luar hari buka posyandu. Hari buka posyandu sekurang-kurangnya satu hari dalam sebulan. Hari dan waktu yang dipilih sesuai dengan kesepakatan. Hari buka posyandu dapat lebih dari satu kali dalam sebulan apabila diperlukan. Kegiatan rutin posyandu diselenggarakan dan dimotori oleh kader posyandu dengan bimbingan teknis dari puskesmas dan sektor terkait. Jumlah minimal kader untuk setiap posyandu adalah 5 (lima) orang. Jumlah ini sesuai dengan jumlah kegiatan utama yang dilaksanakan oleh posyandu, yakni yang mengacu pada sistem 5 meja (Depkes RI, 2006).

Kegiatan yang dilaksanakan pada setiap langkah serta para penanggung jawab pelaksanaannya secara sederhana dapat diuraikan sebagai berikut :

Tabel 2.1. Mekanisme Kegiatan Posyandu

Langkah Kegiatan Pelaksana

Pertama Pendaftaran Kader

Kedua Penimbangan bayi, anak balita dan ibu hamil Kader Ketiga Pengisian, Pencatatan hasil penimbangan di KMS Kader Keempat Penyuluhan per orangan berdasarkan KMS Kader Kelima Pelayanan kesehatan (pemberian pelayanan

imunisasi, KB, pengobatan, gizi, KIA)

Kader, Kader bersama petugas kesehatan dan sektor terkait lainnya Sumber: Depkes RI, 2006

Indikator yang digunakan dalam pengukuran pelaksanaan posyandu ini antara lain frekuensi kunjungan (penimbangan) setiap bulan yang bila teratur akan ada 12 kali penimbangan setiap tahun. Dalam kenyataan tidak semua posyandu dapat berfungsi setiap bulan sehingga frekuensinya kurang dari 12 kali setahun. Untuk ini

(5)

diambil batasan 8 kali penimbangan setahun di mana bila frekuensi penimbangan di atas 8 kali setahun, maka pemanfaatan posyandu dianggap sudah baik (Depkes, 2006).

Berdasarkan Depkes RI (2006), perkembangan masing-masing posyandu tidak sama, dengan demikian pembinaan yang dilakukan untuk masing-masing posyandu juga berbeda. Untuk mengetahui tingkat perkembangan posyandu, telah dikembangkan metode dan alat telaahan perkembangan posyandu yang dikenal dengan nama Telah Kemandirian Posyandu. Tujuan telaahan adalah untuk mengetahui tingkat perkembangan posyandu yang secara umum dibedakan atas 4 tingkat sebagai berikut:

Tabel 2.2. Tingkat Perkembangan Posyandu Tingkat Perkembangan Kriteria

Posyandu Pratama Posyandu yang masih belum mantap kegiatannya, masih belum bisa rutin setiap bulan, dan kader aktifnya terbatas kurang dari 5 orang

Posyandu Madya Sudah dapat melaksanakan kegiatan lebih dari 8 kali per tahun, dengan rata-rata jumlah kader tugas 5 orang atau lebih, akan tetapi cakupan program utamanya masih rendah yaitu kurang dari 5. Intervensi untuk Posyandu madya antara lain: a) Pelatihan tokoh masyarakat

b) Penggarapan dengan Pendekatan Pembangunan Kesehatan Masyarakat Desa (PKMD) untuk menentukan masalah dan mencari penyelesaian situasi dan kondisi setempat. Posyandu Purnama Posyandu yang frekuensinya lebih dari 8x setahun, rata-rata

jumlah kader tugas 5 orang atau lebih dan cakupan 5 program utamanya lebih dari 50% sudah ada program tambahan bahkan mungkin sudah ada dana sehat yang masih sederhana. Posyandu Mandiri Sudah dapat melaksanakan kegiatan secara teratur, dengan

jumlah kader rata-rata 5 orang atau lebih cakupan 5 program utama sudah bagus, ada program tambahan dan dana sehat telah menjangkau lebih dari 50% KK.

(6)

Posyandu dapat melaksanakan fungsi dasarnya sebagai unit pemantau tumbuh kembang anak serta menyampaikan pesan kepada ibu sebagai agen pembaharuan dan anggota keluarga yang memiliki bayi dan balita dengan mengupayakan bagaimana memelihara anak secara baik yang mendukung tumbuh kembang anak sesuai potensinya. Kurang berfungsinya posyandu sehingga kinerjanya menjadi rendah antara lain disebabkan oleh rendahnya kemampuan kader dan pembinaan dari unsur pemerintah desa/kelurahan dan dinas/instansi/lembaga terkait yang kemudian mengakibatkan rendahnya minat masyarakat untuk menggunakan posyandu. Upaya revitalisasi posyandu telah dilaksanakan sejak krisis ekonomi timbul agar posyandu dapat melaksanakan fungsi dasarnya, namun diakui bahwa meskipun sejak Tahun 1999 telah diprogramkan upaya revitalisasi posyandu di seluruh Indonesia tetapi fungsi dan kinerja posyandu secara umum masih belum menunjukkan hasil yang optimal. Oleh karena itu, upaya revitalisasi posyandu perlu terus ditingkatkan dan dilanjutkan agar mampu memenuhi kebutuhan pelayanan terhadap kelompok sasaran yang rentan (Depdagri RI, 2001).

