• Tidak ada hasil yang ditemukan

MANUAL PENGGUNAAN APLIKASI FISIKA EKSPERIMEN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "MANUAL PENGGUNAAN APLIKASI FISIKA EKSPERIMEN"

Copied!
69
0
0

Teks penuh

(1)

LABORATORIUM FISIKA LANJUTAN

JURUSAN FISIKA FMIPA

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

(2)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ... 2

DIFRAKSI CELAH TUNGGAL DAN CELAH GANDA ... 3

PENGUKURAN PANJANG GELOMBANG BUNYI ... 8

EFEK DOPPLER ... 12

TETAPAN PLANCK ... 16

INTERFERENSI GELOMBANG BUNYI ... 20

PEMANTULAN GELOMBANG BUNYI ... 25

DERET BALMER ... 29 RADIASI ALPHA ... 35 RADIASI GAMMA ... 43 PERCOBAAN MILIKAN ... 50 INTERFEROMETER MICHELSON ... 59 INDUKSI MAGNET ... 64

(3)

DIFRAKSI CELAH TUNGGAL DAN CELAH GANDA

Screenshoot:

Gambar 1.1 Screenshoot tampilan aplikasi simulasi difraksi celah tunggal dan ganda

Deskripsi :

Praktikum Difraksi celah tunggal dan celah ganda bertujuan untuk membuktikan adanya fenomena difraksi dari berkas cahaya sejajar yang melewati celah tunggal dan celah ganda. Pola dan variasi intensitas difraksi cahaya ini dapat diamati berdasarkan pola gambar grafik yang tercetak oleh Ploter XY. Di mana secara sederhana, prinsip percobaan dalam praktikum ini ialah menembakkan cahaya monokromatis ke arah celah tunggal A, B, dan C yang masing-masing mempunyai lebar dan dengan jarak tertentu. Pola difraksi yang terbentuk ini kemudian diamati dan dibandingkan dengan pola difraksi hasil penembakan berkas cahaya pada jarak yang sama ke arah celah ganda A, B, dan C, yang mempunyai lebar masing-masing celah, berturut-turut sama dengan lebar celah tunggal sebelumnya. Dari perbandingan pola difraksi ini, diharapkan praktikan dapat menghitung masing-masing lebar kisi baik berdasarkan hasil dari celah tunggal ataupun ganda. Selain itu praktikan juga mampu menentukan besar intensitas cahaya yang terdifraksi berdasarkan jarak tiap-tiap orde pola gelap terang yang terbentuk, terhadap terang pusat.

Tujuan :

1. Mengamati pola yang difraksi pada celah tunggal dan celah ganda. 2. Membuktikan adanya sifat difraksi dari berkas sinar sejajar.

(4)

Tinjauan Pustaka :

Difraksi merupakan penyebaran gelombang karena adanya kisi atau celah. Semakin kecil lebar halangan atau celah, sudut pembelokan gelombang semakin besar. Hal ini diterangkan dalam prinsip Huygens, yaitu difraksi biasanya membentuk pola gelap dan terang seperti diilustrasikan Gambar 1.2.

Gambar 1.2 Pola pembelokan cahaya dengan celah tunggal

Dengan mengetahui panjang gelombang (λ) sumber cahaya, maka untuk menghitung lebar celah tunggal dapat menggunakan persamaan:

(1.1)

dimana:

λ=panjang gelombang cahaya n=orde gelombang

d=lebar kisi/celah L=jarak kisi ke Layar

x=jarak cahaya yang terdifraksi terhadap terang pusat.

Sebuah celah dengan lebar infinitesimal akan mendifraksi sinar cahaya insiden menjadi deretan gelombang circular, dan muka gelombang yang lepas dari celah tersebut akan berupa gelombang silinder dengan intensitas yang uniform.

Eksperimen celah ganda yang dilakukan oleh Thomas Young menunjukkan sifat dualisme cahaya, yaitu sebagai gelombang dan partikel. Sumber cahaya koheren yang menyinari sebuah halangan dengan dua celah selain terdifraksi, cahaya akan membentuk pola interferensi yang berupa pita cahaya yang terang dan gelap pada bidang pengamatan. Sehingga untuk menghitung lebar celah pada celah ganda, pola gelap terang yang dijadikan adalah pola gelap terang mayoritas, bukan pola gelap terang hasil interferensi. Gambar 2 merupakan contoh perbandingan pola difraksi

(5)

hasil pengambilan data menggunakan celah tunggal dan ganda, dan pola gelap terang minoritas merupakan pola gelap terang hasil interferensi.

