• Tidak ada hasil yang ditemukan

referat intoksikasi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "referat intoksikasi"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Intoksikasi/keracunan merupakan permasalahan serius yang perlu ditangani secara baik. insidens keracunan di dunia secara pasti tidak diketahui, dapat diperkirakan sekitar 500.000 orang meninggal setiap tahun akibat berbagai macam keracunan. Studi mengenai prilaku dan efek yang merugikan dari suatu zat terhadap oranisme/ mahluk hidup disebut toksikologi (berasal dari kata Yunani, toxicos dan logos). Toksikologi bermanfaat untuk memprediksi atau mengkaji akibat yang berkaitan dengan bahaya toksik dari suatu zat terhadap manusia dan lingkungannya.1

WHO secara konservatif memperkirakan bahwa kasus keracunan paling tinggi terjadi di negara-negara sedang berkembang dan meningkat hampir dua kali lipat dalam sepuluh tahun terakhir ini. Dari laporan Badan Pom untuk kasus keracunan Nasional yang terjadi di Indonesia tahun 2014 kasus keracunan obat sebanyak 717.2 Racun merupakan istilah untuk toksikan yang dalam jumlah sedikit (dosis rendah) dapat menyebabkan kematian atau penyakit (efek merugikan) yang secara tiba-tiba. Bapak Toksikologi modern, Paracelsus (1493-1541) menyatakan bahwa “semua zat adalah racun, tidak ada yang bukan racun. Dosis yang tepat membedakan suatu racun dengan obat”. Toksikan (zat toksik) adalah bahan apapun yang dapat memberikan efek yang berlawanan (merugikan).1

Asetaminofen merupakan salah satu obat analgesik dan antipiretik yang telah banyak digunakan di seluruh dunia sejak tahun 1950. Di Indonesia sendiri merk obat yang mengandung asetaminofen dari tahun ke tahun semakin bertambah, dan saat ini telah tercatat dalam ISO 2006 terdapat 305 merk obat yang mengandung asetaminofen.3 Analgesik derivat para amino fenol ini telah dapat diperoleh dan digunakan secara bebas bahkan tanpa perlu menggunakan resep dokter seperti yang saat ini terjadi pada beberapa negara berkembang termasuk Indonesia. Sesuai dengan laporan United States Regional Poisons Center yang menyatakan bahwa lebih dari 100.000 kasus per tahun yang menghubungi pusat informasi keracunan, 56.000 kasus datang ke unit gawat darurat, 26.000 kasus memerlukan perawatan intensif dirumah sakit dan 450 orang meninggal akibat keracunan asetaminofen.2

(2)

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi intoksikasi

Toksikologi (berasal dari bahasa Yunani yaitu tokskos dan logos yang merupakan studi mengenai perilaku dan efek yang merugikan dari suatu zat terhadap suatu organisme/ makhuk hidup). Toksikologi adalah ilmu yang mempelajari sumber, sifat serta khasiat racun, gejala-gejala dan pengobatan pada keracunan, serta kelainan yang didapatkan pada korban yang meninggal. 1

Keracunan adalah masuknya zat ke dalam tubuh yang dapat mengakibatkan gangguan kesehatan bahkan dapat menyebabkan kematian. Semua zat dapat menjadi racun bila diberikan dalam dosis yang tidak seharusnya. Menurut Ariens dkk. 1986, toksikologi ialah ilmu pengetahuan mengenai kerja senywa kimia yang merugikan tubuh organisme hidup. Sedangkan menurut Rand dan Petrocelli 1985, toksikologi didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari tentang efek negatif atau efek racun dari bahan-bhan kimia dan material lain hasil kegiatan manusia terhadap organisme, termasuk bagaimana bahan-bahan tersebut masuk kedalam organisme.1

Dalam Toksikologi, dipelajari mengenai gejala, mekanisme, cara detoksifikasi serta deteksi keracunan pada sistem biologis makhluk hidup. Toksikologi sangat bermanfaat untuk memprediksi atau mengkasi akibat yang berkaitan dengan bahaya toksik dari suatu zat terhadap manusia dan lingkungannya.1

2.2 Etiologi intoksikasi1,2.3

Ada berbagai macam kelompok bahan yang dapat menyebabkan keracunan, antara lain :

1. Bahan kimia umum ( Chemical toxicants ) yang terdiri dari berbagai golongan seperti pestisida ( organoklorin, organofosfat, karbamat ), golongan gas (nitrogen metana, karbon monoksida, klor ), golongan logam (timbal, posfor, air raksa,arsen) ,golongan bahan organik ( akrilamida, anilin, benzena toluene, vinil klorida fenol ).

2. Racun yang dihasilkan oleh makluk hidup ( Biological toxicants ) mis : sengatan serangga, gigitan ular berbisa , anjing dll

3. Racun yang dihasilkan oleh jenis bakteri ( Bacterial toxicants ) mis : Bacillus cereus, Compilobacter jejuni, Clostridium botulinum, Escherichia coli dll

(3)

4. Racun yang dihasilkan oleh tumbuh tumbuhan ( Botanical toxicants ) mis : jamur amnita, jamur psilosibin, oleander, kecubung dll

Secara umum racun menurut wujudnya dibedakan menjadi 3 yaitu: Padat (Obat-obatan dan makanan), cair (alkohol, bensin, minyak tanah, zat kimia, pestisida, bisa/ racun hewan), gas (CO). Berdasarkan tempat racun berada, dapat dibagi menjadi racun yang terdapat dialam bebas, misalnya gas racun dialam, racun yang terdapat dirumah tangga; misalnya detergen, disenfektan, insektisida, pembersih (cleaners). Racun yang digunakan dalam pertanian, misalnya insektisida, herbisida, pestisida. Racun yang digunakan dalam industri dan laboratorium, misalnya asam dan basa kuat, logam berat. Racun yang terdapat dalam makanan, misalnya CN dalam singkong, toksin botulinus, bahan pengawet, zat aditif serta racun dalam bentuk obat, isalnya hipnotik, sedatif, dll.

Gambar 2.1 Sumber Racun7

Dapat pula pembagian racun berdasarkan organ tubuh yang dipengaruhi, misalnya racun yang bersifat hepatotoksik, nefrotoksik. Berdasarkan mekanisme kerja, dikenal racun yang mengikat gugus sulfhidril (-SH) misalnya Pb, yang berpengaruh pada ATP-ase, yang membentuk methemoglobin misalnya nitrat dan nitrit. (Nitrat dalam usus oleh flora usus diubah menjadi nitrit).

