• Tidak ada hasil yang ditemukan

Referat Manajemen Nyeri

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Referat Manajemen Nyeri"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

BAB I

PENDAHULUAN

PENDAHULUAN

I.1. KONSEP NYERI I.1. KONSEP NYERI

 Nyeri

 Nyeri adalah adalah bentuk bentuk pengalaman pengalaman sensorik sensorik dan dan emosional emosional yang yang tidak tidak menyenangkanmenyenangkan yang berhubungan dengan adanya kerusakan jaringan atau suatu keadaan yang menunjukkan yang berhubungan dengan adanya kerusakan jaringan atau suatu keadaan yang menunjukkan kerusakan jaringan. Nyeri menggambarkan suatu fungsi biologis. Ini menandakan adanya kerusakan jaringan. Nyeri menggambarkan suatu fungsi biologis. Ini menandakan adanya kerusakan atau penyakit di dalam tubuh.

kerusakan atau penyakit di dalam tubuh.

Berdasarkan batasan tersebut di atas, terdapat dua asumsi perihal nyeri, yaitu : Berdasarkan batasan tersebut di atas, terdapat dua asumsi perihal nyeri, yaitu :

 Pertama, bahwa persepsi nyeri merupakan sensasi yang tidak menyenangkan,Pertama, bahwa persepsi nyeri merupakan sensasi yang tidak menyenangkan,

 berkaitan

 berkaitan dengan dengan pengalaman pengalaman emosional emosional menyusul menyusul adanya adanya kerusakan kerusakan jaringan jaringan yangyang nyata (

nyata ( pain with nociception pain with nociception). Keadaan nyeri seperti ini disebut sebagai nyeri akut.). Keadaan nyeri seperti ini disebut sebagai nyeri akut.

 Kedua, bahwa perasaan yang sama dapat juga terjadi tanpa disertai denganKedua, bahwa perasaan yang sama dapat juga terjadi tanpa disertai dengan

kerusakan jaringan yang nyata (

kerusakan jaringan yang nyata ( pain  pain without without nociceptionnociception). Keadaan nyeri seperti ini). Keadaan nyeri seperti ini disebut sebagai nyeri kronis.

disebut sebagai nyeri kronis.  Nyeri,

 Nyeri, selain selain menimbulkan menimbulkan penderitaan, penderitaan, juga juga berfungsi berfungsi sebagai sebagai mekanisme mekanisme proteksi,proteksi, defensif dan penunjang diagnostik. Sebagai mekanisme proteksi, sensibel nyeri defensif dan penunjang diagnostik. Sebagai mekanisme proteksi, sensibel nyeri memungkinkan seseorang untuk bereaksi terhadap suatu trauma atau penyebab nyeri memungkinkan seseorang untuk bereaksi terhadap suatu trauma atau penyebab nyeri sehingga dapat menghindari terjadinya kerusakan jaringan tubuh. Sebagai mekanisme sehingga dapat menghindari terjadinya kerusakan jaringan tubuh. Sebagai mekanisme defensif, memungkinkan untuk immobilsasi organ tubuh yang mengalami inflamasi atau defensif, memungkinkan untuk immobilsasi organ tubuh yang mengalami inflamasi atau  patah sehingga sensibel yang dirasakan akan mereda dan bisa memp

 patah sehingga sensibel yang dirasakan akan mereda dan bisa mempercepat penyembuhan.ercepat penyembuhan.  Nyeri

 Nyeri juga juga dapat dapat berperan berperan sebagai sebagai penuntun diagnostik, penuntun diagnostik, karena karena dengan addengan adanya anya nyerinyeri  pada daerah tertentu, proses yang terjadi pada seorang pasien dapat diketahui, misalnya, nyeri  pada daerah tertentu, proses yang terjadi pada seorang pasien dapat diketahui, misalnya, nyeri yang dirasakan oleh seorang pada daerah perut kanan bawah, kemungkinan pasien tersebut yang dirasakan oleh seorang pada daerah perut kanan bawah, kemungkinan pasien tersebut menderita radang usus buntu. Contoh lain, misalnya seorang ibu hamil cukup bulan, menderita radang usus buntu. Contoh lain, misalnya seorang ibu hamil cukup bulan, mengalami rasa nyeri di daerah perut, kemungkinan merupakan tanda bahwa proses mengalami rasa nyeri di daerah perut, kemungkinan merupakan tanda bahwa proses  persalinan sudah dimulai.

(2)
(3)

Pada penderita kanker stadium lanjut, apabila penyakitnya sudah menyebar ke Pada penderita kanker stadium lanjut, apabila penyakitnya sudah menyebar ke  berbagai

 berbagai jaringan jaringan tubuh seperti tubuh seperti misalnya misalnya ke ke dalam dalam tulang, ntulang, nyeri yeri yang dirasyang dirasakanya tiakanya tidak ldak lagiagi  berperan

 berperan sebagai sebagai mekanisme mekanisme proteksi, proteksi, defensif defensif atau atau diagnostik, diagnostik, tetapi tetapi akan akan menambahmenambah  penderitaannya semakin berat.

 penderitaannya semakin berat.

Penatalaksanaan terhadap nyeri yang hebat dan berkepanjangan yang mengakibatkan Penatalaksanaan terhadap nyeri yang hebat dan berkepanjangan yang mengakibatkan  penderitaan yang sangat berat bagi pasien pada hakikatnya tidak saja tertuju pada usaha untuk  penderitaan yang sangat berat bagi pasien pada hakikatnya tidak saja tertuju pada usaha untuk mengurangi atau memberantas rasa nyeri itu, melainkan bermaksud menjangkau mutu mengurangi atau memberantas rasa nyeri itu, melainkan bermaksud menjangkau mutu kehidupan pasien, sehingga ia dapat menikmati kehidupan yang normal dalam keluarga kehidupan pasien, sehingga ia dapat menikmati kehidupan yang normal dalam keluarga maupun lingkungannya.

(4)

BAB II

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA

2.1

2.1 FISIOLOGI FISIOLOGI NYERINYERI Definisi nyeri

Definisi nyeri berdasarkan International berdasarkan International Association for the Association for the Study Study of Pain (IASP,of Pain (IASP, 1979)

1979) adalah pengalaman sensori dan adalah pengalaman sensori dan emosi yang tidak emosi yang tidak menyenangkan dimana berhubumenyenangkan dimana berhubunganngan dengan kerusakan jaringan atau potensial terjadi kerusakan jaringan. Sebagai mana diketahui dengan kerusakan jaringan atau potensial terjadi kerusakan jaringan. Sebagai mana diketahui  bahwa

 bahwa nyeri nyeri tidaklah tidaklah selalu selalu berhubungan dengan berhubungan dengan derajat derajat kerusakan kerusakan jaringan jaringan yang yang dijumpai.dijumpai.  Namun nyeri bersifat

 Namun nyeri bersifat individual yang dipengaruhi oleh genetik, individual yang dipengaruhi oleh genetik, latar belakang kultural, latar belakang kultural, umurumur dan jenis kelamin.

dan jenis kelamin.

