• Tidak ada hasil yang ditemukan

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

Nomor: 008/PUU-IV/2006

MAHKAMAH KONSTITUSI

REPUBLIK INDONESIA

---

RISALAH

SIDANG PANEL

PEMERIKSAAN PENDAHULUAN

PERKARA NO. 008/PUU-IV/2006

MENGENAI

PENGUJIAN UU NO 22. TAHUN 2003

TENTANG SUSUNAN DAN KEDUDUKAN MPR, DPR,

DPD, DPRD

TERHADAP UUD 1945

SELASA, 25 APRIL 2006

JAKARTA

2006

(2)

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --- RISALAH SIDANG PANEL PEMERIKSAAN PENDAHULUAN PERKARA NO. 008/PUU-IV/2006

MENGENAI

PENGUJIAN UU NO 22. TAHUN 2003 TENTANG

SUSUNAN DAN KEDUDUKAN MPR, DPR, DPD, DPRD TERHADAP UUD 1945

I. KETERANGAN

1. H a r i : Selasa

2. Tanggal : 25 April 2006

3. Waktu : 09.58—10.50 WIB

4. Tempat : Ruang Sidang Mahkamah

Konstitusi RI

Jl. Medan Merdeka Barat No. 7

Jakarta Pusat

5. Acara : Pemeriksaan Pendahuluan 6. Susunan Panel Persidangan :

a. Dr. HARJONO, S.H., M.C.L. (Ketua) b. Prof. ABDUL MUKHTIE FADJAR, S.H., M.S. (Anggota)

c. MARUARAR SIAHAAN , S.H. (Anggota)

7. Panitera Pengganti : Edy Purwanto, S.H.

8. Pemohon : Djoko Edhi Sutjipto Abdurrahman

Risalah Sidang Panel Pemeriksaan Pendahuluan Perkara No. 008/PUU-IV/2006 mengenai Pengujian UU No 22. Tahun 2003

tentang Susunan Dan Kedudukan MPR, DPR, DPD, DPRD terhadap UUD 1945, Selasa 25 April 2006

(3)

Risalah Sidang Panel Pemeriksaan Pendahuluan Perkara No. 008/PUU-IV/2006 mengenai Pengujian UU No 22. Tahun 2003

tentang Susunan Dan Kedudukan MPR, DPR, DPD, DPRD terhadap UUD 1945, Selasa 25 April 2006

2

II. PIHAK YANG HADIR/BERBICARA DALAM PERSIDANGAN

1. Pemohon :

a. Djoko Edhi Sutjipto Abdurrahman 2. Kuasa Hukum Pemohon :

a. Dr. H. Teguh Samudera, S.H., M.H. b. Abdul Fickar Hadjar, S.H., M.H.

(4)

III. JALANNYA SIDANG

SIDANG DIBUKA PUKUL 09.58 WIB 1. KETUA: Dr. HARJONO, S.H., M.C.L.

Bismillahirrahmanirrahim.

Sidang pemeriksaan pendahuluan untuk Perkara Nomor 008/PUU-IV/2006 dengan ini saya nyatakan dibuka dan terbuka untuk umum.

Baik.

Sebagaimana layaknya pemeriksaan pendahuluan, maka pada sidang ini akan didengar permohonan dari Pemohon dan di dalam proses nanti hakim akan memberikan nasehat pada Pemohon berkenaan dengan permohonan yang sudah diajukan. Namun sementara itu saya harap ini memperkenalkan dulu siapa yang hadir ini, Pemohon ataukah Kuasa Pemohon, karena ini single fighter ini, biasanya ada beberapa yang duduk di situ.

Silakan Saudara Kuasa Pemohon.

KETUK PALU 1X

2. KUASA HUKUM PEMOHON : Dr. H. TEGUH SAMUDERA, S.H., M.H.

Bismillahirrahmanirrahim.

Terima kasih, Majelis Hakim Konstitusi yang Mulia.

Kami memperkenalkan diri, kami adalah salah satu kuasa dari Pemohon, yaitu Advokat Dr. H. Teguh Samudera, S.H., M.H., sedangkan rekan-rekan kami belum sampai di ruangan sidang ini, masih dalam perjalanan.

Terima kasih.

3. KETUA: Dr. HARJONO, S.H., M.C.L.

Karena hanya Anda sendiri yang memperkenalkan diri, sehingga kita bisa memulai persidangan ini dengan mendengarkan dulu apa yang Anda mohonkan pada Mahkamah Konstitusi. Oleh karena itu, silakan untuk membacakan atau menjelaskan permohonan Anda.

Risalah Sidang Panel Pemeriksaan Pendahuluan Perkara No. 008/PUU-IV/2006 mengenai Pengujian UU No 22. Tahun 2003

tentang Susunan Dan Kedudukan MPR, DPR, DPD, DPRD terhadap UUD 1945, Selasa 25 April 2006

(5)

Risalah Sidang Panel Pemeriksaan Pendahuluan Perkara No. 008/PUU-IV/2006 mengenai Pengujian UU No 22. Tahun 2003

tentang Susunan Dan Kedudukan MPR, DPR, DPD, DPRD terhadap UUD 1945, Selasa 25 April 2006

4 Silakan, Saudara.

4. KUASA HUKUM PEMOHON : Dr. H. TEGUH SAMUDERA, S.H., M.H.

Terima kasih, Majelis. Kepada Yth.

Ketua Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia

Jl. Medan Merdeka Barat No. 7 J A K A R T A PUSAT

Perihal : Permohonan Untuk Pembatalan Pasal 85 ayat (1) huruf c Undang-undang RI No. 22 Tahun 2003 tentang Susunan dan Kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah karena Bertentangan dengan Pasal 28C ayat (2), Pasal 28D, Pasal 28G ayat (1), dan Pasal 28J Undang-Undang Dasar 1945

Mempermaklumkan dengan hormat,

Kami, Dr. H. Teguh Samudera, S.H., M.H.; Sahroni, S.H.; M. Sholeh Amin, S.H.; Abdul Fickar Hadjar, S.H., M.H.; Rudi H. Solo Simanjuntak, S.H.; T.M. Lutfi Yazid, S.H., LL.M.; Hendri Kurniawan, S.H.; H. Fauzie Yusuf Hasibuan, S.H., M.H., semuanya para advokat yang bergabung dalam Tim Pembela Kehormatan Anggota Legislatif, dengan alamat sekretariat: Jl. Kramat Raya No. 5, Perkantoran Maya Indah F-12, Senen, Jakarta Pusat, yang dalam hal Ini bertindak sebagai kuasa dari dan oleh karenanya untuk dan atas nama: Djoko Edhi Sutjipto Abdurrahman, Anggota DPR/MPR RI (A-173) – Fraksi Partai Amanat Nasional—Komisi III—Hukum Perundang-undangan, HAM & Keamanan, DPR RI; alamat: Gedung Nusantara 1, Lantai 19, Ruang 1924, Jl. Jend. Gatot Subroto, Senayan, Jakarta Pusat dan atau Wisma Anggota DPR RI Blok C-2/213, Kalibata, Jakarta Selatan.