Gambar 1.3 Perbandingan pola difraksi yang terbentuk pada celah tunggal dan ganda

Setting Up Rangkaian :

1. Klik tombol Run yang berada di tengah bawah aplikasi . 2. Pasangkan celah tunggal ke penyangga.

3. Pasangkan penyangga yang sudah dipasangi celah, ke pengait yang berada diantara sumber sinar dan Plotter XY.

4. Sesuaikan posisi celah pada kisi A, sehingga terbentuk pola gelap terang dibelakang Plotter XY.

5. Double klik bagian depan Plotter XY, untuk menampilkan/menyembunyikan tampilan visual proyeksi atas Plotter XY, sekaligus proyeksi depan pola gelap terang hasil difraksi kisi.

6. Double klik pengait untuk menampilkan/menyembunyikan bar jarak pengait dengan solar sel.

7. Double klik proyeksi depan pola difraksi untuk menampilkan/menyembunyikan penggaris.

8. Set axis Y Plotter XY pada 1 mV/cm dan waktu pada 0.1 s/cm. Klik switch pena kearah pen, tombol power kearah 1 dan jika rangkaian semua sudah siap, klik tombol switch ke arah start atau rep untuk memulai plotting.

9. Arahkan button waktu ke arah x, untuk mengembalikan posisi pena Plotter XY ke posisi semula.

10. Catat jarak pengait ke solar sel (L), dan jarak pola terang masing-masing orde ke terang pusat (x).

11. Double klik kertas grafik yang telah terisi plot hasil difraksi, untuk memperbesar atau memindahkannya ke posisi lain untuk diganti dengan kertas yang baru. 12. Tekan saklar ruang, jika diperlukan tampilan simulasi dalam ruang gelap.

13. Ulangi langkah 4-10, untuk kisi B, C, dan juga kisi A, B, dan C pada celah ganda.

14. Tekan tombol Reset, yang berada disamping tombol Run jika setiap kali terjadi

(6)

Pengambilan Data :

Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, persamaan 1.1 adalah persamaan yang digunakan untuk menghitung lebar kisi, di mana Gambar 1.2 merupakan contoh pola difraksi yang terbentuk dari hasil difraksi celah tunggal dan ganda. Oleh karena itu, dengan mengambil nilai λ = 633 nm (laser He-Ne), data-data yang perlu diambil dari percobaan ini, untuk tiap-tiap celah A, B, dan C masing-masing celah antara lain:

1. Jarak antara pengait ke solar sel, sebagai L.

2. Jarak pembelokan cahaya untuk masing-masing orde terang, sebagai x.

3. Gambar plot intensitas difraksi yang ditangkap oleh solar sel melalui Plotter XY.

Berikut contoh tabel dan gambar grafik hasil pengambilan data: Tabel 1. Contoh tabel pengambilan data pada celah tunggal A

Celah L n x d A 1 2 3 4 5 drata-rata

Gambar 1.4 grafik hasil plotting Plotter XY kisi celah tunggal

Catatan:

Tabel di atas merupakan tabel contoh pengambilan data, yang jika dinilai kurang atau kurang sesuai, praktikan dapat memodifikasi Tabel 1 tersebut sesuai kebutuhan masing-masing dan dapat mempergunakan tabel hasil modifikasi untuk tabel pengambilan data celah tunggal B, C dan juga masing-masing kisi pada celah ganda.

(7)

Analisa Data :

Berdasarkan data hasil percobaan difraksi celah tunggal dan celah ganda di atas, hal-hal yang perlu dijelaskan dan dibandingkan dengan literatur antara lain:

1. Analisa pola difraksi dari masing-masing kisi celah tunggal dan celah ganda. 2. Analisa perbedaan pola difraksi masing-masing kisi celah tunggal dan ganda. 3. Teknik penentuan lebar, berikut nilai lebar yang diperoleh untuk masing-masing

kisi, baik celah tunggal maupun ganda.

