• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH VIRTUAL WEDGE TERHADAP SIMETRISITAS PROFIL DOSIS KELUARAN PESAWAT LINAC

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH VIRTUAL WEDGE TERHADAP SIMETRISITAS PROFIL DOSIS KELUARAN PESAWAT LINAC"

Copied!
56
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH VIRTUAL WEDGE TERHADAP SIMETRISITAS PROFIL DOSIS KELUARAN PESAWAT LINAC

Skripsi

Untuk memenuhi salah satu syarat mencapai derajat pendidikan Strata Satu (S-1) Sebagai Sarjana Sains pada Jurusan Fisika

Disusun Oleh :

Kartika Wahyu Ageng Dewanti J2D008029

JURUSAN FISIKA

FAKULTAS SAINS DAN MATEMATIKA UNIVERSITAS DIPONEGORO

SEMARANG FEBRUARI, 2013

(2)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, Subhanallah, Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan Rahmat dan Hidayah-Nya dengan nikmat dan karunia sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir yang berjudul “Pengaruh Virtual Wedge Terhadap Simetrisitas Profil Dosis Keluaran Pesawat Linac” sebagai syarat untuk mencapai derajat S-1 Fisika, Fakultas Sains dan Matematika Universitas Diponegoro Semarang.

Dalam proses penyusunan yang melibatkan berbagai pihak, maka perkenankan penulis mengucapkan terimakasih dengan sepenuh hati kepada :

1. Bapak Dr. Muhammad Nur, DEA, selaku Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Diponegoro Semarang

2. Bapak Dr. Rahmat Gernowo, S.Si, M.Si, selaku Ketua Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Diponegoro Semarang 3. Bapak Prof. Dr. Wahyu Setia Budi, M.S, selaku pembimbing atas waktu, tenaga,

petunjuk, dan keramah-tamahannya dalam membimbing penulis mengerjakan Tugas Akhir

4. Bapak Choirul Anam, M.Si yang telah memberikan masukan kepada penulis dan menyempatkan waktu untuk menguji penulis dalam ujian siding akhir

5. Bapak Dr. Suryono, M.Si yang telah meluangkan waktu untuk menguji Tugas Akhir penulis, dan saran - saran yang sangat membangun

6. Bapak Dr. Asep Yoyo Wardaya atas waktu yang diluangkan untuk menguji Tugas Akhir penulis

7. Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Fisika yang telah memberikan pengajaran yang sangat luar biasa kepada penulis

8. dr. Eko selaku Kepala Unit Radioterapi RS. Ken Sras yang telah mengijinkan penulis melakukan pengambilan data penelitian

9. Seluruh staf pengajar maupun staf administrasi Jurusan Fisika Fakultas Sains dan Matematika Universitas Diponegoro atas kerja kerasnya dalam mengajar dan melayani penulis

(3)

10. Bapak Djoko Purwanto dan Ibu Eko Budi Wahyuni selaku Orang Tua penulis yang selalu mencurahkan kasih sayang, mendoakan, memberikan motivasi baik materiil maupun moril, doamu adalah harapanku dan harapanmu adalah perjuanganku

11. Alfa, Demar, Zizah, Suntur, mbak lel yang selalu ada dikehidupan penulis dan keluarga baru penulis, Aurelia Laksmi Kurnia Neila dan Muhammad Syatir Alfa Risky yang semakin memberikan warna dalam hari-hari penulis

12. Iqbal Firdaus yang selalu memberikan motivasi, warna dan keceriaan dalam diri penulis, motivasimu adalah semangatku

13. Nurul Firdausi Nuzula dan Wulandhari yang selalu siaga dalam keadaan apapun hingga terselesaikannya Tugas Akhir, Mas Dwi atas bimbingannya

14. Ismi Izzah Azizah atas print baru, Mbak Entung sang motivator

15. Fisika 2008 yang memberikan keindahan selama penulis menjalani masa perkuliahan, ”Hidup Penuh Kebersamaan”

16. Semua pihak yang telah membantu hingga terselesaikannya Tugas Akhir ini, yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu. Semoga Allah sembalas kebaikan yang telah diberikan kepada penulis. Amin

Penulis sadar bahwa penyusunan laporan ini tidak luput dari kesalahan dan kekurangan, sehingga kritik dan saran yang bersifat membangun penulis harapkan demi tersusunnya laporan yang lebih baik. Semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Semarang, Februari 2013

(4)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR SIMBOL ... viii

DAFTAR ISTILAH ... ix

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

INTISARI ... xv ABSTRACT ... xvi BAB I PENDAHULUAN ... 1 1.1. Latar Belakang ... 1 1.2. Tujuan Penelitian ... 4 1.3. Manfaat Penelitian ... 4

BAB II DASAR TEORI ... 5

2.1. Radioterapi ... 5

2.2. Pesawat Teleterapi Linear Acelerator ... 6

2.2.1. Pesawat Linac ... 6

2.2.1. Bagian-bagian Kepala Linac ... 7

2.3. Profil Dosis ... 9

2.4. Distribusi Dosis ... 11

2.5. Kurva Isodosis ... 11

2.6. Wedge Filter ... 13

2.6.1. Sudut Wedge Isodosis ... 15

(5)

2.6.3. Sistem Wedge ... 16

2.6.4. Pengaruh Wedge Terhadap Kualitas Sinar ... 17

2.6.5. Desain Wedge Filter ... 17

2.6.6. Teknik Lapangan Wedge ... 18

2.7. Kesimetrisan Keluaran Sinar ... 20

2.8. Integrasi Numerik ... 21

2.9. Metode Simpson 1/3 ... 22

2.10. Quality Assurance ... 23

2.10.1.Quality Assurance di Radioterapi ... 23

2.10.2. Quality Control di Radioterapi ... 24

2.11. Efek Biologi Terhadap Radiasi ... 24

2.7. Phantom Air ... 25

2.8. Detektor Kondenser Chamber ... 26

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 27

3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ... 27

3.2. Alat dan Bahan Penelitian ... 27

3.2.1. Alat Penelitian ... 27

3.2.2. Bahan Penelitian... 31

3.3. Metode Penelitian ... 32

3.4. Prosedur Penelitian ... 34

3.4. Diagram Alir Penelitian ... 36

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 37

4.1. Hasil Data Tanpa Menggunakan Virtual Wedge ... 37

4.2. Hasil Data Menggunakan Virtual Wedge 15° ... 40

4.2.1. Luas lapangan 10 cm x 10 cm ... 40

4.2.2. Luas lapangan 15 cm x 15 cm ... 43

4.3. Hasil Data Menggunakan Virtual Wedge 30° ... 43

4.3.1. Luas lapangan 10 cm x 10 cm ... 44

(6)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 48

5.1. Kesimpulan ... 48

5.2. Saran ... 48

DAFTAR PUSTAKA ... 49

(7)

DAFTAR SIMBOL

1. Co60 : Cobalt 60

2. Dmak : Kedalaman Maksimal 3. HVL : Half Value Layer

4. MU : Monitor Unit

5. MV : Mega Volt

6. RF : Radio Frekuensi

7. RFA : Radiation Field Analisis atau Analisa Medan Radiasi

8. S : Jarak Antar Wedge

9. SAD : Surface Axis Distance

10. SSD :Source Surface Distance atau Jarak sumber dengan

permukaan

11. TAR : Tissue Air Ratio

12. TMR : Tissue Maksimum Ratio

13. γ : Gamma

14. θ : Sudut Wedge 15. ϕ : Engsel sudut

(8)

DAFTAR ISTILAH

1. Diagnostik merupaka proses pemeriksaan menggunakan radiasi untuk membantu menegakkan hasil diagnosa

2. Field size adalah besarnya luas lapangan yang digunakan dalam penyinaran

3. Flattening filter adalah suatu alat atau perangkat yang digunakan untuk memfilter intensitas dari foton yang dihasilkan dari pesawat Linac, sehingga dosis yang diterima tiap titik semuanya sama

4. Gantry adalah sebuah perangkat pesawat Linac yang sering disebut dengan kepala Linac, Gantri merupakan komponen terpenting dalam Linac yang menghasilkan sumber foton ataupun elektron

5. HVL (Half Value Layer) merupakan nilai tebal paro dari kualitas sinar yang dihasilkan

6. Isocenter merupakan suatu titik koordinat pusat dari sumber

7. Kolimator sering juga disebut jaws, yaitu merupakan perangkat dalam Linac yang digunakan untuk mengukur luas lapangan yang akan digunakan. Kolimator juga dapat berfungsi sebagai penyerap intensitas radiasi sehingga penyinaran dosis terdistribusi sesuai dengan rencana

8. Kurva profil merupakan kurva dari penyebaran dosis pada luasan phantom di kedalaman tertentu

9. Linac adalah pesawat teleterapi yang menghasilkan foton dan electron dengan energy tinggi akibat muatan yang dipercepat

10. MU atau monitor unit yang merupakan hasil dari monitor chamber pada kepala linac yang berisi besaran-besaran seperti dosis rata-rata, kerataan berkas radiasi, dan energi radiasi

