• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV PETA SOSIAL DESA SEKARWANGI KECAMATAN KATAPANG KABUPATEN BANDUNG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB IV PETA SOSIAL DESA SEKARWANGI KECAMATAN KATAPANG KABUPATEN BANDUNG"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

PETA SOSIAL DESA SEKARWANGI

KECAMATAN KATAPANG KABUPATEN BANDUNG

Peta sosial dalam komunitas perlu dikaji untuk melihat aktivitas masyarakat terutama PKRT dan dapat menjadi salah satu faktor pengembangan masyarakat. Aspek-aspek yang digunakan untuk menganalisis kondisi kehidupan masyarakat terutama PKRT usaha mikro di Desa Sekarwangi meliputi data mengenai: kependudukan, sistem ekonomi, struktur komunitas, organisasi dan kelembagaan, sumberdaya lokal, karakteristik PKRT dan jejaring sosial PKRT usaha mikro dalam komunitas.

4.1. Kondisi Geografis dan Administratif

Desa Sekarwangi merupakan desa di Kecamatan Katapang yang letaknya paling dekat dengan Ibukota Kabupaten Bandung. Luas Wilayah Desa yang merupakan dataran adalah 116 ha yang berupa lahan persawahan seluas 86 ha (74,14%) dan darat seluas 30 ha (25,86%) yang terbagi menjadi pemukiman umum seluas 22 ha (73,33%) dari tanah darat dan selebihnya (26,67%) adalah lahan untuk sarana olahraga, sekolah dan jalan. Dari data tersebut dapat diketahui bahwa sebagian besar wilayah desa yaitu 74,14% adalah lahan persawahan yang subur dan pertanian merupakan mata pencaharian utama bagi warga desa Sekarwangi. Lahan pemukiman dan sarana lainnya tidak begitu besar menghabiskan besaran lahan yang ada di Desa Sekarwangi. Desa Sekarwangi merupakan desa yang dekat dengan pusat pemerintahan Kabupaten dan dilalui oleh jalan protokol, tetapi lahan pertanian tetap dipertahankan untuk tidak menjadi lahan pemukiman. Hal tersebut disebabkan kesuburan tanahnya yang dilintasi oleh saluran irigasi dapat menghasilkan beras unggulan, sehingga dapat menopang kehidupan warganya.

Perempuan kepala rumahtangga yang menjadi buruh tani selalu berpindah tempat, apabila musim tanam dan panen telah selesai, agar mereka bisa bekerja pada para pemilik lahan. Perempuan kepala rumahtangga yang mengelola usaha mikro warungan, dagang dan konveksi memperoleh kemudahan dalam transportasi karena lokasi yang dekat dengan pusat

(2)

pemerintahan Kabupaten dan dekat dengan jalan protokol yang mudah menghubungkan ke pasar.

Lokasi Desa Sekarwangi dapat dijangkau oleh kendaraan umum yang melintasi jalan Terusan Kopo (Terminal Leuwipanjang – Soreang) selama 24 jam penuh. Jarak tempuh dari Terminal Leuwipanjang ke Desa Sekarwangi adalah 13,5 km dengan waktu tempuh bi la tidak terjadi kemacetan di daerah Sayati adalah 45 menit, sedangkan bila terjadi kemacetan bisa mencapai 1,5 jam dengan tarif Rp. 2.000. Untuk mencapai daerah pedalaman/pelosok tersedia kendaraan umum becak yang beroperasi mulai jam 06.00 WIB sampai dengan jam 15.00 WIB dengan tarif Rp. 2.000 – Rp. 3.000 yang kemudian dilanjutkan dengan kendaraan ojeg sampai dengan jam 24.00 WIB dan tarif Rp. 1.500. Letak kantor desa yang strategis yaitu berada tepat di sisi jalan Terusan Kopo menyebabkan orang mudah untuk mengenali wilayah Desa Sekarwangi. Aksesibilitas menuju pusat pemerintahan dapat dilihat pada Tabel 5. berikut ini.

Tabel 5. Orbitrasi, Jarak dan Waktu Tempuh Letak Desa Sekarwangi Tahun 2004

NO. Orbitrasi dan Jarak Tempuh Keterangan

1. Jarak ke Ibukota Kecamatan 4 K m

2. Jarak ke Ibukota Kabupaten 2 K m

3. Jarak ke Ibukota Propinsi 18 K m

4. Waktu tempuh ke Ibukota Kecamatan 0,15 Jam

5. Waktu tempuh ke Ibukota Kabupaten 0,10 Jam

6. Waktu tempuh ke pusat fasilitasi terdekat (Ekonomi, Kesehatan, Pemerintahan)

0,15 Jam

Sumber: Data Monografi Desa Sekarwangi Tahun 2004.

Data pada Tabel 5. menunjukkan bahwa Desa Sekarwangi mempunyai tingkat aksesibilitas yang cepat untuk menjangkau pusat pemerintahan, baik pada tingkat kecamatan dan kabupaten. Jarak ke propinsi cukup jauh yaitu 18 km dengan waktu tempuh sekitar 2 sampai 3 jam. Jarak kantor desa ke RW dan RT mudah dijangkau, karena letak kantor desa di tepi jalan protokol mudah dihubungi oleh berbagai pihak yang berkepentingan. Desa Sekarwangi sebagai lokasi terdekat dengan pusat pemerintahan memiliki berbagai sarana fasilitas perekonomian dan kesehatan seperti pasar dan rumah sakit mudah dijangkau oleh penduduk dengan kendaraan umum yang tersedia sepanjang waktu. Jarak pasar yang cukup dekat dan dapat ditempuh dalam waktu 10 menit, memudahkan PKRT usaha mikro untuk menjangkau pasar.

(3)

Usaha mikro di Desa Sekarwangi tersebar di setiap RW (terdapat 8 RW, setelah pemekaran menjadi 13 RW). Masyarakat di tiap RW memiliki usaha mikro yang beragam dan hampir di setiap RW ada usaha warungan dan dagang secara kecil-kecilan yang sebagian besar dikelola oleh perempuan kepala rumahtangga sebagaimana pernyataan dari AN (PKRT usaha mikro):

Perempuan yang bergerak di usaha kecil, yang suaminya tidak bekerja atau menganggur maupun yang tidak mempunyai suami, yang saya tahu berada di 5 RW, yaitu RW 01, 02, 03, 09 dan 10 kira-kira sebanyak 30 orang. Karena yang hadir dalam rapat kemarin hanya setengahnya saja (hanya 15 orang). Mereka membuka usaha warungan, dagang keliling, kreditan dan menjahit.

Uraian tersebut menggambarkan bahwa jumlah PKRT yang mengelola usaha kecil berupa warungan dan dagang kecil-kecilan ada di tiap RW. Usaha yang dikelola beraneka ragam, mulai dari usaha warungan sembako, dagang masakan keliling, dagang bakso, gorengan dan sebagainya. Jumlah PKRT usaha mikro di desa Sekarwangi tidak dapat diketahui secara pasti besarannya, tetapi bila dilihat dari uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa jumlah PKRT usaha mikro di Desa Sekarwangi Kecamatan Ka tapang sebanyak 60 orang.

4.2. Kondisi Demografi

Komposisi penduduk digunakan untuk melihat tenaga kerja produktif, perbandingan jumlah laki-laki dan perempuan dan tingkat ketergantungan yang ada di Desa Sekarwangi menurut Umur dan Jenis Kelamin. Komposisi tersebut dapat dilihat pada Tabel 6. berikut ini:

Tabel 6. Komposisi Penduduk Desa Sekarwangi berdasarkan Usia dan Jenis Kelamin Tahun 2004.

