• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan semakin meningkat. Pada masa ini manusia mengubah lingkungan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. lingkungan semakin meningkat. Pada masa ini manusia mengubah lingkungan"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Manusia sebagai makhluk hidup tidak dapat lepas dari lingkungan di sekitarnya. Hubungan antara manusia dengan alam dan lingkungan tersebut telah dimulai sejak jaman prasejarah.1 Keeratan hubungan antara manusia dengan alam dan lingkungannya itu tercermin juga di dalam cara hidup mereka dalam mencari pencaharian hidup.2 Hal ini menyebabkan manusia mempunyai sifat ketergantungan terhadap lingkungan, oleh karena dorongan kebutuhan ekonomi dan sifat egois dari manusia sehingga terkadang lupa memperhatikan keadaan lingkungan tersebut. Semakin hari perhatian dan pengaruh manusia terhadap lingkungan semakin meningkat. Pada masa ini manusia mengubah lingkungan hidup alami menjadi lingkungan hidup binaan.3 Eksploitasi sumber daya alam makin meningkat untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia. Sebaliknya, untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia, lingkungan menjadi tercemar bahkan rusak karena, eksploitasi besar-besaran yang dilakukan oleh manusia tidak diimbangi dengan usaha pelestarian terhadap lingkungan, contohnya dengan diadakannya program reboisasi, pengerukan sungai dan pelestarian hutan lindung.

1

M. Suprihadi Sastrosupeno, Manusia, Alam dan Lingkungan, Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan, Jakarta, 1984, hlm 67.

2 Ibid., hlm 68.

3 Anonim, Hubungan Manusia dengan Lingkungan,

http://www.artikellingkunganhidup.com/hubungan-manusia-dengan-lingkungan.html diakses pada tanggal 29 September 2014 Pukul 19:39 WIB.

(2)

Perilaku manusia yang cenderung merusak lingkungan, terlihat dari perbuatan manusia yang sangat sederhana dan sering dilakukan, seperti membuang sampah sembarangan. Dampak dari kebiasaan manusia yang merusak lingkungan ini, secara sadar maupun tidak sadar dapat berakibat sangat fatal bagi kelangsungan hidup manusia sendiri. Manusia seolah tidak mempedulikan lingkungannya, sehingga kesadaran untuk menjaga lingkungan hidup disekitarnya masih sangat kurang. Ironisnya kesadaran untuk menjaga lingkungan hidup baru akan muncul setelah terjadi bencana.

Pada penulisan hukum ini, penulis akan membahas tentang bencana banjir. Seperti yang sudah penulis jelaskan di paragraf sebelumnya, salah satu penyebab bencana banjir adalah perilaku manusia yang cenderung merusak lingkungan. Contohnya membuang sampah sembarangan ke sungai, sampah yang menumpuk di sungai dapat menyebabkan pendangkalan sungai dan mengakibatkan bencana banjir. Contoh lainnya yaitu perubahan peruntukan bantaran sungai. Di kota-kota besar seperti Jakarta, bantaran sungai yang seharusnya menjadi area penghijauan dan pencegah banjir atau erosi telah berubah menjadi tempat permukiman warga.

Selain perilaku buruk manusia, yang menyebabkan bencana banjir yaitu cuaca yang tidak menentu dan global warming. Seperti pendapat yang dikeluarkan oleh IPCC (Intergovernmental Panel on Climate Change): “Since 1870, global sea

(3)

levels have risen by about 8 inches.4” apabila diterjemahkan dalam bahasa Indonesia yaitu sejak tahun 1870, permukaan air laut global sudah meningkat sekitar 8 inci. “Global warming is partly to blame for these heavy rainfall events.5” Satu lagi pendapat yang dikeluarkan oleh NWF (National Wildlife Federation), apabila diterjemahkan dalam bahasa Indonesia yaitu peristiwa pemanasan global dapat disalahkan untuk peristiwa hujan deras.