(9)

11. PDD (Percentage Deep Dose) merupakan presentase dosis kedalaman tertentu dengan kedalaman maksimal pada sumbu utama

12. Phantom merupakan perangkat tiruan yang dibuat menyerupai tubuh manusia dan memiliki densitas dan massa jenis yang sama dengan jaringan yang ditiru

13. QA (Quality Assurance) adalah tindakan terencana dan sistematik yang diperlukan untuk memberikan keyakinan memadai bahwa suatu produk atau jasa yang akan diberikan memenuhi persayaratan untuk menunjang kualitas

14. QC (Quality Control) adalah proses pengawasan kualitas dalam kinerja sesuai dengan standart yang digunakan untuk menjaga perlengkapan atau peralatan tetap pada standartnya

15. SAD (Source Axis Distance) adalah jarak dari sumber ke permukaan dari titik pusat

16. SSD (Source Surface Distance) adalah jarak dari sumber ke permukaan

17. TAR adalah Tissue Air Ratio digunakan untuk mencari faktor koreksi dengan cara mengukur paparan di udara

18. TMR adalah Tissue Maksimum Ratio digunakan untuk mencari faktor koreksi dengan cara mengukur paparan pada jaringan

19. Wedge adalah filter khusus atau blok penyerap yang ditempatkan dibagian berkas untuk membentuk distribusi isodosis

(10)

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Persentase Asimetri pada berbagai kedalaman dari kurva profil menggunakan virtual wedge 15° dengan luas lapangan 15 cm x 15 cm ... 46 Tabel 4.2 Persentase Asimetri pada berbagai kedalaman dari kurva profil

(11)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Pesawat Linac (Linear Accelerator) Tipe Siemens Primuss M5633 ... 6

Gambar 2.2 Konstruksi dari kepala pesawat Linac ... 7

Gambar 2.3 Kepala linac dan bagian-bagiannya ... 8

Gambar 2.4 Profil dosis pada berbagai kedalaman ... 10

Gambar 2.5 Profil berkas kedalaman dosis... 11

Gambar 2.6 Kurva isodosis untuk sinar-X, SSD 100 cm dan luas lapangan penyinaran (10 x 10) cm2 ... 12

Gambar 2.7 Kurva Isodosis dengan menggunakan wedge filter ... 14

Gambar 2.8 Sistem Wedge ... 16

Gambar 2.9 Desain universal wedge filter ... 18

Gambar 2.10 Distribusi isodosis untuk dua sudut berkas ... 19

Gambar 2.11 Parameter dari berkas wedge ... 20

Gambar 2.12 Integral suatu fungsi ... 21

Gambar 2.13 Aturan Simpson ... 22

Gambar 2.16 Kurva dosis – Persentasi Efek Biologi ... 24

Gambar 2.17 Diagram skematik dari detektor kondensor chamber ... 26

Gambar 3.1 Pesawat Teleterapi Linac ... 27

Gambar 3.2 Phantom Air ... 28

Gambar 3.3 Detektor Kondenser Chamber ... 28

Gambar 3.4 Elektroda Dose-1 ... 29

Gambar 3.5 Termometer ... 29

Gambar 3.6 Barometer ... 30

Gambar 3.7 Common Control Unit (CCU) ... 30

Gambar 3.8 Aqua-DM dalam Phantom Air ... 31

Gambar 3.9 Pembagi luasan dari aturan simpson ... 33

(12)

Gambar 3.11 Diagram Alir Penelitian ... 36 Gambar 4.1 Kurva profil tanpa menggunakan virtual wedge pada kedalaman (z)

5 cm ... 38 Gambar 4.2 Kurva profil tanpa menggunakan virtual wedge pada kedalaman (z)

10 cm ... 39 Gambar 4.3 Kurva profil menggunakan virtual wedge 15° pada luas lapangan 10

cm x 10 cm dan kedalaman(z) 5 cm ... . 40 Gambar 4.4 Kurva profil menggunakan virtual wedge 15° pada luas lapangan 10

cm x 10 cm dan kedalaman(z) 7 cm ... 41 Gambar 4.5 Kurva profil menggunakan virtual wedge 15° pada luas lapangan 10

cm x 10 cm dan kedalaman(z) 10 cm ... 42 Gambar 4.6 Kurva profil menggunakan virtual wedge 30° pada luas lapangan 10

cm x 10 cm dan kedalaman(z) 5 cm ... 44 Gambar 4.7 Kurva profil menggunakan virtual wedge 30° pada luas lapangan 10

cm x 10 cm dan kedalaman(z) 7 cm ... 45 Gambar 4.8 Kurva profil menggunakan virtual wedge 30° pada luas lapangan 10

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN A Data Hasil Penelitian Tanpa Menggunakan Virtual Wedge LAMPIRAN B Data Hasil Penelitian Menggunakan Virtual Wedge LAMPIRAN C Hasil Kurva Profil dan Perhitungan Asimetri

(14)

INTISARI

Sesuai standar yang diijinkan, pemberian dosis optimum untuk tumor harus tetap memperhatikan jaringan sehat disekitar. Jaringan memikili irregular shape dan inhomogeneity, sehingga untuk meratakan dosis proses penyinarannya ditambahkan virtual wedge. Dosis radiasi dalam radioterapi diberikan kepada pasien berdasarkan pengukuran dan perhitungan. Untuk mendapatkan dosis yang optimum harus ada penyusunan kriteria yang dikenal sebagai jaminan kualitas, sehingga dapat dikembangkan prosedur pemeliharaan preventif. Salah satu parameter yang harus di uji adalah asimetri berkas, dengan tujuan tetap memenuhi standar yang direferensikan. Selama ini uji asimetri berkas dilakukan untuk profil dosis tanpa menggunakan device tambahan, sehingga dalam penelitian ini telah dicari pengaruh penggunaan virtual wedge terhadap asimetri berkas keluaran pada kedalaman (z) 5 cm, 7 cm dan 10 cm menggunakan virtual wedge 15° dan 30°. Dari kurva profil keluaran tanpa menggunakan virtual wedge asimetri berkas masih berada dalam tingkat toleransi yang diijinkan ± 2%, sedangkan untuk kurva profil keluaran asimetri berkas memiliki persentase lebih dari 2% dan semakin besar persentasenya pada penggunaan luas lapangan yang semakin lebar.

(15)

ABSTRACT

Appropriate to the permitted standard, giving the optimum dose to the cancer must be remain observe the healthy tissue around it. The tissue has an irregular shape and inhomogeneity, so that to flatten the dose the virtual wedge is added to its irradiation process. Dose radiation in radiotherapy is given to the patient according to the measurement and calculation. To get the optimum dose there must be criteria arranging known as quality assurance so that capable to developed a preventive maintenance procedure. One of the parameters which have to be tested is asymmetry beam, with a purpose to keep fulfill the referenced standard. So far, the asymmetry beam testing was done to dose profile without using any additional device, so in this research has been seeked the influence of using the virtual wedge toward asymmetry beam in the depth of (z) 5 cm, 7 cm, and 10 cm using virtual wedge 150 and 300. From the profile curve output without using virtual wedge asymmetry beam still in the permitted tolerance level ± 2%, whereas for the profile curve output asymmetry beam has percentage more than 2% and the percentage is more and more larger in using a more wider field size.

(16)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Radioterapi adalah jenis terapi yang menggunakan radiasi tingkat tinggi untuk menghancurkan sel-sel kanker. Baik sel-sel normal maupun sel-sel kanker bisa dipengaruhi oleh radiasi ini. Radiasi akan merusak sel-sel kanker sehingga proses multiplikasi ataupun pembelahan sel-sel kanker akan terhambat (Tjokronegoro, 2001). Karena menggunakan radiasi pengion maka radioterapi haruslah memiliki jaminan kualitas (Quality Assurance) untuk mendapatkan hasil yang optimum.

Jaminan kualitas pada radioterapi adalah prosedur jaminan kualitas untuk memastikan bahwa semua program yang mendukung dalam proses radioterapi berjalan sesuai dengan standar kualitas yang telah ditetapkan. Di dalam proses Jaminan kualitas haruslah didukung dengan adanya prosedur kontrol kualitas.

Untuk mempertahankan tingkat kualitas dan konsistensi kinerjanya, pesawat radioterapi membutuhkan jaminan kualitas seumur hidup. Kinerja semua parameter yang berhubungan dengan kualitas dan keamanan harus dicek secara teratur, meskipun tidak dengan frekuensi yang sama (Djarwani, 2002).