2.1.9 Pengelola Posyandu

1. Penanggung jawab umum : kades/lurah/kepala lingkungan 2. Penanggung jawab operasional : tokoh masyarakat

3. ketua pelaksana : ketua pokja kelurahan/desa

(7)

a) Kader Posyandu

Kader posyandu dipilih oleh pengurus posyandu dari anggota masyarakat yang bersedia, mampu dan memiliki waktu untuk menyelenggarakan kegiatan posyandu.

Kriteria Kader Posyandu :

1. Dapat membaca dan menulis

2. Berjiwa sosial dan mau bekerja secara relawan 3. Mengetahui adat istiadat serta kebiasaan masyarakat 4. Bertempat tinggal diwilayah posyandu

5. Berpenampilan ramah dan simpatik 6. Diterima masyarakat setempat b) Petugas Puskesmas

Kehadiran tenaga kesehatan Puskesmas yang diwajibkan di posyandu hanya satu kali dalam sebulan.

Peran Petugas pada hari buka posyandu antara lain :

1. Membimbing kader dalam penyelenggaraan posyandu

2. Menyelenggarakan penyuluhan kesehatan (KB dan Gizi kepada pengunjung posyandu dan masyarakat luas)

3. Menganalisa hasil kegiatan posyandu, melaporkan hasil kepada Pukesmas serta menyusun rencana kerja dan melaksanakan upaya perbaikan sesuai dengan kebutuhan posyandu.

c) Kepala Desa/Lurah/Lingkungan

(8)

1. Memberikan dukungan kebijakan, sarana untuk penyelenggaraan posyandu

2. Mengkoordinasikan penggerakan masyarakat untuk dapat hadir pada hari buka posyandu

3. Mengkordinasikan peran kader posyandu, pengurus posyandu dan tokoh masyarakat untuk berperan aktif dalam penyelenggaraan posyandu

4. Mengkoordinasi hasil kegiatan dan tindak lanjut kegiatan posyandu 5. Memberikan dukungan dalam upaya meningkatkan kinerja posyandu 6. Melakukan pembinaan untuk terselenggaranya kegiatan posyandu

secara teratur (Depkes, 2006). 2.2 Balita

2.2.1 Pertumbuhan dan Perkembangan Balita

Anak balita adalah anak berumur 12–59 bulan (KepMenKes RI, 2008). Menurut Soetjiningsih (1995), masa balita merupakan fase terpenting dalam membangun fondasi pertumbuhan dan perkembangan manusia. Rusmil (2006) dalam Gultom menyatakan bahwa pertumbuhan adalah bertambahnya ukuran dan jumlah sel serta jaringan interseluler yang berarti bertambahnya ukuran fisik dan struktur sebagian atau keseluruhan sehingga dapat diukur dengan satuan panjang dan berat, sedangkan perkembangan adalah bertambahnya struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dengan kemampuan gerak kasar, gerak halus, bicara dan bahasa serta sosialisasi dan kemandirian. Periode penting dalam tumbuh kembang anak adalah

(9)

pada masa balita, pertumbuhan dasar yang berlangsung pada masa balita akan memengaruhi dan menentukan perkembangan anak selanjutnya.

Soetjiningsih (1995) selanjutya menyatakan bahwa proses tumbuh kembang anak sangat berkaitan dengan faktor kesehatan atau dengan kata lain hanya pada anak yang sehat dapat terjadi proses tumbuh kembang yang normal. Proses tersebut sangat bergantung pada orang tua meskipun proses tumbuh kembang anak berlangsung secara alamiah. Apalagi masa lima tahun pertama setelah anak lahir (bayi dan balita) merupakan masa yang akan menentukan pembentukan fisik, psikis, maupun intelegensinya.

2.2.2 Pemantauan Pertumbuhan Balita

Pemantauan Pertumbuhan adalah pengukuran berat badan per tinggi/panjang badan (BB/TB). Ditingkat masyarakat pemantauan pertumbuhan adalah pengukuran berat badan per umur (BB/U) setiap bulan di posyandu (KepMenKes RI, 2008). Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 155/Menkes/Per/I/2010 Tentang Penggunaan Kartu Menuju Sehat (KMS) Bagi Balita, perubahan berat badan merupakan indikator yang sangat sensitif untuk memantau pertumbuhan anak. Bila kenaikan berat badan anak lebih rendah dari yang seharusnya, pertumbuhan anak terganggu dan anak berisiko akan mengalami kekurangan gizi, sebaliknya bila kenaikan berat badan lebih besar dari yang seharusnya merupakan indikasi risiko kelebihan gizi.