Reseptor nyeri adalah organ tubuh yang berfungsi untuk menerima rangsang nyeri. Reseptor nyeri adalah organ tubuh yang berfungsi untuk menerima rangsang nyeri. Organ tubuh yang berperan sebagai reseptor nyeri adalah ujung syaraf beba

Organ tubuh yang berperan sebagai reseptor nyeri adalah ujung syaraf beba s dalam kulit yangs dalam kulit yang  berespon hanya terhadap stimulus kuat yang secara potensial merusak. Reseptor nyeri disebut  berespon hanya terhadap stimulus kuat yang secara potensial merusak. Reseptor nyeri disebut  juga nosireceptor,

 juga nosireceptor, secara secara anatomis reseptor anatomis reseptor nyeri (nosireceptor) nyeri (nosireceptor) ada ada yang bermielien yang bermielien dan adadan ada  juga

 juga yang yang tidak tidak bermielin bermielin dari dari syaraf syaraf perifer. perifer. Berdasarkan Berdasarkan letaknya, letaknya, nosireseptor nosireseptor dapatdapat dikelompokkan dalam beberapa bagaian tubuh yaitu pada kulit (Kutaneus), somatik dalam dikelompokkan dalam beberapa bagaian tubuh yaitu pada kulit (Kutaneus), somatik dalam (deep somatic), dan pada daerah viseral, karena letaknya yang berbeda-beda inilah, nyeri (deep somatic), dan pada daerah viseral, karena letaknya yang berbeda-beda inilah, nyeri yang timbul juga memiliki sensasi yang berbeda. Nosireceptor kutaneus berasal dari kulit dan yang timbul juga memiliki sensasi yang berbeda. Nosireceptor kutaneus berasal dari kulit dan sub kutan, nyeri yang berasal dari daerah ini biasanya mudah untuk dialokasi dan sub kutan, nyeri yang berasal dari daerah ini biasanya mudah untuk dialokasi dan didefinisikan. Reseptor jaringan kulit (kutaneus) terbagi dalam dua komponen yaitu :

didefinisikan. Reseptor jaringan kulit (kutaneus) terbagi dalam dua komponen yaitu : a.

a. Reseptor A deltaReseptor A delta

Merupakan serabut komponen cepat (kecepatan tranmisi 6-30 m/det) yang Merupakan serabut komponen cepat (kecepatan tranmisi 6-30 m/det) yang memungkinkan timbulnya nyeri tajam yang akan cepat hilang apabila penyebab nyeri memungkinkan timbulnya nyeri tajam yang akan cepat hilang apabila penyebab nyeri dihilangkan

dihilangkan  b.

(5)

Struktur reseptor nyeri somatik dalam meliputi reseptor nyeri yang terdapat pada tulang, pembuluh darah, syaraf, otot, dan jaringan penyangga lainnya. Karena struktur reseptornya komplek, nyeri yang timbul merupakan nyeri yang tumpul dan sulit dilokalisasi.

Reseptor nyeri jenis ketiga adalah reseptor viseral, reseptor ini meliputi organ-organ viseral seperti jantung, hati, usus, ginjal dan sebagainya. Nyeri yang timbul pada reseptor ini  biasanya tidak sensitif terhadap pemotongan organ, tetapi sangat sensitif terhadap penekanan,

iskemia dan inflamasi.

Kegagalan dalam menilai faktor kompleks nyeri dan hanya bergantung pada  pemeriksaan fisik sepenuhnya serta tes laboratorium mengarahkan kita pada kesalahpahaman dan terapi yang tidak adekuat terhadap nyeri, terutama pada pasien-pasien dengan resiko tinggi seperti orang tua, anak-anak dan pasien dengan gangguan komunikasi.

Setiap pasien yang mengalami trauma berat (tekanan, suhu, kimia) atau paska  pembedahan harus dilakukan penanganan nyeri yang sempurna, karena dampak dari nyeri itu sendiri akan menimbulkan respon stres metabolik (MSR) yang akan mempengaruhi semua sistem tubuh dan memperberat kondisi pasiennya. Hal ini akan merugikan pasien akibat timbulnya perubahan fisiologi dan psikologi pasien itu sendiri, seperti:

• Perubahan kognitif (sentral) : kecemasan, ketakutan, gangguan tidur dan putus asa

• Perubahan neurohumoral : hiperalgesia perifer, peningkatan kepekaan luka • Plastisitas neural (kornudorsalis), transmisi nosiseptif yang difasilitasi sehingga meningkatkan kepekaan nyeri

• Aktivasi simpatoadrenal : pelepasan renin, angiotensin, hipertensi, takikardi • Perubahan neuroendokrin : peningkatan kortisol, hiperglikemi, katabolisme

(6)

Gambar 2.1-1. Efek fisiologis dan psikologis yang berhubungan dengan nyeri akut akibat kerusakan jaringan yang disebabkan oleh proses pembedahan atau trauma

 Nyeri pembedahan sedikitnya mengalami dua perubahan, pertama akibat pembedahan itu sendiri yang menyebabkan rangsangan nosiseptif dan yang kedua setelah proses

 pembedahan terjadi respon inflamasi pada daerah sekitar operasi, dimana terjadi pelepasan zat-zat kimia (prostaglandin, histamin, serotonin, bradikinin, substansi P dan lekotrein) oleh  jaringan yang rusak dan sel-sel inflamasi. Zat-zat kimia yang dilepaskan inilah yang

(7)

2.2 MEKANISME NYERI

 Nyeri merupakan suatu bentuk peringatan akan adanya bahaya kerusakan jaringan. Pengalaman sensoris pada nyeri akut disebabkan oleh stimulus noksius yang diperantarai oleh sistem sensorik nosiseptif. Sistem ini berjalan mulai dari perifer melalui medulla spinalis, batang otak, thalamus dan korteks serebri. Apabila telah terjadi kerusakan jaringan, maka sistem nosiseptif akan bergeser fungsinya dari fungsi protektif menjadi fungsi yang membantu perbaikan jaringan yang rusak.

 Nyeri inflamasi merupakan salah satu bentuk untuk mempercepat perbaikan kerusakan jaringan. Sensitifitas akan meningkat, sehingga stimulus non noksius atau noksius ringan yang mengenai bagian yang meradang akan menyebabkan nyeri. Nyeri inflamasi akan menurunkan derajat kerusakan dan menghilangkan respon inflamasi .

2.2.1 Sensitisasi Perifer

Cidera atau inflamasi jaringan akan menyebabkan munculnya perubahan lingkungan kimiawi pada akhir nosiseptor. Sel yang rusak akan melepaskan komponen intraselulernya seperti adenosine trifosfat, ion K +, pH menurun, sel inflamasi akan menghasilkan sitokin, chemokine  dan  growth factor . Beberapa komponen diatas akan langsung merangsang nosiseptor (nociceptor activators) dan komponen lainnya akan menyebabkan nosiseptor menjadi lebih hipersensitif terhadap rangsangan berikutnya (nociceptor sensitizers).

Komponen sensitisasi, misalnya prostaglandin E2  akan mereduksi ambang aktivasi

nosiseptor dan meningkatkan kepekaan ujung saraf dengan cara berikatan pada reseptor spesifik di nosiseptor. Berbagai komponen yang menyebabkan sensitisasi akan muncul secara  bersamaan, penghambatan hanya pada salah satu substansi kimia tersebut tidak akan menghilangkan sensitisasi perifer. Sensitisasi perifer akan menurunkan ambang rangsang dan berperan dalam meningkatkan sensitifitas nyeri di tempat cedera atau inflamasi.

(8)

Gambar 2.2-1. Mekanisme sensitisasi perifer dan sensitisasi sentral.