Pembagian lain didasarkan atas cara kerja/efek yang ditimbulkan. Ada racun yang bekerja lokal dan menimbulkan beberapa reaksi misalnya peransanganm peradangan atau korosif. Keadaan ini dapat menimbulkan rasa nyeri yang hebat dan dapat menyebabkan kematian akibat syok neurogenik. Contoh racun korosif adalah asam dan basa kuat : H2SO4, HNO3, NaOH, KOH; golongan halogen seperti fenol,

(4)

lisol dan senyawa logam. Racun yang bekerja sisitemik dan mempunyai afinitas terhadap salah satu sistem misalnya barbiturat, alkohol, morfin terhadap susunan saraf pusat, digitalis, oksalat terhadap jantung, CO terhadap hemoglobin darah. Terdapat pula racun yang mempunyai efek lokal dan sistemik sekaligus misalnya asam karbol menyebabkan erosi lambung dan sebagian yang diabsorbsi akan menimbulkan depresi susunan sarap pusat. Tetra-etil yang masih terdapat dalam campuran bensin selain mempunyai efek iritasi, jika diserap dapat menimbulkan hemolisis akut.

2.3 Klasifikasi intoksikasi1,3,4

Mekanisme cara terjadinya keracunan dibagi menjadi 4, yaitu:

 Self Poisoning: Pada keadaan ini pasien makan obat dengan dosis berlebihan tetapi dengan pengetahuan bahwa dosis ini tidak akan membahayakan. Jadi pasien tidak bermaksdu untuk bunuh diri, biasanya hanya untuk menarik perhatian lingkungan sekitarnya. Pada anak muda kadang-kadang dilakukan untuk coba-coba tanpa disadari bahwa tindakan ini dapat membahayakan dirinya.

 Attemted suicide: dalam hal ini, pasien memang bermaksud untuk bunuh diri, tetapi bisa berakhir dengan kematian atau pasien sembuh kembali bila ia salah tafsir tentang dosis yang dimakanya.

 Accidental poisoning: ini jelas merupakan kecelakaan, tanpa factor sengaja sama sekali.

 Homicidal poisoning: keracunan ini akibat tindakan criminal yaitu seseorang dengan sengaja meracuni orang lain.

Klasifikasi menurut mula waktu terjadinya keracunan di bagi menjadi yang bersifat akut dan kronik. Untuk akut lebih mudah dikenal daripada keracunan kronik, biasanya terjadi mendadak setelah makan sesuatu. Ciri lain ialah sering mengenai orang banyak, misalnya pada kercunan makanan, dapat mengenai seluruh keluarga atau warga sekampung. Gejala keracunan akut dapat menyerupai setiap sindrom penyakit, karena itu harus selalu diingat kemungkinan keracunan pada keadaan sakit mendadak dengan gejala seperti muntah, kejang, diare, koma, dan sebagainya.

Untuk diagnosis keracunan kronik sulit dibuat karena gejala yang timbul perlahan dan lama sesudah pajanan. Gejala dapat timbul akut sesudah pajanan

(5)

berkali-kali dalam waktu yang cukup lama dan dengan dosis yang kecil. Suatu ciri khas ialah bahwa zat penyebab dieksresi lebih lama dari 24 jam, waktu paruhnya panjang, sehingga terjadi akumulasi.

2.4 Mekanisme kerja racun5

Mekanisme kerja racun dapat dibagi dalam beberapa hal yaitu2 : 1. Racun yang bekerja secara setempat (lokal)

Misalnya:

- Racun bersifat korosif: lisol, asam dan basa kuat. - Racun bersifat iritan: arsen, HgCl2.

- Racun bersifat anastetik: kokain, asam karbol.

Racun-racun yang bekerja secara setempat ini, biasanya akan menimbulkan sensasi nyeri yang hebat, disertai dengan peradangan, bahkan kematian yang dapat disebabkan oleh syok akibat nyerinya tersebut atau karena peradangan sebagai kelanjutan dari perforasi yang terjadi pada saluran pencernaan.

2. Racun yang bekerja secara umum (sistemik)

Walaupun kerjanya secara sistemik, racun-racun dalam golongan ini biasanya memiliki akibat / afinitas pada salah satu sistem atau organ tubuh yang lebih besar bila dibandingkan dengan sistem atau organ tubuh lainnya.

Misalnya:

- Narkotik, barbiturate, dan alkohol terutama berpengaruh pada susunan syaraf pusat.

- Digitalis, asam oksalat terutama berpengaruh terhadap jantung. - Strychine terutama berpengaruh terhadap sumsum tulang belakang.

- CO, dan HCN terutama berpengaruh terhadap darah dan enzim pernafasan. - Cantharides dan HgCl2 terutama berpengaruh terhadap ginjal.

- Insektisida golongan hidrokarbon yang di-chlor-kan dan phosphorus terutama berpengaruh terhadap hati.

3. Racun yang bekerja secara setempat dan secara umum Misalnya:

- Asam oksalat - Asam karbol - Arsen - Garam Pb

(6)

1. Cara masuk. Keracunan paling cepat terjadi jika masuknya racun secara inhalasi. Cara masuk lain secara berturut-turut melalui intravena, intramuskular, intraperitoneal, subkutan, peroral dan paling lambat ialah melalui kulit yang sehat.

2. Umur. Orang tua dan anak-anak lebih sensitif misalnya pada barbiturat. Bayi prematur lebih rentan terhadap obat oleh karena eksresi melalui ginjal belum sempurna dan aktifitas mikrosom dalam hati belum cukup.

3. Kondisi tubuh. Penderita penyakit ginjal umumnya lebih mudah mengalami keracunan. Pada penderita demam dan penyakit lambung absorbs jadi lebih lambat.

4. Kebiasaan. Berpengaruh pada golongan alkohol dan morfin dikarenakan terjadi toleransi pada orang yang mempunyai kebiasaan mengkonsumsi alkohol.

5. Idiosinkrasi dan alergi. Pada vitamin E, penisilin, streptomisin dan prokain. Pengaruh langsung racun tergantung pada takaran, makin tingi takaran maka akan makin cepat (kuat) keracunan. Konsentrasi berpengaruh pada racun yang bersifat lokal, misalnya asam sulfat.

6. Waktu pemberian.

2.6 Tanda dan gejala intoksikasi1,2,5

Kasus keracunan akibat pesrisida mempunyai angka yang tinggi. Bahkan menurut data tahun 1983 dan 1989, pestisida sebagai penyebab kasus keracunan akut mempunyai angka terbanyak yaitu 76,37 % dan 65,06 %. Penyebab lain yang banyak menyebabkan kasus keracunan akut adalah air aki, obat-obatan bebas, makanan, alkohol, dan minyak tanah.