Referensi :

Anonymous. 2010. Petunjuk Praktikum Fisika Eksperimen II. Laboratorium Fisika Lanjutan Jurusan Fisika FMIPA Universitas Brawijaya. Malang

(8)

PENGUKURAN PANJANG GELOMBANG BUNYI

Screenshoot :

Gambar 2.1 Screenshoot tampilan aplikasi simulasi pengukuran panjang gelombang bunyi Deskripsi :

Gelombang bunyi yang merambat di udara termasuk dalam jenis gelombang longitudinal. Prinsip percobaan pengukuran panjang gelombang bunyi ini adalah mencari titik rapatan dan regangan gelombang bunyi di udara dan resonansinya, yang terdapat disepanjang pipa Kundt. Titik rapatan dan regangan tersebut dideteksi menggunakan universal microphone, yang berfungsi merubah sinyal bunyi menjadi sinyal listrik, dan ditampilkan sebagai amplitudo tegangan oleh Osciloscope. Ketika ujung microphone berada pada posisi rapatan, besarnya amplitudo akan lebih tinggi dibanding ketika ujung microphone berada pada posisi regangan. Oleh karena itu, dikarenakan efek resonansi, dengan mengetahui 2 kali jarak posisi regangan ke regangan, atau dari rapatan ke rapatan yang terjadi disepanjang pipa Kundt, maka akan dapat dihitung nilai panjang gelombang bunyi secara langsung, dan kemudian dibandingkan dengan nilai panjang gelombang bunyi yang diperoleh berdasarkan nilai frekuensi pembangkit dan asumsi kecepatan rambat bunyi di udara berada pada kondisi suhu kamar.

(9)

Tujuan :

1. Menentukan dan mengamati variasi posisi rapatan dan regangan gelombang bunyi yang terjadi disepanjang pipa Kundt.

2. Menentukan panjang gelombang bunyi pada pipa Kundt untuk nilai frekuensi yang berbeda.

3. Menentukan pipa Kundt yang digunakan termasuk dalam jenis pipa organa tertutup atau terbuka.

Tinjauan Pustaka:

Definisi panjang gelombang (seringkali dinotasikan dengan lambda λ) adalah sebuah jarak antara satuan berulang dari suatu gelombang. Dimisalkan jika mengacu pada gelombang transversal, yang disebut sebagai panjang gelombang tidak lain adalah jarak antara puncak ke puncak, atau antara lembah ke lembah seperti yang diilustrasikan oleh Gambar 2.2a. Sedangkan pada gelombang longitudinal, panjang gelombang dideskripsikan sebagai jarak antara rapatan ke rapatan atau dari regangan ke regangan sebagaimana Gambar 2.2b. Dan dalam pipa yang berdiameter d, gelombang bunyi yang mempunyai panjang gelombang lebih panjang dari 2d, diasumsikan sebagai gelombang yang merambat mendatar disepanjang pipa tersebut.

Gambar 2.2 Perbandingan pola difraksi yang terbentuk pada celah tunggal dan ganda

Panjang gelombang λ memiliki hubungan terbalik dengan frekuensi f, yaitu jumlah satuan panjang gelombang yang melewati suatu titik dalam satuan waktu yang diberikan. Selain itu juga panjang gelombang berbanding lurus dengan kecepatan rambat gelombang c pada medium yang dilewati. Untuk gelombang bunyi, kecepatan rambat gelombang yang dimaksud adalah kecepatan gelombang suara di udara, dengan hubungan λ, c dan f sesuai persamaan 2.1:

(10)

(2.1) di mana:

λ = panjang gelombang (m)

c = kecepatan gelombang bunyi di udara ≈ 343 m/s f = frekuensi gelombang (Hz)

Dengan gelombang bunyi, udara yang terdapat dalam pipa mengalami resonansi sehingga terbentuk pola rapatan dan renggangan yang sesuai dengan setengah kali panjang gelombang bunyi. Pola rapatan dan renggangan tersebut dapat digambarkan dalam bentuk lain berupa pola simpul dan perut seperti Gambar 2.3, yang mana dalam gambar tersebut juga menunjukkan pola perbedaan simpul dan perut yang terjadi dalam pipa dengan ujung terbuka dan tertutup. Secara sederhana dapat dikatakan, posisi simpul perut ini tidak lain adalah posisi rapatan dan regangan gelombang bunyi yang telah beresonansi disepanjang pipa, termasuk pipa Kundt.

Gambar 2.3 Perbedaan pola rapatan dan regangan pada pipa dengan ujung tertutup dan terbuka Setting Up Rangkaian :

1. Klik tombol Run yang berada di tengah bawah aplikasi. 2. Sambungkan kabel speaker ke Signal Generator.

3. Nyalakan Signal Generator, set frekuensi output pada frekuensi >=2.000 Hz dan ≤ 20.000 Hz, dengan tombol putar AC dan DC pada Value > 0.