JENIS KELAMIN No GOLONGAN

UMUR LAKI-LAKI % PEREMPUAN %

JUMLAH % SR 2004 1. 0 – 4 248 8,22 267 10,47 515 9,25 93 2. 5 – 6 206 6,83 339 13,29 545 9,79 61 3. 7 – 12 302 10,01 234 9,18 536 9,63 129 4. 13 – 15 273 9,05 242 9,49 515 9,25 113 5. 16 – 18 316 10,47 275 10,78 591 10,61 115 6. 19 – 25 309 10,24 210 8,24 519 9,32 147 7. 26 – 35 289 9,58 206 8,08 495 8,89 140 8. 36 – 45 223 7,39 120 4,71 343 6,16 186 9. 46 – 50 254 8,42 172 6,75 426 7,65 148 10. 51 – 60 200 6,63 220 8,63 420 7,54 91 11. 61 – 75 211 6,99 176 6,90 387 6,95 120 12. 76 + 187 6,20 89 3,49 276 4,96 210 JUMLAH 3.018 100,00 2.550 100,00 5.568 100,00 118 Sumber: Data Isian Monografi Desa Sekarwangi Kecamatan Katapang Kab. Bandung Tahun 2004.

(4)

Data pada Tabel 6. menunjukkan bahwa sebagian besar penduduk berada pada usia angkatan kerja dan merupakan penduduk usia produktif (usia 16 – 60 tahun) yaitu sebanyak 2.794 orang atau 50,18% dan sebagian besar bekerja sebagai buruh pada pabrik yaitu sebanyak 810 orang atau 27,05%. Hal tersebut disebabkan letak jalan raya Kopo merupakan wilayah industri di mana banyak pabrik-pabrik yang mempekerjakan banyak buruh. Jumlah perempuan usia angkatan kerja atau usia produktif sebanyak 1.203 orang atau 43,06% dari jumlah penduduk usia produktif. Hal tersebut menunjukkan bahwa hampir setengahnya perempuan berada pada usia produktif dan mereka ada yang bekerja sebagai buruh pabrik, buruh tani dan mengelola usaha mikro. Jumlah perempuan kepala rumahtangga sebanyak 179 orang atau 12,10% dari 1479 KK di Desa Sekarwangi Kecamatan Katapang, sedangkan jumlah PKRT yang mengelola usaha mikro dan dalam kondisi Pra KS atau KS 1 sebanyak 60 orang.

Jumlah laki-laki di Desa Sekarwangi lebih besar daripada perempuan yaitu sebanyak 3.018 orang atau 54,20%. Berdasarkan perhitungan sex ratio atau Rasio Jenis Kelamin (RJK) yaitu jumlah penduduk laki-laki dibagi jumlah penduduk perempuan dan dikalikan 100, maka diperoleh hasil yaitu 118. Jadi dapat dinyatakan bahwa dari 118 laki-laki perbandingannya adalah per 100 penduduk perempuan. Keberadaan perempuan dalam suatu wilayah sangat diperlukan untuk kegiatan peningkatan kesejahteraan keluarga termasuk dalam pendidikan anak, tetapi hal tersebut akan mengalami hambatan ketika seorang perempuan menjadi kepala rumahtangga dan menanggung begitu banyak anggota keluarga yang harus dinafkahi sementara dirinya sendiri mengalami keterbatasan dalam mencari nafkah untuk menghidupi keluarganya karena keterbatasan usaha dan adanya pandangan masyarakat bahwa perempuan hanyalah pencari nafkah tambahan.

Tingkat Rasio Beban Tanggungan (RBT) pada penduduk di Desa Sekarwangi dapat dihitung dengan membagi jumlah penduduk usia 0 – 5 tahun dan usia 61 tahun ke atas sebanyak 2.774 jiwa dengan jumlah penduduk usia produktif yaitu usia 16 sampai 60 tahun sebanyak 2.794 jiwa dikalikan 100, maka diperoleh hasil yaitu 99. Hal tersebut mengandung arti bahwa dalam setiap 100 orang usia produktif menanggung 99 orang yang tidak produktif. Komposisi perbandingan RBT penduduk yang produktif dengan yang tidak produktif adalah 2 jiwa berbanding 2 jiwa. Rasio beban ketergantungan penduduk tersebut akan berpengaruh terhadap tingkat partisipasi penduduk dalam suatu pembangunan.

(5)

Besarnya angka ketergantungan membuat orang akan sulit untuk berpartisipasi disebabkan konsentrasi mereka adalah untuk menghidupi anggota keluarganya yang tidak produktif. Perempuan yang bergerak dalam usaha mikro rata-rata berada pada usia produktif, karena pada usia tersebut mereka masih bisa berusaha dan menjalankan usaha mikro untuk menghidupi diri dan keluarganya. Gerak atau mobilitas penduduk Desa Sekarwangi dapat dilihat dapat pada Tabel 7. berikut ini:

Tabel 7. Jumlah Penduduk menurut Gerak/Mobilitas Penduduk Desa Sekarwangi periode Januari-Desember Tahun 2002

2003 No. Registrasi Khusus L P JUMLAH CBR 2003 CDR 2003 RMm 2003 RMk 2003 1. Kelahiran 53 46 99 20,37 - - - 2. Kematian 10 11 21 - 4,32 - - 3. Migrasi Ma suk 98 104 202 - - 41,56 - 4. Migrasi Keluar 126 124 250 - - - 51,44

Sumber: Data Monografi Desa Sekarwangi Kec. Katapang Kab. Bandung Januari 2003. Data pada Tabel 7. menunjukkan bahwa jumlah kelahiran bayi cukup tinggi yaitu sebanyak 99 jiwa atau dengan Crude Birth Rate (CBR) sebesar 20,37 bila dibandingkan dengan angka kematian yang ada di Desa Sekarwangi pada tahun 2003. Hal tersebut menunjukkan bahwa angka harapan hidup di desa Sekarwangi cukup tinggi, karena pemahaman mereka terhadap penggunaan fasi litas kesehatan melalui Puskesmas telah memadai.

Jumlah migrasi terbesar ada pada migrasi keluar yaitu sebanyak 250 jiwa atau dengan Reit Migrasi keluar (RMk) sebanyak 51,44 bila dibandingkan dengan jumlah migrasi yang masuk di Desa Sekarwangi tahun 2003. Hal tersebut menunjukkan bahwa banyak penduduk yang melakukan perpindahan ke luar desa, karena pada umumnya mereka ingin mencari pekerjaan dan penghidupan yang lebih baik dengan bekerja di pabrik atau menjadi TKI ke negara-negara di Asia (5 orang). Warga yang menjadi TKI paling banyak adalah perempuan yang bekerja sebagai pembantu rumahtangga sebanyak 5 orang atau 4,03% dari jumlah penduduk perempuan yang melakukan migrasi keluar.

Mobilitas perempuan di Desa Sekarwangi yang bekerja sebagai pembantu rumahtangga di desa tetangga, yaitu di komplek perumahan seperti Gading Tutuka, Cingcin, Soreang Indah dan sebagainya sebanyak 10 orang atau 8,06%.

