• Tidak ada hasil yang ditemukan

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "5 HASIL DAN PEMBAHASAN"

Copied!
38
0
0

Teks penuh

(1)

Analysis (PCA) merupakan salah satu bentuk analisa multivariate yang berguna

untuk mengelompokkan variable-variabel dan menentukan kontribusi dari masing-masing variabel tersebut terhadap suatu variabel bebas yang ingin diuji. Prosedur PCA pada dasarnya adalah bertujuan untuk menyederhanakan variabel yang diamati dengan cara menyusutkan (mereduksi) dimensinya. Hal ini dilakukan dengan cara menghilangkan korelasi diantara variabel bebas melalui transformasi variabel bebas asal ke variabel baru yang tidak berkorelasi sama sekali atau yang biasa disebut dengan principal component. Setelah beberapa komponen hasil PCA yang bebas multikolinearitas diperoleh, maka komponen-komponen tersebut menjadi variabel bebas baru yang akan diregresikan atau dianalisa pengaruhnya terhadap variabel tak bebas (Y) dengan menggunakan analisis regresi. Analisis PCA dilakukan dengan alat bantu software Paleontological Statistics (PAST) versi 2.13. Standarisasi dan transformasi data dilakukan dengan akar (x+0.5) mengingat banyak data yang bernilai “0” dalam sebaran data keseluruhan.

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Populasi Lutung Jawa

Hasil pengamatan populasi menunjukkan ada dua kelompok lutung jawa di TWA Gunung Pancar dengan perkiraan populasi 20 individu. Kelompok pertama terdiri dari 9 individu yang dijumpai pada lokasi lereng sebelah timur dengan kondisi habitat peralihan hutan-kebun. Kelompok kedua terdiri dari 11 individu dan dijumpai di lereng sebelah utara dengan kondisi habitat hutan terdegradasi yang berbatasan dengan kebun. Medway (1970), Kartikasari (1982) dan Cannon (2009) menyatakan lutung jawa hidup berkelompok dengan anggota 6-23 ekor dengan satu jantan pemimpin, beberapa betina dewasa, anak dan bayi. Struktur kelompok lutung jawa disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2 Struktur kelompok lutung jawa di Gunung Pancar (individu)

Kel Struktur Kelompok Habitat

Jantan dws Betina dws Remaja Anak Bayi

A 1 3 4 1 0 HA, Prlhn H-K, K

B 1 4 4 1 1 HA, Prlhn H-K, K

Keterangan : HA = Hutan Alam; Prlhn H-K = Peralihan Hutan-Kebun; K = Kebun

Penaksiran kepadatan populasi berdasarkan cakupan area pengamatan seluas kurang lebih 143 hektar menunjukkan nilai kepadatan yang rendah yaitu 0,14 individu/hektar. Teridentifikasi tiga tipe habitat yang digunakan lutung jawa yaitu

(2)

hutan alam terdegradasi, peralihan hutan-kebun dan kebun/lahan pertanian (Gambar 3). Komposisi jenis vegetasi dihabitat lutung jawa merupakan campuran antara vegetasi hutan dengan tanaman introduksi. Vegetasi dominan yang dijumpai antara lain pasang (Quercus argentea), pasang renjung (Lithocarpus

elegans), kiara (Ficus spp), ki haji (Dysoxylum macrocarpum), ki cau (Pisonia umbelliflora) dan kemang (Mangifera caesia).

Dari dua kelompok lutung jawa yang dijumpai, kelompok dua dipilih sebagai objek pengamatan aktivitas harian karena memiliki komposisi kelompok yang lebih lengkap. Pengamatan aktivitas harian selanjutnya dilakukan dengan menggunakan metode focal animal sampling (Lehner 1979).

Gambar 3 Tipe habitat lutung jawa di TWA Gunung Pancar. (a) Hutan terdegradasi; (b) Peralihan hutan kebun; (c) Kebun.

Distribusi Aktivitas Harian Lutung Jawa 1. Alokasi Waktu Aktivitas Harian

Data aktivitas harian yang dikumpulkan meliputi frekuensi perjumpaan dan lama waktu (durasi) aktivitas pada berbagai variabel lingkungan (biotik dan fisik). Durasi aktivitas total menunjukkan proporsi aktivitas lutung jawa berturut-turut adalah istirahat (33.65%), makan (30.68%), gerak (27.08%) dan sosial (8.60%) (Gambar 4).

a

(3)

Persentase aktivitas istirahat tercatat paling tinggi (33.65%), sedangkan aktivitas sosial merupakan yang terendah (8.60%). Pola yang berbeda dijumpai pada lutung jantan dan betina dewasa dimana jantan lebih banyak diam/istirahat (34.45%), sedangkan betina lebih banyak mengalokasikan waktunya untuk makan (Gambar 5).

Sepanjang rentang waktu aktivitas hariannya tercatat lutung jawa lebih dominan beraktivitas pada pagi hari, terutama aktivitas makan (54.73%) dan sosial (52.56%) (Gambar 6).

Gambar 4 Durasi aktivitas harian lutung jawa

Gambar 5 Durasi aktivitas lutung jantan dan betina

Gambar 6 Durasi aktivitas total pada berbagai kategori selang waktu

30.68% 27.08% 8.60% 33.65% 0% 10% 20% 30% 40%

makan gerak sosial istirahat

Dura si Aktivitas 34.82% 24.47% 7.80% 32.91% 26.22% 29.88% 9.45% 34.45% 0% 10% 20% 30% 40%

makan gerak sosial istirahat

Dura si Aktivitas Betina Jantan 0% 10% 20% 30% 40% 50% 60%

Makan Gerak Sosial Istirahat

Dura

si

Aktivitas

(4)

Aktivitas bergerak relatif merata sepanjang hari dengan durasi tertinggi tercatat pada siang hari (36.23%). Aktivitas istirahat mempunyai tren meningkat dari pagi (25.44%) menuju sore hari (38.43%). Kecenderungan penurunan durasi dijumpai pada aktivitas sosial dan makan (Gambar 5).

Durasi aktivitas lutung jantan dan betina dewasa memiliki pola yang relatif sama dimana aktivitas makan dan sosial cenderung tinggi pada pagi hari, sedangkan aktivitas bergerak lebih dominan pada siang hari (Tabel 3).

Tabel 3 Durasi aktivitas lutung janta dan betina pada berbagai kategori selang waktu

Waktu Betina (%) Jantan (%)

Makan Gerak Sosial Istirahat Makan Gerak Sosial Istirahat

06.00-09.59 56.21 35.07 54.55 25.43 52.62 34.95 50.81 25.44

10.00-13.59 25.87 36.23 26.36 35.56 28.49 36.22 29.84 36.73

14.00-18.00 17.92 28.70 19.09 39.01 18.90 28.83 19.35 37.83

Berbeda dengan pola durasi aktivitas, frekuensi aktivitas terlihat menurun mulai dari pagi menuju sore hari. Perbedaan yang cukup menonjol terlihat dari tingginya frekuensi istirahat pada pagi hari (37.97%) (Gambar 7) dibandingkan dengan durasinya yang rendah (25.44%) (Gambar 6).

Gambar 7 Frekuensi aktivitas total pada berbagai kategori selang waktu Pola yang sama dijumpai pada lutung jatan dan betina terkait penurunan frekuensi aktivitas makan, gerak dan istirahat pada pagi sampai sore hari. Aktivitas istirahat relatif rendah pada siang hari dibandingkan dengan pagi dan sore hari (Tabel 4).

Tabel 4 Frekuensi aktivitas lutung jantan dan betina pada berbagai kategori selang waktu

Waktu Betina (%) Jantan (%)

Makan Gerak Sosial Istirahat Makan Gerak Sosial Istirahat

06.00-09.59 41.33 37.18 50.00 37.97 41.33 37.18 50.00 37.97 10.00-13.59 32.00 33.33 29.63 30.38 32.00 33.33 29.63 30.38 14.00-18.00 26.67 29.49 20.37 31.65 26.67 29.49 20.37 31.65 0% 10% 20% 30% 40% 50% 60%

makan gerak sosial istirahat

F re k uens i Aktivitas 06.00-09.59 10.00-13.59 14.00-18.00

(5)

2. Aktivitas Harian pada Berbagai Kategori Stratum Pohon

Soerianegara & Indrawan (1998) membagi komposisi vegetasi hutan tropis menjadi lima stratum berdasarkan ketinggian pohon. Berdasarkan kategori tersebut diketahui durasi aktivitas lutung jawa sangat dominan pada stratum C dengan persentase aktivitas tertinggi adalah istirahat (85.59%). Stratum A dan stratum B hanya sedikit dimanfaatkan oleh lutung jawa terutama terkait dengan aktivitas makan dan bergerak (Gambar 8).

Gambar 8 Durasi aktivitas total pada berbagai kategori stratum pohon

Lutung jantan dan betina dewasa lebih banyak beristirahat pada kategori pohon dengan rentang ketinggian 4-20 m (stratum C). Pada stratum B lutung jantan lebih banyak bergerak (19.35%), sedangkan betina lebih banyak makan (18.33%) (Tabel 5).

Tabel 5 Durasi aktivitas lutung jantan dan betina pada berbagai kategori strata pohon

Stratum Pohon Betina (%) Jantan (%)

Makan Gerak Sosial Istirahat Makan Gerak Sosial Istirahat

Stratum A (>30m) 1.43 1.74 0.91 0.65 1.45 2.30 0.81 0.66

Stratum B (20-30m) 18.33 16.23 15.45 14.01 17.15 18.37 19.35 13.50

Stratum C (4-20m) 80.24 82.03 83.64 85.34 81.40 79.34 79.84 85.84

Stratum D (1-4m) 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

Stratum E (0-1m) 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

Frekuensi aktivitas menunjukkan pola yang sama dengan durasi aktivitas dengan persentase tertinggi pada strstum C (Gambar 9). Pola serupa juga dijumpai pada lutung jantan dan betina dewasa. Aktivitas bergerak memiliki persentase yang cukup tinggi pada stratum B baik pada lutung jantan maupun betina dengan persentase 19.33% (Tabel 6). 1 .4 4 % 1 7 .8 4 % 8 0 .7 2 % 0 .0 0 % 0 .0 0 % 2 .0 4 % 1 7 .3 7 % 8 0 .6 0 % 0 .0 0 % 0 .0 0 % 0 .8 5 % 1 7 .5 2 % 8 1 .6 2 % 0 .0 0 % 0 .0 0 % 0 .6 6 % 1 3 .7 6 % 8 5 .5 9 % 0 .0 0 % 0 .0 0 % 0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% Stratum A (>30m) Stratum B (20-30m) Stratum C (4-20m) Stratum D (1-4m) Stratum E (0-1m) Dura si Stratum Vegetasi

(6)

Gambar 9 Frekuensi aktivitas total pada berbagai kategori stratum pohon Tabel 6 Frekuensi aktivitas lutung jantan dan betina pada berbagai kategori

stratum pohon

Stratum Pohon Betina (%) Jantan (%)

Makan Gerak Sosial Istirahat Makan Gerak Sosial Istirahat

Stratum A (>30m) 1.33 1.28 1.85 1.27 1.33 1.28 1.85 1.27

Stratum B (20-30m) 17.33 19.23 18.52 16.46 17.33 19.23 18.52 16.46

Stratum C (4-20m) 81.33 79.49 79.63 82.28 81.33 79.49 79.63 82.28

Stratum D (1-4m) 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

Stratum E (0-1m) 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

3. Aktivitas Harian pada Berbagai Kategori Tutupan Lahan

Durasi aktvitas tertinggi dijumpai pada habitat peralihan hutan-kebun, diikuti oleh habitat hutan terdegradasi dan habitat kebun (Gambar 10). Perbedaan pola durasi aktivitas dijumpai pada lutung jantan dan betina. Tercatat durasi aktivitas istirahat lutung jantan paling tinggi pada habitat hutan alam terdegradasi (55.81%), sedangkan pada lutung betina aktivitas makan adalah yang paling dominan (48.47%) (Tabel 7).

