T i l i k Sambullg
Menurut pendapat
saya,
fragmen-fragmen perkembangan
yang
kita kenaI
selama
ini berakar pada tiga pandangan
yang
berbeda ten tang pertumbuhan
dan perkembangan seni rupa mo-dern kita.
Pandangan pertama, menempatkan pertumbuhan tahun 1930' an sebagai awal
kelahiran
seni
rupa modern Indonesia. Tonggak pertumbuhan
ini adalah
kelahiran Persatuan
Ahli Gambar
Indonesia (PersagD dengan tokoh pelukis
Soedjojono
(1913-1986).
Pandangan
ini didasari keyakinan konsep
"Indonesia"
yang muncul pad
a
Sumpah Pemuda tahun 1928. Dalam arti, sebelum tahun 1928,
konsep Indonesia tidak dikenal. Karena itu tidak mungkin terdapat seni
mod-ern "Indonesia" sebelum tahun 1928. Pertumbuhan seni rupa pada tahun 1930'an
yang berkaitan dengan Sumpah Pemuda dan pergerakan kebangsaan adalah awal
munculnya
seni
rupa
(modern)
Indonesia.
Maka
dalam bentuk
sederhananya,
pandangan ini percaya, seni rupa (modern)
"Indonesia" lahir bersama Republik.
Pandangan itu mengabaikan
(bahkan
menyangkal)
samasekali arti
perkembangan
sebelum
tahun 1930'
an yaitu
perkembangan
seni
lukis masa
kolonial. Pandangan
ini
menyangkal peran pelukis-pelukis Basuki
Abdullah
(1914-1994) dan lebih ke belakang lagi,
Raden Saleh
(1811-1880) dalam
perkembangan seni lukis Indonesia.
Pelukis-pelukis ini dianggap bukan pelukis
Indonesia. Mereka adalah
pelukis-pelukis Belanda.
Pandangan itu dominan sampai sekitar awal tahun 1970' an. Sesudah itu, pada
tahun 1976, muncul tiba-tiba pandangan yang menempatkan Raden Saleh sebagai
awal
pertumbuhan
seni lukis
Indonesia.
Pad a tahun 1976 itu, diselenggarakan
"Pameran 100 tahun Seni Rupa Indonesia" di
Museum Seni Rupa dan Keramik,
Taman Fatahilah, Jakarta. Pada pameran ini untuk pertama kalinya beberapa
lukisan Raden Saleh
-
yang
ketika itu baru
saja
dikembalikan pemerintah
Belanda - dipamerkan.
Pada
tahun
yang sam-a
Dewan Kesenian Jakarta
mempublikasikan buku yang menempatkan Raden Saleh sebagai awal seni lukis
Indonesia.
2)Inilah pandangan yang
kedua.
Pandangan kedua
itu melihat keindonesiaan tidak melalui konsep
nasionalisme tapi melalui konsep geografis. Manusia yang hidup dalam lingkup
geografis Indonesia adalah manusia Indonesia. Dengan demikian bukan mustahil,
manusia Indonesia sudah
mempraktekkan
seni
lukis Indonesia,
sebelum
Indo-nesia lahir. Dalam menarik benang merah perkembangan, pandangan ini
memasukkan pelukis-pelukis pribumi pada masa kolonial- Raden Saleh,
Abdul-lah Suriosubroto
(1878-1941), Mas
Pirngadi
(1865-1936)
dan Basuki Abdullah
-sebagai materi kajian, karena mereka pun manusia Indonesia.
Pandangan ketiga
merupakan
pandangan yang sangat
jarang dibahas atau
didiskusikan -
walau sering
diperdebatkan tanpa
arah yang
jelas. Pandangan
ketiga ini melihat perkembangan seni
rupa modern Indonesia berdasarkan teori
seni
rupa modern
yang
lazim diterapkan di
seluruh
dunia
-
dasar
seni
rupa
internasional. Teori seni rupa modern ini berakar pada Modernisme (perhatikan
T i l l " Snit/bullS
Ries Mulder "PeraJw L(j!Jar" Cat minyak diMas knilJ 30 x 40 CIII
penggunaan "M" huruf-besar)
, y
aitu konsep budaya modern (dunia) yang
diku-kuhka'
n kebudayaan Eropa dan Amerika sesudah Perang Dunia
II,
Modernisme
ini percaya pada totalitas dan universalisme, karena itu dianggap berlaku di
seluruh dunia. Namun Modernisme ini tidak bisa disangkal
,
terbentuk
berdasarkan paradigma
masyarakat/budaya
Barat.