(6)

Lokasi Desa Sekarwangi yang strategis yaitu dekat dengan lokasi pabrik dan komplek pemda membuat banyak warga yang masuk dan menetap secara permanen ataupun sementara. Banyak warga desa yang membuka usaha mikro berupa warungan, konveksi, menjahit ataupun makloon sebanyak 173 orang dan sebagian dikelola oleh PKRT yaitu sebanyak 60 orang. Usaha PKRT mengalami pasang surut tiap bulannya, seperti usaha warungan mengalami peningkatan dan memperoleh keuntungan saat akhir bulan, sedangkan usaha makanan jadi mengalami keuntungan tiap awal bulan. hal tersebut disebabkan pada awal bulan warga masyarakat mempunyai dana cukup untuk belanja ke supermarket dan membeli masakan jadi, sedangkan pada akhir bulan di saat kondisi keuangan warga masyarakat menipis, mereka memilih untuk membeli sembako di warung dan memasak sendiri daripada membeli.

4.3. Kondisi Pendidikan

Kondisi pendidikan di Desa Sekarwangi terbesar adalah tamat SD. Hal tersebut dapat dilihat pada Tabel 8. berikut ini:

Tabel 8. Persentase Penduduk Umur 10 Tahun ke atas menurut Tingkat Pendidikan yang ditamatkan di Desa Sekarwangi Kecamatan Katapang Kabupaten Bandung Tahun 200 3

NO. PENDIDIKAN JUMLAH %

1. Tamat SD/sederajat 2.920 60,28 2. Tamat SLTP/sederajat 952 19,65 3. Tamat SLTA/sederajat 775 16,00 4. Tamat D-1 67 1,38 5. Tamat D-2 34 0,70 6. Tamat D-3 28 0,58 7. Tamat S-1 68 1,40 JUMLAH 4.844 100,00

Sumber: Daftar Isian Penyusunan Profil Desa Sekarwangi Kec. Katapang Kab. Bandung Tahun 2003.

Data pada Tabel 8. di atas menunjukkan bahwa sebagian besar atau setengah dari penduduk Desa Sekarwangi adalah Tamat SD/sederajat sebanyak 2.920 orang atau 60,28%. Pendidikan yang terbatas menyebabkan jenis pekerjaannya pun terbatas pada penggunaan tenaga kasar seperti menjadi buruh tani, buruh pabrik dan pedagang kecil. Perempuan terutama PKRT yang menggeluti usaha mikro seperti warungan, dagang makanan keliling rata-rata memiliki pendidika n tamat SD sampai dengan tamat SLTP. Pendidikan yang terbatas juga berpengaruh terhadap penerimaan mereka terhadap program

(7)

pembangunan yang ada, seperti mereka merasa kesulitan saat mengisi formulir P2KP dan menerima penjelasan tentang pengembalian cicilan.

4.4. Kondisi Ekonomi

Kondisi ekonomi untuk melihat jenis mata pencaharian dan potensi ekonomi lokal yang terdapat di Desa Sekarwangi. Mata pencaharian utama di wilayah ini adalah pertanian. Komposisi penduduk berdasarkan mata pencaharian dapat dilihat pada Tabel 9. berikut ini:

Tabel 9. Komposisi Penduduk Desa Sekarwangi berdasarkan mata pencaharian Tahun 2003.

NO. MATA PENCAHARIAN JUMLAH %

1. Buruh tani 1.200 40,08 2. Buruh/swasta 810 27,05 3. Petani 400 13,36 4. Pegawai Negeri 286 9,55 5. Pedagang 173 5,78 6. Pengrajin 46 1,54 7. Pensiunan 38 1,27 8. ABRI 32 1,07 9. Peternak 5 0,17 10. Montir 4 0,13 JUMLAH 5.134 100,00

Sumber: Daftar Isian Penyusunan Profil Desa Sekarwangi Kec. Katapang Kab. Bandung Tahun 2003.

Data pada Tabel 9. menunjukkan bahwa sebagian besar penduduk desa Sekarwangi bekerja sebagai buruh tani yaitu berjumlah 1.200 orang atau 40,08%. Tenaga mereka diperlukan pada saat musim tanam, musim panen dan membersihkan sawah yang waktunya tidak tentu tergantung musim dan permintaan. Up ah yang diberikan untuk buruh tani perempuan adalah sebesar Rp. 7.000,- per hari, sedangkan untuk buruh laki -laki sebesar Rp. 10.000,- per hari tanpa makan atau Rp. 13.000,- per hari dengan makan. Penghasilan mereka bila diakumulasikan sebulan tidak layak untuk menghidupi anggota keluarganya bila disesuaikan dengan standar World Bank tentang pengeluaran orang per hari adalah US$ 2/orang/hari atau Rp. 20.000/orang/hari.

Jumlah yang besar juga adalah mereka yang bekerja sebagai buruh/swasta yaitu sebanyak 810 orang atau 27,05%. Hal tersebut disebabkan di wilayah Kopo banyak terdapat pabrik yang banyak mempekerjakan buruh terutama buruh wanita yang berasal dari wilayah sekitarnya. Masalah yang

(8)

terjadi adalah apabila pabrik mengalami kebangkrutan, maka banyak pekerja yang di-PHK, sehingga akan berpengaruh pada kehidupan dalam rumahtangga.

Usaha mikro di Desa Sekarwangi ditunjukkan malalui mata pencaharian pedagang dan pengrajin yaitu sebanyak 219 orang atau 7,32%. Sebagian warga masyarakat mengambil alternatif usaha mikro untuk menghidupi keluarganya seperti. Pemasaran hasil usaha mikro yang dikelola oleh PKRT berupa rangginang dan kerupuk dijual ke warung-warung dan pasar atau menjualnya melalui karyawan yang bekerja di pabrik, sedangkan konveksi biasanya laku dijual apabila di kantor desa ada kunjungan kerja, kedatangan tamu dari luar desa, pada saat bazar atau pameran.

Sumberdaya lokal yang ada di Desa Sekarwangi berpengaruh terhadap mata pencaharian penduduk yang lain, seperti adanya Usaha Kecil Menengah (UKM) yang ada di desa tersebut sebagian memanfaatkan sumberdaya lokal seperti melihat pada kondisi demografi dimana penduduk Desa Sekarwangi sebagian besar adalah pendatang dan bekerja sebagai buruh pabrik, sehingga mereka membutuhkan masakan matang karena tidak sempat memasak. Pemanfaatan sumberdaya lokal yaitu dengan menggunakan beras ketan sebagai hasil pertanian Desa Sekarwangi untuk pembuatan rangginang. UKM ini sudah berkembang dan mempunyai pekerja. Berikut ini adalah daftar UKM di Desa Sekarwangi:

Tabel 10. Kondisi Perekonomian berdasarkan Usaha Kecil Menengah Warga Desa Sekarwangi Tahun 2002.

Pengelola

No. Jenis UKM

L P Jumlah UKM % 1. Usaha Makanan 7 11 18 42,86 2. Konveksi 11 - 11 26,20 3. Barang rongsokan 1 - 1 2,38 4. Akuarium - 1 1 2,38 5. Karet Dragon 2 - 2 4,76 6. Mebeulair 3 - 3 7,14 7. Bata Merah 1 - 1 2,38 8. Jamur Kayu 2 - 2 4,76 9. Peternakan 2 - 2 4,76 10. Perhiasan Emas 1 - 1 2,38 JUMLAH 30 12 42 100,00

(9)

Data pada Tabel 10. menunjukkan bahwa usaha yang dilakukan oleh warga Desa Sekarwangi terbesar ada pada usaha makanan sebanyak 18 UKM atau 42,86%. Usaha yang dikelola oleh perempuan adalah makanan asakan, keripik singkong, rangginang, kudapan dan telor asin sebanyak 11 UKM atau 26,19%. Hal tersebut menunjukkan bahwa usaha mikro yang dijalankan oleh perempuan di Desa Sekarwangi adalah pada usaha makanan, karena keterkaitannya dengan urusan dapur, sehingga memudahkan bagi mereka untuk mengembangkan minat dan bakatnya.

