ANALISIS PENGARUH GRADE JALAN DAN JARAK ANGKUT DARI PIT 2 KE DISPOSAL TERHADAP BIAYA OPERASIONAL DI PT. BARATAMA REZEKI ANUGERAH SENTOSA UTAMA KABUPATEN MUARA BUNGO PROVINSI JAMBI
Maya Dwi Junika*, Marliantoni**, Irfan Satria Permana, **
Program Studi Teknik Pertambangan, Fakultas Teknik, Universitas Muara Bungo Jl. Pendidikan, Sungai Binjai, Bungo, Jambi, Indonesia
ABSTRAK
PT. Baratama Rezeki Anugerah Sentosa Utama berada di Dusun Rantau Pandan, Kecamatan Rantau Pandan, Kabupaten Bungo, Propinsi Jambi. Kegiatan penambangan yang diterapkan adalah sistem tambang terbuka dengan metode Strip mine dan pada akhir penambangannya akan dilakukan sistem back filling terhadap lahan bekas tambang. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis hubungan grade jalan dan jarak angkut terhadap biaya operasional 1 fleet penambangan, serta menganalisis hubungan regresi antara biaya grade jalan dan jarak angkut terhadap biaya operasional. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kuantitatif yaitu dengan mengumpulkan data primer dan data sekunder, melakukan pengolahan data primer dan data sekunder, analisis data menggunakan statistik linier berganda, dan menarik kesimpulan. Penelitian dilakukan pada 1 fleet penambangan yang terdiri dari alat gali muat Doosan LV 500 dan alat angkut Mitsubishi Fuso 220 PS. dimana jarak pengangkutan overburden dimulai dari jarak 384–502m. Biaya operasional 1 fleet penambangan menggunakan alat angkut Mitsubishi Fuso 220 PS, yaitu pada jarak 384 m dengan grade 4,3 % diperoleh biaya operasional sebesar Rp 2.748.627 dengan jumlah alat angkut 3 unit, pada jarak 406 m dengan grade 4,5 % diperoleh biaya sebesar Rp 2.825.559 dengan jumlah 3 unit alat angkut, pada jarak angkut 426 m dengan grade 4,7% diperoleh biaya operasional sebesar Rp 2.967.101 dengan jumlah 3 unit alat angkut, pada jarak angkut 450 m dengan grade 4,3 % diperoleh biaya operasional sebesar Rp 3.344.907 dengan jumlah 3 unit alat angkut, pada jarak 502 m dengan grade 4,08 % diperoleh biaya operasional sebesar Rp 3.429.002 dengan jumlah 3 unit alat angkut. Dari hasil analisis regresi linear berganda pada grade jalan dan jarak angkut terhadap biaya operasional didapat persamaan regresi Y = 3.077,38 X1 + 443.330,61X2 – 191.068,8305. Berdasarkan hasil perhitungan uji korelasi ganda menyatakan bahwa jarak angkut dan grade jalan hanya berpengaruh 19,3% terhadap biaya operasional, sisanya 80,7% dipengaruhi oleh variabel lain di antaranya, gaji operator, fuel consumption, oli, grease, dan ban. Hasil perhitungan uji Fhitung didapatkan nilai sebesar 0,84 dan Ftabel adalah 4,74 sehingga Fhitung
< Ftabel. Oleh karena itu, Ha ditolak, dengan demikian terbukti bahwa jarak angkut dan grade jalan
tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap biaya operasional. Sedangkan, hasil perhitungan uji t menyatakan bahwa tidak ada pengaruh antara jarak angkut terhadap biaya operasional, dan grade jalan terhadap biaya operasional ( thitung ≤ ttabel).