Menurut Departemen Kesehatan RI yang dikutip oleh Siahaan (2005), pemantauan pertumbuhan balita di Indonesia telah dilaksanakan sejak Tahun 1975 melalui penimbangan bulanan di posyandu dengan menggunakan Kartu Menuju

(10)

Sehat (KMS). Dengan penimbangan setiap bulannya diharapkan gangguan pertumbuhan setiap anak dapat diketahui lebih awal sehingga dapat ditanggulangi secara cepat dan tepat Pembinaan perkembangan anak yang dilaksanakan secara tepat dan terarah menjamin anak tumbuh kembang secara optimal sehingga menjadi manusia yang berkualitas, sehat cerdas, kreatif, produktif, bertanggung jawab dan berguna bagi bangsa dan negara.

Pemantauan pertumbuhan adalah serangkaian kegiatan yang terdiri dari: (1) Penilaian pertumbuhan anak secara teratur melalui penimbangan berat badan setiap bulan, pengisian KMS, menentukan status pertumbuhan berdasarkan hasil penimbangan berat badan; dan (2) Menindaklanjuti setiap kasus gangguan pertumbuhan.

Pada saat ini pemantauan pertumbuhan merupakan kegiatan utama posyandu yang jumlahnya mencapai lebih dari 260 ribu yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Hasil Riset Kesehatan Dasar Tahun 2007 yang dikutip dari Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 155/Menkes/Per/I/2010 Tentang Penggunaan Kartu Menuju Sehat (KMS) Bagi Balita menunjukkan bahwa sebanyak 74,5% (sekitar 15 juta) balita pernah ditimbang minimal 1 kali selama 6 bulan terakhir, 60,9% di antaranya ditimbang lebih dari 4 kali, dan sebanyak 65% (sekitar 12 juta) balita memiliki KMS. Tindak lanjut hasil pemantauan pertumbuhan biasanya berupa konseling, pemberian makanan tambahan, pemberian suplementasi gizi dan rujukan.

(11)

2.2.3 Cakupan Penimbangan Balita

Menurut Supariasa dalam Sagala (2005), penimbangan adalah pengukuran anthropometri (pengukuran bagian-bagian tubuh) yang umum digunakan dan merupakan kunci yang memberikan petunjuk nyata dari perkembangan tubuh yang baik maupun yang buruk. Pengukuran anthtropometri merupakan salah satu metode penentuan status gizi secara langsung. Berat badan merupakan ukuran suatu pencerminan dari kondisi yang sedang berlaku.

Berat badan anak ditimbang sebulan sekali mulai umur 1 bulan hingga 5 tahun di posyandu (Depkes RI, 2008). Supariasa dalam Sagala (2005) menyatakan cakupan penimbangan balita (D/S) di posyandu adalah jumlah anak balita yang datang ke posyandu dan baru pertama sekali ditimbang pada periode waktu tertentu yang dibandingkan dengan jumlah anak balita yang berada di wilayah posyandu pada periode waktu yang sama. Hasil cakupan penimbangan merupakan salah satu alat untuk memantau gizi balita yang dapat dimonitor dari berat badan hasil penimbangan yang tercatat di dalam KMS.

2.2.4 Kartu Menuju Sehat (KMS) Bagi Balita

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 155/Menkes/Per/I/2010 Tentang Penggunaan Kartu Menuju Sehat (KMS) Bagi Balita, KMS Bagi Balita merupakan kartu yang memuat kurva pertumbuhan normal anak berdasarkan indeks antropometri berat badan menurut umur yang dibedakan berdasarkan jenis kelamin. KMS adalah alat yang sederhana dan murah, yang dapat digunakan untuk memantau kesehatan dan pertumbuhan anak, oleh karena itu KMS harus disimpan oleh ibu balita di rumah dan harus selalu dibawa setiap kali

(12)

mengunjungi posyandu atau fasilitas pelayanan kesehatan termasuk bidan dan dokter. Dengan KMS, gangguan pertumbuhan atau risiko kelebihan gizi dapat diketahui lebih dini, sehingga dapat dilakukan tindakan pencegahan secara lebih cepat dan tepat sebelum masalahnya lebih berat.

Keberhasilan posyandu tergambar melalui cakupan SKDN, yaitu: S : Jumlah seluruh balita di wilayah kerja posyandu

K : Jumlah balita yang memiliki KMS di wilayah kerja posyandu D : Jumlah balita yang ditimbang di wilayah kerja posyandu

N : Balita yang ditimbang 2 bulan berturut-turut dan garis pertumbuhan pada KMS naik.

