1 FISIKA FMIPA UNHAS ANALISA DOSIS RADIASI KANKER MAMMAE MENGGUNAKAN WEDGE
DAN MULTILEAF COLLIMATOR PADA PESAWAT LINAC Sri Rahayu*, Bidayatul Armynah**, Dahlang Tahir**
*Alumni Jurusan Fisika Konsentrasi Fisika Medik FMIPA UNHAS (srirahayuphysics@yahoo.com)
** Jurusan Fisika FMIPA UNHAS
ABSTRAK
Telah dilakukan penelitian untuk menganalisa dosis radiasi kanker mammae menggunakan beam modifier wedge static 60o dan Multileaf Collimator (MLC) pada pesawat Linear Accelerator. Dengan menggunakan kurva isodosis, maka dapat diketahui dosis yang diterima oleh Gross Tumor Volume (GTV) dan Organ At Risk (OAR) serta penggunaan beam modifier yang tepat untuk mengurangi dosis radiasi pada OAR. Metode yang dilakukan adalah membandingkan letak kurva isodosis 30%, 50%, 70%, 90%, dan 100% ketika melakukan sistem perencanaan penyinaran atau Treatment
Planning System (TPS). Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan program ISIS
pada ruang TPS dan menganalisa data berdasarkan letak koordinat kurva isodosis yang telah diambil. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ketika menggunakan wegde, sebaran kurva isodosis lebih dalam dan menjangkau OAR sedangkan pada penggunaan MLC, sebaran dosis mencakup hampir keseluruhan GTV. Disimpulkan bahwa untuk sebaran tumor yang lebih dalam, penggunaan wedge lebih tepat, sedangkan untuk sebaran yang lebih kecil, penggunaan MLC lebih tepat.
Kata kunci: MLC, wedge, kurva isodosis
ABSTRACT
The research has been conducted to analyze breast cancer radiation dose using beam
modifier static wedge 60o and multileaf collimator (MLC) with Linear Accelerator as a
source of radiation. By using isodose curves, it can be seen the received radiation dose by the Gross Tumor Volume (GTV) and Organ at Risk (OAR) as well as the proper use of beam modifiers to reduce radiation dose at OAR. The method used is to compare the location of the 30%, 50%, 70%, 90%, and 100% isodose curve when conducting Treatment Planning System (TPS). This study was conducted by using ISIS program in the TPS room and analyzing data based on the location coordinates of the isodose curves. Result of this study indicate that when using wedge, isodose curve distribution deeper and reach OAR while using MLC, dose distribution covering almost the entire of GTV. It is concluded that for a deeper spread of tumor using wedge is more appropriate while for a smaller spread, using MLC is more appropriate.
2 FISIKA FMIPA UNHAS 1. Pendahuluan
Radioterapi(Keputusan Kepala Bapeten Nomor: 21/ KaBAPETENIXII -02, Pasal 1) adalah suatu cara untuk menyembuhkan atau mengurangi rasa sakit pada penderita penyakit
keganasan (kanker) dengan
menggunakan radiasi pengion. Pada saat ini, penggunaan pesawat radioterapi sudah sering dilakukan dalam rangka untuk mengurangi atau menghilangkan gejala kanker yang diderita oleh pasien.
Salah satu kasus yang banyak ditemui di radioterapi yaitu kanker mammae atau biasa juga dikenal dengan kanker payudara.
Keberhasilan pelaksanaan terapi sangat bergantung pada sistem perencanaanperlakuan penyinaran atau biasa dikenal dengan istilah Treatment
Planning System (TPS).Treatment
Planning System ini menghasilkan
bentuk berkas dan distribusi dosis dengan maksud untuk memperbesar kendali tumor dan meminimalkan komplikasi pada jaringan normal. Keseluruhan proses treatment planning melibatkan banyak langkah, dimulai dari akuisisi data berkas dan
memasukkannya ke dalam TPS
terkomputerisasi, kemudian akuisisi
data pasien ke perencanaan treatment dan akhirnya mengirim data ke mesin
treatment.
Salah satu bagian dari
komputerisasi TPS yaitu beam modifier atau pemodifikasian berkas.