Gejala klinis akibat keracunan dapat bervariasi, hal ini tergantung dari penyebabnya Contoh berbagai majam gangguan klinis dan penyebab keracunannya dapat dilihat pada tabel

Tabel 2.6.1 Gangguan klinis dan penyebab keracunan2

(7)

Penampilan secara Umum

Agitasi (amphetamine, cocaine, lysergic acid diethylamide,opiat withdrwal) Apathy, drowsiness, coma (hypnotik, pelarut organik, lithium)

Gangguan system saraf

Electro-encephalogram (EEG) [central depresant], fungís motorik (alcohol, penyalah gunaan obat), gangguan berjalan/gerak (hallucinogen, amfetamine, butyrophenon, carbamazepin, lithium, cocaine), kejang

Tekanan darah Hipotensi (phenothiazine), Hipertensi (kortikosteroid, cocaine, phenylpropanolamine, antikolinergik)

Jantung Pulse, Elektrokardiogram (EKG) [trisiklik antidepresant, orphenadrine], Tidak teratur (phenothiazine, procainamide, amiodarone, lidocaine), heart block ( calcoium bloker, beta bloker, digitalis, cocaine, trisiklik antidepresant)

Temperatur Hipertermia (LSD, cocaine,

methylenedioxymethylamfetamin(mdma))

Respirasi Depresi pernapasan (opiat, barbiturat, benzodiazepine), hipoventilasi (salisilat)

Otot Spasme dan Kram (Botulism, Crimidine, Striknin)

Kulit Kering ( Parasimpatolitik Trisiklik Antidepresant), Berwarna : merah (carbon monoksida), biru (sianosis) , kuning (liver damage: alkohol, jamur, rifampicin)

Gejala klinis Gangguan klinis dan penyebab keracunan

Mata Pinpoint (opiat, cholinesterase inhibitor), Dilatasi pupil (atropin, amfetamin, cocaine), Kemerahan (cannabis)

Hidung Nasal Septum Komplikasi (cocaine)

Abdomen diare (laxative, organophosphat), Obstruksi (opiat, atropine), Radiography (timbale, thalium)

Bau Bisa dilihat dari Keringat, Mulut, Pakaian, Sisa Muntah: Alkohol (etanol, cleaner), Aceton/Nail Remover (Aceton, Metabolic acidosis), Ammonia ( Ammonia), Almond (Sianida),

(8)

Pemutih/Klorine (Hipoklorit, klorin), Disinfektan (Kreosat, Phenol, Tar), Formaldehyde (formaldehyde, methanol, Bawang (Arsenik, Dimethylsulfoxide, Malation, Paration, Phospor kuning), Asap (nikotin, carbonmonoksida), Pelarut organik (diethyl eter, chloroform, dichloromethane), Kacang (rodentisida)

2.7 Penegakan diagnosis2,3,5

Gejala yang mengarah ke suatu diagnosis keracunan sebanding dengan banyaknya jumlah golongan obat yang beredar. Semakin banyak golongan obat yang beredar makan akan semakin beragam gejala keracunan obat. Suatu gejala sering bersifat aspesifik, misalnya koma dapat disebabkan oleh hipnotik, obat perangsang SSP, salisilat, anti depresi dan lain-lain.

Dalam hal ini anamnesa dapat membantu menegakan diagnosis, walaupun harus selalu dicocokan dengan tanda yang ditemukan, karena suatu botol yang dipegang pasien mungkin bukan berisi zat penyebab keracunan. Jadi diagnosis memang sulit ditegakan.

Pada pengelolaan pasien keracunan yang paling penting adalah penilaian klinis, walaupun sebabnya belum diketahui. Hal ini disebabkan karena pengobatan simptomatik sudah dapat dilakukan terhadap gejala-gejalanya. Diantara yang sangat penting pada permulaan keracunan ialah derajat kesadaaran dan respirasi.

Kesadaran merupakan petunjuk penting tentang beratnya karacunan. Makin dalam koma, maka akan semakin berat keracunanya dan angka kematianya-pun bertambah dengan bertambah dalamnya koma.

Dalam toksikologi, derajat kesadaran dibagi dalam 4 tingkatan seperti pada anesthesia, yaitu:

1. Tingkat 1 : pasien mengantuk namun mudah diajak bicara.

2. Tingkat 2 : pasien dalam keadaan spoor, dapat dibangunkan dengan rangsangan minimal, misalnya bicara keras atau digoyang tanganya.

3. Tingkat 3 : pasien dalam keadaan soporokoma, hanya dapat bereaksi terhadap rangsangan maksimal yaitu dengan menekaan sternum dengan kepalan tangan.

(9)

4. Tingkat 4 : pasien dalam keadaan koma, tidak ada reaksi sedikit pun terhadap rangsangan maksimal seperti diatas. Keadaan ini paling berat tetapi prognosisnya tidak selalu buruk.

Seringkali hambatan pada pusat pernafasan merupakan penyebab kematian pada keracunan, karena itu frekuensi pernafasan dan volume semenit harus selalu di evaluasi. Jalan nafas juga sering terhambat oleh sekresi mucus yang dapat berbahaya bila tidak segera dibersihkan. Hal ini dijumpai pada keracunan insektisida organofosfat atau karbamat.

Untuk tekanan darah, biasa syok sering dijumpai pada pasien dengan keracunan. Biasanya keadaan syok tidak begitu parah dan dapat diastase dengan tindakan sederhana. Syok berat biasanya berkaitan dengan kerusakan pusat vasomotor dan prognosisnya buruk.

Kejang menandakan adanya perangsangan SSP (amfetamin), medulla spinalis (striknin), atau hubungan saraf otot (insektisida organofosfat). Keadaan ini harus dibedakan dari penyakit yang dapa menimbulkan kejang seperti epilepsy, kejang demam dan sebagainya.

Pupil dan reflex extremitas, bertentangan dengan pendapat umum, gejaala pupil dan reflex ekstremiras tidak begitu penting untuk diagnosis karena sangat bervariasi, kecuali untuk keracunan atropine dan morfin. Juga dalam menentukan prognosis, gejala ini tidak dapat dijadikan pegangan. Pada keracunan hipnotik, pupil sering anisokor dan midriasis menetap tetapi tidak selalu menandakan prognosis buruk.