Keberhasilan posyandu berdasarkan:

1. D , yaitu baik/kurangnya peran serta (partisipasi) masyarakat S

2. N , yaitu berhasil/tidak program posyandu D

Adapun tindak lanjut penimbangan berdasarkan hasil penilaian pertumbuhan balita yang terdapat dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 155/Menkes/Per/I/2010 Tentang Penggunaan Kartu Menuju Sehat (KMS) Bagi Balita adalah sebagai berikut:

1. Berat badan naik (N)

a. Berikan pujian kepada ibu yang telah membawa balita ke posyandu

b. Berikan umpan balik dengan cara menjelaskan arti grafik pertumbuhan anaknya yang tertera pada KMS secara sederhana

c. Anjurkan kepada ibu untuk mempertahankan kondisi anak dan berikan nasihat tentang pemberian makan anak sesuai golongan umurnya.

(13)

d. Anjurkan untuk datang pada penimbangan berikutnya. 2. Berat badan tidak naik 1 kali

a. Berikan pujian kepada ibu yang telah membawa balita ke posyandu.

b. Berikan umpan balik dengan cara menjelaskan arti grafik pertumbuhan anaknya yang tertera pada KMS secara sederhana.

c. Tanyakan dan catat keadaan anak bila ada keluhan (batuk, diare, panas, rewel dan lain-lain) dan kebiasaan makan anak.

d. Berikan penjelasan tentang kemungkinan penyebab berat badan tidak naik tanpa menyalahkan ibu.

e. Berikan nasehat kepada ibu tentang anjuran pemberian makan anak sesuai golongan umurnya

f. Anjurkan untuk datang pada penimbangan berikutnya.

3. Berat badan tidak naik 2 kali atau berada di Bawah Garis Merah (BGM)

a. Berikan pujian kepada ibu yang telah membawa balita ke posyandu dan anjurkan untuk datang kembali bulan berikutnya,

b. Berikan umpan balik dengan cara menjelaskan arti grafik pertumbuhan anaknya yang tertera pada KMS secara sederhana

c. Tanyakan dan catat keadaan anak bila ada keluhan (batuk, diare, panas, rewel dan lain-lain) dan kebiasaan makan anak

d. Berikan penjelasan tentang kemungkinan penyebab berat badan tidak naik tanpa menyalahkan ibu.

e. Berikan nasehat kepada ibu tentang anjuran pemberian makan anak sesuai golongan umurnya

(14)

f. Rujuk anak ke puskesmas/pustu/poskesdes. 2.3 Partisipasi Masyarakat

Partisipasi adalah peran serta aktif anggota masyarakat dalam berbagai jenjang kegiatan. Dilihat dari konteks pembangunan kesehatan, partisipasi adalah keterlibatan masyarakat yang diwujudkan dalam bentuk menjalin kemitraan di antara masyarakat dan pemerintah dalam perencanaan, implementasi dan berbagai aktivitas program kesehatan. Partisipasi adalah suatu proses sosial dimana anggota suatu kelompok masyarakat yang tinggal pada wilayah geografis tertentu mengidentifikasi kebutuhan-kebutuhanya, mengambil keputusan dan memantapkan mekanisme untuk memenuhi kebutuhannya (Notoatmodjo, 2005).

Cary (1970) dalam Notoatmodjo (2005) mengatakan bahwa partisipasi dapat tumbuh jika 3 kondisi berikut ini terpenuhi, yaitu : Pertama, adanya kesempatan untuk berpartisipasi. Kedua, adanya kemampuan untuk memanfaatkan kesempatan itu. Ketiga, adanya kemauan untuk berpartisipasi. Untuk meningkatkan partisipasi, maka kesempatan, kemampuan dan kemauan untuk berpartisipasi dalam pembangunan itu perlu ditingkatkan. Peningkatan partisipasi masyarakat adalah suatu proses di mana individu, keluarga dan masyarakat dilibatkan dalam perencanaan dan pelaksanaan program pembangunan kesehatan. Kegiatan ini dimaksudkan untuk meyakinkan masyarakat bahwa program tersebut perlu dilaksanakan oleh masyarakat untuk mengatasi masalah kesehatan yang ada di lingkungannya.

(15)

2.4 Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Partisipasi

Menurut Lawrence Green (1980), perilaku seseorang dipengaruhi 3 faktor utama yaitu faktor-faktor predisposisi (predisposing factors), faktor-faktor pemungkin (enabling factors) dan faktor-faktor penguat (reinforcing factors).

Faktor-faktor yang dapat mempermudah/predisposisi mencakup pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap kesehatan, tradisi dan kepercayaan masyarakat terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan, sistem nilai yang dianut masyarakat, tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi dan sebagainya, misalnya : pemeriksaan kesehatan bagi ibu hamil diperlukan pengetahuan dan kesadaran ibu tersebut tentang manfaat periksa hamil, baik bagi kesehatan ibu sendiri dan janinnya (Notoatmodjo, 2005). Faktor-faktor ini terutama yang positif mempermudah terwujudnya perilaku, maka disebut faktor pemudah. Perilaku ibu mengunjungi posyandu membawa anak balitanya, akan dipermudah jika ibu tahu apa manfaat membawa anak ke posyandu.