Gambar 10 Durasi aktivitas total pada berbagai kategori tutupan lahan

1 .3 3 % 1 7 .3 3 % 8 1 .3 3 % 0 .0 0 % 0 .0 0 % 1 .2 8 % 1 9 .2 3 % 7 9 .4 9 % 0 .0 0 % 0 .0 0 % 1 .8 5 % 1 8 .5 2 % 7 9 .6 3 % 0 .0 0 % 0 .0 0 % 1 .2 7 % 1 6 .4 6 % 8 2 .2 8 % 0 .0 0 % 0 .0 0 % 0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% Stratum A (>30m) Stratum B (20-30m) Stratum C (4-20m) Stratum D (1-4m) Stratum E (0-1m) F re k ue nsi Stratum Vegetasi

makan gerak sosial istirahat

3 6 .2 9 % 4 2 .8 8 % 3 7 .6 1 % 4 1 .4 8 % 4 8 .5 0 % 4 4 .9 1 % 4 7 .8 6 % 4 6 .1 8 % 1 5 .2 1 % 1 2 .2 1 % 1 4 .5 3 % 1 2 .3 4 % 0% 10% 20% 30% 40% 50% 60%

makan gerak sosial istirahat

Dura

si

Aktivitas

(7)

Tabel 7 Durasi aktivitas lutung jantan dan betina pada berbagai kategori tutupan lahan

Tutupan Lahan Betina (%) Jantan (%)

Makan Gerak Sosial Istirahat Makan Gerak Sosial Istirahat

Hutan alam 32.38 42.03 11.88 37.88 41.86 49.71 13.66 56.40

Peralihan hutan-kebun 48.47 45.51 10.18 47.05 48.55 50.58 18.02 55.81

Kebun 19.14 12.46 3.87 9.57 9.59 13.66 4.36 19.19

Grafik aktivitas total (Gambar 11) menunjukkan setiap jenis aktivitas dominan dijumpai pada habitat peralihan hutan-kebun dengan persentase berkisar antara 46.58 – 48.19%. Pola serupa juga dijumpai pada lutung jantan maupun lutung betina. Lutung jantan lebih banyak istirahat (48.10%), sedangkan betina banyak beraktivitas sosial (50.00%) (Tabel 8).

Gambar 11 Frekuensi aktivitas total pada berbagai kategori tutupan lahan

Tabel 8 Frekuensi aktivitas lutung jantan dan betina pada berbagai kategori tutupan lahan

Tutupan Lahan Betina (%) Jantan (%)

Makan Gerak Sosial Istirahat Makan Gerak Sosial Istirahat

Hutan alam 38.67 39.74 33.33 39.24 40.00 41.03 40.74 39.24

Peralihan hutan-kebun 48.00 47.44 50.00 48.10 46.67 46.15 42.59 48.10

Kebun 13.33 12.82 16.67 12.66 13.33 12.82 16.67 12.66

4. Aktivitas Harian pada Berbagai Kategori Kemiringan Lereng

Kemiringan lereng merupakan salah satu komponen penyusun topografi habitat yang berpengaruh terhadap kehidupan satwaliar yang ada didalamnya. Kemiringan lereng dikelompokkan menjadi lima kategori berdasarkan SK Menteri Pertanian No. 837/Kpts/II/1980 yaitu datar (0-8%), landai (8-15%), bergelombang

4 0 .2 4 % 4 0 .2 4 % 3 9 .7 3 % 3 9 .7 6 % 4 7 .5 6 % 4 7 .5 6 % 4 6 .5 8 % 4 8 .1 9 % 1 2 .2 0 % 1 2 .2 0 % 1 3 .7 0 % 1 2 .0 5 % 0% 10% 20% 30% 40% 50% 60%

makan gerak sosial istirahat

Fre k u ens i Aktivitas

(8)

(15-25%), curam (25-40%) dan sangat curam (> 40%). Proporsi luas dari tiap kategori disajikan pada Lampiran 7. Kemiringan lereng yang bergelombang/agak curam diketahui lebih disukai oleh lutung jawa dibandingkan area yang landai. Durasi aktivitas tertinggi adalah istirahat yang dijumpai pada kemiringan lereng bergelombang (49.67%) (Gambar 12).

Gambar 12 Durasi aktivitas total pada berbagai kategori kemiringan lereng

Lutung jantan dan betina tercatat dominan beraktivitas pada area dengan kemiringan lereng bergelombang. Tercatat durasi aktivitas istirahat memiliki proporsi yang tinggi, pada betina sebesar 51.29% dan pada jantan 48.01% (Tabel 9).

Tabel 9 Durasi aktivitas lutung jantan dan betina pada berbagai kategori kemiringan lereng

Kemiringan Lereng Betina (%) Jantan (%)

Makan Gerak Sosial Istirahat Makan Gerak Sosial Istirahat

0-8 (datar) 10.39 10.43 9.09 11.42 17.44 15.56 14.52 11.95

8-15 (landai) 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

15-25 (bergelombang) 47.66 44.35 48.18 51.29 48.26 42.60 48.39 48.01

25-40 (curam) 21.38 28.70 25.45 25.22 19.77 26.02 16.94 23.89

>40 (sangat curam) 20.57 16.52 17.27 12.07 14.53 15.82 20.16 16.15

Frekuensi aktivitas lutung jawa memiliki pola yang serupa dengan durasi aktivitas pada variabel kemiringan lereng. Frekuensi aktivitas relatif tinggi pada area dengan kemiringan lereng yang bergelombang sampai curam dibandingkan area yang datar/landai dengan persentase aktivitas tertinggi adalah istirahat sebesar 47.59% (Gambar 13) 1 3 .2 9 % 0 .0 0 % 4 7 .9 0 % 2 0 .7 2 % 1 8 .0 8 % 1 3 .1 6 % 0 .0 0 % 4 3 .4 2 % 2 7 .2 7 % 1 6 .1 5 % 1 1 .9 7 % 0 .0 0 % 4 8 .2 9 % 2 0 .9 4 % 1 8 .8 0 % 1 1 .6 8 % 0 .0 0 % 4 9 .6 7 % 2 4 .5 6 % 1 4 .0 8 % 0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 0-8 8-15 15-25 25-40 >40 Dura si Kemiringan lereng (%)

(9)

Gambar 13 Frekuensi aktivitas total pada berbagai kategori kemiringan lereng Pada kategori kemiringan lereng bergelombang, lutung jantan lebih banyak beristirahat (45.57%) sedangkan lutung betina banyak beraktivitas sosial (51.85%). Data frekuensi yang lebih lengkap disajikan pada Tabel 10.

Tabel 10 Frekuensi aktivitas lutung jantan dan betina pada berbagai kategori kemiringan lereng

Kemiringan Lereng Betina (%) Jantan (%)

Makan Gerak Sosial Istirahat Makan Gerak Sosial Istirahat

0-8 (datar) 14.67 14.10 11.11 15.19 16.00 15.38 16.67 15.19

8-15 (landai) 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

15-25 (bergelombang) 46.67 46.15 51.85 45.57 44.00 43.59 44.44 45.57

25-40 (curam) 22.67 24.36 20.37 24.05 24.00 25.64 20.37 24.05

>40 (sangat curam) 16.00 15.38 16.67 15.19 16.00 15.38 18.52 15.19

5. Aktivitas Harian pada Berbagai Kategori Ketinggian Tempat

Ketinggian tempat merupakan salah satu faktor topografi yang berpengaruh terhadap distribusi dan kelimpahan vegetasi dan satwa. Gambar 14 menunjukkan bahwa aktivitas lutung jawa banyak dijumpai pada rentang ketinggian 700-850 m dpl dengan intensitas tertinggi pada rentang ketingian 800-850 m dpl (29.06%-31.77%). Durasi aktivitas terendah dijumpai pada rentang ketinggian 600-700 m dpl (1.71% - 2.56%) (Gambar 14).

Gambar 14 Durasi aktivitas total pada berbagai kategori ketinggian tempat

1 4 .8 1 % 0 .0 0 % 4 5 .6 8 % 2 4 .6 9 % 1 4 .8 1 % 1 4 .4 6 % 0 .0 0 % 4 5 .7 8 % 2 5 .3 0 % 1 4 .4 6 % 1 2 .6 8 % 0 .0 0 % 4 7 .8 9 % 2 2 .5 4 % 1 6 .9 0 % 1 4 .4 6 % 0 .0 0 % 4 5 .7 8 % 2 5 .3 0 % 1 4 .4 6 % 0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 0-8 8-15 15-25 25-40 >40 F re k uens i Kemiringan Lereng (%)

Makan Gerak Sosial Istirahat

2 .4 0 % 1 .6 8 % 2 2 .0 4 % 2 4 .6 7 % 2 9 .8 2 % 1 9 .4 0 % 2 .0 4 % 2 .3 1 % 2 2 .3 9 % 2 3 .0 7 % 3 0 .5 3 % 1 9 .6 7 % 2 .5 6 % 1 .7 1 % 2 3 .9 3 % 2 4 .7 9 % 2 9 .0 6 % 1 7 .9 5 % 1 .9 7 % 1 .8 6 % 2 4 .1 3 % 2 5 .9 8 % 3 1 .7 7 % 1 4 .3 0 % 0% 10% 20% 30% 40% 600-650 651-700 701-750 751-800 801-850 851-900 Dura si Ketinggian Tempat (m dpl)

(10)

Pada rentang ketinggian 801-850 m dpl diketahui durasi aktivitas makan sangat dominan pada lutung jantan (35.76%), sebaliknya paling rendah pada lutung betina (25.66%) (Tabel 11).

