• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENDAHULUAN BAB 1 LAPORAN AKHIR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENDAHULUAN BAB 1 LAPORAN AKHIR"

Copied!
51
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 1

PENDAHULUAN

Salah satu upaya pengembangan industri rotan adalah dengan  melakukan penguatan inovasi desain produk rotan. Industri  kecil rotan  dan inkubator diharapkan akan dapat  memanfaatkan hasil penelitian ini  sebagai acuan desain untuk  memajukan usahanya

(2)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG 

Industri  meubel  rotan  merupakan  industri  yang  potensial  untuk  dikembangkan  di  Sulawesi Tenggara. Industri ini mampu menumbuhkan ekonomi masyarakat dan daerah  Sulawesi  Tenggara.  Program  pengembangan  industri  ini  harus  dilaksanakan  secara  terpadu  untuk  mendapatkan  hasil  yang  maksimal  dalam  pengembangan  industri  rotan  ini  kegiatan  yang  terpadu  tersebut  adalah  melibatkan  semua  stake  holder  di  industri  rotan ini. 

Kajian  pengambangan  industri  meubel  rotan  Sulawesi  Tenggara  ini  merupakan  langkah  awal  dalam  rangkaian  pengembangan  industri  rotan    di  Sulawesi  Tenggara.  Kajian  ini  berangkat  dari  data,  informasi  dan  keadaan  real  masyarakat  di  Sulawesi  Tenggara  serta  memperhatikan  kekhasan  setiap  wilayah  di  Sulawesi  Tenggara.  Perkembangan  informasi  dan  teknologi  di  masa  mendatang  yang  sangat  cepat  akan  mempengaruhi  rencana  pengembangan  industri  rotan  di  Sulawesi  Tenggara  pada  akhirnya.  Dengan  demikian,  pemanfaatan  informasi  dan  teknologi  menjadi  sangat  penting untuk diperhatikan pada kajian pengembangan industri ini.  

Menurut  Undang‐Undang  Nomor  17  tahun  2007  tentang  Rencana  Pembangunan  Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005‐2025, dalam rangka memperkuat perekonomian  domestik  dengan  orientasi  dan  berdaya  saing  global  diperlukan  dukungan  penguatan  sistem inovasi, melalui pengembangan IPTEK yang diarahkan pada peningkatan kualitas  serta memanfaatkan IPTEK nasional untuk mendukung daya saing secara global. Hal itu  dilakukan  melalui  peningkatan,  penguasaan,  dan  penerapan  IPTEK  secara  luas  dalam  sistem  produksi  barang/jasa,  pembangunan  pusat‐pusat  unggulan  IPTEK,  pengembangan  lembaga  penelitian  yang  handal,  perwujudan  sistem  pengakuan  terhadap  hasil  temuan  dan  Hak  atas  Kekayaan  Intelektual  (HKI),  pengembangan  dan  penerapan  standar  mutu,  peningkatan  kualitas  dan  kuantitas  Sumber  Daya  Manusia  (SDM) IPTEK, peningkatan kuantitas dan kualitas sarana dan prasarana IPTEK. Berbagai 

(3)

langkah  tersebut  dilakukan  untuk  mendukung  pembangunan  ekonomi  yang  berbasis  pengetahuan  serta  pengembangan  kelembagaan  sebagai  keterkaitan  dan  fungsional  sistem inovasi dalam mendorong pengembangan kegiatan usaha. 

Berdasarkan    MOU  antara  Gubernur  Sulawesi  Tenggara  dengan  Rektor  Institut  Teknologi  Sepuluh  Nopember  Surabaya  dan  Naskah  Kerjasama  antara  Dinas  Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Sulawesi Tenggara dengan Lembaga Penelitian  dan  Pengabdian  kepada  Masyarakat  ITS  Surabaya  nomor:  530/490  dan  nomor  1196/IT2.11/KS.00.03/2014 Tentang Pengembangan Industri Rotan, terdapat perjanjian  kerjasama dalam pengembangan potensi Industri Rotan di Sulawesi Tenggara.                          Gambar 1.1  Pengembangan desain kursi rotan dan bambu  ( Sumber : penelitian SIDA Jatim, 2013)    Salah satu upaya pengembangan industri rotan adalah dengan melakukan penguatan  inovasi  dalam  pengembangan  desain  produk  –  produk  rotan.  Perlu  dilakukan  analisis  dasar  terhadap  karakter  mebel  dan  asesoris  Sulawesi  Tenggara.  Selanjutnya  dilakukan  inovasi  pengembangan  produk  dan  varian  desain.  Pengembangan  desain  tersebut  berkaitan  dengan  sejumlah  faktor  penting  yang  kemudian  dijadIkan  variable  dalam  penelitiannya.  Variabel  tersebut  adalah  keindahan,  karakter  Sultra,    kekuatan  dan 

(4)

kelayakan  jualnya.  Sentra  industri  kecil  rotan    dan  inkubator  diharapkan  akan  dapat  memanfaatkan hasil penelitian ini  sebagai acuan desain untuk memajukan usahanya.   

 

1.1. Ruang Lingkup Kegiatan  

1. Mengidentifikasi karakter produk rotan khas Sulawesi Tenggara: 

a. Identifikasi  karakter  produk  rotan  Sulawesi  Tenggara  dengan  pendekatan  analogi/morfologi terhadap ciri khas Sulawesi Tenggara. 

b. Tersusunnya beberapa konsep dasar bentuk khas Sulawesi Tenggara.  2. Mengembangkan varian desain berdasarkan keanekaragaman fungsi 

3. Tersusunnya bank desain yang berisi desain dan gambar kerja sebagai standar bagi  IKM    dan  pelaku  usaha  rotan  Sulawesi  Tenggara  dalam  melakukan  proses  produksinya.  

a. Tersusunnya bank desain yang terdiri dari beberapa fungsi produk rotan.  b. Setiap gambar dilengkapi dengan panduan ukuran 

1.2. TUJUAN, MANFAAT DAN DAMPAK KEGIATAN YANG DIHARAPKAN 

Berdasarkan  latar  belakang  yang  telah  dijelasakan,  maka  maksud  dan  tujuan  dari  penyusunan Program Pengembangan Bank Desain Inovatif Produk Kerajinan Rotan adalah:  a. Maksud : Mendukung adanya penguatan sistem inovasi daerah, melalui pengembangan 

IPTEK  yang  diarahkan  pada  peningkatan  kualitas  industri  rotan  dengan  mengembangkan produk rotan Sulawesi Tenggara dalam bentuk Bank Desain.  

b. Tujuan :     

1. Mengidentifikasi karakter produk rotan khas Sulawesi Tenggara  2. Mengembangkan varian desain berdasarkan keanekaragaman fungsi 

3. Tersusunnya bank desain yang berisi desain dan gambar kerja sebagai standar bagi  UKM    dan  pelaku  usaha  rotan  Sulawesi  Tenggara  dalam  melakukan  proses  produksinya.  

(5)

1.3. TARGET LUARAN 

Produk  yang  dihasilkan  dalam  penyusunan  Program  Pengembangan  Bank  Desain  Inovatif  Produk Kerajinan Rotan minimal mencakup:  1. Karakter produk  2. Jenis produk unggulan  3. 30 desain   1.4 SISTEMATIKA LAPORAN  Materi Pokok yang tercantum di dalam Laporan ini antara lain adalah;  BAB I  PENDAHULUAN 

Bab  I  menjelaskan  tentang  latar  belakang;  maksud,  tujuan  dan  sasaran;  ruang  lingkup pekerjaan; dan sistematika laporan. 