Kata Kunci: Biaya Operasional, Grade Jalan, Jarak Angkut
Mine Magazine (MineMagz)
Volume 1 Nomor 1, Februari 2020 http://ojs.umb-bungo.ac.id/
PENDAHULUAN
Kegiatan penambangan menggunakan alat-alat berat tidak terlepas dari penggunaan bahan bakar solar yang akan mempengaruhi terhadap biaya operasional penambangan. Peningkatan konsumsi bahan bakar solar lebih dipengaruhi oleh kemiringan jalan (grade) dan jarak angkut yang dilewati oleh alat angkut. Selain berpengaruh terhadap waktu tempuh dan kecepatan truk, grade jalan juga mempengaruhi power atau tenaga pada truk. Dengan adanya kemiringan (grade) jalan, truk dapat mengeluarkan tenaga lebih dari sebelumnya dikarenakan adanya tahanan kemiringan yang harus diatasi. kemiringan jalan yang tinggi dapat menyebabkan penggunaan bahan bakar yang besar, dan dapat meningkatkan biaya operasional. Dalam proses pengupasan tanah penutup (overburden) PT. BRASU menggunakan alat gali mekanis excavator sebagai alat gali muat, dan dumptruck sebagai alat angkut. Untuk menunjang alat kegiatan peralatan mekanis membutuhkan bahan bakar untuk kegiatan operasionalnya. Alat mekanis yang digunakan untuk kegiatan pengupasan tanah penutup (overburden), yaitu menggunakan excavator Doosan LV 500 sebagai alat gali muat, dan
dumptruck Mitsubishi PS 200 Turbo
Intercooler sebagai alat angkut dari tanah
penutup (overburden). Tujuan dari penelitian ini yaitu :
1. Menghitung biaya operasional 1(satu) fleet
penambangan di PT. BRASU.
2. Menganalisis pengaruh grade jalan dan jarak angkut terhadap biaya operasional 1(satu) fleet penambangan di PT. BRASU
DASAR TEORI
1. Kemiringan (Grade) Jalan
Grade adalah tanjakan dari jalan angkut,
kelandaian atau kecuramannya sangat mempengaruhi produksi alat angkut. Jalan angkut merupakan faktor penting yang harus di amati secara detail dalam kajian terhadap kondisi jalan angkut. Hal ini karena kemiringan jalan angkut berhubungan langsung dengan kemampuan alat angkut, baik dari pengereman maupun dalam mengatasai tanjakan yang harus diatasi oleh mesin alat angkut. Menurut Partanto (2006), kemiringan jalan maksimum yang dapat dilalui dengan baik oleh alat angkut truck
berkisar antara 10-15% atau sekitar 6- 8,50. Akan tetapi untuk jalan naik atau turun pada lereng bukit lebih aman bila kemiringan jalan maksimum sekitar 8% (4,50).
G
keterangan:
Grade = Kemiringan jalan (%)
= Beda tinggi antara dua titik yang diukur (m)
= Jarak datar antara dua titik yang diukur (m)
2. Klasifikasi Penggunaan Bahan Bakar
Dumptruck
Kegiatan pengangkutan overburden di PT. BRASU menggunakan alat angkut Mitsubishi Fuso 220 PS . Konsumsi bahan bakar pada saat alat angkut dalam kondisi
idle (menunggu) lebih kecil dari pada saat
kendaraan berjalan maka dari itu jika waktu muat (loading time) lama itu artinya kendaraan lebih sering dalam posisi idle saat pemuatan dari pada berjalan. Jika waktu muat cepat maka kendaraan lebih sering berjalan daripada
idle.
3. Waktu Edar (Cycle Time)
Waktu edar, yaitu waktu yang dibutuhkan peralatan pemindahan tanah mekanis untuk menyelesaikan lingkaran operasi kerja yang terdiri dari pemuatan (loading), pengangkutan (hauling), dan pembuangan (dumping), hingga kembali ke tempat pemuatan disebut waktu edar (cycle time). Menurut Nabella Merlin (2016), waktu edar alat angkut terdiri dari lima bagian, yaitu:
a. Waktu muat (loading time), yaitu waktu yang dibutuhkan alat muat untuk mengisi penuh bak alat angkut.
b. Waktu mengangkut muatan (hauling time), waktu yang dibutuhkan alat
angkut untuk mengangkat dari
loading point ke dumping point.
c. Waktu menumpahkan (dumping
time), yaitu waktu yang diperlukan
untuk mengosongkan muatan
d. Waktu kembali (returning time), waktu yang diperlukan alat angkut
untuk kembali dari dumping point ke
loading point.
e. Waktu mengarahkan (maneuver
time), waktu yang diperlukan untuk
mengarahkan posisi di area loading
point maupun dumping point.