3)Pad a masa kini,
penerapannya di luar masyarakat Barat, semakin teras a dipaksakan.
Dalam teori (Barat) itu, seni rupa modern diyakini berawal pada
perkembangan aliran-aliran Post-impresionisme dan Kubisme dalam
perkembangan seni lukis Eropa. Aliran-aliran seni lukis yang muncul pada awal
Abad ke 20 ini dianggap membuka era baru dalam perkembangan seni rupa
karen a menampilkan pemahaman yang sama sekali baru
,
yaitu pemahaman
masalah
"
rupa" atau masalah visual yang dipercaya merupakan esensi seni rupa
.
Bila pada masa sebelumnya permasalahan seni rupa senantiasa berakar pada
pengkajian "realitas hidup" (seperti pada Klasi
s
isme, Romantisisme
,
Naturalisme
,
Realisme, Dada, Surealisme, Ekspresionisme Jerman) maka pada
aliran-aliran Post-impresionisme dan Kubisme permasalahan seni rupa beranjak
ke masalahnya
se
ndiri yang spesifik,
y
aitu "realitas rupa
"
.
Di Indonesia fragmen perkembangan yang mengacu pada Modernisme itu
muncul (teoretis) di Bandung pada tahun 1950 di bawah pengaruh pelukis
Belanda Ries Mulder - guru gambar yang pada masa itu tinggal di Bandung.
Kemunculannya berkaitan dengan pembentukan sekolah guru gambar di kota
itu (kini sekolah itu dikenal sebagai Fakultas Seni Rupa dan Desain Institut
Teknologi Bandung)
.
Seperti pada perkembangan seni lukis modern
Eropa-K () /I I c s
Barli
"Nellek dari Pliatall" Cat Millyak rian charcoal 130 x 95 em
Amerika, fragmen ini memperlihatkan pula kecenderungan menjelajahi aspek
rupa (dikenal pula sebagai penjelajahan bentuk
atau
formalisme).
Kendati pandangan ketiga
itu
paling dekat dengan pengertian
seni
rupa
mod-ern
yang
umum dikenal dalam teori-teori seni rupa (dunia) para penganutnya
di Indonesia tidak pernah sesungguhnya mengumumkan pandangan mereka dan
menunjuk pertumbuhan 1950 di Bandung
sebagai
awal
seni
lukis modern di
In-donesia. Sikap ragu-ragu para pelukis
"Modernis"
Indonesia ini membuka
serangan sebagian
kritikus Indonesia
yang
menganggap perkembangan Bandung
itu
sebagai
pertumbuhan
yang
kebarat-baratan.
4)Serangan ini tidak pernah
mendapat perlawanan
yang
berarti. (Sikap tidak melawan ini bisa
membangkitkan
kesangsian, benarkah Modernisme yang
tercermin pada
karya-karya para pelukis itu, diyakini
7)
Namun
patut kit
a catat, tidak satu pun
dari ketiga pandangan itu benar-benar
mempersoalkan
seni
rupa
"modern"
Indonesia,
seperti yang saya
tuliskan dengan
tegas dalam
analisa saya.
Istilah
yang
lebih banyak digunakan adalah: "seni rupa
Indonesia"
(tanpa
predikat modern)
atau "seni
rupa modern" (tanpa keterangan
Til I k S (I iii b II II \
=
'
ece
nderungan menghindari predikat "modern" dan juga keterangan
"Indone-~'a"
mengaburkan konteks seni rupa yang dibahas
.