Hubungan antara pemanasan global, perubahan cuaca yang tidak menentu seperti curah hujan yang tinggi dan perilaku manusia yang buruk merupakan penyebab bencana banjir yang terjadi di Jakarta. Indonesia adalah negara yang beriklim tropis dan hanya memiliki dua musim, yaitu musim hujan dan musim kemarau karena dilalui oleh garis khatulistiwa. Pada umumnya sewaktu matahari berada di belahan bumi selatan dari bulan Oktober sampai dengan bulan Maret, curah hujan akan lebih banyak jika dibandingkan sewaktu matahari berada di belahan bumi utara dari bulan April sampai dengan bulan September6. Perubahan cuaca yang tidak menentu menyebabkan peralihan kedua musim yang sudah tidak normal dan tidak sesuai bulannya.

4 Intergovernmental Panel on Climate Change, 11 Facts About Global Warming,

https://www.dosomething.org/facts/11-facts-about-global-warming diakses pada tanggal 20 Oktober 2014 Pukul 21:30 WIB.

5 National Wildlife Federation, Global Warming and Floods,

http://www.nwf.org/Wildlife/Threats-to-Wildlife/Global-Warming/Global-Warming-is-Causing-Extreme-Weather/Floods.aspx diakses pada tanggal 20 Oktober 2014 Pukul 21:45 WIB.

6 Akhmad Fadholi, Hujan dan Kemarau Menurut Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika

(BMKG), http://www.ift.or.id/2012/11/hujan-dan-kemarau-menurut-badan.html, diakses pada tanggal

(4)

Situasi yang satu sama lain saling mempengaruhi yaitu perilaku buruk manusia, cuaca yang tidak menentu dan pemanasan global menyebabkan turunnya kualitas lingkungan. Turunnya kualitas lingkungan merupakan salah satu penyebab penurunan daya dukung lingkungan.7 Salah satu penurunan daya dukung lingkungan disebabkan oleh pesatnya pertambahan jumlah penduduk. Bertambahnya jumlah penduduk diikuti dengan bertambahnya kebutuhan yang semakin meningkat.

Pada saat ini jumlah penduduk di Indonesia semakin bertambah dengan cepat. Pertambahan jumlah penduduk ini dapat dilihat dari data statistik yang terdapat di Badan Pusat Statistik (BPS) Nasional, dimana pada akhir tahun 2000 jumlah penduduknya adalah 206.264.595 jiwa, sementara pada akhir tahun 2010 sudah mencapai 237.641.326 jiwa.8 Data Proyeksi Jumlah Penduduk Indonesia pada tahun 2014 yang dikeluarkan oleh BPS Nasional bahkan diperkirakan bertambah sebanyak 252.184,80 ribu jiwa dari tahun 2010.9 Pesatnya pertambahan penduduk ini sangat erat kaitannya dengan kerusakan lingkungan yang terjadi di Indonesia, karena dengan jumlah penduduk yang banyak tersebut akan berbanding lurus dengan kebutuhan masyarakat terhadap sumber daya alam. Hal tersebut dapat

7 Esther S.M. Nababan, Eko-Efisiensi dengan Daya Dukung Lingkungan,

http://www.lingkungan-tropis.org/eko-efisiensi-dengan-daya-dukung-lingkungan-esther-s-m-nababan diakses pada tanggal 29 September 2014 Pukul 20:36 WIB.

8 Badan Pusat Statistik, Jumlah Penduduk Indonesia,

http://www.bps.go.id/linkTabelStatis/view/id/1267 diakses pada tanggal 19 Oktober 2015 Pukul 21:21 WIB.

9 Badan Pusat Statistik, Proyeksi Penduduk Berdasarkan Hasil Sensus Penduduk Tahun 2010,

(5)

memicu ekploitasi lingkungan secara berlebihan yang dapat berujung pada kerusakan lingkungan yang bersifat sementara maupun permanen.

Meningkatnya populasi penduduk di Indonesia berdampak pada naiknya kebutuhan akan lahan. Lahan-lahan yang sebelumnya digunakan untuk daerah preservasi dan konservasi untuk menjaga keseimbangan, diambil alih untuk permukiman, pabrik-pabrik, industri dan lainnya.10 Hal tersebut berakibat pada tidak terlindunginya lahan untuk resapan air serta bencana seperti banjir dan kekeringan yang tidak dapat terhindarkan. Bencana banjir umumnya terjadi karena perilaku buruk masyarakat Indonesia dalam menjaga kebersihan lingkungannya. Salah satu perilaku buruk masyarakat Indonesia yang sangat umum ditemui adalah membuang sampah sembarangan. Ada beberapa alasan yang menyebabkan warga membuang sampah ke sungai, diantaranya dinilai lebih praktis dan gratis, kurangnya sarana tempat sampah yang tersedia, serta budaya masyarakat Indonesia yang gemar membuang sampah di sekitar sungai.11 Sanksi bagi siapa saja yang membuang sampah sembarangan ke sungai telah ditetapkan oleh Pemda DKI Jakarta, yaitu bahwa setiap orang dengan sengaja atau terbukti membuang, menumpuk sampah dan/atau bangkai binatang ke sungai/kali/kanal,

10 Robert J. Kodoatie dan Sugiyanto, Banjir Beberapa Penyebab dan Metode Pengendaliannya Dalam

Perspektif Lingkungan, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2002, hlm 27

11 Liana Penny, H. Untung Bijaksana, Rizmi Yunita, Daniel Itta., 2012, Kajian Perilaku Masyarakat

Membuang Sampah

(6)

waduk, situ, saluran air limbah, di jalan, taman, atau tempat umum, dikenakan uang paksa paling banyak Rp. 500.000,00 (lima ratus ribu rupiah).12

Kepadatan penduduk yang diikuti oleh kemiskinan juga mendorong penduduk di beberapa bagian wilayah Indonesia terpaksa membuka lahan yang pada awalnya merupakan kawasan hutan sebagai daerah resapan air. Daerah resapan air yang seharusya dilindungi demi menjaga lingkungan dari ancaman bencana banjir dan kekeringan. Hal ini sering kita jumpai di kota-kota besar di Indonesia terutama di Jakarta. Seperti kita ketahui, Jakarta merupakan kota terbesar sekaligus sebagai Ibu Kota Negara Republik Indonesia yang memiliki peran penting terhadap berlangsungnya kehidupan bernegara di berbagai aspek terutama yang berkaitan dengan kegiatan di bidang ekonomi dan bisnis.

Oleh karena fungsi dari Kota Jakarta sebagai pusat kegiatan ekonomi dan bisnis, maka banyak sekali penduduk Indonesia yang datang untuk mencari kehidupan yang lebih baik. Jumlah penduduk DKI Jakarta dapat dilihat dari data statistik yang terdapat di BAPPEDA DKI Jakarta (Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah) dimana pada tahun 2000 jumlah penduduknya adalah 8,3 juta jiwa, sementara pada tahun 2014 jumlah penduduknya adalah meningkat menjadi 10 juta jiwa.13 Jumlah penduduk yang begitu padat di Kota Jakarta menyebabkan kurangnya lahan yang tersedia. Kurangnya lahan di Kota Jakarta

12 Pasal 130 (ayat) (1) huruf b Peraturan Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 3

Tahun 2013 Tentang Pengelolaan Sampah.

13 BAPPEDA Provinsi DKI Jakarta, Statisik Jumlah Penduduk,

(7)

memaksa penduduk untuk membangun permukiman di tempat yang seharusnya tidak untuk permukiman, seperti daerah hutan yang berfungsi sebagai resapan air atau di bantaran sungai. Penduduk yang membangun permukiman di daerah hutan dan di bantaran sungai menyebabkan bencana yang tidak terduga yang dialami Kota Jakarta yaitu banjir.

Faktor penyebab terjadinya banjir di Kota Jakarta selain membuang sampah sembarangan, perubahan peruntukan bantaran sungai, cuaca yang tidak menentu, global warming, dan pengalihfungsian lahan di atas adalah rendahnya dataran Kota Jakarta. Wilayah Provinsi DKI Jakarta merupakan dataran rendah dengan ketinggian rata-rata 7 (tujuh) meter di atas permukaan laut. Sekitar 40 (empat puluh) persen wilayah Jakarta berupa dataran yang permukaan tanahnya berada 1-1,5 meter di bawah muka laut pasang.14 Jakarta juga dilewati oleh 13 (tiga belas) sungai yang bermuara di teluk Jakarta. Sebagian besar sungai-sungai tersebut dalam kondisi memprihatinkan. Sungai-sungai tersebut mengalami pendangkalan dan penyempitan, bantaran sungainya dipenuhi oleh bangunan-bangunan baik yang berizin maupun tidak, sehingga sungai yang dangkal dan sempit tidak lagi mampu menampung curahan air hujan.15 Tidak mengherankan apabila terjadi hujan di wilayah Jakarta dan sekitarnya air hujan akan menggenang di Jakarta dan tidak dapat mengalir ke laut karena kondisi seperti yang dijelaskan sebelumnya.

14 Jakartapedia, Geologi DKI Jakarta,

http://jakartapedia.bpadjakarta.net/index.php/Geologi_DKI_Jakarta diakses pada tanggal 28 Oktober 2015 Pukul 17:21 WIB.

15 Arif Fiyanto, Memahami Banjir Jakarta,

(8)

Jakarta memang sangat rentan terhadap bencana banjir karena berupa dataran pantai yang sangat rendah, bahkan sekitar 40 (empat puluh) persen dari wilayah Jakarta lebih rendah daripada muka laut yang sebagian besar berbentuk rawa pantai.16 Kota Jakarta sudah dilanda banjir sejak ribuan tahun silam, jauh sebelum kota ini diberi nama Batavia dan dikuasai oleh penjajah Belanda.17 Dalam catatan sejarah banjir, sejak dulu Batavia sudah kesulitan menangani musibah ini. Misalnya catatan banjir pada 1621, 1654, 1873, 1918 hingga 1909, banjir sudah menggenangi permukiman warga karena limpahan air dari sungai Ciliwung, Cisadane, Angke dan Bekasi.18 Ironisnya, banjir tetap mengepung setelah Belanda meninggalkan Jakarta, misalnya pada periode 1979, 1996, 1999, 2002, 2007 hingga kini.19 Banjir Jakarta juga pernah tercatat sebagai tragedi bencana nasional yaitu, pada tahun 2002 dan 2007 lalu.20 Banjir pada tahun 2002 dan 2007 tercatat sebagai bencana nasional dikarenakan dampaknya yang lebih luas dan parah daripada banjir pada tahun-tahun sebelumnya. Catatan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta pada 2002 banjir menewaskan dua orang dan menyebabkan 40.000 (empat puluh ribu) orang mengungsi. Sementara 2007, sedikitnya 80 (delapan

16 Restu Gunawan, 2010, Gagalnya sistem kanal: pengendalian banjir Jakarta dari masa ke masa, PT

Kompas Media Nusantara, Jakarta, hlm.367.

17

Ibid,

18 Mohamad Taufik, Hik(ayat) banjir Jakarta dari era Jenderal Coen sampai Jokowi,

http://www.merdeka.com/peristiwa/hik(ayat)-banjir-jakarta-dari-zaman-jan-pieterszoon-sampai-jokowi.html diakses pada tanggal 3 November 2014 Pukul 20:55 WIB.

19 Ibid, 20

(9)

puluh) orang dinyatakan tewas selama 10 hari karena terseret arus, tersengat listrik, atau sakit, dan jumlah pengungsi mencapai 320.000 orang.21

Sejak tahun 2007 Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah menyusun rencana kerja khusus untuk menangani banjir di wilayah DKI Jakarta.22 Dalam upaya penanggulangan banjir, salah satu program Pemerintah Provinsi DKI Jakarta adalah membangun Banjir Kanal Timur yang akan mengurangi banjir di kawasan Timur dan Utara Kota Jakarta, yang kira-kira seperempat dari luas keseluruhan Kota Jakarta. Program Pemerintah DKI Jakarta selain pembangunan Banjir Kanal Timur yaitu pengerukan sungai-sungai dan saluran-saluran air. Pemerintah tidak hanya semata-mata berupaya membangun infrastruktur, tetapi juga melalui pendekatan perubahan perilaku penduduk yang tinggal di Jakarta.

Salah satu misi Pemerintah Kota Administrasi Jakarta Selatan adalah mempertahankan wilayah Jakarta Selatan sebagai daerah resapan air. Secara khusus Jakarta Selatan seharusnya menjadi kawasan hijau yang berbatasan langsung dengan wilayah Kabupaten Bogor. Kenyataannya Jakarta Selatan mengalami beberapa perubahan dari tahun ke tahun seperti pembangunan mall-mall dan perumahan-perumahan minimalis, sehingga lahan untuk resapan air maupun Ruang Terbuka Hijau semakin berkurang. Wilayah Jakarta Selatan merupakan daerah resapan air untuk Kota Jakarta, sehingga keberadaannya perlu

21 Ibid,

22 Pemprov DKI Jakarta, 2012, Persaingan antara Manusia dan Air: Upaya Pengendalian Banjir

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta,

http://www.jakarta.go.id/web/news/2012/06/persaingan-antara-manusia-dan-air-upaya-pengendalian-banjir-pemerintah-provinsi-dki-jakarta, diakses pada tanggal 9 November 2014 pada pukul 18:26.

(10)

dipertahankan. Hingga kini sudah banyak cara yang dilakukan pemerintah untuk mengatasi masalah banjir di Kota Jakarta, misalnya pembangunan kanal, pengerukan sungai, normalisasi waduk, dan perbaikan drainase, namum upaya tersebut belum berhasil mengatasi permasalahan banjir yang terjadi.

Wilayah Administrasi Jakarta Selatan terdiri dari 10 (sepuluh) kecamatan dengan jumlah penduduk 1.893.705 jiwa 23 dan menurut data demografi pada tahun 2013, terdapat beberapa titik-titik rawan banjir yang ada di Jakarta Selatan meliputi: IKPN (Kelurahan Bintaro), Ulujami (Kelurahan Ulujami), Pondok Pinang (Kelurahan Bintaro), Cireundeu Permai (Kelurahan Lebak Bulus), Kebalen, Kecamatan Mampang Prapatan (Rengas), Kelurahan Kuningan, Tegal Parang (Kelurahan Mampang), Petogogan (Kelurahan Petogogan), Pondok Karya (Kelurahan Pela Mampang), Darma Jaya (Kelurahan Bangka), Pulo Raya (Kelurahan Pela Mampang), Kampung Pulo (Kelurahan Pondok Labu), Bukit Duri, Kebon Baru (Kelurahan Kebon Baru), Pengadegan (Kelurahan Pengadegan), Rawajati (Kelurahan Rawajati), serta Cipulir dan Ciledug Raya (Kelurahan Cipulir).24 Berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2012 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah 2030 terdapat 3 (tiga) kecamatan yang paling rawan banjir, yaitu Kecamatan Pancoran, Tebet, dan Mampang Prapatan.

23

Pemerintah Kota Administrasi Jakarta Selatan, 2015, Demografi,

http://selatan.jakarta.go.id/v5/?page=Demografi. Diakses pada tanggal 5 Februari 2015 pada pukul 09:11 WIB.

24Kurnia Sari Aziza, 2013, Ini Kawasan Rawan Banjir di Jakarta,

http://megapolitan.kompas.com/read/2013/11/15/0743169/Ini.Kawasan.Rawan.Banjir.di.Jakarta. Diakses pada tanggal 10 November 2014 pada pukul 18:12 WIB.

(11)

Salah satu titik rawan banjir yang terdapat di Jakarta Selatan yaitu Kelurahan Petogogan Kecamatan Kebayoran Baru. Wilayah Kelurahan Petogogan dikenal sebagai daerah banjir sejak tahun 1987 sampai tahun 2015, karena setiap musim hujan daerah tersebut menjadi tergenang akibat luapan air Kali Krukut yang melintasi daerah tersebut.25 Beberapa hal yang membedakan banjir di Kelurahan Petogogan dengan daerah lain di Jakarta Selatan, berdasarkan peta situasi yang terdapat di Kantor Kelurahan Petogogan yaitu:

1. Letak wilayah Kelurahan Petogogan berada di tengah Kota Jakarta Selatan; 2. Wilayah Kelurahan Petogogan berbentuk cekungan yang melintang;

3. Daerah aliran Kali Krukut berada di sepanjang kawasan Kelurahan Petogogan; dan

4. Tinggi genangan air yang mencapai 2 (dua) hingga 3 (tiga) meter jika terjadi banjir di Kelurahan Petogogan.

Bahkan terkadang jika hujan tidak turun, air Kali Krukut dapat meluap, dan membanjiri wilayah tersebut.26 Meluapnya Kali Krukut disebabkan oleh pendangkalan sungai dan pengalihfungsian bantaran sungai dijadikan sebagai pemukiman warga yang menyebabkan berkurangnya lebar sungai sehingga, air meluap dan menyebabkan banjir. Dalam hal ini Pemerintah Kota Administrasi Jakarta Selatan mempunyai peran dalam menanggulangi banjir yang terjadi di Kelurahan Petogogan Kecamatan Kebayoran Baru. Oleh karena itu lokasi

25

Harian Umum PELITA, Kelurahan Petogogan yang Dikenal sebagai Daerah Banjir,

http://www.pelita.or.id/baca.php?id=37031, Diakses pada tanggal 18 Mei 2015 pada pukul 17:48 WIB.

26

(12)

penelitian penulisan hukum ini dilaksanakan di Kelurahan Petogogan Kecamatan Kebayoran Baru. Alasan dipilihnya lokasi penelitian tersebut, karena penulis ingin mengetahui sejauh mana peran Pemerintah Kota Administrasi Jakarta Selatan dalam menanggulangi banjir di Kelurahan Petogogan Kecamatan Kebayoran Baru.

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penulis tertarik untuk mengajukan usulan penelitian untuk penulisan hukum dengan judul “Peran Pemerintah Kota Administrasi Jakarta Selatan Dalam Menanggulangi Banjir Di Kelurahan Petogogan Kecamatan Kebayoran Baru”.

B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang dapat diambil adalah: 1. Bagaimana peran Pemerintah Kota Administrasi Jakarta Selatan dalam

menanggulangi banjir di Kelurahan Petogogan Kecamatan Kebayoran Baru? 2. Kendala apa saja yang dihadapi oleh Pemerintah Kota Administrasi Jakarta

Selatan dalam menanggulangi banjir di Kelurahan Petogogan Kecamatan Kebayoran Baru?

3. Bagaimana cara mengatasi kendala dalam menanggulangi banjir di Kelurahan Petogogan yang dihadapi oleh Pemerintah Kota Administrasi Jakarta Selatan?

(13)

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ditentukan dengan prinsip penelitian sebagai kegiatan ilmiah, maka berbagai data yang dicari dan dihimpun dari berbagai sumber semata-mata untuk tujuan ilmiah. Karena data tersebut dijadikan dasar sebagai analisis penelitian yang bertujuan untuk:

1. Untuk mengetahui peran Pemerintah Kota Administrasi Jakarta Selatan dalam menanggulangi banjir di Kelurahan Petogogan Kecamatan Kebayoran Baru. 2. Untuk mengetahui kendala yang dihadapi oleh Pemerintah Kota Administrasi

Jakarta Selatan dalam menanggulangi banjir di Kelurahan Petogogan Kecamatan Kebayoran Baru.

3. Untuk mengetahui cara mengatasi kendala dalam menanggulangi banjir yang dihadapi oleh Pemerintah Kota Administrasi Jakarta Selatan di Kelurahan Petogogan Kecamatan Kebayoran Baru.

D. Keaslian Penelitian

Berdasarkan penelusuran kepustakaan yang telah dilakukan di perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, ada penulisan hukum yang berkaitan dengan penelitian penulis diantaranya:

1. “Tinjauan Yuridis Terhadap Pengaturan Penataan Ruang JaBoPunJur Sebagai Upaya Penanggulangan Banjir Jakarta” yang disusun oleh Budy Supriady pada tahun 2007. Penulisan hukum tersebut membahas mengenai bagaimana

(14)

tinjauan yuridis terhadap pengaturan tata ruang wilayah JaBoPunJur dan mengetahui langkah yang diambil pemerintah dalam rangka melaksanakan pengaturan tata ruang wilayah tersebut untuk mencegah dan menanggulangi bencana banjir di Jakarta, dimana pada skripsi tersebut penulis lebih memfokuskan kepada kajian pengaturan penataan ruang. Perbedaan dengan penulisan hukum yang disusun oleh penulis adalah penulisan hukum ini membahas tentang bagaimana peran Pemerintah Daerah dalam menanggulangi banjir tidak hanya dilihat dari sisi tata ruang wilayahnya saja. 2. “Aspek Yuridis Upaya Penanganan Dampak ROB Dan Banjir Terhadap

Penataan Lingkungan Perkotaan Di Kota Semarang” yang disusun oleh Abdul Mukti pada tahun 2003. Penulisan hukum tersebut membahas mengenai dampak rob dan banjir yang terjadi di Kota Semarang terhadap kerusakan lingkungan, upaya pemerintah dalam menangani keadaan lingkungan yang diakibatkan oleh rob dan banjir, serta kendala yang dihadapi pemerintah dalam menata kembali kondisi lingkungan perkotaan yang mengalami kerusakan. Perbedaan dengan penulisan hukum yang disusun oleh penulis adalah lokasi penelitian yang berada di Jakarta Selatan dan penanganan banjir yang diakibatkan oleh penyempitan Kali Krukut dan Kali Nipah.

Adapun penulisan hukum ini penulis membahas permasalahan yang dihadapi pemerintah daerah dalam menangani bencana banjir di Kelurahan Petogogan. Selain itu, pemilihan lokasi penelitian juga berbeda dengan kedua skripsi diatas.

(15)

Dengan demikian penulisan hukum ini berbeda dengan kedua skripsi diatas, sehingga dapat dikatakan bahwa penelitian ini adalah penelitian yang asli.

E. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik untuk kepentingan akademik maupun kepentingan praktis, yaitu berupa:

1. Manfaat Akademis

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pemikiran bagi pengembangan ilmu hukum pada umumnya dan ilmu hukum lingkungan pada khususnya, serta bermanfaat bagi penelitian-penelitian ilmu hukum selanjutnya.

b. Hasil penelitian ini digunakan sebagai syarat kelulusan dalam rangka memperoleh gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada.

2. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini secara praktis diharapkan dapat bermanfaat bagi masyarakat pada umumnya maupun sebagai masukan dan sumbangan pemikiran bagi pemerintah dalam konteks upaya penanganan banjir yang terjadi di wilayah Kelurahan Petogogan.

Referensi

Dokumen terkait

En Crimen legal, su autor se presenta ante el público afiliado á la nueva formula, en la creencia de que se puede uno agregar á una escuela literaria del mismo modo que se

Sebagaimana dua tujuan tersebut, yaitu mewujudkan peackeeping forces ASEAN sebagai taring dalam menjaga stabilitas keamanan dengan payung hukum prinsip

Telekomunikasi pada sistem GSM (Global System for Mobile Telecommunication) dan UMTS (Universal mobile Telecommunication System) pada wilayah Denpasar Selatan masih

Hasil penelitian: Diketahui bahwa lebih dari setengahnya responden tidak mengalami kejadian KEK sebanyak 35 orang (53%), diketahui bahwa lebih dari setengahnya responden

maksimum. Selanjutnya dikemukakan bahwa keuntungan menggunakan analisis kuantitatif dan kualitatif adalah menandakan musim pemijahan lebih mudah dibandingkan hanya

Berdasarkan analisis regresi linier berganda yang telah dilakukan dalam pengujian terhadap 135 sampel perusahaan manufaktur hasil penelitian ini menunjukkan bahwa

Sumber Pertumbuhan Riil Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Lamandau.. Analisis Pertumbuhan

Warga negara memiliki peran yang vital bagi keberlangsungan sebuah negara. Oleh karena itu, hubungan antara warga negara dan negara sebagai institusi yang menaunginya