Berdasarkan surat kuasa khusus terlampir selanjutnya disebut sebagai Pemohon.

Bahwa Pemohon dengan ini hendak mengajukan Permohonan

Untuk Pembatalan Pasal 85 ayat (1) huruf c Undang-undang RI No. 22 Tahun 2003 tentang Susunan dan Kedudukan Majelis

(6)

Risalah Sidang Panel Pemeriksaan Pendahuluan Perkara No. 008/PUU-IV/2006 mengenai Pengujian UU No 22. Tahun 2003

tentang Susunan Dan Kedudukan MPR, DPR, DPD, DPRD terhadap UUD 1945, Selasa 25 April 2006

5

Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah k a r e n a

bertentangan dengan Pasal 28C ayat (2) Pasal 28D, Pasal 28G ayat (1), dan Pasal 28J Undang-Undang Dasar 1945, dengan

dasar-dasar dan alasan hukum sebagai berikut:

I. TENTANG KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI.

(1) Bahwa dalam Pasal 24C ayat (1) perubahan ketiga Undang-Undang Dasar 1945 berbunyi:

“Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar …….”;

(2) Bahwa permohonan pengujian Pasal 85 ayat (1) huruf c Undang-undang RI No. 22 Tahun 2003 tentang Susunan dan Kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang diundangkan pada tanggal 31 Juli 2003, karena bertentangan dengan Pasal 28C ayat (2), Pasal 28 D, Pasal 28G ayat (1), dan Pasal 28J Undang-Undang Dasar 1945 didasarkan pada Pasal 10 ayat (1) huruf a Undang-undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi;

(3) Bahwa Pasal 10 ayat (1) huruf a Undang-undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi, berbunyi sbb.:

- Pasal 10 ayat (1) huruf a :

(1) “Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk:

a. Menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945”

(4) Bahwa Undang-undang RI No. 22 Tahun 2003 tentang Susunan dan Kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah diundangkan setelah perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yakni diundangkan pada tanggal 31 Juli 2003. Maka berdasarkan ketentuan-ketentuan tersebut di atas, Pasal 24C ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

juncto Pasal 10 ayat (1) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang

Mahkamah Kontitusi, Mahkamah Konstitusi berwenang untuk memeriksa, menguji dan memutus permohonan Pemohon;

(7)

Risalah Sidang Panel Pemeriksaan Pendahuluan Perkara No. 008/PUU-IV/2006 mengenai Pengujian UU No 22. Tahun 2003

tentang Susunan Dan Kedudukan MPR, DPR, DPD, DPRD terhadap UUD 1945, Selasa 25 April 2006

6

II. KEDUDUKAN HUKUM (LEGAL STANDING) DAN KEPENTINGAN

PEMOHON.

(1) Bahwa berdasarkan Pasal 51 ayat (1) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi: “Pemohon adalah pihak yang menganggap hak dan/atau kewenangan konstitusionalnya dirugikan oleh berlakunya undang-undang, yaitu :

a. Perorangan warga Negara Indonesia;

b. Kesatuan masyarakat hukum adat sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Negara Republik Indonesia yang diatur dalam undang-undang;

c. Badan Hukum publik atau privat; d. Lembaga Negara”.

(2) Bahwa kedudukan Pemohon dalam perkara ini seperti telah dikemukakan di atas, adalah sebagai perorangan warga negara Indonesia yang menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang memiliki kewajiban dan kepedulian sekaligus sebagai wujud peran serta dari Pemohon dalam

(a) mengamalkan Pancasila,

(b) melaksanakan UUD Negara RI Tahun 1945 dan mentaati segala peraturan perundang-undangan,

(c) melaksanakan kehidupan demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan,

(d) mendahulukan kepentingan negara di atas kepentingan pribadi, kelompok dan golongan,

(e) memberikan pertanggungjawaban secara moral dan politis kepada pemilih dan daerah pemilihannya.

(3) Bahwa berdasarkan argumentasi dan ketentuan hukum di atas, maka jelaslah bahwa Pemohon mempunyai kedudukan hukum dan

dasar kepentingan untuk mengajukan hak uji materiil terhadap

pemberlakuan Pasal 85 ayat (1) huruf c Undang-undang RI No.

22 Tahun 2003 tentang Susunan dan Kedudukan Majelis

Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah karena bertentangan dengan Pasal 28C ayat (2) Pasal 28D, Pasal 28G ayat (1), dan Pasal 28J Undang-Undang Dasar 1945, yakni mengandung muatan yang tidak memberikan:

(8)

Risalah Sidang Panel Pemeriksaan Pendahuluan Perkara No. 008/PUU-IV/2006 mengenai Pengujian UU No 22. Tahun 2003

tentang Susunan Dan Kedudukan MPR, DPR, DPD, DPRD terhadap UUD 1945, Selasa 25 April 2006

7

(a) hak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa dan negara,

(b) hak pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum,

(c) hak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan rasa aman maupun perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi manusia, maupun (d) kewajiban menghormati hak asasi manusia orang lain dalam tertib

kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara;

III. ALASAN-ALASAN PERMOHONAN.

1. Bahwa yang menjadi permasalahan pokok dalam permohonan ini adalah dimuatnya kalimat “Anggota DPR berhenti antarwaktu

karena: c. diusulkan oleh partai politik yang bersangkutan”

Pada ketentuan Pasal 85 ayat (1) huruf c Undang-undang RI No. 22 Tahun 2003 tentang Susunan dan Kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, yaitu menimbulkan multi interpretasi pada keseluruhan kalimat dalam pasal tersebut yang melahirkan diskriminasi, dan kemudian pada akhirnya mengabaikan atau mengaburkan hak asasi manusia khususnya Pemohon sebagai Anggota DPR RI;

Karena menimbulkan multi interpretasi yang melahirkan diskriminasi, dan kemudian pada akhirnya mengabaikan atau mengaburkan hak asasi manusia, maka dimuatnya kalimat “Anggota DPR berhenti

antarwaktu karena: pada huruf c. diusulkan oleh partai politik yang bersangkutan” pada ketentuan Pasal 85 ayat (1) huruf c Undang-undang RI No. 22 Tahun 2003” tersebut menunjukkan

adanya ketidakpastian hukum. Hal ini, justru sangat bertolak belakang dengan tujuan dibentuknya Undang-undang No. 22 Tahun 2003 tentang Susunan dan Kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, sebagaimana ternyata dalam konsideran menimbang yakni:

(a) untuk melaksanakan kedaulatan rakyat atas dasar kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan perlu diwujudkan lembaga permusyawaratan rakyat, lembaga perwakilan daerah yang mampu mencerminkan nilai-nilai demokrasi serta dapat menyerap dan memperjuangkan aspirasi rakyat termasuk kepentingan

(9)

Risalah Sidang Panel Pemeriksaan Pendahuluan Perkara No. 008/PUU-IV/2006 mengenai Pengujian UU No 22. Tahun 2003

tentang Susunan Dan Kedudukan MPR, DPR, DPD, DPRD terhadap UUD 1945, Selasa 25 April 2006

8

daerah sesuai dengan tuntutan perkembangan kehidupan berbangsa dan bernegara;

(b) untuk mewujudkan lembaga permusyawaratan rakyat, lembaga perwakilan rakyat, dan lembaga perwakilan daerah sebagaimana dimaksud pada huruf a, perlu penataan susunan dan kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah;

2. Bahwa mengingat hak recall sudah pernah dicabut, karena dinyatakan sebagai suatu tindakan melawan asas demokrasi dan dianggap sebagai suatu tindakan yang bertentangan dengan hak-hak baik sebagai warga negara maupun sebagai anggota dewan yang memang mengemban amanat dari rakyat secara langsung. Maka dengan diberlakukannya kembali hak untuk me-recall oleh partai yang hanya ditujukan untuk semata-mata mematikan hak-hak dasar warga negara, tujuan maksud di atas adalah jelas merugikan kepentingan bangsa dan hak-hak warga negara. Pemberlakuan kembali tentang hak recall sangat bertentangan dengan logika hukum yang mana telah dengan jelas dan nyata bahwa ada pasal yang salah ternyata dapat diberlakukan kembali terutama terhadap pengakomodiran pasal hak recall oleh partai ke dalam Susunan dan Kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Dengan demikian, tidak pernah ada dalam praktek hukum bahwa pasal yang pernah dinyatakan salah itu dipakai kembali. Terlebih lagi hak recalling oleh partai ini sangat bertentangan dengan undang-undang yang telah dibuat terutama terhadap undang-undang-undang-undang yang menganut sistem distrik.

Dalam peristiwa pemberlakukan kembali tentang hak recall, korban pertama yang terkena dampaknya adalah Pemohon sendiri, yang mana telah membatasi terhadap hak-haknya dalam memberikan pertanggungan jawab moral dan politik kepada konstituen dan mengebiri hak politiknya dalam menjalankan tugas yang diemban dari konstituennya.

Hal ini jelas dan tegas bahwa hak recall telah digunakan atas nama kesewenangan elite partai politik secara tirani mayoritas. Dengan demikian, tidak salah lagi jika dikatakan hak Recall telah melampaui batas formilnya.

3. Bahwa oleh karena penggunaan hak recall yang salah dapat mengakibatkan dirugikannya konstituen, maka sangat perlu untuk dilakukannya suatu tinjauan kembali terhadap pemberlakuannya. Hal ini

(10)

Risalah Sidang Panel Pemeriksaan Pendahuluan Perkara No. 008/PUU-IV/2006 mengenai Pengujian UU No 22. Tahun 2003

tentang Susunan Dan Kedudukan MPR, DPR, DPD, DPRD terhadap UUD 1945, Selasa 25 April 2006

9

jika dibiarkan akan berakibat tidak dilindunginya Konstituen yang telah dijamin oleh undang-undang dengan tidak dapat dilaksanakannya sesuai dengan kontrak yang dibuat menurut sistem distrik pemilihan langsung. Selain itu, hak recall juga bertentangan dengan sumpah anggota

DPR/MPR sebagaimana menjadi kewajiban setiap anggota dewan dalam menjalankan tugasnya.

Apabila tujuan diterapkannya/pemberlakuan hak recall adalah semata-mata karena mengantisipasi adanya kejahatan hukum dan kejahatan politik oleh anggota dewan yang memang dulunya dipergunakan sebelum terbentuknya instrumen pendukung dalam penindakan, maka dalam masa era reformasi sekarang instrumen tersebut seperti lembaga Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan lain-lain telah mulai terbentuk maka dengan demikian hak recall ini tidak dibutuhkan lagi/tidak relevan. Namun apaila hak recall ini tetap dilaksanakan maka akan menjadi

preseden buruk yang akan berkelanjutan, di mana tanpa adanya kejahatan hukum dan politik hak recalling dapat diterapkan.

Jika dapat digambarkan bahwa dalam ketentuan hak recall oleh partai adalah semata-mata dipergunakan sebagai senjata dalam melawan setiap adanya pemberontakan internal partai, argumennya adalah jika para legislator yang tidak pernah melakukan kejahatan politik dan kejahatan hukum, tetapi tidak disukai oleh elit partainya dengan alasan yang dicari-cari, maka legislator tersebut telah dirampas haknya dengan

di-recall. Jika demikian, patutlah untuk dapat dikatakan bahwa

perampasan ini jelas melawan asas keadilan.

Bahwa apabila prinsip hak recall yang tidak saja bisa dilaksanakan tanpa ada pemecatan dari partainya, maka ketentuan ini tidak saja merampas hak politik legislator, namun sekaligus juga merampas hak ekonomi dan hak-hak hidup lainnya. Dengan demikian, hak recall bertentangan dengan kemanusiaan yang adil dan beradab. Untuk itu hak recall

merupakan hak paksa yang dilaksanakan oleh tirani mayoritas dalam kepartaian politik.

4. Bahwa dengan demikian, permohonan pengujian terhadap undang-undang ini bukan merupakan tindakan yang dilakukan sekedar mengada-ada dan mencari sensasi, melainkan sesuatu yang sah secara dan menurut hukum, karena berangkat dari pokok pikiran Pasal 28C ayat (2) Pasal 28D, Pasal 28G ayat (1), dan Pasal 28J Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang pada pokoknya berbunyi sebagai berikut :

(11)

Risalah Sidang Panel Pemeriksaan Pendahuluan Perkara No. 008/PUU-IV/2006 mengenai Pengujian UU No 22. Tahun 2003

tentang Susunan Dan Kedudukan MPR, DPR, DPD, DPRD terhadap UUD 1945, Selasa 25 April 2006

10

“Setiap orang berhak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa, dan negaranya”;

Pasal 28D ayat (1)

“Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum”;

Pasal 28G ayat (1)

“Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang dibawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi” ; Pasal 28J ayat (2)

“Dalam menjalankan hak dan kebebasannya setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan kebebasan orang dan untuk memenuhi tuntutan yang adil dan sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, ketertiban umum, dalam suatu masyarakat demokratis “

5. Bahwa pengujian undang-undang yang dimohonkan Pemohon adalah Pasal 85 ayat (1) huruf c Undang-undang RI No. 22 Tahun 2003 tentang Susunan dan Kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, yang bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 karena bersifat diskriminatif serta meniadakan hak konstitusional Pemohon;

6. Bahwa Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 melarang diskriminasi sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 27 ayat (1), Pasal 28I ayat (2), Pasal 1 ayat (3) Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia sebagai penjabaran ketentuan Pasal 27 dan Pasal 28 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 tidak membenarkan diskriminasi berdasarkan perbedaan agama, suku, ras, etnik, kelompok, golongan status sosial, status ekonomi, jenis kelamin, bahasa, keyakinan politik.

