• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengetahuan Sikap Perilaku Perempuan yang Sudah Menikah Mengenai Pap Smear dan Faktor-Faktor yang Berhubungan Di Rumah Susun Klender Jakarta 2006

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Pengetahuan Sikap Perilaku Perempuan yang Sudah Menikah Mengenai Pap Smear dan Faktor-Faktor yang Berhubungan Di Rumah Susun Klender Jakarta 2006"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

Pengetahuan Sikap Perilaku Perempuan

yang Sudah Menikah Mengenai Pap Smear

dan Faktor-Faktor yang Berhubungan

Di Rumah Susun Klender

Jakarta 2006

Nikko Darnindro,* Madeleine R Jasin,* Martina,* Lydia Heryanto,*

Doli Ardiansyah,* Made Tambunan,* Paulus Heriyanto,*

Corrie Wawolumaya,** IPG Kayika***

*Mahasiswa tingkat V Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

**Departemen Ilmu Kedokteran Komunitas Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia ***Departemen Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

Abstrak: Di Indonesia, sampai saat ini kanker serviks masih menduduki peringkat pertama

keganasan pada perempuan. Sekitar 65% pasien berada dalam stadium lanjut. Metode penelitian bersifat studi cross sectional. Pengambilan sampel dilakukan dengan cara cluster random sam-pling. Pengumpulan data dilakukan dengan mendampingi responden dalam mengisi kuesioner. Dari 107 responden, kelompok terbesar responden berusia 45-55 tahun (40,2%), usia saat menikah 21-30 tahun (71%), lama menikah lebih dari 10 tahun (68,2%), pekerjaan ibu rumah tangga (60,7%), jumlah persalinan 1-3 kali (61,7%), berpendidikan sedang (56,1%), memiliki pendapatan perkapita perbulan rendah (65,4%), sumber informasi terbanyak dari teman (48,6%). Kelompok terbesar responden berpengetahuan kurang (46,7%), bersikap cukup (63,6%), berperilaku kurang (92,5%), serta hanya 33,7% yang pernah melakukan Pap smear. Terdapat hubungan bermakna antara lama pernikahan (p=0,007) dan pekerjaan (p=0,01) terhadap pengetahuan responden. Terdapat hubungan bermakna antara usia responden (p=0,007) terhadap perilaku responden, dan antara pengetahuan dengan sikap responden (p=0,012) tentang Pap smear. Tidak terdapat hubungan bermakna antara sikap responden dengan perilaku responden (p=0,694) tentang Pap smear. Pengetahuan Sikap Perilaku (PSP) perempuan yang sudah menikah di Rusun Klender tentang Pap smear masih kurang.

(2)

Knowledge Attitude Practice of Married Women Resided in

Flat Located at Klender About Papsmear Examination and

Associated Factors Jakarta 2006

Nikko Darnindro,* Madeleine R Jasin,* Martina,* Lydia Heryanto,*

Doli Ardiansyah,* Made Tambunan,* Paulus Heriyanto,*

Corrie Wawolumaya,** IPG Kayika***

*5th grade medical student Faculty of Medicine University of Indonesia

**Department of Public Health Faculty of Medicine University of Indonesia ***Department of Obstetric and Gynecology Faculty of Medicine University of Indonesia

Abstract: In Indonesia, nowadays cervical cancer still occupies the first place among types of

malignancies in women. About 65% of cervical cancer patients are in the terminal stage due to late diagnosis. The design of this research was cross sectional study. The sampling method was random cluster sampling. Data was obtained by guided questionnaire. From 107 respondents, most of them were 45-55 years old (40,2%), first marriage at age 21-30 (71%), with duration of marriage more than 10 years (68,2%). Majority of the group had occupation as housewives (60,7%), had been labored for 1-3 times (61,7%), with moderate education level (56,1%) and low income (65,4%). The most accessed information source was from friend (48,6%). Most respon-dents had bad knowledge (46,7%), moderate attitude (63,6%), and bad practice (92,5%). Only 33,7% of respondents had undergone Pap smear. There is significant association among duration of marriage (p=0,007), occupation (p=0,01) and knowledge concerning Pap smear. There is significant association between respondents’ age and practice concerning Pap smear (p=0,007). There is significant association between respondents’ knowledge and attitude (p=0,012) concern-ing Pap smear. There is no significant association between respondents’ attitude and practice concerning Pap smear (p=0,694). Knowledge Attitude Practice (KAP) married women resided in flat located at Klender concerning Pap smear was still bad.