Beam modifier ini berupa peletakan suatu alat pada berkas foton untuk memodifikasi bentuk berkas dan distibusinya. Wedge dan multileaf
collimator merupakan bagian dari
sistem perencanaan beam modifier ini. Pemilihan beam modifier yang tidak tepat akan berdampak besar pada sebaran dosis radiasi pada tumor dan jaringan sehat
Berdasarkan hal ini, maka perlu ditinjau mengenai perbedaan sebaran dosis pada tumor mammae dengan menggunakan beam modifier yang berbeda yaitu wedge dan multileaf
collimator.
Penelitian ini bertujan untuk menentukan metode pemilihan beam
modifier terbaik antara wedge dan
multilleaf collimator yang dapat
digunakan untuk mengurangi dosis radiasi yang diterima organ at risk
2. Metode Penelitian
a. Mempersiapkan data pasien dari ruang CT Simulator.
3 FISIKA FMIPA UNHAS
b. Mempersiapkan perangkat komputer pada ruang
Treatment Planning System.
c. Menentukan 3D Virtual Contouring organ, GTV, dan organ at risk.
d. Memilih beam modifier berupa wedge.
e. Melakukan simulasi penyinaran dengan dosis 2 Gy.
f. Menentukan kurva isodosis. g. Menyaring kurva isodosis pada
titik kurva 30%, 50%, 70%, 90%, dan 100%.
h. Mencatat % dosis dan
koordinatnya pada garis kurva isodosis 30%, 50%, 70%, 90%, dan 100%.
i. Mengganti beam modifier wedge dengan multileaf
collimator.
j. Mengulangi langkah e, f, dan g. k. Membandingkan hasil
pengukuran wedge dan
multileaf collimator.
3. Hasil dan Pembahasan 3.1. Hasil Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di bagian Instalasi Radiologi ruangan
Treatment Planning System RSPAD
Gatot Subroto, Jakarta. Penelitian ini
dilakukan pada citra kanker mammae dengan 6 pasien post-mastectomy untuk mengetahui kurva isodosis menggunakan 2 jenis beam modifier yaitu wedge dan multileaf collimator. Besar dosis yang diberikan untuk
Treatment Planning System pada
penelitian ini yaitu sebesar 2 Gy dan dengan melakukan teknik penyinaran tangensial.Kurva isodosis yang digunakan yaitu kurva isodosis 30%, 50%, 70%, 90%, dan 100%. Garis kurva 30% menandakan bahwa di daerah tersebut menerima dosis sebesar 30% dari 2 Gy yaitu 0.6 Gy, untuk garis 50% menerima dosis 1 Gy, 70% menerima dosis sebesar 1.4 Gy, 90% menerima 1.8 % dan 100 % menerima dosis 2 Gy.
3.2. Pembahasan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan menggunakan program ISIS untuk Treatment Planning System pada pasien A, maka diperoleh
plot kurva isodosis pada Gambar 1 dan Gambar 2 sebagai berikut:
4 FISIKA FMIPA UNHAS
Gambar 1 Plot kurva isodosis
menggunakan wedge
Gambar 2 Plot Kurva Isodosis menggunakan MLC
Gambar 1 memperlihatkan kurva 100% dan 90% diterima oleh daerah GTV sementara kurva 70%, 50%, dan 30% diterima oleh OAR. Sementara pada Gambar 2 kurva isodosis 100%, 90%, dan 70% berada pada GTV dan
kurva 50% dan 30% sebagian
mengenai GTV dan sebagian lagi menegenai OAR.