Bising usus biasanya berubah sesuai dengan tingkat kesadaran. Pada derajat kesadaran III biasanya bising usus negatife, sehingga tanda ini dapat dipakai sebagai pegangan untuk mencocokan derajat kesadaran misalnya pada pasien yang sedang bersimulasi.

Jantung untuk beberapa obat menimbulkan kelainan ritme jantung sehingga dapat terjadi gejala payah jantung atau henti jantung. Untuk menentukan keracunan obat misalkan digitalis, antidepresan trisiklik, dan hidrokarbon berklorida serta pengobatanya, diperlukan pengetahuan khusus untuk mekanisme terjadinya aritmia tersebut.

Gejala lain juga perlu diperhatikan, misalnya gangguan keseimbangan asam basa atau air, tanda kerusakan hati dan ginjal, kelainan EEG, retensi urin, muntah dan diare setra kelainan spesifik misalnya pada foto x-ray tulang dan lain-lain. Pada 6% keracunan akut barbiturant atau hipnotik lainya ditemukan bula di kulit.

(10)

Untuk peranan laboratorium sangat diperlukan untuk diagnosis akhir dari intoksikasi. Pemeriksaan analisis darah, urin dan muntahan pasien. Pemeriksaan laboratorium ini tidak mudah, Karen obat di dalam tubuh mengalami perubahan molekuler akibat proses biotransformasi. Specimen biologic dapat diperiksa secara kualitatif dan kuantitatif. Pemeriksaan secara kualitatif dan semi kauntitatif saja sudah cukup untuk mendiagnosis.

2.8 Terapi intoksikasi1,2,3,4,5

Tindakan dilakukan dalam 2 (dua) tahap yaitu: tindangan ABC dan Usaha Terapetik lain-nya , serta pemberian antidot. Tindakan Umum adalah tindakan Airway, Breathing, Circulation, Usaha Terapetik lain (Mempertahankan Keseimbangan elektrolit, air, asam dan basa; Decontamination; dan Eliminasi). Sedangkan Tindakan pemberian antidot adalah spesifik tergantung dari penyebab keracunannya.

Tindakan A, B, C dan Usaha Teratik Lain A. Airway (Jalur Napas)

Usahakan saluran napas tetap bebas sehingga pasien dapat bernapas secara spontan. Pasien diletakkan pada posisi berbaring dan usahakan tidak ada benda asing, sisa makanan, darah, atau muntah dari dalam mulut.. Selain itu usahakan posisi lidah tidak menghalangi saluran napas. Apabila perlu, pasang pipa endotrakeal.

B. Breathing (Pernapasan)

Pada tindakan ini , pernapasan pasien perlu dijaga agar tetap baik. Bila perlu, dilakukan pernapasan buatan. Pada orang yang keracunan udara yang respirasinya dimungkinkan mengandung racun yang berbahaya (seperti asam

(11)

sianida) maka bantuan pernapasan harus dilakukan dengan menggunakan kantong napas, paling tidak sipenolong harus bernapas berpaling dari pasein. Pemberian oksigen murni terutama untuk orang yang menderita sianosis (=pewarnaan kulit menjadi merah biru akibat kurangnya penjenuhan darah dengan oksigen, yang paling mudah terlihat dari bibir dan kuku jari). Tetapi pemberian oksigen murni tidak boeh lebih lama dari 6-8 jam. Karena dapat terjadi udema paru-paru yang tokisk yang menyebabkan difusi O2 dan CO2 terhambat. Udema adalah penimbunan cairan secara patologik dalam ruang khususnya dalam ruang interstitium (ruang interstitium = ruang yang terdapat diantara kompleks parenkhim yang khas bagi organ tertentu, mengandung jaringan ikat, pembuluh dan saraf). Udema paru-paru toksik dapat disebabkan juga oleh gas yang merangsang seperi klor dan oleh zat yang pada saat muntah masuk ke saluran napas. Gejala: terdapat rangsangan ingin batuk, kesulitan bernapas, dan tidak tenang. Gambaran sempurna udema adalah kadang terjadi tanpa keluhan, beberapa selang waktu kemudian ditandai sianosis dan keluarnya busa warna coklat pada hidung dan mulut. Akibat selanjutnya yang dapat terjadi adalah kematian. Apabila terjadi hal ini segera diberi glukortikoid. Hal yang penting dilakukan adalah istirahat total apabila keracuanan tampak ringan dan usahakan tubuh tetap hangat. Jika dipastikan terjadi udema paru-paru maka: letakkan tubuh bagian atas pada posisi yang tinggi, pemberian oksigen, menyedot sekret yang ada, pemberian furosemida 60-200 mg iv., digitalis misal digoxin 0,25 iv, untuk pencegahan infeksi dapat diberikan antibiotika golongan penisilin yang berspektrum luas.

C. Circulation (Peredaran darah)

Pada tindakan ini, penting dipertahankan tekanan darah dan nadi pasien dalam batas normal. Bila perlu, berikan cairan infus normal salin, dektrosa, atau ringer laktat. Pada kondisi jantung berhenti – ditandai dengan hilangnya pulsa karotid, berhentinya pernapsan, pucat seperti mayat (kulit sianotik abu-abu), pingsan, pupil dilatasi dan tidak bereaksi – maka harus dilakukan massage jantng dari luar untuk mendapatkan sirkulasi minimum dan mengektifkan kembali jantung. Jika jantung berhenti tanpa sebab jelas, dapat diberi 0,3 -0,5 mg adrenalin (intra vena atau intracardiac), defibrilasi

(12)

eksterna dengan 100 – 400 watt perdetik, disertai lidocain 100 mg injeksi bolus yang diikuti infus tetes pada hasil terapi yang dicapai.

D. Usaha Terapetik Lain

D.1. Mempertahankan Keseimbangan elektrolit, air, asam dan basa

Pada kondisi dehidrasi yang disebabkan antara lain karena diare atau muntah maka dapat diberikan cairan oralit untuk mengganti cairan tubuh yang hilang. Pada kasus metabolik asidosis, dapat diberikan infsus larutan natriumhidrogenkarbonat 8,5% atau larutan trometamol 0,3 molar. Sedangkan pada metabolik alkalosis, maka diberikan infus L-argininhidroklorida 1 molar atau L-lisinhidroklorida 1 molar dengan selalu mengawai kesetimbangan asam –basa.

