• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Perilaku

Dari sudut pandang biologis, perilaku adalah suatu tindakan atau aktivitas makhluk hidup yang memiliki bentangan yang sangat luas, yaitu: berjalan, berbicara, menangis, tertawa, bekerja, kuliah, menulis, membaca, dan sebagainya. Oleh sebab itu, semua makhluk hidup berperilaku karena mempunyai aktivitas masing-masing. Dari uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud perilaku adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang dapat diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar (Notoatmodjo, 2007).

Seorang ahli psikologi, Skiner (1938) merumuskan bahwa perilaku merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Oleh karena perilaku ini terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap organisme, dan kemudian organisme tersebut merespons, maka teori Skiner ini dikenal dengan teori “S-O-R” atau “Stimulus-Organisme-Respons”. Teori ini membedakan adanya dua respons, yaitu:

1. Respondent respons atau reflexive, yakni respons yang ditimbulkan oleh rangsangan-rangsangan (stimulus) tertentu. Stimulus semacam ini disebut

eliciting stimulation karena menimbulkan respons-respons yang relatif

tetap. Misalnya: makanan yang lezat menimbulkan keinginan untuk makan, cahaya terang menyebabkan mata tertutup, dan sebagainya.

Respondent respons ini juga mencakup perilaku emosional, misalnya

mendengar berita musibah menjadi sedih atau menangis, lulus ujian meluapkan kegembiraan dengan mengadakan pesta, dan sebagainya.

(2)

2. Operant respons atau instrumental respons, yakni respons yang timbul dan berkembang kemudian diikuti oleh stimulus atau perangsang tertentu. Perangsang ini disebut reinforcing stimulation atau reinforcer, karena memperkuat respons.

Misalnya apabila seorang petugas kesehatan melaksanakan tugasnya dengan baik (respons terhadap uraian tugasnya atau job descriptions) kemudian memeroleh penghargaan dari atasannya (stimulus baru), maka petugas kesehatan tersebut akan lebih baik lagi dalam melaksanakan tugasnya (Notoatmodjo, 2007).

Dilihat dari bentuk respons terhadap stimulus ini, maka perilaku dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:

1. Perilaku tertutup (covert behavior)

Perilaku tertutup terjadi bila respons terhadap stimulus tersebut masih belum dapat diamati orang lain (dari luar) secara jelas. Respons seseorang masih terbatas dalam bentuk perhatian, perasaan, persepsi, pengetahuan, dan sikap terhadap stimulus yang bersangkutan. Bentuk “unobservable

behavior” atau “covert behavior” yang dapat diukur dari pengetahuan dan

sikap.

2. Perilaku terbuka (overt behavior)

Perilaku terbuka ini terjadi bila respons terhadap stimulus tersebut sudah berupa tindakan, atau praktik ini dapat diamati orang lain dari luar atau “observable behavior” (Notoatmodjo, 2010).

(3)

2.2. Domain Perilaku

Perilaku seseorang merupakan keseluruhan (totalitas) pemahaman dan aktivitas seseorang yang merupakan hasil bersama antara faktor internal (dari dalam) dan faktor eksternal (dari luar).

1. Faktor internal, yaitu respon yang merupakan faktor dari dalam diri seseorang. Faktor internal yang menentukan seseorang merespon stimulus dari luar dapat berupa perhatian, pengamatan, persepsi, motivasi, fantasi, sugesti, dan sebagainya.

2. Faktor eksternal, yaitu stimulus yang merupakan faktor dari luar diri seseorang. Faktor eksternal atau stimulus adalah faktor lingkungan, baik lingkungan fisik, maupun non-fisik dalam bentuk sosial, budaya, ekonomi maupun politik.

Penelitian Rogers mengungkapkan bahwa sebelum seseorang mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru) di dalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yaitu:

a. Kesadaran, dimana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (objek).

b. Merasa tertarik terhadap stimulus atau objek tersebut. Di sini sikap subjek sudah mulai timbul.

c. Menimbang-nimbang terhadap baik atau tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya. Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik.

d. Trial, dimana subjek mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh stimulus.

e. Adopsi, dimana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus.