Faktor-faktor pemungkin/pendukung mencakup ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas kesehatan bagi masyarakat, misalnya air bersih, tempat pembuangan sampah, tempat pembuangan tinja, ketersediaan makanan yang bergizi dan sebagainya, termasuk juga fasilitas pelayanan kesehatan seperti Puskesmas, Rumah Sakit, Poliklinik, Posyandu, Polindes, Pos Obat Desa, dokter atau bidan praktek swasta dan sebagainya. Untuk perilaku sehat, masyarakat memerlukan sarana dan prasarana pendukung, misalnya perilaku pemeriksaan kehamilan. Ibu hamil yang periksa kehamilan ke tenaga kesehatan tidak hanya karena ia tahu dan sadar manfaat pemeriksaan kehamilan saja, melainkan ibu hamil tersebut dengan mudah harus dapat

(16)

memperoleh fasilitas atau tempat pemeriksaan kehamilan, misalnya Puskesmas, Polindes, bidan praktek ataupun Rumah Sakit. Fasilitas ini pada hakekatnya mendukung atau memungkinkan terwujudnya perilaku kesehatan, maka faktor-faktor ini disebut faktor pendukung atau faktor pemungkin. Sebagai contoh mudahnya akses ke tempat posyandu seperti tempat posyandu yang terjangkau dan tersedianya fasilitas peralatan/sarana posyandu yang memadai dapat mendukung sasaran untuk berpartisipasi ke Posyandu.

Faktor-faktor penguat meliputi faktor sikap dan perilaku tokoh masyarakat, tokoh agama, sikap dan perilaku para petugas termasuk petugas kesehatan dan undang-undang, peraturan-peraturan baik dari pusat maupun pemerintah daerah yang terkait dengan kesehatan. Untuk berperilaku sehat, masyarakat kadang-kadang bukan hanya perlu pengetahuan dan sikap positif dan dukungan fasilitas saja, melainkan diperlukan perilaku contoh dari para tokoh masyarakat, tokoh agama, para petugas terutama petugas kesehatan. Di samping itu undang-undang juga diperlukan untuk memperkuat perilaku masyarakat tersebut. Misalnya perilaku pemeriksaan kehamilan serta kemudahan memperoleh fasilitas pemeriksaan kehamilan, juga diperlukan peraturan atau perundang-undangan yang mengharuskan ibu hamil melakukan pemeriksaan kehamilan. Sebagai contoh, dalam program posyandu dimana yang menjadi penguat adalah petugas kesehatan/puskesmas, ketua PKK/Kader Posyandu agar ibu mau berpartisipasi dalam kegiatan posyandu.

(17)

Gambar 2.1 Hubungan Status Kesehatan, Perilaku dan Pendidikan Kesehatan

Sumber : Notoadmodjo (2003)

2.5. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Partisipasi Ibu Balita dalam Penimbangan Balita ke Posyandu

Dari hasil penelitian Pardede (2010) menyatakan bahwa cakupan penimbangan balita di posyandu terdapat hubungan yang bermakna dengan faktor internal ibu balita (karakteristik ibu) antara lain pendidikan ibu, status pekerjaan ibu, jumlah anggota keluarga, pengetahuan dan sikap ibu mengenai posyandu.

Karakteristik ibu yang merupakan bagian dari karakteristik individu seseorang mempunyai peranan penting terhadap pertumbuhan balita.

Keturunan

Pelayanan Kesehatan Status Kesehatan Lingkungan

Perilaku Proses Perubahan Presdisposing factors, (pengetahuan, sikap, kepercayaan, tradisi, nilai, dsb. Enabling factors, (ketersediaan sumber-sumber/fasilitas) Reinforcing factors, (sikap dan perilaku petugas) Komunikasi Penyuluhan Pemberdayaan Masyarakat

Permbedayaan Sosial Training

Pendidikan Kesehatan (Promosi Kesehatan)

(18)

Gultom (2010) menunjukkan bahwa variabel yang mempunyai pengaruh signifikan terhadap variabel partisipasi ibu dalam penimbangan balita di posyandu yaitu variabel pekerjaan, pengetahuan, dan sikap.

Dari hasil penelitian Angkat (2010) menyatakan bahwa partisipasi ibu ke posyandu di Desa Penanggalan Kecamatan Penanggalan Kota Subulussalam Tahun 2010 selama 1 tahun masih rendah tetapi partisipasinya sudah baik. Faktor yang berhubungan dengan partisipasi ibu ke posyandu adalah pengetahuan ibu, sikap ibu, jarak, dukungan dari petugas kesehatan. Hal ini sesuai dengan beberapa pernyataan dan pendapat para peneliti.