4. Biaya Operasional
Biaya operasional didefinisikan sebagai
6. Uji Korelasi Ganda (Multiple Correlate) Uji korelasi ganda adalah suatu nilai yang memberikan kuatnya pengaruh atau hubungan dua variabel atau lebih secara bersama-sama dengan variabel lain. Menurut Riduwan (2003), nilai uji korelasi ganda dan determinan korelasi ganda dapat dirumuskan sebagai berikut :
segala macam biaya yang harus
dikeluarkan agar proyek penambangan
RX X Y= √1 2
dapat beroperasi/berjalan dengan normal. Besar kecilnya biaya penambangan akan tergantung pada perancangan teknis sistem penambangan, jenis dan jumlah alat yang digunakan. Biaya operasioanal (operational cost) dari tambang batubara sendiri akan sangat tergantung dari bahan bakar, oli, grease, ban dan gaji karyawan.
KP = . 100%
Selanjutnya untuk mengetahui signifikasi korelasi ganda X1 dan X2 terhadap Y
ditentukan dengan rumus Fhitung kemudian
dibandingkan dengan Ftabel sebagai
berikut: Klasifikasi Biaya operasional dapat di
lihat pada Gambar 3.1 berikut ini : Fhitung
Keterangan :
R = Nilai koefisien korelasi ganda m = Jumlah variabel bebas n = Jumlah sampel
F = Fhitung yang selanjutnya akan
dibandingkan dengan F
5. Perhitungan Statistik Regresi Linear Berganda
Regresi linear adalah metode statistika yang digunakan untuk membentuk model atau hubungan antara satu atau lebih variabel bebas X dengan sebuah variabel respon Y
Y = a + b1X1 + b2X2
Keterangan :
X1,2 = Variabel faktor penyebab
(independent)
Y = Variabel response atau variabel akibat (dependent)
A = Konstanta
b1,2 = Koefisien regresi; yang
menunjukkan angka peningkatan ataupun penurunan variabel dependent
berdasarkan pada variabel independent
tabel
KP = Determinan Korelasi Ganda Kaidah pengujian signifikansi : Jika Fhitung > Ftabel maka signifikan
Jika Fhitung < Ftabel maka tidak signifikan
Carilah nilai Ftabel menggunakan tabel
harga distribusi F dengan rumus : Taraf signifikansinya α = 0,01 atau α = 0,05
Ftabel = F(1-α){(db pembilang = m),(db penyebut = n-m-1)
METODOLOGI Pengambilan Data
Metode penelitian yang digunakan, yaitu metode kuantitatif dengan mengumpulkan data yang diperoleh langsung dari pengamatan dilapangan (data primer) dan data yang diperoleh dari literatur yang berhubungan dengan penelitian (data sekunder). Analisis data berdasarkan perhitungan yang dilakukan dan pengamatan dilapangan serta menarik kesimpulan.
1. Data primer teridiri atas : Grade jalan dan jarak angkut jalan per segment, Biaya konsumsi solar, Cycle time alat gali muat dan alat angkut, Kondisi jalan angkut 2. Data sekunder terdiri atas : Jam kerja,
Deskripsi perusahaan, Hambatan kerja, Operator’s Wage Fuel Fuel Oil Operating cost Tires Grease =
Kondisi geologi dan statigrafi, Spesifikasi alat, Data curah hujan, Jam kerja perusahaan, Harga bahan bakar, Gaji karyawan, Biaya engine oil, spareparts,
tires.
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian
1. Karakteristik Jalan Angkut
Kegiatan pengupasan tanah penutup (overburden) di PT. BRASU mempunyai lokasi pemuatan (loading point) dan lokasi pembuangan (dumping point). Setiap lokasi pemuatan di pit 2 memiliki karakteristik jarak tempuh yang berbeda- beda. Hal ini dapat mempengaruhi biaya dan konsumsi bahan bakar solar alat mekanis tersebut. Untuk setiap jenis alat angkut memiliki jenis material lempung pasiran dan perlu dilakukan perawataan rutin secara periodic.