(4)

Seorang ahli psikologi pendidikan, Benyamin Bloom (1908) membedakan adanya 3 area, wilayah, ranah, atau domain perilaku ini, yakni kognitif (cognitive), afektif (affective), dan psikomotor (psychmotor) (Notoatmodjo, 2010). Teori Bloom ini pun berkembang dalam pendidikan kesehatan menjadi 3 tingkat ranah perilaku sebagai berikut:

1. Pengetahuan (knowledge)

Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung, telinga, dan sebagainya). Intensitas perhatian dan persepsi terhadap objek memengaruhi pengetahuan seseorang melalui penginderaan tersebut.Secara garis besarnya dibagi dalam 6 tingkat pengetahuan, yaitu: a. Tahu (know)

Tahu dapat diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu, tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu, seperti: menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan, dan sebagainya.

b. Memahami (comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan,

(5)

menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari.

c. Aplikasi (aplication)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). Aplikasi di sini dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunakan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.

d. Analisis (analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam satu struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja, seperti dapat menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya.

e. Sintesis (synthesis)

Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Atau dengan kata lain, sintesis merupakan suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada.

f. Evaluasi (evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri.

(6)

Pengetahuan dapat diukur dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui dapat disesuaikan dengan tingkatan-tingkatan pengetahun yang telah diuraikan di atas (Notoatmodjo, 2007).

2. Sikap (attitude)

Sikap adalah respons tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek tertentu, yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan. Campbell (1950) mendefinisikan sangat sederhana, yakni:

“An individual’s attitude is syndrome of response consistency with regard to object.”. Dapat diartikan bahwa sikap itu suatu sindroma atau

kumpulan gejala dalam merespons stimulus atau objek, sehingga sikap itu melibatkan pikiran, perasaan, perhatian, dan gejala kejiwaan yang lain. Seorang ahli psikologis sosial, Newcomb menyatakan bahwa sikap itu merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu. Dalam kata lain, fungsi sikap belum merupakan tindakan (reaksi terbuka) atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi perilaku (tindakan) atau reaksi tertutup. (Notoatmodjo, 2010).

Menurut Allport (1954), sikap itu terbagi dalam 3 komponen pokok, yaitu:

a. Kepercayaan (keyakinan), ide, dan konsep terhadap objek. Artinya, bagaimana keyakinan dan pendapat atau pemikiran seseorang terhadap objek.

(7)

b. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek. Artinya, bagaimana penilaian (terkandung di dalamnya faktor emosi) orang tersebut terhadap objek.

c. Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave). Artinya, sikap adalah merupakan komponen yang mendahului tindakan atau perilaku terbuka. Sikap adalah ancang-ancang untuk bertindak atau berperilaku terbuka (tindakan).

Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total attitude). Dalam penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan, pikiran, keyakinan, dan emosi memegang peranan penting (Notoatmodjo, 2010).

Seperti halnya dengan pengetahuan, sikap juga memiliki 4 tingkatan, yaitu:

a. Menerima (receiving)

Menerima diartikan bahwa seseorang (subjek) mau menerima stimulus yang diberikan (objek).

b. Menanggapi (responding)

Menanggapi di sini diartikan memberikan jawaban atau tanggapan pertanyaan atau objek yang dihadapi.

c. Menghargai (valuing)

Menghargai diartikan subjek, atau seseorang memberikan nilai yang positif terhadap objek atau stimulus, dalam arti, membahasnya dengan orang lain dan bahkan mengajak atau memengaruhi atau menganjurkan orang lain merespons.

(8)

Sikap yang paling tinggi tingkatannya adalah bertanggung jawab terhadap apa yang telah diyakininya. Seseorang yang telah mengambil sikap tertentu berdasarkan keyakinannya, dia harus berani mengambil risiko bila ada orang lain yang mencemoohkan atau adanya risiko lain (Notoatmodjo, 2010).

Sikap mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:

1. Sikap dibentuk dan diperoleh sepanjang perkembangan seseorang dalam hubungan dengan objek tertentu.

2. Sikap dapat berubah sesuai dengan keadaan dan syarat-syarat tertentu terhadap suatu kelompok.

3. Sikap dapat berupa suatu hal tertentu tapi dapat juga berupa kumpulan dari hal-hal tersebut.

4. Sikap mempunyai segi-segi motivasi dan perasaan. Fungsi sikap dibagi dalam 4 golongan (Ahmadi, 1992), yaitu: 1. Sebagai alat menyesuaikan diri

Sikap adalah sesuatu yang bersifat communicable yang artinya sesuatu yang mudah menjalar, sehingga menjadi mudah pula menjadi milik bersama. Sikap bisa menjadi rantai penghubungan antara orang dengan kelompoknya atau dengan anggota kelompok lain.