2.2.2 Sensitisasi Sentral

Sama halnya dengan sistem nosiseptor perifer, maka transmisi nosiseptor di sentral  juga dapat mengalami sensitisasi. Sensitisasi sentral dan perifer bertanggung jawab terhadap munculnya hipersensitivitas nyeri setelah cidera. Sensitisasi sentral memfasilitasi dan memperkuat transfer sipnatik dari nosiseptor ke neuron kornu dorsalis. Pada awalnya proses ini dipacu oleh input nosiseptor ke medulla spinalis (activity dependent ), kemudian terjadi  perubahan molekuler neuron (transcription dependent ).

Sensitisasi sentral dan perifer merupakan contoh plastisitas sistem saraf, dimana terjadi perubahan fungsi sebagai respon perubahan input (kerusakan jaringan). Dalam  beberapa detik setelah kerusakan jaringan yang hebat akan terjadi aliran sensoris yang masif

kedalam medulla spinalis, ini akan menyebabkan jaringan saraf didalam medulla spinalis menjadi hiperresponsif. Reaksi ini akan menyebabkan munculnya rangsangan nyeri akibat stimulus non noksius dan pada daerah yang jauh dari jaringan cedera juga akan menjadi lebih sensitif terhadap rangsangan nyeri.

(9)

2.3 NOSISEPTOR (RESEPTOR NYERI)

 Nosiseptor adalah reseptor ujung saraf bebas yang ada di kulit, otot, persendian, viseral dan vaskular. Nosiseptor-nosiseptor ini bertanggung jawab terhadap kehadiran stimulus noksius yang berasal dari kimia, suhu (panas, dingin), atau perubahan mekanikal. Pada jaringan normal, nosiseptor tidak aktif sampai adanya stimulus yang memiliki energi yang cukup untuk melampaui ambang batas stimulus (resting ). Nosiseptor mencegah  perambatan sinyal acak ( skrining  fungsi) ke SSP untuk interpretasi nyeri.

Saraf nosiseptor bersinap di dorsal horn dari spinal cord dengan lokal interneuron dan saraf projeksi yang membawa informasi nosiseptif ke pusat yang lebih tinggi pada batang otak dan thalamus. Berbeda dengan reseptor sensorik lainnya, reseptor nyeri tidak bisa  beradaptasi. Kegagalan reseptor nyeri beradaptasi adalah untuk proteksi karena hal tersebut  bisa menyebabkan individu untuk tetap awas pada kerusakan jaringan yang berkelanjutan. Setelah kerusakan terjadi, nyeri biasanya minimal. Mula datang nyeri pada jaringan karena iskemi akut berhubungan dengan kecepatan metabolisme. Sebagai contoh, nyeri terjadi pada saat beraktifitas kerena iskemia otot skeletal pada 15 sampai 20 detik tapi pada iskemia kulit  bisa terjadai pada 20 sampai 30 menit.

Tipe nosiseptor spesifik bereaksi pada tipe stimulus yang berbeda. Nosiseptor C tertentu dan nosiseptor A-delta bereaksi hanya pada stimulus panas atau dingin, dimana yang lainnya bereaksi pada stimulus yang banyak (kimia, panas, dingin). Beberapa reseptor A-beta mempunyai aktivitas nociceptor-like. Serat – serat sensorik mekanoreseptor bisa diikutkan untuk transmisi sinyal yang akan menginterpretasi nyeri ketika daerah sekitar terjadi inflamasi dan produk-produknya. Allodynia mekanikal (nyeri atau sensasi terbakar karena sentuhan ringan) dihasilkan mekanoreseptor A-beta.

 Nosiseptor viseral, tidak seperti nosiseptor kutaneus, tidak didesain hanya sebagai reseptor nyeri karena organ dalam jarang terpapar pada keadaan yang potensial merusak. Banyak stimulus yang sifatnya merusak (memotong, membakar, kepitan) tidak menghasilkan nyeri bila dilakukan pada struktur viseralis. Selain itu inflamasi, iskemia, regangan mesenterik, dilatasi, atau spasme viseralis bisa menyebabkan spasme berat. Stimulus ini  biasanya dihubungkan dengan proses patologis, dan nyeri yang dicetuskan untuk

(10)

2.4 PERJALANAN NYERI (NOCICEPTIVE PATHWAY)

Perjalanan nyeri termasuk suatu rangkaian proses neurofisiologis kompleks yang disebut sebagai nosiseptif (nociception) yang merefleksikan empat proses komponen yang nyata yaitu transduksi, transmisi, modulasi dan persepsi, dimana terjadinya stimuli yang kuat diperifer sampai dirasakannya nyeri di susunan saraf pusat (cortex cerebri).

2.4.1 Proses Transduksi

Proses dimana stimulus noksius diubah ke impuls elektrikal pada ujung saraf. Suatu stimuli kuat (noxion stimuli) seperti tekanan fisik kimia, suhu dirubah menjadi suatu aktifitas listrik yang akan diterima ujung-ujung saraf perifer (nerve ending ) atau organ-organ tubuh (reseptor meisneri, merkel, corpusculum paccini, golgi mazoni). Kerusakan jaringan karena trauma baik trauma pembedahan atau trauma lainnya menyebabkan sintesa prostaglandin, dimana prostaglandin inilah yang akan menyebabkan sensitisasi dari reseptor-reseptor nosiseptif dan dikeluarkannya zat-zat mediator nyeri seperti histamin, serotonin yang akan menimbulkan sensasi nyeri. Keadaan ini dikenal sebagai sensitisasi perifer.

2.4.2 Proses Transmisi

Proses penyaluran impuls melalui saraf sensori sebagai lanjutan proses transduksi melalui serabut A-delta dan serabut C dari perifer ke medulla spinalis, dimana impuls tersebut mengalami modulasi sebelum diteruskan ke thalamus oleh tractus spinothalamicus dan sebagian ke traktus spinoretikularis. Traktus spinoretikularis terutama membawa rangsangan dari organ-organ yang lebih dalam dan viseral serta berhubungan dengan nyeri yang lebih difus dan melibatkan emosi. Selain itu juga serabut-serabut saraf disini mempunyai sinaps interneuron dengan saraf-saraf berdiameter besar dan bermielin. Selanjutnya impuls disalurkan ke thalamus dan somatosensoris di cortex cerebri dan dirasakan sebagai persepsi nyeri.

(11)

2.4.3 Proses Modulasi

Proses perubahan transmisi nyeri yang terjadi disusunan saraf pusat (medulla spinalis dan otak). Proses terjadinya interaksi antara sistem analgesik endogen yang dihasilkan oleh tubuh kita dengan input nyeri yang masuk ke kornu posterior medulla spinalis merupakan  proses ascenden yang dikontrol oleh otak. Analgesik endogen (enkefalin, endorphin, serotonin, noradrenalin) dapat menekan impuls nyeri pada kornu posterior medulla spinalis. Dimana kornu posterior sebagai pintu dapat terbuka dan tertutup untuk menyalurkan impuls nyeri untuk analgesik endogen tersebut. Inilah yang menyebabkan persepsi nyeri sangat subjektif pada setiap orang.

2.4.4 Persepsi

Hasil akhir dari proses interaksi yang kompleks dari proses tranduksi, transmisi dan modulasi yang pada akhirnya akan menghasilkan suatu proses subjektif yang dikenal sebagai  persepsi nyeri, yang diperkirakan terjadi pada thalamus dengan korteks sebagai diskriminasi

dari sensorik.