2. Jalur Lokasi Pemuatan (LP) – Lokasi Pembuangan (DP)
Jalur loading point (LP) – dumping point (DP) memiliki jarak 502 m dengan kemiringan jalan maksimum 11,7%. 3. Kemiringan Jalan dan Jarak Angkut
Data kemiringan jalan yang digunakan adalah kemiringan jalan rata-rata dari lokasi pemuatan ke lokasi pembuangan. Data elevasi diperoleh dengan menggunakan garmin GPSMAP 60csx sedangkan jarak angkut atau jarak miring yang digunakan di peroleh dari pengukuran langsung menggunakan alat ukur meteran.
Grade Jalan Berdasarkan Pengamatan Dilapangan Segmen Jarak Miring (m) ab Elevasi (mdpl) Beda Tinggi (m)(∆H) bc=c-b Jarak Datar (m) (∆X)ac= − Grade (%) = From (b) To (c)
Perhitungan Grade Jalan Pada Jarak 450 m
A-B 129 104 110 6 128,86 4,6 B-C 97 110 114 4 96,91 4,1 C-D 75 114 155 1 74,99 1,3 D-E 94 115 126 11 93,35 11,7 E-F 55 126 126 0 55 0 Rata-Rata Grade 4,3
Perhitungan Grade Jalan Pada Jarak 502 m
A-B 181 104 110 6 180,95 3,3
B-C 97 110 114 4 96,91 4,1
C-D 75 114 155 1 74,99 1,3
D-E 94 115 126 11 93,35 11,7
E-F 55 126 126 0 55 0
Rata -Rata Grade 4,08
4. Perhitungan Biaya Operasional
Berdasarkan data yang di ambil dilapangan biaya operasional diperoleh dari gaji operator DT alat angkut, dimana gaji operator ada dua jenis yaitu :
a.
berapa jumlah ritase yang didapat
perhari dan gaji 1 bulan (di dapatkan dari data perusahaan).b. Biaya konsumsi bahan bakar solar c. Penggunaan engine oil, transmission
oil, hydraulic oil, grease dan filter. PEMBAHASAN
1. Jarak Angkut
Jarak angkut yang dilalui oleh dumptruck yang menghubungkan tempat pemuatan (loading pont) menuju tempat pembuangan (dumping point), memiliki jarak angkut dan grade jalan yang berbeda-beda. Segmen jalan kearah
dumping point (DP) merupakan jalan semi
permanen yang tidak mengalami perubahan setiap harinya, sedangkan segmen jalan pada sekitar loading point (LP) mengalami perubahan yang di pengaruhi oleh kemjuan pengupasan
overburden. Selain itu kondisi lapangan
lainnya ikut mempengaruhi, yaitu material jalan yang kurang bagus (lempung pasiran), dimana saat musim kemarau jalan berdebu sehingga menganggu jarak pandang dari operator dan pada saat musim hujan jalan mudah becek dan licin sehingga sulit dilalui oleh alat angkut. Sehingga konsumsi bahan bakar dan biaya operasional yang dihasilkan oleh alat angkut Mitsubishi Fuso 220 PS pun berbeda-beda. Segmen Jarak Miring (m) ab Elevasi (mdpl) Tinggi Beda (m)(∆H) bc=c-b Jarak Datar (m) (∆X)ac= − Grade (%) = From (b) To (c)
Perhitungan Grade Jalan Pada Jarak 384 m
A-B 63 108 110 2 62,92 3.1 B-C 97 110 115 5 96,87 5,1 C-D 75 115 116 1 74,99 1,3 D-E 94 116 126 10 93,46 10,6 E-F 55 126 127 1 54,99 1,8 Rata-Rata Grade 4,3
Perhitungan Grade Jalan Pada Jarak 406 m
A-B 85 107 110 3 84,94 3,5 B-C 97 110 114 4 96,91 4,1 C-D 75 114 116 2 74,97 2,6 D-E 94 116 126 10 93,46 10,6 E-F 55 126 127 1 54,99 1,8 Rata-Rata Grade 4,5
Perhitungan Grade Jalan Pada Jarak 426 m
A-B 105 105 110 5 104,88 4,7 B-C 97 110 114 4 96,91 4,1 C-D 75 114 115 1 74,99 1,3 D-E 94 115 126 11 93,36 11,7 E-F 55 126 127 1 54,99 1,8 Rata -Rata Grade 4,7
2. Kemiringan Jalan
Kemiringan jalur angkut maksimum yang masih dapat dilalui dengan baik oleh alat angkut adalah berkisar antara 10-18%. Dari hasil penelitian kemiringan jalan pada PT. BRASU pada segment D – E yaitu 11,7% sehingga dengan kemiringan sebesar itu masih bisa dilalui oleh alat angkut Mitsubishi Fuso 220 PS.