Radiasi pengion bisa merusak jaringan, maka diusahakan dosis radiasi yang diberikan pada sel tumor harus terdistribusi secara merata dan sedapat mungkin dosis yang jatuh di luar lapangan penyinaran kecil. Pemberian dosis yang berlebihan akan menyebabkan kerusakan jaringan normal di luar lapangan penyinaran, sedangkan dosis yang tidak cukup untuk membunuh sel ganas akan menyebabkan kambuh/residif (Meredith dan Massey, 1968). Pemberian dosis yang optimum akan menentukan keberhasilan dan efisiensi penyinaran. Dosis radiasi dikatakan optimum apabila (Cember, 1983):

(17)

a. Terdapat homogenitas dosis pada daerah penyinaran

b. Terdapat keseragaman energi foton yang terdistribusi merata pada daerah penyinaran

c. Dosis radiasi yang jatuh diluar daerah penyinaran diusahakan seminimal mungkin

Dosis optimum yang digunakan untuk keperluan terapi haruslah berhasil secara medis dalam arti dapat menyembuhkan penyakit dan juga menekan seminimal mungkin efek biologis pada jaringan normal disekitarnya.

Untuk memperoleh hasil terapi optimal, distribusi dosis harus masih dalam batas jangkauan harga yang tercantum dalam jaminan kualitas yang harus dipenuhi. Ketelitian yang disyaratkan dalam pemberian dosis untuk radioterapi pada tahun 1976 direkomendasikan oleh ICRU sebesar ± 5% (Palta, 1996). Harga ini dipilih berdasarkan kurva respon dalam radioterapi yag sering terlalu curam, sehingga perubahan kurang dari 10% dari dosis pada volume target dapat perubahan signifikan dalam kemungkinan control tumor, dan pada saat yang sama dapat meningkatkan induksi keparahan efek radisi pada jaringan sehat (Anonim, 1976).

Permukaan kulit yang tidak merata pada daerah tumor mengakibatkan adanya celah udara, sehingga untuk mempengaruhi pengaruh celah udara terhadap permukaan kulit yang tidak merata digunakan wedge sebagai kompensasi dalam melakukan penyinaran (Chamber, 1983).

Penggunaan wedge merupakan cara paling efektif untuk memperoleh distribusi dosis yang merata atau homogen pada permukaan kulit yang tidak merata, sehingga penyinaran yang diberikan pada daerah tumor tersebut betul-betul optimum dan jaringan sehat disekitarnya memperoleh dosis yang minimum (Khan, 1994).

Wedge berfungsi sebagai proteksi radiasi pada pasien karena dapat meminimalkan dosis radiasi pada jaringan di sekitar tumor. Variasi sudut dan posisi wedge dilakukan untuk mendapatkan kriteria distribusi dosisi optimum melalui kurva isodosis yang diberikan pada tumor pasien (mendekati 100%). Variasi sudut wedge yang biasa dilakukan adalah 15o, 30o, 45o dan 60o (Khan, 1994).

(18)

Jaminan kualitas, selain untuk mengetahui kondisi kinerja pesawat, jaminan kualitas juga dapat memperkecil kecepatan kerusakan alat, mendeteksi kemungkinan terjadi kesalahan alat, sehingga dapat dikembangkan prosedur pemeliharaan preventif. Salah satu parameter yang harus dicek adalah simetri berkas (Anonim, 2002). Selama ini uji simetri berkas dilakukan untuk profil berkas keluaran tanpa menggunakan device tambahan, sehingga dalam penelitian kali ini akan dicari pengaruh penggunaan virtual wedge terhadap ketidaksimetrisan sinar keluaran.

(19)

1.2 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah :

1. Menentukan Profil dosis keluaran tanpa menggunakan Virtual Wedge 2. Menentukan Profil dosis keluaran menggunakan Virtual Wedge

3. Menentukan persentase tingkat ketidaksimetrisan dari luasan kurva profil dosis tanpa menggunakan Virtual Wegde

4. Menentukan persentase tingkat ketidaksimetrisan dari luasan kurva profil dosis menggunakan Virtual Wedge

1.3 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah :

1. Dapat mengetahui kurva profil dosis keluaran menggunakan Virtual Wedge 2. Dapat mengetahui persentase tingkat ketidaksimetrisan dari luasan kurva

profil dosis tanpa menggunakan Virtual Wedge

3. Dapat mengetahui persentase tingkat ketidaksimetrisan dari luasan kurva profil dosis menggunakan Virtual Wedge

(20)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Radioterapi

Radiasi merupakan pancaran dan sebaran energi, baik yang berupa gelombang atau berupa partikel. Radiasi dalam istilah fisika, pada dasarnya adalah suatu cara perambatan energi dari sumber energi ke lingkungannya tanpa membutuhkan medium. Dalam istilah sehari-hari radiasi selalu diasosiasikan sebagai radioaktif yang merupakan sumber radiasi (Akhadi, 2000). Radiasi dapat dimanfaatkan untuk kepentingan medis baik untuk diagnostik maupun terapi.

Radioterapi adalah jenis terapi yang menggunakan radiasi tingkat tinggi untuk menghancurkan sel-sel kanker. Baik sel-sel normal maupun sel-sel kanker bisa dipengaruhi oleh radiasi ini. Radiasi akan merusak sel-sel kanker sehingga proses multiplikasi ataupun pembelahan sel-sel kanker akan terhambat (Tjokronegoro, 2001).

Radioterapi adalah pengobatan dengan memberikan dosis radiasi yang terukur terhadap penyakit seperti tumor atau kanker. Perkembangan teknologi di dunia kedokteran tidak dapat dipungkiri telah membantu penderita penyakit untuk sembuh dari sakit yang dideritanya dan meningkatkan kualitas hidup penderita tersebut. Salah satu perkembangan teknologi yang sedang diperhatikan dan terus diikuti oleh kalangan praktisi dunia kedokteran adalah kemajuan di bidang yang berkaitan dengan perang terhadap penyakit yang digolongkan sebagai penyakit mematikan yaitu tumor atau kanker. Metode penanganan kanker yang sarat dengan teknologi canggih yang sedang dan terus berkembang secara pesat adalah radioterapi. Radioterapi atau juga dikenal dengan istilah terapi radiasi, yang menggunakan radiasi untuk mematikan sel-sel kanker atau melukai sel-sel-sel-sel tersebut sehingga tidak dapat membelah atau memperbanyak diri. Radioterapi dapat digunakan untuk meradiasi kanker primer dan gejala-gejala yang diakibatkan oleh kanker yang telah meluas yang disebut dengan metastasis (Suhartono, 1990).

(21)

2.2 Pesawat Teleterapi Linac 2.2.1 Pesawat Linac

Linac (Linear Accelerator) pertama digunakan pada tahun 1953 di rumah sakit di London, yakni Hammer Smith Hospital. Secara garis besar prinsip kerja Linac adalah berdasarkan proses percepatan elektron menggunakan gelombang elektromagnetik berfrekuensi tinggi. Berkas elektron energi tinggi itu sendiri dapat digunakan untuk pengobatan kanker atau tumor yang terletak di permukaan kulit atau dapat memperoduksi sinar-X apabila ditumbukkan pada target. Sinar-X ini digunakan untuk mengobati kanker atau tumor yang terletak jauh di bawah permukaan kulit (Susworo, 2007). Gambar 2.1 menunjukkan gambar Pesawat Linac (Linear Accelerator).

Gambar 2.1 Pesawat Linac (Linear Accelerator) tipe Siemens Primuss M5633

Pesawat Linac modern, seperti terlihat pada Gambar 2.1 telah dilengkapi dengan pilihan berkas terapi radiasi, yaitu: berkas elektron dan berkas foton (dual mode), dua berkas foton dan lima atau lebih berkas energi elektron. Elektron yang

(22)

dihasilkan oleh Linac merupakan berkas pensil. Untuk tujuan terapi dengan elektron, lapangan radiasi elektron diperluas dengan cara melewatkan berkas elektron pada lapisan penghambur (scattering foil). Untuk memproduksi sinar-X energi tinggi, berkas elektron ditumbukkan ke target (Khan, 1994).

2.2.2 Bagian – Bagian Kepala Linac

Secara umum, kepala Linac untuk mode sinar-X, terdiri atas komponen: target, kolimator primer, flattening filter, monitor chamber, cermin dan kolimator sekunder (jaws). Setiap pabrikan, dalam mengatur komponen tersebut, bisa dengan urutan yang berbeda. Untuk tujuan klinis, juga sering ditambahkan komponen yang lain. Konstruksi kepala Linac untuk mode sinar-X ditunjukan pada Gambar 2.2

Gambar 2.2 Konstruksi dari kepala pesawat Linac (Anam, 2010)

Target berfungsi untuk menghasilkan sinar-X setelah elektron berenergi tinggi menumbuk dan berinteraksi dalam bahan target tersebut. Untuk sinar-X dengan sumber tegangan MV (Mega Voltage), arah radiasi sinar-X searah datangnya elektron. Sinar-X yang dihasilkan memiliki profile yang tidak rata. Di bagian tengah

(23)

memiliki intensitas yang lebih tinggi dibandingkan di bagian pinggir. Untuk itu sinar-X yang terbentuk, dilewatkan flattening filter agar profile sinar-sinar-X menjadi rata. Kolimator pada modern Linac paling tidak ada 2 buah, yaitu kolimator primer dan kolimator sekunder. Kolimator primer ukurannya tetap, sementara kolimator sekunder, ukurannya bisa diubah-ubah (adjustable) sesuai kebutuhan. Kolimator sekunder sering dinamakan jaws, yang fungsi utamanya untuk membentuk lapangan radiasi (field size radiation).