BAB II METODE PENELITIAN  

Bab II menjabarkan metode dan tahapan dalam penelitian ini.   BAB III ANALISIS PENGEMBANGAN PRODUK 

Bab  IV  menjelaskan  mengenai  konsep  yang  terdiri  dari:  konsep  desain,  analisis  bentuk dan proses pengembangan desain.  

BAB IV BANK DESAIN INOVATIF PRODUK KERAJINAN ROTAN 

Bab  IV  menjelaskan  hasil  akhir  berupa  rendering  dan  bank  desain  secara  keseluruhan.  

BAB V PENUTUP 

Bab  V  berisi  mengenai  kesimpulan  dan  rekomendasi  pengembangan  desain  dan  industry rotan selanjutnya 

(6)

BAB 2

METODE PENELITIAN &

TEORI PENUNJANG

Teori – teori yang relevan dengan penelitian serta studi literatur yang  telah dilakukan sebagai pedoman pelaksanaan bank desain  akan  diuraikan pada bab ini.  Penjelasan mengenai teori – teori   pengembangan produk yang mempertimbangkan selera pasar,  kekuatan bahan dan kemudahan pembuatan.

(7)

   

BAB 2

METODE PENELITIAN & TEORI

 

2.1 TEORI PENUNJANG 

Literatur  utama  yang  menjadi  penunjang  dari  penelitian  ini  adalah  hasil  dari  pengembangan  desain  pada  desain  manik‐manik  kaca  (Wardhana;  2009)  dan  pengembangan  Ikm  di  berbagai  bidang.  Pada  penelitian  tersebut  diperoleh  manfaatnya  yakni  metodologi  perancangan  yang  dikembangkan.  Dalam  penelitian  desain  yang  lain,  Indraprasti  (2012)  juga  dapat  diambil  manfaat  penerapan  metodologi  dari  pengembangan  ide  hingga  menjadi  sebuah  karya  desainnya.  Pengembangan  penelitian  dari  metodologi  tersebut  diambil  kesimpulan  sementara  yakni  ide  hingga  menjadi  wujud  nyata  adalah  didasarkan pada beberapa tahapan penting yang harus dilaksanakannya.  

Tahapan  dalam  pengembangan  desain  dari  ide  hingga  terwujudnya  karya  adalah  terdiri  dari:  pengenalan  bentuk  desain,  pencarian  ide  bentuk,  pengembangan  kekuatan,  pengembangan  estetika,  dan  uji  kelayakan  desain.  Masing‐masing  tahapan  memiliki  kesulitan yang berbeda‐beda dan menjadi bagian penting untuk tahapan selanjutnya. Secara  diagramatis kesimpulan beberapa penelitian pendahuluan yang membahas pengembangan  karya desain adalah seperti di bawah ini.            Gambar 2.1. Proses penelitian dalam pengembangan desain disarikan dari Wardhana (2009)  dan Indraprasti (2012).  Pengenalan karya Pencarian ide  Pengembangan  Pengembangan  Uji kelayakan desain

(8)

Selain itu tahapan lain yang merupakan rujukan penelitaian ini adalah, 

  Gambar 2.2. Proses penelitian oleh (Rucitra 2010) 

Diagram  tersebut  menceritakan  tahapan  penelitian  mulai  dari  pengumpulan  data,  pengolahan hingga desain akhir.  

2.2   STUDI HASIL PENELITIAN SEBELUMNYA 

Wardhana (2009) memberikan masukan berarti bahwa pengembangan desain selalu  harus  memperhatikan  kemampuan  desainer  dalam  mengenali  variabel  mewujudkan  desainnya.  Pengenalan  variabel  menjadi  sangat  penting  untuk  memperbaiki  kekurangan  yang  ada  pada  suatu  desain.  Beberapa  variabel  yang  diperhatikan  tersebut  adalah:  pengenalan bentuk desain, pencarian ide bentuk, pengembangan kekuatan, pengembangan  estetika, dan uji kelayakan desain.  

(9)

Indraprasti  (2012)  menekankan  pada  beberapa  hal  yang  sama  dengan  kesimpulan  penelitian di atas, namun terdapat temuan penting lainnya yakni pencarian ide didasarkan  pada  pengetahuan  yang  bersumber  pada  pengetahuan  orang‐orang  secara  luas.  Dengan  demikian,  keuntungan  yang  dapat  diperoleh  dari  penggalian  ide  tersebut  adalah  hasil  desainnya  akan  mudah  dimengerti  orang  lain  (pengamat).  Hal  ini  disebabkan  karena  ide  yang  umum  dan  telah  dikenal  orang  lain  akan  mempermudah  menghasilkan  suatu  desain,  sehingga orang lain akan mudah pula dalam mengerti maksud bentuk desainnya.  

Kristiato (2013) pada penelitiannya mengungkapkan UKM Furnitur di Gresik Selatan  memiliki  kekuatan  kemampuan  produksi  yang  cukup  baik.  Satu  peluang  yang  harus  dikembangkan adalah mengangkat varian desain yang optimal bagi UKM tersebut. Dengan  demikian langkah untuk mengembangkan desain yang nantinya dapat diproduksi pada UKM  Kayu dan Rotan di Gresik menjadi langkah yang sangat tepat.  

2.3   TEORI PENUNJANG   2.3.1   Pengertian Produk 

Banyak  klasifikasi  suatu  produk  yang  dikemukakan  ahli  pemasaran,  diantaranya  pendapat yang dikemukakan oleh Kotler tentang barang konsumsi. Menurut Kotler (2002),  barang  konsumen  adalah  barang  yang  dikonsumsi  untuk  kepentingan  konsumen  akhir  sendiri  (individu  dan  rumah  tangga),  bukan  untuk  tujuan  bisnis.  Pada  umumnya  barang  konsumen dibedakan menjadi empat jenis : 

 

a) Convenience goods 

Merupakan barang yang pada umumnya memiliki frekuensi pembelian tinggi (sering dibeli),  dibutuhkan dalam waktu segera, dan hanya memerlukan usaha yang minimum (sangat kecil)  dalam  pembandingan dan  pembeliannya.  Contohnya  antara  lain  produk  tembakau,  sabun,  surat kabar, dan sebagainya. 

(10)

Barang‐barang  yang  dalam  proses  pemilihan  dan  pembeliannya  dibandingkan  oleh  konsumen  diantara  berbagai  alternatif  yang  tersedia.  Contohnya  alat‐alat  rumah  tangga,  pakaian, furniture, mobil bekas dan lainnya. 

c) Specialty goods 

Barang‐barang  yang  memiliki  karakteristik  dan/atau  identifikasi  merek  yang  unik  dimana  sekelompok  konsumen  bersedia  melakukan  usaha  khusus  untuk  membelinya.  Misalnya  mobil  Lamborghini,  pakaian  rancangan  orang  terkenal,  kamera  Nikon  dan  sebagainya.  d) Unsought goods 

Merupakan barang‐barang yang tidak diketahui konsumen atau kalaupun sudah diketahui,  tetapi  pada  umumnya  belum  terpikirkan  untuk  membelinya.  Contohnya  asuransi  jiwa,  ensiklopedia, tanah kuburan dan sebagainya. 

Menurut  Kotler  and  Armstrong  (2004)  arti  dari  kualitas  produk  adalah  kemampuan  sebuah  produk  dalam  memperagakan  fungsinya,  hal  itu  termasuk  keseluruhan  durabilitas,  reliabilitas, ketepatan, kemudahan pengoperasian dan reparasi produk juga atribut produk  lainnya. 