4.5. Kondisi Sosial Budaya 4.5.1. Keragaman Warga

Masyarakat Desa Sekarwangi terdiri dari berbagai etnis yang mendiami wilayah tersebut. Mereka adalah pendatang yang bertujuan untuk mencari pekerjaan atau dikarenakan menikah dengan warga setempat. Etnis terbesar menurut Data Monografi Tahun 2003 ada pada suku Sunda sebanyak 5.310 jiwa atau 95,28%, yang kedua adalah suku Jawa sebanyak 220 jiwa atau 3,95% dan terakhir adalah suku Batak sebanyak 43 orang atau 0,77%. Berdasarkan wawancara dengan warga setempat, suku Jawa banyak terdapat di Desa Sekarwangi dikarenakan mereka banyak yang bekerja sebagai buruh pabrik yang banyak terdapat di sisi jalan Kopo. Pengusaha juga mempertimbangkan adanya etnis tersebut, yaitu suku Jawa yang lebih dikenal ulet dan suka bekerja keras sangat diperlukan untuk membantu proses produksi mereka, sedangkan suku Sunda dikenal lebih santai. Suku Batak di Desa Sekarwangi lebih dikenal sebagai rentenir yang uangnya sering dipinjam oleh masyarakat yang mempunyai kebutuhan mendesak, tidak terkecuali bagi PKRT yang mengelola usaha mikro.

Keanekaragaman pekerjaan juga dapat dilihat di desa Sekarwangi dengan melihat variasi warga desa dalam mencari nafkah hidupnya walaupun sebagian besar dari mereka adalah buruh tani dan buruh pabrik. Juga terdapat UKM berupa usaha-usaha mandiri warga desa untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.

(10)

4.5.2. Stratifikasi Warga

Stratifikasi atau pelapisan sosial yang terdapat di Desa Sekarwangi didasarkan pada kemapanan ekonomi, kesepuhan dan agama. Kemapanan ekonomi biasanya terdapat pada masyarakat dengan kategori Keluarga Sejahtera III (KS III) dan KS III Plus dengan kriteria yaitu mereka telah dapat memenuhi seluruh kebutuhannya, baik kebutuhan dasar, sosial, psikologis, pengembangan dan telah memberikan sumbangan yang nyata dan berkelanjutan bagi masyarakat. Stratifi kasi menurut kesepuhan yaitu orang yang dituakan dan stratifikasi menurut agama yaitu golongan ulama atau ustad yang tinggal di Desa Sekarwangi. Berikut ini dapat dilihat gambar yang menunjukkan pelapisan sosial di Desa Sekarwangi:

Gambar 3. Stratifikasi Sosial di Desa Sekarwangi Tahun 2004.

Gambar 3. di atas menunjukkan bahwa stratifikasi/pelapisan sosial yang terjadi di Desa Sekarwangi didasarkan pada status ekonomi dan keseganan masyarakat terhadap golongan yang ada di atasnya. Warga masyarakat yang menduduki lapisan satu adalah warga masyarakat yang dianggap “the have ” (orang kaya/KS III/KS III Plus), para ulama yang disegani oleh warga masyarakat dan para sesepuh atau orang yang dituakan. Petuah yang disampaikan oleh ulama lebih cepat diserap oleh komunitas di Desa Sekarwangi yang mayoritas beragama Islam.

Jumlah yang terdapat pada tiap lapisan beragam, dari 1.445 KK yang ada di Desa Sekarwangi, pada lapisan yang pertama jumlah warganya relatif sedikit yaitu sebanyak 143 KK (10%). Pada lapisan yang kedua masyarakat memiliki kepercayaan terhadap golongan PNS dan Aparat Desa yang dianggap memiliki

KS III Plus, KS III , Ulama, Sepuh

KS II, PNS, Aparat Desa.

KS I, Pra KS Lapisan 1 Lapisan 2 Lapisan 3 40% 50% 10%

(11)

pengaruh dan kekuasaan untuk membangun desa di mana jumlah mereka sebanyak 739 KK (50%). Golongan yang terakhir adalah KS I dan Pra KS, di mana mereka adalah para buruh tani, buruh pabrik dan pedagang kecil yang jumlah mereka sebanyak 563 KK (40%).

Posisi perempuan kepala rumahtangga yang bergerak dalam usaha mikro berada pada lapisan tiga (golongan bawah) yaitu KS I dan Pra KS. Mereka rata-rata bergerak pada bidang usaha warungan dan usaha jahit rajut yang telah dirintis sejak terjadinya krisis ekonomi Tahun 1997. Suami mereka yang mengalami PHK menyebabkan mereka yang asalnya dianggap sebagai pencari nafkah tambahan dan hanya membantu suami akhirnya harus menjadi pencari nafkah utama. Perubahan peran tersebut menyebabkan mereka harus bisa membagi tugasnya antara urusan rumahtangga dan sebagai pencari nafkah, sementara sebagian suami mereka ada yang mengerti dan membantu urusan rumahtangga i strinya, tetapi ada juga yang tetap bersantai dan berleha-leha yang menyebabkan seorang PKRT harus membanting tulang untuk membiayai sekolah anak-anaknya dan menghidupi kelangsungan hidup rumahtangganya.

4.6. Sistem Nilai dan Norma

Sistem nilai dan norma dalam masyarakat di Desa Sekarwangi Kecamatan Katapang mengacu pada adat istiadat budaya Sunda dan sistem religi yang dianut yaitu agama Islam. Kehidupan beragama masih kuat, hal tersebut dapat dilihat dari rutinitas pengajian yang diadakan oleh warga setiap hari dan setiap minggunya. Tiap RW di Desa Sekarwangi terdapat mesjid yang selalu diramaikan oleh warga dan terdapat pondok madrasah serta Ikatan Remaja Mesjid (IRMA) yang aktif mengadakan kegiatan-kegiatan keagamaan. Perempuan kepala rumahtangga yang bergerak dalam usaha mikro mudah menjangkau kehidupan keagamaan yang ada di lingkungan mereka dengan mengikuti pengajian rutin tiap minggu.

Warga masyarakat pendatang sulit diterima oleh warga masyarakat asli di Desa Sekarwangi. Mereka membutuhkan waktu yang cukup lama untuk dapat beradaptasi dan diterima oleh masyarakat asli walaupun para pendatang membawa perubahan seperti terlibat dalam kegiatan desa ataupun organisasi kewanitaan seperti yang diungkapkan oleh Ibu TT (Pengurus PKK desa):

(12)

Warga masyarakat di sini sulit menerima pendatang, walaupun mereka aktif dalam kegiatan organisasi kemasyarakatan di Desa Sekarwangi dan sudah tinggal lama di sini. Suara penduduk asli lebih didengarkan daripada suara pendatang. Mereka sering mencurigai pendatang karena mereka tidak mengetahui asal usul pendatang.

Uraian di atas menjelaskan bahwa pendatang mengalami kesulitan untuk menyesuaikan diri di Desa Sekarwangi. Ikatan kekerabatan yang kuat diantara penduduk asli, membuat mereka agak susah mempercayai pendatang. Pendatang yang terlibat dalam kegiatan kemasyarakatan juga mengalami kesulitan dalam mengajak warga untuk berperan aktif dalam kegiatan masyarakat, misalnya untuk kerja bakti.

Usaha mikro yang dikelola oleh PKRT pendatang juga mengalami hambatan, karena bantuan yang diberikan kepada warga masyarakat terutama perempuan diberikan kepada penduduk asli dan jarang diberikan kepada pendatang. Pandangan masyarakat terhadap PKRT yang mengelola usaha mikro adalah mereka dianggap sebagai pencari nafkah tambahan dan membantu suami, karena pencari nafkah utama adalah laki-laki yang menjadi kepala keluarga.