Monitor chamber berguna untuk mengukur dosis radiasi yang dihasilkan Linac. Monitor chamber dapat menampilkan nilai monitor unit (MU), dapat memonitor dosis rata-rata, kerataan berkas radiasi, energi radiasi, dan digunakan sebagai metode untuk mematikan sistem Linac. Monitor chamber terdiri atas primary ionization chamber dan secondary ionization chamber (Metcalfe dkk, 2007). Gambar kepala Linac dan bagian-bagiannya dapat dilihat pada Gambar 2.3

(24)

Dari Gambar 2.3 dapat dilihat urutan proses produksi radiasi adalah sebagai berikut:

1. Pada saat pesawat dalam kondisi swicth on pulsa-pulsa tegangan tinggi yang berasal dari modulator akan diteruskan ke magnetron dan elektron gun.

2. Gelombang RF (Radio Frekuensi) yang terjadi di dalam magnetron diinjeksikan ke dalam struktur utama akselerator, pada saat yang sama sumber berkas elektron (elektron gun) menjadi aktif dan elektron-elektron berenergi tinggi memasuki struktur akselerator. 3. Elektron-elektron dari elektron gun selanjutnya terbawa oleh gelombang elektromagnet

dan dipercepat secara linier sebelum keluar dari accelerator window. Pada saat keluar dari window, berkas elektron biasanya berdiameter sekitar 3 mm.

4. Elektron-elektron berenergi tinggi tersebut kemudian ditumbukkan pada suatu target, misalnya tungsten, untuk menghasilkan foton. Efisiensi pembentukan foton adalah sekitar 40% (untuk orthovoltage hanya 5%). Sisanya terkonversi menjadi panas, maka sistem pendingin diperlukan, misalnya air (Khan, 2003).

2.3 Profil Dosis

Profil bisa juga dikatakan sebagai kurva yang menunjukkan bentuk muka sinar pada sumbu horizontal yang tegak lurus dari arah datangnya sinar. Profil berkas radiasi merupakan intensitas relatif pada bidang tegak lurus sumbu berkas. Profil berkas radiasi yang menggambarkan pengukuran relatif akan sangat bervariasi sesuai dengan kedalaman.

Profil dosis memperlihatkan dosis relatif pada suatu daerah atau sebuah perencanaan perlakuan yang terdiri dari bermacam-macam penyinaran. Variasi dosis pada sebuah daerah yang diberikan kedalaman dapat ditentukan dari kesesuaian kurva isodosis dan adalah lebih baik lagi digambarkan oleh profil dosis seperti yang diperlihatkan gambar berikut (Gunilla, 1996). Gambar 2.4 menunjukkan profil dosis berbagai kedalaman.

(25)

Gambar 2.4 Profil dosis pada berbagai kedalaman (Gunilla, 1996).

Profil berkas menunjukan variasi dosis pada lapangan dengan kedalaman tertentu, yang menyatakan bahwa luas lapangan didefinisikan sebagai jarak lateral antara 50% garis isodosis pada kedalaman tereferensikan. Definisi ini diperoleh dari berkas sejajar dengan pembagian sinar dibuat sama dengan 50% garis isodosis dari berkas radiasi yang diproyeksikan ke pesawat tegak lurus ke sumbu berkas dan pada standar SSD atau SAD (source axis distance) (Khan, 1994). Penggunaan SSD tertentu, diperoleh kurva isodosis dengan acuan titik pada dosis maksimum, sedangkan penggunaan SAD tertentu titik acuan digunakan pada sumbu rotasi yang terletak pada tumor (Djarwani, 1988). Profile berkas kedalaman dosis dapat dilihat pada Gambar 2.5.

(26)

Gambar 2.5. Profil berkas kedalaman dosis (Gunilla, 1996).

2.4 Distribusi Dosis

Distribusi isodosis optimum adalah dosis optimum yang disebarkan yaitu batas atas dosis yang diterima pada satu titik, atau kurva pada grafik yang menyatakan bacaan yang diperoleh pada dosis yang sama. Nilai distribusi dosis optimum diperoleh perpaduan dari dua arah penyinaran atau lebih pada suatu titik yang menghasilkan nilai optimum tertentu. Distribusi kedalaman dosis pada sumbu pusat menunjukkan variasi perencanaan distribusi dosis yang diserap dengan menggunakan kurva isodosis (Williams dkk, 1993).

2.5 Kurva Isodosis

Kurva isodosis adalah kurva yang menghubungkan dosis-dosis yang sama untuk kedalaman tertentu di bawah kulit. Kurva ini didapatkan dengan mengalikan PDD dengan profil sinar. Pembuatan kurva isodosis berfungsi untuk melihat seberapa besar dosis radiasi yang akan diterima pada target volume maupun organ kritis yang berada disekelilingnya (Khan, 2003).

Kurva isodosis dalam memberikan berkas sinar terdiri atas beberapa kelompok kurva isodosis yang biasanya digambarkan pada perbandingan kenaikan dari presentase kedalaman dosis, menyatakan variasi pada dosis sebagai fungsi dari

(27)

kedalaman dan jarak garis melintang dari sumbu pusat. Gambar 2.6 menunjukkan kurva isodosis untuk sinar-X 10 MV.

Gambar 2.6 Kurva isodosis untuk sinar-X 10 MV, SSD 100 cm dan luas lapangan penyinaran (10 x 10)cm2 (Susworo, 2007).

Nilai-nilai kedalaman dosis dari kurva dinormalisasikan pada titik dosis maksimum

sumbu pusat atau jarak yang sudah ditentukan sepanjang sumbu pusat pada medium penyinaran. Kategori kurva pertama dapat dipakai saat pasien diobati pada SSD (source surface distance) konstan dengan mengabaikan arah berkas sinar. Kategori kurva kedua, kurva isodosis dinormalisasikan pada dosis maksimum, berdasarkan pada sumbu rotasi dari isocentric therapy.

Pemeriksaan dari kurva isodosis menyatakan sifat umum dari sinar X dan sinar γ dalam distribusi dosis. Dosis pada berbagai kedalaman, distribusi dosis terbesar adalah sumbu pusat dari sinar dan turun secara berkala terhadsp tepi dari sinar, dengan pengecualian pada beberapa linac X-ray yang ditunjukan area dari dosis tinggi digunakan flattening filter yang biasanya dibuat untuk memenuhi kurva isodosis pada kedalaman yang lebih besar.

Banyaknya dosis yang dikeluarkan dari berkas sinar pada daerah penumbra mengalami pengurangan secara cepat sebagai fungsi jarak lateral dari berkas sinar. Luas dari

(28)

geometri penumbra yang terdapat di dalam dan di luar batas geometri dari berkas, tergantung pada ukuran sumber, jarak terhadap sumber dan jarak sumber dengan kedalaman.

Berkurangnya dosis dari berkas sinar bukan hanya disebabkan dengan geometri penumbra, tetapi dengan penurunan dari sisi hamburan. Geometri penumbra bukan ukuran terbaik dari ketajaman berkas dekat puncak, namun dapat digunakan dengan physical penumbra. Luasan physical penumbra dinyatakan sebagai jarak lateral antara dua kurva isodosis pada kedalaman tertentu (contoh jarak lateral antara 90% dan 20% garis isodosis pada kedalaman Dmaks).

Di luar batas geometri antara berkas dan penumbra, variasi dosis menghasilkan sisi hamburan dari lapangan, kebocoran dan sistem kolimator. Berdasarkan area kolimator ini, distribusi dosis ditentukan dengan hamburan lateral dari medium dan kebocoran dari berkas (Khan, 2003).

2.6 Wedge filter

Filter Wedge dapat digunakan untuk meratakan permukaan isodosis untuk foton balok mencolok permukaan pasien relatif datar di bawah kejadian balok miring. Dua jenis filter wedge sering digunakan yaitu : fisik wedge filter dan dinamis wedge filter.

a. Wedge Fisik yang terbuat dari timah, kuningan atau baja. Ketika ditempatkan dalam radiasi sinar, mereka menyebabkan penurunan progresif dalam intensitas di seluruh balok dan kemiringan kurva isodosis bawah kejadian balok normal.

b. Wedge Dinamis memberikan efek wedge pada kurva isodosis melalui menutup gerak blok kolimator selama iradiasi.

Sudut wedge didefinisikan sebagai sudut yang dilalui kurva isodosis di kedalaman tertentu dalam air (biasanya 10 cm) dimiringkan pada sumbu balok pusat di bawah kondisi kejadian balok normal.

Wedges fisik biasanya tersedia dengan sudut irisan 15º, 30º, 45º dan 60 º, wedges dinamis memiliki besar sudut yang bervariasi antara 0º - 60º.