D.2. Decontamination (Pembersihan)

Tindakan ini bertujuan untuk mengurangi absorbsi bahan racun dengan melakukan pembersihan. Hal ini tergantung dari bagaimana cara bahan tersebut masuk kedalam tubuh.

a. Pertolongan pada keracunan eksterna • Keracunan pada kulit

Apabila racun mengenai kulit, maka pakaian yang terkena racun harus diganti. Kemudian daerah yang terkena dibilas dengan air hangat atau pasien diharuskan untuk mandi. Jika kulit terluka parah maka cuci dengan air (yang tidak terlalu hangat) dan sabun. Penanganan lain yang dapat dilakukan yaitu membersihkan dengan polietilenglikol 400. • Kerusakan pada mata

Jika zat merangsang mata (zat apapun tanpa membedakan jenis bahannya), maka mata harus dicuci bersih dengan menggunakan banyak air, sebaiknya pada kondisi kelopak mata terbalik. Kemudian mata dapat dibilas dengan larutan seperti larutan hidrogenkarbonat 2% jika mata tekena zat asam ATAU dibilas dengan asam asetat 1% / larutan asam borat 2% jika mata terkena alkali. Mata harus dibilas terus menerus selama 5- 10 menit sebelum dilakukan pemeriksaan. Bila mata terkena benda padat maka harus digunakan anastesi lokal untuk mengeluarkan benda tersebut dari mata. Untuk mencegah menutupnya mata dengan

(13)

kuat sehingga dapat mempermudah pembersihan, dapat diberikan beberapa tetes larutan anastesi lokal. Jika terdapat air kapur masuk ke mata, hal ini dapat menyebabkan pengeruhan kornea tau penimbunan calsium pada permukaan mata. Penanganan hal ini dilakukan dengan pemberian Natrium edetan (dinatrium – EDTA – 0.35 sampai 1,85%). Larutan ini akan membuat endapan kalsium menjadi larut. Larutan lain yang kadang-kadang juga digunakan adalah amonium tartrat netral 10%. Apabila mata terkena gas air mata mengakibatkan terjadainya rangsangan yang intensif pada konjungtiva, menimbulkan nyeri menusuk pada mata sehingga terbentuk air mata yang banyak. Pada mata yang hanya terpejan sedikit gas air mata, maka pembentukan air mata adalah merupakan pertolongan yang dapat memulihkan mata dengan sendirinya. Tetapi pada kasus yang berat, maka mata sebaiknya dibilas dengan air atau lebih baik menggunakan larutan natriun hidrogen karbonat 2% dalam waktu cukup lama. Jika rasa sakit tetap dirasakan maka perlu digunakan anastesi lokal dengan dibawah pengawasan dokter. Pada konsentrasi yang tinggi, gas air mata dapat menyebabkan terjadinya kerusakan selaput lendir paru-paru dan bahkan kemungkinan dapat terjadi udema paru-paru.

b. Penanganan pada keracunan oral

Pada kasus keracunanan secara oral, ada beberapa penanganan yang bisa dilakukan:

Menghindari absorbsi sejumlah racun yang ada dalam saluran pencernaan dengan memberikan adsorbensia dan atau laksansia dan pada kasus keracunan tertentu diberikan parafin cair

Adsorben yang paling banyak digunakan dan bermanfaat adalah karbon aktif . Dosis yang digunakan pada orang dewasa normal adalah 50 gram dalam ½ - 1 liter air. Racun akan diabsorbsi oleh karbon aktif dan air minum yang diminum bersama karbon aktif tersebut akan membantu mengencerkan racun. Pada keracunan basa organik dapat digunakan campuran Magnesium Oksida dan karbon aktif dengan perbandingan 1:2. Adsorbsi zat organic akan paling kuat bila zat tersebut dalam

(14)

bentuk terdisosiasi. Penetralan lambung yang asam oleh magnesium hidroksida pada keracunan basa akan meningkatkan kerja adsorben. Pada suasana yang basa, akan membuat basa organik tetap dalam bentuk senyawanya dan tidak terdisosisi. Disamping itu dengan adanya peningkatan pH akan meningkatkan pengendapan ion logam berat. Sidat adsorbs dari karbon aktif tidak akan terpengaruh dengan keberadaan magnesium oksida atau laksansia garam (magnesium sulfat dan natrium sulfat.) Kadang tanin juga ditambahkan, dengan komposisi karbon aktif: magnesium oksida: tannin = 2 :1: 1. Kombinasi ini dikenal denga antidote universal. Tanin berfungsi untuk mengndapkan zat tertentu yang berasal dari tanaman terutama alkaloid. Pemakaian karbon aktif ini tidak mempengaruhi pembilasan lambung. Tetapi jika direncanakanakan dilakukannya pembilasan lambung maka sebaiknya cairan yang diberikan bersama karbon aktif dibatasi. Hal ini untuk mencegah masuknya racun dari lambung ke usus. Jika racun bersifat korosif (asam atau basa kuat) maka pemberian protein (seperti susu) sangat bermanfaat karena dapat menetralisasi, mengadsorbsi, dan meringankan keluhan.

Garam Laksansia bekerja dengan merangsang peristaltik pada saluran cerna dan penggunaan pada penanggulangan keracunan dapat memberikan hasil yang baik. Garam laksansia dapat mengencerkan racun dengan memperlambat absorbsi air karena efek osmotic yang ditimbulkan. Contoh garam laksansia adalah natrium sulfat. Untuk penggunaannya:10 gram natrium sulfat dilarutkan dalam 100 ml air hangat. Efek kerja terjadi setelah 3 – 5 jam.

Minyak parafin digunakan untuk mengatasi keracunan pelarut organik. Minyak parafin ini mempunyai sifat yang sulit untuk diabsorbsi. Minyak parafin akan bercampur dengan pelarut organik, dengan cara ini maka akan menurunkan absorbsi dari pelarut organic tersebut.

• Menetralkan atau menginaktivasi racun secara kimia menjadi bentuk yang kurang/tidak toksik, yaitu dengan membentuk garam yang sukar

(15)

larut atau perubahan menjadi senyawa yang tidak berkhasiat atau tidak toksik.

Penetralan racun yang bersifat asam dapat dinetralkan dengan susu atau antasida, dan Basa dapat dinetralkan dengan asam encer (seperti dengan 3 sendok makan cuka dapur dalam segelas air).

Pembentukan garam yang sukar larut, misalnya dilakukan pada kasus keracunan asam oksalat. Pemberian kalsium gluconat dapat membentuk garam kalsium oksalat yang sukar larut dalam air.

Contoh perubahan menjadi senyawa yang tidak aktif : pemberian kalium permanganate bersama cairan pembilas lambung (pada perbandingan 1:10000) pada keracunan Hal ini akan merusak secara oksidatif menjadi fosfat yang tidak toksik.