(12)

2.5 MEKANISME KERJA OBAT ANALGETIK 

Obat analgetik bekerja di dua tempat utama, yaitu di perifer dan sentral. Golongan obat AINS bekerja diperifer dengan cara menghambat pelepasan mediator sehingga aktifitas enzim siklooksigenase terhambat dan sintesa prostaglandin tidak terjadi. Sedangkan analgetik opioid bekerja di sentral dengan cara menempati reseptor di kornu dorsalis medulla spinalis sehingga terjadi penghambatan pelepasan transmitter dan perangsangan ke saraf spinal tidak terjadi.

Prostaglandin merupakan hasil bentukan dari asam arakhidonat yang mengalami metabolisme melalui siklooksigenase. Prostaglandin yang lepas ini akan menimbulkan gangguan dan berperan dalam proses inflamasi, edema, rasa nyeri lokal dan kemerahan (eritema lokal). Selain itu juga prostaglandin meningkatkan kepekaan ujung-ujung saraf terhadap suatu rangsangan nyeri (nosiseptif).

Enzim siklooksigenase (COX) adalah suatu enzim yang mengkatalisis sintesis  prostaglandin dari asam arakhidonat. Obat AINS memblok aksi dari enzim COX yang menurunkan produksi mediator prostaglandin, dimana hal ini menghasilkan kedua efek yakni  baik yang positif (analgesia, antiinflamasi) maupun yang negatif (ulkus lambung, penurunan  perfusi renal dan perdarahan). Aktifitas COX dihubungkan dengan dua isoenzim, yaitu ubiquitously  dan constitutive  yang diekspresikan sebagai COX-1 dan yang diinduksikan inflamasi COX-2. COX-1 terutama terdapat pada mukosa lambung, parenkim ginjal dan  platelet. Enzim ini penting dalam proses homeostatik seperti agregasi platelet, keutuhan mukosa gastrointestinal dan fungsi ginjal. Sebaliknya, COX-2 bersifat inducible  dan diekspresikan terutama pada tempat trauma (otak dan ginjal) dan menimbulkan inflamasi, demam, nyeri dan kardiogenesis. Regulasi COX-2 yang transien di medulla spinalis dalam merespon inflamasi pembedahan mungkin penting dalam sensitisasi sentral.

2.6 KLASIFIKASI NYERI

(13)

sulitnya mengkategorikan nyeri dan mengerti mekanisme nyeri itu sendiri. Salah satu  pendekatan yang dapat dilakukan untuk mengklasifikasi nyeri adalah berdasarkan durasi (akut, kronik), patofisiologi (nosiseptif, nyeri neuropatik) dan etiologi (paska pembedahan, kanker).

2.6.1 Nyeri Akut dan Kronik

 Nyeri akut dihubungkan dengan kerusakan jaringan dan durasi yang terbatas setelah nosiseptor kembali ke ambang batas resting  stimulus istirahat. Nyeri akut ini dialami segera setelah pembedahan sampai tujuh hari. Sedangkan nyeri kronik bisa dikategorikan sebagai malignan atau nonmalignan yang dialami pasien paling tidak 1  –   6 bulan. Nyeri kronik malignan biasanya disertai kelainan patologis dan indikasi sebagai penyakit yang life-limiting disease  seperti kanker, end-stage organ dysfunction, atau infeksi HIV. Nyeri kronik kemungkinan mempunyai baik elemen nosiseptif dan neuropatik. Nyeri kronik nonmalignan (nyeri punggung, migrain, artritis, diabetik neuropati) sering tidak disertai kelainan patologis yang terdeteksi dan perubahan neuroplastik yang terjadi pada lokasi sekitar (dorsal horn pada spinal cord) akan membuat pengobatan menjadi lebih sulit.

Pasien dengan nyeri akut atau kronis bisa memperlihatkan tanda dan gejala sistem saraf otonom (takikardi, tekanan darah yang meningkat, diaforesis, nafas cepat) pada saat nyeri muncul. Guarding biasa dijumpai pada nyeri kronis yang menunjukkan allodinia. Meskipun begitu, muncul ataupun hilangnya tanda dan gejala otonom tidak menunjukkan ada atau tidaknya nyeri.

Nyeri akut Nyeri kronik

- Lamanya dalam hitungan menit - Sensasi tajam menusuk

- Dibawa oleh serat A-delta

- Ditandai peningkatan BP, nadi, dan respirasi

- Kausanya spesifik, dapat diidentifikasi secara biologis

- Lamannya sampai hitungan bulan - Sensasi terbakar, tumpul, pegal - Dibawa oleh serat C

- Fungsi fisiologi bersifat normal

- Kausanya mungkin jelas mungkin tidak - Tidak ada keluhan nyeri, depresi dan

(14)

menangis dan mengerang, cemas

- Tingkah laku menggosok bagian yang nyeri

- Respon terhadap analgesik : meredakan nyeri secara efektif 

- Tidak ada aktifitas fisik sebagai respon terhadap nyeri

- Respon terhadap analgesik : sering kurang meredakan nyeri

2.6.2 Nosiseptif dan Nyeri Neuropatik

 Nyeri organik bisa dibagi menjadi nosiseptif dan nyeri neuropatik. Nyeri nosiseptif adalah nyeri inflamasi yang dihasilkan oleh rangsangan kimia, mekanik dan suhu yang menyebabkan aktifasi maupun sensitisasi pada nosiseptor perifer (saraf yang bertanggung  jawab terhadap rangsang nyeri). Nyeri nosiseptif biasanya memberikan respon terhadap

analgesik opioid atau non opioid.

 Nyeri neuropatik merupakan nyeri yang ditimbulkan akibat kerusakan neural pada saraf perifer maupun pada sistem saraf pusat yang meliputi jalur saraf aferen sentral dan  perifer, biasanya digambarkan dengan rasa terbakar dan menusuk. Pasien yang mengalami

nyeri neuropatik sering memberi respon yang kurang baik terhadap analgesik opioid.

2.6.3 Nyeri Viseral

 Nyeri viseral biasanya menjalar dan mengarah ke daerah permukaan tubuh jauh dari tempat nyeri namun berasal dari dermatom yang sama dengan asal nyeri. Sering kali, nyeri viseral terjadi seperti kontraksi ritmis otot polos. Nyeri viseral seperti keram sering  bersamaan dengan gastroenteritis, penyakit kantung empedu, obstruksi ureteral, menstruasi,

dan distensi uterus pada tahap pertama persalinan.

 Nyeri viseral, seperti nyeri somatik dalam, mencetuskan refleks kontraksi otot-otot lurik sekitar, yang membuat dinding perut tegang ketika proses inflamasi terjadi pada  peritoneum. Nyeri viseral karena invasi malignan dari organ lunak dan keras sering digambarkan dengan nyeri difus, menggrogoti, atau keram jika organ lunak terkena dan nyeri

(15)

Penyebab nyeri viseral termasuk iskemia, peregangan ligamen, spasme otot polos, distensi struktur lunak seperti kantung empedu, saluran empedu, atau ureter. Distensi pada organ lunak terjadi nyeri karena peregangan jaringan dan mungkin iskemia karena kompresi  pembuluh darah sehingga menyebabkan distensi berlebih dari jaringan.

