• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERAN ELITE LOKAL DALAM PERKEMBANGAN OTO

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PERAN ELITE LOKAL DALAM PERKEMBANGAN OTO"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

PERAN ELITE LOKAL DALAM PERKEMBANGAN OTONOMI DAERAH DI INDONESIA

Oleh Muh. Firyal Akbar A

- Gambaran Umum Mengenai Konsep otonomi Daerah

Otonomi Daerah adalah istilah kata yang muncul di Indonesia sebagai manifestasi dari konsep desentralisasi yang diterapkan sejak lahirnya UU NO 22 Tahun 2009 tentang Pemerintahan Daerah yang mempunyai semangat untuk bagaimana mengembangkan daerah dengan asas kemandirian dan tidak sepenuhnya lagi bergantung pada pemerintahan pusat. Sang pelopor atau penggagas lahirnya otonomi daerah ialah salah seorang putra dari kawasan Indonesia timur tepatnya putra sulawesi yakni Ryas Rasyid yang pada waktu itu juga menjabat sebagai Mentri pada masa kepemimpinan ibu Megawati Soekarno Putri. Istilah otonomi daerah oleh sebagian pakar atau ahli sering diartikan sebagai suatu hal positif bagi pemerintah daerah dalam

rangka mengembangkan daerah masing-masing untuk mencapai

(2)

sumber material yang substansial tentang fungsi-fungsi yang berbeda. Pendapat lainnya ialah yang dikemukakan Vincent Lemius (1986) bahwa otonomi daerah merupakan kebebasan untuk mengambil keputusan politik maupun administrasi, dengan tetap menghormati peraturan perundang-undangan. Meskipun dalam otonomi daerah ada kebebasan untuk menentukan apa yang menjadi kebutuhan daerah, tetapi dalam kebutuhan daerah senantiasa disesuaikan dengan kepentingan nasional, ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.

Setelah kita melihat pendapat para ahli tentang konsep otonomi daerah, dalam Undang-undang juga menjelaskan mengenai definisi otoda itu sendiri sperti dalam UU Nomor 32 tahun 2004 jo. UU Nomor 12 tahun 2008 dinyatakan bahwa otonomi daerah adalah Hak, kewajiban dan kewenangan daerah untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Lebih lanjut dijelaskan bahwa bila dikaji lebih jauh isi dan jiwa undang-undang Nomor 32 Tahun 2004, maka otonomi daerah mempunyai arti bahwa daerah harus mampu :

1.Berinisiatif sendiri yaitu harus mampu menyusun dan melaksanakan kebijaksanaan sendiri.

2. Membuat peraturan sendiri (PERDA) beserta peraturan pelaksanaannya.

3. Menggali sumber-sumber keuangan sendiri.

4. Memiliki alat pelaksana baik personil maupun sarana dan prasarananya.

Beranjak dari rumusan di atas, dapat disimpulkan bahwa otonomi daerah pada prinsipnya mempunyai tiga

(3)

1. Aspek Hak dan Kewenangan untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri.

2. Aspek kewajiban untuk tetap mengikuti peraturan dan ketentuan dari pemerintahan di atasnya, serta tetap berada dalam satu kerangka pemerintahan nasional.

3. Aspek kemandirian dalam pengelolaan keuangan baik dari biaya sebagai perlimpahan kewenangan dan pelaksanaan kewajiban, juga terutama kemampuan menggali sumber pembiayaan sendiri.

Adapun yang dimaksud dengan hak dalam pengertian otonomi adalah adanya kebebasan pemerintah daerah untuk mengatur rumah tangga, seperti dalam bidang kebijaksanaan, pembiyaan serta perangkat pelaksanaannnya. Sedangkan kewajban harus mendorong pelaksanaan pemerintah dan pembangunan nasional. Selanjutnya wewenang adalah adanya kekuasaan pemerintah daerah untuk berinisiatif sendiri, menetapkan kebijaksanaan sendiri, perencanaan sendiri serta mengelola keuangan sendiri.

Dari beberapa literatur mengenai konsep otonomi daerah dijelaskan bahwa Pemberian otonomi daerah secara luas berdasarkan dengan UU No.32 tahun 2004 diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahtraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan dan peran masyarakat. Di samping itu melalui otonomi luas, daerah diharapkan mampu meningkatkan daya saing dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan dan kekhususan serta potensi dan keanekaragaman daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

(4)

memiliki kewenangan membuat kebijakan daerah untuk memberi pelayanan, peningkatan peran serta, prakarsa, dan pemberdayaan masyarakat yang bertujuan pada peningkatan kesejahtraan rakyat. Sejalan dengan prinsip tersebut dilaksanakan pula prinsip otonomi yang nyata dan bertanggungjawab. Prinsip otonomi nyata adalah suatu prinsip bahwa untuk menangani urusan pemerintahan dilaksanakan berdasarkan tugas, wewenang, dan kewajiban yang senjatanya telah ada dan berpotensi untuk tumbuh, hidup dan berkembang sesuai dengan potensi dan kekhasan daerah.

