• Tidak ada hasil yang ditemukan

TUGAS AKHIR. Untuk memenuhi sebagian persyaratan untuk mencapai derajat Sarjana S-1. Program Studi Teknik Industri. Oleh: PUTRI INDAH SARI RAHARJO

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TUGAS AKHIR. Untuk memenuhi sebagian persyaratan untuk mencapai derajat Sarjana S-1. Program Studi Teknik Industri. Oleh: PUTRI INDAH SARI RAHARJO"

Copied!
164
0
0

Teks penuh

(1)

i

OPTIMALISASI PERSEDIAAN DENGAN PENDEKATAN

ACTIVITY BASED COSTING (ABC) SEBAGAI PENENTUAN

ALOKASI KAPASITAS GUDANG BAHAN KEMAS

NON-POLYCELLONIUM DI PT. PABRIK PHARMASI ZENITH

TUGAS AKHIR

Untuk memenuhi sebagian persyaratan untuk mencapai derajat Sarjana S-1

Program Studi Teknik Industri

Oleh:

PUTRI INDAH SARI RAHARJO E12.2011.00511

PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS DIAN NUSWANTORO SEMARANG 2015

(2)
(3)
(4)

iv

KATA PENGANTAR

Dengan mengucap syukur kehadirat Allah SWT yang maha pengasih lagi

maha penyayang atas limpahan karunia nikmat dan hidayah-nya sehingga penulis

dapat menyelesaikan Tugas Akhir yang bejudul “OPTIMALISASI

PERSEDIAAN DENGAN PENDEKATAN ACTIVITY BASED COSTING (ABC) SEBAGAI PENENTUAN ALOKASI KAPASITAS GUDANG BAHAN KEMAS NON-POLYCELLONIUM DI PT. PABRIK PHARMASI ZENITH” dapat penulis selesaikan. Oleh karena itu penulis ingin menyampaikan

ucapan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. Eng Yuliman Purwanto, M.Eng selaku Dekan Fakultas Teknik

Universitas Dian Nuswantoro Semarang

2. Bapak Dr. Ir. Rudi Tjahyono, MM selaku Ketua Program Studi Teknik

Industri

3. Ibu Dwi Nurul Izzhati, M.MT selaku dosen wali dan dosen pembimbing

4. Jazuli, ST, M.Eng selaku Dosen Pembimbing yang sudah memberikan

bimbingan selama pembuatan Tugas Akhir

5. Bapak Agus Sidharta selaku pembimbing ditempat dilaksanakannya

penelitian yang bersedia meluangkan waktu untuk memberikan

bimbingan, arahan, motivasi dalam pelaksanaan penelitian Tugas Akhir

6. Seluruh Dosen dan Staff karyawan Fakultas Teknik Universitas Dian

(5)

v \

(6)

vi

HALAMAN PERSEMBAHAN

Tugas Akhir ini kupersembahkan …

Untuk Kedua Orang Tua (Toto Raharjo & Eny Wahyu Ismawati), terimakasih atas segala cinta, kasih sayang, kerja keras yang tulus untuk kebaikan dan kebahagianku…

Untuk Adikku tercinta (Puntadewa Raharjo), adik

penyemangatku, inspirasiku, motivasiku dan pembawa

keceriaan dalam hidupku …

Pak Jaz dan Bu Nurul, yang selalu sabar dalam membimbing dalam penyelesaian Tugas Akhir. Doa yang tak pernah henti untuk kedua pembimbingku semoga selalu diberi kesehatan, kebaikan dan kebahagiaan baik di dunia maupun di akhirat… Keluarga Career Center UDINUS (Bu Dewi, Pak Usman, Faledo, Garin, Yuni), keluarga Gedung B Lt 1 (Pak Agus, Akak Nining, Uni Lilis) yang sudah memberikan semangat dan motivasi selama akhir masa kuliah…

Keluarga PT. Pabrik Pharmasi Zenith (Pak Agus Sidharta, Bu Ester, Mb Maya, Mb Rani, Mb Win, Mb Ike, Mb Atet, Mas Hadi dan semua keluarga di Gudang Bahan Kemas) terima kasih atas bantuannya selama ini …

Bapak/Ibu Kos Nakula Raya 83 dan teman-teman kos semua (Pitri, Double Yuni, Fitri, Tyas, Hikmah, Mb Uyun, Dewi) terima kasih untuk kebersamaan kita selama tinggal di kos …

(7)

vii

Teman Touringku (Mot, Mas Doyok, Mb Verdha, Ms Singgih, Mb Betty, Ms kiwil, Mb Amei, Ms io, Mb Dian) terima kasih atas waktu main yg sangat mengesankan ketika penat dalam pembuatan Tugas Akhir …

Terima kasih Manuk’s (daMar, Adel, aNang, pUtri dan pitruKs) geng semasa kuliah yang sudah menjadi sahabat terbaik untukku. Suka duka yang kita alami bersama akan tersimpan rapi di memoriku…

Untuk Sahabat-sahabat , Teman-teman dan Adik-adik tingkatku Yang telah memberi warna indah dalam hidupku. Terima kasih semua...

Dan terakhir untuk ALMAMATER kebanggaanku…

“Orang yg pintar adalah orang yang merasa bodoh sehingga mau belajar Orang yang baik bukan mengatakan dirinya baik, akan tetapi orang yang baik, adalah orang yang berusaha memperbaiki kekurangannya sehingga menjadi baik”

(8)

viii

DAFTAR ISI

Halaman Judul ………...…….. i

Halaman Pengesahan ………. ii

Pernyataan Keaslian Tugas Akhir ………. iii

Kata Pengantar ……….. iv

Halaman Persembahan ……….………. vi

Daftar Isi ………. viii

Daftar Gambar ………..…………...………… xiii

Daftar Tabel ………...………. xiv

Daftar Grafik ………..……….. xv

Daftar Lampiran ……….. xvi

Inti Sari ……….……….. xvii

Abstrack ………...………….. xviii

BAB I PENDAHULUAN ………..……… 1

1.1 Latar Belakang Masalah ………...……… 1

1.2 Perumusan Masalah ………...…….. 6

1.3 Tujuan Penelitian ………. 7

1.4 Manfaat Penelitian ………... 7

1.5 Pembatasan Masalah ………..….. 8

1.6 Keaslian Penelitian ………....………... 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ……….……..15

(9)

ix

2.1.1 Manfaat Bahan Kemas ……….… 15

2.1.2 Macam Bahan kemas ………..…. 16

2.2 Pengertian Persediaan………. 17

2.3 Tujuan Persediaan ……….…. 18

2.4 Fungsi-fungsi Persediaan ………... 19

2.5 Penggolongan Persediaan ………... 20

2.6 Biaya Persediaan ………..……….. 22

2.7 Sistem Pencatatan Persediaan ……… 24

2.8 Model Persediaan Menurut Jenis Kebutuhan ……….……… 26

2.8.1 Kebutuhan Independent ………...… 26

2.8.2 Kebutuhan Dependent ………. 26

2.9 Pengendalian Persediaan ……… 27

2.9.1 Pengendalian Persediaan dengan Analisis Activity Based Costing (ABC) ………..…. 27

2.9.2 Pengendalian Persediaan dengan Metode Economic Order Quantity (EOQ) ………...…. 31

2.9.3 Pengendalian Persediaan dengan Persediaan Pengaman (Safety Stock) ……….... 32

2.9.4 Pengendalian Persediaan dengan Titik Pemesanan Kembali (Reorder Point) ………. 33

2.9.5 Metode Period Order Quantity (POQ) ……….... 34

2.9.6 Metode Lot For Lot ………. 35

(10)

x 2.10.1Manfaat Gudang …………...……….. 36 2.10.2 Syarat-syarat Gudang ………...…….. 37 2.10.3 Bangunan ………..……….… 37 2.10.4 Spesifikasi Gudang ………..……..……… 38 2.10.5 Kapasitas Gudang ………..……… 38 2.10.6 Administrasi Gudang …………...……….. 39 2.10.7 Pengelolaan Stock ………..……… 39

2.11 Manajemen Tata Letak Gudang ………..…. 40

2.11.1 Pengertian Tata Letak ……… 41

2.11.2 Tata Letak Gudang ……….... 42

2.11.3 Klasifikasi Produk Gudang ……….... 42

2.11.3.1 Klasifikasi Persediaan berdasarkan Fungsi Barang ………..……… 43

2.11.3.2 Klasifikasi Persediaan berdasarkan Aliran Arus Barang ……….…… 44

2.12 Tata Letak Barang berdasarkan Teknik Lay Out ABC ………….... 45

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ………. 48

1.1 Subjek Penelitian ………...………. 48 1.2 Objek Penelitian ………. 48 1.3 Alur Penelitian ………..…. 49 1.3.1 Studi Lapangan ………..……. 50 1.3.2 Identifikasi Masalah ………..…. 50 1.3.3 Studi Literatur ………...…. 51