Kecenderungan menghindari predikat "modern" membuat diskusi tentang
. 'lai
-nilai modern dalam perkembangan seni rupa modern Indonesia menjadi
'eh
ilangan gantungan. Kecenderungan yang berkaitan dengan retorika anti-Barat
ini
mengkhawatirkan akan terjadi penerapan teori-teori Barat yang tidak relevan
e
ngan kenyataan di Indonesia. Kecemasan ini menurut pendapat saya, malah
1e
munculkan kelemahan lain, yaitu tak adanya ketegasan seni rupa modern
,'ta
adalah perkembangan seni rupa dalam bingkai Barat. Akibatnya seni rupa
10
dern kita sering dianggap sebagai perkembangan kontinu seni rupa dalam
ing
k
a
i tradisi. Lalu munculah kekacauan pengkajian, karena konsep seni lukis
---...
ala
m
bingkai kesenian tradisi, sarna sekali tidak dikenal.
Ke
khawatiran itu, yang justru dibayangi teori-teori Barat (khususnya
O
rientalisme), tidak melihat kenyataan bahwa pengaruh Barat yang masuk ke
In
do
n
es
ia senantiasa mengalami transformasi - melahirkan perkembangan yang
/lJe
rFe-frdari aslinya. Untuk mengkaji "produk campuran" ini semua teori Barat,
m
au
t
a
k mau, harus diubah dan disesuaikan ketika diterapkan untuk mengkaji.
Teori-teori Barat ini bisa, dan bahkan harus diubah, karena tidak ada teori
'
ese
nian dan kebudayaan yang punya kebenaran absolut. Maka melepaskan diri
a
ri
dominasi pandangan dan teori-teori Barat, sarna sekali tidak harus dengan
me
nghindarinya apalagi menyangkalnya
.
Se
mentara kita tidak bisa melepaskan diri daTi bingkai Barat, sikap
m
enghindar dan menyangkal pandangan Barat membuat kita tidak memah
p.
mi
te
ori-teori Barat. Akibatnya, seperti kita lihat dalam kenyataan, sikap kit a
me
ng
hadapi teori-teori Barat menjadi ambivalen dan bahkan paradoksal. Dalam
reto
ri
ka
,
kita menyatakan sikap anti-Barat namun pada praktek kita menerapkan
teor
i-teori itu dengan pemahaman yang sangat terbatas
,
tanpa penafsiran dan
tan
pa
sadar menganggapnya absolut.
Kita sering menemukan teori-teori sejarah seni rupa Barat diterapkan untuk
men
g
identifikasi ekspresi kar
y
a
s
eni rupa kita. Misalnya menetapkan sesuatu
karya
sebag
a
i menganu t (bukan terpengaruh) N aturalisme
,
Realisme,
Eks
pr
es
ionisme
,
Kubi
s
me, Surealisme bahkan Futuri
s
me. Identifikasi ini
dilakukan tanpa catatan sarna
s
ekali.
T
a
k adanya keterangan tambahan dalam penggunaan istilah-istilah itu
menunjukkan kecenderungan kita memutlakkan kebenaran teori-teori (sejarah
se
ni rupa) Barat itu. Hanya satu dua pengamatan dengan cermat menyertakan
ket
e
rangan tambahan, seperti misaln
y
a pembentukan istilah
"
Surealisme Yog
y
a
".
Penambahan predikat
"
Yogya" menunjukkan keinginan menunjukkan Surealisme
Yogya berbeda dengan Surealisme yang kita kenaI melalui teori sejarah seni rupa
Ba
rat, Sureali
s
me
y
ang muncul di Eropa a
w
al Abad ke 20
.
K (l II I f k s
kita menjadi berjar
a
k dengan p
e
mikir
a
n seni rupa mod
ern
man
a
pun. Pengkajia
n
makna dan nilai-nilai kar
ya se
ni rupa modern kita menjadi
m
u
s
tahil karena
t
ak
adanya
patokan bagi pemaknaan
(signif
ier)
.
K
are
na itu
kit
a
se
l
a
lu
ragu
dalam
menilai kar
y
a-kar
y
a
seni
rupa kita dan
akhirn
ya
tak
ada kar
y
a
ya
n
g
s
e
s
ungguhnya bisa ditandai
sebagai
bermakn
a
(signified
)
.