4. Sambungkan Signal Generator ke Osciloscope sebagai input tegangan Channel I. 5. Sambungkan Universal Microphone ke Osciloscope sebagai input tegangan

Channel II.

6. Atur Osciloscope pada mode dual Channel, dengan tombol Time/div dan Volt/div masing-masing Channel sesuai nilai output frekuensi yang dikeluarkan Signal Generator dan yang ditangkap oleh microphone.

7. Jika sudah mendapat tampilan di layar Osciloscope, gerak-gerakkan microphone maju atau mundur, tentukan dan tandai posisi tegangan maksimum dan minimum tegangan yang ditangkap ujung microphone.

8. Double klik pipa Kundt bagian tengah, untuk menampilkan atau menyembunyikan skala proyeksi samping pipa dan penggaris, untuk mengetahui/menandai posisi tegangan langkah 7.

9. Catat posisi terjadinya rapatan dan regangan langkah 8, sebagai data hasil percobaan.

(11)

12. Tekan tombol Reset, yang berada disamping tombol Run jika setiap kali terjadi

crash pada aplikasi. Pengambilan Data :

Universal microphone digunakan untuk mencari titik di mana letak simpul dan perut dalam pipa Kundt terjadi. Letak simpul dan perut tersebut dapat diketahui dengan melihat tinggi tegangan yang ditampilkan Osciloscope. Di mana simpul ditunjukkan oleh tegangan maksimum yang dapat dicapai, sedangkan perut ditunjukkan oleh tegangan minimum yang dapat dideteksi. Dengan menggerakkan universal microphone ke arah masuk atau keluar, dan dengan ujung pipa yang ditempati microphone dianggap sebagai titik 0, maka pengambilan data percobaan ini dapat mengikuti Tabel 2.1, dengan Sn sebagai letak simpul ke n:

Tabel 2.1 Contoh tabel pengambilan data

F (Hz) Letak simpul (cm)

S1 S2 S3 S4

Catatan:

Tabel di atas dapat dimodifikasi/ditambah/diganti sesuai kebutuhan.

Analisa Data :

Hal-hal yang perlu dianalisa dari percobaan ini antara lain:

1. Penjelasan alasan bagaimanaa jika panjang gelombang bunyi yang merambat, mempunyai panjang gelombang lebih kecil dari 2 kali diameter pipa Kundt. 2. Posisi letak simpul dan perut berdasarkan besar frekuensi yang diberikan.

3. Perbandingan nilai panjang gelombang bunyi sesuai besar frekuensi yang diberikan.

4. Pipa Kundt yang digunakan, termasuk dalam jenis pipa organa tertutup atau terbuka.

Referensi :

Anonymous. 2010. Petunjuk Praktikum Fisika Eksperimen II. Laboratorium Fisika Lanjutan Jurusan Fisika FMIPA Universitas Brawijaya. Malang

(12)

EFEK DOPPLER

Screenshoot :

Gambar 3.1 Screenshoot aplikasi simulasi Efek Doppler Deskripsi :

Praktikum ini bertujuan untuk mengamati efek Doppler akibat terjadinya perubahan jarak antara sumber dan penerima bunyi, yang bergerak dengan kecepatan tertentu. Berbeda dengan pelaksanaan praktikum di laboratorium yang sebenarnya, dalam simulasi ini praktikan hanya melakukan pengamatan terhadap frekuensi rata-rata yang diterima oleh pendengar, berdasarkan gerakan sumber bunyi yang mendekat dan atau menjauh dan tidak melakukan perlakukan sebaliknya, yang juga menggerakkan pendengar mendekat atau menjauhi sumber bunyi. Namun dengan hanya pengambilan data frekuensi rata-rata dan waktu yang digunakan untuk menghitung kecepatan dengan sumber yang bergerak, diharapkan praktikan dapat menjelaskan pengaruh perubahan kecepatan pergerakan sumber bunyi terhadap perubahan frekuensi yang diterima oleh pendengar. Hal ini secara mendasar sudah mewakili interpretasi dari terjadinya efek Doppler.

Tujuan :

1. Mengamati dan menganalisa pengaruh gerak sumber bunyi terhadap frekuensi yang diterima oleh pendengar.

2. Menentukan besar perbandingan antara frekuensi yang diterima oleh pendengar dengan frekuensi asli sumber berdasarkan kecepatan gerak sumber bunyi terhadap pendengar.