(11)

xi

1.3.4 Pengumpulan Data Variabel ……….……. 52

1.3.5 Analisis Activity Based Costing (ABC) ………...……….…. 53

1.3.6 Perencanaan Persediaan Bahan Kemas non-polycellonium ... 54

1.3.6.1 Forecasting Kebutuhan Bahan Kemas non-polycellonium ………..………….………. 54

1.3.6.2 Economic Order Quantity (EOQ) ……….… 54

1.3.7 Pengalokasian Kapasitas Gudang ……….……. 55

1.3.8 Simulasi Perbandingan Waktu Pencarian Bahan Kemas ...… 55

1.3.9 Kesimpulan dan Saran ………...…. 56

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA ………. 57

4.1 Profil Perusahaan ………...…...………. 57

4.1.1 Deskripsi Subjek Penelitian ……….……….. 57

4.1.2 Job Description Departemen Production Planning Inventory Control ………..………. 58

4.1.2.1 Fungsi Departemen PPIC ………..………..…. 58

4.1.2.2 Tugas Departemen PPIC ………..…………. 58

4.1.2.3 Sasaran Pokok Perencanaan Produksi ………..…… 59

4.1.2.4 Tujuan Inventory Control ………. 59

4.2 Data Hasil Observasi ……….…………. 68

4.3 Pengolahan Data ………..………..…. 70

4.3.1 Metode Activity Based Costing ………....………….. 70

(12)

xii

4.3.3 Perencanaan Lay Out Rak Gudang Bahan Kemas

Non-Polycellonium ……….…… 80

4.3.4 Simulasi Perbandingan Waktu Pencarian Bahan Kemas ...… 84

4.3.4.1 Analisis Discrete Change Variebles ………....… 91

4.3.4.2 Analisis Hasil ………..………. 91

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ………..……. 93

5.1 Kesimpulan ………..……….. 93

5.2 Saran ………...……… 94

(13)

xiii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Penyimpanan Barang berdasarkan Popularitas Barang yang disimpan

………..…… 46

Gambar 2.2 Posisi Penyimpanan Barang berdasarkan Aliran Arus Barang ….... 47

Gambar 3.1 Alur Penelitian ……….……. 49

Gambar 4.1 Flowchart Penerimaan Bahan Kemas ……….. 63

Gambar 4.2 Lay Out Rak Penyimpanan Bahan Kemas Non-Polycellonium …... 82

Gambar 4.3 Lay Out Rak Penyimpanan Bahan Kemas Non-Polycellonium

menggunakan Metode ABC ………...…………. 83

Gambar 4.4 Kondisi Waktu Pencarian Awal A Sebelum Running …….……… 85

Gambar 4.5 Kondisi Waktu Pencarian Awal A Setelah Running ……...………. 85

Gambar 4.6 Kondisi Waktu Pencarian EOQ A Sebelum Running ………….…. 86

Gambar 4.7 Kondisi Waktu Pencarian EOQ A Setelah Running …………...…. 86

Gambar 4.8 Kondisi Waktu Pencarian Awal B Sebelum Running ……….……. 87

Gambar 4.9 Kondisi Waktu Pencarian Awal B Setelah Running …………..….. 87

Gambar 4.10 Kondisi Waktu Pencarian EOQ B Sebelum Running …….…..…. 88

Gambar 4.11 Kondisi Waktu Pencarian EOQ B Setelah Running …..…...……. 88

Gambar 4.12 Kondisi Waktu Pencarian Awal C Sebelum Running ……...……. 89

Gambar 4.13 Kondisi Waktu Pencarian Awal C Setelah Running …………..… 89

Gambar 4.14 Kondisi Waktu Pencarian EOQ C Sebelum Running ………….... 90

(14)

xiv

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Kebijaksanaan Manajemen Inventory berdasarkan klasifikasi ABC ... 30

Tabel 4.1 Analisis ABC Berdasarkan Nilai Investasi Bahan Kemas Tahun

2013-2014 ………...…….. 72

Tabel 4.2 Perhitungan Total Inventory ………. 78

Tabel 4.3 Hasil Proses Simulasi Arena Kondisi Gudang Sebelum Perbaikan …. 85

Tabel 4.4 Hasil Proses Simulasi Arena Kondisi Gudang Setelah Perbaikan …... 86

Tabel 4.5 Hasil Proses Simulasi Arena Kondisi Gudang Sebelum Perbaikan …. 87

Tabel 4.6 Hasil Proses Simulasi Arena Kondisi Gudang Setelah Perbaikan …... 88

Tabel 4.7 Hasil Proses Simulasi Arena Kondisi Gudang Sebelum Perbaikan …. 89

Tabel 4.8 Hasil Proses Simulasi Arena Kondisi Gudang Setelah Perbaikan …... 90

(15)

xv

DAFTAR GRAFIK

Grafik 1.1 Jumlah Total Pemakaian Bahan Kemas Fast Moving Tahun 2013-2014

………..…….. 3

Grafik 1.2 Jumlah Total Pemakaian Bahan Kemas Slow Moving Tahun 2013-2014

(16)

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Tabel Jumlah Data Pemakaian dan Harga Bahan Kemas

Non-Polycellonium Tahun 2013-2014 ………...……… 98

Lampiran 2 Tabel Lead Time Kedatangan Bahan Kemas ………..… 107

Lampiran 3 Tabel Pengolahan Data Bahan Kemas Non-Polycellonium

Menggunakan Metode ABC ………..…….. 108

Lampiran 4 Tabel Perhitungan EOQ Bahan Kemas Tahun 2013-2014 ………. 119

Lampiran 5 Tabel Perhitungan Safety Stock dan ROP Bahan Kemas Tahun

2013-2014 ………..…...……..…… 129

Lampiran 6 Gambar Lay Out Gudang Bahan Kemas PT. Pabrik Pharmasi Zenith

………..……… 140

Lampiran 7 Gambar Lay Out 2 Dimensi Penempatan Posisi Bahan Kemas

sebelum Perbaikan ………... 141

Lampiran 8 Gambar Lay Out 2 Dimensi Penempatan Posisi Bahan Kemas setelah

(17)

xvii

INTI SARI

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui prioritas bahan kemas

non-polycellonium, jumlah pemesanan bahan kemas yang optimal, jumlah persediaan

pengaman, waktu pemesanan kembali, total biaya persediaan untuk periode 2013-2014 serta penataan rak penyimpanan gudang bahan kemas yang terstruktur di PT. Pabrik Pharmasi Zenith. Metode yang digunakan yaitu metode Activity Based

Costing (ABC), metode Economic Order Quantity (EOQ) serta menggunakan software AutoCAD dan software ARENA untuk lay out gudang. Berdasarkan

hasil olah data menggunakan metode ABC, diperoleh data 10 jenis bahan kemas masuk ke prioritas A, 24 jenis bahan kemas prioritas B dan 246 bahan kemas masuk prioritas C. Jika sudah diperoleh prioritas, maka dilanjutkan hasil perhitungan menggunakan EOQ. Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh bahwa pemesanan bahan kemas dengan menggunakan metode EOQ pada periode 2013-2014 lebih optimal yaitu sebesar Rp 5.485.775.391 dibandingkan nilai persediaan perusahaan yaitu Rp 98.222.632.447, sehingga total penghematan yang dihasilkan dengan menggunakan metode EOQ sebesar Rp. 92.736.857.056. Hasil data yang diperoleh menunjukkan bahwa perusahaan hendaknya menerapkan metode ABC dan metode EOQ dalam pengendalian persediaan bahan kemas karena menghasilkan penghematan pada biaya total agar lebih efektif dan efisien. Sedangkan mengenai perbaikan lay out rak penyimpanan bahan kemas lebih efektif dibandingkan gudang awal dengan selisih waktu 48 menit, 10 menit dan 17 menit.

Kata Kunci : Pengendalian Persediaan, Metode ABC, Metode EOQ, Safety Stock, Re Order Point

(18)

xviii ABSTRACK

The purpose of this study was to determine the priority of non-polycellonium packaging materials, the number of bookings optimal packaging materials, the amount of safety stock, reorder time, total inventory cost for the period 2013-2014 as well as warehouse storage rack arrangement structured packing material in PT. Pabrik Pharmasi Zenith. The method used is the method of Activity Based Costing (ABC), the method Economic Order Quantity (EOQ) and using AutoCAD software and software ARENA to lay out the warehouse. Based on the results of data processing using the ABC method, the data obtained 10 kinds of packaging materials into the priority A, 24 B priority type of packaging materials and packaging materials 246 C. If the priority has been obtained priority, then continued on calculations using the EOQ. Based on the calculations that bookings packaging materials with EOQ method is more optimal for the period 2013-2014 which amounted to Rp 5,485,775,391 compared to the value of the company inventory is Rp 98,222,632,447, so the total savings generated by using EOQ Rp. 92,736,857,056. Results obtained data shows that the company should implement the ABC method and the method of inventory control EOQ in packaging materials for generating savings on the total cost to be more effective and efficient. Improvement lay out the storage rack packaging materials is more effective than the initial warehouse with a gap of 48 minutes, 10 minutes and 17 minutes.

Keywords: Inventory Control, ABC method, EOQ Method, Safety Stock, Re Order Point

(19)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Pengadaan barang merupakan titik awal dari pengendalian persediaan, jika

titik awal ini sudah tidak tepat, maka pengendalian akan sulit dikontrol atau

dikendalikan. Pembelian barang harus sesuai dengan jumlah pemakaian,

sehingga akan terdapat keseimbangan antara pemakaian dan pembelian yang

mana harus didaftar lebih rinci antara penjualan dan pembelian dari setiap

jenis bahan yang ingin digunakan untuk produksi selanjutnya. Mengendalikan

persediaan dengan tepat merupakan salah satu hal yang tidak mudah, jika

jumlah persediaan yang terlalu besar akan mengakibatkan timbulnya dana

yang dikeluarkan menjadi terlalu besar, selain itu resiko kerusakan barang

juga menjadi lebih besar. Persediaan terlalu sedikit juga akan mengakibatkan

terjadinya kekurangan persediaan yang dapat menyebabkan hilangnya

keuntungan.