Yang
kemudian t
er
jadi, peninjauan
yang
dida
sar
i teori-t
eori
Barat
ya
ng
dicomot secara acak tanpa mempertimbangkan kurun
waktu. A
t
au, sepe
rti
ya
n
g
banyak kita temui, tinjauan
ya
ng malah tidak berk
aitan samasekali denga
n
pemaknaan - ese
i/
resen
s
i
ya
n
g seka
dar
membahas keindah
a
n rupa dengan
de
s
kripsi
ya
ng berbunga-bun
ga.
Tidak
aneh
apabil
a
dari
keadaan
se
macam
itu
,
makn
a
da
n nilai
karya
-
karya
se
ni rupa modern kita digantun
gkan pada
b
er
b
agai
patokan
yang
tidak
seca
ra
langsung berkaitan d
e
ngan masalah
seni
rup
a. M
i
sa
ln
ya
makna
ya
n
g
d
idasar
kan
pada kadar k
e
tuaan
, se
perti dal
a
m m
e
nilai b
ara
n
g
antik.
Ata
u
, ya
n
g
lebih parah
lagi meng
ga
ntungkan makna
/
nilai karya pada luas per
e
d
ara
nn
ya
di pasar b
a
rang
seni. Dengan kata lain
,
nilai yang diid
e
ntikkan dengan harganya
ya
ng mengikuti
hukum pa
sa
r - dida
sa
ri perimbangan persediaan
(supply)
dan permintaan
(de-mand).
Maka
sulitnya
proses pemaknaan karya
seniman-seniman
kita
,
menurut
pendapat
saya,
bukan karena tak
adanya
kritik
seni
ya
ng baik
se
perti
ya
ng
seringkali dikeluhkan, tetapi karena tak adanya dasar ba
gi
pemaknaan
.
Menghadapi keadaan
semacam itu,
menurut pendapat
saya,
kita h
a
ru
s
mencoba menemukan pemikiran yang bisa mengarah k
e
pembentukan da
sa
r bagi
pemaknaan itu. Salah
satu
cara
yang
paling mungkin ialah mengkaji kembali
fragmen-fragmen perkembangan
se
ni rupa modern Indonesia
y
ang kita kenal
selama ini - ketiga pandangan mengenai pertumbuhan seni
rupa
.
modern kita
-
dan mencoba melihatn
ya
sebagai
elemen-elemen di
s
krusif dalam
pembentukan
wacana.
Terdapat beberapa premis pada pengkajian itu. Pertama
,
perk
e
mbangan
se
ni
lukis mas a kolonial berhubungan dengan pertumbuhan
se
ni luki
s
modern
Indo-nesia. Kedua, perkembangan seni lukis mas a kolonial yang berhubungan dengan
seni
lukis modern Indonesia, tidak
sama
dengan perkembangan
seni
lukis di
Eropa dan Amerika
.
Ketiga
,
perkembangan
seni
lukis modern
Indonesia
tidak
bisa dipahami tanpa mengkaji
seni
lukis masa kolonial di mana terletak
awal
se
luruh perkembangan
seni
rupa Indonesia,
y
aitu awal ma
s
ukn
y
a seni
rupa
dengan bingkai Barat.
Seni
lukis dan seni gambar
dengan bingkai Barat muncul di
Indonesia
pada
Abad
ke 17. Peninggalan
y
ang menunjukkan masukn
ya
seni
lukis ini,
sebuah
lukisan yang
menggambarkan sua
sana pasar di
sekitar benteng Batavia, dilukis
oleh Andries Beeckman pada tahun 1656.
5)Dan juga ilustrasi pada buku Raffle
s,
1785-T i l i k Sl1mbullg
1794.
6)Seni lukis ini mula-mula dipraktekkan oleh pelukis-pelukis Eropa,
khususnya Belanda, namun dalam perkembangannya dipraktekkan pula
oleh
pelukis-pelukis pribumi, khususnya pelukis pribumi
yang
berasal dari kelompok
masyarakat bangsawan.
Catatan
sejarah
menunjukkan
seni
lukis masa kolonial
itu, sampai
perkernbangannya pada awal Abad ke
20,
didominasi
seni
lukis pemandangan
alamo Perkembangan ini
yang
awalnya dipengaruhi
seni
lukis
Belanda
dan
Inggris, hampir tidak mengalami perubahaan
selama
hampir tiga
abad.