Wedge (transmisi) Faktor (WF) didefinisikan sebagai rasio dosis pada kedalaman (z) max dalam phantom air pada sumbu pusat. Filter wedge fisik dapat mengubah kualitas sinar X, menyebabkan penurunan intensitas pada energi yang dilewatkan. Efek ini akan

(29)

mempengaruhi PDD sumbu pusat dan harus dipertanggungjawabkan dalam perhitungan perencanaan distribusi dosis (Podgorsak, 2005).

Filter khusus atau blok penyerap ditempatkan dibagian berkas untuk membentuk distribusi isodosis. Alat yang digunakan untuk membentuk sinar adalah wedge filter yaitu sebuah bentuk ganjal penyerap yang menyebabkan semakin menurunnya intensitas sinar yang dilaluinya, menghasilkan sebuah kemiringan pada kurva isodosis dari porsi normalnya (Khan, 1994). Kurva isodosis dengna menggunakan wedge filter dapat dilihat pada gambar 2.7

Gambar 2.7 Kurva isodosis dengan menggunakan wedge filter (Khan, 1994).

Wedge terbuat dari bahan padat, seperti timah atau baja dan ditempelkan pada penampang plastik transparan yang dapat disisipkan dalam sinar, pada jarak tertentu dari sumber. Jarak maksimal peletakkan wedge tidak diijinkan kurang dari 15 cm dari permukaan kulit, ini dimaksudkan untuk menghindari kerusakan kulit akibat sinar dengan tingkat radisi yang tinggi (Djarwani, 1988).

(30)

2.6.1 Sudut Wedge Isodosis

Istilah sudut wedge isodosis menunjukkan “sudut yang melalui suatu kurva isodosis yang disebutkan pada pusat berkas dengan kedalaman tertentu”. Sudut wedge adalah sudut kemiringan isodosis relatif terhadap isodosis normal yang tegak lurus pada sumbu berkas yang diukur pada kedalaman tertentu pada sumbu berkas (Djarwani, 1988).

Spesifikasi kedalaman menunjukkan radiasi hambur disebabkan sudut kemiringan isodosis ke penurunan dengan naiknya kedalaman phantom. Wedge filter kebanyakan digunakan untuk therapy superficial tumor, misalnya tidak lebih dalam dari 10 cm (Khan, 1994). Tidak ada aturan yang pasti dalam menentukan titik acuan, kadang-kadang pada kedalaman 5 cm atau 10 cm, ataupun pada kedalaman 1/2 atau 2/3 dari ukuran lapangan. ICRU (International Commission on Radiological Unit and Measurement) merekomendasikan agar titik acuan diambil pada kedalaman yang memiliki prosentase dosis pada sumbu berkas 50% yaitu garis dosis pada kedalaman tereferensikan. Tetapi acuan ini tidak praktis untuk radiasi energi tinggi, sehingga direkomendasikan titik acuan pada kedalaman 10 cm sebagai spesifikasi sudut wedge (Djarwani, 1988).

2.6.2 Faktor Transmisi Wedge

Keberadaan wedge filter menurunkan output sepanjang sumbu berkas yang harus dimasukkan dalam perhitungan terapi. Pengaruh ini digolongkan dengan wedge transmission factor, yang didefinisikan sebagai rata-rata dari dosis serap pada titik sepanjang sumbu pusat berkas dengan atau tanpa wedge filter. Faktor ini diukur dalam phantom pada kedalaman dosis maksimum.

Faktor wedge kadang-kadang bergabung menjadi kurva isodosis. Kedalaman distribusi dosis relatif dinormalisasikan ke dalam Dmaks, untuk mengindikasikan bahwa factor wedge telah diperhitungkan kedalam distribusi isodosis. Jika sebuah grafik digunakan untuk perencanaan isodosis, tidak ada koreksi lebih jauh yang harus dilakukan pada output. Dengan kata lain, output mesin yang berhubungan dengan pembukaan sinar mesti digunakan.

(31)

Pendekatan yang lebih umum adalah untuk menormalisasi kurva isodosis relatif ke sumbu pusat Dmaks. Dengan pendekatan ini output sinar harus diperbaiki dengan menggunakan faktor wedge.

2.6.3 Sistem Wedge

Sisitem wedge diperlihatkan seperti pada Gambar 2.8.

Gambar 2.8 Sistem Wedge (Khan, 1994).

Wedge filter terdiri atas dua tipe dasar. Pertama disebut individualiset wedge system, yang memerlukan sebuah wedge terpisah untuk setiap lebar sinar, terdesain secara optimal untuk memperkecil kehilangan output sinar. Mekanisme disediakan untuk meratakan ujung akhir dari wedge dengan batas lapangan sinar. (Gambar 2.7).

Kedua, sistem menggunakan universal wedge, dengan pusat pada wedge fiter tertentu dengan sumbu berkas dan lapangan dapat dibuka pada setiap ukuran, misalnya wedge tunggal untuk semua lebar sinar. Pada gambar 2.7.B, menunjukkan ABC efektif dalam membentuk sudut wedge tertentu. Sisanya (ACDE), tidak diberi wedge, sehingga tidak memberi sumbangan pada kemiringan isodosis, namun tidak perlu mengurangi intensitas sinar. Wedge universal berguna untuk percepatan linier sinar dengan output yang penuh. Dari perencanaan terapi dan pembentukan sudut pandang, virtual wedge lebih mudah digunakan dari pada physical wedge.

(32)

2.6.4 Pengaruh Wedge Terhadap Kualitas Sinar

Umumnya wedge filter dipergunakan untuk mengubah kualitas sinar dengan mendahulukan perlemahan photon energi rendah (low energy photon) / penggeseran sinar dan untuk mengurangi perpanjangan oleh hamburan Compton yang menghasilan degradasi energi / pelemahan sinar (Khan, 2003).

Untuk sinar Co-60, karena sinar primer adalah essential monoenergetik, keberadaan wedge filter tidak begitu berpengaruh dalam merubah persentase dosis kedalaman (PDD) sepanjang sumbu berkas. Untuk sinar x disisi lain terdapat penguatan sinar dan konsekuensinya kedalaman distribusi dosis dapat sedikit berubah khususnya untuk kedalaman yang luas (Djarwani, 1988).

Wedge filter dalam membentuk kualitas sinar, pengaruhnya tidak cukup besar untuk mengubah perhitungan parameter seperti backscatter factor atau equivalent square, yang memungkinkan dianggap sebagai kesamaan untuk sinar terbuka yang sesuai. Bahkan presentase kedalaman dosis sumbu pusat, TAR (tissue air ratio) atau TMR (tissue maximum ratio) dapat diasumsikan tidak berubah untuk kedalaman yang kecil (kurang dari 10 cm). Kesalahan yang disebabkan asumsi ini diperkecil jika faktor transmisi wedge telah diukur pada kedalaman dekat dengan titik tujuan (Khan, 2003).

2.6.5 Desain Wedge Filter

Desain wedge filter untuk megavoltage, menurut Aron dan Scapicchio dengan penerapan prinsip dan metode desain wedge filter universal adalah menentukan dosis kedalaman pada berbagai titik wedge dan lapangan non-wedge. Ketebalan bahan wedge filter pada titik ini ditentukan dari perbandingan dan penguasaan HVL (Half Value Layer) atau koefisien pelemahan sinar tertentu untuk bahan wedge.

Satu garis yang digambarkan pada sebuah kedalaman tertentu melewati lapangan tanpa wedge pada sudut kanan ke sumbu pusat. Kedalaman ini harus sesuai dengan referensi kedalaman yang digunakan pada sudut wedge tertentu. Garis lengkung menunjukan sinar dari berkas, yang digambarkan pada interval yang tetap

(33)

pada kedua sisi dari sumbu pusat. Gambar 2.9 menunjukkan gambar dari desain universal filter

Gambar 2.9 Desain universal wedge filter (Khan, 2003).

Garis dibentuk 450 paralel satu sama lain, berpotongan sumbu pusat dengan titik potong yang sama pada kurva isodosis tanpa wedge. Luasan–luasan pada kurva isodosis digambarkan membentuk sudut dengan sumbu pusat yang seimbang untuk melengkapi sudut wedge yang diketahui dan merupakan irisan sumbu pusat pada titik yang sama dari irisan kurva isodosis non-wedge (Khan, 2003).

2.6.6 Teknik Lapangan Wedge

Tumor relatif tidak rata, sehingga dapat dilakukan penyinaran dengan dua wedge untuk sinar pada sisi yang sama. Gambar 2.9A menunjukkan distribusi isodosis dari dua sudut sinar tanpa wedge dalam berkasnya. Wilayah yang telewati dari sinar distribusi dosisnya agak tidak merata. Dosis yang tersebar dilewati dalam wilayah proksial dan yang terrendah terhadap wilayah yang terdalam. Dengan menggunakan wedge filter 450 dan memposisikan ketebalan yang paling besar berdekatan satu sama lain. Distribusi sudut lapangan dapat dibentuk melengkung yang merata pada gambar 2.9B. Berkas yang terkena wedge telah berkurang dosis relatifnya dalam wilayah proaksial sampai ke wilayah yang dalam sehingga

(34)

kemiringan dosis dalam wilayah plateau diperkecil (Khan, 2003). Distribusi isodosis untuk dua sudut berkas dapat dilihat pada Gambar 2.10

Gambar 2.10 Distribusi isodosis untuk dua sudut berkas (Khan, 2003).