Menurut WHO, Industri farmasi merupakan industri yang berbasis riset,

secara berkesinambungan yang memerlukan inovasi, memerlukan promosi

yang membutuhkan biaya mahal, organisasi dan sistem pemasaran yang baik

serta produknya diatur secara ketat, baik pada tingkat nasional maupun

internasional. Industri farmasi yang memproduksi obat dapat

mendistribusikan atau menyalurkan hasil produksinya langsung kepada

(20)

kesehatan masyarakat, klinik dan toko obat sesuai dengan ketentuan

perundang-undangan.

PT. Pabrik Pharmasi Zenith merupakan salah satu perusahaan yang

bergerak dibidang industri pembuatan obat (farmasi). Kegiatan dalam

pembuatan obat, dibutuhkan suatu perencanaan yang matang, oleh karena itu

dalam suatu industri farmasi terdapat Departemen Production Planning

Inventory Control (PPIC) yang bertugas untuk membuat perencanaan

produksi dan mengontrol persediaan bahan baku maupun bahan kemas.

Perencanaan produksi dibuat berdasarkan ramalan penjualan dari Departemen

Pemasaran dengan penyesuaian terhadap jumlah inventory atau persediaan

yang telah ada.

Kegiatan perusahaan mempunyai hubungan yang sangat erat dengan

kegiatan produksi. Perusahaan mengadakan kegiatan produksi harus ada

bahan kemas, oleh karena itu didalam dunia usaha masalah bahan kemas

adalah masalah yang sangat penting, sehingga diperlukan pengendalian

persediaan bahan kemas yang efektif dan efisien. Pengendalian persediaan

bahan kemas di pabrik farmasi merupakan salah satu sistem yang dapat

menjamin kelancaran akan ketersediaan bahan kemas, sehingga proses

produksi akan berjalan dengan lancar. Pengendalian tersebut dapat mencegah

terjadinya kekurangan bahan kemas yang dapat mengakibatkan terhambatnya

proses produksi atau dapat menghentikan kegiatan produksi yang

menyebabkan perusahaan mengalami kerugian. PT. Pabrik Pharmasi Zenith

(21)

obat tersebut dibutuhkan 560 jenis bahan kemas dimana terbagi atas 280

bahan kemas non-polycellonium dan 280 bahan kemas polycellonium.

Manajemen persediaan yang kurang baik mengakibatkan penuhnya item

bahan kemas di rak gudang (over stock). Data pemakaian dan data stock

bahan kemas untuk periode 2013 dan 2014 yang sudah diringkas menjadi 10

grade atas (bahan kemas yang fast moving) dan 10 grade bawah (bahan

kemas yang slow moving) dapat dilihat pada grafik dibawah ini:

Grafik 1.1 Jumlah Total Pemakaian Bahan Kemas Fast Moving Tahun 2013-2014 0 10000000 20000000 30000000 40000000 50000000 60000000 Total Pemakaian Total Stock

(22)

Grafik 1.2 Jumlah Total Pemakaian Bahan Kemas Slow Moving Tahun 2013-2014

Pada grafik 1.1 dan grafik 1.2, dapat dilihat bahwa jumlah pemakaian

bahan kemas pada tahun 2013 dan 2014 baik bahan kemas yang fast moving

ataupun slow moving jumlahnya lebih sedikit dibandingkan jumlah stock,

seperti bahan kemas btl kaca O 25 60 ml total pemakaian di tahun 2013-2014

sebanyak 25.938.128 biji sedangkan total stock sebanyak 41.365.266 biji

untuk bahan kemas zeniflox 500 box total pemakaian 52 pcs sedangkan total

stock 21.753 pcs, sehingga hal tersebut dapat merugikan perusahaan karena

jumlah item bahan kemas terlalu overstock. Masalah tersebut dapat

disebabkan oleh pemesanan yang terlalu berlebihan sehingga mengakibatkan

gudang penuh dengan bahan kemas yang belum diperlukan saat ini.

Pengendalian persediaan bahan kemas sangat penting, agar proses

produksi tetap berjalan dengan lancar dan diperoleh biaya persediaan yang

rendah (efisien) serta pengendalian persediaan yang efektif. Menurut John

0 50000 100000 150000 200000 250000 300000 350000 Total Pemakaian Total Stock

(23)

dan Harding (2001), pengendalian persediaan yang efektif harus dapat

menjawab tiga pertanyaan dasar yaitu bahan kemas apa yang akan menjadi

prioritas untuk dikendalikan, berapa banyak yang harus dipesan dan kapan

seharusnya dilakukan pemesanan kembali. Maka, perlu dilakukan sebuah

perhitungan untuk dapat menjawab tiga pertanyaan tersebut. Metode yang

tepat digunakan untuk menjawab pertanyaan tersebut adalah analisis ABC,

yang mana untuk mengetahui bahan kemas yang menjadi prioritas untuk

dikendalikan dan dilanjut dengan metode EOQ untuk mengetahui berapa

banyak bahan kemas yang harus dipesan serta perhitungan safety stock untuk

mengetahui kapan seharusnya dilakukan pemesanan kembali sebagai patokan

dalam memesan bahan kemas sebelum stock di gudang benar-benar habis.

Analisis ABC (Activity Based Costing) merupakan metode pembuatan

group atau penggolongan berdasarkan perangkat nilai dari nilai tertinggi

hingga terendah dan dibagi menjadi 3 kelompok besar yang disebut kelompok

A (nilai investasi tinggi), kelompok B (nilai investasi sedang) dan kelompok

C (nilai investasi rendah). Analisis ini sangat berguna untuk memfokuskan

perhatian manajemen terhadap penentuan jenis barang yang paling penting

dan perlu diprioritaskan dalam persediaan (Heizer dan Reider, 2010).

Metode EOQ (Economic Order Quantity) adalah sejumah persediaan

barang yang dapat dipesan pada suatu periode untuk tujuan meminimalkan

biaya dari persediaan barang tersebut (Sabarguna, 2004). Reorder Point

(ROP) adalah metode untuk memutuskan kapan sebaiknya melakukan

(24)

permintaan, sedangkan Safety Stock adalah persediaan tambahan yang

diadakan untuk melindungi dan menjaga kemungkinan terjadinya kekurangan

stock (John dan Harding, 2001).

PT. Pabrik Pharmasi Zenith memiliki misi untuk memberikan pelayanan

berupa produk kesehatan (obat) yang berkualitas, tentunya berupaya

mengoptimalkan pengiriman obat ke pelanggan secara tepat waktu.

Manajemen persediaan yang kurang baik, mengakibatkan gudang bahan

kemas penuh dengan stock yang belum perlu digunakan untuk saat ini.

Penulis ingin melakukan analisis mengenai prioritas bahan kemas yang perlu

dikendalikan sehingga hasil akhirnya berupa pengendalian persediaan yang

efektif dan efisien yang berdasarkan dengan prioritas serta perhitungan EOQ,

ROP dan safety stock yang benar, selain itu penulis juga akan membuat lay

out rak gudang bahan kemas non-polycellonium yang terstruktur tanpa

mengurangi fasilitas yang ada di rak gudang bahan kemas.

Berdasarkan analisis dan uraian diatas, maka dalam penulisan Tugas Akhir

ini penulis mengambil judul “OPTIMALISASI PERSEDIAAN DENGAN

PENDEKATAN ACTIVITY BASED COSTING (ABC) SEBAGAI

PENENTUAN ALOKASI KAPASITAS GUDANG BAHAN KEMAS

NON-POLYCELLONIUM DI PT. PABRIK PHARMASI ZENITH”.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang permasalahan diatas didapatkan perumusan

(25)

1. Bagaimana merencanakan jumlah persediaan bahan kemas

non-polycellonium yang optimal, waktu pemesanan dan jumlah kedatangan

bahan kemas sehingga dapat meminimalkan biaya persediaan bahan kemas

2. Bagaimana penataan ulang lokasi kapasitas rak gudang bahan kemas

non-polycellonium yang terstruktur di PT. Pabrik Pharmasi Zenith

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:

1. Mengetahui jumlah persediaan bahan kemas yang optimal, waktu

pemesanan dan jumlah kedatangan bahan kemas sehingga dapat

meminimalkan biaya persediaan bahan kemas.

2. Mampu membuat lay out susunan rak gudang bahan kemas

non-polycellonium yang terstruktur dan optimal tanpa mengurangi fasilitas

yang ada.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian Tugas Akhir ini, antara lain:

1. Bagi Peneliti

a. Mampu mengaplikasikan ilmu Teknik Industri yang telah dipelajari di

bangku kuliah khususnya mengenai perencanaan pengendalian

persediaan menggunakan analisis Activity Based Costing dan metode

(26)

gudang dengan membuat susunan rak baru yang terstruktur tanpa

mengurangi fasilitas yang ada.

b. Mampu meningkatkan pemahaman dan kemampuan dalam

menganalisis suatu masalah yang nyata di perusahaan.

2. Bagi Akademik

Hasil penelitian Tugas Akhir ini sebagai tambahan referensi akademik

pada Perpustakaan Universitas Dian Nuswantoro Semarang, serta dapat

digunakan sebagai perbandingan untuk penelaahan yang serupa bagi

peneliti selanjutnya.