2.3.2   Dimensi Kualitas Produk 

Menurut  Mullins  et  all  (2005)  apabila  perusahaan  ingin  mempertahankan  keunggulan  kompetitifnya  dalam  pasar,  perusahaan  harus  mengerti  aspek  dimensi  apa  saja  yang  digunakan  oleh  konsumen  untuk  membedakan  produk  yang  dijual  perusahaan  tersebut  dengan produk pesaing. Dimensi kualitas produk tersebut terdiri dari : 

 

1.  Performance  (kinerja),  berhubungan  dengan  karakteristik  operasi  dasar  dari  sebuah  produk.  Performance  yang  baik  dilihat  dari  penampilan  produk  tersebut  dibandingkan  dengan produk lain yang sejenis. 

2. Durability (daya tahan), yang berarti berapa lama atau umur produk yang bersangkutan  bertahan  sebelum  produk  tersebut  harus  diganti.  Semakin  besar  frekuensi  pemakaian  konsumen terhadap produk maka semakin besar pula daya tahan produk.  

(11)

3.  Conformance  to  specifications  (kesesuaian  dengan  spesifikasi),  yaitu  sejauh  mana  karakteristik  operasi  dasar  dari  sebuah  produk  memenuhi  spesifikasi  tertentu  dari  konsumen atau tidak ditemukannya cacat pada produk.  

4.  Features  (fitur),  adalah  karakteristik  produk  yang  dirancang  untuk  menyempurnakan  fungsi produk atau menambah ketertarikan konsumen terhadap produk. 

5.  Reliabilty  (reliabilitas),  adalah  probabilitas  bahwa  produk  akan  bekerja  dengan  memuaskan  atau  tidak  dalam  periode  waktu  tertentu.  Semakin  kecil  kemungkinan  terjadinya kerusakan maka produk tersebut dapat diandalkan.  

6.  Aesthetics  (estetika),  berhubungan  dengan  bagaimana  penampilan  produk  bisa  dilihat  dari tampak, rasa, bau, dan bentuk dari produk. 

7.  Perceived  quality  (kesan  kualitas),  sering  dibilang  merupakan  hasil  dari  penggunaan  pengukuran  yang  dilakukan  secara  tidak  langsung  karena  terdapat  kemungkinan  bahwa  konsumen tidak mengerti atau kekurangan informasi atas produk yang bersangkutan. Jadi,  persepsi  konsumen  terhadap  produk  didapat  dari  harga,  merek,  periklanan,  reputasi,  dan  Negara asal. 

 

Menurut Tjiptono (1997), dimensi kualitas produk meliputi :  1) Kinerja (performance) 

Yaitu karakteristik operasi pokok dari produk inti (core product) yang dibeli, misalnya  kecepatan,  konsumsi  bahan  bakar,  jumlah  penumpang  yang  dapat  diangkut,  kemudahan  dan kenyamanan dalam mengemudi dan sebagainya. 

2) Keistimewaan tambahan (features) 

Yaitu  karakteristik  sekunder  atau  pelengkap,  misalnya  kelengkapan  interior  dan  eksterior  seperti  dash  board,  AC,  sound  system,  door  lock  system,  power  steering,  dan  sebagainya. 

(12)

Yaitu  kemungkinan  kecil  akan  mengalami  kerusakan  atau  gagal  dipakai,  misalnya  mobil tidak sering rewel/ rusak. 

4) Kesesuaian dengan spesifikasi (conformance to specifications) 

Yaitu sejauh mana karakteristik desain dan operasi memenuhi standar‐standar yang  telah  ditetapkan  sebelumnya.  Misalnya  standar  keamanan  dan  emisi  terpenuhi,  seperti  ukuran as roda untuk truk tentunya harus lebih besar daripada mobil sedan. 

5) Daya tahan (durability) 

Berkaitan  dengan  berapa  lama  produk  tersebut  dapat  terus  digunakan.  Dimensi  ini  mencakup umur teknis maupun umur ekonomis penggunaan mobil. 

6) Estetika (asthethic) 

Yaitu  daya  tarik  produk  terhadap  panca  indera.  Misalnya  bentuk  fisik  mobil  yang  menarik, model atau desain yang artistik, warna, dan sebagainya. 

JM  Juran  melihat  konsep  mutu  dari  dua  sudut  pandang.  Pertama  adalah  dari  segi  penampilan  dan  kedua  adalah  dari  segi  kekurangan  (defisiensi).  Suatu  produk  yang  mempunyai    penampilan  memuaskan  (excellent),  dinilai  sebagai  sebuah  produk  bermutu.  Demikian juga jika memiliki sedikit defisiensi, maka produk tersebut dinilai sebagai produk  bermutu.  Pandangan  Juran  sedikit  berbeda  dengan  pandangan  konvensional.  Secara  konvensional  produk  dianggap  bermutu  jika  produk  tersebut  tahan  lama,  meskipun  penampilannya  tidak  menarik.  Disamping  tahan  lama,  produk  juga  disebut  bermutu  jika  dapat  dipakai  dengan  baik.  Faktor  lain  dari  mutu  yang  baik  adalah  bentuk  yang  baik.  Jadi  secara konvensional, factor bentuk (performance), faktor tahan lama (durability) dan faktor  kegunaan  (service  ability)  dianggap  sebagai  faktor  mendasar  untuk  mengatakan  suatu  produk bermutu atau tidak.. 

Saat  ini  suatu  produk  yang  bermutu  adalah  produk  yang  dapat  memuaskan  pelanggan.  Hal  ini  berkaitan  erat  dengan  konsep  pemasaran  modern  yang  menyatakan  bahwa  pengenalan  perilaku  konsumen  merupakan  tonggak  keberhasilan  pemasaran.  Hal  inilah  yang  kemudian  dikembangkan  oleh  para  ahli  sehingga  lahirlah  suatu  definisi  baru 

(13)

tentang  produk  bermutu  yang  dicetuskan  oleh  Michael  Porter.  Porter  menyatakan  bahwa  produk  yang  bermutu,  setidaknya  ditentukan  oleh  delapan  faktor  yaitu  :  Performance,  Feature, Reability, Conformance, Durability, Service Ability,Aesthetics, dan Perceived Quality.  Performance  yang  baik  dilihat  dari  penampilan  produk  tersebut  dibandingkan  dengan  produk  lain  yang  sejenis.  Reability  bermaksud  kepada  keterandalan  produk,  sedangkan  conformance  lebih  bermaksud  pada  baiknya  proses  produksi  untuk  menghasilkan  produk.  Durability  cenderung  bermakna  pada  ketahanan  suatu  produk  digunakan.  Service  ability  merupakan  suatu  mutu  yang  berbasis  pada  kepuasan  konsumen.  Faktor  ini  mengukur  seberapa jauh suatu produk dapat memberikan rasa puas terhadap pemakainya. Aesthetics  lebih  bermakna  pada  nilai  seni  dan  desain  produk,  mencakup  warna,dan  lain‐lain.  Sedangkan  Perceived Quality  merupakan sesuatu yang paling diharapkan yaitu produk yang  telah mendapat pengakuan luas dari masyarakat sebagai produk yang bermutu. 