Ada tiga parameter yang mempengaruhi wilayah plateau dalam hal ini kedalaman, bentuk dan distribusi dosisnya, yaitu : sudut wedge (θ), sudut engsel (ϕ) dan jarak pemisah (S) pada Gambar 2.10.

Menurut IEC (International Electrotechnical Commissio) sudut wedge adalah sudut kurva isodosis dengan sudut bidang yang tepat pada sudut sumbu pusat dengan kedalaman 10 cm (Williams dkk, 1993). Sudut engsel adalah sudut antara sumbu pusat dari dua sinar dan pemisah (S) adalah jarak antara tebal akhir dari wedge filter yang diproyeksikan pada permukaan (Khan, 2003). Gambar 2.11 menunjukkan gambar parameter dari berkas sinar.

(35)

Gambar 2.11 Parameter dari berkas wedge (Khan, 2003).

2.7 Kesimetrisan Keluaran Sinar

Kesimetrisan sinar (S) biasanya ditentukan pada kedalaman maksimum (Zmaks), yang mewaliki kedalaman paling sensitif untuk menilai dari keseragaman sinar. Spesifikasi khusus dari sinar ini adalah adanya 2 luasan dosis pada sinar profil. Perbedaan luasan axis pada bagian (kanan dan kiri) harus kurang dari 2%. Secara berurutan daerah dibawah Zmaks pada masing-masing sisi sinar profil daei bagian tengah axis dapat diperpanjang mencapai 50% dari hasil dosis atau tingkat dosisnya (Normalnya mencapai 100 pada bagian tengah luasan axis) yang sudah ditentukan dan kemudian nilai kesimetrisannya (S) dapat dihitung menggunakan rumus :

(2. 1)

Daerah dibawah profil Zmaks seringkali dapat ditentukan menggunakan phantom air, secara berurutan dapat menggunakan planimeter atau dapat dihitung menggunakan kertas (cm3) grafik tebal (Podgorsak, 2005).

(36)
(37)

2.8 Integrasi Numerik

Integral suatu fungsi adalah operator matematik yang dipresentasikan dalam bentuk:

(2.2) Dimana merupakan integral suatu fungsi f (x) terhadap variabel x dengan batas-batas integrasi adalah dari x = a sampai x = b. Seperti pada Gambar 2.12 dan persamaan (2.1), yang dimaksud dengan integral adalah nilai total atau luasan yang dibatasi oleh fungsi f (x) dan sumbu-x, serta antara batas x = a dan x = b. Dalam integral analitis, persamaan (2.2) dapat diselesaikan menjadi:

( )

( ) ( ) ) ( ab b a a F b F x F dx x f     (2.3)

dengan F (x) adalah integral dari f (x) sedemikian sehingga F ' (x) = f (x).

Gambar 2.12 Integral Suatu Fungsi

Integral Numerik dilakukan apabila :

1. Integral tidak dapat diselesikan secara anlitis

2. Fungsi yang diintegralkan tidak diberikan dalam bentuk analitis, tetapi secara numeric dalam bentuk angka (tabel)

Metode integral numerik merupakan integral tertentu yang didasarkan pada hitungan perkiraan. Hitungan perkiraan tersebut dilakukan dengan fungsi polinomial yang diperoleh berdasar data tersedia. Bentuk paling sederhana adalah apabila

(38)

tersedia dua titik data yang dapat dibentuk fungsi polinomial order satu yang merupakan garis lurus (linier) (Basuki, 2005).

2.9 Metode Simpson 1/3

Metode integrasi Simpson merupakan pengembangan metode integrasi trapezoida, hanya saja daerah pembaginya bukan berupa trapesium tetapi berupa dua buah trapesium denganmenggunakan pembobot berat di titik tengahnya seperti telihat pada gambar berikut ini. Ataudengan kata lain metode ini adalah metode rata-rata dengan pembobot kuadrat.

Gambar 2.13 Aturan Simpson

Dengan Aturan Simpson aproksimasi integral akan ditingkatkan lagi akurasinya melaluiskema geometri baru. Bila dalam Aturan Nilai-Tengah dan Aturan Trapezium, kitamenggunakan aproksimasi linear untuk fungsi integrasi dengan partisi luas integral ke dalamtiap-tiap subinterval (pias), maka Metoda Simpson menggunakan fungsi atau persamaankuadrat untuk aproksimasi luas pias-pias.

Sementara Metoda Trapesium menggunakan 2 titik atau ordinat untuk menciptakan garis penginterpolasi hampiran kurva asli fungsi f(x), Metoda Simpson menggunakan 3 titik (a, b dan c, atau a0, a1dan a2) dalam menghitung luas 1 pias (= 2 trapesium). Luasan sebuah pias dalam Metoda Simpson 1/3 dengan lebar x apabila dinyatakan dalam bentuk fungsi (integral).

(39)

Berikut di bawah ini adalah penurunan Metoda Simpson dengan Polinomial Orde-2 atau persamaan kuadrat:

(2.4)

Dan untuk tiap pias (2 trapesium) dapat dihitung menggunakan persamaan 2.5

) 2 ( 2 1  1  i i i i f f f h L (2.5)

Maka, untuk menghitung luas keseluruhannya dapat dihitung menggunakan persamaan 2.6 (Soleman, 2004). n genap i i ganjil i fi f f f h L ( 4

2

 3 0 ) (2.6) 2.10 Quality Assurance

Jaminan Kualitas adalah semua tindakan terencana dan sistematik yang diperlukan untuk memberikan keyakinan memadai bahwa suatu produk atau jasa akan memenuhi diberikan persyaratan untuk kualitas (Anonim, 1998).

Dengan demikian itu luas cakupannya, yang meliputi semua prosedur yang relevan, kegiatan dan tindakan, dan karenanya semua kelompok staf terlibat dalam proses yang sedang dipertimbangkan.

2.7.1 Quality Assurance di Radioterapi

Jaminan kualitas dalam radioterapi adalah semua prosedur yang menjamin konsistensi pemberian dosis optimal untuk target volume, dengan mempertimbangkan dosis aman untuk jaringan sehat disekitarnya. Sekali lagi, harus

ditekankan bahwa

(40)

radioterapi dan harus melibatkan semua staf (pekerja) yang tergabung dalam unit Radioterapi, karena kualitas kegiatan saling berkesinambungan.

2.7.2 Quality Control di Radioterapi

Quality control adalah proses pengawasan melalui mana sebenarnya kualitas kinerja diukur, dibandingkan dengan standar yang ada, dan diperlukan untuk menjaga atau mendapatkan kembali kesesuaian dengan standar tindakan. Kualitas control merupakan salah satu bagian dari jaminan kualitas secara keseluruhan. Hal ini berkaitan dengan operasional teknik dan kegiatan yang digunakan (Podgrosak, 2005):

 Untuk memeriksa bahwa persyaratan mutu terpenuhi

 Untuk menyesuaikan dan memperbaiki kinerja jika persyaratan tersebut tidak memenuhi standar

2.11 Efek Biologi Terhadap Dosis Radiasi

Bila ditinjau dari dosis radiasi (untuk kepentingan proteksi radiasi), efek radiasi dibedakan atas efek stokastik dan efek deterministik (non-stokastik) (Chember, 1983). Dapat dilihat pada gambar Efek stokastik timbul dalam waktu relatif lama dan tidak selalu timbul atau terjadi pada orang yang mendapat paparan radiasi. Ciri-ciri efek stokastik antara lain : Tidak mengenal ambang batas, timbul setelah masa tenang yang lama, dosis radiasi tidak mempengaruhi keparahan dan tidak ada penyembuhan spontan (Chember, 1983). Hubungan kurva dosis dengan presentase efek biologi ditunjukkan pada Gambar 2.16

(41)

Gambar 2.14 Kurva dosis – Persentase Efek Biologi

Kurva A merupakan suatu bentuk khas suatu efek biologis yang memperlihatkan dosis ambang titik a. Rentangan kurva dari titik ambang a hingga respon 100 % dianggap disebabkan oleh ”variabilitas biologis” di sekitar dosis rata-rata, titik c, yang disebut dosis 50 %. Kurva B menyajikan ambang nol, atau respon linier ; titik b menyajikan dosis 50 % bagi efek biologis ambang nol ( Chember, 1983 ).

Efek non stokastik adalah efek yang secara pasti dapat terjadi pada seseorang yang menerima penyinaran dan pasti penyebabnya adalah radiasi pengion. Efek non stokastik akan terjadi jika dosis ambang dilampaui. Ciri-ciri efek non stokastik antara lain : mempunyai dosis ambang, timbul beberapa saat setelah radiasi dan dosis radiasi mempengaruhi keparahan efek ( Chember, 1983 ).