(13)

Tinjauan Pustaka :

Efek Doppler, yang penamaanya mengikuti tokoh fisika Christian Andreas Doppler, adalah fenomena perbedaan frekuensi asli fo dengan frekuensi yang diterima oleh

pendengar, dan disebabkan oleh sumber gelombang bunyi yang bergerak mendekati/menjauhi pendengar tersebut. Keadaan di atas dan juga seperti yang diilustrasikan pada Gambar 3.1, untuk pendengar yang diam dan didekati atau dijauhi sumber bunyi, masing-masing akan menerima frekuensi f1 berturut-turut dengan

jumlah frekuensi lebih banyak atau lebih sedikit dari frekuensi aslinya fo (sesuai

dengan persamaan 3.1). Sedangkan sebaliknya, untuk sumber bunyi yang diam dan dengan pendengar yang bergerak, maka jumlah frekuensi f2 yang diterima oleh

pendengar, diberikan oleh persamaan 3.2.

Gambar 3.2 Efek Doppler pada dua object pendengar yang berbeda (Sumber : http://images.yourdictionary.com/doppler-effect) c v f f 1 0 1 (3.1) c v f f2 0 1 (3.2)

(14)

Setting Up Rangkaian :

1. Klik tombol Run yang berada di tengah bawah aplikasi.

2. Sambungkan masing-masing kabel penghubung Sensor ke Digital Counter 1, dengan sensor bagian kanan ke knob nomor 1 dan bagian kiri ke knob nomor lainnya.

3. Set Digital Counter 1 ke mode timer, sembunyikan tanda panah start pada tombol reset dan tombol stop. Kemudian lakukan set lanjutan, dengan knob 1 diset ke arah tanda , dan pada knob yang terhubung dengan sensor bagian kiri diset ke arah tanda .

4. Sambungkan kabel Loudspeaker ke Signal Generator.

5. Nyalakan Signal Generator, set frekuensi output pada frekuensi >=2.000 Hz dan ≤ 20.000 Hz sebagai fo, dengan tombol putar AC dan DC pada Value > 0.

6. Sambungkan kabel Universal Microphone ke Digital Counter 2, dan set Digital Counter 2 ke mode repetition dengan satuan kHz.

7. Arahkan posisi Loudpeaker ke posisi maksimum sebelah kanan.

8. Set tombol Control Rotor, dengan tombol kecepatan >0 dan tombol perputaran ke arah kiri.

9. Klik tombol run Digital Counter 1, 2 dan sesegera mungkin nyalakan saklar Control Rotor.

10. Ketika Loudspeaker sudah berada pada posisi maksimum sebelah kiri. Sesegera mungkin matikan tombol stop Digital Counter 2, yang disusul mematikan juga tombol stop Digital Counter 1.

11. Matikan tombol saklar Control Rotor.

12. Catat waktu yang ditampilkan Digital Counter 1 sebagai waktu tempuh, dan nilai rata-rata frekuensi Digital Counter 2 sebagai nilai frekuensi sumber bunyi menjauhi pendengar.

13. Set tombol Control Rotor, dengan tombol kecepatan sama namun dengan tombol perputaran ke arah kanan.

14. Reset Digital Counter 1 dan 2.

15. Klik tombol run Digital Counter 1, 2 dan sesegera mungkin nyalakan saklar Control Rotor kembali.

16. Ketika Loudspeaker sudah berada pada posisi maksimum sebelah kanan. Sesegera mungkin matikan tombol stop Digital Counter 2, yang disusul mematikan juga tombol stop Digital Counter 1.

17. Catat waktu yang ditampilkan Digital Counter 1 sebagai waktu tempuh, dan nilai rata-rata frekuensi Digital Counter 2 sebagai nilai frekuensi sumber bunyi mendekati pendengar.

18. Double klik sensor, baik sebelah kiri ataupun kanan, untuk menampilkan keterangan jarak antara sensor sebelah kanan ke kiri.