Tabel 2.1 Kualitas Produk 

KONVENSIONAL  JM JURAN  PORTER 

KETAHANAN  PEMAKAIAN  BENTUK  PENAMPILAN  DEFINISI  PERFORMANCE  FEATURE  REABILITY  CONFORMANCE  DURABILITY  SERVICE ABILITY  AESTHETIC  PERCEIVED QUALITY   

2.3.3   TQM  dan  TQEM  (  Total  Quality  Management  dan  Total  Quality  Environmental 

Management ) 

Berbicara tentang mutu, ada konsep dasar yang sangat menentukan perkembangan  dan  kemajuan  mutu  itu  sendiri,  yaitu  Quality  Thinking  dan  Quality  Paradigms.  Quality  Thinking atau cara berpikir tentang mutu, secara tradisional diartikan oleh mutu yang masih  berbicaraproduk dan bersifat teknis, tergantung inspektor, dituntun oleh para ahli (Experts), 

(14)

membutuhkan pengawasan dan memerlukan biaya yang lebih tinggi. Cara berpikir mutu ini  terus berubah,sehingga sampai pada konteks ekstrim modern sekarang ini. Jika sebelumnya  Quality Thinking didasarkan pada mutu organisasi yaitu mutu yang bersifat strategis. Mutu  menurut  konsepmodern  tidak  lagi  merupakan  tanggung  jawab  inspektor,  tetapi  tanggung  jawab  semua  orangyang  dituntun  oleh  manajemen  (bukan  hanya  para  ahli)  serta  membutuhkan  pengembangansecara  terus  menerus.  Pada  akhirya  manajemen  mutu  bertujuan  untuk  menghemat  biaya  produksi  dari  hal‐hal  yang  tidak  efisien  dan  penghematan  ini  bertujuan  pada  suatu  usaha  untukmenciptakan  biaya  yang  lebih  rendah  (Purwanto,2000).  

Quality paradigms (paradigma Mutu) secara konvensional berkisar pada melakukan  inspeksi atau pemeriksaan mutu, peningkatan mutu berarti peningkatan biaya, berorientasi  prosedur,  tanggung  jawab  secara  departementalisasi,  memenuhi  kebutuhan  pelanggan,  fokuspada  pabrik  dan  yang  paling  menonjol  dari  paradigma  mutu  secara  konvensional  ini  adalah  penningkatan  mutu  dianggap  merupakan  pekerjaan  orang  lain  dan  memerlukan  biaya tinggi.   Tabel 2.2 Perkembangan pemikiran mutu  Tradisional  Modern  Berbicara tentang produk  Berbicara tentang organisasi  Bersifat teknis  Bersifat Strategis  Tergantung Inspektor Tanggung Jawab semua  Dituntun para ahli Dituntun manajemen  Membutuhkan pengawasan Membutuhkan pengembangan terus  menerus  Meningkatkan biaya  Menurunkan biaya   

Paradigma  ini  tentunya  membawa  perusahaan  pada  kesimpulan,  bertahan  dengan  mutu  seadanya  tapi  biaya  rendah,  atau  berproduksi  dengan  mutu  tinggi,  tapi  biaya  tinggi.  Seringkali  paradigma  ini  akhirnya  membuat  perusahaan  berjalan  ditempat  atau  bahkan  kehilangan sebagian pangsa pasar yang sudah ada. Paradigma  mutu secara modern sudah  membicarakan  bagaimana  membangun  mutu  sekaligus  mengurangi  biaya,  tidak  lagi  berorientasi  proses.  Tanggung  jawab  sudah  dipikul  secara  bersama  di  bawah  komando 

(15)

seorang pemimpin, fokus pada organisasi dan mutu bukan lagi pekerjaan orang lain. Suatu  hal  yang  agak  menonjol  dari  paradigma  baru  ini  adalah,  mutu  suatu  produk  dikaitkan  dengan  harapan  dan  keinginan  konsumen  agar  dengan  produk  tersebut,konsumen  dapat  terpuaskan (Consumer satisfaction).  

Hal ini menyebabkan sebuah konsep  baru  mutu, bukan hanya pemikiran mutu dan  paradigma  mutu  yang  namun  juga  pengawasan  mutu.  Perkembangan  pengawasan  mutu  (Quality  Control)  telah  diidentifikasi  oleh  A.V.  Feigenbaum  (1991).  Sekitar  tahun  1900  pengawasan mutu masih merupakan tugas operator, kemudian beralih ke tangan foreman  pada  tahun  1918  dan  ke  tangan  inspektor  pada  tahun  1937.  Pada  tahun  1960,  dikenal  konsep  pengawasan  mutu  secara  statistika  yang  disebut  Statistical  Quality  Control  (SQC).  Konsep tersebut terus berkembang menjadi Pengawasan Mutu Terpadu atau Total Quality  Control (TQC)( Henry, 2000).  Perkembangan terbaru mengenai pengawasan mutu ini adalah  Manajemen Mutu Terpadu atau Total Quality Management (TQM).  Tabel 2.3 Perkembangan paradigma pengawasan mutu  Tradisional  Modern  Inspeksi mutu membangun mutu  Peningkatan biaya  penghematan biaya  Orientasi prosedur  Orientasi proses  Tanggung jawab departemen  Tanggung jawab terpimpin  Memenuhi kebutuhan  Memenuhi dan melebihi harapan konsumen  Fokus pada pabrik Fokus pada organisasi  Pekerjaan orang lain Pekerjaan saya    Konsep kualitas total Total Quality Management saat ini telah banyak dikenal orang.  Filosofi  mendahulukan  kepentingan  pelanggan  sudah  menjadi  hal  yang  akrab  di  kalangan  pelaku bisnis saat ini. Demikian pula dengan mengintegrasikan konsep total manajemen ini  dengan  kebijakan  lingkungan.  Upaya  untuk  itu  telah  memunculkan  apa  yang  kemudian  disebut Total Quality Environmental Management (TQEM). 

(16)

  Gambar 2.3 Evolusi perkembangan mutu 

 

2.3.4    Green Design  

Green  design  didefinisikan  sebagai  suatu  aktifitas  yang  dilakukan  dalam  mendesain  produk  dengan  mempertimbangkan  dampak  terhadap  lingkungan  yang  diakibatkan  oleh  siklus  hidup  produk,  untuk  meningkatkan  tingkat  kompetitif,  meningkatkan  nilai  tambah  market,  menurunkan  biaya,  atau  untuk  memenuhi  permintaan  keberlangsungan  dan  pengaturan  lingkungan  (Karlson,  2001).  Tujuan  utama  dari  green  design  ini  adalah  untuk  mengurangi limbah yang dikeluarkan oleh perusahaan, memanajemen material, mencegah  polusi, dan perbaikan produk.  

Interaksi  antara  bisnis  dan  lingkungan  adalah  dalam  penggunaan  sumber  daya  alam  pada  setiap  aktivitas  produksi,  distribusi  dan  konsumsi.    Interaksi  ini  dapat  dilihat  sebagai  simbiosis  yang  menguntungkan  kedua  belah  pihak,  yaitu  tidak  hanya  lingkungan  yang   menjadi sumber eksploitasi, melainkan juga mengelola dampak lingkungan yang terbentuk  sebagai aktivitas bisnis. 

Produk  ramah  lingkungan  menurut  Redjellyfish  (2003)  adalah  produk  organik  atau   modifikasi genetik dari organisme yang keseluruhan produknya mampu di daur ulang, tidak  melakukan test terhadap hewan dan merupakan hasil proses produksi bersih.  

Bilatos  (1997),    menyatakan  bahwa  green  engineering  adalah  sebuah  tingkatan  sistem   yang  melingkupi  produk  dan  proses  desain  dimana  lingkungan  menjadi  sebagai  tujuan  utama  bukan  hanya  batasan  sederhana,  lingkungan  menjadi  dasar  pemikiran  di  semua  aspek spesifikasi desain.  

operator foreman inspection statistical 

quality qontrol Total quality Control ManagementTotal Quality 

Total Quality  Environmental 

(17)

  2.3.4.1    Tujuan dari green desain           Bilatos dan Basaly (1997) menyampaikan, green desain memiliki 4 tujuan utama yang  menyeimbangkan antara kualitas lingkungan dan nilai ekonomi produk ketika diaplikasikan  ke sebuah produk desain.  Tujuan itu adalah :  1. Mengurangi Limbah 

Efisisensi  pemakaian  bahan    mengahasilkan  keuntungan  ekonomi,  yaitu  dari  pengurangan biaya material, upah dan pemanfaatan limbah.  