3. Pengaruh Jarak Angkut Terhadap Fuel
Consumption
Pada pengangkutan Tanah penutup di pit 2 PT. BRASU setiap alat angkut menempuh jalan dengan karakteristik yang berbeda, diantaranya adalah jarak tempuh yang berdeda-beda, hal ini akan mempengaruhi konsumsi bahan bakar alat angkut, Hubungan antara jarak angkut dan konsumsi bahan bakar alat angkut dapat di lihat pada Tabel dibawah ini :
Perubahan Jarak Angkut dan Fuel
Consumption Solar Total Seluruh Alat
Angkut Jarak (m) Jumlah Unit Fuel Truck (Liter/ Jam) Total (Liter/Jam) 384 3 13,5 40,5 406 3 14,2 42,2 426 3 14,4 43,2 450 3 14.5 43,5 502 3 14,6 43,8
Pada Tabel 5.3 diatas menunjukkan meningkatnya jarak angkut menyebabkan peningkatan pada konsumsi bahan bakar solar dari satu unit alat angkut. meningkatnya jarak angkut diiringi dengan peningkatan konsumsi bahan bakar total alat angkut pada satu fleet penambangan. Hal ini karena bertambahnya jarak angkut maka harus dilakukan penambahan alat angkut agar produksi tetap tercapai.
4. Perubahan Jarak Angkut Terhadap Biaya Operasional
Setiap perubahan pada jarak angkut menyebabkan kenaikan pada konsumsi bahan bakar total dan mempengaruhi biaya operasional. Hubungan antara jarak angkut dan biaya operasional dapat dilihat pada Tabel berikut :
Perubahan Jarak Angkut Terhadap Biaya Operasional Jarak (m) Grade (%) Jumlah Truck Biaya Operasional 1 fleet (Rp) 384 4,3 3 2.748.627 406 4,5 3 2.825.559 426 4,7 3 2.967.101 450 4,3 3 3.344.907 502 4,08 3 3.429.002
Pada table diatas dapat dilihat bahwa bertambahnya jarak angkut menyebabkan naiknya biaya operasional pada setiap
fleet penambangan, dikarenakan setiap
kenaikan jarak angkut menyebabkan alat angkut mengalami kenaikan konsumsi bahan bakar.
5. Pengaruh Kemiringan Terhadap Fuel Consumption
Kemiringan jalan yang berbeda-beda pada setiap jalur yang di lalui alat angkut mempengaruhi tahanan kemiringan yang harus di atasi oleh alat angkut yang menyebabkan semakin besar rimpull yang diperlukan untuk mengatasi tahanan kemiringan dari jalur angkut. Hubungan antara kemiringan (grade) jalan terhadap
fuel consumption dapat dilihat pada Tabel
dibawah ini :
Pengaruh Grade Jalan dan Fuel Consumption Jarak (m) Grade (%) Total Truck Fuel (Liter/Jam) Total Fuel (Liter/Jam) 502 4,08 3 13,7 41,1 384 4,3 3 14,3 42,9 450 4,3 3 14,4 43,2 406 4,5 3 14,5 43,5 426 4,7 3 14,8 44,4
Dari table diatas dapat dilihat perubahan kemiringan jalan mengakibatkan peningkatan konsumsi bahan bakar total seluruh alat angkut pada satu fleet penambangan, semakin besar kemiringan jalan mengakibatkan meningkatnya konsumsi bahan bakar pada satu unit alat angkut. Pada grade yang sama yaitu 4,3 % tetap mengalami kenaikan konsumsi bahan bakar, ini karena kondisi jarak angkut yang berbeda.