2. Sebagai pengatur tingkah laku

Tingkah laku anak kecil atau hewan umumnya merupakan aksi-aksi yang spontan terhadap sekitarnya. Antara perangsang dan reaksi tidak ada pertimbangan tetapi pada orang dewasa dan sudah lanjut usianya, perangsang itu umumnya tidak diberi reaksi secara spontan akan tetapi terdapat adanya proses secara sadar untuk menilai

(9)

perangsang-perangsang itu. Jadi, antara perangsang-perangsang itu sebenarnya bukan hal yang berdiri sendiri tetapi merupakan sesuatu yang erat hubungannya dengan cita-cita orang, tujuan hidup orang, peraturan kesusilaan, keinginan pada orang itu, dsb.

3. Sebagai alat pengatur pengalaman-pengalaman

Dalam hal ini perlu dikemukakan bahwa manusia di dalam menerima pengalaman-pengalaman dari dunia luar, sikapnya tidak pasif tetapi diterima secara aktif, artinya semua pengalaman yang berasal dari luar itu tidak semuanya dilayani tetapi memilih nama yang perlu dan yang tidak perlu dilayani. Jadi semua pengalaman ini diberi penilaian lalu dipilih.

4. Sebagai pernyataan kepribadian

Sikap sering mencerminkan pribadi seseorang. Ini disebutkan karena sikap tidak pernah terpisah dari pribadi yang mendukungnya. Oleh karena itu, dengan melihat sikap pada objek tertentu, sedikit banyak orang bisa mengetahui pribadi orang tersebut. Jadi sikap sebagai pernyataan pribadi. Apabila kita akan mengubah sikap seseorang kita harus mengetahui keadaan sesungguhnya dari sikap orang tersebut dengan mengetahui sikap itu kita akan mengetahui pula mungkin tidaknya sikap tersebut dapat diubah dan bagaimana cara mengubah sikap-sikap tersebut (Purwanto, 1999).

Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung dan tidak langsung. Secara langsung dapat ditanyakan bagaimana pendapat atau pernyataan responden terhadap suatu objek (Notoatmodjo, 2007).

(10)

3. Tindakan atau Praktik (practice)

Seperti yang telah disebutkan di atas bahwa sikap adalah kecenderungan untuk bertindak (praktik). Sikap belum tentu terwujud dalam tindakan, sebab untuk terwujudnya tindakan perlu faktor lain, yaitu antara lain adanya fasilitas atau sarana dan prasarana.

Tindakan atau praktik ini mempunyai 3 tingkatan menurut kualitasnya, yaitu:

a. Persepsi (perception)

Diartikan mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil.

b. Respon terpimpin (guided respons)

Diartikan dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar sesuai dengan contoh.

c. Mekanisme (mechanism)

Diartikan seseorang yang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis, atau sudah merupakan kebiasaan.

d. Adopsi (adaptation)

Diartikan adaptasi adalah suatu tindakan yang sudah berkembang baik. Artinya tindakan ini sudah dimodifikasinya tanpa mengurangi kebenaran tindakan tersebut (Notoatmodjo, 2003).

Pengukuran perilaku dapat dilakukan secara tidak langsung dengan wawancara terhadap kegiatan yang telah dilakukan beberapa jam, hari, atau bulan yang lalu (recall). Pengukuran juga dilakukan secara langsung, yakni dengan mengobservasi tindakan atau kegiatan responden (Notoatmodjo, 2003).

(11)

2.3. Teori Snehandu B. Karr

Karr mengidentifikasi adanya 5 determinan perilaku, yaitu:

1. Adanya niat (intention) seseorang untuk bertindak sehubungan dengan objek atau stimulus di luar dirinya.

2. Adanya dukungan dari masyarakat sekitarnya (social support). Di dalam kehidupan seseorang di masyarakat, perilaku orang tersebut cenderung memerlukan legitimasi dari masyarakat di sekitarnya. Apabila perilaku tersebut bertentangan atau tidak memperoleh dukungan dari masyarakat, maka ia akan merasa kurang atau tidak “nyaman”. Demikian pula, untuk berperilaku kesehatan orang memerlukan dukungan masyarakat sekitarnya, paling tidak, tidak menjadi gunjingan atau bahan pembicaraan masyarakat.