Tabel 11 Durasi aktivitas lutung jantan dan betina pada berbagai kategori ketinggian tempat

Elevasi Betina (%) Jantan (%)

Makan Gerak Sosial Istirahat Makan Gerak Sosial Istirahat

600-650 1.83 0.87 2.73 2.80 3.20 3.06 2.42 1.11 651-700 1.43 1.74 0.91 1.51 2.03 2.81 2.42 2.21 701-750 21.38 20.58 18.18 21.12 22.97 23.98 29.03 27.21 751-800 28.31 26.09 28.18 30.17 19.48 20.41 21.77 21.68 801-850 25.66 29.86 31.82 28.88 35.76 31.12 26.61 34.73 851-900 21.38 20.87 18.18 15.52 16.57 18.62 17.74 13.05

Frekuensi aktivitas lutung jawa cukup tinggi pada rentang ketinggian tempat 700-900 m dpl dengan persentase dominan tercatat pada rentang ketinggian 801-850 m dpl. Frekuensi terendah dijumpai pada rentang ketinggian 600-700 (Gambar 15)

Gambar 15 Frekuensi aktivitas total pada berbagai kategori ketinggian tempat Proporsi aktivitas istirahat cukup tinggi pada lutung betina (26.58%) maupun pada lutung jantan (27.85%) (Tabel 12).

Tabel 12 Frekuensi aktivitas lutung jantan dan betina pada berbagai kategori ketinggian tempat

Elevasi Betina (%) Jantan (%)

Makan Gerak Sosial Istirahat Makan Gerak Sosial Istirahat

600-650 1.33 1.28 1.85 2.53 2.67 2.56 3.70 2.53 651-700 2.67 2.56 1.85 2.53 2.67 2.56 1.85 2.53 701-750 25.33 26.92 25.93 24.05 28.00 26.92 33.33 26.58 751-800 25.33 23.08 25.93 25.32 21.33 20.51 18.52 24.05 801-850 25.33 28.21 25.93 26.58 28.00 28.21 22.22 27.85 851-900 20.00 17.95 18.52 18.99 17.33 19.23 20.37 16.46 2 .4 7 % 2 .4 7 % 2 5 .9 3 % 2 3 .4 6 % 2 7 .1 6 % 1 8 .5 2 % 2 .4 4 % 2 .4 4 % 2 5 .6 1 % 2 3 .1 7 % 2 8 .0 5 % 1 8 .2 9 % 2 .6 3 % 2 .6 3 % 2 7 .6 3 % 2 2 .3 7 % 2 7 .6 3 % 1 7 .1 1 % 2 .4 1 % 2 .4 1 % 2 5 .3 0 % 2 4 .1 0 % 2 7 .7 1 % 1 8 .0 7 % 0% 5% 10% 15% 20% 25% 30% 600-650 651-700 701-750 751-800 801-850 851-900 F re k uens i Ketinggian Tempat (m dpl)

(11)

6. Aktivitas Harian pada Berbagai Kategori Jarak dari Jalan

Tingkat gangguan pada satwa liar dapat diukur melalui variabel yang mencerminkan intensitas aktivitas manusia, salah satunya adalah jarak dari jalan. Hasil pengamatan menunjukkan lutung jawa dominan beraktivitas pada area di sekitar jalan pada kisaran jarak 0-50 meter dengan aktivitas paling dominan adalah istirahat (82.97%) (Gambar 16).

Gambar 16 Durasi aktivitas total pada berbagai selang jarak dari jalan Lutung betina relatif lebih banyak beristirahat (84.48%), sedangkan jantan lebih banyak makan (82.27%) pada area yang dekat dengan jalan. Durasi aktivitas lutung jantan dan lutung betina disajikan pada Tabel 13.

Tabel 13 Durasi aktivitas lutung jantan dan betina pada berbagai selang jarak dari jalan

Jarak dari Jalan (m)

Betina (%) Jantan (%)

Makan Gerak Sosial Istirahat Makan Gerak Sosial Istirahat

0-50 78.62 79.13 81.82 84.48 82.27 77.30 77.42 81.42 51-100 7.74 13.04 7.27 8.19 9.30 13.01 9.68 9.51 101-150 9.16 4.93 3.64 3.23 4.94 4.59 9.68 6.19 151-200 1.63 1.74 5.45 3.02 2.03 2.81 2.42 2.21 201-250 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 251-300 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 301-350 2.85 1.16 1.82 1.08 1.45 2.30 0.81 0.66

Durasi aktivitas dominan pada lutung jantan dan betina dijumpai pada rentang jarak 0-50 meter dari jalan dengan persentase tertinggi adalah istirahat

8 0 .1 2 % 8 .3 8 % 7 .4 3 % 1 .8 0 % 0 .0 0 % 0 .0 0 % 2 .2 8 % 7 8 .1 5 % 1 3 .0 3 % 4 .7 5 % 2 .3 1 % 0 .0 0 % 0 .0 0 % 1 .7 6 % 7 9 .4 9 % 8 .5 5 % 6 .8 4 % 3 .8 5 % 0 .0 0 % 0 .0 0 % 1 .2 8 % 8 2 .9 7 % 8 .8 4 % 4 .6 9 % 2 .6 2 % 0 .0 0 % 0 .0 0 % 0 .8 7 % 0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 0-50 51-100 101-150 151-200 201-250 251-300 301-350 D ur a si

Jarak dari Jalan (m)

(12)

(84.48%) dan makan (82.27%) (Tabel 13). Frekuensi aktivitas menunjukkan pola yang sama dengan durasi aktivitas dimana persentase aktivitas tertinggi dijumpai pada area yang dekat dengan jalan (0-50 meter) (Gambar 17).

Gambar 17 Frekuensi aktivitas total pada berbagai selang jarak dari jalan Lutung jantan maupun betina tercatat sering dijumpai pada area yang berdekatan dengan jalan dengan frekuensi tertinggi pada selang jarak 0-50 meter dari jalan. Lutung betina tercatat lebih sering bergerak (82.05%) dan lutung jantan lebih sering beristirahat (81.01%) (Tabel 14).

Tabel 14 Frekuensi aktivitas lutung jantan dan betina pada berbagai selang jarak dari jalan

Jarak dari Jalan (m)

Betina (%) Jantan (%)

Makan Gerak Sosial Istirahat Makan Gerak Sosial Istirahat

0-50 80.00 82.05 81.48 81.01 80.00 80.77 79.63 81.01 51-100 10.67 8.97 7.41 10.13 10.67 10.26 9.26 10.13 101-150 5.33 5.13 5.56 5.06 5.33 5.13 7.41 5.06 151-200 2.67 2.56 3.70 2.53 2.67 2.56 1.85 2.53 201-250 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 251-300 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 301-350 1.33 1.28 1.85 1.27 1.33 1.28 1.85 1.27

7. Aktivitas Harian pada Berbagai Kategori Jarak dari Kebun

Seperti halnya variabel jarak dari jalan, variabel jarak dari kebun juga mencerminkan tingkat gangguan terhadap satwa sebagai akibat pengaruh aktivitas manusia. Durasi aktivitas tinggi pada area yang dekat dengan kebun dan cenderung menurun seiring dengan peningkatan jarak dari kebun (Gambar 18).

8 1 .9 3 % 9 .6 4 % 4 .8 2 % 2 .4 1 % 0 .0 0 % 0 .0 0 % 1 .2 0 % 8 1 .7 1 % 9 .7 6 % 4 .8 8 % 2 .4 4 % 0 .0 0 % 0 .0 0 % 1 .2 2 % 8 1 .6 9 % 8 .4 5 % 5 .6 3 % 2 .8 2 % 0 .0 0 % 0 .0 0 % 1 .4 1 % 8 1 .9 3 % 0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 0-50 51-100 101-150 151-200 201-250 251-300 301-350 F re k uens i

Jarak dari jalan (m)

(13)

Gambar 18 Durasi aktivitas total pada berbagai selang jarak dari kebun

Durasi aktivitas lutung jawa relatif tinggi pada rentang jarak 0-200 meter dari kebun dengan durasi tertinggi pada jarak 0-50 meter dari kebun. Pada rentang jarak 0-50 meter aktivitas bergerak paling dominan dilakukan lutung jantan (38.27%), sedangkan aktivitas makan tercatat paling tinggi pada lutung betina (31.98%) (Tabel 15).

Tabel 15 Durasi aktivitas lutung jantan dan betina pada berbagai selang jarak dari kebun

Jarak dari Kebun (m)

Betina (%) Jantan (%)

Makan Gerak Sosial Istirahat Makan Gerak Sosial Istirahat

0-50 31.98 26.38 29.09 30.60 31.40 38.27 33.87 35.62 51-100 16.50 19.13 16.36 19.18 11.05 9.18 13.71 10.62 101-150 17.31 20.00 22.73 22.20 22.38 17.09 19.35 20.80 151-200 12.83 13.62 13.64 12.50 15.41 17.09 17.74 17.48 201-250 7.74 13.04 7.27 8.19 13.37 10.97 8.87 8.19 251-300 13.65 7.83 10.91 7.33 6.40 7.40 6.45 7.30

Frekuensi aktivitas pada berbagai selang jarak dari kebun telihat memiliki pola yang hampir sama dengan durasi aktivitas. Frekuensi tertinggi dijumpai pada rentang jarak 0-50 meter dengan persentase tertinggi adalah bergerak (39.47%) (Gambar 19).