• Mengosongkan saluran cerna dengan cepat dengan cara seperti: bilas lambung atau membuat muntah sebelum absorbsi terjadi.

Pembilasan lambung dapat dilakukan pada indikasi tertentu (misalnya keracunan organo fosfat seperti baygon), sehingga racun yang masuk dapat dihilangkan. Pembilasan lambung harus selalu dibawah pengawasan dokter sesuai dengan keadaan pasien. Setelah dilakukan bilas lambung, lebih baik diberikan adsorbensia dan laksansia garam jika didapat dugaan bahwa sebagian racun masuk ke usus.

Merangsang muntah dapat dilakukan oleh orang awam. Merangsang muntah tidak boleh dilakukan pada keracunan bahan korosif dan minyak tanah, serta penderita dengan kesadaran menurun / kejang-kejang. Merangsang muntah ini dapat dilakukan dengan beberapa cara antara lain: dengan rangsangan mekanis (= memasukkan jari kedalam kerongkongan), atau pemberian larutan natriumm klorida hangat (2 sengok makan penuh dalam segelas air), tetapi hal ini tidak boleh dilakukan pada anak-anak. Bila tidak terjadi muntah setelah pemberian natrium klorida maka dapat terjadi hipernatriemia dengan udema otak. Pada kasus ini, maka harus segera dilakukan pembilasan lambung.

(16)

Keracunan pada anak-anak dapat diberikan Sirup Ipecacuanhae. Pada orang yang pingsang tidak boleh diberikan zat yang merangsang muntah karena dapat menyebakan bahaya aspirasi. Selain itu juga tidak boleh diberikan kepada orang yang keracunan detergen, hidrokarbon (seperti bensin) atau hidrokarbon terhalogenasi ( Carbon tetraklorida), atau asam/ basa / obat yang melumpuhkan pusat muntah (seperti sedativa). Tindakan merangsang muntah pada kasus keracunan, seringkali masih menimbulkan pertanyaan. Misal pemakaian sirup ipecacuanhae baru efektif bekerja15 – 30 menit setelah pemberian. Selama waktu tersebut maka racun dapat masuk ke usus sehingga penggunaan emetika tidak bermanfaat. Usaha merangsang muntah dapat memperlambat penggunaan adsorbensia, yang sering lebih efektif dalam penanggulangan keracunan. Dan pada pasien penggunaan adsorbensia lebih menyenangkan. Selain itu karbon aktif adapat mengadsorbsi zat emetika sehingga zat tersebut menjadi tidak efektif.

Pada dasarnya , penanganan keracunan harus disesuaikan dengan kondisi pasien dan sebaiknya dipilih cara yang lebih mudah terlebih dahulu jika keadaan memungkinkan. Yang lebih penting diatas semuanya adalah keselamatan pasien.

D.3. Eliminasi

Pada tindakan ini, dilakukan pembersihan racun dimana diperkirakan racun telah beredar dalam darah, dengan cara antara lain: peningkatan ekskresi kedalam urin dengan cara diuresis dan pengubahan pH urin dan hemodialisa. - Peningkatan ekskresi kedalam urin dengan cara diuresis dan pengubahan pH urin

Zat lipofil yang umumnya termasuk asam dan basa lemah, bila dalam bentuk tak terionisasi dapat melewati sawar lipid tanpa kesulitan sehingga dapat masuk kedalam organ – organ penting seperti otak. Pada ginjal, setelah racun melewati proses ultrafiltrasi maka 90 % elektrolit dan air akan direabsorbsi dari urin, sehingga racun akan dipekatkan kurang lebih 10 kali konsentrasi dalam plasma. Dari jumlah ini, yang tidak terikat pada protein

(17)

plasma tergantung dari jumlah racun yang pada urin. Selanjutnya racun dapat berdifusi kembali kedalam plasma melalui membran lipid epitel. Sehingga hampir 90% racun dalam urin dapat diabsorbsi kembali. Jadi hanya sekitar 10% saja yang benar-benar keluar bersama urin. Jika proses reabsorbsi pasif dapat dikurangi maka laju ekskresi dapat ditingkatkan sehingga waktu paruh akan turun. Cara yang dapat dilakukan adalah dengan mengubah pH urin yaitu: membasakan urin / meningkatkat pH urin sehingga memperbesar ionisasi asam organik lemah, atau mengasamkan urin / menurunkan pH urin yang akan menaikkan ionisasi basa organik lemah. Zat organik yang terionisasi, tidak akan dibsorbsi kembali. Maka kecepatan ekskresi dalam urin akan meningkat. Dengan melihat nilai kecepatan absorbsi maka akan diketahui apakah pengubahan pH urin akan bermanfaat,. Cara yang lain untuk meningkatkan ekskresi kedalam urin adalah penggunaan diuresis. Diuresis adalah zat yang dapat merangsang terjadinya ekskresi melalui urin. Diuresis paksa dapat dilakukan dengan pemberian Osmodiuretika (seperti manitol) atau diuretic jerat henle (seperti: furosemida) dalam bentuk infus. Selanjutnya dilakukan terapi penggantian cairan dan elektrolit yang hilang.

Diuresis paksa tidak boleh dilakukan pada keadaan syok, dekompensasi jantung, gagal ginjal, edema paru, dan keracunan akibat bahan yang tidak dapat diekskresi melalui ginjal.

- hemodialisa

Pengertian proses hemodialisa dalam hal ini adalah terjadinya difusi pasif racun dari plasma kedalam cairan diálisis melalui sebuah membran. Tindakan ini dilakukan pada keracunan dengan koma yang dalam, hipotensi berat, kelainan asam basa dan elektrolit, penyakit ginjal berat, penyakit jantung, penyakit paru, penyakit hati, dan pada kehamilan. Umumnya dilakukan pada keracunan pada dosis letal dari bahan alcohol, barbiturat,karbamat, paracetamol, aspirin, amfetamin, logam berat dan striknin.

(18)

Pada proses hemodialisis ini menguntungkan karena susunan caiaran diálisis dapat diatur sesuai dengan kebutuhan.

Pada proses dialisis in dapat ditambahkan adsorbensia. Adsorbensia cukup menguntungkan karena sifat ikatan yang kuat serta kapasitas ikatan yang tinggi untuk beberapa zat . Tetapi penggunanaan zat ini memiliki kerugian yaitu komponen yang tidak toksis seperti vitamin, hormon, asam amino dan bahan makanan juga dapat ditarik dari plasma.