3. Terjangkaunya informasi (accessibility of information) adalah tersedianya informasi-informasi terkait dengan tindakan yang akan diambil oleh seseorang.

4. Adanya otonomi atau kebebasan pribadi (personal autonomy) untuk mengambil keputusan. Di Indonesia, terutama ibu-ibu, kebebasan pribadinya masih terbatas, terutama lagi di pedesaan. Seorang istri, dalam pengambilan keputusan masih sangat tergantung kepada suami. 5. Adanya kondisi dan situasi yang memungkinkan (action situation).

Untuk bertindak apa pun memang diperlukan suatu kondisi dan situasi yang tepat. Kondisi dan situasi mempunyai pengertian yang luas, baik fasilitas yang tersedia serta kemampuan yang ada (Notoatmodjo, 2010).

(12)

2.4. Polimer Plastik

Plastik adalah benda yang dapat diacu dalam bentuk kumpulan zat organik yang stabil pada suhu tinggi biasanya, tetapi pada beberapa tahap pembuatannya bersifat plastik sehingga dapat diubah bentuk dengan menggunakan kalor dan tekanan. Plastik merupakan material yang banyak digunakan untuk membuat produk atau barang-barang yang berguna bagi kehidupan manusia. Hampir setiap barang mengandung bahan plastik, mulai dari barang elektronik seperti TV, Kulkas, Handphone, sampai pestisida. Plastik memiliki keuntungan yaitu lebih praktis (simple), biasanya tidak lebih mahal harganya daripada bahan di luar bahan plastik, serta mudah didapatkan di pasar.

Dan juga kelebihan plastik adalah ringan, fleksibel, multiguna, kuat, tidak berkarat, dan memiliki warna yang menarik perhatian masyarakat serta membutakan konsumen tentang dampak yang ditimbulkan, seperti terjadinya perpindahan zat-zat penyusun dari plastik ke dalam makanan/minuman, terutama jika makanan/minuman itu tidak cocok dengan plastik yang mengemasnya. Zat-zat penyusun itu cukup tinggi potensinya untuk menimbulkan penyakit kanker pada manusia (Fadli, 2012). Pada industri makanan dan minuman, Bisphenol-A (BPA) merupakan salah satu bahan plastik sebagai tempat penyimpanan makanan, botol air mineral, dan botol bayi. Satu test membuktikan bahwa 95% orang pernah memakai barang mengandung BPA (Anonim, 2009).

Plastik merupakan salah satu polimer yang memiliki sifat fisio-kimia, yaitu:

1. Termoset, yaitu jenis plastik yang tidak bisa didaur-ulang atau dicetak, contohnya poliviniliden klorida (PVdC), akrilik yang sering digunakan untuk botol-botol minuman, polietra fluoroetilen (PTFE) yang terdapat

(13)

pada peralatan daput seperti Teflon dan Ediblefilm dari amilosa pati jagung untuk kemasan permen dan sosis yang dapat dimakan.

2. Termoplastik, yaitu jenis plastik yang dipakai untuk mengemas atau kontak dengan bahan makanan/minuman dan dapat didaur-ulang/dicetak kembali, contoh plastik kresek. (Fadli, 2012)

Setiap perusahaan umumnya telah memiliki standar perlindungan konsumen dengan mencantumkan jenis bahan plastik yang digunakan pada wadah makanan atau minuman dan dapat didaur-ulang. Standar ini dikeluarkan oleh SPI

(Society of Plastic Industry) di Amerika Serikat dengan membuat kode jenis

plastik. Kode-kode ini dicetuskan oleh ISO (International Organization for Standardization) dan kemudian diikuti oleh lembaga berwenang, seperti FDA

(Food & Drugs Administration), EPSA (European Food Safety Authority), dan

Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) untuk Indonesia (Utiya, 2009). Secara umum, tanda pengenal plastik tersebut:

a. Terletak di bagian bawah wadah plastik berupa cetakan timbul. b. Bergambar panah yang membentuk segi tiga.

c. Di dalam segi tiga, terdapat sebuah angka.

d. Serta nama jenis plastik berupa inisial kandungan kimianya di bawah segitiga berpanah itu. (Neo Mujahid, 2009)

Simbol daur ulang (recycle) menunjukkan jenis bahan resin yang digunakan untuk membuat materi.