3. Bagi Perusahaan

Hasil penelitian ini memberikan masukan mengenai pengendalian

persediaan bahan kemas yang ada di gudang bahan kemas PT. Pabrik

Pharmasi Zenith agar perusahaan mengetahui pentingnya sebuah prioritas

pembelian bahan dan perencanaan jumlah persediaan bahan kemas yang

lebih optimal, waktu pemesanan yang tepat dan jumlah kedatangan bahan

kemas sehingga dapat meminimalkan biaya persediaan bahan kemas.

1.5 Pembatasan Masalah

Pembatasan masalah bertujuan untuk mengurangi ruang lingkup

permasalahan, agar pembahasan tidak menyimpang dari tujuan penelitian dan

menghindari pembahasan diluar pemasalahan. Batasannya adalah sebagai

(27)

1. Divisi yang akan diteliti adalah divisi production planning inventory

control khususnya di bagian gudang bahan kemas di PT. Pabrik Pharmasi

Zenith yang berlokasi di Jln. Tambak Aji I No. 1 Semarang

2. Jumlah stock bahan kemas, jumlah pemakaian bahan kemas dan lead time

kedatangan bahan kemas untuk periode 2013-2014

3. Data bahan kemas yang diteliti adalah bahan kemas yang

non-polycellonium.

4. Data harga yang diamati tidak menyinggung daya tahan dan kualitas

produk

5. Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode Activity Based

Costing (ABC) dan metode Economic Order Quantity (EOQ)

6. Rak yang akan di re-layout yaitu rak penyimpanan bahan kemas

non-polycellonium dan bahan kemas selain botol.

1.6 Keaslian Penelitian

Penelitian ini mirip dengan penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya,

antara lain:

Peneliti Metode Hasil

Juslanda

(2006)

Economic Order Quantity

Metode EOQ ini digunakan untuk

menentukan tingkat pemesanan ekonomis

tiap bahan baku untuk kelancaran proses

produksi perusahaan dan meminimasi biaya

(28)

persediaan dengan menggunakan metode

EOQ ini menunjukkan bahwa perbandingan

hasil sebelum menggunakan EOQ dan

sesudah menggunakan EOQ dengan tingkat

biaya yang dapat diminimalisasi adalah

sebesar Rp. 36.447.637

Taryana

(2008)

Economic Order Quantity

Metode yang digunakan dalam pengendalian

persediaan di PT. Sepatu Mas Idaman bogor

adalah dengan menggunakan metode EOQ,

yang mana tujuan dari penelitian ini adalah

menganalisis persediaan bahan baku untuk

menjaga kelancaran produksi dan

meningkatkan efisiensi serta menentukan

kinerja dalam hal penghematan biaya

persediaan bahan baku.

Yulizham

(2009)

Economic Order Quantity

Nilai sisa persediaan obat yang sangat besar

menjadi salah satu permasalahan yang sering

dihadapi oleh Instalasi Farmasi Rumah Sakit.

Untuk menyelesaikan permasalahan yang

dihadapi oleh RSUP H. Adam Malik maka

masalah sistem persediaan perlu diperbaiki

dan sebisa mungkin untuk memperoleh nilai

(29)

Economic Order Quantity digunakan untuk

melihat persediaan yang paling ekonomis.

Selama periode 3 tahun (2007-2009)

masing-masing adalah 110.731.597,41; 277.187.377,55 dan 190.970.696,93. Sari (2010) Economic Order Quantity

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk

mengetahui jumlah pembelian bahan baku

yang optimal, jumlah persediaan pengaman,

waktu pemesanan kembali dan total biaya

persediaan untuk periode 2009/2010 PT.Dua

Kelinci Pati. Hasil penelitian yang didapat

adalah dapat lebih menentukan kuantitas dan

frekuensi pemesanan bahan baku kacang

tanah yang optimal sehingga biaya

persediaan bahan baku dapat lebih efisien.

Dewi

(2010)

Economic Order Quantity

Kebijakan persediaan bahan baku masih

belum optimal bila dibandingkan dengan

penerapan menggunakan metode EOQ. Hasil

analisis pengendalian persediaan bahan baku

kertas CD roll pada CV. Adinugraha

diperoleh kesimpulan bahwa jumlah

persediaan pembelian bahan baku kertas CD

(30)

metode EOQ yaitu sebesar 87 roll dengan

frekuensi pembelian 15 kali, yang mana total

biaya persediaan bahan baku kertas CD roll

dalam perhitungan EOQ adalah Rp.

618.943,83. Warisman, dkk (2012) Economic Order Quantity dan ROP

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk

mengetahui pengendalian persediaan bahan

baku yang telah diterapkan di CV. Subur

Abadi dan mengetahui tingkat efisiensi

dengan menggunakan metode EOQ dan

ROP. Hasil dari penelitian ini adalah

perusahaan dapat menghemat total biaya dari

tahun 2009, 2010, 2010 berturut-turut adalah

Rp. 609.387,5; Rp. 742.275; Rp. 637.787,5.

Jadi kesimpulan dari hasil penelitian ini

adalah perusahaan hendaknya menerapkan

metode EOQ dan ROP dalam pengendalian

efisiensi persediaan bahan baku utama

karena menghasilkan penghematan pada total

biaya.

Indroprasto

(2012)

Economic Order Quantity

Penerapan metode EOQ dengan algoritma

genetika dapat memberikan hasil yang

(31)

algoritma genetika dapat meminimumkan

EOQ sehingga perusahaan dapat mengetahui

total cost milik perusahaan serta dapat

mengetahui jumlah pemesanan (order

quantity) barang A dan kapan seharusnya

PT. XYZ melakukan pemesanan kembali

barang A selama periode 2012. Selama

periode 2012 PT. XYZ harus mengadakan

persediaan selama 3 hari sekali dengan

rincian total cost sebesar Rp.

4.128.169.073.014 dimana hasil cost tersebut

lebih kecil dari total cost milik perusahaan

(Rp. 4.661.945.499.460) sehingga

perusahaan dapat menghemat Rp.

471.848.132.915. Dengan demikian PT.

XYZ dapat mengoptimalkan biaya

persediaan yang harus dikeluarkan untuk

barang A. Tanuwijoyo (2013) Metode Economic Order Quantity

Penerapan pengendalian metode EOQ di

Toko Nasional yang dilakukan,

menghasilkan penghematan sebesar 7% yang

mana sebelum menggunakan menggunakan

(32)

241.828.460 dan total inventory cost dengan

menggunakan EOQ adalah Rp 226.101.290

sehingga Toko Nasional melakukan

penghematan sebesar Rp 15.727.170 Simbar (2014) Metode Economic Order Quantity

Analisis pengendalian persediaan bahan baku

kayu cempaka pada industri meubel dengan

menggunakan metode EOQ, menunjukkan

bahwa pembelian bahan baku kayu cempaka

yang optimal selama periode 2013 untuk

setiap kali pesan lebih besar daripada yang

dilakukan perusahaan. Pembelian bahan

baku optimal yang harus dilakukan

perusahaan pada tahun 2013 adalah sebesar

4.448 m3 dengan frekuensi pemesanan yang

harus dilakukan adalah sebanyak 2 kali.

Kuantitas persediaan pengaman (Safety

Stock) yang harus tersedia di gudang adalah

sebesar 0.24 m3 dan titik pemesanan kembali

(Reorder Point) adalah saat persediaan di

(33)

15

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab II ini akan dijelaskan mengenai teori-teori dasar yang akan

digunakan dalam pengolahan data dan sebagai penunjang masalah yang akan

diselesaikan. Tujuan dari bab II ini, untuk memberikan dasar atau acuan secara

ilmiah yang berguna dalam pelaksanaan penelitian agar mendapatkan hasil analisa

yang baik.

2.1 Pengertian Bahan Kemas

Pengemasan merupakan salah satu cara untuk melindungi atau

mengawetkan produk pangan maupun non-pangan. Kemasan adalah suatu

wadah atau tempat yang digunakan untuk mengemas suatu produk yang

dilengkapi dengan label atau keterangan-keterangan termasuk beberapa

manfaat dari isi kemasan. Pengemasan mempunyai peranan penting dalam

menunjang distribusi produk terutama yang mudah mengalami kerusakan.

2.1.1 Manfaat Bahan Kemas

Manfaat dari bahan kemas, antara lain:

1.Wadah atau tempat

Wadah atau tempat bertujuan untuk memudahkan penyimpanan produk

yang berupa tepung-tepungan, butiran, cairan dan gas agar tidak

(34)

2.Pelindung

Bahan kemas juga berfungsi untuk melindungi lingkungan sekitar produk.

Bahan kemas yang akan dipilih tergantung dari sifat-sifat produk serta

kemampuannya untuk melindungi produk yang akan dikemas.

3.Penunjang cara penyimpanan dan transportasi

Produk-produk yang akan dipasarkan biasanya tidak langsung dibawa dari

pabrik ke pengecer, tetapi melalui saluran pemasaran yang agak panjang.

Selain itu, ada beberapa bahan yang harus disimpan dulu sebelum dijual

untuk pengontrolan kualitasnya, sehingga kemasan harus dibuat

sedemikian rupa agar efisien dalam menggunakan ruangan penyimpanan.

4.Alat persaingan dalam pemasaran

Sasaran produsen dalam memasarkan suatu produk adalah menarik

perhatian konsumen. Cara menarik ini diantaranya dengan menempelkan

sesuatu yang menarik pada kemasan produk tersebut.