Rangsang nyeri yang berasal dari sebagian besar abdomen dan toraks menjalar melalui serat aferen yang berjalan bersamaan dengan sistem saraf simpatis, dimana rangsang dari esofagus, trakea dan faring melalui aferen vagus dan glossopharyngeal, impuls dari struktur yang lebih dalam pada pelvis dihantar melalui nervus parasimpatis di sakral. Impuls nyeri dari jantung menjalar dari sistem saraf simpatis ke bagian tengah ganglia cervical, ganglion stellate, dan bagian pertama dari empat dan lima ganglion thorasik dari sistem simpatis. Impuls ini masuk ke spinal cord melalui nervus torak ke 2, 3, 4 dan 5. Penyebab impuls nyeri yang berasal dari jantung hampir semua berasal dari iskemia miokard. Parenkim otak, hati, dan alveoli paru adalah tanpa reseptor. Adapun, bronkus dan pleura parietal sangat sensitif pada nyeri.

2.6.4 Nyeri Somatik

 Nyeri somatik digambarkan dengan nyeri yang tajam, menusuk, mudah dilokalisasi dan rasa terbakar yang biasanya berasal dari kulit, jaringan subkutan, membran mukosa, otot skeletal, tendon, tulang dan peritoneum. Nyeri insisi bedah, tahap kedua persalinan, atau iritasi peritoneal adalah nyeri somatik. Penyakit yang menyebar pada dinding parietal, yang menyebabkan rasa nyeri menusuk disampaikan oleh nervus spinalis. Pada bagian ini dinding  parietal menyerupai kulit dimana dipersarafi secara luas oleh nervus spinalis. Adapun, insisi  pada peritoneum parietal sangatlah nyeri, dimana insisi pada peritoneum viseralis tidak nyeri sama sekali. Berbeda dengan nyeri viseral, nyeri parietal biasanya terlokalisasi langsung pada daerah yang rusak.

Munculnya jalur nyeri viseral dan parietal menghasilkan lokalisasi dari nyeri dari viseral pada daerah permukaan tubuh pada waktu yang sama. Sebagai contoh, rangsang nyeri  berasal dari apendiks yang inflamasi melalui serat –  serat nyeri pada sistem saraf simpatis ke rantai simpatis lalu ke spinal cord pada T10 ke T11. Nyeri ini menjalar ke daerah umbilikus

(16)

 berasal dari peritoneum parietal dimana inflamasi apendiks menyentuh dinding abdomen, rangsangan ini melewati nervus spinalis masuk ke spinal cord pada L1 sampai L2. Nyeri menusuk berlokasi langsung pada permukaan peritoneal yang teriritasi di kuadran kanan  bawah.

2.7 PENILAIAN NYERI

Penilaian nyeri merupakan elemen yang penting untuk menentukan terapi nyeri paska  pembedahan yang efektif. Skala penilaian nyeri dan keterangan pasien digunakan untuk menilai derajat nyeri. Intensitas nyeri harus dinilai sedini mungkin selama pasien dapat  berkomunikasi dan menunjukkan ekspresi nyeri yang dirasakan.

Ada beberapa skala penilaian nyeri pada pasien sekarang ini: 1. Wong-Baker Faces Pain Rating Scale

Skala dengan enam gambar wajah dengan ekspresi yang berbeda, dimulai dari senyuman sampai menangis karena kesakitan. Skala ini berguna pada pasien dengan gangguan komunikasi, seperti anak-anak, orang tua, pasien yang kebingungan atau pada  pasien yang tidak mengerti dengan bahasa lokal setempat.

(17)

2. Verbal Rating Scale (VRS)

Pasien ditanyakan tentang derajat nyeri yang dirasakan berdasarkan skala lima poin ; tidak nyeri, ringan, sedang, berat dan sangat berat.

Gambar 2.7-2. Verbal Rating Scale

3.  Numerical Rating Scale (NRS)

Pertama sekali dikemukakan oleh Downie dkk pada tahun 1978, dimana pasien ditanyakan tentang derajat nyeri yang dirasakan dengan menunjukkan angka 0  –  5 atau 0  –  10, dimana angka 0 menunjukkan tidak ada nyeri dan angka 5 atau 10 menunjukkan nyeri yang hebat.

Gambar 2.7-3. Numerical Rating Scale

4. Visual Analogue Scale (VAS)

Skala yang pertama sekali dikemukakan oleh Keele pada tahun 1948 yang merupakan skala dengan garis lurus 10 cm, dimana awal garis (0) penanda tidak ada nyeri dan akhir garis

(18)

mengekspresikan nyeri yang dirasakan. Penggunaan skala VAS lebih gampang, efisien dan lebih mudah dipahami oleh penderita dibandingkan dengan skala lainnya. Penggunaan VAS telah direkomendasikan oleh Coll dkk karena selain telah digunakan secara luas, VAS juga secara metodologis kualitasnya lebih baik, dimana juga penggunaannya realtif mudah, hanya dengan menggunakan beberapa kata sehingga kosa kata tidak menjadi permasalahan. Willianson dkk juga melakukan kajian pustaka atas tiga skala ukur nyeri dan menarik kesimpulan bahwa VAS secara statistik paling kuat rasionya karena dapat menyajikan data dalam bentuk rasio. Nilai VAS antara 0  –  4 cm dianggap sebagai tingkat nyeri yang rendah dan digunakan sebagai target untuk tatalaksana analgesia. Nilai VAS > 4 dianggap nyeri sedang menuju berat sehingga pasien merasa tidak nyaman sehingga perlu diberikan obat analgesic penyelamat (rescue analgetic).

Gambar 2.7-4. Visual Analogue Scale

2.8 PENANGANAN NYERI

Sebelum dilakukanya pengobatan terhadap nyeri, seorang dokter harus memahami tata laksana pengelolaan nyeri dengan seksama. Di dalam pengelolaan nyeri ini terdapat  prinsip-prinsip umum yaitu :

1. Mengawali pemeriksaan dengan seksama

(19)

5. Meyakinkan penderita bahwa nyerinya dapat dita nggulangi 6. Memperhatikan biaya pengobatan dan tindakan

7. Merencanakan pengobatan, bila perlu, secara multi disiplin

Tujuan keseluruhan dalam pengobatan nyeri adalah mengurangi nyeri sebesar- besarnya dengan kemungkinan efek samping paling kecil. Terdapat dua metode umum untuk

terapi nyeri yaitu pendekatan farmakologik dan non farmakologik.

Penanganan nyeri paska pembedahan yang efektif harus mengetahui patofisiologi dan  pain pathway  sehingga penanganan nyeri dapat dilakukan dengan cara farmakoterapi (multimodal analgesia), pembedahan, serta juga terlibat didalamnya perawatan yang baik dan teknik non-farmakologi (fisioterapi, psikoterapi).

2.8.1 Farmakologis

Modalitas analgetik paska pembedahan termasuk didalamnya analgesik oral  parenteral, blok saraf perifer, blok neuroaksial dengan anestesi lokal dan opioid intraspinal.

Pemilihan teknik analgesia secara umum berdasarkan tiga hal yaitu pasien, prosedur dan pelaksanaannya. Ada empat grup utama dari obat-obatan analgetik yang digunakan untuk  penanganan nyeri paska pembedahan.