Seiring dengan prinsip –prinsip yang telah ada penyelenggaraan otonomi daerah harus selalu berorientasi pada peningkatan kesejahtraan masyarakat dengan selalu memperhatikan kepentingan dan aspirasi yang tumbuh dalam masyarakat. Selain itu penyelenggaraan otonomi daerah juga harus menjamin keserasian hubungan daerah dengan daerah lainnya, artinya mampu membangun kerjasama antar daerah untuk meningkatkan kesejahtraan bersama dan mencegah ketimpangan antar daerah. Hal yang tidak kalah pentingnya ialah bahwa otonomi daerah juga harus mampu menjamin hubungan yang serasi antar daerah dengan pemerintah, artinya harus mampu memelihara dan menjaga keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam rangka mewujudkan tujuan dan cita-cita Negara.

- Sepak Terjang Elite lokal Dalam Implementasi Otonomi Daerah

(5)

rakyat dengan selalu memperhatikan aspirasi yang tumbuh dalam masyarakat. Apa yang terjadi dalam pelaksanaan otonomi daerah hingga saat ini justru melahirkan disorientasi terhadap tujuan dan prinsip-prinsip dari konsep otoda sesuai dengan amanat undang-undang, hal ini dapat terlihat dari hasil pelaksanaan otoda secara komprehensif di seluruh indonesia. Sekalipun ada perubahan dari sistem sentralistik ke sistem desentralistik namun tidak secara signifikan dapat merubah daerah menjadi lebih mandiri dan berkembang. Manfaat otoda hanya secara makro yang muncul kepermukaan seperti pengelolaan sebagian urusan seperti yang tertuang dalam pasal UU Nomor 32 tahun 2004 mengenai wewenang baik pemerintah provinsi maupun pemerintah Kabubaten/kota yang dulunya dipegang oleh pusat yang notabene memang harus dilaksanakan oleh daerah dengan tanggungjawab instansi masing-masing. Namun secara mikro pelaksanaan otoda yang berorientasi pada peningkatan pelayanan kepada masyarakat dan pemberdayaan masyarakat dalam rangka menciptakan kesejahtraan rakyat masih jauh dari harapan.

(6)

mengawali tentang peran elite lokal dalam pelaksanaan otoda hingga saat ini di mana peran elite lokal akan dibahas lebih kompleks lagi.

Praktek KKN disinyalir menjadi salah satu langkah mundur dalam praktek otoda di Indonesia. dari data yang ada pada beberapa sumber menyebutkan bahwa hampir sebagian besar daerah utamanya daerah Kabupaten/kota memiliki masalah khususnya yang berkaitan dengan korupsi. Tidaklah mengherankan hampir sebagian para pejabat baik itu yang ada ditingkatan eksekutif maupun yang ada di legislatif mewarnai pemberitan di beberapa media, baik itu media cetak maupun elektronik. Dan tidak jarang dari mereka adalah para Bupati atau Walikota dan Ketua DPRD yang langsung terlibat dalam kasus korupsi tersebut, kasus yang masih hangat ialah bagaimana penangkapan Bupati Kabupaten Buol oleh KPK mengenai pembebasan lahan di wilayah tersebut.

(7)

biasa”. Maraknya praktek korupsi yang terjadi di daerah seakan terorganisir dengan “hubungan gelap” antara para elite yang ada di daerah dengan ada yang di pusat sehingga memang wajar jika praktek KKN oleh para elite sangat rapi.

(8)

Disorientasi peran elite lokal dalam pelaksanaan otoda selanjutnya masih berhubungan dengan pemilihan kepala daerah secara langsung sebagai manifestasi konsep otoda itu sendiri, di mana letak permasalahannya ketika kita Bila merujuk pada UU Otonomi Daerah Nomor 32 Tahun 2004 Bab V Pasal 130 ayat 1 dan 2 dimana pengangkatan, pemindahan dan pemberhentian dari dan dalam Eselon II pada pemerintahan daerah sepenunya merupakan domain kepala daerah (Gubernur, Walikota dan Bupati), ini memberikan legitimasi hukum yang kuat menyangkut kewenangan daerah dalam mengelola kepegawaian daerah. Pasal ini sangat jelas menggambarkan Kepala Daerah mempunyai otoritas kuat dalam memetakan dan menentukan formasi jabatan di daerah. Dengan otoritasnya yang begitu kuat, implikasi penyalahgunaan wewenang ini sering kali terjadi dalam mengelola apartur atau pegawai negeri sipil daerah. Pola pembinaan manajemen dan kaitannya dalam menentukan orang-orang dalam rangka memenuhi pengangkatan, pemindahan dan pemberhentian yang seharusnya dilakukan dengan asas kepastian hukum, asas kepentingan umum, asas keterbukaan, asas proporsionalitas, asas profesionalisme, asas akuntabilitas, asas efisiensi dan asas efektifitas, tetapi kecendenderungan yang terjadi asas-asas tersebut diabaikan, karena seringkali kepala daerah menggunakan pendekatan politis dalam rangka membangun jaringan dan memetakan konsolidasi birokrasi sebagai cara membangun kekuatan politik dari dalam birokrasi. Siapa mendukung siapa, adalah patron yang digunakan dalam rangka membentuk formatur pejabat daerah.