7. Bahwa Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menegaskan bahwa “Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dengan tidak ada kecualinya”.

(12)

Risalah Sidang Panel Pemeriksaan Pendahuluan Perkara No. 008/PUU-IV/2006 mengenai Pengujian UU No 22. Tahun 2003

tentang Susunan Dan Kedudukan MPR, DPR, DPD, DPRD terhadap UUD 1945, Selasa 25 April 2006

11

Pasal 28D ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 menegaskan, bahwasanya “Setiap orang berhak atas pengakuan jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum”.

Ditegaskan pula dalam Pasal 28I ayat (2) UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945, bahwasannya “Setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apapun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu”;

Yang sesuai pula dengan Artikel 21 Universal Declaration of Human Rights yang menyatakan :

(2) Everyone has the right to take in the government of his country,

directly or through freely chosen representatives;

(3) Everyone has the righ of equel acces to public service in his country;

(4) The will of people shall be the basis of the authority of government;

this will shall be expressed in periodic and genuine elections which shall be by universal and equal suffrage and shall be held by secret vote or by equivalent free voting procedures;

Selain itu, dalam perkembangan selanjutnya mengenai hak-hak manusia yang berkaitan dengan hak-hak sipil dan politik, Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tahun 1966 telah menghasilkan konvenan tentang hak-ak sipil dan politik, yang dikenal dengan

International Convenant on Civil and Political Rights (ICCPR)

berlaku sejak tanggal 1 Januari 1991, di mana 92 (sembilan puluh dua) negara dari 160 (seratus enam puluh) negara anggota perserikatan bangsa-bangsa menjadi negara anggota;

Bahwa article 25 tentang Civil and Political Rights dimaksud mengatur sebagai berikut:

“Every citizen shall have the right and the opportunity, without any of the distinctions mentioned in article 2 and without unreasonable restrictions:

a) To take part in the conduct of public affairs, directly, directly or

through freely chosen representatives;

b) To vote and to be elected at genuine periodic elections which shall

be by universal and equal suffrage and shall be held by secret ballot, guaranteeing the free expression of the will of the electors;

c) To have acces, on general terms of equality, to public service in his

country”.

Bahwa hak konstitusional warga negara untuk memilih dan dipilih (Rights

(13)

Risalah Sidang Panel Pemeriksaan Pendahuluan Perkara No. 008/PUU-IV/2006 mengenai Pengujian UU No 22. Tahun 2003

tentang Susunan Dan Kedudukan MPR, DPR, DPD, DPRD terhadap UUD 1945, Selasa 25 April 2006

12

konstitusi, undang-undang, maupun konvensi internasional, maka

pembatasan penyimpangan, peniadaan dan penghapusan akan hak dimaksud merupakan pelanggaran terhadap hak asasi dari warga negara ;

8. Bahwa walaupun Pasal 28J ayat (2) UUD Negara RI Tahun 1945 memuat ketentuan dimungkinkannya pembatasan hak dan kebebasan seseorang dengan undang-undang, tetapi pembatasan terhadap hak-hak tersebut haruslah didasarkan atas alasan-alasan yang kuat, masuk akal, dan proporsional serta tidak berkelebihan. Pembatasan tersebut hanya dapat dilakukan dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis, tetapi pembatasan seperti ketentuan Pasal 85 ayat (1) huruf c Undang-undang RI No. 22 Tahun 2003 tentang Susunan dan Kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah tersebut justru karena dibuat hanya dengan menggunakan pertimbangan yang bersifat politis belaka.

Di samping itu, dalam persoalan Penggantian Antarwaktu Anggota DPR sepatutnya dan lazimnya telah cukup memadai dengan didasarkan atas ketentuan sebagaimana yang diatur Pasal 85 ayat (1) huruf a, b, dan ayat (2) huruf a, b, c, d, dan e, Sehingga ketentuan Pasal 85 ayat (1) huruf c Undang-undang RI No. 22 Tahun 2003 jelas mengandung nuansa like and dislike dalam politik yang dilakukan kepada orang yang tidak disukai (dislike) oleh Pengurus Partai Politik yang bersangkutan. Padahal, seharusnya adil menurut hukum dan berkepastian hukum, kalau di dalam negara hukum, setiap pelanggaran yang mempunyai kaitan langsung dengan hak dan kebebasan warga negara harus didasarkan atas putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap.

9. Bahwa salah satu bentuk kerugian yang akan dialami oleh Pemohon (dan juga terhadap rekan-rekan Pemohon, anggota DPR RI yang berjumlah 550 orang) adalah pengambilan hak konstitusi Pemohon pada saat akan dilakukannya Penggantian Antarwaktu yang didasarkan pada ketentuan Pasal 85 ayat (1) huruf c undang-undang dimaksud;

Maka berdasarkan hal-hal sebagaimana telah Pemohon uraikan di atas, Pemohon dengan ini, mohon agar sudilah kiranya Mahkamah Konstitusi

(14)

Risalah Sidang Panel Pemeriksaan Pendahuluan Perkara No. 008/PUU-IV/2006 mengenai Pengujian UU No 22. Tahun 2003

tentang Susunan Dan Kedudukan MPR, DPR, DPD, DPRD terhadap UUD 1945, Selasa 25 April 2006

13

Republik Indonesia berdasarkan kewenangan sebagaimana diatur dalam Pasal 24C UU Negara RI Tahun 1945 juncto Pasal 10 ayat (1) juncto

Pasal 45, juncto Pasal 51 ayat (1) dan juncto Pasal 56 ayat (1)] Undang-undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi, berkenan memeriksa dan memutuskan permohonan Pemohon yang amarnya berbunyi sebagai berikut:

1. Menerima dan Mengabulkan permohonan Pemohon untuk seluruhnya;

2. Menyatakan isi Pasal 85 ayat (1) huruf c Undang-undang RI No. 22 Tahun 2003 tentang Susunan dan Kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah bertentangan dengan Pasal 28C ayat (2) Pasal 28D, Pasal 28G ayat (1), dan Pasal 28J Undang-Undang Dasar 1945;

3. Menyatakan Pasal 85 ayat (1) huruf c Undang-undang RI No. 22 Tahun 2003 tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

Atau, apabila Mahkamah Konstitusi berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya.