4.7. Kelembagaan dan Jejaring Sosial dalam Komunitas

Lembaga Kemasyarakatan yang ada di Desa Sekarwangi terutama dalam hubungannya dengan usaha mikro tidak terlepas dari adanya kelompok-kelompok yang terbentuk yaitu:

2. Kelompok bentukan masyarakat seperti kelompok arisan. Kelompok ini merupakan inisiatif dari masyarakat untuk menabung yaitu arisan berupa barang-barang kebutuhan untuk hari Raya.

3. Kelompok bentukan pemerintah seperti LKMD dan PKK. Kelompok ini bergerak dibidang sosial kemasyarakatan dan perencanaan pembangunan Desa Sekarwangi.

Kelembagaan yang ada di Desa Sekarwangi yang berhubungan dengan usaha mikro adalah sebagai berikut:

1. Lembaga ekonomi: BUMDES, Usaha mikro, rentenir, pasar. 2. Kelembagaan Kekerabatan: Keluarga (Extended Family).

(13)

Masing-masing kelembagaan tersebut mempunyai sistem norma, nilai dan pola hubungan yang menjadi aturan main dari lembaga dan kelembagaan tersebut, seperti PKRT usaha mikro yang meminjam uang kepada rentenir di dalamnya ada aturan tidak tertulis tentang berapa uang yang dikembalikan per hari beserta dengan bunganya dan peminjaman dilakukan berdasarkan rasa saling percaya. Uang yang dipinjamkan oleh rentenir kepada warga dikenakan beban administrasi sebesar 10% pada saat uang tersebut diberikan ditambah bunga sebesar 20% perhari selama 10 hari. Apabila uang tidak dibayarkan dalam satu hari, maka bunganya semakin hari bertambah.

Pola hubungan yang terdapat dalam PKK dengan salah satu program pokoknya yaitu pemberian bantuan modal untuk Usaha Peningkatan Pendapatan Keluarga (UP2K-PKK). Dana tersebut boleh dipinjam oleh kader atau masyarakat yang membutuhkan. Di dalamnya terdapat aturan seperti cicilan pinjaman selama sepuluh minggu dengan uang jasa 1%. Aturan yang berlaku pada dana bergulir P2KP juga sama. Warga masyarakat diberikan pinjaman dan dicicil per bulan, maksimal 12 bulan dengan bunga jasa 1,5%.

Kelembagaan sangat berperan untuk mendukung usaha mikro yang dijalankan oleh perempuan kepala rumahtangga di Desa Sekarwangi. Tabel 11. berikut ini merupakan lembaga formal dan informal yang ada di Desa Sekarwangi Kecamatan Katapang yang dapat meningkatkan usaha mikro bagi PKRT.

Tabel 11. Peran Lembaga Formal dan Informal dalam Peningkatan Kesejahteraan PKRT Usaha Mikro di Desa Sekarwangi Kecamatan Katapang Tahun 2004

Sumber Pendukung No. Faktor Pendukung

Jejaring PKRT Usaha

Mikro Lembaga Informal Lembaga Formal

1. Informasi: Pasar, harga, inovasi produk.

• Keluarga, teman usaha, teman arisan.

• Pasar mingguan, kelompok pengajian. • Koran, radio, televisi. • Pembentukan lembaga (KSM,BKM). 2. Adanya kepercayaan/ trust

kepada PKRT Usaha Mikro

Rentenir, denda. • P2KP, UP2K-PKK 3. Pemberian kredit Jaringan sanak famili,

teman, rentenir,arisan, kelompok masyarakat sipil.

• Bank, P2KP, UP2K-PKK

4. Perangkat publik dan sumber potensi masyarakat

Kelompok arisan. • BKM, KSM.

Sumber: Diadaptasi dari Bonds and Bridges: Sosial Capital and Poverty dalam Narayan, 1998.

(14)

Data pada Tabel 11. menunjukkan bahwa informasi usaha mikro, termasuk di dalamnya harga, produk berasal dari keluarga, teman usaha, pameran, pasar minggon radio dan televisi. Keberadaan pemimpin desa sangat mempengaruhi keberlangsungan program pembangunan yang ada di Desa Sekarwangi. Kepercayaan/trust dari warga tinggi apabila personal yang mengelola dana bantuan dapat dipercaya dan dana tersebut dapat dipertanggungjawabkan, sehingga perilakunya dapat ditiru oleh warga masyarakat terutama PKRT usaha mikro seperti dengan tetap menjaga keberlangsungan pengguliran dana pinjaman.

Kredit bagi PKRT dapat diperoleh melalui kelembagaan informal seperti keluarga, rentenir dan arisan. Perolehan kredit melalui lembaga formal yaitu dari perbankan. Kelo mpok masyarakat sipil merupakan kelompok pegawai pemda yang tinggal di Desa Sekarwangi. Lokasi desa yang dekat dengan pusat pemerintahan Kabupaten Bandung memungkinkan bagi pegawai pemda untuk bertempat tinggal di desa tersebut. Kelompok ini dapat dimanfaatkan untuk memberikan informasi program dan kegiatan yang bermanfaat untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa terutama pencarian kredit untuk PKRT usaha mikro. Perangkat publik dan sumber potensi masyarakat merupakan kelembagaan yang terbentuk atas keinginan masyarakat seperti kelompok arisan dan kelompok bentukan program pemerintah seperti Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM) dan Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM). Kelembagaan tersebut dapat digunakan untuk menjadi wadah pengembangan usaha mikro yang dikelola oleh PKRT, seperti kelompok arisan uang ataupun barang dapat menggiatkan kegiatan menabung warga. BKM dan KSM dapat menjadi wadah untuk kegiatan berkelompok warga dalam mengelola usaha secara bersama-sama.

Jejaring sosial dalam usaha mikro yang ada di Desa Sekarwangi tidak terlepas dari hubungannya dengan kelembagaan yang ada, seperti pasar, lembaga mikro keuangan, program pembangunan desa dalam bidang ekonomi, konsumen dan sebagainya. Gambar 4. berikut ini akan dilihat bagaimana jejaring sosial usaha mikro terutama yang dikelola oleh perempuan kepala rumahtangga di Desa Sekarwangi:

(15)

JARINGAN INTRA KOMUNITAS

Gambar 4. Jejaring Sosial PKRT Usaha Mikro Berdasarkan Dimensi Modal Sosial di Desa Sekarwangi Tahun 2004.

Keterangan:

: hubungan yang sangat kuat. : hubungan timbal balik. : hubungan satu arah. : hubungan tidak erat.

Besar kecilnya lingkaran menunjukkan besar kecilnya pengaruh kelembagaan terhadap PKRT usaha mikro.

Gambar 4. menunjukkan pengaruh kelembagaan pada PKRT usaha mikro. Semakin besar lingkaran semakin besar pengaruhnya terhadap keberlangsungan usaha mikro yang dijalankan oleh PKRT. Jejaring usaha mikro terutama yang dikelola oleh perempuan kepala rumahtangga di Desa Sekarwangi berhubungan dengan aparat Desa, BPD dan LKMD sebagai perumus kebijakan dan program yang ada di Desa. PKK dengan program UP2K-PKK dapat berfungsi sebagai penggerak kegiatan usaha mikro yang dikelola oleh perempuan kepala rumahtangga. Hubungan antara kedua lembaga desa

PKRT USAHA MIKRO P2KP RENTENIR PASAR WARGA MASYARAKAT UP2K - PKK BPD,Desa, LKMD Rendah Tinggi Quadran 1 Quadran 2 Quadran 3

Quadran 4: “Masyarakat desa yang Miskin”

Ikatan Intra Komunitas Tinggi, Jaringan luar komunitas Rendah.