2. Managemen Material (Sumber daya)  

Pengelolaan  material  meliputi  aktivitas  menggunakan  material  sisa  yang  bisa  dimanfaatkan kembali sehingga memiliki nilai tambah.  

Design for recycling (DFR) 

Mengaplikasikan  pengurangan  biaya  melalui  pemanfaatan  kembali  material  dan  keseluruhan komponen.   

Design for disassembly (DFD) 

Diaplikasikan  pada  konfigurasi  pemasangan    yang  memiliki  biaya  terendah.  Material  yang tidak bisa disususun dapat kembali dimanfaatkan pada produk lain. 

Toxics management 

Mencari material yang bebas dari racun maupun bahan kimia yang dapat mengganggu  kesehatan  pekerja  pabrik    maupun  konsumen  produk.  Mengurangi  penggunaan  material  berbahaya  selama  proses  produksi  yang  dapat  mengganggu  kesehatan  dan  menggunakan  bahan – bahan alam. 

3. Mencegah Polusi 

Mereduksi polusi dan emisi buangan selama proses produksi berlangsung.  4. Peningkatan Produk 

Perkembangan  produk,  saat  ini  semakin  memperhatikan  aspek  lingkungan.  Inti  dari  produk green design adalah mengurangi limbah, metode yang lebih efisien dalam produksi,  peluang strategik dalam pengembangan produk dan lingkungan yang lebih sehat.  

 

(18)

  Dengan green design akan dihasilkan produk yang ramah lingkungan (green product).  Green  product  didefinisikan  sebagai  produk  yang  memiliki  kualitas  yang  baik  yang  mampu  mendukung kesehatan lingkungan dan dapat memelihara sumber daya. Kualitas yang baik,  memiliki kriteria sebagai berikut :   Kemampuan produk dalam mengurangi bahan beracun   Kemampuan untuk digunakan kembali   Efisiensi energi   Material yang telah didaur ulang   Desain yang mampu untuk dimanufaktur kembali   Proses yang ramah lingkungan   Kemampuan untuk mengurangi dampak yang berbahaya bagi lingkungan 

Adapun  tingkat  kepentingan  tiap  kriteria  tersebut  tergantung  pada  penggunaan  produk  (Burall,1991). 

(19)

BAB 3

ANALISIS PENGEMBANGAN

PRODUK

Desain mebel yang dikembangkan disesuaikan dengan  kebutuhan konsumen dan trend desain. Karakter mebel Indonesia,  masih menjadi kekuatan pada pengembangan produk rotan.  

(20)

BAB 3

ANALISIS PENGEMBANGAN DESAIN

3.1 ROTAN SULAWESI TENGGARA 

Potensi  Daerah  adalah  bagian  dari  upaya  pengembangan  potensi  investasi  daerah  yang meliputi; identifikasi seluruh potensi yang ada (what), alasan‐alasan yang menjadikan  potensi‐potensi dimaksud dijadikan sebagai unggulan (why), lokasi investasi yang ditetapkan  (where), dan bagaimana kebijakan‐kebijakan pusat dan daerah (who).    Gambar 3.1 Potensi Rotan Sulawesi tenggara    Indonesia adalah  negara pemasok  80% rotan dunia Provinsi Sulawesi  Tenggara yang  memiliki potensi alam  rotan yang besar. Potensi  sumber daya rotan  memiliki peluang yang  sangat besar untuk  dikembangkan Kerajinan rotan  memiliki pasar yang  besar dan akan terus  memiliki peluang pasar  yang besar baik di  dalam dan luar negeri Peluang untuk  mendorong kegiatan  dan perkembangan   ekonomi masyarakat  Sulawesi Tenggara

(21)

    Gambar 3.2. Perajin Rotan dan pengolah rotan mentah 

Prospek  industri  ditentukan  oleh  setidaknya  3  (tiga)  faktor.  Ketiga  faktor  tersebut  adalah  ketersediaan  bahan  baku,  kemampuan  produksi  industri,  dan  ketersediaan  konsumen  potensial.  Dua  bagian  terakhir  yakni  kemampuan  produksi  dan  ketersediaan  konsumen  dapat  ditingkatkan  dengan  meningkatkan  kualitas  hasil  karya  meubel  rotannya.   Ketersediaan sumber daya rotan di Sulawesi Tenggara adalah sebesar ,  Tabel 2. Produksi Kayu dan Rotan  di Kabupaten dan Kota di Sultra Tahun 2012  NO  KABUPATEN  Kayu Gelondongan (M3)  Kayu Olahan        (M3)  Rotan        (ton)  Jati  Non Jati  Gergajian  Square  Rotan  Rotan 

Olahan  1  Buton  604,30 12.458,58 3.450,92 ‐ 600  342 2  Muna  13.005,20 6.609,50 11.205,35 ‐ 40  ‐ 3  Konawe  246,82 4.090,65 1.429,01 ‐ 620  ‐ 4  Kolaka  52,72 21.842,21 566,51 ‐ 540  238 5  Konawe Selatan  5.548,58 2.118,65 731,37 ‐ 300  105 6  Bombana  2.276,96 118,80 ‐ ‐ 120  ‐ 7  Wakatobi  ‐ ‐ ‐ ‐ ‐  ‐ 8  Kolaka Utara  ‐ 29,28 ‐ ‐ 14  ‐ 9  Buton Utara  ‐ 8.804,96 17.585,58 ‐ ‐  ‐ 10  Konawe Utara  286,79 11.693,96 ‐ ‐ ‐  ‐ 11  Kendari  225,47 164,52 3.194,22 485,74 ‐  ‐ 12  Bau‐Bau  ‐ ‐ ‐ 100  ‐   JUMLAH          2012  22.246,82  67.931,10  38.162,97  485,57  2.334  685    2011  17.049,98  57.900,39  27.606,85  722,91  2.192  723    2010  7.086,77  79.157,3  28.638,90  ‐  1.435  763    2009  7.008,08  18.797,1  10.893,19  ‐  1.597  ‐    2008  16.225,00 46.815,0 ‐ ‐ 1.732  ‐ Sumber: Bahan Rapat Kerjasama Penumbuhan Dan Pengembangan Industri Rotan Provinsi Sulawesi  Tenggara Dengan Institut Teknologi Sepuluh November Surabaya  Tanggal 16 September 2014  

(22)

Selain  itu,  berdasarkan  bahan  rapat  Kerjasama  Penumbuhan  Dan  Pengembangan  Industri  Rotan  Provinsi  Sulawesi  Tenggara  Dengan  Institut  Teknologi  Sepuluh  November  Surabaya    Tanggal  16  September  2014  Di  Surabaya  diketahui  bahwa  budidaya  rotan  telah  dimulai tahun 2014 di Kabupaten Konawe Selatan dan Buton seluas 50 Ha. Sumber benihnya  diperoleh  dari  hutan  di  Kabupaten  Buton.  Hal  ini  mengindikasikan  ketersediaan  bahan  mentah di Sulawesi Tenggara. 

    

Gambar 3.3  Kursi buatan Inkubator Rotan Kendari 

3.1.1  Proses Pengolahan Rotan 

Rotan  yang  umumnya  berbentuk  bulat  dapat  diolah  menjadi  barang  jadi  maupun  setengah  jadi.  Pengelolaan  dalam  industri  rotan  dilakukan  dengan  memproses  rotan  bulat  tersebut  menjadi  bagian‐bagian  rotan  seperti  kulit  dan  hati  yang  masing‐masing  bagian  tersebut kemudian diolah sesuai tujuan dan pemanfaatannya.  Adapun proses pengolahan  rotan adalah :    pemanenan  rotan pemisahan dan 

(23)

Washed and sulphurized    Rotan siap pakai kwalitas 2    Rotan jadi kwalitas 1  Gambar 3.4  Proses pengolahan raw material rotan (Jasni dan Nana, 1999) 

Proses  anyaman  rotan  dimulai  saat  rangka  selesai.  Rangka  yang  digunakan  tergantung  bahan  bisa  dari  rotan,  kayu  maupun  besi.    Untuk  sebuah  kursi  pengrajin  bisa  menyelesaikan dalam waktu 1 hingga 3 hari, tergantung tingkat kesulitan.  