6. Pengaruh Grade Jalan Terhadap Biaya Operasional
Kemiringan jalan yang tinggi berpengaruh terhadap peningkatan konsumsi bahan bakar, karena setiap peningkatan grade jalan mengalami kenaikan konsumsi bahan bakar. Jika biaya konsumsi bahan bakar solar memiliki nilai yang tinggi maka mempengaruhi biaya operasional penambangan. Berikut ini merupakan data perubahan biaya konsumsi bahan bakar solar terhadap produksi overburden pada Tabel dibawah ini :
Perubahan Grade Jalan terhadap Biaya Operasional
7. Analisis Hubungan Regresi antara Grade Jalan Dan Jarak Angkut Terhadap Biaya Operasional
Salah satu cara untuk menganalisis hubungan jarak angkut dan kemiringan jalan terhadap kosnsumsi bahan bakar alat angkut secara statistik adalah dengan menggunakan regresi linier berganda. Perhitungan dilakukan dari data variabel independent dan variabel dependent. Dimana untuk variabel independent
adalah jarak angkut (X1) dan grade jalan
(X2), sedangkan untuk variabel dependent
adalah biaya operasional (Y). Berdasarkan dari hasil perhitunga, diperoleh persamaan regresi jarak angkut dan grade jalan terhadap biaya operasional, yaitu Y = 3.077,38 X1 + 443.330,61X2 –
191.068,8305. Diperoleh nilai b1 sebesar 3.077,38 menunjukkan setiap perubahan jarak angkut 1 m akan diimbangi dengan perubahan biaya operasional sebesar Rp 3.077,00 Sedangkan nilai b2 sebesar 443.330,61 menunjukan setiap perubahan
grade jalan 1% akan meningkatkan biaya
operasional sebesar Rp 443.330,00. Nilai b1 dan b2 bernilai positif, maka setiap
pertambahan atau penurunan jarak angkut dan grade jalan akan diimbangi dengan pertambahan atau penurunan biaya operasional yang dikeluarkan. Berikut grafik regresi linear grade jalan dan jarak
angkut terhadap biaya operasional menggunakan SPSS V.17 dibawah ini. Grafik Analisis Hubungan Regresi Antara
Jarak Angkut Dan Grade Jalan Terhada Biaya Operasional
8. Uji Korelasi Ganda antara Jarak Angkut
dan Grade Jalan terhadap Biaya
Operasional
Berdasarkan dari hasil perhitungan, diperoleh nilai korelasi ganda (R) sebesar 0,44, hal ini berarti hubungan antara jarak angkut dan grade jalan adalah tidak signifikan terhadap biaya operasional. Hal ini menunjukkan bahwa persentasi sumbangan pengaruh biaya jarak angkut
dan grade jalan terhadap biaya
operasional sebesar 19,3 %, sedangkan sisanya sebesar 80,7 % dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak dimasukkan dalam penelitian. Setelah dilakukan pengamatan dari hasil perhitungan dapat diketahui bahwa Fhitung adalah 0,84 dan
Ftabel adalah 4,74. sehingga Fhitung < Ftabel.
Oleh karena itu, Ha ditolak, dengan
demikian terbukti bahwa jarak angkut dan
grade jalan tidak mempunyai pengaruh
yang signifikan terhadap biaya operasional.
9. Uji Korelasi Parsial Antara Jarak Angkut
dan Grade Jalan Terhadap Biaya
Operasional
Berdasarkan perhitungan yang dilakukan, dapat diketahui bila jarak angkut (X1)
tetap thitung adalah 0,23 dan ttabel adalah
1,833, sehingga thitung ≤ ttabel, maka tidak
terdapat pengaruh yang signifikan antara
grade jalan (X2) dengan biaya operasional
(Y). Bila grade jalan (X2) tetap thitung
adalah 0,8 dan ttabel adalah 1,833,
sehingga thitung < ttabel, maka tidak terdapat Grade (%) Total truck Biaya Operasional 1 Fleet (Rp) 4,08 3 2.825.559 4,3 3 2.880.536 4,3 3 2.986.067 4,5 3 3.043.985 4,7 3 3.162.972
pengaruh yang signifikan antara jarak angkut (X1) dengan biaya operasional (Y).