2.12 Phantom Air

Sebuah phantom air yang memindai kamar ionisasi atau dioda di medan radiasi diperlukan untuk penerimaan pengujian dan commissioning. Tipe ini phantom air sering disebut sebagai analisa medan radiasi (RFA) atau plotter isodosis. Meskipun 2-D RFA memadai, 3-D RFA adalah disukai, karena memungkinkan pemindaian bidang radiasi di ortogonal arah tanpa mengubah set-up phantom. Mekanisme untuk melintasi ruang ionisasi atau dioda mungkin juga digunakan untuk memindahkan densitometer film. Mekanisme melintasi harus

(42)

memiliki akurasi gerakan 1 mm dan presisi dari 0,5 mm. Sebuah scanner 3-D RFA yang harus mampu memindai 50 cm di kedua dimensi horizontal dan 40 cm dalam dimensi vertikal. Tangki air harus minimal 10 cm lebih besar dari scan dalam setiap dimensi. RFA harus diisi dengan air dan kemudian diposisikan dengan detektor radiasi berpusat pada poros tengah dari sinar radiasi. Setelah gantry telah diratakan dengan balok diarahkan secara vertikal ke bawah, meratakan dari mekanisme melintasi dapat dilakukan dengan memindai detektor radiasi sepanjang sumbu sentral radiasi sinar, ditunjukkan oleh gambar rambut silang. Setiap penyimpangan dari radiasi detektor dari poros tengah, sebagai detektor pindah dari permukaan air, menunjukkan bahwa mekanisme melintasi tidak diratakan (Podgorsak, 2005).

2.13 Detektor Condenser Chamber

Tabung kondensor adalah tabung ionisasi yang dihubungkan dengan kondensor atau alat penerima. Gambar 2.12 memperlihatkan tabung kondensor atau condenser chamber, buatan dari perusahaan instrumentasi victoreen. Tabung pada ujung kanan terbuat dari bahan yang kira-kira ekuivalen dengan udara (Bakelit atau nylon) dan lapisan karbon didalamnya agar dapat menerima pulsa listrik. Lapisan penghantar berinteraksi dengan batang logam. Elektroda pusat (batang aluminium) dihubungkan pada lapisan penghantar dari karbon yang ada didalam detektor bagian kanan. Susunan dari pembungkus luar logam dan konduktor bagian dalam dengan insulator ini diantaranya terdapat kondensor listrik yang mampu menyimapan muatan. Pusat kabel dan permukaan penghantar bagian dalam dari tabung dapat berfungsi sebagai kondensor. Tabung memiliki kapasitansi total (C ) antara elektroda pusat dan lapisan logam bagian luar (Khan, 2003). Gambar 1.17 menunjukkan diagram skematik dari detektor kondensor chamber.

(43)

Gambar 2.15 Diagram Skematik dari Detektor Kondensor Chamber

Detektor Kondensor Chamber memiliki tegangan operasional 400V. Ketika tabung dari detektor terkena radiasi maka akan terjadi ionisasi pada tabung. Ion negative akan nenuju ke elektroda positif (anoda) dan ion positif akan menuju ke elektroda negative (katoda). Ion-ion yang terkumpul pada elektroda-elektroda semakin lama akan berkurang. Pengurangan muatan sebanding dengan banyaknya radiasi yang diterima (Khan, 2003).

(44)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Waktu Dan Tempat Penelitian

Waktu penelitian dilakukan dari bulan Oktober 2012 sampai dengan bulan Januari 2013. Penelitian dilakukan di Bagian Instalasi Radiodiagnostik dan Radioterapi, di unit Radioterapi Rumah Sakit Ken Saras.

3.2 Alat dan Bahan Penenlitian 3.2.1. Alat-alat Penelitian

a. Pesawat Teleterapi Linac tipe Siemens Primuss M5633

Gambar 3.1 Pesawat Teleterapi Linac

Pesawat Teleterapi pengahasil radiasi foton 6 MV dan elektron 5, 6, 7, 8, 10, 12, 14 MeV

(45)

b. Water Phantom Servo RFA 300 (iba)

Gambar 3.2 Phantom Air

Sebuah phantom yang terbuat dari bahan akrilik mempunyai 3 sumbu (x, y, z), dimana nantinya akan diisi oleh Aqua DM

c. Detektor Condensor Chamber SN-9976

Gambar 3.3 Detektor Kondenser Chamber

Detektor yang terdiri dari elektroda dari alumunium, sporting Carbon dan lapisan luarnya memiliki massa jenis yang setara dengan massa jenis air, selain itu detektor ini memiliki faktor koreksi yang rendah.

(46)

d. Elektroda Dose 1

Gambar 3.4 Elektroda Dose-1

Perangkat yang digunakan untuk menampilkan nilai dosis hasil dari keluaran pesawat teleterapi LINAC, dengan sensitivitas 2,717 x 10-8 Gy/c e. Termometer

Gambar 3.5 Termometer

Digunakan untuk mengukur suhu pada Aqua-DM yang ada di dalam Phantom

(47)

f. Barometer

Gambar 3.6 Barometer

Digunakan untuk mengukur tekanan yang ada dalam ruangan teleterapi

g. Perangkat Lunak : Softwere OmniPro

Digunakan untuk memberikan perintah kepada detektor untuk bergerak di dalam phantom

h. CCU (Common Control Unit)

Gambar 3.7 Common Control Unit (CCU)

Suatu perangkat yang digunakan untuk menghubungakan detektor dengan perangkat lunak

(48)

3.2.2. Bahan-bahan Penelitian

a. Virtual wedge dengan sudut 15o dan 30o

Merupakan salah satu perangkat dalam Gantri sebuah pesawat LINAC yang digunakan untuk membatasi penyebaran dosis untuk tumor pada daerah yang tidak rata

b. Aqua-DM (De-ionizer water)

Gambar 3.8 Aqua-DM dalam Phantom Air

Aqua De Mineralization atau de ionisasi, yang tidak dapat berionisasi dengan foton hasil keluaran dari pesawat teleterapi LINAC kemudian digunakan dalam phantom sebagai ganti jaringan tubuh manusia.

(49)

3.3 Metode Penelitian 3.3.1 Metode Eksperimen

Metode eksperimen yaitu metode pengambilan data dengan memberikan perlakuan yang sama namun dengan 3 variasi yang berbeda saat pengambilan data, yaitu :

a. Sudut Virtual Wedge

Besar sudut virtual wedge yang digunakan dalam pengambilan data ada 2 macam yaitu sudut 15° dan 30°.

b. Luas Lapangan

Ada 2 luas lapangan yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu dengan luas lapangan 10 cm x 10 cm dan 15 cm x 15 cm.

c. Kedalaman Phantom

Kedalaman jaringan yang digunakan yaitu kedalaman (z) 5 cm, 7 cm dan 10 cm

3.3.2 Metode Interpolasi Polinomial

Interpolasi adalah perkiraan suatu nilai tengah dari satu tabel nilai yang diketahui. Interpolasi adalah metode analisis numerik untuk menentukan titik yang belum diketahui diantara titik – titik yang sudah diketahui. Dari metode analisis numerik ini digunakan ekstrapolasi, untuk mencari :

a. Besar dosis pada y0, diantara y1 dan y2 pada data tanpa menggunakan virtual wedge kedalaman (z) 5 cm dan 10 cm

3.3.3 Metode 1/3 Simpson

Metode 1/3 simpson adalah metode perhitungan luasan dengan pembobotan pada titik tengah. Metode 1/3 Simpson digunakan untuk menghitung luasan dengan membagi luasan menjadi luas-luas yang kecil sehingga perhitungan luasan dari kurva profil akan lebih akurat dan untuk mendapatkan perkiraan yang lebih teliti dengan menggunakan polinomial orde yang lebih tinggi.

(50)

Gambar 3.9 Pembagi luasan dari aturan simpson

Dari Gambar 3.9 dihitung menggunakan aturan simpson 1/3 dengan membagi daerah menjadi luasan-luasan yang lebih kecil, dan dapat dilihat pada Gambar 3.10

Gambar 3.10 Daerah pembagi pada aturan 1/3 simpson

Dari Gambar 3.10 luasan pada pias-pias merupakan perkalian dari alas dan tinggi, alas yang dimaksud adalah fungsi pada xi-1, xi, dan xi+1 tiap pias dengan tinggi

f(xi-1), f(xi), dan f(xi+1), alas dari luasan pias merupakan bentuk polinom sehingga

untuk melinierkan digunakan integral polinomial kemudian luas pada masing-masing pias dapat dihitung menggunakan persamaan 3.1

(3.1)

Maka, luas keseluruhan dapat dihitung menggunakan persamaan 3.2

(3.2) ) 2 4 ( 3 0 igenap n i ganjil i fi f f f h L 

(51)

3.4 Prosedur Penelitian

Penelitian diawali dengan menyiapkan semua alat yang akan digunakan. Dalam langkah ini pertama kali yang harus dilakukan adalah menata water phantom tepat berada di bawah gantri dan mengisi water phantom dengan Aqua-DM dengan kedalaman tertentu untuk mendapatkan SSD 100 cm dan memastikan mendapatkan titik isocenter secara tepat.