(16)

tersebut dengan PKRT usaha mikro tidak erat, karena rumusan kebijakan tentang kegiatan usaha ekonomi produktif di desa belum menyentuh kepentingan dan kebutuhan PKRT usaha mikro.

PKRT dalam menjalankan usahanya selama ini terbentur pada masalah permodalan dan sebagian besar dari mereka memperolehnya dengan cara meminjam kepada rentenir. Program pembangunan masyarakat seperti P2KP dan UP2K-PKK belum sepenuhnya menjangkau usaha mereka. Hubungan PKRT yang memiliki usaha mikro sangat erat dengan warga masyarakat sebagai konsumen dan pasar yang bisa berperan sebagai konsumen ataupun produsen. Pasar di sini adalah pasar dalam bentuk aslinya yaitu tempat bertemunya penjual dan pembeli untuk melakukan transaksi. PKRT yang bergerak dalam usaha warungan dan dagang makanan membeli bahan-bahan usaha mereka dari pasar dan menjualnya kepada warga masyarakat, tetapi pasar bisa menjadi tempat bagi PKRT menjual usahanya seperti rangginang.

Jaringan PKRT usaha mikro di Desa Sekar wangi berada pada Quadran 4 yaitu termasuk dalam kategori “Masyarakat Desa yang Miskin”. Ikatan intra atau dalam komunitas untuk usaha mikro yang dikelola oleh PKRT tinggi, tetapi jaringan luar komunitas rendah. Usaha mikro yang dijalankan oleh PKRT masih bisa bertahan karena adanya pinjaman dari keluarga atau para rentenir untuk menambah modal usahanya. Sebagian besar PKRT usaha mikro mengalami masalah permodalan karena hasil keuntungan usaha mereka digunakan untuk memenuhi kebutuhan subsisten, sehingga dana untuk modal usaha selalu habis atau pas-pasan. Ikatan jaringan mereka di dalam komunitas tinggi dengan mengandalkan ikatan kekerabatan, tetapi untuk pemanfaatan program pembangunan terutama untuk pembangunan ekonomi produktif yang berasal dari pemerintah, mereka kurang mendapat perhatian. Hal tersebut dikarenakan dana yang turun melalui program pembangunan terlebih dahulu diberikan kepada orang-orang terdekat pemegang kekuasaan di desa walaupun jenis usahanya baru, sedangkan untuk PKRT usaha mikro diberikan sisa dana program tersebut sebagaimana yang diungkapkan oleh Ibu ER (PKRT usaha mikro):

Waktu ada dana bantuan dari P2KP yang didahulukan adalah orang-orang terdekat Pak RW, sedangkan kami sisanya.

Uraian tersebut menggambarkan bahwa terjadi pembedaan dalam penerimaan dana bergulir P2KP. Orang-orang yang dekat dengan pemegang

(17)

kekuasaan di desa dan terlibat dalam kepengurusan P2KP mendapat pinjaman terlebih dahulu, sedangkan yang tidak dekat walaupun masuk dalam kriteria penerima bantuan bergulir dan telah didata tidak diberikan. Jumlah PKRT yang mengelola usaha mikro di Desa Sekarwangi sebanyak 60 orang, tetapi yang menerima bantuan dana bergulir P2KP hanya 26 orang.

Hubungan jejaring ini menjadi sinergis dan masuk dalam Quadran 1 apabila terjadi peningkatan pola hubungan antar kelembagaan, terutama jejaring sosial dengan kelembagaan di luar komunitas. Pengembangan jejaring bagi PKRT usaha mikro memungkinkan bagi mereka untuk memperoleh kredibilitas dalam mengakses sumberdaya produktif, seperti memperoleh pinjaman modal dan kredit secara mudah untuk memajukan usaha mikro mereka.

4.8. Karakteristik Subyek Kasus (PKRT Usaha Mikro)

Penentuan subyek kasus dilakukan dengan langsung menunjuk pada data primer yaitu perempuan kepala rumahtangga yang mengelola usaha mikro, baik yang telah ataupun belum menerima bantuan P2KP atau UP2K-PKK. Pertimbangannya adalah sejauhmana program tersebut dapat memberikan manfaat dan PKRT dapat turut berpartisipasi dan mempunyai kewenangan untuk mengambil keputusan untuk mengikuti program tersebut.

Subyek kasus yang diambil adalah PKRT dari 6 RW yang ada di Desa Sekarwangi Kecamatan Katapang. Mereka berjumlah 15 orang dan 4 orang diantaranya telah menerima bantuan P2KP dan 1 orang telah menerima bantuan UP2K-PKK. Karakteristik subyek kasus dapat dilihat dari usia, tingkat pendidikan, status perkawinan, jumlah tanggungan, jenis usaha mikro dan permasalahan yang dialami PKRT Usaha Mikro.

4.8.1. Karakteristik Subyek Kasus Berdasarkan Usia

Usia subyek kasus perlu diketahui untuk melihat usia produktif perempuan kepala rumahtangga yang bergerak dalam usaha mikro. Karakteristik subyek kasus berdasarkan usia dapat dilihat pada Tabel 12. berikut ini:

(18)

Tabel 12. Jumlah dan Persentase Subyek Kasus Berdasarkan Usia di Desa Sekarwangi Kecamata n Katapang Tahun 2005

No. U s i a Jumlah (orang) %

1. 20 – 30 5 33,34

2. 31 – 40 5 33,33

3. 41 – 50 3 20,00

4. 51 ke atas 2 13,33

JUMLAH 15 100,00

Sumber: Hasil penelitian Tahun 2005.

Data pada Tabel 12. menunjukkan bahwa sebagian besar PKRT usaha mikro yang menjadi subyek kasus berada pada usia produktif yaitu sebanyak 10 orang atau 66,66%. Pada usia tersebut seorang perempuan sedang berada pada tingkat usaha dan semangat aktivitas yang tinggi. Usia yang relatif masih muda sudah membuat mereka harus menanggung beban kehidupan dalam rumahtangga seperti membiayai sekolah anak dan makan sehari-hari. Beban hidup mereka yang tinggi tidak didukung pemberian kesempatan untuk memperoleh penambahan modal usaha, sehingga banyak dari mereka meminjam uang kepada rentenir.

Hal yang menjadi penyebab mereka menjadi penopang perekonomian rumahtangga adalah karena suami mereka mengganggur atau bekerja tapi tidak menentu penghasilannya. PKRT yang berusia sudah agak lanjut biasanya bekerja penuh untuk menghidupi anggota keluarga yang menjadi tanggungan hidupnya. Pasangan hidupnya yang juga sudah berusia lanjut biasanya sulit untuk mencari pekerjaan lain, sehingga PKRT menjadi penyangga perekonomian keluarga. Pada usia tersebut mereka ingin aktif dalam kehidupan masyarakat selain mengurus usaha mikro, tetapi ada juga yang sudah tidak peduli terhadap kehidupan organisasi kemasyarakatan karena waktunya habis untuk mencari nafkah.