19. Reset Digital Counter 1 dan 2, ulangi langkah 9-17 untuk nilai frekuensi output Signal Generator yang lain.

20. Setting rangkaian dapat dimodifikasi sesuai kreativitas praktikan masing-masing. 21. Tekan tombol Reset, yang berada disamping tombol Run jika setiap kali terjadi

(15)

Pengambilan Data :

Sebagaimana disebutkan sebelumnya, simulator ini hanya dapat melakukan pengambilan data untuk sumber bunyi (Loudspeaker) yang bergerak dengan objek pendengar (Microphone) diam. Frekuensi asli yang disimbolkan dengan fo, nilainya

diambil dari frekuensi output Signal Generator. Sedangkan untuk frekuensi rata-rata pendengar yang dijauhi atau didekati sumber bunyi berturut-turut disimbolkan dengan f- dan f+. Besar kecepatan v sumber bunyi, dapat dihitung berdasarkan waktu

yang tercatat pada Signal Generator, sebagai pembagi jarak antara sensor kiri ke kanan, yang dalam simulasi ini diasumsikan berjarak tetap 45 cm. Tabel 3.1 merupakan contoh tabel pengambilan data dalam percobaan ini, yang dalam implementasinya dapat dimodifikasi sesuai dengan kebutuhan.

Tabel 3.1 Contoh tabel pengambilan data percobaan Efek Doppler.

No t (s) v (m/s) fo (Hz) f- (Hz) f+ (Hz)

Catatan:

Diperlukan latihan pengambilan data terlebih dahulu sebelum dilakukan pengambilan data yang sebenarnya dan tabel di atas dapat dimodifikasi/ditambah/diganti sesuai kebutuhan.

Analisa Data :

Hal-hal yang perlu dianalisa dari percobaan ini adalah: 1. Menganalisa fenomena efek Doppler yang terjadi.

2. Perbandingan nilai frekuensi yang ditangkap oleh pendengar, akibat gerakan sumber bunyi mendekat dan menjauhi, dengan besar kecepatan yang sama.

Referensi :

Anonymous. 2010. Petunjuk Praktikum Fisika Eksperimen II. Laboratorium Fisika Lanjutan Jurusan Fisika FMIPA Universitas Brawijaya. Malang

Anonymous. 2012. Doppler Effect. http://images.yourdictionary.com/doppler-effect

(16)

TETAPAN PLANCK

Screenshoot :

Gambar 4.1 Screenshoot percobaan tetapan Planck Deskripsi :

Percobaan ini bertujuan untuk menentukan tetapan Planck dengan menggunakan rangkaian fotolistrik. Secara umum percobaan ini menggunakan perangkat pakem dari Leybold, yang mana di dalamnya sudah terpasang photocell yang fungsinya sebagai penangkap foton dan sekaligus elektron yang terhambur akibat tumbukan. Dalam percobaan ini, foton tersebut berasal dari hasil pembiasan cahaya polikromatik lampu Mercury, dan berupa spektrum cahaya yang mempunyai range frekuensi yang berbeda-beda. Di mana tiap level berkas cahaya yang mempunyai nilai frekuensi tertentu, ketika menumbuk layer potassium yang berada dalam photocell akan menghasilkan arus listrik yang pada langkah selanjutnya digunakan untuk mencari tegangan ambangnya.

Tujuan :

1. Mengetahui pola visual spektrum cahaya yang terbentuk dari rangkaian. 2. Menentukan nilai tetapan Planck berdasarkan spektrum lampu Mercury.

(17)

Tinjauan Pustaka :

Konstanta Planck, dilambangkan dengan huruf h dan merupakan konstanta penting dan biasa ditemui dalam teori mekanika kuantum dan penamaannya dinamai untuk menghargai Max Planck, salah seorang pendiri teori kuantum yang nilainya sebesar:

Konstanta Planck mempunyai satuan energi yang dikalikan dengan waktu dan merupakan satuan usaha. Dalam gelombang elektromagnetik, Konstanta Planck ini dapat dianggap pula sebagai proporsionalitas konstan antara energi (E) foton dan nilai frekuensi (ν)-nya. Di mana hubungan antara energi dan frekuensi ini biasa disebut sebagai hubungan Einstein yang dinotasikan dalam persamaan Planck-Einstein, persamaan 4.1:

(4.1)

Gambar 4.2 Skema photocell

Gambar 4.2 adalah skema kerja photocell yang terdapat dalam perangkat penentu Konstanta Planck. Dengan mengasumsikan usaha yang diperlukan elektron tereksitasi dari photocatode sebagai Ac. Hubungan Einstein persamaan 4.1 untuk energi kinetik

dinotasikan menjadi persamaan 4.2, yang mana nilai energi kinetik elektron nilainya sama dengan besar tegangan yang dikalikan dengan muatan dasar elektron e dan dapat ditulis kembali menjadi persamaan 4.3.

c A hv mv02 2 1 (4.2) o U e mv . 2 1 2 0 c o hv A U e. (4.3)

Gambar 4.3 adalah contoh gambar spektrum cahaya yang dihasilkan dari perangkat penentu Konstanta Planck, dengan masing-masing berkas cahaya memiliki frekuensi sebagaimana ditunjukkan oleh Tabel 4.1.