Keyword: KAP, cervical cancer, Pap smear, low socioeconomic condition

Pendahuluan

Berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga tahun 2002 penyakit kanker merupakan penyebab kematian nomor tiga bagi penduduk Indonesia setelah penyakit jantung dan stroke.1 Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) menunjukkan proporsi penyebab kematian akibat kanker semakin meningkat, dari 1,3% pada tahun 1976 menjadi 3,4% pada tahun 1980, 4,3% pada tahun 1986 dan 4,8% pada tahun 1992, kemudian menjadi 6% pada tahun 2001.2,3

Di Indonesia, kanker serviks masih menduduki tempat pertama dalam urutan keganasan pada perempuan dan sekitar 65% penderita berada dalam stadium lanjut. Data Yayasan Kanker Indonesia tahun 1999, kanker serviks merupakan tu-mor primer tersering pada perempuan.4 Di bagian Obstetri dan Ginekologi Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Cipto Mangunkusumo (RSUPN CM) selama tahun 1986-1990, ditemukan penderita kanker ginekologi sebanyak 2.360 kasus, dan kanker serviks merupakan yang terbanyak yaitu 77,2%

atau 1821 kasus.2

Pap smear merupakan uji penapis yang paling banyak dilakukan. Di Amerika Serikat telah dilakukan 50 juta uji Pap smear setiap tahun dan hal itu berhasil menurunkan insidens kanker serviks hingga 70 %. Data Laboratorium Patologi Anatomi Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, tahun 2003 telah dilakukan 2580 uji Pap smear dan 2537 pada tahun 2004. Masih tingginya insiden kanker serviks di Indonesia ternyata disebabkan oleh kesadaran perempuan yang sudah menikah di Indonesia untuk memeriksakan diri dengan tes Pap smear sebagai upaya deteksi dini kanker serviks masih rendah. 2

Metode

Suatu studi cross sectional yang dilakukan pada rumah susun Klender Jakarta Timur, dan sampel dipilih secara clus-ter sampling. Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2006. Kriteria sampel adalah yang sudah atau pernah menikah berusia 15-65 tahun serta belum pernah menjalani

(3)

histe-rektomi. Besar sampel adalah 107 orang responden. Variabel terikat adalah pengetahuan, sikap, dan perilaku yang sudah atau pernah menikah dengan variabel bebas adalah usia, usia pernikahan, tingkat pendidikan, pekerjaan, tingkat pendapatan. Mengenai indikator skor untuk menentukan tingkat pengetahuan, sikap dan perilaku menggunakan penilaian berdasarkan jawaban responden berupa data kategorikal. Disebut baik apabila skor responden mencapai lebih dari 80 % total skor, cukup bila skor diantara 60 – 80 % dan kurang bila skor dibawah 60%.

Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner. Kuesioner berisi pertanyaan yang diperlukan untuk mengetahui pengetahuan, sikap, perilaku perempuan yang sudah menikah terhadap Pap smear, yang bertempat tinggal di Rumah Susun Klender. Untuk menguji validitas kuesioner tersebut maka dilakukan uji pre-sampling pada 30 orang yang sudah menikah dan bertempat tinggal di Rumah Susun Klender. Pengolahan data dilakukan setelah kuesioner diisi dan dikumpulkan melalui proses penyuntingan, verifikasi, dan koding jawaban pertanyaan. Selanjutnya diubah ke dalam bentuk angka dimasukkan ke dalam komputer untuk diolah dengan program SPSS versi 12 untuk Windows.

Hasil

Dari penelitian yang telah dilakukan didapatkan sebaran data pengetahuan responden mengenai Pap smear. Sebagian

besar responden memiliki pengetahuan yang kurang memadai mengenai Pap smear (46,7%). Sementara, 40,2% responden memiliki pengetahuan yang cukup dan hanya 13,1% responden yang memiliki pengetahuan yang baik mengenai Pap smear.