Grafik persen dosis pada pasien A dapat dilihat melalui Gambar 3 dibawah ini:
Gambar 3 Koordinat persen dosis menggunakan wedge dan MLC
Gambar 3 memperlihatkan posisi sebaran dosis dengan menggunakan MLC lebih di atas dibanding menggunakan wedge. Untuk data yang lebih jelas maka diberikan grafik hubungan kedalaman dengan persen dosis pada Gambar 4 sebagai berikut:
Gambar 4 Hubungan persen dosis dan kedalaman
Gambar 4 memperlihatkan adanya perbedaan yang signifikan untuk setiap titik persen kurva isodosis terhadap kedalaman. Untuk penggunaan wedge, jarak kedalaman antara kurva 100% dan 90% yaitu 0.51 cm, perbedaan ini bertambah antara kurva 90% dan 70% sebesar 0.62 cm, kemudian terus berkurang hingga kurva 30% menjadi 0.30 cm untuk kurva 70% ke kurva 50%, dan 0.25 cm untuk kurva 50% dan 30%. Untuk penggunaan MLC,
5 FISIKA FMIPA UNHAS
jarak kedalaman antara kurva 100% dan 90% yaitu 0.36 cm, jarak ini bertambah antara kurva 90% dan kurva 70% (70, 11.76) sebesar 0.39 cm, kemudian jarak ini terus berkurang hingga kurva 30% yaitu 0.33 cm untuk kurva 70% ke kurva 50%, dan 0.12 cm untuk kurva 50% ke 30%. Terdapat kesamaan pada kurva penggunaan wedge dan MLC yaitu jarak antara kurva 90% ke 70% lebih besar dibandingkan jarak antara kurva lainnya dan antara kurva 50% dan 30% memiliki jarak yang lebih kecil dibandingkan kurva lainnya. Namun letak koordinat kurva isodosis untuk penggunaan MLC lebih di atas dibandingkan wedge selain itu, jarak kurva untuk setiap persen dosis dengan
menggunakan MLC lebih rapat
dibandingkan dengan menggunakan wedge. Adanya perbedaan jarak yang cukup besar pada wedge dibanding MLC dapat dikarenakan bentuk
permukaan wedge memiliki
kemiringan 60o sehingga ketebalan untuk memblok setiap dosis berbeda sementara MLC memblok organ yang tidak menerima penyinaran sehingga hasil kurvanya lebih rapat.
Berdasarkan hasil Treatment Planning System pasien B diperoleh
plot kurva isodosis pada Gambar 5 dan Gambar 6 sebagai berikut:
Gambar 5 Plot kurva isodosis
menggunakan wedge
Gambar 6 Plot kurva isodosis
menggunakan MLC
Gambar 5 memperlihatkan kurva 100% dan 90% berada pada daerah GTV sementara kurva 70%, 50%, dan 30% sebagian besar berada pada OAR dan sebagian lagi berada pada GTV. Sementara Gambar 6 kurva isodosis 100% dan 90% berada pada daerah GTV sementara kurva 70%, 50%, dan 30% sebagian kecil berada pada OAR dan sebagian lagi berada pada GTV namun sebaran dosis ini tidak mencakup GTV secara keseluruhan.
6 FISIKA FMIPA UNHAS
Data hubungan koordinat pada pasien B dapat dilihat pada Gambar 7 dibawah ini:
Gambar 7 Koordinat persen dosis menggunakan wedge dan MLC
Gambar 7 memperlihatkan posisi sebaran dosis dengan menggunakan MLC lebih di atas dibanding menggunakan wedge. Hal ini dapat ditinjau melalui grafik hubungan kedalaman dengan kurva isodosis pada Gambar 8 di bawah ini:
Gambar 8 Hubungan persen dosis dan kedalaman
Gambar 7 dan Gambar 8
memperlihatkan adanya perbedaan yang signifikan untuk setiap titik persen kurva isodosis terhadap kedalaman. Untuk penggunaan wedge, jarak kedalaman antara kurva 100% dan 90% yaitu 0.43 cm, jarak ini bertambah dari kurva 90% ke kurva 70%
sebesar 0.68 cm, kemudian berkurang hingga kurva 30% menjadi 0.22 cm dari kurva 70% ke kurva 50%, dan 0.13 cm dari kurva 50% ke kurva 30%.
Pada penggunaan MLC, jarak
kedalaman antara kurva 100% dan kurva 90% yaitu 0.51 cm dan jarak ini terus berkurang hingga kurva 30% menjadi 0.33 cm dari kurva 90% ke kurva 70%, 0.17 cm dari kurva 70% ke 50%, serta 0.08 cm dari kurva 50% ke kurva 30%. Dari grafik ini, dapat dilihat bahwa jarak antara kurva 100% dan 90% untuk wedge dan MLC sangat kecil sehingga saling tumpang tindih, kemudian jarak ini bertambah besar dari kurva 70% sampai 30%. Selain itu, jarak dari setiap kurva pada wedge semakin rapat pada kurva 90% sampai kurva 30% sementaraa pada
penggunaan MLC, jarak kurva
semakin rapat pada kurva 100% sampai pada kurva 30%. Adanya perbedaan jarak yang cukup besar pada
wedge dibanding MLC dapat
dikarenakan bentuk permukaan wedge memiliki kemiringan 60o sehingga ketebalan untuk memblok setiap dosis berbeda sementara MLC memblok organ yang tidak menerima penyinaran sehingga hasil kurvanya lebih rapat. Namun sebaran dosis pada penggunaan
7 FISIKA FMIPA UNHAS
wedge lebih dalam dan mencakup
keseluruhan GTV dibandingkan
dengan MLC.