Gejala
ini menunjukkan perkembangan
seni
lukis masa kolonial terpisah dari
perkembangan
seni
lukis Eropa
.
Interaksi
yang
terjadi
sangat selektif.
Di tengah keadaan tidak berkembang
semacam itu
Raden
Saleh
tercatat
sebagai
tonggak
seni
lukis masa kolonial pada
Abad
ke 19. Raden
saleh
mendapat
pendidikan
seni
lukis
di
Belanda dan
setelah
pendidikannya
selesai
ia tinggal
dan berkarya di Belanda
,
Jerman dan
Prancis antara
tahun 1839-1851. Ia
satu-satunya
pelukis masa Hindia Belanda
yang
menampilkan pengaruh
Romantisisme
Eropa
pada
Abad
ke 19.
Bila kita menempatkan Raden
Saleh sebagai
tonggak perkembangan
seni
lukis
masa kolonial, pertimbangannya tidak
semata-mata
karena ia pelukis pribumi.
Ia memang
satu-satunya
pelukis masa kolonial
yang
karya-karyanya
mengandung makna
yang
bisa diperhitungkan dalam perkembangan
seni
lukis
masa kolonial.
Pelukis seangkatannya, yang
juga belajar ke
Belanda,
Jan Daniel
Beynon, tidak
sungguh-sungguh
meneruskan profesi
pelukis, karena menjadi
pegawai negeri
sekembalinya ke
Hindia Belanda.
7)Dalam perkembangan
seni
lukis
kita,
batas
berakhirnya perkembangan
seni
lukis masa
kolonial
itu tidak pernah
dibahas,
padahal bila
kita ingin
melihatn
ya
sebagai segmen dalam perkembangan seni
luki
s
Indonesia, akhir perkembangan
itu
penting
bagi mediasi.
kUllall
Andries Beeckman
"Bentellg Batavia"
1656
kiri
Ernest Dezentje "Tilllbllllflll Pad; di Sawall"
eM Minyak rli alas k{/ill 45 X 67cIII
K Q /I I I' k <
Berakhirnya seni lukis mas a kolonial menurut pendapat saya, dapat dilihat
melalui dua catatan. Pertama, catatan perkembangan seni lukis Hindia Belanda.
Kedua,
pandangan pelukis-pelukis pribumi, khususnya Soedjojono, yang
bereaksi pada seni lukis masa kolonial itu. Kedua catatan yang berbeda ini
melahirkan dua kemungkinan garis perkembangan yang berbeda pula.
Khususnya dalam melihat pertumbuhan seni lukis modern Indonesia.
(1)
Mempertimbangkan catatan perkembangan seni lukis Hindia Belanda,
akhir perkembangan seni lukis masa kolonial ditandai sebuah kemajuan
-kecenderungan meninggalkan tradisi seni lukis pemandangan alamo Pada awal
Abad ke 20 tercatat sejumlah pelukis Belanda yang dipengaruhi perkembangan
seni rupa Eropa Abad ke 20 dan bahkan perkembangan seni rupa modern.
Pelukis-pelukis ini antara lain, Jan Frank, Kees van Dongen, Piet Ouburg dan
Ernest Deezentje.
8)Bila garis perkembangan itu diteruskan, kita akan sampai pada munculnya
pengaruh Kubisme pada pelukis Ries Mulder. Kendati Ries Mulder tidak tercatat
dalam perkembangan seni lukis Hindia Belanda, kedudukannya menjadi penting
karena ia mempengaruhi sejumlah pelukis Indonesia (pada tahun 1950 di
Bandung). Bila kita percaya dan mengikuti acuan/teori Modernisme (Barat) seni
lukis modern Indonesia lahir dalam garis perkembangan ini - ditandai
muncul-nya pengaruh Kubisme pada sejumlah pelukis Indonesia.
Namun, menurut pendapat saya asumsi itu sulit dikukuhkan, karena
satu-satunya alasan untuk membenarkannya adalah teori Modernisme yang pada
kenyataannya berjarak dengan kita. Sangat sulit melihat pengaruh Kubisme itu
sebagai penting dan bermakna dalam konteks pertumbuhan seni lukis modern
Indonesia
.