1. Pendidikan

Tingkat pendidikan yang dimaksud adalah pendidikan formal. Pendidikan dalam arti formal sebenarnya adalah suatu proses penyampaian bahan atau materi pendidikan oleh pendidik kepada sasaran pendidikan (anak didik) guna mencapai perubahan tingkah laku (tujuan). Karena pendidikan itu adalah suatu proses maka dengan sendirinya mempunyai masukan dan keluaran. Masukan proses pendidikan adalah sasaran pendidikan atau anak didik yang mempunyai karakteristik. Sedangkan keluaran pendidikan adalah tenaga atau lulusan yang mempunyai kualifikasi tertentu yang sesuai dengan tujuan pendidikan institusi yang bersangkutan. (Notoatmodjo, 2003).

Pendidikan orang tua merupakan salah satu faktor yang penting dalam tumbuh kembang anak, karena dengan pendidikan yang baik, maka orang tua dapat menerima segala informasi dari luar terutama tentang cara pengasuhan anak yang baik,

(19)

bagaimana menjaga kesehatan anaknya, pendidikannya dan sebagainya (Soetjiningsih, 1998)

Hasil studi kuantitatif yang dilakukan Pusat Penyuluhan Kesehatan Masyarakat Depkes RI dan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia yang dikutip oleh Soeryoto dalam Gultom (2010), menyatakan faktor pendidikan ibu balita yang baik akan mendorong ibu-ibu balita untuk membawa anaknya ke posyandu.

2. Pekerjaan

Pekerjaan adalah kegiatan atau aktivitas utama yang dilakukan secara rutin sebagai upaya untuk membiayai keluarga serta menunjang kebutuhan rumah tangga. Salah satu alasan yang paling sering dikemukakan bila ibu tidak membawa balitanya ke posyandu adalah karena mereka harus bekerja.

Hasil penelitian Pardede (2010) menyatakan bahwa penggunaan posyandu terkait dengan status pekerjaan ibu. Ibu balita yang mempunyai pekerjaan tetap akan memengaruhi kesempatan untuk menimbangkan anaknya ke posyandu.

Dari hasil pengamatan di lapangan oleh Gultom (2010), terlihat adanya perbedaan dalam penimbangan balita di posyandu antara responden yang bekerja dengan yang tidak bekerja (termasuk ibu rumah tangga). Berdasarkan hasil pengamatan ditemukan bahwa bekerja menyebabkan ibu balita tidak membawa balitanya ke posyandu untuk ditimbang, hal ini kemungkinan karena posyandu diselenggarakan mulai jam 09.00 hingga 12.00 pada hari kerja.

(20)

3. Pengetahuan

Pengetahuan dalam Notoatmodjo (2007) adalah hasil 'tahu' dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt behavior). Pengetahuan ibu balita yang baik mengenai posyandu tentunya akan terkait dengan cakupan penimbangan balita.

Pengetahuan yang dicakup dalam domain kognitif mempunyai enam tingkat, yakni:

1. Tahu (know)

Tabu diartikan sebagai mengingat suatu mated yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu, 'tahu' ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah.

2. Memahami (Comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasi materi tersebut secara benar.

3. Aplikasi (Application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi riil (sebenamya). Apiikasi di sini dapat diartikan apiikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.

(21)

4. Analisis (Analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen tetapi masih dalam suatu struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain.

5. Sintesis (Synthesis)

Sintesis menunjuk pada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain, sintesis itu suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada.

6. Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.

4. Sikap

Sikap merupakan reaksi atau respons seseorang yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau objek. Manifestasi sikap itu tidak dapat dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku (Notoatmodjo, 2003). Seperti halnya pengetahuan, sikap ini terdiri dari berbagai tingkatan, yakni:

(22)

1. Menerima (Receiving)

Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (objek).

2. Merespons (Responding)

Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap.

3. Menghargai (Valuing)

Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan dengan orang lain terhadap suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga.

4. Bertanggung jawab (Responsible)

Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala risiko yang paling tinggi.

5. Kehadiran Kader Posyandu

Kader merupakan motor penggerak kegiatan posyandu. Kader Kesehatan juga promoter kesehatan desa (promkes) adalah tenaga sukarela yang dipilih oleh masyarakat. Kader Posyandu sebagai kader pembangunan kesehatan didesa, dalam pelayanan di posyandu mempunyai peran sejak persiapan pelayanan sebelum hari pelaksanan (Suparyanto, 2011). Kehadiran Kader Posyandu sangat menentukan berjalannya kegiatan pelayanan kesehatan posyandu seperti mengingatkan/mengajak ibu untuk penimbangan balita ke posyandu, menjelaskan hasil penimbangan, memberikan penyuluhan sesuai dengan hasil dari penimbangan.