Gambar 19 Frekuensi aktivitas total pada berbagai selang jarak dari kebun

3 1 .7 4 % 1 4 .2 5 % 1 9 .4 0 % 1 3 .8 9 % 1 0 .0 6 % 1 0 .6 6 % 3 2 .7 0 % 1 3 .8 4 % 1 8 .4 5 % 1 5 .4 7 % 1 1 .9 4 % 7 .6 0 % 3 1 .6 2 % 1 4 .9 6 % 2 0 .9 4 % 1 5 .8 1 % 8 .1 2 % 8 .5 5 % 3 3 .0 8 % 1 4 .9 6 % 2 1 .5 1 % 1 4 .9 6 % 8 .1 9 % 7 .3 1 % 0% 5% 10% 15% 20% 25% 30% 35% 0-50 51-100 101-150 151-200 201-250 251-300 Dura si

Jarak dari Kebun (m)

makan gerak sosial istirahat

3 6 .1 4 % 1 2 .0 5 % 1 9 .2 8 % 1 4 .4 6 % 9 .6 4 % 8 .4 3 % 3 9 .4 7 % 1 3 .1 6 % 2 1 .0 5 % 1 5 .7 9 % 1 0 .5 3 % 9 .2 1 % 3 8 .1 6 % 1 3 .1 6 % 1 7 .1 1 % 1 3 .1 6 % 1 0 .5 3 % 7 .8 9 % 3 6 .1 4 % 1 2 .0 5 % 1 9 .2 8 % 1 4 .4 6 % 9 .6 4 % 8 .4 3 % 0% 10% 20% 30% 40% 50% 0-50 51-100 101-150 151-200 201-250 251-300 F re k uens i

Jarak dari Kebun (m)

(14)

Lutung betina dominan beraktivitas sosial (37.04%) dan makan (36.00%), sedangkan aktivitas bergerak lebih dominan pada lutung jantan (38.46%). Aktivitas lebih banyak dijumpai pada jarak yang dekat dengan kebun terutama pada rentang jarak 0-50 meter (Tabel 16).

Tabel 16 Frekuensi aktivitas lutung jantan dan betina pada berbagai selang jarak dari kebun

Jarak dari Kebun (m)

Betina (%) Jantan (%)

Makan Gerak Sosial Istirahat Makan Gerak Sosial Istirahat

0-50 36.00 35.90 37.04 35.44 36.00 38.46 37.04 35.44 51-100 12.00 11.54 12.96 12.66 12.00 10.26 11.11 12.66 101-150 21.33 20.51 20.37 20.25 16.00 17.95 14.81 17.72 151-200 10.67 14.10 11.11 12.66 16.00 14.10 18.52 15.19 201-250 10.67 8.97 7.41 10.13 10.67 10.26 11.11 10.13 251-300 9.33 8.97 11.11 8.86 9.33 8.97 7.41 8.86

8. Aktivitas Harian pada Berbagai Kategori Diameter Pohon

Durasi aktivitas lutung jawa diketahui sangat dominan pada kategori diameter > 20 cm. Hal ini menunjukkan bahwa lutung jawa lebih banyak beraktivitas pada vegetasi dengan profil habitus berupa pohon (Gambar 20).

Gambar 20 Durasi aktivitas total pada berbagai kategori diameter pohon Durasi aktivitas dominan pada lutung jantan maupun betina dijumpai pada kategori diameter pohon > 20 cm. Betina lebih banyak bergerak (97.39%), sedangkan jantan lebih banyak bersosialisasi (96.77%) (Tabel 17).

Tabel 17 Durasi aktivitas lutung jantan dan betina pada berbagai kategori diameter pohon

Diameter (m)

Betina (%) Jantan (%)

Makan Gerak Sosial Istirahat Makan Gerak Sosial Istirahat

< 10 cm 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 10.-20 cm 3.26 2.61 3.64 4.31 5.52 5.87 3.23 4.87 > 20 cm 96.74 97.39 96.36 95.69 94.48 94.13 96.77 95.13 4 .1 9 % 4 .3 4 % 3 .4 2 % 4 .5 9 % 9 5 .8 1 % 9 5 .6 6 % 9 6 .5 8 % 9 5 .4 1 % 0% 20% 40% 60% 80% 100% 120%

makan gerak sosial istirahat

Dura

si

Diameter Pohon (cm)

(15)

Frekuensi aktivitas dominan dijumpai pada kategori diameter lebih dari 20 cm dengan sebaran tiap jenis aktivitas yang cenderung merata. Frekuensi tertinggi adalah aktivitas sosial dengan persentase sebesar 95.95% (Gambar 21).

Gambar 21 Frekuensi aktivitas total pada berbagai kategori diameter pohon

Sebaran frekuensi aktivitas pada lutung jantan dan betina hampir sama dengan proporsi aktivitas tertinggi dijumpai pada kategori diameter > 20 cm. Kategori diameter pohon 10-20 cm hanya sedikit digunakan oleh lutung jawa dengan proporsi aktivitas berkisar antara 3.70% - 5.33% (Tabel 18).

Tabel 18 Frekuensi aktivitas lutung jantan dan betina pada berbagai kategori diameter pohon

Diameter (m)

Betina (%) Jantan (%)

Makan Gerak Sosial Istirahat Makan Gerak Sosial Istirahat

< 10 cm 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

10-20 cm 4.00 3.85 3.70 5.06 5.33 5.13 3.70 5.06

> 20 cm 96.00 96.15 96.30 94.94 94.67 94.87 96.30 94.94

9. Analisis Sebaran Aktivitas Lutung Jawa pada Berbagai Variabel Lingkungan

Uji chi square dilakukan pada tiga kelompok kategori yaitu analisis chi

square frekuensi perjumpaan lutung jawa pada tiap variabel lingkungan; analisis chi square frekuensi aktivitas lutung jawa pada tiap variabel lingkungan dan

analisis chi square durasi aktivitas pada tiap variabel lingkungan.

a) Frekuensi Perjumpaan Lutung Jawa pada Tiap Variabel Lingkungan Analisis chi Square frekuensi perjumpaan lutung jawa dilakukan pada tujuh variabel lingkungan (biotik dan fisik) meliputi kategori waktu aktivitas, tinggi pohon, diameter pohon, ketinggian tempat, kemiringan lereng, jarak dari kebun, jarak dari jalan, dan tutupan lahan (Tabel 19).

4 .9 4 % 4 .8 8 % 4 .0 5 % 4 .8 2 % 9 5 .0 6 % 9 5 .1 2 % 9 5 .9 5 % 9 5 .1 8 % 0% 20% 40% 60% 80% 100% 120%

makan gerak sosial istirahat

F re k uens i Diameter Pohon (cm) < 10 cm 10.-20 cm > 20 cm

(16)

Tabel 19 Hasil uji chi square frekuensi perjumpaan lutung jawa pada berbagai variabel lingkungan (fisik dan biotik)

Variabel Nilai χ2 hitung Nilai χ2 tabel (db; α)

Waktu aktivitas 0.60 5.99

Ketinggian pohon 201.04* 9.49

Diameter pohon 143.16* 5.99

Ketinggian tempat 32.88* 11.07

Kemiringan lereng 47.90* 12.59

Jarak dari kebun 26.37* 11.07

Jarak dari jalan 314.14* 12.59

Tutupan lahan 17.81* 5.99

*Menunjukkan hubungan yang signifikan

Sebaran frekuensi perjumpaan pada tiap variabel lingkungan menunjukkan adanya pola yang berbeda kecuali pada variabel waktu aktivitas. Terlihat sebagian besar nilai χ2

> χ2(db; α) sehingga dapat dikatakan adanya pola frekuensi aktivitas

yang tidak sama pada tiap variabel lingkungan. Dengan demikian terdapat keterkaitan antara frekuensi perjumpaan lutung jawa dengan tiap variabel lingkungan di Gunung Pancar kecuali variabel kategori waktu aktivitas. Hasil perhitungan lebih lengkap disajikan pada Lampiran 1.

b) Frekuensi Aktivitas Lutung Jawa pada Tiap Variabel Lingkungan

Hasil uji chi square frekuensi aktivitas lutung betina, lutung jantan dan aktivitas total menunjukkan pola sebaran yang homogen pada tiap variabel lingkungan (fisik dan biotik) yang ditunjukkan dengan nilai χ2

< χ2 (db; α) (Tabel

20, Tabel 21 dan Tabel 22).

Tabel 20 Hasil uji chi square frekuensi aktivitas lutung betina pada berbagai variabel lingkungan (fisik dan biotik)

*Menunjukkan hubungan yang signifikan

Variabel Durasi Aktivitas Lutung Betina

χ2 χ2 (db; α) Waktu aktivitas 3.32 12.59 Ketinggian pohon 0.34 21.03 Diameter pohon 0.21 12.59 Ketinggian tempat 1.04 24.10 Kemiringan lereng 1.06 28.87

Jarak dari kebun 1.18 24.10

Jarak dari jalan 0.75 28.87

(17)

Tabel 21 Hasil uji chi square frekuensi aktivitas lutung jantan pada berbagai variabel lingkungan (fisik dan biotik)

*Menunjukkan hubungan yang signifikan

Tabel 22 Hasil uji chi square frekuensi aktivitas total pada berbagai variabel lingkungan (fisik dan biotik)

*Menunjukkan hubungan yang signifikan

Pola frekuensi aktivitas yang homogen menunjukkan tidak adanya pengaruh rentang taraf pada tiap variabel lingkungan terhadap tingat keseringan suatu jenis aktivitas dilakukan.

c) Durasi Aktivitas Lutung Jawa pada Tiap Variabel Lingkungan

Durasi aktivitas lutung betina memiliki pola sebaran yang berbeda pada variabel waktu aktivitas, jarak dari kebun, jarak dari jalan dan tutupan lahan (Tabel 23), sedangkan durasi aktivitas lutung jantan hanya memiliki pola sebaran yang berbeda pada variabel waktu aktivitas (Tabel 24) dan durasi aktivitas total memiliki pola sebaran yang berbeda pada variabel waktu aktivitas dan jarak dari jalan (Tabel 25).

