BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.9 Pengendalian Persediaan
Pengendalian persediaan harus dilaksanakan seefektif mungkin dalam
suatu perusahaan untuk mencegah dan menghindari terjadinya kelebihan
maupun kekurangan persediaan. Menurut Harjanto (2008:237), “Sistem
Pengendalian Persediaan adalah serangkaian kebijakan pengendalian untuk
menentukan tingkat persediaan yang harus dijaga, kapan pemesanan untuk
menambah persediaan harus dilakukan dan berapa pesanan yang harus
diadakan”.
Teknik Pengendalian merupakan hal yang terpenting dalam mengelola
persediaan di gudang farmasi untuk menentukan obat mana yang harus
diprioritaskan, berapa jumlah titik pengaman (buffer stock) persediaan yang
harus ada serta kapan saatnya mulai mengadakan pemesanan kembali (reorder
point) (Sulastri, 2012).
2.9.1 Pengendalian Persediaan dengan Analisis ABC
Pada manajemen persediaan, klasifikasi atau analisis ABC
merupakan aplikasi persediaan yang menggunakan prinsip pareto: The
critical few and trivial many. Analisis ABC ini bertujuan untuk
memfokuskan kepada persediaan yang bernilai tinggi (critical) daripada
yang bernilai rendah (trivial). Klasifikasi ABC membagi persediaan dalam 3
kelompok berdasarkan volume rupiah tahunan. Volume rupiah tahunan
dihitung dari kebutuhan tahunan untuk setiap jenis persediaan dikalikan
dengan nilai per unitnya.
Assauri (2004) menyatakan bahwa dalam penentuan kebijaksanaan
pengawasan persediaan yang ketat dan agak longgar terhadap jenis-jenis
bahan yang ada dalam persediaan, maka dapat digunakan analisis ABC.
Metode ini menggambarkan pareto analisis yang menekankan bahwa
sebagian kecil dari jenis-jenis bahan yang terdapat dalam persediaan
mempunyai nilai penggunaan yang cukup besar yang mencakup lebih
daripada 60% dari seluruh bahan yang terdapat dalam persediaan.
Metode ini adalah suatu analisa yang digunakan untuk mengurutkan
jumlah pemakaian, kemudian mengelompokkan jenis barang dalam suatu
upaya mengetahui pergerakan bahan kemas yang meliputi jenis, banyak
jumlah serta pola kebutuhan yang berbeda-beda. Metode ini sangat berguna
untuk memfokuskan perhatian manajemen terhadap penentuan jenis barang
yang paling penting dan perlu diprioritaskan dalam persediaan, oleh karena
itu tidak realistis jika memantau barang yang tidak mahal dengan intensitas
diikuti kebijaksanaan dalam manajemen persediaan, antara lain (Heizer dan
Reider 2010):
1.Perencanaan kelompok A harus mendapat perhatian lebih besar daripada
item yang lain
2.Kelompok A harus dilakukan kontrol fisik yang lebih ketat dibandingkan
dengan kelompok B dan C, pencatatan harus lebih akurat serta frekuensi
pemeriksaan lebih sering
3.Pemasok juga harus lebih memperhatikan kelompok A agar tidak terjadi
keterlambatan pengiriman
4.Cycle counting merupakan verifikasi melalui internal audit terhadap
record yang ada, dilaksanakan lebih sering untuk kelompok A yaitu 1
bulan sekali, untuk kelompok B setiap 4 bulan sekali dan untuk kelompok
C setiap 6 bulan sekali.
Menurut Dirjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan (2010) klasifikasi
persediaan berdasarkan pemakaian dan investasi dibagi atas 3 bagian, yaitu:
1.Persediaan dengan tingkat pemakaian dan investasinya tinggi dengan
persen (%) kumulatifnya 0-70% yang disebut fast moving dengan bobot=
3, yaitu kategori kelompok A.