Tabel 1. Sebaran Responden Menurut Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku terhadap Pap Smear

Variabel Kategori Frekuensi Persentase (%)

Pengetahuan Kurang 5 0 46,7 Cukup 4 3 40,2 Baik 1 4 13,1 Sikap Kurang 3 2 29,9 Cukup 6 8 63,6 Baik 7 6,5 Perilaku Kurang 9 9 92,5 Cukup 8 7,5 Baik 0 0

Tabel 2. Sebaran Responden yang Pernah Menjalani Tes Pap

Smear

Variabel Kategori Frekuensi Persentase

(%)

Pap smear Pernah Pap smear 35 33,7

Tidak pernah Pap 72 67,3

smear

Tabel 3. Hubungan Antara Usia, Usia Saat Menikah, Tingkat Pendidikan, Tingkat Pendapatan, dan Pekerjaan dengan Pengetahuan Mengenai Pap Smear

Variabel Kategori Pengetahuan tentang Uji p Keterangan

Pap smear k e m a k Baik C u k u p Kurang

Usia (tahun) 55-65** 2 7 5 Kolmogorov- 0,957 Tidak bermakna

45-54** 6 18 19 Smirnov

35-44* 3 10 11

25-34* 3 8 12

15-24* 0 0 3

Usia saat menikah <21* 3 7 11 Kolmogorov- 1,000 Tidak bermakna

(tahun) 21-30* 10 31 35 Smirnov

>30 1 5 4

Tingkat Pendidikan Tinggi 3 7 15 Kolmogorov- 0,614 Tidak bermakna

Sedang* 7 27 26 Smirnov

Rendah* 4 9 9 Kolmogorov- 1,000 Tidak bermakna

Smirnov

Pendapatan Perkapita Sedang 5 16 16

per bulan Rendah 9 27 34

Pekerjaan Ibu Rumah 10 29 26

Tangga

Karyawan swasta* 0 5 5

Pegawai negeri sipil* 4 4 3 Chi-Square 0,01 Bermakna

Wiraswasta* 0 3 12

Pensiunan * 0 1 0

Pelajar/mahasiswa* 0 1 0

Tenaga kesehatan* 0 0 2

Lain lain* 0 0 2

(4)

Tabel 2 memperlihatkan bahwa hanya 33,7% responden yang pernah menjalani uji Pap smear, yaitu responden yang menjawab pernah satu kali sebanyak 10,3% diikuti responden yang menjawab rutin setiap tahun sebanyak 10,2%, yang melakukan uji Pap smear lebih dari 5 tahun yang lalu sebesar 7,5% dan yang melakukan uji Pap smear antara 1-5 tahun yang lalu sebesar 4,7%. Usia responden pada saat pertama kali melakukan Pap smear sebagian besar pada usia 25-40 tahun sebanyak 24,3%. Responden yang pernah mengikuti acara yang berkaitan dengan Pap smear sebesar 24,2%.

Tabel 3 Menunjukkan bahwa terdapat hubungan bermakna antara pekerjaan responden dengan pengetahuan mengenai Pap smear, namun tidak terdapat hubungan bermakna antara usia, usia saat menikah, tingkat pendidikan, dan tingkat pendapatan responden dengan pengetahuan mengenai Pap smear.

Pada uji statistik, ditemukan hubungan bermakna antara pekerjaan dengan pengetahuan mengenai Pap smear. Ditemukan bahwa proporsi responden yang memiliki penge-tahuan baik paling besar adalah pegawai negeri (36,4%) dibandingkan dengan ibu rumah tangga (15,4%).

Tabel 4 menunjukkan bahwa terdapat hubungan ber-makna antara usia responden dengan perilaku terhadap Pap smear. Akan tetapi tidak terdapat hubungan bermakna antara usia saat menikah, tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, pekerjaan responden dengan perilaku terhadap Pap smear.

Tabel 5 menunjukkan bahwa terdapat hubungan bermakna antara pengetahuan responden mengenai Pap smear dengan sikapnya terhadap Pap smear.