(20)
(21)

Pedoman terapi pemberian analgesia untuk penanganan nyeri paska pembedahan  berdasarkan intensitas nyeri yang dirasakan penderita yang direkomendasikan oleh WHO dan WFSA. Dimana terapi analgesia yang diberikan pada intensitas nyeri yang lebih rendah, dapat digunakan sebagai tambahan analgesia pada tingkat nyeri yang lebih tinggi.

Garis besar strategi terapi farmakologi mengikuti WHO Three-step Analgesic Ladder . Tiga langkah tangga analgesik meurut WHO untuk pengobatan nyeri itu terdiri dari :

1. Pada mulanya, langkah pertama, hendaknya menggunakan obat analgesik non opiat. 2. Apabila masih tetap nyeri naik ke tangga/langkah kedua, yaitu ditambahkan obat

opioid lemah misalnya kodein.

3. Apabila ternyata masih belum reda atau menetap maka, sebagai langkah ketiga, disarankan untuk menggunakan opioid keras yaitu morfin.

Pada dasarnya prinsip Three Step Analgesic Ladder   dapat diterapkan untuk nyeri kronik maupun nyeri akut, yaitu :

1. Pada nyeri kronik mengikuti langkah tangga ke atas 1-2-3

2. Pada nyeri akut, sebaliknya, mengikuti langkah tangga ke bawah 3-2-1

2.8.1.1 Analgesia Multimodal

Analgesia multimodal menggunakan dua atau lebih obat analgetik yang memiliki mekanisme kerja yang berbeda untuk mencapai efek analgetik yang maksimal tanpa dijumpainya peningkatan efek samping dibandingkan dengan peningkatan dosis pada satu obat saja. Dimana analgesi multimodal melakukan intervensi nyeri secara berkelanjutan  pada ketiga proses perjalanan nyeri, yakni:

• Penekanan pada proses tranduksi dengan menggunakan AINS • Penekanan pada proses transmisi dengan anestetik lokal (regional) • Peningkatan proses modulasi dengan opioid

Analgesia multimodal merupakan suatu pilihan yang dimungkinkan dengan  penggunaan parasetamol dan AINS sebagai kombinasi dengan opioid atau anestesi lokal

(22)

untuk menurunkan tingkat intensitas nyeri pada pasien-pasien yang mengalami nyeri paska  pembedahan ditingkat sedang sampai berat. Analgesia multimodal selain harus diberikan

secepatnya (early analgesia), juga harus disertai dengan inforced mobilization (early ambulation) disertai dengan pemberian nutrisi nutrisi oral secepatnya (early alimentation).

2.8.1.2 Analgesia Preemptif

Analgesia preemptif artinya mengobati nyeri sebelum terjadi, terutama ditujukan  pada pasien sebelum dilakukan tindakan operasi (pre-operasi). Pemberian analgesia sebelum onset dari rangsangan melukai untuk mencegah sensistisasi sentral dan membatasi  pengalaman nyeri selanjutnya. Analgesia preemptif mencegah kaskade neural awal yang dapat membawa keuntungan jangka panjang dengan menghilangkan hipersensitifitas yang ditimbulkan oleh rangsangan luka. Dengan cara demikian keluhan nyeri paska bedah akan sangat menurun dibandingkan dengan keluhan nyeri paska pembedahan tanpa memakai cara analgesia preemptif. Bisa diberikan obat tunggal, misalnya opioid, ketorolak, maupun dikombinasikan dengan opioid atau AINS lainnya, dilakukan 20  –   30 menit sebelum tindakan operasi.

2.8.1.3 PCA (Patient Control Analgesia)

Pasien dikontrol nyerinya dengan memberikan obat analgesik itu sendiri dengan memakai alat (pump), dosis diberikan sesuai dengan tingkatan nyeri yang dirasakan. PCA  bisa diberikan dengan cara Intravenous Patient Control Analgesia (IVPCA) atau Patient

Control Epidural Analgesia (PCEA), namun dengan cara ini memerlukan biaya yang mahal  baik peralatan maupun tindakannya.

(23)

 pembedahan dan terapi paliatif pada pasien-pasien penderita kanker. Onset analgesia dari  parasetamol 8 menit setelah pemberian intravena, efek puncak tercapai dalam 30 –  45 menit dan durasi analgesia 4 – 6 jam serta waktu pemberian intravena 2 –  15 menit. Parasetamol termasuk dalam kelas “aniline analgesics” dan termasuk dalam golongan  obat antiinflamasi non steroid (masih ada perbedaan pendapat). Parasetamol memiliki efek anti inflamasi yang sedikit dibandingkan dengan obat AINS lainnya. Akan tetapi parasetamol bekerja dengan mekanisme yang sama dengan obat AINS lainnya (menghambat sintesa prostaglandin). Parasetamol juga lebih baik ditoleransi dibandingkan aspirin dan obat AINS lainnya pada  pasien-pasien dengan sekresi asam lambung yang berlebihan atau pasien dengan masa  perdarahan yang memanjang.

Gambar 2.8-1. Rumus Bangun Parasetamol

Dosis pada orang dewasa sebesar 500  –   1000 mg, dengan dosis maksimum direkomendasi 4000 mg perhari. Pada dosis ini parasetamol aman digunakan untuk anak-anak dan orang dewasa.

Mekanisme kerja utama dari parasetamol adalah menghambat siklooksigenase (COX) dan selektif terhadap COX-2. Analgetik dan antipiretik dari parasetamol sebanding dengan aspirin dan obat AINS lainnya, akan tetapi aktifitas anti inflamasi perifernya dibatasi oleh  beberapa faktor, dimana diantaranya terdapat kadar peroksida yang tinggi di lesi inflamasi. Oleh karena itu selektifitas akan COX-2 tidak secara signifikan menghambat produksi pro-clotting tromboxane. Parasetamol menurunkan bentuk oksidasi dari enzim COX, yang melindungi dari pembentukan kimiawi bentuk pro-inflammatory. Ini juga akan menurunkan  jumlah dari prostaglandin E2 di SSP, akibatnya menurunkan batas ambang hipotalamus di  pusat termoregulasi.

Parasetamol menghambat kerja COX dengan dua jalur, yang pertama bekerja dengan cara menghambat COX-3 (variant dari COX-1). Enzim COX-3 ini hampir sama dengan enzim COX lainnya dengan menghasilkan kimiawi pro-inflammatory dan penghambat

(24)

siklooksigenase, dimana didalam lingkungan inflamasi dengan konsentrasi peroksida yang tinggi dan melindungi aksi kerja parasetamol dalam keadaan oksidasi tinggi. Ini berarti  bahwa parasetamol tidak memiliki efek langsung pada tempat inflamasi, akan tetapi bereaksi

di SSP dimana keadaan lingkungan tidak teroksidasi. Namun mekanisme kerja pasti dari  parasetamol di COX-3 masih diperdebatkan.

Bioavailibilitas dari parasetamol adalah 100%. Parasetamol dimetabolisme di hati dengan tiga jalur metabolik, yakni glucuronidation 40%, sulfation 20-40% dan N-hydroxylation serta GSH konjugasi 15%, dengan obat dan metabolitnya diekskresikan melalui ginjal.