Pelaksanaan tindakan ini cukup merepotkan dan mahal, tetapi tindakan ini harus dilakukan pada kasus keracunan berat seperti pada keracuanan zat nefrotoksik kuat (misal : raksa (II florida). Zat nefrotoksik dapat menimbulkan kerusakan ginjal yang parah sehingga eliminasi ginjal akan sangat berkurang. Langkah ini berlaku pada racun yang dapat melewati membran diálisis. Pada umumnya pada zat yang mengalami ultraflitrasi oleh ginjal. Berikut ini adalah zat yang perlu dilakukan diálisis jika kadar pada plasma melampaui konsentrasi berikut ini, antara lain untuk: metanol (50 mg/100 ml plasma), fenobarbital (20 mg/ 100 ml plasma), dan asam salisilat (90 mg / 100 ml plasma). Untuk zat yang eliminasinya cepat sehingga waktu paruh dalam plasma lebih singkat atau kurang lebih sama dengan dengan yang digunakan pada diálisis, tentu tidak perlu menggunakan proses ini. Antidotum spesifik1,2,3,6

Antidot untuk melawan efek racun yang telah masuk kedalam organ target. Tidak semua racun mempunyai antidot yang spesifik. Berikut ini merupakan antidotum spesifik yang dapat digunakan untuk meringankan gejala intoksikasi.

Tabel 2.8.1 Antidotum spesifik

NO. ANTIDOTUM INDIKASI CARA KERJA DOSIS

1. Aluminium silikat bentonit Keracunan paraquat, diquat Memblok absorpsi lewat usus 250 ml suspensi 30% tiap jam untuk 24-48 jam (selalu diberikan bersama MgS) 2. Atropin Keracunan obat/bahan dengan efek muskarinik Memblok reseptor muskarinik 1,2-2,4 mg ulangi tiap 5-10 menit sampai tampak tanda atropinisasi (mulut kering, pulsus

(19)

NO. ANTIDOTUM INDIKASI CARA KERJA DOSIS >70x/menit) 3. Kalsium glukonat 50% i.v Keracunan fluorida Mengikat ion Fe yang timbul

2,5% gel untuk luka bakar kulit, 10% injeksi pelan 10 ml hiperkalemia Mengurangi paralisis otot lurik karena K+ naik 10-20 g dalam 25 ml air diikuti 10 ml larutan 10%

hipermagnesemia idem idem Keracunan oksalat Menghilangkan

hipokalsemia

idem 4. Dekstrosa Keracunan insulin,

OAD

Meningkatkan ladar gula darah

50 ml larut 5. Dicobalt edetate Keracunan sianida atau derivatnya Mengikat sianida menjadi cobaltisoanid atau cobaltosianid 600 mg i.v kemudian 300 mg lagi jika respon belum tampak

6. Dimercaprol Keracunan As, Cu, Pb, atau Hg

Kelasi logam 2,5-5 mg/kg i.v tiap 4 jam untuk 2 hari

kemudian 2,5 mg 2x/hari dan diteruskan 1x/hari 7. Etanol Keracunan etilenglikol dan methanol (derivatnya) Inhibisi metabolisme methanol menjadi formaldehid dan asa format yang toksik

50 mg oral atau i.v kemudian 10-12 g/jam lewat infuse

8. Asam folanat Keracunan antagonis asam folat (missal trimetoprim, metotreksat, dan pirimetamin) Menerobos blockade metabolisme asam folat Keracunan metotreksat 60 mg 2x/hari i.v diikuti 15 mg/6 jam per oral sampai 5 hari

Keracunan trimetoprim 3-6 mg i.v kemudian 15 mg/hari per oral sampai

(20)

NO. ANTIDOTUM INDIKASI CARA KERJA DOSIS 5-7 hari 9. Metionin Keracunan parasetamol Mengembalikan cadangan glutation, mencegah kerusakan hati dan ginjal 2,5 mg per oral kemudian diikuti 2,5 mg tiap 4 jam untuk 3 dosis (10 g dalam 12 jam) 10. Methylen blue Keracunan bahan-bahan penyebab methemoglobine mia (cresol, dapson, nitrat, femol, primakuin) Memacu konversi metHb menjadi Hb 1-2 mg/kg atau 0,1 ml larutan 1%/kg i.v pelan infuse pada penderita kekurangan G6PD, tambahkan vit C 1 g i.v pelan atau 200 mg oral 3x/hari untuk mencegah hemolisis karena methylen blue 11. Nalokson Meracunan narkotika (opioid) Inhibisi kompetitif pada reseptor

0,4-2,4 mg i.v ulangi tiap 2-3 menit sehingga total menjadi 10 mg, diberikan bersama infuse 12. Natrium bikarbonat (Bic Nat) Membuat urin lebih alkalis untuk mencegah presipitasi Kristal sulfonamide dalam tubulus renalis dan mengoreksi asidosis metabolic Meningkatkan ekskresi ion karbonat

Tergantung pada pH urin yang harus terus

dimonitor

13. NaK-edetate (CaEDTA)

Keracunan Pb Kelasi 50-75 mg/kg i.v infuse tiap 5 jam untuk 5 hari (tiap 2 g EDTA

diencerkan dalam 200 ml RL)

14. Na-Nitrit Keracunan sianida dan derivatnya atau hydrogen sulfide Membentuk metHb yang mempunyai afinitas tinggi 10 ml larutan 3% i.v dalam 3 menit kemudian diberi 25 ml larutan 50% Na-tiosulfat dalam 10

(21)

NO. ANTIDOTUM INDIKASI CARA KERJA DOSIS terhadap ion CN-dan HS- sehingga terbentuk sianometHb dan sulfurmetHb menit

15. Na-tiosulfat Keracunan sianida dan derivatnya Meningkatkan cadangan tiosulfat tubuh yang penting untuk mengubah CN- menjadi tiosianat 25 ml larutan 50% i.v dalam 10 menit kemudian 10 ml larutan 3% Na-nitrit i.v selama 3 menit

Tabel 2.8.2 Antidotum spesifik keracunan insektisida

Golongan Tujuan Penatalaksanaan

Insektisida Organofosfat (malation, paration, diazinon, abate) Mengembalikan aktivitas AChE (monitoring aktivitas AChE dalam eritrosit dan plasma),

simtomatik

 Atropinisasi (SA 2 mg i.v, diulang tiap 5-10 menit sampai atropinisasi penuh (muka merah, hipersalivasi berkurang, mata midriasis, takikardi)  Pralidoksim (p.r.n) 1000 mg i.v dalam 5 menit

(22)