2.Persediaan dengan tingkat pemakaian dan investasinya sedang dengan
persen (%) kumulatifnya 71–90% yang disebut moderate dengan bobot=
3.Persediaan dengan tingkat pemakaian dan investasinya yang rendah
dengan persen (%) kumulatifnya 91-100% yang disebut slow moving
dengan bobot= 1, yaitu kategori kelompok C.
Perbekalan farmasi kategori A menyerap anggaran 70%, kelompok B
menyerap anggaran 20% dan kategori C menyerap anggaran 10%. Item-item
inventory dikelompokkan ke dalam kelas A, B dan C selanjutnya pihak
manajemen persediaan perlu memfokuskan perhatian pada item-item kelas
A dengan merumuskan kebijaksanaan perencanaan dan pengendalian
item-item kelas A. Pihak manajemen persediaan juga dapat memanfaatkan
klasifikasi ABC untuk merumuskan sistem manajemen inventory item,
seperti ditunjukkan dalam tabel (Granzperz, 2006).
Tabel 2.1 Kebijaksanaan Manajemen Inventory Berdasarkan Klasifikasi ABC
Deskripsi Item Kelas A Item Kelas B Item Kelas C Fokus perhatian
manajemen
Utama Normal Cukup
Pengendalian Ketat Normal Longgar
Stok Pengaman Sedikit Normal Cukup
Akurasi Peramalan
Kebutuhan
Tinggi Normal Cukup
2.9.2 Pengendalian Persediaan dengan Metode Economic Order Quantity (EOQ)
Menentukan pesanan persediaan adalah dengan menentukan berapa
banyak jumlah persediaan yang dibutuhkan perusahaan dalam menjalankan
kegiatannya. Metode EOQ (Economic Order Quantity) digunakan agar
dapat menentukan kuantitas persediaan yang ekonomis. Menurut Carter
(2009:314), Kuantitas pemesanan ekonomis (Economic Order Quantity)
adalah jumlah persediaan yang dipesan pada suatu waktu yang
meminimalkan biaya persediaan tahunan. Dua macam biaya yang
dipertimbangkan dalam model EOQ adalah biaya penyimpanan dan biaya
pemesanan (Mardiyanto, 2009).
Menurut Heizer dan Render (2010), model EOQ adalah salah satu teknik
kontrol persediaan tertua dan paling dikenal atau teknik yang relatif paling
mudah digunakan, tetapi berdasarkan asumsi sebagai berikut:
1.Jumlah permintaan diketahui, konstan dan independen
2.Penerimaan persediaan bersifat instan dan selesai seluruhnya, artinya
persediaan dari sebuah pesanan datang dalam satu kelompok pada suatu
waktu
3.Tidak tersedia diskon kuantitas
4.Biaya variabel hanya biaya untuk pemesanan dan biaya penyimpanan
persediaan dalam waktu tertentu
5.Kehabisan persediaan dapat sepenuhnya dihindari jika pemesanan
Model persediaan pada umumnya meminimalkan biaya total, dengan
asumsi yang diberikan diatas paling signifikan adalah biaya pemesanan dan
biaya penyimpanan. Jadi, meminimalkan biaya pemesanan dan biaya
penyimpanan, juga akan meminimalkan biaya total. Seiring dengan
meningkatnya kuantitas yang dipesan, jumlah pemesanan pertahunnya akan
menurun dan biaya penyimpanan akan meningkat karena jumlah persediaan
yang harus diurus lebih banyak dari waktu ke waktu.
Perhitungan EOQ menurut Heizer, Render (2010:94) yaitu:
EOQ = √2DS H Keterangan:
EOQ = Jumlah optimum unit per pesanan
D = Permintaan tahunan dalam unit
S = Biaya pemesanan untuk setiap pesanan
H = Biaya penyimpanan per unit per tahun
2.9.3 Pengendalian Persediaan dengan Persediaan Pengaman (Safety Stock) Pemesanan suatu barang sampai barang tersebut datang, pasti diperlukan
jangka waktu yang bervariasi dari beberapa jam sampai beberapa bulan.