Variabel Durasi Aktivitas Lutung Jantan

χ2 χ2 (db; α) Waktu aktivitas 3.32 12.59 Ketinggian pohon 0.34 21.03 Diameter pohon 0.21 12.59 Ketinggian tempat 2.31 24.10 Kemiringan lereng 0.74 28.87

Jarak dari kebun 1.19 24.10

Jarak dari jalan 0.67 28.87

Tutupan lahan 0.72 12.59

Variabel Durasi Aktivitas Total

χ2 χ2 (db; α) Waktu aktivitas 6.64 12.59 Ketinggian pohon 0.34 21.03 Diameter pohon 0.09 12.59 Ketinggian tempat 0.23 24.10 Kemiringan lereng 0.56 28.87

Jarak dari kebun 0.41 24.10

Jarak dari jalan 0.21 28.87

(18)

Tabel 23 Hasil uji chi square durasi aktivitas lutung betina dewasa pada tiap variabel lingkungan

*Menunjukkan hubungan yang signifikan

Tabel 24. Hasil uji chi square durasi aktivitas lutung jantan dewasa pada tiap variabel lingkungan

*Menunjukkan hubungan yang signifikan

Tabel 25. Hasil uji chi square durasi aktivitas total pada tiap variabel lingkungan

*Menunjukkan hubungan yang signifikan

Variabel Durasi Aktivitas Lutung Betina

χ2 χ2 (db; α) Waktu aktivitas 115.64* 12.59 Ketinggian pohon 5.87 21.03 Diameter pohon 1.81 12.59 Ketinggian tempat 13.25 24.10 Kemiringan lereng 17.53 28.87

Jarak dari kebun 26.48* 24.10

Jarak dari jalan 37.26* 28.87

Tutupan lahan 16.01* 12.59

Variabel Durasi Aktivitas Lutung Jantan

χ2 χ2 (db; α) Waktu aktivitas 78.57* 12.59 Ketinggian pohon 9.64 21.03 Diameter pohon 1.51 12.59 Ketinggian tempat 15.81 24.10 Kemiringan lereng 13.21 28.87

Jarak dari kebun 13.71 24.10

Jarak dari jalan 13.85 28.87

Tutupan lahan 6.31 12.59

Variabel Durasi Aktivitas Total

χ2 χ2 (db; α) Waktu aktivitas 195.31* 12.59 Ketinggian pohon 13.85 21.03 Diameter pohon 0.65 12.59 Ketinggian tempat 13.73 24.10 Kemiringan lereng 18.14 28.87

Jarak dari kebun 17.16 24.10

Jarak dari jalan 28.91* 28.87

(19)

Hasil uji chi square menunjukkan bahwa pola sebaran durasi aktivitas tidak merata pada tiap kategori variabel waktu aktivitas sehingga dapat dikatakan terdapat kecenderungan pemilihan waktu aktivitas pada lutung jawa. Pola ini dapat dijumpai pada durasi aktivitas lutung betina (χ2 = 115.64), lutung jantan (χ2 = 78.57) dan durasi aktivitas total dengan nilai χ2 = 195.31 pada tingkat kepercayaan 95%.

Hasil uji chi square durasi aktivitas pada klasifikasi jarak dari kebun dan klasifikasi tutupan lahan menunjukkan hubungan nyata dengan durasi aktivitas lutung betina dengan nilai χ2

sebesar 26.48 dan 16.01. Variabel jarak dari jalan berhubungan dengan aktivitas lutung betina dan aktivitas total dengan nilai χ2

sebesar 37.26 dan 28.91. Nilai hasil uji chi square yang lebih lengkap ditampilkan pada Lampiran 3.

Hubungan Aktivitas Harian dengan Variabel Lingkungan 1. Aktivitas Lutung Betina pada Berbagai Variabel Lingkungan

Berdasarkan analisis CCA aktivitas lutung betina dewasa pada berbagai variabel lingkungan diketahui total inertia akar ciri (eigenvalue) sebesar 0.074. Axis 1 menunjukkan bahwa variabel yang paling berpengaruh terhadap aktivitas pada individu betina adalah diameter pohon dan jarak dari jalan dengan nilai score matriks sebesar 0.24 dan 0.12. Axis 2 menunjukkan variabel yang paling berpengaruh adalah jarak dari jalan dan tutupan lahan dengan nilai score matriks sebesar 0.06 dan 0.03. Variasi yang dapat dijelaskan pada axis1 dan axis 2 sebesar 73.8% dan 19.7% (Gambar 22).

Gambar 22 Hubungan aktivitas lutung betina dewasa dengan variabel lingkungan

Berdasarkan Grafik CCA (Gambar 22) diketahui bahwa aktivitas makan pada lutung betina dipengaruhi oleh faktor jarak kebun dan diameter pohon. Variabel kemiringan lereng (slope) berhubungan dengan aktivitas istirahat,

-1.0

1.0

-0

.4

0

.6

Betina_makan Betina_gerak Betina sosial Betina istirahat T in g g i p o h o n Diameter Elevation Slope Tutupan lahan Jarak kebun Jarak jalan Axis 1

(20)

sedangkan aktivitas sosial sangat terkait dengan variabel jarak dari kebun, kemiringan lereng dan diameter pohon.

2. Aktivitas Lutung Jantan pada Berbagai Variabel Lingkungan

Berdasarkan analisis CCA aktivitas lutung jantan dewasa pada berbagai variabel lingkungan diketahui total inertia akar ciri (eigenvalue) sebesar 0.075. Variabel yang paling berpengaruh pada axis 1 adalah diameter pohon dan tutupan lahan dengan nilai score matriks 0.22 dan 0.09. Pada axis 2 variabel yang paling berpengaruh adalah jarak kebun dengan nilai score matriks 0.09. Variasi yang dapat dijelaskan pada axis 1 dan axis 2 adalah 66.5% dan 23.5% (Gambar 23).

Gambar 23 Hubungan aktivitas lutung jantan dewasa dengan variabel lingkungan

Gambar 23 menunjukkan bahwa aktivitas bergerak pada lutung jantan dipengaruhi oleh variabel ketinggian tempat dan jarak dari jalan. Aktivitas makan terkait dengan variabel jarak kebun dan tutupan lahan, aktivitas sosial berhubungan dengan variabel kemiringan lereng (slope) dan jarak dari kebun, sedangkan aktivitas istirahat tidak berhubungan secara langsung dengan variabel lingkungan yang ada.

3. Aktivitas Total pada Berbagai Variabel Lingkungan

Analisis CCA aktivitas total pada berbagai variabel lingkungan diketahui total inertia akar ciri (eigenvalue) sebesar 0.090. Total variasi yang dapat dijelaskan pada axis 1, axis 2 dan axis 3 masing-masing adalah 69.6%, 23.6% dan 6.5%. Berdasarkan score matriks pada axis 1 diketahui variabel yang paling berpengaruh adalah diameter pohon dan jarak dari jalan dengan score 0.23 dan 0.09. Pada axis 2 diketahui variabel yang berpengaruh adalah tinggi pohon dan jarak dari jalan dengan score 0.06 dan 0.05 (Gambar 24).

-1.0 1.0

-0.8

0.6

Jantan_makan Jantan_gerak Jantan_sosial Jantan_istirahat Tinggi pohon Diameter Elevation Slope Tutupan lahan Jarak kebun Jarak jalan Axis 1

(21)

Gambar 24 Hubungan aktivitas total dengan variabel lingkungan

Gambar 24 menunjukkan bahwa aktivitas bergerak berhubungan dengan variabel lingkungan seperti jarak jalan, tutupan lahan, ketinggian tempat (elevasi) dan diameter pohon. Aktivitas istirahat dan sosial paling dekat berhubungan dengan variabel kemiringan lereng (slope), sedangkan aktivitas makan sedikit dipengaruhi oleh faktor jarak kebun dan diameter pohon.

Hubungan Aktivitas Harian dengan Spesies Vegetasi 1. Struktur dan Komposisi Vegetasi

Analisis vegetasi menggunakan point centered quarter method

menunjukkan ada 55 jenis vegetasi yang tercatat di sekitar habitat yang digunakan oleh lutung jawa dengan nilai INP tertinggi 24.23 (Quercus argentea) dan nilai INP terendah 1.19 (Arthocarpus elasticus & Dendrocnide stimulans). Daftar sepuluh jenis vegetasi dengan INP tertinggi disajikan pada Tabel 26.

Tabel 26 Daftar jenis vegetasi dengan nilai INP tertinggi di sekitar habitat lutung jawa di Gunung Pancar

No Nama ilmiah RD (%) RC (%) FR (%) INP

1 Quercus argentea 10.5 7.63 6.1 24.23 2 Dysoxylum macrocarpum 6.5 8.89 6.71 22.09 3 Xerospermum noronhianum 6.5 7.46 5.49 19.45 4 Pisonia ubelliflora 5.5 5.87 5.49 16.86 5 Lithocarpus elegans 5.5 4.36 4.88 14.74 6 Maesopsis eminii 5 2.58 6.1 13.68 7 Ficus punctata 4 6.37 2.44 12.81 8 Ficus elastica 2 7.46 2.44 11.9 9 Phoebe excelsa 3.5 4.12 4.27 11.89 10 Quercus javensis 3 5.18 3.66 11.84

RD: Relative density; RC: Relative cover; INP: Indeks Nilai Penting / Important Value Indeks

-1.0 1.0

-0.6

0.8

Makan Gerak Sosial Istirahat Tinggi pohon Diameter E le va ti o n Slope Tutupan lahan Jarak kebun Jarak jalan Axis 1

(22)

Jenis-jenis pohon hutan yang penting antara lain adalah dari suku Fagaceae (Lithocarpus, Quercus) Lauraceae (Litsea, Phoebe), Meliaceae (Dysoxylum) dan Moraceae (Artocarpus, Ficus). Aktivitas manusia menjadi faktor utama yang mempengaruhi perubahan habitat hutan di Gunung Pancar. Kegiatan pertanian dan ekspoitasi sumberdaya hutan yang tidak terkontrol menyebabkan penurunan kuntitas dan kualitas habitat lutung jawa. Efek kumulatif dari aktivitas manusia nampak pada kondisi habitat hutan yang sudah terfragmentasi dan terisolasi pada saat ini. Ditemukannya jenis-jenis introduksi seperti kayu afrika (M. eminii) dan mindi (A. indica) juga mengindikasikan tingginya aktifitas manusia di gunung Pancar. Pada area peralihan hutan-kebun banyak dijumpai jenis-jenis tanaman budidaya seperti pisang buah (Musa acuminata), kopi (Coffea robusta), nangka (Artocarpus heterophyllus) dan durian (Durio zibethinus). Pemanfaatan lereng pinggiran hutan untuk kegiatan pertanian sangat mengkhawatirkan mengingat masih dimanfaatkannya lahan dengan kemiringan lebih dari 45% (Gambar 25). Daftar jenis vegetasi hasil inventarisasi beserta nilai INP nya dapat dilihat pada Lampiran 4.

Gambar 25 Aktivitas manusia di area lereng Gunung Pancar. (a) Aktivitas pertanian masyarakat; (b) Lereng yang longsor di area kebun kopi.

2. Vegetasi yang Dimanfaatkan oleh Lutung Jawa

Berdasarkan hasil pengamatan dilapangan tercatat sebanyak 25 jenis vegetasi dimanfaatkan oleh lutung jawa untuk beraktivitas. Beberapa jenis vegetasi yang yang banyak dimanfaatkan oleh lutung jawa antara lain L. elegans,

Q. argentea, G. arborescens, A. indica dan M. eminii. Analisis vegetasi juga

menunjukkan bahwa jenis-jenis vegetasi yang dimanfaatkan oleh lutung jawa sebagian besar merupakan jenis yang cukup dominan di habitat lutung jawa di Gunung Pancar. Kondisi ini diperkirakan menjadi salah satu faktor yang mendukung eksistensi lutung jawa di Gunung Pancar. Daftar jenis vegetasi yang dimanfaatkan oleh lutung jawa di Gunung Pancar disajikan pada Lampiran 5.

b a

(23)

Gambar 26 Aktivitas lutung jawa pada beberapa spesies vegetasi. (a) Lutung betina sedang beristirahat sambil menjaga bayi di pohon mindi (A.

indica); (b) Lutung jantan sedang beristirahat di cabang pohon ki

pare (G. arborescens).