Dan bila biaya operasional (Y) tetap thitung
adalah 0,81 dan ttabel adalah 1.833,
sehingga thitung ≤ ttabel, maka tidak terdapat
pengaruh yang signifikan antara jarak angkut (X1) dengan grade jalan (X2).
PENUTUP Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan diperoleh kesimpulan sebagai berikut :
1. Hasil dari perhitungan biaya operasional 1
fleet penambangan menggunakan alat
angkut Mitsubishi Fuso 220 PS, yaitu : a. Pada jarak 384 m dengan grade 4,3
% diperoleh biaya operasional sebesar Rp 2.748.627 dengan jumlah alat angkut 3 unit.
b. Pada jarak 406 m dengan grade 4,5 % diperoleh biaya sebesar Rp 2.825.559 dengan jumlah 3 unit alat angkut.
c. Pada jarak angkut 426 m dengan
grade 4,7% diperoleh biaya
operasional sebesar Rp 2.967.101 dengan jumlah 3 unit alat angkut. d. Pada jarak angkut 450 m dengan
grade 4,3 % diperoleh biaya
operasional sebesar Rp 3.344.907 dengan jumlah 3 unit alat angkut. e. Pada jarak 502 m dengan grade 4,08
% diperoleh biaya operasional sebesar Rp 3.429.002 dengan jumlah 3 unit alat angkut.
2. Dari hasil analisis regresi linear berganda pada grade jalan dan jarak angkut terhadap biaya operasional di dapat persamaan regresi Y = 3.077,38 X1 + 443.330,61X2 – 191.068,8305. Berdasarkan hasil perhitungan uji korelasi ganda menyatakan bahwa jarak angkut dan grade jalan hanya berpengaruh 19,3% terhadap biaya operasional, sisanya 80,7% dipengaruhi oleh variabel lain di antaranya, gaji operator, fuel consumption solar, oli, grease, dan ban. Hasil perhitungan uji Fhitung didapatkan nilai
sebesar 0,84 dan Ftabel adalah 4,74. sehingga Fhitung < Ftabel. Oleh karena itu, Ha ditolak, dengan demikian terbukti bahwa jarak angkut dan grade jalan tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap biaya operasional. Sedangkan,
hasil perhitungan uji t menyatakan bahwa tidak ada pengaruh antara jarak angkut terhadap biaya operasional, dan grade jalan terhadap biaya operasional ( thitung ≤
ttabel).
Saran
1. Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan di dapat bahwa kondisi jalur pengangkutan di lapangan yang ada pada saat ini di perlukan penambahan lebar jalan lurus agar mobil yang melintas bersamaan dan tidak ada yang harus mengalah atau berhenti.
2. Untuk mendapatkan cycle time alat angkut
yang baik sesuai dengan kondisi saat ini maka lebar jalan loading diperluas agar alat angkut lebih leluasa melakukan
manuver.
3. Perhitungan regresi yang dilakukan dapat menjadi acuan perusahan untuk mencapai meminimalisir biaya operasional yang sesuai dengan target yang telah ditetapkan dengan mempertimbangkan konsumsi bahan bakar solar dan penggunaan unit sesuai dengan grade jalan dan jarak angkut
DAFTAR PUSTAKA
Hariyanto, Heri. (2013). Analisis Biaya
Penambangan Batubara Di PT. Haswi Kencana Indah (PT. HKI).
Muara Bungo: Universitas Muara Bungo.
Indonesianto, Yanto. (2013). Pemindahan
Tanah Mekanis. Yogyakarta: UPN
Veteran Yogyakarta.
Merlin N, Zaenal, Yuliandi. (2016). Analisis
Kemiringan Jalan dan Jarak Angkut terhadap Konsumsi Bahan Bakar dan
Fuel Ratio pada Kegiatan
penambangan Batu Andesit di PT. Gunung Sampurna Makmur Program Studi Teknik Pertambangan, Vol. 2
No. 1.
Prodjosumarto, Partanto. (1996). Pemindahan
Tanah Mekanis. Bandung:
Departemen Pertambangan Institut Teknologi Bandung.
Riduwan. (2003). Dasa-Dasar Statistika . Bandung: Alfabeta.