(14)

2.4.1. Kode Polimer Plastik pada Botol Minuman

1. PET atau PETE (Polyethylene Etilen Terephalate)

a. Pada bagian bawah kemasan botol plastik biasanya tertera logo daur ulang dengan angka 1 di tengahnya serta tulisan PETE atau PET (Polyethylene Terephthalate) di bawah segi tiga.

b. Dalam dunia tekstil, PET biasa disebut dengan polyester. Biasanya digunakanuntuk botol plastik yang

jernih/transparan/tembus pandang seperti botol air mineral, botol jus, wadah makanan dan hampir semua botol minuman lainnya.

c. Tidak untuk air hangat apalagi panas. Untuk

jenis ini, disarankan hanya untuk satu kali penggunaan dan tidak untuk mewadahi pangan dengan suhu >60C, hal ini akan mengakibatkan lapisan polimer pada botol tersebut akan meleleh atau terkontaminasi oleh mikroba dan mengeluarkan zat karsinogenik (penyebab kanker) (Sopyanhadi, 2008).

Dalam proses pembuatan PET, menggunakan bahan yang disebut dengan SbO3 (antinomi trioksida) yang berbahaya bagi para pekerja yang

berhubungan dengan pengolahan ataupun daur ulangnya karena SbO3

masuk ke dalam tubuh melalui sistem pernafasan yaitu akibat menghirup debu yang mengandung senyawa tersebut. Terkontaminasinya senyawa ini dalam waktu yang lama akan mengalami iritasi kulit dan saluran pernafasan. Bagi pekerja wanita, senyawa ini meningkatkan masalah menstruasi dan keguguran, bila melahirkan, anak mereka kemungkinan

(15)

besar akan mengalami pertumbuhan yang lambat hingga usia 12 bulan. Bahan ini dapat dibuat lagi ke dalam bulu domba kutub, serat, karpet, dll.

2. HDPE (High Density Polyethylene)

a. Pada bagian bawah kemasan botol plastik umumnya tertera logo daur ulang dengan angka 2 di tengahnya, serta tulisan HDPE (Polyethylene Densitas Tinggi) di bawah segi tiga.

b. Biasa dipakai untuk botol susu yang berwarna putih susu, tupperware, galon air minum, dll.

c. Botol plastik jenis HDPE ini merupakan salah satu bahan plastik yang aman untuk digunakan karena kemampuan untuk mencegah reaksi kimia antara kemasan plastik berbahan HDPE dengan makanan/minuman yang dikemasnya.

d. HDPE memiliki sifat bahan yang lebih kuat, keras, buram, dan lebih tahan lama terhadap suhu tinggi, namun dapat melunak pada suhu 75C.

e. Sama seperti PET, HDPE juga direkomendasikan hanya sekali pakai pemakaian karena pelepasan senyawa antimoni trioksida terus meningkat seiring waktu (Sopyanhadi, 2008).

3. PVC (Polyvinyl Chloride)

a. Pada bagian bawah kemasan botol plastik, tertera logo daur ulang (terkadang berwarna merah) dengan angka 3 di tengahnya, serta tulisan V. V itu berarti PVC (Polyvinyl Chloride), yaitu jenis plastik yang paling sulit didaur ulang.

(16)

b. PVC bisa ditemukan pada plastik pembungkus (cling wrap) dan botol-botol. PVC mengandung DEHA yang dapat bereaksi dengan makanan yang dikemas dengan plastik berbahan PVC, saat bersentuhan langsung dengan makanan tersebut. Karena DEHA bisa lumer pada suhu 150C.

c. Reaksi yang terjadi antara PVC dengan makanan yang dikemas dengan plastik ini berpotensi berbahaya untuk ginjal, hati, dan berat badan. d. Plastik jenis ini sebaiknya tidak untuk mewadahi pangan yang

mengandung lemak/minyak, alkohol, dan dalam kondisi panas. Sebaiknya mencari alternatif pembungkus makanan/minuman, seperti plastik yang terbuat dari polietilena atau bahan alami yaitu daun pisang (Sopyanhadi, 2008). Bahan ini juga dapat diolah kembali menjadi mudflaps, panel, tikar, dll.