(23)

6. Jarak Posyandu

Akses geografis di maksudkan pada faktor yang berhubungan dengan tempat yang memfasilitasi atau yang menghambat pemanfaatannya, ini adalah hubungan antara lokasi suplai dan lokasi dari masyarakat yang dapat diukur dengan jarak waktu tempuh, pemakaian pelayanan preventif lebih banyak di hubungkan dengan akses geografis, dari pada pemakaian pelayanan kuratif (Muninjaya, 2004)

Lawrence Green dalam Notoatmodjo (2003) yang menyatakan bahwa faktor lingkungan fisik/letak geografis berpengaruh terhadap perilaku seseorang/masyarakat terhadap kesehatan. Jarak antara tempat tinggal dengan posyandu sangat mempengaruhi ibu untuk hadir atau berpartisipasi dalam kegiatan posyandu.

Adin (2011) mengungkapkan bahwa dari beberapa alasan yang sering dikemukakan ibu yang tidak datang ke posyandu salah satunya adalah faktor geografi, dimana letak dan kondisi geografis wilayah tersebut. Kondisi geografis diantaranya jarak dan kondisi jalan ke tempat pelayanan kesehatan sangat berpengaruh terhadap keaktifan membawa balitanya ke posyandu.

Hanafiah membuktikan terdapat pengaruh secara signifikan persepsi ibu balita (jarak posyandu dengan tempat tinggal responden) terhadap pemanfaatan posyandu di Desa Matang Tepah Kecamatan Bendahara Kabupaten Aceh Tamiang.

7. Kelengkapan Peralatan Posyandu

Peralatan posyandu merupakan semua alat yang digunakan dalam pelaksanaan posyandu baik peralatan yang digunakan untuk mengukur status gizi maupun peralatan yang digunakan sebagai penunjang lancarnya pelaksanaan posyandu yaitu: ketersediaan alat-alat penunjang lainnya seperti timbangan bayi/balita, timbangan

(24)

dewasa, alat pengukur tinggi/panjang badan, KMS untuk mencatat hasil penimbangan (Angkat,2010).

Menurut Puspasari (2002) untuk kelancaran kegiatan posyandu selain diperlukan tempat yang memadai juga harus didukung oleh ketersediaan alat-alat penunjang lainnya seperti timbangan bayi/balita, timbangan dewasa, alat pengukur tinggi/panjang badan, KMS untuk mencatat hasil penimbangan. Dari hasil observasi dan data yang dikumpulkan sebanyak 54,5% posyandu yang belum memiliki sarana yang memadai di posyandu Kota Sabang Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam Tahun 2002. Keberhasilan posyandu sangat ditentukan ketersediaan sarana/peralatan yang memadai. Pada umumnya permasalahan yang dihadapi dalam pelaksanaan kegiatan posyandu adalah partisipasi pengguna posyandu masih rendah, peralatan di posyandu belum memadai.

Angkat (2010) dari hasil penelitian menunjukkan bahwa kelengkapan peralatan posyandu di Desa Penanggalan Kecamatan Penanggalan Kota Subulussalam masih tidak lengkap. Masih banyak ibu-ibu yang mempunyai anak balita khususnya anak berusia 36 bulan keatas mengatakan malas membawa anaknya ke posyandu karena di posyandu tidak tersedia timbangan injak untuk anaknya karena anaknya tidak mau ditimbang dengan menggunakan timbangan dacin karena anak balita takut, terbukti saat ditimbang anak menangis.

8. Sikap Kader

Kader merupakan motor penggerak kegiatan posyandu. Kader Kesehatan juga promotor kesehatan desa (promkes) adalah tenaga sukarela yang dipilih oleh masyarakat. Kader Posyandu sebagai kader pembangunan kesehatan didesa, dalam

(25)

pelayanan di posyandu mempunyai peran sejak persiapan pelayanan sebelum hari pelaksanan (Suparyanto, 2011).

Hasil penelitian Angkat (2010) menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara dukungan dari kader dengan tingkat partisipasi ibu menimbangkan anaknya ke posyandu. Bahwa ibu yang mendapat dukungan dari kader terlihat dari partisipasi ibu menimbangkan balita cukup baik.

9. Sikap Keluarga

Sikap keluarga terdekat/suami, ibu atau pengasuh balita akan aktif ke posyandu jika ada dorongan dari keluarga terdekat. Sikap keluarga yang mendukung ibu untuk aktif ke posyandu sangat berperan dalam memelihara dan mempertahankan status gizi balita yang optimal. Keluarga merupakan system dasar dimana perilaku sehat dan perawatan kesehatan diatur, dilaksanakan, dan diamankan, keluarga memberikan perawatan kesehatan yang bersifat preventif dan secara bersama-sama merawat anggota keluarga. Keluarga mempunyai tanggung jawab utama untuk memulai dan mengkoordinasikan pelayanan yang diberikan oleh para professional perawatan kesehatan.(Adin, 2011)

Hasil penelitian Angkat (2010) menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara dukungan dari keluarga ibu dengan tingkat partisipasi ibu menimbangkan anaknya ke posyandu. Bahwa ibu yang mendapat dukungan dari keluarga terlihat dari partisipasi ibu menimbangkan balita sudah cukup baik.