Langkah selanjutnya yang dilakukan adalah merangkai semua peralatan yang akan digunakan. Pada perangkaian alat, yang pertama dilakukan adalah menempatkan detektor pada tempat detektor dan meletakkan didalam water phantom tepat di titik isocenter. Setelah detektor terpasang, kemudian menghubungkan detektor ke CCU yang diletakkan minimal 3 meter dari LINAC menggunakan kabel konektor. CCU yang sudah terpasang dengan detektor dihubungkan dengan software OmniPro dan elektroda dose-1 yang ada di Ruang Treatment Planning System menggunakan kabel wireless. Kemudian dilanjutkan dengan meletakkan termometer ke dalam water phantom dan barometer disekitar ruangan LINAC.

Setelah semua peralatan selesai dirangkai, langkah yang selanjutnya dilakukan adalah menutup ruang LINAC serapat mungkin agar semua prosedur penelitian dapat berlangsung. Pengoprasian pesawat LINAC hampir semuanya dilakukan di dalam ruang TPS menggunakan panel control yang merupakan perangkat dari pesawat LINAC itu sendiri. Panel kontrol pesawat teleterapi LINAC berada pada 2 daerah yang berbeda, yakni di dalam ruang TPS dan terletak di bagian pesawat LINAC.

Sebelum memulai pengambilan data, hal pertama yang dilakukan adalah mengkoneksikan antara perangkat OmniPro dengan elektroda dose-1, kemudian mengisikan besar suhu pada Aqua-DM dan tekanan ruangan pada elektroda dose-1. Setelah semua perangkat dalam keadaan aktif maka prosedur untuk pengambilan data telah siap digunakan.

Memberikan perintah terhadap pesawat LINAC melalui software OmniPro merupakan langkah pertama yang dilakukan dalam pengambilan data, yaitu dengan mengisikan variabel-variabel yang akan dicari besar penyebaran dosisnya. Variabel-variabel yang digunakan antara lain adalah besar sudut virtual wedge, luas lapangan penyinaran, dan kedalaman jaringan (phantom). Dari ketiga variabel tersebut, hanya 2 variabel yang dimasukkan melalui software OmniPro sebagai perintah untuk menjalankan semua pergerakan perangkat yang telah disusun, yaitu luas lapangan yang akan digunakan dan kedalaman jaringan. Sedangkan besarnya sudut virtual wedge dimasukkan melalui control panel pada TPS.

(52)

Penyebaran dosis ini diambil dengan pergerakan detektor secara In-line menyesuaikan luas lapangan yang digunakan, yaitu 10 cm x 10 cm dan 15cm x 15 cm dengan interval 0.5 cm dan kedalaman jaringan (phantom) yang digunakan, yaitu 1.5 cm, 5 cm, 7 cm dan 10 cm. Kedalaman 1.5 cm digunakan untuk mencari kurva profil, yang akan kita gunakan sebagai acuan. Pada control panel diatur besar sudut yang digunakan, yaitu 15° dan 30° dengan kode 2VW15 dan 2VW30. Angka 2 merupakan pergerakan detektor secara in-line, VW merupakan virtual wedge kemudian 15 dan 30 merupakan besar sudut yang digunakan. Pengambilan data menggunakan energi fototn sebesar 6 MV dan dosis yang digunakan sebesar 100 Gy.

(53)

3.5 Diagram Alir Penelitian

Gambar 3.11 Diagram Alir Penelitian

Mulai

Selesai

Studi Literatur

Persiapan alat dan Bahan Penelitian

Meletakkan Phantom air tepat dibawah gantry dan mengisi Phantom dengan Aqua De-ionisasi hinggan tepat pada SSD 100cm

Meletakkan detektor Condenser

Chamber tepat pada titik isosenter

Menghubungkan detektor dengan elektrometer dan software OmniPro menggunakan kabel LAN melalui CCU

Memasang Termometer pada Aqua De-ionisasi dan memasangkan barometer disekitar pesawat Linac

Mengisikan data pada panel kontrol untuk ekspose

Mengisikan data pada elektroda untuk mengaktifkan dan memberikan koreksi

pengukuran

Luas Lapangan Kedalaman

Mencatat distribusi dosis yang ditampilkan elektroda

Mengkoneksikan detektor dengan

software OmniPro untuk memberikan

perintah terhadap pesawat linac

Suhu Aqua DM Tekanan ruangan

Mengisi data

(54)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat ditarik beberapa kesimpulan, yaitu :

1. Persentase asimetri yang diperoleh tanpa menggunakan virtual wedge masih dalam batas aman tingkat toleransi yang direkomendasikan AAPM sebesar ±2%.

2. Semakin besar penggunaan sudut virtual wedge maka semakin besar pula persentase asimetri yang dihasilkan.

3. Pada penggunaan sudut virtual wedge yang sama, tetapi luas lapangan yang digunakan semakin besar maka persentase asimetrinya juga akan semakin besar.

5.2 Saran

1. Hasil pengukuran ini dapat dijadikan referensi dalam perhitungan persentase asimetri terhadap kurva profil yang dipengaruhi virtual wedge ataupun tidak dipengaruhi virtual wedge, dan harus diuji konsistensi berkelanjutan untuk memastikan bahwa tidak ada perubahan hasil pengukuran.

(55)

DAFTAR PUSTAKA

Akhadi. Mukhlis, 2000, Dasar – Dasar Proteksi Radiasi, Jakarta : PT Rineka Cipta Anam. C, 2010, Simulasi Monte Carlo untuk Kontaminasi Elektron Pada Berkas

Sinar X 6 MV Produksi Pesawat Linac Elektra SL 15, Tesis, Jakarta: FMIPA, Universitas Indonesia

Anonim 1, 1998, Quality Assurance in Radiotherapy, Geneva, WHO

Anonim 2, 1976, Determination of Absorbed Dose in Patient Irradieted by Beam of X or Gamma Rays in Radiotherapy Procedures, ICRU Rep. 24, in Phys. 21 Arnold. E, 1992, Practicial Radioteraphy Planning, 2nd Edition, Collage Hospital:

London

Chember, H,, 1983, Pengantar Fisika Kesehatan (Terjemahan Achmad Toekiman) edisi kedua. Semarang : IKIP

Djarwani, 1988, Fisika Radiasi, Universitas Indonesia : Depok

Djarwani, 2002, Jaminan Kualitas Dalam Radioterapi Eksternal, Buletin ALARA volume 4 (Edisis Khusus), Agustus 2002 hal 1-5

Gunilla Carleson Bentle, 1996, Radiation Therapy Planning, second edition, New York: Mc Graw-Hill

Khan F. M, 1994, The Physics of Radiation Therapy , Second Edition, William and Wilkins: Maryland

Khan F. M, 2003, The Physics of Radiation Therapy , Third Edition, William and Wilkins: Maryland

Meredith, W.J and John B. Massey. 1968, Fundamental Physics of Radiology, Wilham and wilkie, Baltimore

Metcalfe, P., Kron, T., Hoban. P, 2007, The Physics of Radioteraphy X-Rays and Electron, Madison, Wisconsin: Medical Physics Publishing

Mirfaudin, 2001, Pengaruh Penggunaan Berbagai Sudut dan Posisi Wedge Terhadap Kurva Isodosis Guna Memperoleh Distribusi Dosis Optimum pada Tumor, Skripsi S-1, Universitas Diponegoro

(56)

Palta, J. R, Quality Assurance for Radiotherapy Equipment, Proceeding of the Summer School on Teletherapy : Present and Future, Advanced Medical Publishing, Medison, Wisconsin, 1996, 507-524

Podgorsak E. B, 2005, External Photon Beams : Physical Aspects in Radiation Oncology Physics: A Hand Book for Taechers and Student, Vienna, Austria : Publishing Section IAEA

Suhartono Z, 1990, Dosimetri Radioterapi, Jakarta : PSPKR-BATAN

Susworo. R, 2007, Radioterapi: Dasar-Dasar Radioterapi, Tata Laksana Radioterapi Penyakit Kanker, Jakarta: UI-Press

Tjokronagoro, M,2001, Biologi Sel Tumor Maligna. Fakultas Kedokteran, Yogyakarta : UGM

Williams J. R., and Thwaites D. I, 1993, Radioteraphy Physics, in Practice Oxford Medical Publications Press: New York

Gambar

Gambar 2.1 Pesawat Linac (Linear Accelerator) tipe Siemens Primuss M5633
Gambar 2.2 Konstruksi dari kepala pesawat Linac (Anam, 2010)
Gambar 2.3 Kepala linac dan bagian-bagiannya (Podgorsak,  2005)
Gambar 2.4 Profil dosis pada berbagai kedalaman (Gunilla, 1996).
+7

Referensi

Dokumen terkait