Pakan merupakan salah satu faktor dominan yang menentukan kelestarian suatu jenis satwa di habitatnya. Dari 25 jenis vegetasi yang dimanfaatkan, 22 jenis vegetasi diantaranya merupakan pakan potensial bagi lutung jawa di Gunung Pancar. Data ini diperoleh berdasarkan pengamatan di lapangan maupun data sekunder yang berhasil dikumpulkan. Beberapa jenis vegetasi teridentifikasi secara langsung dimakan oleh lutung jawa seperti Q. argentea, L elegans, M.

eminii, A. Indica dan G. arborescens. Beberapa jenis vegetasi pakan memiliki INP

yang tinggi yaitu Q. argentea (29.38%), D. macrocarpum (22.42%), L. elegans (14.89%) dan M. eminii (13.75%) (Lampiran 4). Q. argentea merupakan jenis pohon pakan yang paling banyak tumbuh di kawasan Gunung Pancar dengan densitas relatif 10.05% dan dominansi relatif 7.63%. Struktur pohonnya yang tinggi dengan cabang dan daun yang rimbun serta ketersediaan daun muda sepanjang tahun merupakan beberapa faktor yang mempengaruhi pemilihan pohon pasang sebagai pakan lutung jawa. Daftar jenis vegetasi yang potensial sebagai pakan lutung jawa di Gunung Pancar disajikan pada Lampiran 6.

3. Hubungan Aktivitas dengan Spesies Vegetasi

a) Hubungan Aktivitas Individu Betina dengan Spesies Vegetasi

Analisis PCA aktivitas lutung betina dewasa pada berbagai spesies vegetasi menunjukkan total akar ciri (eigenvalue) sebesar 3.47. Total variasi yang dapat dijelaskan pada komponen 1, komponen 2 dan komponen 3 masing-masing adalah 86.65%, 8.00% dan 3.83%. Berdasarkan komponen 1 jenis vegetasi yang paling berpengaruh adalah P. umbelliflora, L. elegans, G. arborescens, dengan PCA score berturut-turut 5.84, 4.62 dan 2.26. Pada komponen 2 jenis vegetasi yang paling berpengaruh adalah Q. argentea, F. punctata dan L. sundaicus dengan nilai PCA score berturut-turut 1.35, 0.95 dan 0.94. Jenis vegetasi yang paling berpengaruh berdasarkan komponen 3 adalah X. noronhianum, A. indica dan P.

edule dengan nilai PCA score masing-masing sebesar 0.96, 0.78 dan 0.62.

b a

(24)

Gambar 27 Hubungan aktivitas lutung betina dewasa dengan spesies vegetasi berdasarkan komponen 1 dan 2.

Berdasarkan Gambar 27 diketahui bahwa aktivitas makan dan sosial pada lutung betina dewasa berhubungan dengan keberadaan vegetasi M. eminii dan L.

elegans, sedangkan pada aktivitas istirahat berhubungan dengan keberadaan

vegetasi G. arborescens dan pada aktivitas bergerak terkait dengan keberadaan vegetasi Q. argentea, F. punctata. Hubungan aktivitas betina dengan speseis vegetasi berdasarkan komponen 1 dan 3 disajikan pada Gambar 28.

Gambar 28 Hubungan aktivitas lutung betina dewasa dengan spesies vegetasi berdasarkan komponen 1 dan 3.

betina_makan betina_gerak betina_sosial betina_istirahat Ai Am Fe Bj Ce Cg Cj Dm Es Fe Fp Ga Le Ls Mc Me Na Pe Pex Pu Qa Qj Sn Sr Xn -1,6 -0,8 0,8 1,6 2,4 3,2 4 4,8 Komponen 1 -1,8 -1,5 -1,2 -0,9 -0,6 -0,3 0,3 0,6 K o m p o n e n 2 betina_makan betina_gerak betina_sosial betina_istirahat Ai Am Fe Bj Ce Cg Cj Dm Es Fe Fp Ga Le Ls Mc Me Na Pe Pex Pu Qa Qj Sn Sr Xn -1,6 -0,8 0,8 1,6 2,4 3,2 4 4,8 Komponen 1 -0,8 -0,6 -0,4 -0,2 0,2 0,4 0,6 0,8 K o m p o n e n 3

(25)

Aktivitas istirahat pada lutung betina dipengaruhi oleh keberadaan G.

arborescens, sedangkan aktivitas makan berhubungan dengan keberadaan

vegetasi M. eminii.

b) Hubungan Aktivitas Individu Jantan dengan Spesies Vegetasi

Analisis PCA aktivitas lutung jantan dewasa pada berbagai spesies vegetasi menunjukkan total akar ciri (eigenvalue) sebesar 3.33. Total variasi yang dapat dijelaskan pada komponen 1, komponen 2 dan komponen 3 masing-masing adalah 83.32%, 8.08% dan 6.68%. Grafik PCA berdasarkan komponen 1 dan 2 disajikan pada Gambar 29, dan berdasarkan komponen 1 dan 3 disajikan pada Gambar 30.

Gambar 29 Hubungan aktivitas lutung jantan dewasa dengan spesies vegetasi berdasarkan komponen 1 dan 2.

Gambar 30 Hubungan aktivitas lutung jantan dewasa dengan spesies vegetasi berdasarkan komponen 1 dan 3.

jantan_makan jantan_gerak jantan_sosial jantan_istirahat Ai Am Fe Bj Ce Cg Cj Dm Es Fe Fp Ga Le Ls Mc Me Na Pe Pex Pu Qa Qj Sn Sr Xn -1,6 -0,8 0,8 1,6 2,4 3,2 4 4,8 Komponen 1 -2 -1,6 -1,2 -0,8 -0,4 0,4 0,8 1,2 1,6 K o m p o n en 2 jantan_makan jantan_gerak jantan_sosial jantan_istirahat AiAm Fe Bj Ce Cg Cj Dm Es Fe Fp Ga Le Ls Mc Me Na Pe Pex Pu Qa Qj Sn Sr Xn -1,6 -0,8 0,8 1,6 2,4 3,2 4 4,8 Komponen 1 -0,9 -0,6 -0,3 0,3 0,6 0,9 1,2 1,5 1,8 K o m p o n en 3

(26)

Berdasarkan komponen 1 jenis vegetasi yang paling berpengaruh adalah P.

umbelliflora, L. elegans, G. arborescens, dengan PCA score berturut-turut 5.37,

4.63 dan 2.08. Pada komponen 2 jenis vegetasi yang paling berpengaruh adalah Q.

argentea, P. excelsa dan B. javanica dengan nilai PCA score berturut-turut 1.35,

1.09 dan 0.99. Jenis vegetasi yang paling berpengaruh berdasarkan komponen 3 adalah X. noronhianum, E. subumbrans dan L. sundaicus dengan nilai PCA score masing-masing 1.92, 0.85 dan 0.61. Hubungan aktivitas lutung jantan dengan spesies vegetasi berdasarkan komponen 1 dan 3 disajikan pada Gambar 30.

Berdasarkan Gambar 29 dan 30 diketahui bahwa aktivitas makan jantan dewasa dipengaruhi oleh keberadaan vegetasi M. eminii, L. elegans dan P. excelsa sedangkan aktivitas sosial sangat terkait dengan keberadaan vegetasi P. excelsa. Aktivitas istirahat berhubungan dengan keberadaan vegetasi G. arborescens dan X.

noronhianum, dan aktivitas bergerak sangat terkait dengan keberadaan vegetasi Q. argentea, B. javanica dan F. punctata.

c) Hubungan Aktivitas Total dengan Spesies Vegetasi

Analisis PCA pada aktivitas total berdasarkan matriks korelasi menunjukkan total inertia akar ciri (eigenvalue) sebesar 3.46. Total variasi yang dapat dijelaskan pada komponen 1, komponen 2 dan komponen 3 masing-masing adalah 86.43%, 7.90% dan 4.20%. Hubungan aktivitas total lutung jantan dengan spesies vegetasi berdasarkan komponen 1 dan 2 disajikan pada Gambar 31, sedangkan berdasarkan komponen 1 dan 3 disajikan pada Gambar 32.

Gambar 31 Hubungan aktivitas total dengan spesies vegetasi berdasarkan komponen 1 dan 2.

Berdasarkan komponen 1 jenis vegetasi yang paling berpengaruh adalah P.

umbelliflora, L. elegans dan G. arborescens dengan nilai PCA score berturut-turut

5.67, 4.72 dan 2.15. Pada komponen 2 jenis vegetasi yang paling berpengaruh adalah Q. argentea, F. punctata dan B. javanica dengan nilai PCA score berturut-turut 1.36, 0.96 dan 0.92. Jenis vegetasi yang paling berpengaruh berdasarkan

makan gerak sosial istirahat Ai Am Fe Bj Ce Cg Cj Dm Es Fe Fp Ga Le Ls Mc Me Na Pe Pex Pu Qa Qj Sn Sr Xn -1,6 -0,8 0,8 1,6 2,4 3,2 4 4,8 Komponen 1 -1,8 -1,5 -1,2 -0,9 -0,6 -0,3 0,3 0,6 K o m p o n e n 2

(27)

komponen 3 adalah X. noronhianum, P. edule dan A. indica dengan nilai PCA score masing-masing 1.34, 0.58 dan 0.55.

Gambar 32 Hubungan aktivitas total dengan spesies vegetasi berdasarkan komponen 1 dan 3.

Berdasarkan Gambar 31 dan 32 diketahui bahwa aktivitas makan dan sosial dipengaruhi oleh keberadaan vegetasi L. elegans dan M. eminii. Aktivitas istirahat berhubungan dengan keberadaan vegetasi G. arborescens, sedangkan aktivitas istirahat terkait dengan keberadaan vegetasi Q. argentea, F. punctata dan B.

javanica.

Pembahasan

Populasi Lutung Jawa

Populasi lutung jawa di Gunung Pancar relatif kecil dibandingkan dengan beberapa habitat yang lain. Beberapa penelitian sebelumnya menyatakan bahwa kelompok lutung jawa biasanya terdiri dari 6-23 ekor dengan satu jantan pemimpin, beberapa betina dewasa, anak dan bayi (Medway 1970, Kartikasari 1982, Cannon 2009).