Untuk Treatment Planning System pasien C diperoleh plot kurva
isodosis pada Gambar 9 dan Gambar 10 sebagai berikut:
Gambar 9 Plot kurva isodosis
menggunakan Wedge
Gambar 10 Plot kurva isodosis menggunakan MLC
Gambar 9 memperlihatkan kurva 100%, 90%,70%, dan 50% berada pada daerah GTV dan kurva 30% berada pada OAR. Namun kurva 70% dan 50% juga berada pada daerah
OAR. Sementara Gambar 10
memperlihatkan kurva 100%,
90%,70%, 50%, dan 30% berada secara keseluruhan pada GTV dan
hanya sebagian kecil dari kurva 50% dan 30% yang berada pada OAR.
Rata-rata koordinat persen kurva isodosis pada pasie C ditunjukkan pada Gambar 11 dibawah ini:
Gambar 11 Koordinat persen dosis menggunakan wedge dan MLC
Gambar 11 mremperlihatkan titik kurva 90% pada wedge lebih di atas dibandingkan untuk titik kurva 90% pada MLC, sementara untuk titik kurva
lainnya MLC lebih diatas
dibandingkan wedge. Selain Gambar 11 diatas, diberikan juga grafik hubungan kedalaman dengan kurva isodosis pada Gambar 12 seperti di bawah ini
Gambar 12 Hubungan persen dosis dan kedalaman
Gambar 12 memperlihatkan
perbedaan kedalaman antar kurva pada penggunaan wedge untuk kurva 100%
8 FISIKA FMIPA UNHAS
dan 90% yaitu 0.67 cm, jarak ini bertambah dari kurva 90% ke kurva 70% sebesar 2.21 cm, kemudian berkurang hingga kurva 30% menjadi 0.43 cm dari kurva 70% ke kurva 50% dan 0.3 cm dari kurva 50% ke kurva 30%. Perbedaan kedalaman antar kurva pada penggunaan MLC untuk kurva 100% dan kurva 90% yaitu 1.96 cm, jarak ini terus berkurang hingga kurva 30% menjadi 0.53 cm dari kurva 90% ke kurva 70%, 0.22 cm dari kurva 70% ke kurva 50%, dan 0.45 cm dari kurva 50% ke kurva 30%. Dari Gambar 11 dan Gambar 12 terlihat bahwa kurva 90% antara wedge dan MLC memiliki jarak yang lebih besar dibandingkan jarak antara titik lainnya serta jarak kurva
100% antara wedge dan MLC
memiliki jarak yang paling kecil.Hal ini dikarenakan GTV diharapkan dapat menerima dosis kurang lebih 100% dari dosis yang telah diberikan. Namun perbedaan yang cukup besar pada kurva 90% antara wedge dan MLC menunjukan bahwa pada penggunaan MLC, dosis yang lebih besar dan mendekati 100% akan memenuhi daerah GTV dengan sebaran minimal
pada OAR, sedangkan ketika
menggunakan wedge, tentu saja dosis yang sama juga akan memenuhi daerah
GTV namun terapat juga sebaran dosis
pada daerah OAR yang harus
diminimalkan. Hal ini tentu saja berguna untuk penyebaran tumor yang lebih dalam namun juga dapat menimbulkan kerusakan apabila dosis radiasi ini terus menerus diterima oleh OAR.
Untuk Treatment Planning System pasien D diperoleh plot kurva isodosis pada Gambar 13 dan Gambar 14 sebagai berikut:
Gambar 13 Plot kurva isodosis menggunakan wedge
Gambar 14 Plot kurva isodosis menggunakan MLC
Gambar 13 dan Gambar 14 memperlihatkan bahwa kurva 100% dan 90% diterima oleh daerah GTV sementara kurva 70%, 50%, dan 30% diterima oleh OAR dan GTV. Namun
9 FISIKA FMIPA UNHAS
sebaran pada penggunaan wedge lebih dalam dibandingkan pada penggunaan MLC.