Tabel 6 menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan bermakna antara sikap responden mengenai Pap smear dengan perilakunya mengenai Pap smear

Tabel 4. Hubungan Antara Usia, Usia Saat Menikah, Tingkat Pendidikan, Tingkat Pendapatan, dan Pekerjaan dengan Pendidirilaku Terhadap Pap Smear

Variabel Kategori Perilaku tentang Uji kemaknaan p Keterangan

Pap smear C u k u p Kurang

Usia (tahun) 55-65** 2 1 2 Fisher test 0,007 Bermakna

45-54** 0 3 7

35-44* 0 2 4

25-34* 0 2 3

15-24* 0 3

Usia saat menikah >30 1 9 Fisher test 0,557 Tidak bermakna

(tahun) 21-30* 6 7 0

<21* 1 2 0

Tingkat Pendidikan Tinggi 1 2 4 Fisher test 0,678 Tidak bermakna

Sedang* 6 5 4

Rendah* 1 2 1

Tingkat Pendapatan Sedang 5 3 2 Fisher test 0,122 Tidak bermakna

Per kapita per bulan Rendah 3 6 7

Pekerjaan Ibu rumah tangga 4 6 1 Fisher test 0,709 Tidak bermakna

Karyawan swasta* 0 1 0

Pegawai negeri sipil* 2 9

Wiraswasta* 1 1 4

Pensiunan* 0 1

Tenaga kesehatan* 1 0

Guru* 0 2

Lain-lain* 0 2

Tabel 5. Hubungan Antara Pengetahuan Mengenai Pap smear dengan Sikap Mengenai Pap Smear

Interpretasi sikap Uji kemaknaan p Keterangan

Kurang C u k u p * B a i k *

Interpretasi pengetahuan Kurang 2 0 26 4 Chi-square 0,012 Bermakna

Cukup 6 35 2

Baik 6 7 1

(5)

Diskusi

Hasil yang didapat dalam penelitian ini menunjukkan bahwa ternyata pengetahuan responden tentang peme-riksaan papsmear masih kurang (Tabel 1) dan hal itu sejalan dengan penelitian yang dilakukan di poliklinik Kebidanan RSUPN-CM pada tahun 2005 yang mendapatkan hanya 2,9% responden yang memiliki pengetahuan baik, sedangkan responden yang memiliki pengetahuan sedang 21,6% dan pengetahuan buruk 75,5%.5 Dari kedua penelitian ini baik yang dilakukan di pusat pelayanan kesehatan maupun yang dilakukan di komunitas tidak didapatkan perbedaan signifikan mengenai tingkat pengetahuan mengenai pap smear. Sementara pada penelitian yang dilakukan di Amerika pada warga negara Amerika keturunan Korea bulan April 1998, didapatkan hasil yang berbeda yaitu sebesar 81,1% responden memiliki pengetahuan baik mengenai Pap smear.6 Hal itu dapat disebabkan oleh tingginya arus informasi yang diterima masyarakat, ataupun tingkat pendidikan masyarakat. Pada penelitian yang dilakukan di Jerman didapatkan hasil bahwa sebesar 64,7% responden tidak memiliki pengetahuan mengenai Pap smear (buruk).7

Rendahnya tingkat pengetahuan masyarakat mengenai pentingnya pemeriksaan pap smear di Indonesia banyak disebabkan oleh kurangnya informasi, tingkat kewaspadaan masyarakat serta pengetahuan yang rendah terhadap kanker serviks, hal itu ditandai dengan rekapitulasi jawaban pengetahuan responden mengenai kanker serviks. Secara keseluruhan lebih dari sepertiga responden tidak mengetahui definisi, gejala, dan faktor resiko yang dapat menyebabkan kanker serviks. Fenomena serupa juga terdapat pada pene-litian yang dilakukan di Nigeria dimana pengetahuan mengenai faktor resiko dan gejala kanker serviks masih sangat rendah. Hal itu perlu difokuskan dalam memberikan penyu-luhan mengenai kanker serviks sebagai upaya untuk me-ningkatkan kesadaran masyarakat. 5

Kajian sikap responden terhadap Pap smear (Tabel 1), ternyata sekitar 63,6% responden memiliki sikap cukup dan bila hal ini dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan di poliklinik Kebidanan RSUPN-CM pada tahun 2005 didapatkan sebagian besar responden memiliki sikap yang baik (87,3%).