  Gambar 3.5  Proses anyaman rotan 

Setelah  anyaman  selesai,  selanjutnya  dilakukan  proses  finishing  yaitu  dengan  mengamplas  serabut  pada  rotan  hingga  halus,  kemudian  proses  pewarnaan  dan  atau  coating.   pemilihan  rotan  berdasar kan ukuran peng gorengan peng gosokan pen cucian pen jemuran peng upasan pe molesan

(24)

 

Table 3.  SWOT Rotan Sulawesi Tenggara 

  3.2  ANALISIS POTENSI EKSPOR 

Kerajinan  rotan  telah  memiliki  pasar  ekspor  yang  cukup  besar,  dan  akan  terus  memiliki peluang pasar yang besar di luar negeri ( MM Fauzi,  2008) :  

 Indonesia  adalah  salah  satu  negara  penghasil  rotan  terbesar.  Karena  Indonesia  memiliki  hutan  yang  luas,  dan  rotan  hanya  akan  tumbuh  di  wilayah  yang  masih  banyak hutannya. 

 Proses  pembuatan  produk  kerajinan  rotan,  furniture  maupun  accessories,  yang  kebanyakan berbentuk anyaman, mengandalkan kerajinan tangan dan hanya sedikit  alat  atau  mesin  yang  digunakan.  Dimana  orang‐orang  Indonesia  sudah  memiliki  keahliannya sejak jaman dahulu, dan terus berkembang hingga sekarang. 

 Tenaga  kerja  di  Indonesia  relatif  lebih  murah  dibandingkan  dengan  negara‐negara  maju,  sehingga  membuat  harga  produk  menjadi  lebih  kompetitif.  Hanya  negara‐ negara  berkembang  dan  memiliki  bahan  baku  rotan  yang  akan  selalu  menjadi  kompetitor Indonesia seperti Vietnam, Myanmar, Thailand dan Philipina.  STRENGHT • Sumber daya melimpaH • Dukungan pemerintah • Ketersediaan workshop untuk  perajin milik Pemerintah WEAKNESS • Tidak ada sumber daya manusia • Kurangnya informasi akan  industry kreatif • Sparepart dan alat yang hanya  ada di Pulau Jawa • Kurang nya modal • Kurangnya pengetahuan  tentang pasar dan desain OPPORTUNITY • Adanya banyak kerjasama • Berkembangnya Industri kreatif • Kemudahan promosi melalui  media online • Fasilitasi pemerintah THREAT • Persaingan dengan perajin luar  negeri • Usaha lain yang lebih tidak  beresiko

(25)

  Gambar 3.6  Grafik Penjualan Furniture  

Sumber : Data AMKRI (Asosiasi Mebel Kayu dan Rotan Indonesia) 

   

Berdasarkan data dari Asosiasi mebel kayu dan rotan Indonesia, penjualan furniture  Indonesia  memiliki  peluang  ekspor  yang  besar.  Dari  grafik  di  atas  diketahui  penjualan  furnitur mencapai 1, 8 milyar dolar pada tahun 2013. Sebagian besar mebel (70%) potensi  ekspor adalah kayu dan sisanya adalah metal, bambu dan rotan. Sedangkan negara tujuan  terbesar ekspor adalah Eropa, Amerika.    Gambar 3.7. Penjualan Furniture   Sumber : Data AMKRI (Asosiasi Mebel Kayu dan Rotan Indonesia)  Pada tabel berikut ini, kami melakukan studi pustaka dan eksisting dengan mencari  karakter  mebel  Indonesia  yang  diaplikasikan  pada  sebuah  ruangan.  Desain  yang  dipilih  adalah yang berada di luar Indonesia, untuk membuktikan bahwa desain mebel berkarakter  Indonesia  diterima  pasar  luar  negeri.  Pasar  dalam  negeri  mengikuti  pasar  luar  negeri,  sekaligus  untuk  mengedukasi  tentang  desain  bagi  pasar  dalam  negeri.  Karakter  mebel  Indonesia,  yaitu  menggunakan  kayu  solid  seperti  Jati,  Mahoni    dan  Nyatoh  yang  memilki 

0 0.5 1 1.5 2 2012 2013 PENJUALAN FURNITURE DALAM MILYAR DOLLAR

Sales

KAYU METAL BAMBU ROTAN

Sales

AMERIKA EROPA ASIA LAINNYA

(26)

kekuatan  pada  tekstur,  serat  dan  finisihing.    Hal  ini  bisa  diaplikasikan  juga  pada  mebel  dengan bahan rotan, yang memiliki kekuatan di tekstur dan fleksibilitas. 

Tabel  4.  Mebel Indonesia yang diaplikasikan dalam ruang 

No  Lokasi  Foto  Karakter Indonesia 

1  San Pedro  Hotel,  Colombia       Gambar 10.  San Pedro Hotel, Colombia Mebel klasik dan  solid  Jepara, yang  terpengaruh  Belanda, Cina dan  Arab.  2  Victoria Sapa  Resort,  Vietnam 

 

 

Gambar 11.  Victoria Sapa Resort,  Vietnam  Mebel kayu solid,  yang masuk dalam  langgan modern  dan natural.   Furnitur anyaman  rotan yang  didesain modern.   3  Storfodj Hotel,  Norway  Mebel klasik dan  solid  Jepara, yang  terpengaruh  Belanda, Cina dan  Arab. 

(27)

Gambar 12  Storfodj Hotel, Norway  4  Hilton, Bora ‐  Bora 

 

Gambar 13.  Hilton Bora ‐ bora

 

Dalam aplikasi di  Holtel Hilton,  furnitur yang  digunakan adalah  tempat tidur   dengan tiang yang   sering di jumpai di  Indonesia  dihasilkan di  Jepara, Pasuruan.  Serta menampilkan  lemari dengan  detail ukiran  sederhana dan  bentuk klasik  Indonesia.   5  Randheli,  Maldives 

 

Gambar 14.  Randheli, Maldives  Kayu solid, rotan  dikemas dalam  nuansa modern  natural. 

(28)

6  Londonfoodie,  UK  Gambar 15.  Londonfoodie, UK  Rotan dengan  desain klasik  Indonesia ( sering  dijumpai di Gresik,  Pasuruan,  Gorontalo,  Cirebon). Kayu  solid yang tidak  difinishing.     Berdasarkan data – data diatas, diketahui bahwa mebel rotan dan kayu memiliki pasar yang  luas  di  mancanegara.  Dan  hal  ini  tidak  menutup  kemungkinan  untuk  membuka  peluang  pasar dalam negeri dengan memperbanyak promosi dan penetrasi pasar dalam negeri.    