2.1.2 Macam Bahan Kemas

Bahan Kemas terdiri dari tiga macam yaitu:

1.Bahan kemas primer

Bahan kemas primer adalah bahan kemas yang kontak langsung dengan

bahan yang dikemas/produknya tersebut. Misalnya, strip/blister, botol,

ampul, vial, plastik dan lain-lain. Pada bahan kemas primer sendiri, untuk

menjamin stabilitas produk harus ditetapkan syarat yang sangat tegas

terhadap bahan kemas primer, yang kontak langsung dengan produk, baik

(35)

2.Bahan Kemas Sekunder

Bahan kemas sekunder adalah pembungkus selanjutnya setelah bahan

kemas primer, biasanya dikenal dengan inner box. Umumnya bahan kemas

sekunder tidak berpengaruh terhadap stabilitas produk.

3.Bahan Kemas Tersier

Bahan kemas tersier adalah pembungkus setelah bahan kemas sekunder,

biasanya berupa outer box. Bahan kemas tersier juga umumnya tidak

berpengaruh terhadap stabilitas produk yang dikemas tersebut.

2.2 Pengertian Persediaan

Pada setiap tingkat perusahaan baik perusahaan kecil, menengah maupun

besar, persediaan sangat penting bagi kelangsungan hidup perusahaan.

Perusahaan harus dapat memperkirakan jumlah persediaan yang dimilikinya.

Persediaan yang dimiliki oleh perusahaan tidak boleh terlalu banyak ataupun

tidak boleh terlalu sedikit karena akan mempengaruhi biaya yang akan

dikeluarkan untuk persediaan tersebut. Pengendalian persediaan merupakan

fungsi manajerial yang sangat penting, karena persediaan fisik perusahaan

melibatkan investasi rupiah terbesar dalam pos aktiva lancar. Jika perusahaan

menanamkan terlalu banyak dananya dalam persediaan, menyebabkan biaya

penyimpanan yang berlebihan dan mungkin mempunyai persediaan

opportunity cost, tetapi jika perusahaan tidak mempunyai persediaan yang

mencukupi untuk proses produksi juga dapat mengakibatkan biaya-biaya dari

(36)

Menurut Kieso, Weygandt, Warfield (2009:402), ”Persediaan adalah

pos-pos aktiva yang dimiliki oleh perusahaan untuk dijual dalam operasi bisnis

normal atau barang yang akan digunakan atau dikonsumsi. Investasi dalam

persediaan merupakan aktiva lancar paling besar dari perusahaan dagang dan

manufaktur”.

Menurut Prasetyo (2006:65), “Persediaan adalah suatu aktiva yang

meliputi barang-barang milik perusahaan dengan maksud untuk dijual dalam

satu periode usaha yang normal, termasuk barang yang dalam pengerjaan atau

proses produksi menunggu masa penggunaannya pada proses produksi”.

Jumlah persediaan yang tinggi akan meningkatkan kemampuan

perusahaan dalam memenuhi kebutuhan konsumennya, tetapi persediaan yang

tinggi juga dapat menghambat kegiatan perusahaan karena sebagian besar

dana perusahaan ada didalam persediaan. Kuantitas dan kualitas persediaan

perusahaan dapat mempengaruhi tingkat laba atau pendapatan yang diperoleh

perusahaan (Warren et.al.: 2005:454)

2.3 Tujuan Persediaan

Menurut Indrajit dan Djokopranoto (2003) tujuan dari persediaan adalah

untuk mencapai efisiensi dan efektivitas optimal dalam penyimpanan material.

Persediaan memiliki enam fungsi yaitu sebagai berikut:

a. Menghilangkan resiko keterlambatan pengiriman bahan baku atau barang

(37)

b.Menghilangkan resiko jika material yang dipesan tidak baik sehingga harus

dikembalikan

c. Menghilangkan resiko terhadap kenaikan harga barang atau inflasi

d.Menyimpan bahan baku yang dihasilkan secara musiman sehingga

perusahaan tidak akan kesulitan bila bahan tersebut tidak tersedia di pasaran

e. Mendapatkan keuntungan dari pembelian berdasarkan potongan kuantitas

(quantity discounts)

f. Memberikan pelayanan kepada langganan dengan tersedianya barang yang

diperlukan

2.4 Fungsi-Fungsi Persediaan

Persediaan yang dimiliki perusahaan bertujuan untuk menjaga kelancaran

usaha. Bagi perusahaan dagang persediaan barang dagang memungkinkan

perusahaan untuk memenuhi permintaan pembeli, sedangkan bagi perusahaan

industri persediaan bahan baku dan barang dalam proses bertujuan untuk

memperlancar kegiatan produksi, sedangkan persediaan barang jadi ditujukan

untuk memenuhi kebutuhan pasar.

Menurut Rangkut (2007:15) menjelaskan adapun fungsi-fungsi persediaan

oleh suatu perusahaan atau pabrik adalah sebagai berikut:

a. Fungsi Decoupling

Fungsi decoupling adalah persediaan yang memungkinkan perusahaan dapat

memenuhi permintaan pelanggan tanpa tergantung supplier. Persediaan

(38)

pada pengadaannya dalam hal kuantitas dan waktu pengiriman. Persediaan

barang dalam proses diadakan agar departemen-departemen dan

proses-proses individual perusahaan terjaga kebebasannya. Persediaan barang jadi

diperlukan untuk memenuhi permintaan produk yang tidak pasti dari para

pelanggan. Persediaan yang diadakan untuk menghadapi fluktuasi

permintaan konsumen yang tidak dapat diperkirakan atau diramalkan

disebut fluctuation stock.

b.Fungsi Economic Lot Sizing

Persediaan lot size ini perlu mempertimbangkan penghematan atau potongan

pembelian, biaya pengangkutan per unit menjadi lebih murah dan

sebagainya. Perusahaan melakukan pembelian dalam kuantitas yang lebih

besar dibandingkan biaya-biaya yang timbul karena besarnya persediaan

(biaya sewa gudang, investasi, resiko dan sebagainya).

c. Fungsi Antisipasi

Fungsi antisipasi dilakukan perusahaan apabila menghadapi fluktuasi

permintaan yang dapat diperkirakan dan diramalkan berdasar pengalaman

atau data-data masa lalu yaitu permintaan musiman. Pada hal ini perusahaan

dapat mengadakan persediaan musiman (seasional inventories).

2.5 Penggolongan Persediaan

Persediaan memiliki berbagai fungsi yang berbeda, oleh karena itu

persediaan didalam perusahaan harus dikelompokkan agar persediaan dapat

(39)

Menurut Earl et. Al. (2009:145) berbagai jenis persediaan dalam

perusahaan dagang industri dapat dikelompokkan sebagai berikut:

1.Persediaan bahan baku (raw material) yaitu barang-barang yang dibeli untuk

digunakan dalam proses produksi

2.Persediaan barang dalam proses (work in process/good in process) yaitu

terdiri atas bahan-bahan yang telah diproses, namun masih membutuhkan

pengerjaan lebih lanjut sebelum dapat dijual. Persediaan ini terdiri dari 3

kelompok biaya, diantaranya:

a. Biaya bahan baku langsung yaitu bahan baku yang secara langsung dapat

diidentifikasikan dalam barang yang diproduksi

b.Biaya tenaga kerja langsung yaitu biaya tenaga kerja yang secara langsung

dapat diidentifikasikan dengan barang yang akan diproduksi

c. Biaya overhead pabrik yaitu bagian dari overhead pabrik yang dibebankan

atas barang yang diproduksi.

3.Persediaan barang jadi (finished goods) yaitu barang yang telah selesai

diproses dan siap untuk dijual

Menurut Iman Santoso (2005:56) berbagai jenis persediaan dalam

perusahaan dagang industri dapat dikelompokkan sebagai berikut:

1.Persediaan bahan baku (raw material) yaitu bahan baku yang akan diproses

lebih lanjut dalam proses produksi

2.Persediaan barang dalam proses (work in process/goodin process) yaitu

(40)

biaya bahan baku (raw material cost), biaya tenaga kerja langsung (direct

labor cost) dan biaya overhead (factory overhead cost)

3.Persediaan barang jadi (finished good) yaitu barang jadi yang berasal dari

barang yang telah selesai diproses dan telah siap untuk dijual sesuai dengan

tujuannya

4.Persediaan bahan pembantu (factory/manufacturing supllies) yaitu bahan

pembantu yang dibutuhkan dalam proses produksi namun tidak secara

langsung dapat dilihat secara fisik pada produk yang dihasilkan

5.Persediaan barang dagangan (merchandise inventory) yaitu barang langsung

diperdagangkan tanpa mengalami proses lanjutan.

Kedua pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa persediaan yang dimiliki

oleh perusahaan berbeda-beda tergantung pada sifat dan jenis yaitu persediaan

barang dagangan. Perusahaan industri atau manufaktur, persediaan terdiri dari

persediaan bahan baku, persediaan barang dalam proses, persediaan barang

jadi dan persediaan bahan pembantu.

2.6 Biaya Persediaan

Menurut Syafi’i (2009:139-142), biaya persediaan harus meliputi semua

biaya pembelian, biaya konversi dan biaya lain yang timbul sampai persediaan

berada dalam kondisi dan lokasi saat ini. Macam biaya persediaan adalah

(41)

a. Biaya Pembelian

Biaya pembelian persediaan meliputi harga beli, bea impor, pajak lainnya

(kecuali yang kemudian dapat ditagih kembali oleh entitas kepada otoritas

pajak), biaya pengangkutan, biaya penanganan dan biaya lainnya yang

secara langsung dapat didistribusikan pada perolehan barang jadi, bahan dan

jasa. Diskon dagang, rabat dan hal lain yang serupa dikurangkan dalam

menentukan biaya pembelian (Syafi’I, 2009:139).

b.Biaya Konversi

Biaya konversi persediaan meliputi biaya yang secara langsung terkait

dengan unit yang diproduksi, misalnya biaya tenaga kerja langsung.