Dari segi perilaku terhadap Pap smear (Tabel 1), tidak ada responden yang memiliki perilaku yang baik mengenai Pap smear. Penelitian yang dilakukan di poliklinik Kebidanan

Tabel 6. Hubungan Antara Sikap Mengenai Pap Smear dengan Perilaku Mengenai Pap Smear

Interpretasi perilaku Uji Kemaknaan p Keterangan Kurang C u k u p

Interpretasi sikap Kurang* 2 9 3 Fisher test 0,694 Tidak bermakna

Cukup* 6 4 4

Baik 6 1

Total 9 9 8

RSUPN-CM pada tahun 2005 juga mendapatkan kenyataan masih tingginya responden yang memiliki perilaku buruk (75,5%).5 Kondisi itu sangat memprihatinkan mengingat penelitian dilakukan di Jakarta yang cukup maju dalam hal teknologi informasi dibandingkan dengan daerah lain di In-donesia.5 Hubungan antara informasi tentang pap smear yang diterima dengan perilaku juga pernah diteliti di Amerika Serikat pada April 2003. Didapatkan bahwa informasi tentang Pap smear dapat mempengaruhi perilaku responden terhadap Pap smear yaitu hampir empat kali lebih sering untuk memeriksakan diri untuk Pap smear dibandingkan dengan yang tidak mendapatkan informasi. 8

Dari rekapitulasi perilaku responden terhadap Pap smear didapatkan 67,3% responden tidak pernah tes Pap smear (Tabel 2). Hal itu sesuai dengan perilaku buruk responden terhadap Pap smear (Tabel1). Kenyataan yang sama juga terjadi di Botswana. Sebanyak 40% reponden belum mela-kukan Pap smear. Sebagian besar mengaku karena tidak mengetahui Pap smear dengan baik. Di Nigeria dilaporkan bahwa 76,9% responden mengaku tidak melakukan tes Pap smear karena belum disuruh oleh dokter. Sedangkan di RSUPN-CM, alasan tidak melakukan tes Pap smear yang paling banyak muncul adalah tidak mengetahui tes Pap smear dengan baik (47,1%).5 Dari penelitian penelitian di negara lain, rendahnya perilaku responden terhadap pap smear ternyata tidak hanya terjadi di Indonesia tetapi terjadi juga di negara berkembang lain. Ditemukan berbagai alasan untuk tidak melakukan pemeriksaan pap smear, antara lain karena pengetahuan kurang, dan informasi dokter juga kurang. Penyebab lain rendahnya tingkat perilaku, adalah ke-tidaktahuan tempat pemeriksaan pap smear, dan ketakutan sebagian masyarakat akan terdiagnosis kanker bila melakukan pemeriksaan ini.

Penelitian di Jerman, bulan Februari 2005, didapatkan bahwa kelompok terbesar responden yang menjalankan tes Pap smear berada pada rentang usia 20-29 tahun (42,7%) dan hampir seluruh perempuan di Jerman pernah tes Pap smear (94,2%).7 Pada penelitian yang dilakukan di Indonesia pada tahun 2005, didapatkan bahwa angka pemeriksaan Pap smear di Indonesia hanya sebesar 5-8%.9 Banyak hal yang mungkin mempengaruhi perbedaan tingkat partisipasi wanita di Jerman dan Jakarta. Hal itu mungkin disebabkan oleh masih rendahnya tingkat pendidikan masyarakat, rendahnya arus informasi dan rendahnya tingkat pendapatan masyarakat.

(6)

Uji statistik, menunjukan hubungan tidak bermakna antara tingkat pendidikan dengan pengetahuan mengenai Pap smear (Tabel 3). Tingkat pengetahuan baik paling besar didapatkan pada kelompok responden dengan tingkat pendidikan rendah. Sementara, tingkat pengetahuan kurang paling besar didapatkan pada kelompok responden dengan tingkat pendidikan tinggi. Dari hasil penelitian ini ternyata tingkat pendidikan tidak mempengaruhi pengetahuan seseorang tentang pap smear. Seharusnya dengan me-ningkatnya tingkat pendidikan seseorang membuat orang tersebut semakin peduli terhadap kesehatan. Kenyataan ini berbanding terbalik dengan penelitian di Brazil, yang mendapatkan bahwa dengan meningkatnya pendidikan seseorang akan meningkat pula pengetahuannya mengenai Pap smear.5

Tidak ada hubungan bermakna antara tingkat pen-didikan dengan sikap tentang Pap smear. Penelitian di Amerika yang dilakukan pada warga negara Amerika keturunan Korea, didapatkan hasil bahwa responden dengan pendidikan lebih tinggi memiliki sikap yang lebih baik mengenai Pap smear (62,9%).6 Dari penelitian ini didapatkan bahwa untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan perilaku dilakukan dengan cara meningkatkan taraf pendidikan masyarakat.