Perbedaan waktu antara saat memesan sampai saat barang datang disebut
dengan istilah waktu tenggang (lead time). Waktu tenggang sendiri sangat
dipengaruhi oleh ketersediaan dari barang itu sendiri dan jarak lokasi antara
pembeli dan pemasok berada, sehingga safety stock sangat diperlukan dalam
Pentingnya menghitung safety stock karena seringnya terjadi pesanan
baru datang setelah waktu tunggu terlampaui (misalnya terlambat dalam
perjalanan karena banjir, putusnya jembatan atau bencana lainnya) dan
sering terjadinya peningkatan produksi, keadaan ini akan berakibat
terjadinya stock out yang selanjutnya akan mengganggunya proses produksi.
Karena besarnya investasi untuk persediaan safety stock terutama untuk
obat-obatan yang mahal (prioritas A) maka safety stock lebih diprioritaskan
ke bahan kemas yang lead time panjang dan langka.
Besarnya persediaan pengaman (safety stock) dapat dihitung sebagai
berikut:
Z =
SS σatau SS= Zσ
Keterangan: Z = Safety Factor SS = Persediaan pengamanσ = Standar deviasi permintaan selama waktu tenggang
2.9.4 Pengendalian Persediaan dengan Titik Pemesanan Kembali (Reorder
Point)
Menurut Heizer, Render (2010:98), Tingkat pemesanan kembali
(Reorder Point/ROP) adalah suatu titik atau batas dari jumlah persediaan
yang ada pada suatu saat dimana pemesanan harus diadakan kembali.
Cara menghitung titik pemesanan kembali (reorder point) adalah
sebagai berikut:
Keterangan:
ROP = Titik pemesanan kembali
LT = Waktu tenggang
AU = Pemakaian rata-rata dalam satuan waktu tertentu
SS = Persediaan pengaman
2.9.5 Metode Period Order Quantity (POQ)
Metode period order quantity digunakan karena merupakan salah satu
metode dalam pengendalian persediaan barang yang bertujuan untuk
menghemat total biaya persediaan (total inventory cost) dengan menekankan
pada efektifitas frekuensi pemesanan barang agar lebih terpola. Metode
POQ merupakan salah satu pengembangan dari metode EOQ, yaitu dengan
mentransformasi kuantitas pemesanan menjadi frekuensi pemesanan yang
optimal (Divianto, 2011). POQ menggunakan logika dengan
mengkonversikan EOQ berdasarkan jumlah periode. Kuantitas
masing-masing pesanan diproyeksikan pada kebutuhan yang diperlukan.
Rumus metode POQ secara umum adalah sebagai berikut:
POQ = 1 Ɖ
�2.p.Ɖ s
Keterangan:
POQ = Frekuensi pemesanan barang
P = Biaya pemesanan barang untuk setiap kali pesan
Ɖ = Permintaan/pemakaian rata-rata barang perputaran produksi S = Biaya simpan barang
2.9.6 Metode Lot For Lot
Metode Lot For Lot atau teknik penetapan ukuran lot dilakukan atas dasar pesanan diskrit, selain itu metode persediaan minimal berdasarkan pada ide
menyediakan persediaan (memproduksi) sesuai dengan yang diperlukan
saja, jumlah persediaan diusahakan seminimal mungkin. Jika pesanan dapat
dilakukan dalam jumlah yang sesungguhnya diperlukan (lot for lot)
menghasilkan tidak adanya persediaan. Metode ini mengandung resiko yang
tinggi, apabila terjadi keterlambatan dalam pengiriman barang
mengakibatkan terhentinya produksi jika persediaan itu berupa bahan kemas
atau tidak terpenuhinya permintaan pelanggan apabila persediaan itu berupa
barang jadi. Namun, bagi perusahaan tertentu seperti yang menjual
barang-barang yang tidak tahan lama (perishable products) metode ini merupakan
pilihan yang terbaik. Rumus dari total inventory metode lot for lot adalah
jumlah pemesanan dikalikan dengan harga pemesanan.