Termasuk juga alokasi sistematis overhead produksi tetap dan variabel yang

timbul dalam mengkonversi bahan menjadi barang jadi. Overhead produksi

tetap adalah biaya produksi tidak langsung yang relatif konstan, tanpa

memperhatikan volume produksi yang dihasilkan seperti, penyusutan,

pemeliharaan bangunan, peralatan pabrik, biaya manajemen dan

administrasi pabrik. Overhead produksi variabel adalah biaya produksi tidak

langsung yang berubah secara langsung atau hampir secara langsung,

mengikuti perubahan volume produksi seperti bahan tidak langsung dan

biaya tenaga kerja tidak langsung (Syafi’I 2009:140).

c. Biaya-biaya lain

Biaya-biaya lain hanya dibebankan sebagai biaya persediaan sepanjang

biaya tersebut timbul agar persediaan berada dalam kondisi dan lokasi saat

(42)

overhead non-produksi atau biaya perancangan produk untuk pelanggan

tertentu sebagai biaya persediaan (Syafi’I 2009:141).

2.7 Sistem Pencatatan Persediaan

Metode pencatatan persediaan ada dua yaitu metode perpetual dan metode

periodik. Metode perpetual disebut juga metode buku, karena setiap jenis

persediaan mempunyai kartu persediaan, sedangkan metode periodik disebut

juga metode fisik karena pada akhir periode dihitung fisik barang untuk

mengetahui persediaan akhir yang nantinya akan dibuat jurnal penyesuaian.

Menurut Stice dan Skousen (2009:667), ada beberapa macam metode

penilaian persediaan yang umum digunakan yaitu: identifikasi khusus

(average), masuk pertama keluar pertama (FIFO) dan masuk terakhir keluar

pertama (LIFO).

a. Identifikasi Khusus

Pada metode ini, biaya dapat dialokasikan ke barang yang terjual selama

periode berjalan dan ke barang yang ada di tangan pada akhir periode

berdasarkan biaya aktual dari unit tersebut. Metode ini diperlukan untuk

mengidentifikasi biaya historis dari unit persediaan. Identifikasi khusus, arus

biaya yang dicatat disesuaikan dengan arus fisik barang.

b.Metode Biaya Rata-rata (Average)

Metode ini membebankan biaya rata-rata yang sama ke setiap unit. Metode

ini didasarkan pada asumsi bahwa barang yang terjual seharusnya

(43)

unit yang dibeli pada tiap harga. Metode rata-rata mengutamakan yang

mudah terjangkau untuk dilayani, tidak peduli apakah barang tersebut masuk

pertama atau masuk terakhir.

c. Metode Masuk Pertama Keluar Pertama (FIFO)

Metode ini didasarkan pada asumsi bahwa unit yang terjual adalah unit yang

terlebih dahulu masuk. FIFO dapat dianggap sebagai sebuah pendekatan

yang logis dan realistis terhadap arus biaya ketika pengunaan metode

identifikasi khusus adalah tidak memungkinkan atau tidak praktis. FIFO

mengasumsikan bahwa arus biaya yang mendekati parallel dengan arus fisik

dari barang yang terjual. FIFO memberikan kesempatan kecil untuk

memanipulasi keuntungan karena pembebanan biaya ditentukan oleh urutan

terjadinya biaya. FIFO unit yang tersisa pada persediaan akhir adalah unit

yang paling akhir dibeli, sehingga biaya yang dilaporkan akan mendekati

atau sama dengan biaya penggantian diakhir periode.

d.Metode Masuk Terakhir Keluar Pertama (LIFO)

Metode ini didasarkan pada asumsi bahwa barang yang paling barulah yang

terjual. Metode LIFO sering dikritik secara teoritis tetapi metode ini adalah

metode yang paling baik dalam pengaitan biaya persediaan dengan

pendapatan. Apabila metode LIFO digunakan selama periode inflasi atau

harga naik, LIFO akan menghasilkan harga pokok yang lebih tinggi, jumlah

laba kotor yang lebih rendah dan nilai persediaan akhir yang lebih rendah.

LIFO cenderung memberikan pengaruh yang stabil terhadap margin laba

(44)

tinggi saat ini dalam perolehan barang-barang dengan harga jual yang

meningkat, dengan menggunakan LIFO persediaan dilaporkan dengan

menggunakan biaya pembelian awal. Jika LIFO digunakan dalam waktu

yang lama, maka perbedaaan antara nilai persediaan saat ini dengan biaya

LIFO akan semakin besar.

2.8 Model Persediaan Menurut Jenis Kebutuhan

Model persediaan ada 2 jenis kebutuhan yaitu kebutuhan yang tidak

tergantung (independent) dan kebutuhan yang tergantung (dependent).

(Nasution&Prasetyawan, 2008)

2.8.1 Kebutuhan Independent

Kebutuhan disebut tidak tergantung (independent) apabila kebutuhan

untuk suatu item tidak ada hubungannya dengan item yang lain. Metode

pengendalian persediaan yang digunakan adalah metode pengendalian

tradisional (Pemodelan EOQ). Metode ini menggunakan matematika dan

statistik sebagai alat bantu utama dalam memecahkan masalah kuantitatif

dalam sistem persediaan. Pada dasarnya, metode ini berusaha mencari

jawaban yang optimal dalam menentukan jumlah ukuran pemesanan

ekonomis (EOQ), titik pemesanan kembali (Reorder Point) dan jumlah

cadangan pengaman (safety stock) yang diperlukan.

2.8.2 Kebutuhan Dependent

Kebutuhan disebut tergantung (dependent) apabila ada hubungan

(45)

lebih tinggi. Menurut Gasperz (2004) pada dasarnya dependent demand

didefinisikan sebagai permintaan terhadap material, parts atau produk

yang terkait langsung dengan atau diturunkan dari struktut bill of material

(BOM) untuk produk akhir atau untuk item tertentu. Permintaan untuk

material, parts atau produk yang diturunkan dari struktur bill of material

harus dihitung dan tidak boleh diramalkan.

2.9 Pengendalian Persediaan

Pengendalian persediaan harus dilaksanakan seefektif mungkin dalam

suatu perusahaan untuk mencegah dan menghindari terjadinya kelebihan

maupun kekurangan persediaan. Menurut Harjanto (2008:237), “Sistem

Pengendalian Persediaan adalah serangkaian kebijakan pengendalian untuk

menentukan tingkat persediaan yang harus dijaga, kapan pemesanan untuk

menambah persediaan harus dilakukan dan berapa pesanan yang harus

diadakan”.

Teknik Pengendalian merupakan hal yang terpenting dalam mengelola

persediaan di gudang farmasi untuk menentukan obat mana yang harus

diprioritaskan, berapa jumlah titik pengaman (buffer stock) persediaan yang

harus ada serta kapan saatnya mulai mengadakan pemesanan kembali (reorder

point) (Sulastri, 2012).

2.9.1 Pengendalian Persediaan dengan Analisis ABC

Pada manajemen persediaan, klasifikasi atau analisis ABC

(46)

merupakan aplikasi persediaan yang menggunakan prinsip pareto: The

critical few and trivial many. Analisis ABC ini bertujuan untuk

memfokuskan kepada persediaan yang bernilai tinggi (critical) daripada

yang bernilai rendah (trivial). Klasifikasi ABC membagi persediaan dalam 3

kelompok berdasarkan volume rupiah tahunan. Volume rupiah tahunan

dihitung dari kebutuhan tahunan untuk setiap jenis persediaan dikalikan

dengan nilai per unitnya.

Assauri (2004) menyatakan bahwa dalam penentuan kebijaksanaan

pengawasan persediaan yang ketat dan agak longgar terhadap jenis-jenis

bahan yang ada dalam persediaan, maka dapat digunakan analisis ABC.

Metode ini menggambarkan pareto analisis yang menekankan bahwa

sebagian kecil dari jenis-jenis bahan yang terdapat dalam persediaan

mempunyai nilai penggunaan yang cukup besar yang mencakup lebih

daripada 60% dari seluruh bahan yang terdapat dalam persediaan.

Metode ini adalah suatu analisa yang digunakan untuk mengurutkan

jumlah pemakaian, kemudian mengelompokkan jenis barang dalam suatu

upaya mengetahui pergerakan bahan kemas yang meliputi jenis, banyak

jumlah serta pola kebutuhan yang berbeda-beda. Metode ini sangat berguna

untuk memfokuskan perhatian manajemen terhadap penentuan jenis barang

yang paling penting dan perlu diprioritaskan dalam persediaan, oleh karena

itu tidak realistis jika memantau barang yang tidak mahal dengan intensitas

(47)

diikuti kebijaksanaan dalam manajemen persediaan, antara lain (Heizer dan

Reider 2010):

1.Perencanaan kelompok A harus mendapat perhatian lebih besar daripada

item yang lain

2.Kelompok A harus dilakukan kontrol fisik yang lebih ketat dibandingkan

dengan kelompok B dan C, pencatatan harus lebih akurat serta frekuensi

pemeriksaan lebih sering

3.Pemasok juga harus lebih memperhatikan kelompok A agar tidak terjadi

keterlambatan pengiriman

4.Cycle counting merupakan verifikasi melalui internal audit terhadap

record yang ada, dilaksanakan lebih sering untuk kelompok A yaitu 1

bulan sekali, untuk kelompok B setiap 4 bulan sekali dan untuk kelompok

C setiap 6 bulan sekali.