Kondisi habitat hutan yang terfragmentasi dan terisolasi serta tingginya faktor gangguan aktivitas manusia menjadi faktor utama yang diduga berpengaruh terhadap ukuran populasi lutung jawa di Gunung Pancar. Laurence (2000) menyatakan bahwa fragmentasi habitat hutan berimplikasi terhadap perubahan dinamikla hutan, struktur, komposisi dan mikroklimat serta menekan keanekeragaman hayati, selain itu perburuan ilegal berhubungan langsung terhadap meningkatnya tekanan pada fragmen habitat.

makan gerak sosialistirahat Ai Am Fe Bj Ce Cg Cj Dm Es Fe Fp Ga Le Ls Mc Me Na Pe Pex Pu Qa Qj Sn Sr Xn -1,6 -0,8 0,8 1,6 2,4 3,2 4 4,8 Komponen 1 -0,9 -0,6 -0,3 0,3 0,6 0,9 1,2 1,5 1,8 K o m p o n e n 3

(28)

Perubahan komposisi habitat akan berdampak pada bergesernya dinamika faktor fisik dan biotik, sehingga akan berimbas pada ketersediaan air, cover dan pakan yang merupakan komponen utama habitat. Cannon (2009) menyatakan ukuran kelompok dipengaruhi oleh faktor iklim dan musim yang implikasinya terkait dengan ketersediaan pakan.

Pada kasus seperti Gunung Pancar dimana kondisi iklim dan mikroklimat relatif basah, maka regenerasi vegetasi untuk tumbuh dan berkembang dapat berlangsung dengan baik sehingga memungkinkan ketersediaan daun (pakan) sepanjang waktu. Namun demikian tingginya gangguan aktivitas manusia terhadap habitat menyebabkan regenerasi vegetasi menjadi terganggu. Aktivitas pertanian dan penebangan kayu yang cukup intensif serta berkurangnya populasi satwa pemancar biji merupakan faktor ancaman yang utama. Di Tahura R. Soerjo tercatat ancaman utama keletarian lutung jawa adalah perambahan hutan, kebekaran hutan serta aktivitas perburuan liar yang cukup tinggi (Profauna 2011).

Hilangnya sebagian besar vegetasi di Gunung Pancar menjadi ancaman serius bagi eksistensi populasi lutung jawa yang merupakan satwa pemakan daun (folifora) (Bismark 1993). Ukuran kelompok yang kecil merupakan salah satu bentuk strategi dalam menghadapi kondisi habitat yang kurang mendukung.

Densitas populasi adalah parameter yang dapat digunakan untuk menduga ukuran populasi pada suatu area tertentu. Beberapa metode pengukuran populasi primata sangat tergantung dari kondisi habitat dan karakteristik satwa yang diamati (Tobing ISL 2008). Diketahui kepadatan populasi lutung jawa di Gunung Pancar sangat rendah (0.14 ind/ha) jika dibandingkan dengan lokasi lain. Penelitian Megantara (2004) di TWA Pangandaran menunjukkan kepadatan kelompok lutung jawa berkisar antara 18-26 kel/km2. Di TN Alas Purwo tercatat kepadatan lutung jawa 50 ind/km2 (Susetyo 2004); 88-158 ind/km2 (Purnomo 2003). Beberapa studi lain juga mencatat kepadatan rata-rata berkisar 7.9 – 8.8 kelompok/km2 dengan estimasi 114 – 147.9 individu/km2 (Meijaard & Nijman diacu dalam IUCN 2012).

Densitas jenis-jenis mamalia yang bergantung pada keberadaan hutan biasanya akan berubah ketika terjadi isolasi dan perubahan habitat akibat aktivitas manusia (Ickes et al. 2005). Tekanan isolasi habitat menyebabkan populasi tidak dapat berkembang dengan baik akibat menurunya sumberdaya, kemampuan reproduksi serta hilangnya diversitas genetik (Bailey 2007). Efek ganda dari faktor internal (degradasi genetik) dan faktor eksternal (degradasi lingkungan) dapat menyebabkan populasi lutung jawa menjadi stagnan bahkan cenderung menurun. Megantara (2004) menyatakan bahwa populasi lutung jawa di Taman Wisata Pangandaran mengalami penurunan dari 158 ekor menjadi 130 ekor mulai tahun 1979 sampai 2003 yang diperkirakan sebagai akibat degradasi habitat.

Harcourt & Gibbons (2009) menyatakan bahwa ada sebagian jenis primata yang tetap dapat bertahan hidup dalam jangka waktu lama pada fragmen habitat yang terbatas yaitu spesies yang memiliki bobot tubuh kecil atau jenis yang bersifat komensal dan tersebar luas. Lutung jawa dengan distribusi populasi yang terpencar di Jawa, Bali dan Lombok (Richardson 2005, Nijman & Supriatna, 2008) diperkirakan banyak hidup pada fragmen-fragmen habitat yang tersisa sehingga sangat rentan terhadap kepunahan (Nijman 2000). Pada kondisi habitat yang terbatas, diperkirakan ketersediaan pakan menjadi faktor utama yang mempengaruhi keberadaan populasi lutung jawa. Harcourt & Gibbons (2009)

(29)

menyatakan bahwa dari banyak variabel demografi dan lingkungan, hanya variabel pakan yang memberikan pengaruh signifikan terhadap keberadaan populasi primata.

Laurence & Laurence (1999) menyatakan bahwa sisa-sisa fragmen hutan masih dapat menjadi kantung habitat atau koridor bagi satwa arboreal. Terkait dengan pendapat tersebut Cardilo et al.(2006) menyatakan bahwa fokus perhatian konservasi seharusnya tidak hanya pada hotspot biodiversity, namun juga harus diarahkan pada kawasan dengan tingkat gangguan yang tinggi sehingga dapat meminimalisir resiko kepunahan di masa depan. Gunung Pancar sebagai fragmen habitat penting bagi banyak satwaliar di sekitar kawasan hendaknya mendapatkan perhatian serius dalam kaitannya dengan upaya konservasi satwaliar di Indonesia.

Distribusi Aktivitas Harian Lutung Jawa

Distribusi aktivitas harian lutung jawa menunjukkan variasi yang beragam pada tiap variabel lingkungan (fisik dan biotik). Secara umum proporsi aktivitas lutung jawa di Gunung Pancar adalah istirahat (33.65%), makan (30.68%), bergerak (27.08%) dan aktivitas sosial (8.60%). Hasil ini sama dengan beberapa penelitian sebelumnya. Ambarwati (1999) menyatakan di TN Baluran persentase aktivitas lutung jawa adalah istirahat sebesar 49%, makan 23%, berjalan 22%, tidur 10% dan bersuara 3%. Prilyanto (2005) juga mencatat proporsi aktivitas lutung jawa di RPH Claket Mojokerto berturut-turut adalah resting, moving,

feeding, grooming, playing dan aggressive.

Alokasi waktu aktivitas dominan pada pagi hari dengan proporsi aktivitas tertinggi adalah makan. Kondisi suhu dan kelembaban yang relatif tinggi pada pagi hari (10-30o C) menyebabkan lutung jawa memilih berkumpul untuk makan di bawah naungan pohon (Nadler et al. 2002). Hal ini ditunjukkan dengan tingginya persentase durasi aktivitas istirahat dan makan pada lutung betina dewasa (50.66% & 58.80%). Pada siang hari lutung jawa lebih banyak bergerak dan istirahat. Aktivitas ini terkait dengan upaya mencari sumber pakan serta kegiatan orientasi dalam daerah jelajah. Prayogo (2006) menyatakan bahwa kegiatan istirahat pada primata termasuk lutung umumnya dipengaruhi oleh tingkat suhu dan kelembaban. Suhu yang relatif tinggi pada siang hari menyebabkan lutung jawa banyak beristirahat dengan cara berteduh di bawah kerimbunan tajuk pohon.

Sebaran frekuensi tiap jenis aktivitas lutung jawa menunjukkan pola yang seragam, hal ini disebabkan lutung jawa beraktivitas hampir sepanjang hari dengan intensitas yang relatif merata, khususnya aktivitas bergerak dan makan. Hasil pengamatan menunjukkan lutung jawa selalu tercatat beraktivitas makan dan bergerak baik pada pagi, saing maupun sore hari.

Distribusi aktivitas harian pada variabel stratum pohon dominan dijumpai pada stratum C dengan rentang tinggi pohon 4 – 20 meter. Struktur dan komposisi masyarakat vegetasi di Gunung Pancar diduga berpengaruh terhadap pola ini. Diketahui populasi vegetasi di habitat lutung jawa didominasi oleh vegetasi pada stratum C dengan persentase 80.50%. Pola distribusi ini relatif berbeda dengan beberapa lokasi lain. Zainal (2008) mengungkapkan bahwa penggunaan stratum tertinggi pada lutung jawa adalah stratum tengah (49.22%) untuk di penangkaran dan stratum atas (43.11%) di habitat alami. Selanjutnya Subarkah dkk. (2011)

(30)

juga menyebutkan bahwa lutung dalam aktivitasnya 50.53% menggunakan wilayah puncak kanopi tumbuhan, 41.99% menggunakan kanopi tumbuhan bagian tengah dan hanya 2.49% yang menggunakan kanopi bawah. Perbedaan pola penggunaan stratum pohon diperkirakan dipengaruhi oleh kondisi hutan Gunung Pancar yang relatif terganggu. Pada hutan terganggu kerapatan/densitas vegetasi menjadi berkurang sehingga stratum tajuk bagian tengah menjadi lebih dominan. Hal ini berimplikasi kepada tingginya durasi aktivitas pada stratum tajuk bagian tengah (stratum C).

Pola sebaran aktivitas pada peralihan hutan-kebun dodiminasi pada area peralihan hutan-kebun (46.69%), sedangkan pada habitat hutan hanya tercatat sebesar 39.93%. Diversitas vegetasi diperkirakan mempengaruhi pola sebaran yang demikian. Hasil analisis vegetasi menunjukkan bahwa kekayaan jenis vegetasi pada peralihan hutan-kebun paling tinggi (40.13%) dibandingkan dengan hutan alam (31.91%) dan kebun (27.66%). Diversitas vegetasi pada suatu tipe habitat tertentu biasanya berbanding lurus dengan potensi ketersediaan pakan.

Berdasarkan variabel kemiringan lereng (slope) diketahui bahwa sebaran aktivitas lutung jawa dominan pada kelerengan yang agak curam/bergelombang. Diduga pemilihan ini terkait dengan strategi dalam mendeteksi dan menghindari gangguan serta ancaman predator pada saat siang hari termasuk kehadiran manusia. Beberapa studi terhadap owa jawa menunjukkan tingkat kesesuaian habitat yang tinggi pada tempat dengan kemiringan lereng yang bergelombang hingga sangat curam (Dewi 2005 dan Berliana 2009). Terkait dengan faktor fisik lingkungan, Bailey (1984) menyatakan bahwa selain vegetasi, faktor fisik alami seperti sungai besar, jurang, tebing yang terjal dan kemiringan lereng juga mungkin sangat berpengaruh bagi satwa liar.