4. LDPE (Low Density Polyethylene) a. Pada bagian bawah kemasan botol

plastik, tertera logo daur ulang dengan angka 4 di tengahnya, serta tulisan LDPE (Low

Density Polyethylene) yaitu plastik

tipe cokelat (thermoplastic/dibuat dari minyak bumi), biasa dipakai untuk tempat makanan, plastik kemasan, botol-botol yang lembek, pakaian, mebel, dll.

b. Sifat mekanis jenis LDPE ini adalah kuat, tembus pandang, fleksibel, kedap air tetapi tembus cahaya, dan permukaan agak berlemak, pada

(17)

suhu 70C akan melunak dan menjadi sangat resisten terhadap reaksi kimia, daya proteksi terhadap uap air tergolong baik, dapat didaur ulang.

c. Barang berbahan LDPE ini sulit dihancurkan, tetapi tetap baik untuk tempat makanan karena sulit bereaksi secara kimiawi dengan makanan yang dikemas dengan bahan ini (Sopyanhadi, 2008). LDPE dapat didaur ulang dengan banyak cara, misalnya dilarutkan ke dalam kaleng, keranjang kompos, dan landscaping tiles.

5. PP (Polypropylene)

a. Pada bagian bawah kemasan botol plastik, tertera logo daur ulang dengan angka 5 di tengahnya, serta tulisan PP adalah bahan plastik terbaik terutama untuk produk yang berhubungan dengan makanan dan minuman seperti tempat menyimpan makanan, botol minum, dan terpenting botol minum untuk bayi.

b. Karakteristik adalah biasanya botol transparan yang tidak jernih atau berawan, keras tetapi fleksibel. Polipropilen lebih kuat dan ringan dengan daya tembus uap yang rendah, ketahanan yang baik terhadap lemak/minyak, stabil terhadap suhu tinggi dan cukup mengkilap. Melunak pada suhu 150C. (Sopyanhadi, 2008). PP dapat diolah kembali menjadi garpu, sapu, nampan, dll.

(18)

6. PS (Polystyrene)

a. Pada bagian bawah kemasan botol plastik, tertera logo daur ulang dengan angka 6 di tengahnya, serta tulisan PS. Polystyrene ditemukan pada tahun 1839 oleh Eduard Simon, seorang apoteker dari Jerman secara tidak sengaja.

b. Terdapat dua macam PS, yaitu yang kaku dan lunak/berbentuk foam. c. PS yang kaku biasanya jernih seperti kaca, kaku, mudah terpengaruh

lemal dan pelarut (seperti alkohol), mudah dibentuk, melunak pada suhu 95C. Contoh: wadah plastik bening berbentuk kotak untuk wadah makanan.

d. PS yang lunak berbentuk seperti busa, biasanya berwarna putih, lunak, dan mudah terpengaruh lemat dan pelarut lain (seperti alkohol). Bahan ini melepaskan styrene jika kontak dengan pangan. Contohnya yang sudah sangat terkenal styrofoam. Biasanya digunakan sebagai wadah makanan atau minuman sekali pakai, karton wadah telur, dll.

e. Styrofoamyaitu kemasan yang umumnya berwarna putih dan kaku yang sering digunakan sebagai kotak pembungkus makanan. Tadinya

styrofoam ini dipakai untuk pengaman barang non-makanan seperti

barang-barang elektronik agar tahan benturan ringan, namun pada saat ini seringkali dipakai sebagai kotak pembungkus makanan. Kegunaannya yang mudah, praktis, enak dipandang, murah, anti bocor, tahan terhadap suhu panas dan dingin seolah membutakan masyarakat akan dampak dan efek bagi lingkungan serta kesehatan tubuh manusia (Khomsan, 2003).