Menurut Dirjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan (2010) klasifikasi

persediaan berdasarkan pemakaian dan investasi dibagi atas 3 bagian, yaitu:

1.Persediaan dengan tingkat pemakaian dan investasinya tinggi dengan

persen (%) kumulatifnya 0-70% yang disebut fast moving dengan bobot=

3, yaitu kategori kelompok A.

2.Persediaan dengan tingkat pemakaian dan investasinya sedang dengan

persen (%) kumulatifnya 71–90% yang disebut moderate dengan bobot=

(48)

3.Persediaan dengan tingkat pemakaian dan investasinya yang rendah

dengan persen (%) kumulatifnya 91-100% yang disebut slow moving

dengan bobot= 1, yaitu kategori kelompok C.

Perbekalan farmasi kategori A menyerap anggaran 70%, kelompok B

menyerap anggaran 20% dan kategori C menyerap anggaran 10%. Item-item

inventory dikelompokkan ke dalam kelas A, B dan C selanjutnya pihak

manajemen persediaan perlu memfokuskan perhatian pada item-item kelas

A dengan merumuskan kebijaksanaan perencanaan dan pengendalian

item-item kelas A. Pihak manajemen persediaan juga dapat memanfaatkan

klasifikasi ABC untuk merumuskan sistem manajemen inventory item,

seperti ditunjukkan dalam tabel (Granzperz, 2006).

Tabel 2.1 Kebijaksanaan Manajemen Inventory Berdasarkan Klasifikasi ABC

Deskripsi Item Kelas A Item Kelas B Item Kelas C Fokus perhatian

manajemen

Utama Normal Cukup

Pengendalian Ketat Normal Longgar

Stok Pengaman Sedikit Normal Cukup

Akurasi Peramalan

Kebutuhan

Tinggi Normal Cukup

(49)

2.9.2 Pengendalian Persediaan dengan Metode Economic Order Quantity (EOQ)

Menentukan pesanan persediaan adalah dengan menentukan berapa

banyak jumlah persediaan yang dibutuhkan perusahaan dalam menjalankan

kegiatannya. Metode EOQ (Economic Order Quantity) digunakan agar

dapat menentukan kuantitas persediaan yang ekonomis. Menurut Carter

(2009:314), Kuantitas pemesanan ekonomis (Economic Order Quantity)

adalah jumlah persediaan yang dipesan pada suatu waktu yang

meminimalkan biaya persediaan tahunan. Dua macam biaya yang

dipertimbangkan dalam model EOQ adalah biaya penyimpanan dan biaya

pemesanan (Mardiyanto, 2009).

Menurut Heizer dan Render (2010), model EOQ adalah salah satu teknik

kontrol persediaan tertua dan paling dikenal atau teknik yang relatif paling

mudah digunakan, tetapi berdasarkan asumsi sebagai berikut:

1.Jumlah permintaan diketahui, konstan dan independen

2.Penerimaan persediaan bersifat instan dan selesai seluruhnya, artinya

persediaan dari sebuah pesanan datang dalam satu kelompok pada suatu

waktu

3.Tidak tersedia diskon kuantitas

4.Biaya variabel hanya biaya untuk pemesanan dan biaya penyimpanan

persediaan dalam waktu tertentu

5.Kehabisan persediaan dapat sepenuhnya dihindari jika pemesanan

(50)

Model persediaan pada umumnya meminimalkan biaya total, dengan

asumsi yang diberikan diatas paling signifikan adalah biaya pemesanan dan

biaya penyimpanan. Jadi, meminimalkan biaya pemesanan dan biaya

penyimpanan, juga akan meminimalkan biaya total. Seiring dengan

meningkatnya kuantitas yang dipesan, jumlah pemesanan pertahunnya akan

menurun dan biaya penyimpanan akan meningkat karena jumlah persediaan

yang harus diurus lebih banyak dari waktu ke waktu.

Perhitungan EOQ menurut Heizer, Render (2010:94) yaitu:

EOQ = √2DS H Keterangan:

EOQ = Jumlah optimum unit per pesanan

D = Permintaan tahunan dalam unit

S = Biaya pemesanan untuk setiap pesanan

H = Biaya penyimpanan per unit per tahun

2.9.3 Pengendalian Persediaan dengan Persediaan Pengaman (Safety Stock) Pemesanan suatu barang sampai barang tersebut datang, pasti diperlukan

jangka waktu yang bervariasi dari beberapa jam sampai beberapa bulan.

Perbedaan waktu antara saat memesan sampai saat barang datang disebut

dengan istilah waktu tenggang (lead time). Waktu tenggang sendiri sangat

dipengaruhi oleh ketersediaan dari barang itu sendiri dan jarak lokasi antara

pembeli dan pemasok berada, sehingga safety stock sangat diperlukan dalam

(51)

Pentingnya menghitung safety stock karena seringnya terjadi pesanan

baru datang setelah waktu tunggu terlampaui (misalnya terlambat dalam

perjalanan karena banjir, putusnya jembatan atau bencana lainnya) dan

sering terjadinya peningkatan produksi, keadaan ini akan berakibat

terjadinya stock out yang selanjutnya akan mengganggunya proses produksi.

Karena besarnya investasi untuk persediaan safety stock terutama untuk

obat-obatan yang mahal (prioritas A) maka safety stock lebih diprioritaskan

ke bahan kemas yang lead time panjang dan langka.

Besarnya persediaan pengaman (safety stock) dapat dihitung sebagai

berikut:

Z =

SSσ

atau SS=

Keterangan:

Z = Safety Factor

SS = Persediaan pengaman

σ = Standar deviasi permintaan selama waktu tenggang

2.9.4 Pengendalian Persediaan dengan Titik Pemesanan Kembali (Reorder

Point)

Menurut Heizer, Render (2010:98), Tingkat pemesanan kembali

(Reorder Point/ROP) adalah suatu titik atau batas dari jumlah persediaan

yang ada pada suatu saat dimana pemesanan harus diadakan kembali.

Cara menghitung titik pemesanan kembali (reorder point) adalah

sebagai berikut:

(52)

Keterangan:

ROP = Titik pemesanan kembali

LT = Waktu tenggang

AU = Pemakaian rata-rata dalam satuan waktu tertentu

SS = Persediaan pengaman

2.9.5 Metode Period Order Quantity (POQ)

Metode period order quantity digunakan karena merupakan salah satu

metode dalam pengendalian persediaan barang yang bertujuan untuk

menghemat total biaya persediaan (total inventory cost) dengan menekankan

pada efektifitas frekuensi pemesanan barang agar lebih terpola. Metode

POQ merupakan salah satu pengembangan dari metode EOQ, yaitu dengan

mentransformasi kuantitas pemesanan menjadi frekuensi pemesanan yang

optimal (Divianto, 2011). POQ menggunakan logika dengan

mengkonversikan EOQ berdasarkan jumlah periode. Kuantitas

masing-masing pesanan diproyeksikan pada kebutuhan yang diperlukan.

Rumus metode POQ secara umum adalah sebagai berikut:

POQ = 1

Ɖ

�2.p.Ɖ s

Keterangan:

POQ = Frekuensi pemesanan barang

P = Biaya pemesanan barang untuk setiap kali pesan

Ɖ = Permintaan/pemakaian rata-rata barang perputaran produksi S = Biaya simpan barang

(53)

2.9.6 Metode Lot For Lot

Metode Lot For Lot atau teknik penetapan ukuran lot dilakukan atas dasar pesanan diskrit, selain itu metode persediaan minimal berdasarkan pada ide

menyediakan persediaan (memproduksi) sesuai dengan yang diperlukan

saja, jumlah persediaan diusahakan seminimal mungkin. Jika pesanan dapat

dilakukan dalam jumlah yang sesungguhnya diperlukan (lot for lot)

menghasilkan tidak adanya persediaan. Metode ini mengandung resiko yang

tinggi, apabila terjadi keterlambatan dalam pengiriman barang

mengakibatkan terhentinya produksi jika persediaan itu berupa bahan kemas

atau tidak terpenuhinya permintaan pelanggan apabila persediaan itu berupa

barang jadi. Namun, bagi perusahaan tertentu seperti yang menjual

barang-barang yang tidak tahan lama (perishable products) metode ini merupakan

pilihan yang terbaik. Rumus dari total inventory metode lot for lot adalah

jumlah pemesanan dikalikan dengan harga pemesanan.

2.10 Sistem Pergudangan

Gudang atau storage merupakan tempat untuk menyimpan barang baik

bahan baku ataupun bahan kemas yang akan menjalani proses manufacturing

maupun barang jadi yang siap dipasarkan atau didistribusikan. Pergudangan

juga merupakan proses penanganan barang mulai dari penerimaan barang,

pencatatan, penyimpanan, pemilihan, pelabelan sampai dengan proses

pengiriman barang. Manajemen pergudangan akan dapat memperpendek jarak

(54)

pengambilan item dan pengiriman ke pelanggan. Tujuan dari sistem

pergudangan adalah untuk mengurus dan menyimpan barang-barang yang siap

untuk disitribusikan dan disalurkan. Perancangan gudang yang baik dapat

meminimalkan biaya pengadaan dan pengoperasian sebuah gudang serta

tercapai kelancaran pada proses pendistribusian barang dari gudang ke

konsumen. Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kepuasan konsumen

adalah harga produk yang murah, mutu produk yang tinggi dan waktu

pengiriman yang tepat. Salah satu cara yang dapat dilakukan agar faktor

tersebut dapat terpenuhi adalah melakukan perbaikan tata letak, ciri letak yang

baik adalah memiliki jarak pemindahan bahan yang minimum. Jarak

pemindahan bahan minimum akan memperkecil waktu penyelesaian produk

dan mengurangi biaya pemindahan bahan yang pada akhirnya akan

mengurangi biaya produksi.