Pada dosis yang direkomendasikan, parasetamol tidak mengiritasi lambung, tidak mempengaruhi koagulasi darah atau fungsi ginjal. Parasetamol dipercaya aman digunakan  pada wanita hamil (tidak mempengaruhi penutupan ductus arteriosus), tidak seperti efek yang ditimbulkan oleh penggunaan obat AINS. Tidak seperti aspirin, parasetamol tidak  berhubungan dengan resiko penyebab sindroma Reye pada anak-anak dengan penyakit virus. Satu-satunya efek samping dari penggunaan parasetamol adalah resiko terjadi hepatotoksik dan gangguan gastrointestinal pada penggunaan dosis tinggi, yaitu diatas 20.000 mg perhari.

2.8.1.5 Ketorolak

Ketorolak atau ketorolak trometamin merupakan obat golongan anti inflamasi non steroid, yang masuk kedalam golongan derivate heterocyclic acetic acid dimana secara struktur kimia berhubungan dengan indometasin. Ketorolak menunjukkan efek analgesia yang poten tetapi hanya memiliki aktifitas anti inflamasi yang sedang bila diberikan secara intramuskular atau intravena.

Ketorolak dapat dipakai sebagai analgesia paska pembedahan sebagai obat tunggal maupun kombinasi dengan opioid, dimana ketorolak mempotensiasi aksi nosiseptif dari opioid.

(25)

Gambar 2.8-2. Rumus Bangun Ketorolak

(±) –  5 –  benzoyl - 2,3 –  dihydro - 1H –  pyrrolizine –  1 –  carboxylic acid, 2 - amino –  2 (hydroxymethyl) - 1,3 –  propanediol

Mekanisme kerja utama dari ketorolak adalah menghambat sistesa prostaglandin dengan berperan sebagai penghambat kompetitif dari enzim siklooksigenase (COX) dan menghasilkan efek analgesia. Seperti AINS pada umumnya, ketorolak merupakan  penghambat COX non selektif. Efek analgesianya 200  –  800 kali lebih poten dibandingkan dengan pemberian aspirin, indometasin, naproksen dan fenil butazon pada beberapa  percobaan di hewan.

Sedangkan efek anti inflamasinya kurang dibandingkan efek analgesianya, dimana efek anti inflamasinya hampir sama dengan indometasin11,66. Setelah injeksi intramuskular dan intravena, onset analgesia tercapai dalam waktu 10 menit dengan efek puncak 30 –  60 menit dan durasi analgesia 6  –   8 jam dengan waktu pemberian intravena > 15 detik. Bioavailibilitas dari ketorolak 100% dengan semua jalur pemberian baik intravena maupun intramuskular. Metabolisme berkonjugasi dengan asam glukoronik dan para hidroksilasi di hati. Obat dan hasil metabolitnya akan diekskresikan melalui ginjal 90% dan bilier sekitar 10%66,68. Efek samping dari ketorolak bisa bermacam-macam, yaitu:

1. Secara umum

Bronkospasme yang mengancam jiwa pada pasien dengan penyakit nasal poliposis, asma dan sensitif terhadap aspirin. Dapat juga terjadi edema laring, anafilaksis, edema lidah, demam dan flushing.

(26)

2. Fungsi platelet dan hemostatik

Ketorolak menghambat asam arakhidonat dan kolagen sehingga mencetuskan agregasi platelet sehingga waktu perdarahan dapat meningkat pada pasien yang mendapatkan anestesi spinal, akan tetapi tidak pada pasien yang mendapat anestesi umum. Perbedaan ini dimungkinkan karena reflek status hiperkoagulasi yang dihasilkan respon neuroendokrin karena stress pembedahan berbeda pada anestesi umum dan anestesi spinal. Dapat juga terjadi purpura, trombositopeni, epistaksis, anemia dan leukopeni.

3. Gastrointestinal

Dapat menimbulkan erosi mukosa gastrointestinal, perforasi, mual, muntah, dispepsia, konstipasi, diare, melena, anoreksia dan pankreatitis.

4. Kardiovaskuler

Hipertensi, palpitasi, pallor dan syncope 5. Dermatologi

Ruam, pruritus, urtikaria, sindroma Stevens-Jhonson, sindroma Lyell 6.  Neurologi

 Nyeri kepala, pusing, somnolen, berkeringat, kejang, vertigo, tremor, halusinasi, euforia, insomnia dan gelisah.

7. Pernafasan

Dispnu, asma, edema paru, rhinitis dan batuk 8. Urogenital

(27)

2.8.2 Non-Farmakologis

Walaupun obat-obat analgesik sangat mudah diberikan, namun banyak pasien dan dokter kurang puas dengan pemberian jangka panjang untuk nyeri yang tidak terkait keganasan. Situasi ini mendorong dikembangkannya sejumlah metode nonfarmakologik untuk mengatasi nyeri. Metode nonfarmakologik untuk mengendalikan nyeri dapat dibagi menjadi dua kelompok yaitu terapi dan modalitas fisik serta strategi kognitif-perilaku. Sebagian dari modalitas ini mungkin berguna walaupun digunakan secara tersendiri atau digunakan sebagai adjuvan dalam penatalaksanaan nyeri.

Ada beberapa metode metode non-farmakologi yang digunakan untuk membantu  penanganan nyeri paska pembedahan, seperti menggunakan terapi fisik (dingin, panas) yang dapat mengurangi spasme otot, akupunktur untuk nyeri kronik (gangguan muskuloskletal, nyeri kepala), terapi psikologis (musik, hipnosis, terapi kognitif, terapi tingkah laku) dan rangsangan elektrik pada sistem saraf (TENS, Spinal Cord Stimulation, Intracerebral Stimulation).

1. Terapi dan Modalitas Fisik

Terapi fisik untuk meredakan nyeri mencakup beragam bentuk stimulasi kulit (pijat, stimulasi saraf dengan listrik transkutis, akupuntur, aplikasi panas atau dingin, olahraga). Stimulasi kulit akan merangsang serat-serat non-nosiseptif yang berdiameter besar untuk “menutup gerbang” bagi serat-serat berdiameter kecil yang menghantarkan nyeri sehingga nyeri dapat dikurangi. Dihipotesiskan bahwa stimulasi kulit juga dapat menyebabkan tubuh mengeluarkan endorfin dan neurotransmiter lainnya yang menghambat nyeri.

Salah satu strategi stimulasi kulit tertua dan paling sering digunakan adalah pemijatan atau penggosokan. Pijat dapat dilakukan dengan jumlah tekanan dan stimulasi yang bervariasi terhadap berbagai titik diseluruh tubuh. Pijat akan melemaskan ketegangan otot dan meningkatkan sirkulasi lokal. Pijat punggung memiliki efek relaksasi yang kuat dan apabila dilakukan oleh individu yang penuh perhatian maka akan menghasilkan efek emosional yang  positif.

Stimulasi saraf dengan listrik melalui kulit (TENS atau TNS) terdiri dari suatu alat yang digerakkan oleh batere yang mengirim impuls listrik lemah melalui elektroda yang

(28)

diletakkan di tubuh. Elektroda pada umumnya diletakkan diatas atau dekat dengan bagian yang nyeri. TENS digunakan untuk penatalaksanaan nyeri akut dan kronik; nyeri  pascaoperasi, nyeri punggung bawah, phantom limb pain, neuralgia perifer dan artritis

rematoid.

Akupuntur adalah teknik kuno dari cina berupa insersi jarum halus ke dalam berbagai titik akupuntur di seluruh tubuh untuk meredakan nyeri. Metode noninvasif lain untuk merangsang titik-titik pemicu adalah memberi tekanan dengan ibu jari, suatu teknik yang disebut akupresur.