Koordinat persen kurva isodosis ditunjukkan pada Gambar 15 berikut:
Gambar 15 Koordinat persen dosis menggunakan wedge dan MLC
Gambar 15 memperlihatkan
gambaran bahwa posisi sebaran dosis dengan menggunakan MLC lebih di atas dibanding menggunakan wedge. Selain Gambar 15 diatas, diberikan juga grafik hubungan antara persen dosis dan kedalaman pada Gambar 16 seperti dibawah ini:
Gambar 16 Hubungan persen dosis dan kedalaman
Gambar 16 memperlihatkan
perbedaan kedalaman antar kurva pada penggunaan wedge untuk kurva 100% dan 90% yaitu 0.74 cm, perbedaan ini bertambah pada kurva ke kurva 70%
sebesar 0.83 cm, kemudian berkurang menjadi 0.33 cm dari kurva 70% ke 50% dan dari kurva 50% ke 30%. Perbedaan
kedalaman antar kurva pada
penggunaan MLC dari kurva 100% kekurva 90% dan kurva 90% ke kurva 70% yaitu 0.36 cm, perbedaan ini berkurang menjadi 0.17 cm dari kurva 70% ke kurva 50%, dan kemudian bertambah menjadi 0.23 cm dari kurva 50% ke kurva 30%. Dari grafik ini terlihat bahwa kurva 100% antara wedge dan MLC memiliki jarak yang paling kecil dan dengan semakin menurunnya persen dosis, jarak antara kurva wedge dan MLC semakin besar. Berdasarkan grafik ini pula, pada penggunaan wedge, jarak antara kurva semakin menurun seiring dengan menurunnya persen dosis dimulai dari kurva 90% dan perbedaan kedalaman yang paling besar berada antara kurva 90% dan 70%, adanya jarak yang cukup besar ini menunjukkan bahwa untuk kurva 100% dan 90% berada secara keseluruhan pada daerah GTV sedangkan kurva 70%,50%,dan 30% hanya mencakup sebagian kecil bagian GTV dan sebagian besar pada daerah OAR. Sementara pada penggunaan MLC, jarak antara kurva terus menurun hingga pada kurva 50% dan
10 FISIKA FMIPA UNHAS
kembali naik pada kurva 30% serta jarak kedalaman yang paling besar berada antara kurva 100% dan 90% serta kurva 90% dan 70% namun keseluruhan dari kurva ini tetap berada pada daerah GTV dan hanya menyebar sedikit pada daerah OAR. Hal ini dikarenakan MLC memblok organ yang tidak menerima penyinaran sehingga hasil kurvanya lebih rapat. Namun sebaran dosis pada penggunaan wedge lebih dalam sehingga sangat berguna apabila terjadi penyebaran tumor yang lebih dalam.
Untuk Treatment Planning System pasien E diperoleh plot kurva isodosis pada Gambar 17 dan Gambar 18 sebagai berikut:
Gambar 17 Plot kurva isodosis menggunakan wedge
Gambar 18 Plot kurva isodosis menggunakan MLC
Gambar 17 dan 18 terlihat bahwa kurva 100% dan 90% diterima oleh daerah GTV namun kurva 90% pada penggunaan wedge sebagian berada pada daerah OAR. Untuk kurva 30%, 50%, dan 70% pada penggunaan wedge juga berada pada daerah OAR dengan jarak yang sangat dalam sementara untuk MLC, kurva ini hanya mencakup bagian kecil dari OAR.