Jakarta, 29 Maret 2006. Hormat Kuasa Pemohon,

Tim Pembela Kehormatan Anggota Legislatif, tertanda: Dr. H. TEGUH SAMUDERA, S.H., M.H., SAHRONI, S.H., ABDUL FICKAR HADJAR, S.H., M.H., RUDI H. SOLO SIMANJUNTAK, S.H.

Terima kasih, Majelis yang mulia.

5. KETUA: Dr. HARJONO, S.H., M.C.L.

Baik.

Saudara kuasa ya, sementara surat kuasa Pemohon membacakan permohonannya, sudah hadir dua orang lagi yang masuk dan duduk di kursi Pemohon. Oleh karena itu, harap memperkenalkan siapa yang baru hadir itu.

Silakan.

6. KUASA HUKUM PEMOHON : ABDUL FICKAR HADJAR, S.H., M.H.

Terima kasih, Majelis Hakim.

Saya Abdul Fickar Hadjar, salah satu pengacara dari Pemohon, satu Kuasa Pemohon. Di samping saya adalah Bapak Djoko Edhi Abdurahman yang kami wakili dalam hal ini untuk mengajukan permohonan. Itu yang pertama.

(15)

Risalah Sidang Panel Pemeriksaan Pendahuluan Perkara No. 008/PUU-IV/2006 mengenai Pengujian UU No 22. Tahun 2003

tentang Susunan Dan Kedudukan MPR, DPR, DPD, DPRD terhadap UUD 1945, Selasa 25 April 2006

14

Hal yang kedua, berhubung karena pasal yang kita uji itu adalah pasal mengenai hak recall dari partai politik, artinya itu juga berhubungan dengan sistem pemilihan umum yang diselenggarakan atau yang ada di dalam Konstitusi kita, sehingga (…).

7. KETUA: Dr. HARJONO, S.H., M.C.L.

Sebentar-sebentar Saudara, ya? Jadi Saudara menambahi?

8. KUASA HUKUM PEMOHON : ABDUL FICKAR HADJAR, S.H., M.H.

Ya.

9. KETUA: Dr. HARJONO, S.H., M.C.L.

Karena ini tidak ada di dalam permohonan.

10. KUASA HUKUM PEMOHON : ABDUL FICKAR HADJAR, S.H., M.H.

Dalam waktu 14 hari ini, kami juga menganggap sebetulnya, ada pasal lain yang terlanggar oleh ketentuan Pasal 85 ini, terutama tentang Pemilu.Hal itu akan kami sampaikan dalam waktu tenggang 14 hari ini.

11. KETUA: Dr. HARJONO, S.H., M.C.L.

Ya, secara tidak langsung Saudara Kuasa sudah terbayangkan akan melakukan perbaikan. Perbaikan tidak hanya kepada hal-hal yang teknis, tetapi juga kepada substansi yaitu ditambahkannya satu undang-undang lagi di luar undang-undang-undang-undang yang sudah dimohonkan di dalam permohonan ini, ya.

Akan tetapi sebelumnya, ingin saya tanyakan dulu, ini Pemohon prinsipalnya Saudara Djoko Edhi Sutjipto Abdurahman yang hadir sekarang?

Kepada Saudara Djoko, memang ini Kuasa Hukum Anda, ya?

12. PEMOHON : DJOKO EDHI SUTJIPTO ABDURRAHMAN

Ya.

13. KETUA: Dr. HARJONO, S.H., M.C.L.

Saya kira, belum ada ya, surat kuasanya. Oke, nanti kita cek lagi. Oh, sudah ada? Oke.

(16)

Risalah Sidang Panel Pemeriksaan Pendahuluan Perkara No. 008/PUU-IV/2006 mengenai Pengujian UU No 22. Tahun 2003

tentang Susunan Dan Kedudukan MPR, DPR, DPD, DPRD terhadap UUD 1945, Selasa 25 April 2006

15

Jadi, sebagaimana layaknya persidangan pada pemeriksaan pendahuluan, Majelis Hakim mempunyai kewajiban untuk memberikan nasihat kepada Pemohon. Hal ini dinyatakan oleh Pasal 29 Undang-undang Nomor 24 Tahun 2003. Oleh karena itu, dalam proses awal ini, Majelis Hakim akan memberikan beberapa hal yang mungkin nanti akan ditambahkan oleh Pemohon selain yang sudah dimaksudkan oleh Pemohon untuk menambahkan permohonannya.

Satu pertanyaan yang saya sampaikan adalah Saudara Djoko Edhi Sutjipto Abdurrahman di dalam permohonannya disebut sebagai anggota DPR/MPR-RI Nomor A173, apakah betul?.

14. PEMOHON : DJOKO EDHI SUTJIPTO ABDURRAHMAN

Betul Pak, dari nomor induk saya 173 A.

15. KETUA: Dr. HARJONO, S.H., M.C.L.

A.173?

16. PEMOHON : DJOKO EDHI SUTJIPTO ABDURRAHMAN

A.173.

17. KETUA: Dr. HARJONO, S.H., M.C.L.

Tapi tadi Kuasa Pemohon mengatakan, bahwa Saudara Djoko Edhie Sutjipto Abdurrahman ini adalah korban pertama. Ini apa kemudian mempunyai implikasi bahwa keanggotaannya lalu sudah berhenti, ataukah masih menjadi anggota? Ini perlu klarifikasi, bagaimana ini?

18. PEMOHON : DJOKO EDHI SUTJIPTO ABDURRAHMAN

Assalamu’alaikum wr. wb.

Yang saya hormati Ketua Majelis dan yang saya hormati anggota Majelis. Izinkan saya menjelaskan. Jadi pada tanggal 13, itu dari DPP PAN (…)

19. KETUA: Dr. HARJONO, S.H., M.C.L.

(17)

Risalah Sidang Panel Pemeriksaan Pendahuluan Perkara No. 008/PUU-IV/2006 mengenai Pengujian UU No 22. Tahun 2003

tentang Susunan Dan Kedudukan MPR, DPR, DPD, DPRD terhadap UUD 1945, Selasa 25 April 2006

16

20. PEMOHON : DJOKO EDHI SUTJIPTO

Tiga belas April yang lalu Pak, mengirimkan surat kepada saya ditembuskan kepada Presiden, ditembuskan kepada KPU, ditembuskan juga kepada Ketua DPR dan juga Ketua MPR, substansinya adalah

recalling. Tetapi apakah masih di sana secara legal formalnya, karena memang harus dicabut dulu SK yang 173 itu. Kalau menurut hemat saya, keputusan organisasi yang ada di luar kenegaraan tidak lantas menghilangkan hak-hak keperdataan. Karena ini masih reses tentunya belum bisa dibicarakan di DPR, tetapi yang pasti gaji saya juga sudah diberhentikan, jadi saya dikejar-kejar debt collector sekarang, tapi tidak apa-apa, itu bagian dari irama.