 Dekontaminasi racun dari kulit dan membrana mukosa  Diazepam atau fenobarbital Karbamat (Propoxur, karbaril) Sama dengan intoksikasi organofosfat, tetapi jangan diberikan pralidoksim Organoklorin Cegah gejala

life-threatening, meningkatkan eliminasi racun, simtomatik  Ca-glukonas 10%, i.v. 10 mL lambat  Cholestyramin (ekskresi racun meningkat 3-18x, T ½ turun dari 140 menjadi 80 jam, pemulihan gejala klinis lebih cepat  Dekontaminasi racun

dari kulit dan membrana mukosa  Diazepam atau fenobarbital Herbisida Derivat bipyridil (paraquat, diquat) Menghambat absorpsi lewat usus, meningkatkan eliminasi  Bilas lambung, katartik  Aluminium silikat, bentonite  HD, hemoperfusa Dinitrofenol Mengurangi simtom

(simtomatik)

 Berendam es  Pemberian O2

 Koreksi cairan dan elektrolit

Fungisida

Pentachlorophenol Meningkatkan eliminasi melalui feses

Cholestyramine Hexachlorobenzene Meningkatkan eliminasi

melalui feses

Binatang: pemberian mineral oil

(23)

(manusia:???) Dithiocarbamat Mengurangi hambatan

enzim mikrosomal hepar (gugus sulfhidril)

Rodentisida

Warfarin Mengembalikan

penjendalan darah vitamin K1, 50 mg i.matau 3x50 mg per oral Strychnine Mencegah kejang dan

memperbaiki respirasi

 dizepam

 intubasi dan ventilator mekanik Asam fluoroasetat Mengembalikan asetat

tubuh

gliserol monoasetat

Thallium Meningkatkan eliminasi racun

Ferric ferrocyanide (mengikat thallium dalam usus); HD; forced diuresis) -naphthylthiourea Menghambat aktivitas

sulfhidril

(eksperimental)

Fumigant

Sianida Mencegah metHb-emia dan mengeliminasi racun  Na-tiosulfat 25% 50 mL i.v. dalam 10 menit  Na-nitrit 3% 10 mL i.v. dalam 3 menit

Methyl bromide Obat-obat yang

mengembalikan aktivitas sulfhidril

BAB III PENUTUP

(24)

Intoksikasi merupakan masuknya zat yang dapat membahayakan kesehatan tubuh bahkan dapat membawa kepada kematian. Menurut jenis wujudnya dapat dikelompokan menjadi padat, cair dan gas. menurut waktunya dibedakan menjadi intoksikasi akut dan intoksikasi kronik. Untuk penanganan pasien intoksikasi harus mengutamakan prinsip airway, breathing dan sirkulasi. Kemudian setelah kebutuhan dasarnya terpenuhi barulah pengelolaan untuk racun yang tertelan. Untuk mengeluarkan racun yang masuk ke tubuh atau menguranginya dilakukan berbagai cara, seperti contohnya untuk racun yang tertelan dapat di tangani dengan 3 cara seperti penanganan untuk membuat pasien muntah, memasang pipa untuk bilas lambung, memberikan obat pencahar, dan memberikan bubuk charcoal untuk membantu proses penyerapan racun. Untuk penanganan lain dapat dilakukan diuresis paksa, exchange transfusion, dialysis peritoneal dan hemodialisis.

3.2 Saran

Perlu dilakukan penanganan yang maksimal untuk mengatasi pasien dengan intoksikasi sehingga nyawa pasien dapat terselamatkan. Pengetahuan akan berbagai macam antidote harus dikuasai dokter umum sehingga dapat dengan mudah untuk mengatasi kasus intoksikasi di masyarakat umum.

(25)

DAFTAR PUSTAKA

1. Ganiswara, S.G., 2007,Farmakologi dan Terapi,Edisi V, 826, Bagian Farmakologi FKUI, Jakarta.

2. Hodgson, E. Dan Levi, P.E. 2000, A Textbook of Modern Toxicology, 2nd Ed, McGraw-Hill Higher Education, Singapore.

3. Linden,C.H., burns,M.G., “Poisoning and drug overdosage” in Harrison’s principles of internal medicine Vol. 2, 16th edition, International edition, McGraw-Hill,2005.

4. Budiawan, Nat. 2008. Peran Tosiologi Forensik dalam Mengungkap Kasus Keracunan dan Pencemaran Lingkungan. Indonesian Journal of Legal and Forensic Sciences; 1 (1): 35-39. Jakarta

5. ISFI. ISO informasi spesialite obat Indonesia. Vol.41. Jakarta: ISFI; 2006

6. Wirasuta, M. A. G., 2008. Analisis Toksikologi Forensik dan Interpretasi Temuan Analisis. Indonesian Journal of Legal and Forensic Sciencies, Volume 1, pp. 47-55

7. Ditjen POM. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

(26)

Gambar

Gambar 2.1 Sumber Racun 7
Tabel 2.8.1 Antidotum spesifik
Tabel 2.8.2 Antidotum spesifik keracunan insektisida

Referensi

Dokumen terkait

In this paper we analyzed combining ability and mode of inheritance of ear yield and yield components in sweet corn, such as kernel- row number, and ear length, by the use

Najib: ha P2nya itu penempatan dan pengawasan tenaga kerja Indonesia nah disitu bisa di dapatkan data datanya dan itu hanya 1,2 dan 1,3 nah yang ilegal itu jumlahnya sama

Hal ini dilakukan mengingat target sasaran dari PBTY 2017 adalah masayarakat umum bukan hanya masyarakat keturunan tionghoa saja, sehingga pesan-pesan tentang

Saat diskusi tahun lalu saya telah mengingatkan, bahwa sumber daya budaya yang terkelola dengan baik, lebih mudah untuk dikemas dan ditawarkan sebagai paket wisata.. Sehingga

Untuk meningkatkan penerimaan sosial remaja dapat menggunakan layanan bimbingan kelompok dengan teknik konseling yang tepat untuk mengatasi permasalahan sosial..

Penerapan enterprise architecture penting dikarenakan untuk mengefektifkan proses penerjemahan visi misi bisnis dan juga strategi dari suatu organisasi dengan menciptakan,

HUSEIN AL ATTAS BUNGUR/ DAN HABIB SALIM BIN AHMAD BIN JINDAN// HAMPIR SEMUA MASYARAKAT BETAWI KALA ITU BERGURU KEPADA MEREKA// SAMPAI SAAT INI MAJELIS KWITANG

9 Relevan dengan Surya, Slameto dan Ali seperti yang dikutip Tohirin, menyatakan bahwa belajar merupakan suatu usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu