• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bab 3 PENGUJIAN IMPACT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Bab 3 PENGUJIAN IMPACT"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

BAB III

PENGUJIAN IMPACT

3.1 Tujuan Pengujian

1. Mengetahui daya tahan suatu logam terhadap beban dinamis yang menyebabkan terjadinya patahan.

2. Mengetahui bentuk patahan.

3. Mengetahui pengaruh perlakuan panas terhadap kekuatan kejut. 4. Mengetahui cara pengujian kekuatan kejut.

3.2. Teori Dasar Pengujian

3.2.1. Definisi Kekuatan Kejut

Pengujian impact merupakan suatu pengujian yang mengukur ketahanan beban terhadap beban kejut. Inilah yang membedakan pengujian impact dengan pengujian tarik dan kekerasan dimana pembebanan dilakukan secara statis. Pengujian impact merupakan suatu upaya menstimulasikan kondisi operasional material yang sering diketemui dalam perlengkapan transportasi atau kontruksi dimana beban tidak selamanya terjadi secara perlahan melainkan datang secara tiba-tiba.

Bahan-bahan yang mengalami patah apabila bahan tersebut dibebani pukulan dengan tiba–tiba, karena disebabkan oleh 3 hal pokok yaitu :

1. Pemusatan tegangan (stress concentration) pada spesimen. 2. Suhu yang rendah.

3. Kecepatan tegangan yang tinggi.

Pada pengujian impact ini, banyaknya energi yang diserap oleh bahan untuk terjadinya patahan merupakan ukuran ketahanan impact atau ketangguhan bahan.

(2)

3.2.2. Macam-macam Metode Pengujian Impact 1. Percobaan pukul takik (Beam Impact Test)

Digunakan unutk mengetahui kemampuan suatu logam untuk menahan beban atau pukulan suatu logam. Suatu logam dikatakan tangguh bila mampu menyerap energi lebih (beban kejut) yang lebih besar tanpa terjadinya retak atau transformasi degan mudah. Pada percobaan ini dipakai spesimen yang bertukik, cara pembebanannya ada 2 macam.

a. Cara pembebanan Charpy (Charpy Impact)

Pada percobaan ini benda kerja mempunyai ukuran yang standar. Takik diletakan pada landasan dengan posisi takik membelakangi pendulum yang akan memberikan beban kejut. Sehingga mengenai bagian punggung notch. Notch yang umumnya digunakan mempunyai sudut 450. Percobaan ini sesuai untuk material yang ductile.

Gambar 3.1 Charpy Impact Sumber : Anonymous 63; 2012

(3)

b. Cara pembebanan Izod (Izod Impact)

Salah satu bagian benda uji dijepit pada bibir takik dan posisi takik berhadapan dengan pendulum yang akan memberikan beban kejut. Percobaan ini sesuai dengan material yang brittle (rapuh).

Gambar 3.2 Izod Impact Sumber : Anonymous 64; 2011

2. Pengujian tarik kejut

Salah satu ujung spesimen dijepit dan pada ujung yang satu diberi beban tarik secara kejut. Percobaan ini biasanya digunakan pada bahan yang bersifat ulet. Spesimen biasanya diberi notch atau tidak, sesuai dengan kebutuhan.

Gambar 3.3 Tensile Impact Izod Sumber : Anonymous 65; 2012

(4)

3. Pengujian impact puntir (torsion impact test)

Salah satu ujung spesimen dijepit dan pada ujung lain diberi beban puntir secara kejut. Dalam hal ini masih ada batas mulur dan batas patah tetapi tidak ada kontraksi. Tegangan puntir pada titik beratnya sama dengan nol dan semakin keluar semakin bertambah. Beberapa logam dapat bertahan pada putaran tak terhingga, asalkan tegangan masih dibawah batas tegangan limit (limiting stress).

Gambar 3.4 Torsion Testing Machine Sumber : Anonymous 66; 2011

3.2.3. Tipe dan Macam Notch pada Spesimen

Pembagian jenis spesimen impact ditinjau dari bentuknya, ada 3 : 1. V notch

Bentuk notchnya seperti huruf V

Gambar 3.5 V Notch Sumber : Hausan (1963:156)

(5)

2. U notch

Bentuk notchnya seperti huruf U

Gambar 3.6 U Notch Sumber : Hausan (1963:156)

3. Key Hole Notch

Notchnya berbentuk seperti lubang kunci

Gambar 3.7 key Hole Notch Sumber : Hausan (1963:156)

Notch berbentuk V sering digunakan didalam uji impact charpy

karena :

a. Mudah dilakukan b. Benda uji kecil c. Murah

d. Pengujian dapat dilakukan dibawah suhu ruang  Macam-macam patahan dan sifatnya

Dengan mengetahui macam dan sifat patahan maka dapat membantu dalam menentukan hubungan sifat patahan terhadap harga

impact strength suatu material. Patahan suatu material dapat terjadi

(6)

1. Patahan getas

Patahan yang memiliki permukaan rata dan memungkilap, sehingga apabila patahn ini disambung kembali akan menghasilkan sambungan yang rapat. Hal tersebut menunjukan bahwa patahan getas tidak diikuti dengan deformasi dari bahan tersebut, serta impact strengthnya rendah.

Gambar 3.8 Patahan Getas Sumber : Anonymous 67; 2012

2. Patahan ulet

Patahan mempunyai permukaan yang tidak rata seperti beludru, buram dan berserat. Hal ini dikarenakan spesimen memiliki harga impact strength yang tinggi karena sebelum patah mengalami deformasi terlebih dahulu.

Gambar 3.9 Patahan Ulet Sumber : Anonymous 68; 2012

(7)

3. Patahan Campuran

Patahan ini mempunyai permukaan yang bervariasi sebagian getas dan sebagian liat. Patahan ini paling banyak terjadi pada suatu material. Terjadinya patahan campuran disebabkan tingkat kekerasan pada permukaan lebih tinggi daripada bagian inti.

Gambar 3.10 Patahan Campuran Sumber : Anonymous 69; 2011

3.2.4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kekuatan Impact

Kekuatan impact adalah ketahanan spesimen terhadap impact dinyatakan dalam banyaknya energi yang diperlukan untuk mematahkan material tersebut. Factor-faktor yang mempengaruhi kekuatan impact tersebut antara lain :

1. Bentuk dan ukuran Notch

Takik atau notch dengan ukuran sudut yang semakin kecil maka terjadinya patahan akan sangat sering dialami, karena takik merupakan tempat pemusatan tegangan saat benda kerja diberi beban kejut.

(8)

Tabel 3.1 Bentuk dan ukuran notch

Angle of notch Sketch of spesimen Charpy impact value J (joule) ft.lb 0 30 60 90 120 150 180 30.0 33.1 31.3 35.1 56.7 89.8 85.6 22.1 24.4 23.1 23.9 41.3 66.7 63.1 2. Kadar karbon

Semakin tinggi kadar karbon, maka impact strengthnya semakin rendah, karena karbon memiliki sifat rapuh terhadap material.

Gambar 3.11 Pengaruh kadar karbon terhadap impact strength Sumber : E. Dieter, George (1986:409)

(9)

3. Temperatur pemanasan

Gambar 3.12 Pengaruh Temperatur terhadap impact strength Sumber : E. Dieter, George (1986:409)

Semakin tinggi temperatur spesimen maka energi yang diperlukan untuk mematahkan spesimen semakin besar. Impact test sebaiknya dilakukan pada Temperatur berbeda sebagai upaya untuk mengetahui Temperatur transisi yang dapat mengetahui sifat suatu material. Semakin tinggi Temperatur material, material akan bersifat ulet dan sebaliknya.

4. Homogenitas

Homogenitas suatu material akan berpengaruh terhadap gaya antar ikatan atom-atomnya yang semakin kuat. Sehingga bila dilakukan pengujian impact maka hambatan yang dibentuk oleh bidang slip dan juga butir homogennya semakin besar. Oleh karena itu, untuk mematahkan diperlukan harga impact strength yang besar pula.

5. Heat treatment

Perlakuan panas yang berbeda akan menghasilkan impact

strength yang berbeda–beda pula. Karena setiap heat treatment

(10)

6. Kecepatan pendinginan

Pendinginan yang cepat akan menurunkan harga impact

strength, karena pendinginan yang cepat setelah pemanasan, akan

cenderung bersifat keras dan rapuh. 7. Tensile strength

Suatu material dengan tensile strength yang tinggi akan memiliki impact strength yang rendah. Hal ini menunjukan tensile

strength berbanding terbalik dengan impact strength.

8. Jenis material

Jenis material yang berbeda mempunyai struktur atom yang berbeda pula. Misalnya unsur paduan baja akan menghambat laju dekomposisi austenite selama perlakuan panas. Sehingga hasil dekomposisi akan berbeda, yang menyebabkan penyerapan energi

impact tiap jenis material juga berbeda.

9. Ukuran butir

Ukuran butir yang besar lebih bersifat ulet dari[ada ukuran butir yang halus. Sehingga ukuran butir yang besar memiliki

impact strength yang tinggi.

Gambar 3.13 Pengaruh butir terhadap impact strength Sumber : E. Devis, Harner (1982:199)

(11)

10. Kekerasan

Semakin keras suatu material maka harga impact strengthnya semakin rendah dan sebaliknya.

11. Ketebalan bahan

Dengan uji impact charpy benda uji dengan ketebalan standar (0,394) memiliki impact strength lebih tinggi daripada benda uji yang sama dengan ketebalan lebih besar.

Gambar 3.14 Pengaruh tebal bahan terhadap impact strength Sumber : Djari, Sriati (1988:100)

3.3. Pelaksanaan Pengujian

3.3.1. Alat dan Bahan yang Digunakan Spesifikasi alat yang digunakan

a. Charpy impact testing machine

(12)

Gambar 3.15 Charpy impact testing machine Sumber : Laboratorium Pengujian Bahan Jurusan Mesin

Fakultas teknik Universitas Brawijaya

b. Kertas gosok

Digunakan untuk membersihkan spesimen dari kotoran dan terak

Gambar 3.16 Kertas gosok Sumber : Anonymous 70; 2012

c. Baja bohler special K

Bentuk dan dimensi sesuai standar ASTM A 370 V notch yang digunakan sebagai spesimen yang aman di uji.

(13)

Gambar 3.17 Spesimen pengujian Impact Sumber : Anonymous 71; 2009

 Komposisi kimia spesimen baja bohler special K, komposisi kimianya antara lain :

1. Karbon (C) : 2 % 3. Mangan (Mn) : 0,3 % 2. Krom (Cr) : 12 % 4. Silikon (Si) : 0,2 %

Tabel 3.2 Pergeseran titik eutectoid pengujian impact

Komposisi % Bahan Titik eutectoid

atom Komposisi eutectoid Cr Mn Si 2 % 0,3 % 0,2 % 8400 C 7270 C 7550 C 0,375 % 0,73 % 0,72 % ∑ ∑ ∑

(14)

Gambar 3.18 Pergeseran titik Eutectoid

 Bentuk dan dimensi benda kerja

Spesimen pengujian impact adalah baja bohler special K dengan bentuk dan dimensi sesuai standar ASTM A 370 V notch.

(15)

3.3.2. Posedur Pengujian

1. Benda kerja diberi heat treatment

2. Spesimen dibersihkan dari kotoran dan terak 3. Dilakukan dry run test sebagai berikut :

 Pendulum alat uji charpy diatur agar benar-benar menggantung bebas dan dalam keadaan diam.

 Lengan pengikat diturunkan dengan roda pemutar.

 Tombol pengunci ditekan selanjutnya jika kedudukan lengan pengikat sudah tepat terhadap pendulum, pengunci dapat dilepas tanpa menggeser kedudukan pendulum.

 Kedua jarum penunjuk diatur pada posisi vertical.

 Pendulum beserta lengannya diangkat dengan roda pemutar sehingga jarum luar menunjukan skala yang sesuai dengan kedudukan pendulum dalam posisi horizontal (900)

 Dilakukan dry run test untuk mengetahui energi yang dilepas mesin karena kerugian mekanik. Dilakukan pencatatan sudut yang ditunjuk oleh jarum.

4. Dilakukan pengujian sebagai berikut.

 Spesimen diletakan pada tempatnya sehingga bagian takik tepat pada posisi jatuhnya pendulum.

 Dilakukan pengujian seperti pada dry run test.

3.4. Hipotesa

Sesuai dengan teori yang ada, urutan kekuatan impact dari yang terbesar hingga terkecil adalah annealing, normalizing, tanpa perlakuan,

(16)

3.5. Pengolahan Data 3.5.1. Data Kelompok

 Spesimen dengan perlakuan Annealing 8500

C holding 20 menit R = 600 mm Β0 = 900

G = 24 Kg α0 = 60 F0 = 80 mm2 α 1 = 120

a. Energi yang diperlukan secara ideal

b. Kerugian energi pada alat

c. Energi aktual yang dibutuhkan d. Energi patah

(17)

3.5.2. Data antar kelompok

 Spesimen tanpa perlakuan

R = 600 mm Β0 = 900 G = 24 Kg α0 = 40 F0 = 80 mm2 α 1 = 70

a. Energi yang diperlukan secara ideal

b. Kerugian energi pada alat

c. Energi aktual yang dibutuhkan d. Energi patah

(18)

 Spesimen dengan perlakuan panas Normalizing 8500 C holding 20 menit R = 600 mm Β0 = 900 G = 24 Kg α0 = 70 F0 = 80 mm2 α 1 = 120

a. Energi yang diperlukan secara ideal

b. Kerugian energi pada alat

c. Energi aktual yang dibutuhkan d. Energi patah

(19)

 Spesimen dengan perlakuan panas Hardening 8500 C holding 20 menit R = 600 mm Β0 = 900 G = 24 Kg α0 = 70 F0 = 80 mm2 α 1 = 90

a. Energi yang diperlukan secara ideal

b. Kerugian energi pada alat

c. Energi aktual yang dibutuhkan d. Energi patah

(20)

 Spesimen dengan perlakuan panas Martempering 4500 C holding 20 menit R = 600 mm Β0 = 900 G = 24 Kg α0 = 80 F0 = 59,2 mm2 α 1 = 90

a. Energi yang diperlukan secara ideal

b. Kerugian energi pada alat

c. Energi aktual yang dibutuhkan d. Energi patah

(21)

Tabel 3.3 Data hasil pengujian impact N o. Perlakuan Panas α0 (0) α 1 (0) A0 (Kg.mm) F (Kg.mm) A (Kg.mm) Ak (Kgmm /mm2) 1 Annealing 850 0 C 20 menit 6 12 2995,2 1497,6 1497,6 18,72 2 Normalizing 850 0 C 20 menit 7 12 2995,2 1756,8 1238,4 15,48 3 Tanpa perlakuan 4 7 1756,8 993,6 763,2 9,54 4 Martempering 4500 C 20 menit 8 9 2246,4 2001,6 244,8 4,135 5 Hardening 850 0 C 20 menit 7 9 2246,4 1756,8 489,6 6,12

(22)

18.72 9.54 0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 E n er gi P at ah (kg.m m / m m 2)

Perlakuan Panas pada Baja Bohler Spesial K

Annealing 850 C 20 menit Tanpa Perlakuan

(23)

3.6. Pembahasan

 Data kelompok (Annealing 8500

C holding 20 menit dengan tanpa perlakuan panas)

Annealing yaitu perlakuan panas yang digunakan untuk meningkatkan keuletan, menghilangkan tegangan dalam dan meningkatkan sifat mampu mesin. Perlakuan panas annealing dilakukan dengan pendinginan lambat dalam dapur pemanas. Sedangkan spesimen tanpa perlakuan yang dimaksud pada praktikum ini adalah spesimen yang tidak diperlakukan sama sekali pada praktikum uji bahan. Spesimen tanpa perlakuan dianggap standar dari pabrikan.

Pada diagram menunjukan bahwa nilai energi yang diserap oleh spesimen dengan perlakuan panas annealing 8500 C holding 20 menit lebih besar dibandingkan dengan spesimen tanpa perlakuan. Hal ini disebabkan oleh pendinginan lambat pada spesimen. Sehingga spesimen perlakuan panas annealing 8500 C holding 20 menit mempunyai butirran-butiran atom yang besar dan mengakibatkan spesimen lebih bersifat ulet. Hasil pengujian ini sesuai dengan hipotesa, yaitu kekuatan impact pada spesimen perlakuan panas annealing lebih besar daripada spesimen tanpa perlakuan.

(24)

18.72 15.48 9.54 4.135 6.12 0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 E nergi P at ah (K g.m m /m m 2)

Perlakuan Panas pada Baja Bohler Spesial K

Annealing 850 C Normalizing 850 C Tanpa Perlakuan Martempering 450 Hardening 850 C Annealing 8500 Normalizing 8500 Tanpa Perlakuan Martempering 4500 Hardening 8500

(25)

 Data antar kelompok

Perlakuan panas berbeda dengan suhu sama

Proses perlakuan panas yang berbeda-beda akan menghasilkan spesimen dengan kekuatan impact yang berbeda pula. Urutan kekuatan

impact untuk mematahkan spesimen dari yang paling besar sampai paling

kecil adalah annealing, normalizing, tanpa perlakuan, martempering dan

hardening. Akan tetapi pada diagram hubungan antara energi patah

dengan berbagai perlakuan panas terlihat terjadi penyimpangan. Dari diagram tersebut diketahui urutan enrgi patah yang terbesar sampai terkecil adalah annealing, normalizing, tanpa perlakuan, hardening, dan

martempering, yaitu dengan nilai 18,75 Kg mm/mm2, 15,48 Kg mm/mm2 , 9,54 Kg mm/mm2 , 6,12 Kg mm/mm2 , serta 4,35 Kg mm/mm2 , hal ini tidak sesuai dengan teori yang ada.

Perlakuan panas hardening adalah perlakuan panas yang bertujuan untuk memperoleh kekuatan maksimum pada logam baja. Baja yang akan dikeraskan dipanaskan diatas suhu austenite kemudian diholding dan didinginkan dengan cepat, sehingga dihasilkan struktur martensit pada spesimen.

Sedangkan martempering adalah proses perlakuan panas untuk mengurangi tegangan dalam dan melunakan bahan setelah dihardening. Karena proses hardening menghasilkan pembentukan martensite yang tidak baik untuk berbagai pemakain. Proses martempering meliputi pemanasan baja berstruktur austenite sampai dibawah suhu kritis, di

holding dan kemudian didinginkan dangan cepat untuk menghasilkan

martensite, kemudian dipanaskan lagi hingga Temperatur dibawah austenite, diholding dan didinginkan lagi.

Dari analisa yang dilakukan, jika dilihat dari proses perlakuan panas maka hasil pengujian seharusnya tidak menyimpang dari teori. Hasil pengujian yang menyimpang bisa dikarenakan oleh cacat pada spesimen.

(26)

spesimen hardening, yang semula 450 menjadi lebih besar, dikarenakan ketika melakukan pembersihan terak pada takik terlalu mengikis sisi-sisi takik. Selain itu, adanya cacat pada spesimen martempering. Cacat spesimen ini dapat berupa cacat titik maupun cacat garis pada struktur atom. Akibatnya kekuatan impact yang dialami spesimen martempering lebih rendah.

3.7. Kesimpulan dan Saran 3.7.1. Kesimpulan

Pada praktikum pengujian impact dihasilkan kekuatan impact yang terbesar dialami oleh spesimen dengan perlakuan panas annealing, kemudian diikuti dengan spesimen perlakuan panas normalizing, tanpa perlakuan, hardening, dan martempering. Hal ini dipengaruhi oleh kecepatan pendinginan ketika proses perlakuan panas. Akan tetapi terjadi peyimpangan pada spesimen martempering dan

hardening. Hal ini dapat dikarenakan adanya cacat. Cacat ini dapat

berupa cacat titik maupun cacat garis pada struktur atom spesimen

martempering. Selain tu, dapat dikarenakan penambahan sudut

takikan pada spesimen hardening yang dikarenakan pembersihan terak pada takik yang terlalu mengikis sisi-sisi takik.

3.7.2. Saran

1. Sebelum asistensi sebaiknya belajar dahulu, untuk memperlancar proses asistensi.

Referensi

Dokumen terkait

Berisi tentang diagram alir penelitian, penyiapan bahan baku, penyiapan spesimen, proses perlakuan panas yang dilanjutkan pendinginan, pelaksanaan pengujian : komposisi

Hasil pengujian kekerasan Brinell diperoleh untuk spesimen 1 normal tanpa perlakuan panas sebesar 212,26 HB sedangkan spesimen uji logam Albronze AB2 yang sudah melalui

Mengetahui kekuatan tarik dan kekuatan lengkung pada baja karbon rendah yang dilas dengan variasi bentuk sambungan las yang kemudian diberi perlakuan panas (annealing

Mengetahui kekuatan tarik dan kekuatan lengkung pada baja karbon rendah yang dilas dengan variasi bentuk sambungan las yang kemudian diberi perlakuan panas (annealing

Uji kekerasan penelitian ini dilakukan pengujian sebanyak lima titik yang diaplikasikan pada spesimen Raw material dan spesimen yang mengalami perlakuan panas. Lima

ROM bisa digunakan untuk perhitungan kekuatan tekan karena pada saat pengujian tekan spesimen uji memiliki sifat isotropik yang memiliki gaya keseluruh arah sama besar Pichai, 2005

a Pembuatan spesimen mengacu standar JIS Z 2201 1981 untuk pengujian kualitas kekuatan tarik bahan Setelah proses pengelasan selesai maka dilanjutkan pembuatan spesimen sesuai JIS Z

Bentuk Spesimen Uji Sumber : Buku Ilmu Material Teknik Mesin oleh Suarsana Setiap spesimen yang akan diuji dengan pengujian tarik harus memiliki bentuk yang sesuai standar, slaah