Koordinat perse dosis
menggunakan wedge dan MLC
ditunjukkan pada Gambar 19 sebagai berikut:
Gambar 19 Koordinat persen dosis menggunakan wedge dan MLC
Gambar 19 memperlihatkan posisi sebaran dosis dengan menggunakan MLC lebih di atas dibanding menggunakan wedge. Grafik hubungan antara persen dosis dan kedalaman pada Gambar 20 seperti dibawah ini:
Gambar 20 Hubungan persen dosis dan kedalaman
11 FISIKA FMIPA UNHAS
Gambar 20 memperlihatkan
perbedaan kedalaman antar kurva pada penggunaan wedge untuk kurva 100% dan kurva 90% yaitu 0.87 cm, jarak ini bertambah dari kurva 90% ke kurva 70% sebesar 1.31 cm, kemudian terus menurun hingga kurva 30% menjadi 0.42 cm dari kurva 70% ke kurva 50% dan 0.36 cm dari kurva 50% ke kurva 30%. Perbedaan kedalaman antar kurva pada penggunaan MLC untuk kurva 100% dan kurva 90% yaitu 0.24 cm, jarak ini bertambah antara kurva 90% dan kurva 70% sebesar 0.33 cm, kemudian terus berkurang hingga kurva 30% menjadi 0.30 cm untuk kurva 70% ke kurva 50% dan 0.23 cm dari kurva 50% ke kurva 30%. Dari grafik ini terlihat bahwa kurva 100% antara wedge dan MLC memiliki jarak yang paling kecil dan dengan semakin menurunnya persen dosis, jarak antara kurva wedge dan MLC semakin besar. Berdasarkan grafik ini pula, pada penggunaan wedge dan MLC, jarak antara kurva semakin menurun seiring dengan menurunnya persen dosis dimulai dari kurva 90% dan perbedaan kedalaman yang paling besar berada antara kurva 90% dan 70%, adanya
jarak yang cukup besar ini
menunjukkan bahwa untuk kurva 100%
dan 90% berada secara keseluruhan pada daerah GTV dan untuk kurva 70%,50%,dan 30% untuk penggunaan wedge hanya mencakup sebagian kecil bagian GTV dan sebagian besar pada
daerah OAR sedangkan pada
penggunaan MLC kurva 30%, 50%, dan 70% berada sebagian besar pada GTV dan hanya sedikit berada pada bagian OAR. Hal ini dikarenakan MLC memblok organ yang tidak menerima penyinaran sehingga hasil kurvanya lebih rapat dan hampir
mencakup semua GTV. Namun
sebaran dosis pada penggunaan wedge lebih dalam sehingga sangat berguna apabila terjadi penyebaran tumor yang lebih dalam.
Untuk Treatment Planning System pasien E diperoleh plot kurva isodosis pada Gambar 21 dan Gambar 22 sebagai berikut:
Gambar 21 Plot kurva isodosis menggunakan wedge
12 FISIKA FMIPA UNHAS
Gambar 22 Plot kurva isodosis menggunakan MLC
Gambar 21 menunjukkan kurva 100% dan 90% berada pada daerah GTV sedangkan kurva 30%, 50%, dan 70% berada sebagian pada daerah OAR, dan juga GTV. Sementara untuk penggunaan MLC, keseluruhan kurva mencakup daerah GTV, namun kurva 30% menyinggung sedikit bagian OAR.
Koordinat persen dosis pada pasien F ditunjukkan pada gambar 23 sebagai berikut:
Gambar 23 Koordinat persen dosis menggunakan wedge dan MLC
Gambar 23 menunjukkan sebaran dosis dengan menggunakan MLC lebih di atas dibanding menggunakan wedge namun untuk kurva 90%, posisi wedge lebih di atas dibandingkan MLC. Selan itu, ditunjukkan pula grafik hubungan
antara persen dosis dan kedalaman pada Gambar 24 seperti dibawah ini:
Gambar 24 Hubungan persen dosis dan kedalaman
Gambar 24 memperlihatkan
perbedaan kedalaman antar kurva pada penggunaan wedge untuk kurva 100% dan kurva 90% yaitu 0.50 cm, perbedaan ini bertambah dari kurva 90% ke kurva 70% sebesar 1.11 cm, kemudian berkurang dari kurva 70% ke kurva 50% menjadi 0.25 cm, dan kembali bertambah menjadi 0.29 cm dari kurva 50% ke kurva 30%. Perbedaan kedalaman antar kurva pada penggunaan MLC dari kurva 100% ke kurva 90% yaitu 1.07 cm, perbedaan ini berkurang hingga kurva 50% menjadi 0.28 cm dari kurva 90% ke kurva 70% dan 0.25 cm dari kurva 70% ke kurva 50%, namun kembali bertambah dari kurva 50% ke kurva 30% sebesar 0.28 cm. Dari grafik ini terlihat bahwa kurva 100% antara wedge dan MLC memiliki jarak yang paling kecil dan dengan semakin menurunnya persen dosis, jarak antara kurva wedge dan MLC semakin besar. Berdasarkan
13 FISIKA FMIPA UNHAS
grafik ini pula, pada penggunaan wedge, jarak antara kurva semakin menurun seiring dengan menurunnya persen dosis dimulai dari kurva 90% dan perbedaan kedalaman yang paling besar berada antara kurva 90% dan 70%,sementara pada penggunaan MLC, jarak terbesar yaitu antara kurva 100% dan kurva 90% sehingga dapat diketahui bahwa sebaran dosis 100% sampai 90% lebih besar pada
penggunaan MLC dibandingkan
penggunaan wedge. Kurva 70% dan 50% pada MLC juga memenuhi sebaran pada daerah GTV dan kurva 30% sedikit menyebar kedaerah OAR sementara kurva 70%,50%,dan 30% pada penggunaan wedge menyebar di sebagian kecil daerah GTV dan sisanya berada pada daerah OAR. Hal ini dikarenakan MLC memblok organ yang tidak menerima penyinaran sehingga hasil kurvanya lebih rapat dan hampir mencakup semua GTV. Namun sebaran dosis pada penggunaan wedge lebih dalam sehingga sangat berguna apabila terjadi penyebaran tumor yang lebih dalam namun tetap juga harus mempertimbangkan lokasi OAR.
4. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai Analisa Dosis
Radiasi Kanker Mammae
Menggunakan Wedgedan Multileaf
Collimator pada Pesawat Linear
Accelerator (Linac), maka dapat
disimpulkan bahwa:
a. Pada hasil Treatment Planning
System untuk penggunaan wedge,
kurva 100% dan 90% berada pada daerah GTV dan kurva 70%,50% dan 30% berada sebagian pada daerah OAR hal ini menandakan bahwa daerah GTV menerima radiasi maksimal 90 sampai 100 persen ketika melakukan perawatan kepada pasien dan mencegah penyebaran tumor yang lebih lanjut namun keadaan ini juga dapat merugikan OAR.
b. Pada hasil Treatment Planning
System untuk penggunaan MLC,
hampir keseluruhan kurva, dari 100% hingga 30% berada pada daerah
GTV sehingga tidak
membahayakan OAR, namun
terdapat bagian dimana daerah
GTV menerima dosis yang
minimal sehingga hal ini tidak efektif untuk mencegah penyebaran tumor.
14 FISIKA FMIPA UNHAS
c. Penggunaan wedge dan MLC sangat membantu pada perawatan radiasi kanker. Berdasarkan hasil yang telah ada, untuk penyebaran yang lebih dalam, penggunaan wedge lebih tepat, namun untuk penyebaran yang minim, maka penggunaan MLC lebih tepat.
5. Saran
Selain pemilihan beam modifier wedge 60o dan MLC, perlu juga dilakukan pada wedge dengan sudut 30o dan 45o untuk menganalisa metode yang tepat untuk meminimalkan dosis pada daerah OAR dan memaksimalkan dosis pada GTV.
6. Daftar Pustaka
Barret,Ann,et al. 2009. Practical
Radiotherapy Planning,
UK:Hodder Arnold
Cherry, Pam and Angela M.
Duxbury.2009.Practical
Radiotherapy Physics And
Equipment, 2nd ed.
UK:Willey-Blackwell
Darmawati,Suharni.2012.
“Implementasi Linear Accelerator dalam Penanganan Kanker”, Program Pasca Sarjana Fisika-UGM Jogjakarta, ISSN1411-1349, Vol.14, p.38-39.
Gunderson & Tepper.2012.Clinical
Radiation Oncology, 3rd edition.
Philadelphia:Elsevier
Hani,Ahmadi Ruslan & Handoko Riwidiko.2009.Fisika Kesehatan. Jogjakarta:Mitra Cendikia
Khan, F. 2003.The Physics of
Radiation Therapy, 3rd ed.
Baltimore:Lippincott Williams and Wilkins
Mayles.P, A. Nahum, & J.C Rosenwald.2007.Handbook Of Radiotherapy Physics Theory and
PracticeLondon:Taylor& Francis
Group
Podgorsak, E.B.,2005.Radiation
Oncology Physics : A Handbook
For Teachers And Students.Vienna:
IAEA
Amen, Sibtain, et.al.2012.
radiotherapy in Practice: Physics
for Clinical Oncology.
UK:OXFORD
Bidayatul Armynah, Dahlang Tahir, akan dipublikasikan pada tahun 2015 denganjudul “Analisa Dosis
Radiasi Menggunakan Wedge dan MLC pada Linac”