Kaitannya dengan akhir seni lukis masa kolonial sulit dikaji.
Hubungannya dengan lukisan-Iukisan Jan Frank, Kees van Dongen dan Piet
Ouburg, terbatas pada kontinuitas pengaruh seni lukis Eropa
.
Kubisme yang
muncul pad a lukisan-Iukisan Ries Mulder pun lebih memperlihatkan adaptasi
Kubisme dari pad a menampilkan pemikiran baru.
9)Fragmen perkembangan itu seringkali dipertanyakan, apakah bagian dari
perkembangan seni lukis Indonesia atau bukan. Menurut pendapat saya,
perkembangan 1950 di Bandung itu tidak bisa disangkal merupakan bagian dari
garis perkembangan seni lukis modern Indonesia. Fragmen ini memperlihatkan
munculnya pengaruh prinsip-prinsip Modernisme (perkembangan sesudah
Perang Dunia
II)dalam seni lukis modern Indonesia yang sudah tumbuh dan
mulai berkembang (sebagai kelanjutan bukan sebagai awal pertumbuhan).
(2) Mempertimbangkan pandangan pelukis-pelukis pribumi yang bereaksi
pada seni lukis masa kolonial, akhir perkembangan seni lukis masa koloniallebih
mudah diidentifikasi. Terdapat berbagai kenyataan yang lebih memungkinkan
kita melihat kaitannya dengan awal pertumbuhan seni lukis modern Indonesia
- diskontinuitas yang sangat bermakna dalam hal perubahan ke sebuah
Tit i k 5 a III b II II g
perkembangan baru, dan babak transisi yang memungkinkan mediasi.
Mengikuti pandangan Soedjojono, akhir perkembangan seni lukis masa
kolonial ditandai berkembangnya seni lukis pemandangan alamo Dalam
perkembangan seni lukis pemandangan alam ini, menurut catatan Soedjojono,
muncul pelukis-pelukis pribumi seperti Abdullah Soeriosubroto, Mas Pirngadi
dan Basuki Abdullah.
10)Namun dalam catatan perkembangan seni lukis Hindia Belanda, nama-nama
pelukis-pelukis pemandangan alam seperti Abdullah Soeriosubroto, Wakidi,
Sukardji, Mas Pirngadi, sarna sekali tidak tercatat. Karena itu sulit untuk
menentukannya sebagai akhir perkembangan seni lukis masa kolonial.
Pelukis-pelukis ini memang tidak menuntut pengakuan. Mereka tidak berpretensi
menjadi seniman: seperti dalam pandangan Soedjojono. Pekerjaan melukis mereka
lebih bertujuan menjuallukisan. Karena itu bukan hanya masyarakat kolonial
yang meremehkan seni lukis ini tapi bahkan juga Soedjojono, sebagai sesama
pelukis pribumi.
Kritik Soedjojono pada seni lukis pemandangan alam yang berkembang di
kalangan pribumi, menurut pendapat saya tidak esensial. Kendati
seni
lukis
pribumi ini merupakan bagian dari perkembangan panjang seni lukis
pemandangan alam masa kolonial, seni lukis pemandangan alam pribumi ini
lebih merupakan gejala sosial. Sebuah tanda semakin banyaknya
pelukis~pelukispribumi di lingkungan seni lukis masa kolonial.
Penentangan Soedjojono pada seni lukis pemandangan alam, menurut
pendapat saya, lebih ditujukan pada identitas para pelukis pribumi di balik seni
lukis itu. Mereka adalah anggota masyarakat feodal
yang
kehidupannya berjarak
dengan masyarakat kebanyakan. Dalam persepsi Soedjojono, mereka berpihak
pada masyarakat kolonial Belanda.
11) •Sejarah kebangsaan kita dan juga catatan pemerintah Hindia Belanda,
mencatat banyak peristiwa
yang
memperlihatkan ambiguitas masyarakat
Abdulah SR
"DatarfllJ Tillggi
Bl1llrlllllg" Cat Mil/lInk eli atas kai!l
K (l 'I I e k s
Basuki Abdulah "Potret Seorallg Cadis"
Pastel di atas kertas 65 x 48 elll