3.3   ANALISA TREND FURNITURE 

Sesuai  dengan  data  yang  diperoleh  tentang  kesempatan  pengembangan  industri  mebel  Indonesia,  hal  ini  berbanding  lurus  dengan  kekuatan  karakter  mebel  Indonesia.  Karakter  mebel  Indonesia  yang  telah  menjadi  bagian  dari  trend  desain  furniture,  yang  selaras  dengan    langgam  tradisional,  etnik,  ekletik  dan  natural  modern.  Berikut  ini  adalah  website dan showroom furniture yang ada di Amsterdam yang menjual furnitur Indonesia.       Gambar 3.8 Website GadoGado Furniture   Sumber : www.GadoGado.Com  Desain mebel yang dikembangkan disesuaikan dengan kebutuhan konsumen dan trend saat  ini.  Berdasarkan  studi  diatas  diketahui  bahwa  karakter  mebel  Indonesia,  masih  menjadi 

(29)

kekuatan  dan  sesuai  bahkan  menjadi  trend  pada  desain  Interior.  Sebagaimana  bisa  dilihat  bahwa  mebel  Indonesia  sering  digunakan  pada  hotel,  restaurant  dan  fasilitas  lain  di  dunia  Internasional.  Berdasarkan  studi  pustaka  dan  pengamatan  trend  desain  saat  ini  bisa  disimpulkan bahwa,  

 HUMAN (sesuai dengan kebutuhan manusia) 

Menyesuaikan  dengan  kebutuhan  manusia  dan  lebih  spesifik  pada  kebutuhan  pengguna desain tersebut.  ( Studi pengguna, Studi ergonomi)     Gambar 3.9.  Ilustrasi kebutuhan pengguna  Sumber :  Materi pelatihan pengembangan desain furniture (rucitra, 2014)     HUMBLE(sedehana)  Desain, kekuatan bentuk lebih sederhana tanpa banyak ornamentasi atau  pengolahan bentuk yang berlebihan. ( Studi bentuk )    Gambar 3.10  Houdini, Stefan Diaz  Sumber :  Materi pelatihan pengembangan desain furniture (rucitra, 2014)   

(30)

 HOMEY (suasana kenyamanan rumah, cozy dan comfort)  Desain yang berkarakter lokal, bentukan yang sederhana serta dapat membuat  pengguna merasa nyaman dan santai.     Gambar 3.11  Mebel dan ruang  Sumber :  Materi pelatihan pengembangan desain furniture (rucitra, 2014)   HONEST  (bahan – bahan yang menggunakan nilai kejujuran, material alami)  Menonjolkan kekuatan bahan yang ada, mengurangi penggunaan finishing.     Gambar 3.12.  Memanfaatkan kekuatan bahan  Sumber :  Materi pelatihan pengembangan desain furniture (rucitra, 2014)     HANDMADE (buatan tangan)  Semua mebel Indonesia, dikerjakan dengan tangan sehingga originalitas karya  terjaga.

(31)

3.4 ANALISIS KARAKTER SULAWESI TENGGARA 

Pendekatan analogi/morfologi terhadap ciri khas Sulawesi Tenggara, beberapa karakter  khas  yang  diambil  adalah  pakaian  adat,  rumah  adat,  motif  tenun,  perhiasan,  hewan,  alat  music,  kekuatan  bahan  rotan  dan  tarian.    Berdasarkan  teori  analogi  dan  morfologi  bentukan  yang  diambil  hanya  siluet  dasar  yang  kemudian  dikembangkan  dengan  filosofi  produk masing – masing. Berikut adalah penerapan pendekatan morfologi 

(32)
(33)

Gambar 3.13.  Morfologi karakter desain 

Dari  analisa  tersebut  terdapat  5  konsep  dasar  bentuk  untuk  produk  khas  Sulawesi  Tenggara yang menjadi dasar dari perubahan bentuk.  

(34)

3.5 ANALISIS KUALITAS PRODUK 

Analisis  kualitas  produk  bisa  melalui  beberapa  cara.  Merujuk  dari  tulisan   “Pengembangan  Produk  Kursi  Rotan  dengan  metode  GQFD”  (Rucitra,2010)  tahapan  ini  diawali proses pengumpulan data, yaitu mengumpukan data atribut produk kerajinan rotan,  berdasarkan  kebutuhan  dan  keinginan  konsumen  (VoC).  Untuk  membangkitkan  VoC  dilakukan melalui survey terhadap konsumen dan FGD dengan para ahli.  Pengumpulan data  kualitatif  adalah  cara  untuk  mengetahui  respon  spesifikasi  teknis  dari  produk  IKM  dan  pengumpulan  suara  pelanggan.  Cara  yang  dilakukan  adalah  melalui  wawancara  kepada  konsumen, buyer dan pengrajin. 

a. konsumen,  mengetahui  karakter  spesifikasi    produk  yang  sesuai  dengan kebutuhan konsumen. 

b. buyer,  mengetahui  hal  –  hal  yang  menjadi  prioritas  buyer  dalam  memilih produk. Dan selera pasar luar negeri.  

c. Pengrajin,  dilakukan  untuk  mengetahui  kendala  dan  kebutuhan  pengrajin sehingga dapat dilakukan perbaikan fasilitas.  

d. Supplier bahan baku, untuk mengetahui kendala yang dialami supplier  dalam penyediaan bahan baku dan pengelolaannya. 

 

Tabel  5. Atribut produk yang diinginkan oleh konsumen 

PRIMER  SEKUNDER  PARAMETER 

Kenyamanan  Ergonomis  Dimensi kursi    Finishing yang halus  teknik amplas dan cat 

Kekuatan  Tidak cepat Jebol  Jenis anyaman flat atau salsa yang  menempel kuat pada rangka    Warna tidak cepat pudar  Cat semprot, pemakaian pengawet 

dan warna alami rotan    Rangka kokoh  Konstruksi rangka  Fitur  Ramah lingkungan  Alternatif material  

  Tidak lapuk oleh insect dan jamur  Penggantian material    Ringan  Rangka dan material yang ringan  Estetika  Desain terkini  Mengikuti trend desain 

(35)

  Perpaduan material  Komposisi antar material,  pemilihan ekspos rangka atau 

anyaman 

  Sambungan yang rapi dan kuat  Kerapian bending, paku/las    Perpaduan warna  Warna rotan alami  Kemudahan  Kemudahan pengiriman  Pembungkusan, loading capacity 

  Harga yang murah  Menurunkan harga 

 

  Respon  teknis  terhadap  parameter  fungsi,  Reliability,  target  Value  yang  dicapai  di   defenisikan  memaluk substitute quality characteristiq (SQC) atau technical response.   Tabel 6.  Respon Teknis   No  Respon teknis 1  Ukuran dan bentuk sesuai ergonomi  2  Finishing   3  Pemilihan material rangka dan anyaman  4  Pemilihan konstruksi rangka   5  Material yang ramah lingkungan dan  aman bagi manusia dan lingkungan  6  Pengolahan raw material rotan dan  finishing  7  Desain bentuk yang menarik  8  Sambungan rangka  9  Harga jual diturunkan    3.5.1 House of Quality 

  Hasil  perhitungan  ini  kemudian  diringkas  kedalam  sebuah  matriks  House  of  Quality  yang  berisi  relationship  matrix,  technical  correlation  dan  technical  matrix.  Dari  perhitungan akan diperoleh target untuk respon teknis, sebagai masukan dalam mendesain  produk rotan nantinya.   

 

(36)

        Gambar 3.14.  House of Quality   

(37)

3.5  PERHITUNGAN LIFE CYCLE ASSESMENT PRODUK ROTAN 

  Tujuan  dari  LCA  adalah  melakukan  evaluasi  atas  konsep  produk.  Adapun  ruang  lingkup  LCA  produk  ini  adalah  seluruh  siklus  hidup  produk  mulai  dari  pengadaan  material  hingga sampai di tangan konsumen. Life Cycle dari produk rotan dimulai dari pengambilan  material rotan di hutan, hingga produk sampai di tangan konsumen.       Gambar 3.15  Proses produksi rotan dan pencemarannya  Dengan memperhatikan aspek ramah lingkungan, semua produk dalam bank desain  ini akan memperhatikan dan mengurangi dampak bagi lingkungan. Konsep pengembangan  produk dengan  mengamati aspek  lingkungan (design  for the environment) memiiki konsep  yang sama dengan Life Cycle Assesment. Yaitu dengan memperhatikan dampak lingkungan  disemua  aspek  produksi.    Untuk  meraih  sustanaibility  produk,  perlu  melakukan  evaluasi  produk yang memiliki dampak lingkungan yang kecil. LCA mengevaluasi dampak lingkungan  yang berhubungan dengan aktifitas industri mulai dari material tersebut diambil dari bumi  sampai material tersebut kembali ke bumi (cradle to grave) (Puji Astuti, 2004).   