4.8.2. Karakteristik Subyek kasus Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Tingkat pendidikan subyek kasus perlu diketahui untuk melihat sejauhmana penerimaan perempuan kepala rumahtangga yang bergerak dalam usaha mikro terhadap program pengembangan masyarakat yang ada di Desa Sekarwangi Kecamatan Katapang. Tingkat pendidikan juga diperlukan untuk menganalisa tingkat kreativitas usaha yang dijalankan oleh PKRT. Karakteristik subyek kasus berdasarkan tingkat pendidikan dapat dilihat pada Tabel 13. berikut ini:

(19)

Tabel 13. Jumlah dan Persentase Subyek Kasus BerdasarkanTingkat Pendidikan di Desa Sekarwangi Kecamatan Katapang Tahun 2005

No. Tingkat Pendidikan Jumlah (orang) %

1. Tamat SD/sederajat 7 46,66

2. SLTP/sederajat 4 26,67

3. SLTA/sederajat 3 20,00

4. Diploma (I, II, III) 1 6,67

5. Sarjana 0 0

JUMLAH 15 100,00

Sumber: Hasil penelitian Tahun 2005.

Data pada Tabel 13. menunjukkan bahwa PKRT yang bergerak dalam usaha mikro hampir setengahnya berpendidikan tamat SD/sederajat sebanyak 7 orang atau 46,67%. Mereka bergerak dalam usaha warungan kecil-kecilan, dagang bakso dan lotek. Mereka berdagang di halaman rumahnya dengan membuka kios kecil dan kadang-kadang dikelola bersama dengan suami atau anak-anaknya. PKRT yang berpendidikan di atas SD bergerak dalam usaha rangginang, jahit hias dan usaha variasi makanan/snack.

PKRT yang dapat mengenyam pendidikan di atas SD dapat menggunakan keterampilan dirinya untuk mengerjakan berbagai macam variasi usaha mikro seperti membuat rangginang atau jahit hias, tetapi yang berpendidikan SD hanya mampu membuka usaha warungan atau dagang masakan. Hal tersebut disebabkan mereka tidak memiliki pengetahuan dan keterampilan lain selain berdagang yang pendapatan hari-harinya digunakan untuk pemenuhan kebutuhan subsisten rumahtangga. Pendidikan yang terbatas juga menyebabkan PKRT yang bergerak dalam usaha mikro sulit menerima penjelasan mengenai program pengembangan masyarakat sebagaimana yang diutarakan oleh Ibu EL (PKRT usaha mikro):

Ibu-ibu di sini susah kalau diberi penjelasan tentang kegiatan baru, karena rata-rata mereka berpendidikan rendah. Kalau ada informasi mengenai kegiatan, harus dijelaskan secara berulang-ulang dan rinci. Mereka juga datang ke sini dan bertanya berulang-ulang.

Uraian tersebut menegaskan bahwa tingkat pendidikan selain berpengaruh terhadap bidang usaha yang digeluti oleh PKRT juga terhadap penerimaan mereka atas informasi baru yang diberikan. Tingkat pendidikan yang terbatas menyebabkan PKRT usaha mikro belum mampu mengembangkan usahanya lebih luas dan dengan kualitas yang beragam. Hal tersebut juga berpengaruh terhadap kesadaran mereka terhadap pengembalian cicilan. Mereka mudah terpengaruh oleh teman karena tingkat pendirian mereka yang

(20)

lemah, seperti pada saat pembayaran cicilan P2KP. Mereka melihat temannya tidak membayar akhirnya mereka juga ikut-ikutan tidak membayar cicilan pinjaman P2KP.

4.8.3. Karakteristik Subyek kasus Berdasarkan Status Perkawinan

Status Perkawinan subyek kasus perlu diketahui untuk melihat bagaimana posisi PKRT yang menggeluti usaha mikro dalam komunitas. Adanya pandangan bahwa perempuan hanya sebagai pencari nafkah tambahan dapat mempengaruhi aktivitas usaha PKRT terutama terhadap program pengembangan masyarakat. Mereka sulit menerima keadilan gender karena adanya anggapan tersebut. Karakteristik subyek kasus berdasarkan status perkawinan dapat dilihat pada Tabel 14. berikut ini:

Tabel 14. Jumlah dan Persentase Subyek Kasus Berdasarkan Status Perkawinan di Desa Sekarwangi Kecamatan Katapang Tahun 2005

No. Status Perkawinan Jumlah (orang) %

1. Kawin 13 86,67

2. Janda 2 13,33

JUMLAH 15 100,00

Sumber: Hasil penelitian Tahun 2005.

Data pada Tabel 14. menunjukkan bahwa sebagian besar PKRT masih memiliki pasangan hidup yaitu sebanyak 13 orang atau 86,67%. Kondisi mereka sebagai kepala rumahtangga yang mengelola segala urusan mulai dari urusan dapur sampai kelangsungan pendidikan anak memerlukan rasa saling pengertian dan toleransi terutama dari pasangan hidupnya. Usaha mikro mereka juga perlu diberikan perhatian dan kepercayaan bahwa mereka juga dapat mengelola keuangan dan dapat pengembalian cicilan secara rutin.

Status kawin pada PKRT usaha mikro adalah PKRT yang memiliki suami, tetapi terkena PHK yaitu sebanyak 13 orang atau 86,67%. Suami yang mengalami PHK tua sebanyak 3 orang atau 23,07% dan 10 orang menjadi PHK muda 10 orang atau 76,93%. Bagi PKRT yang suaminya terkena PHK tua mengalami tingkat permasalahan yang sangat kompleks, karena perusahaan tidak menerima karyawan dengan usia yang sudah tinggi (di atas 40 tahun), sedangkan kebutuhan hidup dan pendidikan anak-anak harus dipenuhi. Mereka akhirnya hanya tinggal di rumah dan tidak mengerjakan sesuatu hal yang dapat meningkatkan pendapatan keluarga. Bagi PKRT yang suaminya mengalami PHK muda, mereka berpeluang untuk bekerja lagi, tetapi sulitnya mencari pekerjaan

(21)

membuat mereka akhirnya diam di rumah, walaupun ada sebagian dari mereka membuat keterampilan kecil-kecilan seperti membuat sepatu sebanyak 1 orang (PHK dari pabrik sepatu) atau bekerja menjadi tukang becak sebanyak 2 orang. PKRT yang status pekerjaan suaminya pegawai swasta sebanyak 5 orang adalah mereka yang secara tertulis di KTP adalah pegawai swasta, tetapi dalam kehidupan keseharian mereka menganggur.

Status janda pada PKRT karena cerai sebanyak 1 orang dan kematian 1 orang. Kehidupan mereka semakin sulit karena mereka menopang seluruh keperluan rumahtangga dan menanggung kehidupan anak-anaknya.

4.8.4. Karakteristik Subyek kasus Berdasarkan Jumlah Tanggungan

Jumlah tanggungan subyek kasus yang menjadi beban hidup seorang PKRT perlu diperhatikan, karena dengan melihat jumlah tanggungan tersebut dapat pula dilihat besaran jumlah biaya hidup yang diperlukan dalam keluarga PKRT. Karakteristik PKRT berdasarkan jumlah tanggungan dapat dilihat pada Tabel 15. berikut ini:

Tabel 15. Jumlah dan Persentase Subyek Kasus Berdasarkan Jumlah Tanggungan di Desa Sekarwangi Kecamatan Katapang Tahun 2005

No. Jumlah Tanggungan (orang) Jumlah (orang) %

1. 1 – 2 3 20,00

2. 3 – 4 9 60,00

3. 5 – 6 2 13,33

4. > 6 1 6,67

JUMLAH 15 100,00

Sumber: Hasil penelitian Tahun 2005.