2.6 Kerangka Konsep Penelitian

Pendekatan teori yang dipakai dalam mengamati tingkat partisipasi ibu untuk menimbangkan balita ke posyandu adalah teori Lowren Green (1980). Dimana teori

(26)

ini menggambarkan dalam perubahan perilaku kesehatan individu maupun sebuah masyarakat dapat dipengaruhi oleh 2 faktor utama yaitu perilaku itu sendiri dan faktor diluar perilaku tersebut. Faktor perilaku ditentukan oleh 3 faktor yaitu : faktor predisposisi, faktor pendukung (enabling factor), serta faktor pendorong (reinforcing factor). Ketiga faktor ini dapat menggambarkan perilaku masyarakat dalam pemanfaatan pelayanan kesehatan yang dipengaruhi oleh beberapa hal baik yang berasal dari dalam individu, dari luar berupa lingkungan dan sarana/prasarana serta sikap dari kader dan sikap keluarga.

Peneliti ingin mengetahui mengenai keadaan yang mempengaruhi tingkat partisipasi ibu balita dalam penimbangan balita ke posyandu di Wilayah Kerja Puskesmas Darussalam Kecamatan Medan Petisah. Seperti yang telah diuraikan diatas bahwa banyak faktor yang dapat mempengaruhi perilaku ibu untuk menimbangkan anaknya ke posyandu, namun keterbatasan waktu, maka penelitian ini hanya dibatasi pada beberapa faktor/variable penelitian saja. Apabila ada faktor lain diluar dugaan peneliti, peneliti berharap dapat menemukannya pada saat pengambilan data.

(27)

Berdasarkan tujuan penelitian, maka kerangka konsep dalam penelitian ini adalah : Faktor Predisposing • Pendidikan Ibu • Pekerjaan Ibu • Pengetahuan Ibu • Sikap Ibu Faktor Enabling

• Kehadiran Kader Posyandu • Jarak Posyandu

• Kelengkapan Peralatan Posyandu

Faktor Reinforcing • Sikap Kader • Sikap Keluarga

Gambar 2.2 Keramgka Konsep 2.7.Hipotesa Penelitian

1. Ada hubungan antara factor predisposing/predisposisi (mempermudah) yang meliputi pendidikan, pekerjaan, pengetahuan, dan sikap ibu dengan tingkat partisipasi ibu dalam penimbangan balita ke posyandu.

2. Ada hubungan antara factor enabling (pendukung) yang meliputi kehadiran kader posyandu, jarak posyandu dan kelengkapan peralatan posyandu dengan tingkat partisipasi ibu dalam penimbangan balita ke posyandu.

Tingkat Partisipasi Ibu dalam Penimbangan

(28)

3. Ada hubungan antara factor reinforcing (Penguat) yang meliputi sikap kader, sikap keluarga dengan tingkat partisipasi ibu dalam penimbangan balita ke posyandu.

Gambar

Gambar 2.1 Hubungan Status Kesehatan, Perilaku dan Pendidikan     Kesehatan
Gambar 2.2 Keramgka Konsep  2.7.Hipotesa Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Berikut ini koefisien tenaga kerja, koefisien bahan dan koefisien alat untuk menghitung HSP bidang Cipta Karya, yang terdiri dari 6 kelompok pekerjaan: Pekerjaan Persiapan, Pekerjaan

40 Shift 1 (Pukul 07.45) MUSTIKA CAHYA NIRMALA DEWINTA UGM | Fakultas Kedokteran Gizi Kesehatan 41 Shift 1 (Pukul 07.45) ARDHY KHARTIKA DEWI UGM | Fakultas Kedokteran Ilmu

Atap Konstruksi atap bangunan pada projek ini menggunakan sistem struktur kayu untuk seluruh bangunan yang ingin menonjolkan ciri khas Chinese Architecture, struktur space

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang diuraikan pada Bab IV, diperoleh beberapa kesimpulan berikut: 1) Kemampuan berfikir kritis siswa yang

secara berkelompok untuk menjawab pertanyaan tentang pengertian, jenis, karakteristik, lingkup usaha jasa wisata; serta hubungan antara berbagai usaha jasa wisata guna

Pendekatan yang diperlukan dalam pengujian variabel-variabel yang mempengaruhi yaitu pangsa pasar dana pihak ketiga, kecukupan modal, efisiensi, likuiditas, klasifikasi bank

besar 29 (56%) keluarga dapat melaksanakan pemeliharaan terhadap lansia secara baik, sebagian besar 38 (73%) lansia dapat melakukan mekanisme koping secara adaptif

Dalam peran ini manusia penting untuk menyadari bahwa kemampuan yang dimilikinya untuk menguasai alam dan sesama manusia adalah karena penugasan dari Sang Pencipta, sehingga dapat