(19)

f. Kemasan styrofoam yang rusak/berubah bentuk sebaiknya tidak digunakan untuk mewadahi makanan berlemak/berminyak terutama dalam keadaan panas.

g. Polystyrene merupakan polimer aromatik yang dapat mengeluarkan bahan styrene ke dalam makanan ketika makanan tersebut bersentuhan. h. Selain tempat makanan, styrene juga bisa didapatkan dari asap rokok,

asap kendaraan, dan bahan konstruksi gedung.

i. Bahan ini harus dihindari karena selain berbahaya untuk kesehatan otak, mengganggu hormon estrogen pada wanita yang berakibat pada masalah reproduksi, pertumbuhan, dan sistem saraf. Bahan ini juga sulit didaur ulang. Jika harus didaur ulang, PS memerlukan proses yang sangat panjang dan lama.

j. Bahan ini dapat dikenali dengan kode angka 6, namun bila tidak tertera kode angka tersebut pada kemasan plastik, bahan ini dapat dikenali dengan cara dibakar (cara terakhir dan sebaiknya dihindari). Ketika dibakar, bahan ini akan mengeluarkan api berwarna kuning-jingga, dan meninggalkan jelaga (Sopyanhadi, 2008).

k. PS mengandung benzene, suatu zat penyebab kanker dan tidak boleh dibakar. Bahan ini diolah kembali menjadi isolasi, kemasan, pabrik tempat tidur, dll.

(20)

7. OTHER (Polycarbonate)

a. Pada bagian bawah kemasan botol plastik, tertera logo daur ulang dengan angka 7 di tengahnya, serta tulisan OTHER. Other (SAN/styrene acrylonitrile, ABS/acrylonitrile butadiene

styrene, PC/polycarbonate, dan Nylon).

b. Dapat ditemukan pada tempat makanan dan minuman seperti botol minum olahraga, suku cadang mobil, alat-alat rumah tangga, komputer, alat-alat elektronik, dan plastik kemasan.

c. PC/polycarbonate dapat ditemukan pada botol susu bayi, gelas anak balita (sippy cup).

d. Dapat mengeluarkan bahan utamanya yaitu Bisphenol-A ke dalam makanan dan minuman yang berpotensi merusak sistem hormon, kromosom pada ovarium, penurunan produksi sperma, dan mengubah fungsi imunitas.

e. Dianjurkan untuk tidak dipergunakan untuk tempat makanan ataupun minuman karena Bisphenol-A dapat berpindah ke dalam minuman atau makanan jika suhunya dinaikkan karena pemanasan. Untuk mensterilkan botol susu, sebaiknya direndam saja dalam air mendidik dan tidak direbus atau dipanaskan dengan microwave. Botol yang sudah retak sebaiknya tidak digunakan lagi.

f. SAN dan ABS memiliki resistensi yang tinggi terhadap reaksi kimia dan suhu, kekuatan, kekakuan, dan tingkat kekerasan yang telah ditingkatkan.

g. Biasanya terdapat pada mangkuk mixer, pembungkus termos, piring, alat makan, penyaring kopi, dan sikat gigi.

(21)

h. SAN dan ABS merupakan salah satu bahan plastik yang sangat baik untuk digunakan dalam kemasan makanan ataupun minuman (Iman, 2005).

2.4.2. Cara Mengenal Jenis Plastik pada Kemasan Botol Minuman

Berikut cara-cara mengenal jenis plastik pada kemasan botol minuman

adalah:

a. Periksa nomor kode daur ulang, biasanya diletakkan pada bagian bawah botol dalam tutup, atau dicetak pada label untuk kemasan fleksibel.

b. Periksa keras atau lunak: PP ditekan akan balik ke bentuk semula; HDPE ditekan tidak kembali; LDPE lebih lunak dari HDPE; PET keras; PC lebih keras; PVC kurang keras.

c. Periksa permukaan mengilap atau tidak: PC, PET, dan PVC mengilap; PP mengilaptapi tidak keras; HDPE dan LDPE tidak mengilap.

d. Test bakar: HDPE dan LDPE akan berbau wax; PC berbau phenol; PVC berbau chlorine; PET berbau buah.

e. Kemasan tersebut harus dapat melindungi produk dari kerusakan fisik dan mekanis.

f. Cegah penggunaan botol susu bayi dan cangkir bayi (dengan lubang penghisapnya) berbahan polycarbonate, cobalah pilih dan gunakan botol susu bayi berbahan kaca, polyethylene, atau polyropylene. Gunakanlah cangkir bayi berbahan stainless steel, polypropylene, atau

polyethylene. Untuk dot, gunakanlah yang berbahan silikon, karena

tidak akan mengeluarkan zat karsinogenik sebagaimana pada dot berbahan latex.