Ada hubungan bermakna antara usia responden dengan perilaku terhadap Pap smear (Tabel 4). Ditemukan proporsi responden yang memiliki perilaku cukup baik paling besar pada usia responden 55-65 tahun sedangkan pada usia di bawah usia tersebut tidak ada yang memiliki perilaku cukup baik. Penelitian di Brazil, didapatkan hasil bahwa usia lanjut dapat menjadi penghalang seseorang untuk menjalani pemeriksaan Pap smear.5 Risiko tinggi bagi seseorang untuk terkena kanker serviks adalah usia dekade 40–45 tahun. Ketika seorang wanita telah memasuki masa premenopause seharusnya wanita tersebut telah mulai melakukan peme-riksaan pap smear sebagai upaya deteksi dini keganasan serviks. Mengenai responden yang memiliki perilaku baik terhadap pap smear pada penelitian ini, usianya terlalu lanjut, seharusnya kebiasaan pemeriksaan pap smear telah dilakukan pada usia sebelum 40 tahun.

Hubungan tidak bermakna ditemukan antara tingkat pendapatan dengan perilaku mengenai Pap smear (Tabel 4). Penelitian di Amerika, pada April 2003, didapatkan hasil bahwa responden dengan tingkat pendapatan lebih tinggi memiliki kemauan 1,56 kali lebih besar untuk menjalankan pemeriksaan Pap smear dibandingkan responden dengan tingkat pen-dapatan lebih rendah.8 Hal itu sesuai dengan penelitian bahwa semakin tinggi tingkat pendapatan responden maka perilaku akan semakin baik dalam melakukan pemeriksaan pap smear. Pada penelitian kami responden terbanyak adalah responden dengan tingkat pendapatan perkapita rendah. Rendahnya tingkat pendapatan perkapita masyarakat menjadikan kebutuhan akan pemeriksaaan kesehatan berkala belum menjadi kebutuhan primer.

Uji statistik menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan bermakna antara tingkat pendidikan dengan perilaku mengenai Pap smear (Tabel 4). Penelitian di Amerika pada April 2003 didapatkan, responden dengan tingkat pendidikan tinggi memiliki perilaku 2,5 kali lebih sering menjalankan pemeriksaan Pap smear dibandingkan dengan tingkat pendidikan rendah.8 Dalam data ini didapatkan hasil yang berbeda yaitu bahwa responden dengan perilaku yang baik paling banyak pada responden dengan tingkat pen-didikan sedang. Hal itu kembali menegaskan bahwa di Indo-nesia ternyata tingkat pendidikan tidak menentukan tingkat pengetahuan maupun perilaku terhadap pentingnya pemeriksaan kesehatan berkala dalam hal ini pemeriksaan pap smear.

Dari uji statistik, ditemukan hubungan bermakna antara pengetahuan yang baik dengan sikap yang baik (Tabel 5). Proporsi responden yang memiliki sikap cukup - baik paling besar pada responden yang memiliki pengetahuan cukup (81,4% dan 4,7%). Hal itu menunjukkan bahwa pengetahuan yang cukup akan menghasilkan sikap yang cukup - baik. Hubungan tersebut sesuai dengan teori yang menyatakan semakin baik pengetahuan seseorang mengenai Pap smear maka semakin baik pula sikapnya.5

Tidak ditemukan hubungan bermakna kental sikap mengenai Pap smear dengan perilaku mengenai Pap smear (Tabel 6). Responden dengan sikap yang baik mengenai Pap smear ternyata memiliki perilaku yang lebih baik (14,3%) dibandingkan dengan responden dengan sikap yang cukup (5,9%) maupun kurang (9,4%). Hal itu sesuai dengan asumsi awal meskipun tidak didapatkan hubungan yang bermakna, yang mungkin disebabkan oleh bias dalam data sebaran sikap responden terhadap Pap smear. Agaknya, pertanyaan sikap responden terhadap Pap smear terlalu mengarahkan untuk menjawab setuju tanpa harus berpikir terlebih dahulu.5

Kesimpulan dan Saran

Dari penelitian ini didapatkan bahwa distribusi res-ponden terbesar berada pada kelompok umur 45–54 tahun, berpendidikan sedang, pekerjaan sebagai ibu rumah tangga, dengan pendapatan perkapita rendah. Informasi terbanyak didapatkan melalui teman. Sebagian besar responden tidak mempunyai pengetahuan yang baik mengenai pap smear bahkan tidak ada responden dengan perilaku baik. Dida-patkan hubungan yang bermakna antara pekerjaan dengan pengetahuan, usia responden dengan perilaku dan pe-ngetahuan responden dengan sikap responden terhadap pemeriksaan pap smear.