Distribusi frekuensi perjumpaan pada variabel ketinggian tempat paling dominan pada rentang ketinggian 801-850 m dpl. Pola ini diduga terkait dengan kondisi topografi Gunung Pancar dimana pada rentang ketinggian tersebut merupakan lokasi keberadaan habitat hutan alam dan habitat peralihan hutan-kebun dengan komposisi vetegasi yang paling dominan. Changcheng et al. (2007) mengungkapkan bahwa vegetasi pada habitat mempengaruhi perilaku dan daya hidup satwa primata, bukan hanya sekedar tempat untuk bermain dan didiami tetapi juga sebagai sumber pakan utamanya. Beberapa penelitian menunjukan bahwa komposisi dan struktur vegetasi pada habitat mempunyai hubungan dengan biomasa, distribusi waktu makan dan preferensi habitat primata.

Tingginya frekuensi perjumpaan lutung jawa pada area yang dekat dengan jalan dan kebun diduga terkait dengan keberadaan vegetasi cover dan pakan. Pada area yang terbuka biasanya akan banyak ditumbuhi jenis-jenis vegetasi muda yang menyediakan banyak daun muda sebagai sumber pakan. Hal ini sesuai dengan pendapat Morrison et al. (2006) yang menyatakan bahwa ketertarikan berbagai spesies pada area sepanjang batas antara hutan dan area terbuka biasanya lebih tinggi dibandingkan dengan kawasan sekitarnya, diduga terkait dengan keberadaan sumber pakan. Pada beberapa kali perjumpaan selama observasi tercatat lutung jawa selalu menghindar setiap mendeteksi adanya aktivitas manusia di sekitarnya, namun demikian faktor ketersediaan vegetasi pakan yang cukup banyak di sepanjang jalur jalan dan kebun membuat frekuensi aktivitas lutung jawa menjadi tinggi.

(31)

Pola sebaran aktivitas berdasarkan variabel diameter pohon menunjukkan pengelompokkan pada kategori diameter pohon > 20 cm. Kecenderungan ini diduga terkait dengan ukuran profil pohon yang berimplikasi terhadap ketersediaan pakan dan faktor perlindungan. Matsuda et al. (2011) menyatakan bahwa satwaliar memilih suatu habitat yang optimal disebabkan kemampuan habitat menyediakan pakan dan aman dari predator, di samping faktor lainnya seperti cuaca dan sistem sosial yang kadang kala juga turut mempengaruhi. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa variabel diameter dan tinggi pohon memiliki kontribusi yang penting terhadap ketersediaan pakan dan tempat berlindung bagi kelompok lutung jawa.

Sebaran frekuensi perjumpaan lutung jawa berbeda pada setiap variabel lingkungan kecuali waktu aktivitas. Pada kategori frekuensi aktivitas, pola sebarannya relatif homogen pada setiap variabel lingkungan. Hasil ini menunjukkan bahwa secara umum aktivitas lutung jawa mengelompok berdasarkan pemilihan rentang tertentu pada setiap variabel lingkungan, namun demikian frekuensi tiap jenis aktivitas cenderung merata pada tiap rentang variabel lingkungan tersebut.

Durasi aktivitas menunujukkan pola sebaran yang berbeda pada beberapa variabel lingkungan. Tercatat durasi aktivitas relatif berbeda pada berbagai kategori variabel waktu aktivitas, jarak dari jalan, jarak dari kebun dan tutupan lahan. Hal ini mengindikasikan adanya preferensi aktivitas tertentu pada tiap variabel tersebut. Sebagai contoh durasi aktivitas makan cedenrung tinggi pada pagi hari karena terkait dengan tingkat kesegaran pakan.

Hubungan Aktivitas Harian dengan Variabel Lingkungan

Hubungan keterkaitan antara fragmentasi habitat, eksistensi spesies serta struktur komunitas merupakan fokus yang sangat penting dalam kajian ekologi dan biologi konservasi (Laurence & Bierregaard 1997). Terkait dengan hal tersebut maka kajian hubungan antara aktivitas harian dengan berbagai variabel lingkungan merupakan pengungkapan informasi yang penting bagi upaya konservasi. Hasil pengujian Cannonical Corespondence Analysis menunjukkan keterkaitan yang tinggi pada beberapa variabel lingkungan terhadap aktivitas harian lutung jawa, diantaranya variabel diameter pohon, variabel stratum tinggi pohon, variabel jarak dari jalan dan kebun serta variabel tutupan lahan.

Variabel diameter pohon dan stratum tinggi pohon sangat terkait dengan bentuk dan ukuran pohon yang berimplikasi terhadap ketersediaan pakan dan faktor perlindungan (cover). Beberapa studi menunjukkan bahwa ukuran pohon adalah indikator dari ketersediaan pakan primata (Chapman et al.1992) yang dapat diukur dengan pendekatan diameter setinggi dada atau secara sederhana dengan mengkuantifikasi sejumlah pohon yang berukuran besar (Arroyo-Rodríguez et al. 2007, Wieczkowski 2004). Penelitian Febriyanti (2008) di TN Bromo Tengger menyebutkan bahwa pohon cover (tempat berlindung) lutung jawa memiliki diameter rata-rata 53.56 cm. Nursal (2001) juga menunjukan bahwa kelompok lutung jawa di TNGGP paling sering mengunakan pohon dengan diameter 20-30 cm, sedangkan pada kelompok owa jawa banyak mengunakan pohon dengan ukuran diameter berkisar antara 26-36 cm (Iskandar 2007). Hasil-hasil penelitian

(32)

tersebut mendukung data observasi di Gunung Pancar dimana lutung jawa lebih dominan beraktivitas pada vegetasi dengan diameter lebih dari 20 cm.

Tingginya aktivitas lutung jawa pada kategori stratum C dengan rentang ketinggian pohon 4 – 20 meter terkait dengan struktur dan komposisi vegetasi di Gunung Pancar. Diketahui struktur dan komposisi vegetasi di Gunung Pancar berturut-turut adalah stratum A (5%), stratum B (14.5%), stratum C (80.5 %), stratum D (0%) dan stratum E (0%). Adanya perbedaan tinggi dari jenis tumbuhan menurut umur maupun jenis dan sifat tumbuhnya menciptakan stratifikasi hutan seperti adanya bentuk dan tipe tajuk. Keadaan struktur hutan ini berpengaruh pada ketersediaan makanan primata sesuai dengan relung ekologinya, seperti terlihat pada ketinggian tempat masing-masing primata di pohon (Oates 1977 diacu

dalam Bismark, 1983).

Tingginya aktivitas pada stratum C juga terkait dengan faktor ketersediaan pakan. Menurut Vickery (1984) pada stratum C vegetasi berasosiasi dengan berbagai jenis epifit, tumbuhan memanjat dan parasit sehingga menambah diversitas pakan yang tersedia. Analisis vegetasi menunjukkan rata-rata tinggi pohon di Gunung Pancar adalah 16.18 meter dengan habitus berupa pohon muda dengan regenerasi daun muda yang cukup tinggi sehingga potensial sebagai sumber pakan. Febriyanti (2008) juga menyatakan bahwa pohon yang digunakan sebagai cover lutung jawa di TN Bromo Tengger memiliki ketinggian rata-rata 19.16 m. Subarkah dkk. (2011) menyatakan bahwa penggunaan stratum tajuk pada lutung jawa berkaitan dengan ketinggian dan kerapatan tajuk serta kekayaan jenis vegetasi yang berfungsi antara lain sebagai sumber pakan, tempat berlindung dan tempat beraktivitas.

Variabel kemiringan lereng (slope) berhubungan erat dengan aktivitas lutung jawa karena terkait dengan faktor keamanan dan perlindungan. Pohon yang berada di kemiringan lereng yang curam diduga sangat membantu lutung jawa dalam mendeteksi dan menghindari gangguan serta ancaman dari predator saat siang hari. Bailey & Provenza (2008) menyatakan bahwa faktor abiotik seperti kemiringan lahan dan ketinggian tempat selain merupakan hambatan bagi beberapa jenis satwa juga dapat menjadi faktor penting yang menyediakan perlindungan dan keamanan terutama bagi satwa primata arborteal (Gambar 32).

Gambar 33 Aktivitas lutung jawa pada area lereng Gunung Pancar. (a) Lutung betina beristirahat di cabang pohon mindi (A. indica) yang berada di sisi lereng yang curam pada siang hari; (b) Lutung jantan berdiam di cabang pohon ki haji (D. macrocarpum) sambil mengamati sekeliling untuk memastikan keamanan kelompoknya.

b a

Gambar

Gambar  3    Tipe  habitat  lutung  jawa  di  TWA  Gunung  Pancar.  (a)  Hutan  terdegradasi; (b) Peralihan hutan kebun; (c) Kebun
Gambar  4  Durasi aktivitas harian lutung jawa
Tabel  3    Durasi  aktivitas  lutung  janta  dan  betina  pada  berbagai  kategori  selang  waktu
Gambar 9  Frekuensi aktivitas total pada berbagai kategori stratum pohon  Tabel  6    Frekuensi  aktivitas  lutung  jantan  dan  betina  pada  berbagai  kategori
+7

Referensi

Dokumen terkait

19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan pasal 1 butir 10, menyebutkan bahwa standar pembiayaan adalah standar yang mengatur komponen dan besarnya biaya operasi

[r]

Caranya isi wadah yang di tentukan dengan air tawar secukupnya, masukkan pupuk kandang atau kotoran ayam yang sudah kering ke dalam wadah secara merata dengan ketebalan kurang

Tumbuhan umbi batang berkhasiat obat yang didapat di Desa Karang Bintang Kecamatan Karang Bintang Kabupaten Tanah Bumbu sebagian besar merupakan tumbuhan liar

Dana sebagaimana dimaksud pada angka 1 (satu) adalah dana yang diperuntukkan untuk pelayanan kesehatan rujukan peserta Jamkesda dan pembayaran selisih biaya pelayanan

163/DIKTI/KEP/2007, hasil penggabungan 4 (empat) program studi, yaitu Program Studi Agronomi, Program Studi Hortikultura, Program Studi Ilmu Tanah, dan Program Studi

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dan menjelaskan secara empiris pengaruh variance return, volume perdagangan, harga saham dan return saham terhadap bid-ask spread

Jenis batu yang lain adalah yang terbentuk dari struvit (magnesium, ammonium, dan fosfat), asam urat, kalsium fosfat, dan sistin. 1) Batu struvit dihubungkan