21. KETUA: Dr. HARJONO, S.H., M.C.L.

Ini Majelis ingin mendapatkan kejelasan. Kalau statusnya masih anggota DPR dengan yang sudah tidak menjadi anggota DPR.

22. PEMOHON : DJOKO EDHI SUTJIPTO ABDURRAHMAN

Kemudian sekalipun itu dari DPP sudah mengirimkan surat seperti itu, di dalam anggaran dasar DPP PAN itu masih ada satu fasilitas lagi yang namanya arbitrase. Arbitrase ini bekerja secara independen, kemudian putusannya wajib dilakukan dan final, itu satu. Kedua, nanti untuk mengambil keputusan DPR itu juga, itu masih dengar juga nanti oleh fraksi-fraksi lain.

23. KETUA: Dr. HARJONO, S.H., M.C.L.

Kalau begitu belum selesai prosesnya ya?

24. PEMOHON : DJOKO EDHI SUTJIPTO ABDURRAHMAN

Belum, Pak.

25. KETUA: Dr. HARJONO, S.H., M.C.L.

Masih dalam proses ya, jadi dalam artian korban pertama itu dalam proses jadi korban atau belum, belum tahu ya?

(18)

Risalah Sidang Panel Pemeriksaan Pendahuluan Perkara No. 008/PUU-IV/2006 mengenai Pengujian UU No 22. Tahun 2003

tentang Susunan Dan Kedudukan MPR, DPR, DPD, DPRD terhadap UUD 1945, Selasa 25 April 2006

17

26. PEMOHON : DJOKO EDHI SUTJIPTO ABDURRAHMAN

Ya.

27. KETUA: Dr. HARJONO, S.H., M.C.L.

Masih begitu?

28. KUASA HUKUM PEMOHON : Dr. H. TEGUH SAMUDERA, S.H., M.H.

Mohon izinkan kami mempertegas untuk menjawab pertanyaan majelis bahwa korban pertama sudah dijatuhkan oleh pihak partai politik, akan tetapi putusan dari partai politik tersebut belum mendapat persetujuan dari Presiden. Sehingga tinggal menunggu persetujuan, karenanya Pemohon masih anggota DPR, walaupun sudah tidak menerima gaji lagi.

Terima kasih, Majelis.

29. KETUA: Dr. HARJONO, S.H., M.C.L.

Ya, terima kasih. Jadi kejelasannya seperti itu.

Kemudian yang berikutnya pada Saudara Kuasa Pemohon, ya? Ada hal-hal yang mungkin harus disempurnakan berkaitan dengan pada saat Anda mengajukan suatu dalil Pemohon adalah memiliki kedudukan hukum legal standing dan kepentingan Pemohon. Itu Anda tulis di dalam halaman 3, angka dua romawi itu. Sebagaimana juga praktik di MK, maka ada persoalan yang harus diperhatikan. Pertama, kedudukan hukum atau legal standing. Bicara tentang kedudukan hukum atau legal

standing menjadikan Pemohon, permohonannya untuk bisa diperiksa

substansinya kalau Pemohon memenuhi persyaratan legal standing. Di dalam legal standing itu ada dua hal yang harus dibuktikan; pertama

adalah kualifikasi Pemohon.

Saudara Pemohon, Saudara Kuasa sudah mencantumkan di situ ketentuan Pasal 51, hanya di dalam merekonstruksi ketentuan Pasal 51 itu ada dua persoalan. Pertama, kualifikasi itu sudah dipenuhi sebagai perorangan WNI. Kedua adalah, adanya hak konstitusional yang dirugikan. Pemohon sudah mencoba di sini, tapi kurang jelas setelah ada kualifikasi itu Pemohon lalu menunjuk hak konstitusionalnya apa? Baru persoalannya adalah, adakah kerugian hak konstitusionalnya yang telah disebutkan tadi? Hak konstitusional itu kita rujuk kepada hak yang ada pada UUD. Jadi kerugiannya apa setelah adanya undang-undang yang dimohonkan untuk dilakukan pengujian itu. Jadi baru kalau itu sudah

(19)

Risalah Sidang Panel Pemeriksaan Pendahuluan Perkara No. 008/PUU-IV/2006 mengenai Pengujian UU No 22. Tahun 2003

tentang Susunan Dan Kedudukan MPR, DPR, DPD, DPRD terhadap UUD 1945, Selasa 25 April 2006

18

bisa dipastikan unsur-unsurnya, Mahkamah akan melihat itu mempunyai

legal standing. Oleh karena itu, angka dua kedudukan hukum legal

standing dan kepentingan Pemohon, ini sebetulnya dua hal yang

pemilihan Pemohon itu ada pada persoalan Anda bicara tentang legal standing, tidak dipisahkan.

Berikutnya, di samping yang akan ditambahkan oleh Pemohon, menyebutkan adanya beberapa ketentuan UUD 1945 yang digunakan dasar untuk melakukan uji terhadap undang-undang yang diajukan, yaitu Pasal 28C ayat (2), Pasal 28D, Pasal 28G ayat (1), Pasal 28J UUD 1945. Pasal-pasal tersebut sudah Pemohon kutip dalam bagian yang Pemohon sampaikan.

Pasal 28C ayat (2) itu bunyinya, “Setiap orang berhak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif untuk

membangun masyarakat, bangsa, dan negara”. Karena ini dasar pasal

yang akan digunakan untuk menguji hal yang dimohonkan Pemohon, tentunya adalah recalling dalam bahasa populernya, yang harus dilakukan Kuasa Pemohon adalah bagaimana recalling itu bertentangan dengan Pasal 28C?

Silakan berikan argumentasinya.

Apakah recalling itu memang bertentangan dengan hak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa, dan negara. Pada alasan mana bahwa

recalling itu bertentangan dengan Pasal 28C ayat (2)? Demikian juga

dengan pasal-pasal berikutnya, “Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan

yang sama di hadapan hukum”. Adakah recalling itu bertentangan

dengan pasal 28D ayat (1)? Pasal 28G ayat (1) juga, “Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang di bawah kekuasaannya serta berhak atas rasa aman dan perlindungan atas ancaman ketakutan untuk berbuat atau

tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi”.

Ketentuan ini panjang, apakah seluruhnya ini atau sebagian? Coba dibuat, dibangun argumentasinya. Demikian juga dengan Pasal 28J ayat (2).

Apakah betul bahwa itu bertentangan Pasal 28J ayat (2) itu bukan norma untuk menjamin hak, tapi norma untuk kemungkinan boleh dibatasi hak-hak itu. Bagaimana hal itu bisa bertentangan dengan

recalling?