2.10.1 Manfaat Gudang

Manfaat dari gudang adalah untuk:

1.Terjaganya kualitas dan kuantitas perbekalan kesehatan

2.Tertatanya perbekalan kesehatan

3.Peningkatan pelayanan pendistribusian

4.Tersedianya data dan informasi yang lebih akurat, aktual dan dapat

dipertanggungjawabkan

(55)

2.10.2 Syarat-syarat Gudang

Menurut (Priyambodo, 2007) Gudang harus memenuhi persyaratan-persyaratan yang telah ditentukan dalam Cara Pembuatan Obat yang Baik

(CPOB), diantaranya:

1.Gudang harus mempunyai prosedur tetap (Protap) yang mengatur tata

cara kerja bagian gudang termasuk didalamnya mencakup tentang cara

penerimaan barang, penyimpanan dan distribusi barang atau produk

2.Gudang harus cukup luas, terang dan dapat menyimpan bahan dalam

keadaan kering, bersuhu sesuai dengan persyaratan, bersih dan teratur

3.Gudang harus mempunyai tempat khusus untuk menyimpan bahan yang

mudah terbakar atau mudah meledak

4.Tersedia tempat khusus untuk produk atau bahan dalam status

“karantina” dan “ditolak”

5.Tersedia tempat khusus untuk melakukan sampling dengan kualitas

ruangan seperti ruang produksi

6.Pengeluaran bahan harus menggunakan prinsip FIFO atau FEFO

2.10.3 Bangunan

Area penyimpanan harus dirancang untuk memastikan kondisi

penyimpanan yang baik sebagai berikut:

1.Kebersihan dan hygiene

2.Kelembaban (kelembaban relatif tidak lebih dari 60%)

(56)

4.Bahan dan material yang disimpan tidak boleh bersentuhan langsung

dengan lantai

5.Jarak antar bahan mempermudah pembersihan dan inspeksi

2.10.4 Spesifikasi Gudang

Gudang di Industri Farmasi diklasifikasikan sebagai berikut:

1.Berdasarkan suhu penyimpanan yaitu:

a. Gudang suhu kamar (≤30ᵒC) b.Gudang ber-AC (≤25ᵒC) c. Gudang dingin (2-8ᵒC) d.Gudang beku (≤0ᵒC) 2.Berdasarkan jenis

a. Gudang bahan baku, gudang bahan padat dan bahan cair

b.Gudang bahan pengemas

c. Gudang bahan peracun

d.Gudang bahan mudah meledak (Gudang api)

e. Gudang bahan yang ditolak

f. Gudang karantina obat jadi

g.Gudang obat jadi

2.10.5 Kapasitas Gudang

Kapasitas gudang sangat mempengaruhi berfungsi atau tidaknya suatu

gudang, dalam menentukan kapasitas gudang keadaan harus

dipertimbangkan adalah keadaan maksimum. Gudang mencapai keadaan

(57)

keterlambatan pemakaian bahan, sedangkan pesanan datang lebih cepat.

Data yang harus diketahui untuk menghitung besarnya kapasitas gudang

yaitu:

1.Jumlah pesanan (order quantity) dalam suatu periode tertentu yang

dilakukan

2.Besarnya persediaan bahan kemas yang ditentukan

3.Variasi lead time

4.Fluktuasi pemakaian

2.10.6 Administrasi Gudang

Administrasi gudang diperlukan untuk mempermudah pengawasan dan

pengendalian perbekalan farmasi yang meliputi:

1.Buku induk

2.Kartu stock

3.Buku harian penerimaan barang

4.Buku harian pengeluaran barang

5.Surat bukti barang masuk (SBBM)

6.Surat bukti barang keluar (SBBK)

2.10.7 Pengelolaan Stock

Aktivitas pengelolaan stock meliputi: 1.Pengecekan pada saat penerimaan produk

Saat penerimaan barang dilakukan pengecekan antara lain kemasannya

tidak rusak, jumlah yang diantar, label produk, nama dan alamat

(58)

2.Pengawasan stock

Sistem pergudangan harus dibuat sistematis, misalnya ruang untuk

pergerakan barang atau petugas gudang agar bergerak, kemudian proses

pengecekan barang dan juga penggunaan kartu stock untuk mengawasi

pergerakan barang. Penggunaan label diperlukan untuk mengetahuo

kondisi produk baik, rusak atau masih dalam pengecekan dan secara

rutin dilakukan perhitungan stock

3.Pengeluaran produk

Pengeluaran produk mengikuti mekanisme FEFO (First Expired First

Out) artinya produk yang memiliki masa kadaluwarsa yang lebih dekat

harus diprioritaskan untuk dikeluarkan terlebih dahulu

4.Pemusnahan produk

Pemusnahan produk diatur dalam prosedur tertulis. Setiap pabrikan

produk dari pemerintah mengeluarkan aturan mengenai tata cara

pemusnahan untuk menghindari penyalahgunaan ataupun dampak yang

diakibatkan dari pemusnahan produk

2.11 Manajemen Tata Letak Gudang

Manajemen pergudangan dirancang bertujuan untuk mengontrol

kegiatan pergudangan yang diharapkan dapat mengurangi biaya-biaya yang

ada didalam gudang, pengambilan dan pemasukan barang ke gudang yang

efektif dan efisien serta kemudahan dan keakuratan informasi stock barang

(59)

disebut dengan warehouse management system (WMS). Sistem

pergudangan harus sederhana dan mudah dimengerti dengan tujuan:

1. Menurunkan waktu yang dibutuhkan untuk melakukan customer service

2. Menurunkan inventory hingga tingkat rendah

3. Meningkatkan produktivitas dari perusahaan

2.11.1 Pengertian Tata Letak

Menurut Jay Heizer dan Barry Render (2006, 450) mengatakan bahwa tata letak merupakan satu keputusan penting yang menentukan efisiensi

sebuah operasi dalam jangka panjang. Tata letak memiliki banyak dampak

strategis karena tata letak menentukan daya saing perusahaan dalam

kapasitas, proses, fleksibilitas dan biaya serta kualitas lingkungan kerja,

kontak pelanggan dan citra perusahaan. Tata letak yang efektif dapat

membantu organisasi mencapai sebuah strategi yang menunjang

diferensiasi, biaya rendah ataupun respon cepat. Tujuan strategi tata letak

adalah untuk membangun tata letak ekonomis yang memenuhi kebutuhan

persaingan perusahaan. Desain tata letak harus mempertimbangkan

bagaimana dapat mencapai:

1.Utilitas ruang, peralatan dan orang yang lebih tinggi

2.Aliran informasi, barang atau orang yang lebih baik

3.Moral karyawan yang lebih baik, juga kondisi lingkungan kerja yang

lebih aman

Gambar

Gambar 2.1 Penyimpanan Barang berdasarkan Popularitas Barang yang disimpan
Tabel 2.1 Kebijaksanaan Manajemen Inventory berdasarkan klasifikasi ABC ... 30  Tabel 4.1 Analisis ABC Berdasarkan Nilai Investasi Bahan Kemas Tahun
Grafik 1.1 Jumlah Total Pemakaian Bahan Kemas Fast Moving Tahun 2013-2014
Grafik 1.1 Jumlah Total Pemakaian Bahan Kemas Fast Moving  Tahun 2013-2014 0100000002000000030000000400000005000000060000000 Total PemakaianTotal Stock
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dengan demikian hipotesis dalam penelitian ini tidak dapat didukung, atau tidak terdapat perbedaan kualitas laba secara signifikan antara periode sebelum dan sesudah adopsi

Selain itu juga bertujuan untuk mengetahui apakah prestasi belajar menggunakan media CD pembelajaran kuis interaktif lebih meningkat dibandingkan dengan prestasi peserta didik

selaku pembimbing yang selalu memberikan dukungan, semangat, doa serta telah meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, saran dan masukan dalam proses penyusunan

APLIKASI ASSEMBLY SEQUENCE DENGAN MELIBATKAN PROSES DISASSEMBLY DAN CLEANING PADA PEKERJAAN PERAWATAN (Studi Kasus Produk Spray Gun Merk Meiji Tipe

Dari penelitian Sutarti (2007) yang berjudul Analisis Saham-Saham Jakarta Islamic Index dengan Membentuk Portofolio Optimal dengan Menggunakan Single Index Model Studi

Senyawa 4-dimetilamino-4-hidroksi kalkon mempunyai aktivitas antibakteri yang dibuktikan dengan adanya zona bening pada pengujian terhadap bakteri gram negatif yaitu Escherichia

Koefisien Determinasi (R 2 ) diperoleh nilai sebesar 0,041 yang artinya kontribusi variabel perilaku, fasilitas, dan motivasi terhadap hasil belajar matematika sebesar

Seluruh Staf Karyawan Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta yang telah membantu sehingga penyusunan Skripsi ini dapat