(22)

g. Jika penggunaan plastik berbahan polycarbonate tidak dapat dicegah, janganlah menyimpan air minum ataupun makanan dalam keadaan panas.

h. Hindari penggunaan botol plastik untuk menyimpan air minum. Jika penggunaan botol plastik berbahan PET (kode 1) dan HDPE (kode 2), tidak dapat dicegah, gunakanlah hanya sekali pakai dan segera dihabiskan karena pelepasan senyawa antimoni trioksida terus meningkat seiring waktu. Bahan alternatif yang dapat digunakan adalah botol stainless steel/ atau kaca (Nurheti, 2007).

2.5. Kerangka Konsep Faktor Internal:  Karakteristik Responden: - Umur - Pendidikan - Pekerjaan IRT - Pendapatan per bulan - Lama menggunakan Botol

Minuman Berplastik

Faktor Eksternal:

 Sumber Informasi tentang Botol Minuman Berplastik - Televisi

- Radio - Majalah

- Internet/media sosial - Teman sesama IRT

- Penjual/Penjaga toko botol minuman berplastik Pemakaian Botol Minuman Berplastik Pengetahuan Tentang Pemakaian Botol Minuman Berplastik Sikap Tentang Pemakaian Botol Minuman Berplastik

(23)

Berdasarkan kerangka konsep penelitian di atas akan melihat bagaimana hubungan dari faktor internalyang termasuk di dalamnya karakteristik responden yaitu umur, pendidikan, pendapatan per bulan, lama menggunakan botol minuman berplastik, pengetahuan, sikap, dan faktor eksternal yaitu sumber informasi mencakup televisi, radio, majalah, internet/media sosial, teman sesama Ibu Rumah Tangga, dan petugas kesehatan.

2.6. Hipotesis Penelitian

Hipotesis penelitian merupakan jawaban sementara penelitian, patokan

dugaan atau dalil sementara yang kebenarannya akan dibuktikan dalam penelitian tersebut (Notoatmodjo, 2010). Berdasarkan masalah yang telah dipaparkan maka hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Ho : Tidak ada hubungan antara pengetahuan responden terhadap pemakaian botol minuman berplastik.

Ha : Ada hubungan antara pengetahuan responden terhadap pemakaian botol minuman berplastik.

Ho : Tidak ada hubungan antara sikap responden terhadap pemakaian botol minuman berplastik.

Ha : Ada hubungan antara sikap responden terhadap pemakaian botol minuman berplastik.

Ho : Tidak ada hubungan antara sumber informasi responden terhadap pemakaian botol minuman berplastik.

Ha : Ada hubungan antara sumber informasi responden terhadap pemakaian botol minuman berplastik.

Referensi

Dokumen terkait

Pemberian tanda checklist ( √ ) pada kolom MT jika peserta didik dapat melakukan perilaku yang dinilai sebanyak 2 kali, tanda checklist ( √ ) pada kolom MB

Sehingga pada penelitian ini dimanfaatkan serbuk cangkang bekicot (SCB) sebagai substitusi sebagian dari semen. Kedua bahan diatas, fly ash dan SCB akan digunakan

2.2 Tahap Perencanaan, tahap kedua ini meliputi kegiatan; (a) menyiapkan pustaka berkaitan dengan materi matriks untuk SMK, (b) menyusun kerangka modul sesuai pedoman

50000000 55000000 Apakah usulan Sejalan dengan Rancangan Awal RKPD; Apakah Usulan Sejalan dengan Renstra SKPD;.. kegiatan

Pada tahap refleksi, peneliti melakukan evaluasi terhadap tindakan dan data-data yang diperoleh. Kemudian dilanjutkandengan pertemuan untuk membahas hasil evaluasi

Data diuji secara statistik menggunakan uji normalitas dan uji homogenitas.Hasil penelitian menunjukan terjadi perbaikan sel goblet pada perlakuan dosis fraksi etanol

[r]

Hal ini menguatkan pendapat bahwa biaya beralih merupakan variabel dengan pengaruh langsung, meskipun pada pengaruh kepuasan terhadap loyalitas (Wibowo