(18)

Gambar 4.3 Spektrum mercury lamp

Tabel 4.1 Nilai-nilai frekuensi dari spektrum lampu Mercury

Warna Kuning Hijau Turquoise Biru Violet Frekuensi (1014 s-1) 5.19 5.49 6.88 6.08 7.41

Setting Up Rangkaian :

1. Klik tombol Run yang berada di tengah bawah aplikasi.

2. Set Voltmeter 1 dan 2 untuk mengukur tegangan dengan range maksimum 20 V. 3. Sambungkan kabel penghubung Voltmeter 2 ke Amplifier.

4. Sambungkan kabel ground rangkaian potensimeter ke ground yang berada di Amplifier.

5. Sambungkan juga kabel tegangan perangkat Konstanta Planck ke Amplifier 6. Sambungkan lampu Mercury ke Universal Choke.

7. Nyalakan tombol saklar Amplifier dan Universal Choke, set Amplifier untuk mengukur tegangan, dengan range tegangan pada 100.

8. Geser penutup jendela spektrum, double klik kaca jendela untuk menampilkan/menyembunyikan proyeksi depan dan tombol pengatur posisi photocell.

9. Sesuaikan posisi photocell sesuai berkas cahaya yang akan digunakan sebagai foton, untuk efek fotolistrik dengan memutar tombol posisi photocell ke kiri atau ke kanan.

10. Jika tegangan pada Voltmeter 2 tidak sama dengan 0, putar potensiometer ke kiri atau ke kanan, hingga tegangan di Voltmeter 2 sama dengan atau mendekati 0. 11. Catat nilai tegangan Voltmeter 1 sebagai dara tegangan ambang hasil percobaan 12. Tekan tombol Reset, yang berada disamping tombol Run jika setiap kali terjadi

crash pada aplikasi. Pengambilan Data :

Potensiometer berfungsi sebagai variabel yang digunakan untuk menentukan besar tegangan ambang. Tegangan ambang yang dimaksud di sini adalah tegangan agar elektron yang tertumbuk foton, meskipun sudah tereksitasi, elektron tersebut tertarik kembali ke photocatode, sehingga tegangan yang ditangkap oleh anode dalam photocell bernilai sama dengan atau mendekati 0. Tegangan photocatode tidak lain adalah tegangan yang dicatat oleh Voltmeter 1, sedangkan tegangan anode adalah

(19)

tegangan yang dicatat oleh Voltmeter 2. Berikut tabel 4.2 merupakan contoh tabel pengambilan data hasil percobaan:

Tabel 4.2. Contoh tabel pengambilan data percobaan tetapan Planck

Warna Tegangan Voltmeter 1

Percb 1 Percb 2 Percb 3 Percb 4 Percb 5 Urata-rata Kuning Hijau Torquoise Biru Violet Catatan:

*tabel ini dapat dimodifikasi sesuai kebutuhan.

Kemudian untuk mempermudah perhitungan, data hasil percobaan Tabel 4.2 diubah dalam bentuk grafik hubungan tegangan U dan frekuensi v masing-masing warna, untuk dicari nilai gradientnya.

Gambar 4.4 Grafik kosong hubungan tegangan dan frekuensi

Karena diambil nilai selisih, nilai Ac dapat direduksi sehingga persamaan 4.3 dapat

ditulis kembali menjadi persamaan 4.4, dengan m tidak lain adalah nilai gradient dari grafik Gambar 4.4. m v U e h . (4.4) Analisa Data :

Hal-hal yang perlu dibahas dari pelaksanaan percobaan ini antara lain: 1. Proses fotolistrik dari perangkat Kontanta Planck yang digunakan.