Ini hal-hal yang saya kira harus dimuat secara jelas alasan-alasan, apalagi disinggung juga adanya sifat yang diskriminatif serta meniadakan hak konstitusional Pemohon. Diskriminatifnya di mana? Apakah betul

(20)

Risalah Sidang Panel Pemeriksaan Pendahuluan Perkara No. 008/PUU-IV/2006 mengenai Pengujian UU No 22. Tahun 2003

tentang Susunan Dan Kedudukan MPR, DPR, DPD, DPRD terhadap UUD 1945, Selasa 25 April 2006

19

diskriminatif, dalam hal apa terdapat diskriminatif? Itu hal-hal yang perlu dibangun oleh Kuasa Pemohon. Namun demikian juga, ada hal-hal kurang barangkali yang bisa saya temukan nanti selain hakim yang lain juga akan memberi nasihat. Tadi pada halaman 9 itu Anda mengutip Article 21 dari Universal Declaration of Human Right, itu apa sudah betul itu tulisan “decleration”, itu pakai “a” semestinya.

Kemudian ayat (1)-nya itu, “every one has the right to take….” apa itu? Kurang satu kata itu di situ, “to take parts in the government” itu ada kurang satu kalimat. Ini jangan sampai ada satu kekurangan, karena itu pun juga akan menyebabkan kelengkapan dari permohonan Anda nanti menjadi kurang.

Saya rasa itu dari saya, masih ada dua hakim yang akan memberikan nasihat pada Anda.

Siapa?

Pak Maruarar?

Pak Mukthie? Silakan.

30. HAKIM: Prof. A. MUKTHIE FADJAR, S.H., M.S.

Terima kasih Ketua.

Saudara Pemohon, terutama kuasanya. Ini pertama untuk surat kuasa, ya. Di sini ada delapan orang, disebutkan di sini; Saudara Dr. Teguh Samudera sampai ke Saudara Hendri Kurniawan. Tapi dalam surat kuasa bertanggal 15 Maret 2006, ada empat Kuasa Hukum yang belum tanda tangan. Ini apa masih akan menjadi kuasa atau tidak? Jadi ini Saudara M. Solah Amin, Saudara Lutfi Yazid, Saudara H. Fauzie Yusuf Hasibuan, dan Saudara Hendri Kurniawan, ini belum ada tanda tangannya.

Kemudian ini berkaitan dengan, di halaman 5 ada statement

begini, “hak recall sudah pernah dicabut”. Saya kira lebih tepat sudah pernah tidak diberlakukan, karena tidak pernah ada ketentuan yang lalu mencabut itu, tapi yang ada misalnya di dalam Undang-undang Kepartaian maupun Susduk Tahun 1999, Undang-undang Nomor 2, dan Undang-undang Nomor 4 Tahun 1999 itu tidak ada ketentuan. Di belakang, Anda mempergunakan istilah diberlakukan kembali, itu sudah lebih tepat, tapi yang pertama jangan dicabut.

Kemudian pada halaman 6 alinea 1 itu, ada statement begini, “hak recall terkait dengan undang-undang yang menganut semi distrik”. Ini saya kira perlu dijelaskan undang-undang apa yang semi distrik ini. Jadi ini Undang-undang Pemilu semi distrik atau sistem distrik ada di Pemilu. Dan itupun, kalau Anda cermati Undang-undang Pemilu yang berlaku, juga tidak ada kata-kata semi distrik, mungkin Anda lebih tepat

(21)

Risalah Sidang Panel Pemeriksaan Pendahuluan Perkara No. 008/PUU-IV/2006 mengenai Pengujian UU No 22. Tahun 2003

tentang Susunan Dan Kedudukan MPR, DPR, DPD, DPRD terhadap UUD 1945, Selasa 25 April 2006

20

menggunakan term yang dipakai di situ, yaitu sistem proporsional dengan daftar calon terbuka. Ini maknanya bisa lain. Karena sistem proporsional itu menggambarkan embarkasi seorang calon anggota itu dari partai politik. Baru daftar calon terbukanya, nanti ditentukan oleh konstituen. Oleh karena itu, juga nanti ini terkait dengan permohonan prinsipal tentang, mungkin bukti-bukti nanti atau uraian, tentang proses menjadi. Kalau sekarang sedang dalam proses untuk di-recall. Dulu proses menjadinya itu berada di daftar urut ke berapa? Dapat suara berapa di situ? Sehingga akan menentukan. Karena anggota DPR di Indonesia 550 orang itu, hanya dua orang yang memenuhi angka BPP (Bilangan Pembagi Pemilih), yang lainnya karena daftar urut yang disusun oleh partai. Ini implikasi-implikasi yang kadang-kadang dan yang paling banyak itu suara sisa.

Kemudian ini terkait dengan pertanyaan Dr. Harjono tadi proses keanggotaan. Saya kira Pemohon Prinsipal perlu menyertakan bukti nanti tentang pengangkatannya sebagai anggota DPR dan juga bukti surat adanya surat recalling perlu disertakan. Untuk menunjukkan apakah betul-betul Anda ini korban.

Kemudian Pemohon mempersoalkan Pasal 85 ayat (1) huruf c, apakah Pemohon juga, saya tidak tahu apakah juga membaca penjelasan Pasal 85 ayat (1) huruf c itu, karena itu ada kaitannya dengan bagaimana prosedur atau proses untuk recalling.

Jadi, saya bacakan di sana penjelasan Pasal 85 Ayat (1) huruf c

”Usul pemberhertian anggota DPR partai politik didasarkan alasan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 Undang-undang Nomor 31

Tahun 2002 tentang Partai Politik”. Jadi, tidak hanya Undang-undang

Pemilu yang tadi, tapi juga ada Undang-undang Partai politik yang menjadi ketentuan awal tentang adanya hak recall dari partai. Nah, ini Pasal 12 kalau Undang-undang Partai politik Undang-undang Nomor 31 Tahun 2002 ”Anggota partai politik yang menjadi anggota lembaga perwakilan rakyat dapat diberhentikan keanggotaannya dari lembaga perwakilan rakyat, apabila menyatakan mengundurkan diri dari keanggotaan partai politik yang bersangkutan atau menyatakan menjadi anggota partai politik lain”. Ini saya tidak tahu, apakah Pemohon mundur atau jadi anggota partai lain, karena pada masa sebelum ada recall dulu itu, orang sudah pindah partai masih tetap duduk di DPR mewakili partai yang lama, ini lalu mengapa muncul hak recall. ”Diberhentikan dari keanggotaan partai politik yang bersangkutan, karena melanggar anggaran dasar dan anggaran rumah tangga”. Nah, ini ada baiknya juga nanti disertakan keanggotaan Pemohon dalam partai dan apakah pernah diberhentikan, karena ini menjadi syarat untuk recalling yang dikatakan tadi menjadi tirani dari partai, tetapi ada proses. ”Melakukan

(22)

Risalah Sidang Panel Pemeriksaan Pendahuluan Perkara No. 008/PUU-IV/2006 mengenai Pengujian UU No 22. Tahun 2003

tentang Susunan Dan Kedudukan MPR, DPR, DPD, DPRD terhadap UUD 1945, Selasa 25 April 2006

21

pelanggaran peraturan perundang-undangan yang menyebabkan yang bersangkutan diberhentikan”. Jadi, ada 3 alasan yang nanti perlu diperhatikan di dalam proses recalling.