Mengingat masih rendahnya perilaku masyarakat mengenai pap smear perlu dilakukan beberapa langkah untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat mengenai pentingnya pemeriksaan pap smear. Antara lain melalui peningkatan arus informasi baik melalui puskesmas, dokter praktek pribadi, media elektronik maupun melalui penyuluhan-penyuluhan. Dibentuknya kader serta perlunya

(7)

diadakan pelatihan ketrampilan bagi tenaga kesehatan untuk dapat melakukan pemeriksaan Pap smear dengan baik.

Daftar Pustaka

1 . Anonymous. Kanker pembunuh nomor tiga di Indonesia. Last update: Maret 2006. Diunduh dari: http://www.kesrepro.info, tanggal 1 November 2006.

2 . Sirait AM, Ariawan I, Aziz MF. Ketahanan hidup penderita kanker serviks di Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta. In: Maj Obstet Ginekol Indon 2000;Volume: 234-9.

3 . Anonymous. Gizi dan promosi kesehatan. Last update: 20 No-vember 2006. Diunduh dari: http://www.promosikesehatan.com, tanggal 22 November 2006

4 . Yayasan Kanker Indonesia. Kanker di Indonesia tahun 1999 data histo patologik. Direktorat Jenderal Pelayanan Medik Departemen Kesehatan RI. Jakarta, 1999.

5 . Moegni EM. Penilaian pengetahuan, sikap, dan perilaku pasien poliklinik kebidanan dan kandungan RSUPN Dr.Cipto Mangunkusumo tentang Pap smear. In: Maj Obstet Ginekol Indon 2006. Volume: 213-8.

6 . Wismer BA, Moskowitz JM, Chen AM, et al. Rates and indepen-dent correlates of pap smear testing among Korean-American women. Amer Pub Hlth 1998; 88 .(4).656.

7 . Klug JS, Hetzer M, Blettner M. Screening for breast and cervical cancer in a large German city: participation, motivation and knowledge of risk factor. Eur Publ Hlth 2005;15;(I).70-7. 8 . Selvin E, Brett KM. Breast and cervical cancer screening: sosio

demographic predictors among white, black, and Hispanic women. In: Amer Publ Hlth 2003;93(4):618.

9 . Wahyuni, T. Spiral plus deteksi dini kanker leher rahim. Last update: 15 Oktober 2005. Diunduh dari: www.suarakarya-online.com/news. Diakses tanggal 24 November 2006.

Referensi

Dokumen terkait

Maish banyak lagi aneka kreasi jilab paris yang bisa Anda coba dirumah, salah satunya adalah cara memakai jilbab paris simple yang tidak membutuhkan waktu lama untuk memakainya,

[r]

Dengan adanya kekurangan informasi ini, upaya-upaya penghematan yang telah dilakukan tidak dapat diukur baik secara fisik maupun moneter sehingga baik universitas maupun

[r]

Dengan demikian butir soal yang telah dikembangkan layak digunakan untuk mengukur indikator keterampilan proses sains yang telah ditentukan berdasarkan validitas

Yaitu program yang digunakan untuk menerjemahkan instruksi-instruksi yang ditulis dalam bahasa pemrograman ke dalam bahasa mesin agar dapat dimengerti komputer.. Perangkat

Nilai f hitung tersebut adalah 1,645 dengan menggunakan tingkat keyakinan 95%, df 1( jumlah variabel-1) = 4, dan df 2 (n-k-1) atau 50-4-1 = 45, n adalah jumlah sampel dan k

Adapun base line dilaksanakan pada hari Senin 2 September 2013 dapat di uraikan sebagai berikut (1) kemampuan guru dalam melaksanakan pembelajaran sebesar 3,03,