(38)

  Gambar 3.16  daur produk    3.6 Sketsa Desain  Berikut adalah sketsa desain, setelah memperhatikan  semua aspek yang tertulis  diatas.    

(39)

 

 

(40)

 

 

   

(41)

 

  Gambar 3.17  sketsa sketsa desain  3.7 JENIS PRODUK  

Perabotan  rotan  dan  kayu  masih  menjadi  komoditas  utama  kerajinan  di  Indonesia.  Rotan,  kayu  dan  ukiran    menjadi  warisan  budaya  Indonesia.  Di  tangan  para  perajin,  rotan  bisa  menjadi  bahan  baku  yang  flexible  menjadi  berbagai  barang  jadi  untuk 

(42)

beragam  keperluan.  Bukan  hanya  batang  rotan  yang  utuh  yang  dapat  digunakan,  serpihan  atau  limbah  rotan  yang  tak  terpakai  untuk  mebel  pun  bisa  digunakan  untuk  membuat  berbagai  barang  dari  yang  fungsional  sampai  pajangan.    Berdasarkan  studi  kebutuhan konsumeen. Mebel rotan masih mendominasi.   Tabel 7.  Jenis Produk   No  Jenis Produk  Kursi Kerajinan Toys  Daybed  Sofa Set  Lampu  Sketsel Nakas  Rak Penyimpanan  10  Tempat Tidur

(43)

BAB 4

BANK DESAIN

Berdasarkan studi kelayakan pasar yang didukung dengan  berkembangnya jaman yang semakin modern, maka akan  terbentuk ide desain baru yang sesuai. Tidak hanya mampu  bersaing secara lokal, namun secara global yang memiliki nilai jual  lebih tinggi daripada hasil rotan dijual sebagai bahan mentahan  saja.

(44)

BAB 4

BANK DESAIN

  Gambar 4.1 Cover Bank Desain  Bank Desain adalah katalog yang berisi desain – desain rotan yang menjadi panduan  bagi IKM dan stakeholder dalam proses produksi maupun sebagai alat bantu penjualan.   Desain 1, Komali    

(45)

Desain 2, Buton    Desain 3, Moramo ( Stacking Basket)    Desain 4, Muna Horse   

(46)

Desain 5, Roesa    Desain 6, Mense    Desain 7, Khatulistiwa   

(47)

Desain 8, Rumahku     Desain 9, Gambus     Desain 10, Holding Tight   

(48)

Desain lainnya akan kami sampaikan dalam lampiran berupa katalog desain yang berisi 30  desain Produk rotan Sulawesi Tenggara konsep produk dan ukurannya. Berikut adalah salah  satu panduan dimensi yang termasuk dalam katalog produk. 

(49)

BAB 5

PENUTUP

  Pengembangan desain tersebut berkaitan dengan  sejumlah faktor penting yang kemudian dijadIkan  variable dalam penelitiannya. Variabel tersebut adalah  keindahan, karakter Sultra,  kekuatan dan kelayakan  jualnya. Sentra industri kecil rotan  dan inkubator  diharapkan akan dapat memanfaatkan hasil penelitian ini   sebagai acuan desain untuk memajukan usahanya.    

(50)

 

BAB 5

PENUTUP

 

Bab  ini  berisi  kesimpulan  hasil  rekomendasi  perbaikan  yang  telah  dijelaskan  pada  bab  sebelumnya  sebagai  penyelesaian  dalam  masalah  pengembangan  produk  rotan  di  Sulawesi  Tenggara.  Selain  itu  juga  diberikan  beberapa  saran  untuk  kelanjutan  penelitian  berikutnya.  

5. 1  Kesimpulan 

  Beberapa kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah :  1. Bank desain inovatif ini harus sampai kepada inkubator usaha dan IKM 

2. Pengembangan  desain  inovatif  produk  rotan  Sulawesi  Tenggara  telah  memenuhi  kualitas yang diinginkan oleh konsumen 

3. Dampak lingkungan material rotan dapat dikurangi dengan pengolahan sumber daya  yang baik dan memanfaatkan teknologi. 

4. Bank  desain  inovatif  produk  rotan  memperhatikan,  kemudahan  produksi,  karakter  rotan  sulawesi  tenggara,  ciri  khas  Sulawesi  Tenggara,  dampak  lingkungan,  kemudahan pengiriman dan yang terakhir faktor biaya.   

5.2  Saran 

Adapun  saran  –  saran  agar  penelitian  ini    bermanfaat  bagi  penelitian  selanjutnya  maupun pengembangan IKM adalah : 

1. Perlu  adanya  pelatihan  tentang  wawasan  desain  dan  pengetahuan  material  serta  proses yang terkini kepada IKM, agar IKM dapat meningkatkan kualitas produknya.  2. Pengembangan  IKM  Rotan  adalah  tanggung  jawab  semua  pihak  baik  pemerintah, 

swasta maupun institusi pendidikan 

3. Perlu adanya paten untuk melindungi desain produk tersebut  4. Memperbanyak promosi produk 

(51)

5. Meningkatkan motivasi masyarakat akan peluang di Industri rotan 

6. Bagi peneliti selanjutnya produk yang dibandingkan mulai dari cradle to grave, harus  diteliti secara seimbang. 

   

Gambar

Diagram  tersebut  menceritakan  tahapan  penelitian  mulai  dari  pengumpulan  data,  pengolahan hingga desain akhir.  
Tabel 2.1 Kualitas Produk  KONVENSIONAL  JM JURAN  PORTER 
Gambar 3.3  Kursi buatan Inkubator Rotan Kendari  3.1.1  Proses Pengolahan Rotan 
Table 3.  SWOT Rotan Sulawesi Tenggara 
+5

Referensi

Dokumen terkait

Belum banyaknya masyarakat yang menggunakan shelter sebagai tempat untuk naik dan turun memperlihatkan bagaimana tingkat kenyamanan dan pembangunan dari shelter

Ada pula konsep lain yang mengatakan firman tuhan (wahyu) sampai pada nabi/rasulnya melalui perantara malaikat Jibril, dan wahyu ini tidak disampaikan secara “verbatim” tapi dengan

KONFIRMASI LEBIH LANJUT DIHARAP MENGHUBUNGI : Teknik Mesin : Sarimun S Pd HP No.. WONOSOBO DIESEL 5 SMK

Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) menggelar akses pelatihan akses permodalan perbankan dan perencanaan usaha sub sektor kerajinan untuk Tenaga Kerja Indonesia (TKI) Hongkong di

Dari hasil penelitian ini peneliti menyarankan pada toko roti Virgin untuk meningkatkan brand loyalty dengan memberikan penghargaan pada konsumen yang setia,

Hasil karakteristik simplisia daun sirsak yang terdapat pada buku MMI edisi IV, kadar yang diperoleh dari hasil karakteristik simplisa daun sirsak tersebut

Pendekatan Contextual Teaching and learning (CTL) merupakan konsep pembelajaran yang membantu guru untuk mengaitkan antara materi ajar dengan situasi nyata siswa,