Data pada Tabel 15. menunjukkan bahwa PKRT yang memiliki tanggungan 3 – 4 orang sebanyak 9 orang atau 60%. Semakin besar jumlah tanggungan yang harus dihidupi oleh seorang PKRT, maka semakin keras pula ia harus mencari nafkah untuk menghidupi diri dan keluarganya. Apabila PKRT memiliki akses terhadap permoda lan dan kontrol terhadap pendapatan dan harga yaitu dapat menentukan jenis barang yang akan dibeli berdasarkan kondisi keuangan, maka tidak akan menjadi masalah.

Jumlah PKRT yang mempunyai beban tanggungan sebanyak 7 – 8 orang sebanyak 1 orang atau (6,67%). PKRT tersebut menanggung anak, cucu dan mantu yang bersatu dalam rumahnya dengan membuka usaha warungan dan lotek. Beban tanggungan yang berat dan usianya yang tidak lagi muda membuat

(22)

PKRT tersebut harus bekerja ekstra keras untuk mempertahankan kehidupannya, walaupun dalam kesehariannya ia dibantu oleh anaknya.

4.8.5. Karakteristik Subyek kasus Berdasarkan Jenis Usaha Mikro

Jenis usaha mikro yang dijalankan oleh PKRT perlu dikaji untuk melihat besaran modal dan permasalahan yang dialami oleh PKRT usaha mikro. Karakteristik PKRT berdasarkan jenis usaha mikro dapat dilihat pada Tabel 16. berikut ini:

Tabel 16. Jumlah dan Persentase Subyek Kasus Berdasarkan Jenis Usaha Mikro di Desa Sekarwangi Kecamatan Katapang Tahun 2005

No. Jenis Usaha Mikro Jumlah (orang) %

1. Warungan 5 33,34

2. Dagang masakan 8 53,33

3. Menjahit hias 2 13,33

JUMLAH 15 100,00

Sumber: Hasil penelitian Tahun 2005.

Data pada Tabel 16. menunjukkan bahwa sebagian besar PKRT yang menjadi subyek kasus menjalankan usaha dagang masakan sebanyak 8 orang atau 53,33%. Usaha yang dikelola seperti berjualan masakan matang, bakso, telur puyuh, gado-gado, rangginang dan ayam goreng. Usaha dagang warungan dikelola oleh 5 orang PKRT atau sekitar 33,33%. Mereka menjual jajanan anak dan sembako. Usaha selanjutnya adalah menjahit hias yaitu berupa jahit smock dan jahit renda sebanyak 2 orang atau 13,33%.

4.8.6. Karakteristik Subyek kasus Berdasarkan Permasalahan Usaha Mikro Permasalahan usaha mikro yang dialami oleh PKRT yang menjadi subyek kasus dapat dilihat pada Tabel 17. berikut ini:

Tabel 17. Jumlah dan Persentase Subyek Kasus Berdasarkan Permasalahan Usaha Mikro di Desa Sekarwangi Kecamatan Katapang Tahun 2005

No. Permasalahan Usaha Mikro Jumlah (orang) %

1. Permodalan 14 93,33

2. Pemasaran 1 6,67

JUMLAH 15 100,00

Sumber: Hasil penelitian Tahun 2005.

Data pada Tabel 17. menunjukkan bahwa sebagian besar PKRT usaha mikro yang menjadi subyek kasus mengalami permasalahan permodalan yaitu sebanyak 14 orang atau sebesar 93,33%. Masalah ini berkaitan erat dengan akses, kontrol dan jejaring sosial yang dimiliki oleh PKRT usaha mikro. Mereka

(23)

tidak mampu mengakses lembaga permodalan yang dikelola oleh lembaga formal karena dikhawatirkan tidak mampu membayar cicilan. Mereka hanya mampu mengakses dana dengan cara meminjam dari rentenir dengan memanfaatkan ikatan ketetanggaan (kekerabatan).

PKRT yang mengalami masalah pemasaran adalah usaha menjahit hias (smock) sebanyak 1 orang atau 6,67%. Hambatan yang dialaminya adalah karena belum mengetahui teknik pemasaran produk dan persediaan barang terbatas, sehingga barang yang akan dijual terbatas juga. Hal tersebut berkaitan erat dengan permodalan yang dimilikinya, karena keterbatasannya untuk membeli bahan baku menyebabkan persediaan barang juga terbatas.

4.9. Evaluasi Umum

PKRT usaha mikro memperoleh kemudahan dalam mengakses pasar untuk kegiatan usahanya, karena letak Desa Sekarwangi dekat dengan jalan protokol dan pusat pemerintahan kabupaten dengan salah satu fasilitasnya yaitu pasar. PKRT usaha mikro rata-rata berpendidikan tamat SD dan SLTP dan mereka bergerak dalam usaha warungan, dagang masakan matang, menjahit smock , dan membuat rangginang.

PKRT usaha mikro yang menjadi subyek kasus adalah mereka yang berada pada lapisan terbawah dengan kriteria Pra KS dan KS I. Sistem nilai dan norma yang berlaku di Desa Sekarwangi Kecamatan Katapang adalah mereka dianggap hanya sebagai pencari nafkah tambahan, sehingga berdampak pada keterbatasan akses dan kontrol mereka terhadap sumberdaya produktif. Kelembagaan dan jejaring sosial PKRT usaha mikro masih terbatas pada jaringan intra komunitas yang tinggi dilihat dari ketergantungan PKRT terhadap bantuan permodalan yang diperoleh dari keluarga dan rentenir. Program pembangunan seperti P2KP dan UP2K-PKK masih terbatas diakses oleh PKRT usaha mikro. Karakteristik PKRT usaha mikro yang menjadi subyek kasus dapat dilihat dari usia, pendidikan, status perkawinan, jumlah tanggungan, jenis usaha mikro yang dikelolanya dan permasalahan yang dihadapinya. Sebagian besar PKRT usaha mikro masih berstatus kawin tetapi suami mereka menganggur karena terkena PHK, sehingga pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari menjadi terhambat. Masalah yang dihadapi oleh PKRT usaha mikro adalah permodalan dan pemasaran.

Gambar

Tabel 5. Orbitrasi, Jarak dan Waktu Tempuh Letak Desa Sekarwangi           Tahun 2004
Tabel 6. Komposisi Penduduk Desa Sekarwangi berdasarkan Usia dan          Jenis Kelamin Tahun 2004
Tabel 7. Jumlah Penduduk menurut Gerak/Mobilitas Penduduk Desa Sekarwangi  periode Januari-Desember Tahun 2002
Tabel 8. Persentase Penduduk Umur 10 Tahun ke atas menurut Tingkat  Pendidikan yang ditamatkan di Desa Sekarwangi Kecamatan  Katapang Kabupaten Bandung Tahun 200 3
+7

Referensi

Dokumen terkait

PT Tyfountex Indonesia memberikan program jaminan sosial tenaga kerja yang berupa jaminan kecelakaan kerja (JKK), jaminan kematian (JK), jaminan hari tua (JHT)

Mengingat ada bagian dari senyawa polisiklis aromatis yang lebih mempunyai karakter ikatan rangkap, maka pada senyawa polisiklis aromatis dapat berlangsung reaksi-reaksi khas

0ang dimaksud praktek kefarmasian tersebut meliputi pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi,  pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan distribusi obat,

Prilaku produksi dalam ekonomi islam berbeda dengan ekonomi konvensional dimana, semua kegiatan produksi yang dilakukan oleh produsen muslim adalah untuk

Menurut sistem hukum Islam, zina adalah tindakan melakukan hubungan seksual yang diharamkan di kemaluan atau di dubur oleh dua orang (atau lebih) yang bukan

Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli

Penelitian sebelumnya oleh Nugraha (2009) telah menghasilkan kukis berbahan dasar tepung terigu,tepung tempe, tepung udang rebon dan minyak sawit merah untuk