Range of motion (ROM) exercise (pasif, dibantu, atau aktif) dapat digunakan untuk melemaskan otot, memperbaiki sirkulasi dan mencegah nyeri yang berkaitan dengan kekakuan dan imobilitas.

Aplikasi panas adalah tindakan sederhana yang telah lama dikeketahui sebagai metode yang efektif untuk mengurangi nyeri atau kejang otot. Panas dapat disalurkan melalui konduksi (botol air panas, bantalan pemanas listrik, lampu, kompres basah panas), konveksi (whirpool, sitz bath, berendam air panas), konversi (ultrasonografi, diatermi). Nyeri akibat memar, spasme otot, dan artritis berespon baik terhadap panas. Karena melebarkan pembuluh darah dan meningkatkan aliran darah lokal, panas jangan digunakan setelah cidera traumatik saat masih ada edema dan peradangan. Karena meningkatkan aliran darah, panas mungkin meredekan nyeri dengan menyingkirkan produk-produk inflamasi seperti bradikinin, histamin, dan prostaglandin yang menimbulkan nyeri lokal.

Berbeda dengan terapi panas, yang efektif untuk nyeri kronik, aplikasi dingin efektif untuk nyeri akut (misalnya trauma akibat luka bakar, tersayat, terkilir). Dingin dapat disalurkan dalam bentuk berendam atau komponen air dingin, kantung es, aquamatic K pads, dan pijat es. Aplikasi dingin mengurangi aliran darah ke suatu bagian dan mengurangi edema serta perdarahan. Diperkirakan bahwa terapi dingin menimbulkan efek analgetik dengan memperlambat kecepatan hantaran saraf sehingga impuls nyeri yang mencapai otak lebih sedikit. Mekanisme lain yang mungkin bekerja bahwa persepsi dingin menjadi dominan dan mengurangi persepsi nyeri.

(29)

2. Strategi kognitif-perilaku

Strategi kognitif-perilaku bermanfaat dalam mengubah persepsi pasien terhadap nyeri, mengubah perilaku nyeri, dan memberi pasien perasaan yang lebih mampu untuk mengendalikan nyeri. Strategi-strategi ini mencakup relaksasi, penciptaan khayalan (imagery), hipnosis, dan biofeedback. Walaupun sebagian besar metode kognitif-perilaku menekankan salah satu relaksasi atau pengelihatan, pada praktik keduanya tidak dapat dipisahkan.

Cara lain untuk menginduksi relaksasi adalah dengan olahraga dan bernafas dalam, meditasi dan mendengarkan musik-musik yang menenangkan. Teknik-teknik relaksasi akan mengurangi rasa cemas, ketegangan otot, dan stress emosi sehingga memutuskan siklus nyeri-stress-nyeri, saat nyeri dan stress saling memperkuat.

Teknik-teknik pengalihan mengurangi nyeri dengan memfokuskan perhatian pasien  pada stimulus lain dan menjauhi nyeri. Menonton televisi, membaca buku, mendengar musik,

dan melakukan percakapan.

Penciptaan khayalan dengan tuntutan adalah suatu bentuk pengalihan fasilator yang mendorong pasien untuk mevisualisasikan atau memikirkan pemandangan atau sensasi yang menyenangkan untuk mengalihkan perhatian menjauhi nyeri. Tehnik ini sering dikombinasikan dengan relaksasi.

Hipnosis adalah suatu metode kognitif yang bergantung pada bagaimana memfokuskan perhatian pasien menjauhi nyeri; metode ini juga bergantung pada kemampuan ahli terapi untuk menuntun perhatian pasien ke bayangan-bayangan yang paling konstruktif.

Umpan-balik hayati adalah suatu teknik yang bergantung pada kemampuan untuk memberikan ukuran-ukuran terhadap parameter fisiologik tertentu kepada pasien sehingga  pasien dapat belajar mengendalikan parameter tersebut termasuk suhu kulit, ketegangan otot,

(30)

BAB III

KESIMPULAN

 Nyeri merupakan suatu respon biologis yang menggambarkan suatu kerusakan atau gangguan organ tubuh. Nyeri didefinisikan sebagai suatu keadaan yang mempengaruhi seseorang dan ekstensinya diketahui bila seseorang pernah mengalaminya (Tamsuri, 2007). Menurut  International Association for Study of Pain (IASP),  nyeri adalah sensori subyektif dan emosional yang tidak menyenangkan yang didapat terkait dengan kerusakan jaringan aktual maupun potensial, atau menggambarkan kondisi terjadinya kerusakan. Manajemen nyeri pascaoperasi haruslah dapat dicapai dengan baik demi alasan kemanusiaan. Manajemen nyeri yang baik tidak hanya berpengaruh terhadap penyembuhan yang lebih baik tetapi juga  pemulangan pasien dari perawatan yang lebih cepat. Dalam menangani nyeri pascaoperasi,

dapat digunakan obat-obatan seperti opioid, OAINS, dan anestesi lokal. Obat-obatan ini dapat dikombinasi untuk mencapai hasil yang lebih sempurna. Karena kebutuhan masing-masing individu adalah berbeda-beda, maka penggunaan Patient Controlled Analgesia dirasakan sebagai metode yang paling efektif dan menguntungkan dalam menangani nyeri pascaoperasi meskipun dengan tidak lupa mempertimbangkan faktor ketersediaan dan keadaan ekonomi  pasien.

Gambar

Gambar 2.1-1. Efek fisiologis dan psikologis yang berhubungan dengan nyeri akut akibat kerusakan jaringan yang disebabkan oleh proses pembedahan atau trauma
Gambar 2.2-1. Mekanisme sensitisasi perifer dan sensitisasi sentral.
Gambar 2.4-1. Pain Pathway
Gambar 2.7-1. Wong Baker Faces Pain Rating Scale
+6

Referensi

Dokumen terkait

Perbedaan antara hasil yang diperoleh pada penelitian ini dengan sejumlah penelitian terdahulu dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain seperti

mampuan diri , dengan demikian seorang profesional dapat meng- hidupi kehidupannya. Banyak orang yang profesional di bidang olah raga, kesenian, seni rupa, seni peran, seni

bahwa produk biogas yang dihasilkan melalui proses purifikasi menggunakan membran nilon, sudah dapat dikatakan memiliki kualitas yang cukup baik karena semakin

Drone adaalah pesawat tanpa awak yang berkembang pesat dalam pengembangan teknologi terutama dalam bidang digital dengan menggunakan remote kontrol

Dan tujuan utama dari ekstrakulikuler ini untuk meraih prestasi dalam seni music yaitu vocal grup, yaitu siswa SMP YBPK Sidorejo mampu mendapatkan juara lomba FLS2N (Festival

Berdasarkan Undang-Undang No.21 Tahun 2008, tabungan merupakan simpanan berdasarkan akad wadi’ah atau investasi dana berdasarkan akad mudharabah atau akad lain yang

Sedangkan untuk mencapai pertumbuhan dari reinventing bisnis baru dengan karakteristik dan kapabilitas yang berbeda dengan kompetensi inti, Pos Indonesia sebaiknya membentuk

Dan Pembimbing Ujian Karya Tulis Ilmiah (KTI) udiyah Banda Aceh Tahun Ajaran 2013/2014, sesuai Kepada yang namanya tersebut dalam lampiran surat keputusan ini