(9)

calonnya, Para pejabat dari mulai pejabat Dinas, Camat, Lurah dan Kepala Desa seolah menjadi agen partai atau tim sukses calon kepala daerah tertentu. Manakala calon yang didukungnya menang, asas timbal balik akan dilakukan, artinya pengangkatan dan pemindahan yang diinginkan akan diberikan dengan instan sebagai imbalan politik, akan tetapi manakala calon yang didukung kalah, maka secara karir akan terkucil. Pengembangan karir pegawai negeri sipil daerah seharusnya di dasari oleh pasal 133 UU Otonomi Daerah yang harus mempertimbangkan integritas dan moralitas, pendidikan dan pelatihan, pangkat, mutasi jabatan dan kompetensi. Analisa penulis mengenai polarisasi birokrasi oleh para elite menjelang Pemilukada ini diklasifikasikan menjadi dua kelompok. Pertama, kelompok loyal. Kelompok ini memiliki konsistensi yang tinggi ketika mendukung seseorang calon, dan cenderung untuk terus menghimpun dan mencari dukungan dari dalam. Kedua, kelompok oportunis. Kelompok ini adalah kelompok yang cenderung ambigu dalam memberikan dukungan, ambiguitas ini dikarenakan selalu menghitung-hitung keuntungan dan kerugian juga mencari keselamatan posisi dan jabatan. Bisa dibayangkan kalau birokrasi dihadapkan pada persoalan politis seperti ini, produktifitas dalam melakukan pelayanan publik akan terganggu. Akan ada gap dan yang lebar antar pejabat, antar Dinas, karena situasi yang serba politis akan menjadi pertimbangan utama dalam mengelola birokrasi daerah, dan hal ini akan berpengaruh kepada ketidak-solidan struktur birokrasi yang ada di daerah dalam melakukan pelayanan publik.

(10)

melakukan pemekaran tentunya dengan asumsi ingin mengurus dan mengolah rumah tangganya sendiri demi satu tujuan yakni kesejahtraan. Namun, yang terjadi ialah sesuai dengan hasil diskusi yang didapatkan data bahwa semenjak adanya beberapa daerah yang dimekarkan baik yang berubah menjadi kabupaten maupun provinsi bahwa hampir 80% lebih wilayah pemekaran tersebut gagal dalam berotonomi. Data tersebut menunjukkan bahwa pengaruh elite lokal yang dulunya memperjuangkan aspirasi masyarakat utnuk membentuk suatu wilayah baru dalam rangka kesejahtraan hanya sebagai kamuflase bagi mereka untuk berkuasa, dan yang menangung beban dari semua itu ialah warga termasuk daerah itu sendiri. Jangan heran hingga saat ini banyak daerah yang berjuang untuk memekarkan wilayahnya yang notabene hanya diprakarsai oleh sebagian para elite yang berasumsi bahwa itu aspirasi masyarakat walaupun daerah tersebut belum mampu untuk memenuhi syarat administaratif, tehnis maupun fisik dalam rangka membentuk wilayah baru sesuai dengan yang diamanatkan dalam UU pemerintahan derah 32 tahun 2004.

(11)

ketika masyarakat sebagai objek dari pelaksanaan otoda dalam rangka mencapai kesejahtraan merasa akan hal tersebut dan puas berotonomi.

Referensi

Dokumen terkait

Melalui kegiatan pembelajaran daring menggunakan model discovery learning tentang sistem pencernaan pada manusia peserta didik diharapkan mampu menganalisis hubungan antara

Ada beberapa pendapat tentang fungsi media pembelajaran. Peranan media dalam kegiatan pembelajaran merupakan bagian yang sangat menen- tukan efetivitas dan efisiensi

Dengan mengacu pada ibadah yang telah disebutkan di atas, maka sangat perlu bagi umat muslim untuk sedapatnya mengetahui secara komperehensip tentang ibadah yang

The effects of programmed culture training upon the performance of volunteer medical teams in Central America.. Seattle : Orgnizational Research, University of

Kegiatan pelatihan dimaksudkan untuk menambah pengetahuan masyarakat dan aparat Desa Buntulia Barat Kecamatan Duhiadaa terhadap pemanfaatan teknologi informasi untuk

Dalam hal ini Direktur dan karyawan memiliki persepsi yang sama, sehingga Direktur harus mempertahankan ketiga tipe kepemimpinan tersebut dengan menerapkan sifat – sifat yang

Berdasarkan pengamatan dan pengumpulan data yang telah dilakukan pada laporan keuangan PT Hoge Honjo Halamea yang terdiri dari laporan posisi keuangan dan laporan laba