Nah, itu beberapa hal yang pada kesempatan untuk memberi

masukan, agar nasihat untuk diperhatikan. Jadi, yang perlu klarifikasi tentang kuasa hukum, ini para advokat ya? Ini sudah punya izin praktik advokat atau belum ini? Ya, paling tidak sudah, kan ada baiknya karena kadang-kadang ada yang mempersoalkan nanti. Lalu bukti keanggotaan DPR Saudara Pemohon prinsipal, keanggotaan dalam partai termasuk surat yang tadi ada surat bulan April yang proses recalling, itu untuk menunjukkan memang ada proses untuk itu.

Terima kasih, Pak.

31. KETUA: Dr. HARJONO, S.H., M.C.L.

Terima kasih, Bapak Hakim Mukthie Fadjar.

Jadi ada banyak hal yang sudah disampaikan tadi, Anda catat hal-hal tersebut, disamping itu saya juga untuk persidangan berikutnya menyampaikan beberapa hal, pertama adalah sudah menjadi satu himbauan dari Mahkamah Konstitusi bagi kuasa hukum yang sudah advokat tolong memakai toga, kecuali kalau memang belum advokat bisa jas dan dasi, ya? Kita ingatkan kembali untuk hal tersebut.

Yang berikutnya, Pemohon menyampaikan baru 2 alat bukti, yaitu undang tentang Susduk (Susunan dan kedudukan) dan Undang-Undang Dasar 1945 yang ada di tangan Majelis Hakim, kalau itu nanti perlu ditambahkan secepat mungkin ditambahkan, dan juga di dalam persidangan Mahkamah Konstitusi Pemohon bisa diberi hak untuk menghadirkan Saksi dan juga Ahli. Ini beda ya? Saksi dan Ahli. Status Saksi dan status Ahli berbeda, kalau ada niat untuk menyampaikan, menghadirkan Saksi atau juga mendengar Ahli, Pemohon bisa menyampaikan Saksi siapa yang akan dihadirkan dan ahli siapa yang mau didengar pendapatnya. Hal itu bisa disampaikan kepada Panitera, sekaligus juga nanti pada saat menyampaikan perbaikan. Melampirkan sekaligus kurikulum dan kesaksian atau keahlian apa yang ingin didengar di dalam Persidangan ini, dan waktu yang diberikan oleh undang-undang untuk perbaikan ini maksimal 14 hari. Sekarang terserah kepada Pemohon, apakah menggunakan sampai batas limit 14 hari atau sebelumnya bisa menyampaikan kepada Panitera hal-hal yang perlu disampaikan Pemohon silakan, sebelum nanti kita akhiri pemeriksaan pendahuluan.

(23)

32. KUASA PEMOHON: Dr. H. TEGUH SAMUDERA, S.H., M.H.

Terima kasih, Majelis Yang Mulia.

Pemohon dan Kuasa Pemohon sangat berterima kasih atas nasihat yang telah diberikan Yang Mulia dan karenanya kami akan melakukan perbaikan-perbaikan dan tambahan-tambahan, sebagaimana yang telah disampaikan oleh Majelis Yang Mulia agar segala sesuatu permohonan Pemohon memenuhi persyaratan formal, sehingga nantinya

insya Allah dapat dikabulkan.

Yang kedua, Saksi-saksi memang kami telah ada, demikian pula Ahli nanti kami akan susulkan pada saat kami menyerahkan perbaikannya. Terima kasih, Yang Mulia dari kami.

Rekan kami ada tambahan? Yang Mulia ternyata cukup yang kami sampaikan dan kami menghaturkan banyak terima kasih atas nasihat Majelis Yang Mulia.

33. HAKIM: Dr. HARJONO, S.H., M.C.L.

Baik, karena Pemohon sudah memanfaatkan waktu pada Pemeriksaan pendahuluan dan banyak hal yang sudah disampaikan oleh Majelis Hakim dan Pemohon akan menyampaikan perbaikan dalam waktu 14 hari, maka pemeriksaan pendahuluan bisa saya nyatakan cukup dan selesai, dan dengan ini saya nyatakan ditutup.

KETUK PALU 3X

SIDANG DITUTUP PUKUL 10.50 WIB

Risalah Sidang Panel Pemeriksaan Pendahuluan Perkara No. 008/PUU-IV/2006 mengenai Pengujian UU No 22. Tahun 2003

tentang Susunan Dan Kedudukan MPR, DPR, DPD, DPRD terhadap UUD 1945, Selasa 25 April 2006

Referensi

Dokumen terkait

Variabel dalam penelitian ini meliputi empat variabel bebas, yaitu Supervisi Akademik Kepala Sekolah (X1), Komunikasi interpersonal antara kepala sekolah dan guru,

Hasil sniffing pengguna pada SSO SAML dengan backend Radius menggunakan aplikasi web blog dan elearning dapat dilihat pada gambar 5 dan 6. Gambar 5 menjelaskan pengujian

Pengumuman right issue yang dilakukan emiten di mana dana hasil right issue itu akan digunakan untuk membayar utang perusahaan membuat investor bereaksi negatif

T P2A0 POST PARTUM SPONTAN DENGAN RIWAYAT KETUBAN PECAH DINI DI RUANG DAHLIA RSUD PANDAN ARANG BOYOLALI” Program Studi Diploma III Keperawatan Fakultas Ilmu

bahwa dalam rangka menyesuaikan proporsi tambahan bobot jabatan dan perubahan pengertian pegawai, maka perlu mengubah ketentuan dalam Peraturan Walikota Yogyakarta

Berdasarkan hasil wawancara yang penulis lakukan dengan seorang guru Fikih pada tanggal 13 Januari 2017, maka dapat disimpulkan bahwa di dalam video/film

Begitu halnya dengan organisasi dalam perpustakaan, setiap karyawan atau pustakawan memiliki tugas pokok sendiri yang harus dilakukan antara lain: melayani

Seperti halnya pada saat kondisi yang ada di lokasi tersebut telah terjadi pengelolaan lahan di kawasan hutan oleh masyarakat (perambahan), pelaksana kebijakan ber usaha