2. Nilai tetapan Planck (h) yang didapatkan dan dibandingkan dengan literatur.

Referensi :

Anonymous. 2010. Petunjuk Praktikum Fisika Eksperimen II. Laboratorium Fisika Lanjutan Jurusan Fisika FMIPA Universitas Brawijaya. Malang

(20)

INTERFERENSI GELOMBANG BUNYI

Screenshoot:

Gambar 5.1 Screenshoot percobaan interferensi gelombang bunyi Deskripsi :

Prinsip percobaan ini adalah dengan melewatkan gelombang bunyi pada layar yang bercelah untuk menghasilkan interferensi gelombang bunyi. Dalam kasus gelombang cahaya, dua berkas cahaya atau lebih, dapat berinterferensi yang ditandai dengan terbentuknya pola gelap terang pada layar. Pada gelombang bunyi juga dapat terjadi pola gelap terang tersebut, namun pola gelap terang hasil interferensi ditandai dengan nilai intensitas bunyi yang maksimum, sedangkan pola gelap ditandai dengan nilai intensitas bunyi yang minimum, bahkan nol. Karena percobaan ini mencari pola gelap terang yang terjadi pada gelombang bunyi, oleh karena itu diperlukan Universal Microphone untuk mengetahui pola gelap terang, sekaligus posisi interferensi dari dua gelombang bunyi yang se-fase.

Tujuan :

1. Membuktikan adanya sifat interferensi pada gelombang bunyi dengan mengamati pola difraksi 2 celah.

2. Menentukan posisi per orde gelap dan terang dari hasil interferensi gelombang bunyi.

(21)

Tinjauan Pustaka :

Interferensi gelombang merupakan perpaduan antara 2 gelombang atau lebih. Interferensi tersebut dapat saling menguatkan (maksima) atau melemahkan (minima) yang dalam gelombang bunyi ditandai oleh ketinggian amplitudo intensitasnya. Dalam hal lain, interferensi dapat terjadi pula karena terdapat 2 gelombang yang bertemu pada waktu yang bersamaan, di mana terjadi interferensi konstruktif bila gelombang yang bertemu mempunyai fase yang sama, sedangkan interferensi destruktif bila fase masing-masing gelombang berbeda sebesar π.

Gambar 5.2. Percobaan celah ganda (Sumber: http://h2physics.org/?cat=47)

Sudut maksima αmax tiap orde, yang ditandai bagian terang, secara teori dapat

diketahui menggunakan persamaan 5.1. Sedangkan sudut minima αmin tiap orde, yang

ditandai bagian gelap, dapat diketahui menggunakan persamaan 5.2. Sudut maksima minima tersebut tidak lain adalah sudut arah terjadinya interferensi pada gelombang.

(22)

d n. sin max (5.1) d n ) 2 1 ( sin min (5.2) dengan nilai n = 0, 1, 2, … di mana: n = orde α = sudut maxima/minima d = jarak antar celah

= panjang gelombang bunyi

Setting Up Rangkaian :

1. Klik tombol Run yang berada di tengah bawah aplikasi. 2. Sambungkan Loundspeaker ke Signal Generator.

3. Set frekuensi output Signal Generator pada frekuensi >=2.000 Hz dan ≤ 20.000 Hz, dengan tombol putar AC dan DC pada Value > 0.

4. Sambungkan Signal Generator ke Osciloscope sebagai input Channel 1, dan sambungkan Universal Microphone ke Channel 2.

5. Nyalakan Osciloscope, set mode ke dual Channel. Atur posisi vartical masing-masing Channel agar sinyal input tidak berhimpit.

6. Arahkan mouse ke pengait penyangga Microphone untuk mengetahui informasi, Jarak speaker ke kisi, lebar per celah, jarak antar celah (d), dan jarak ujung Microphone ke kisi.

7. Nyalakan Signal Generator, atur Time/div dan Volt/div masing-masing Channel Osciloscope sehingga sinyal input dapat ditampilkan.

8. Double klik celah untuk menampilkan atau menyembunyikan proyeksi depan celah, geser penutup celah sehingga terbuka 2 celah saja.

9. Geser maju atau mundur Microphone, untuk mendapatkan tampilan sinyal output Channel 2 yang terbaik.

10. Untuk Pergeseran ke kiri dan ke kanan, double klik penyangga/pengait Microphone, untuk menampilkan/menyembunyikan proyeksi samping Microphone terhadap celah.

11. Geser microphone ke kiri atau ke kanan, catat posisi maxima dan minima pola interferensi gelombang yang terdeteksi sebagai data hasil percobaan.

12. Tekan tombol Reset, yang berada disamping tombol Run jika setiap kali terjadi

crash pada aplikasi. Pengambilan Data :

Data yang diambil dari percobaan ini adalah letak di mana posisi maksima/minima inetrferensi gelombang bunyi yang terjadi dan besar intensitasnya. Gambar 5.4 adalah ilustrasi pembentukan pola maxima dan minima, yang dalam percobaan ini L sebagai

(23)

jarak celah ke ujung Microphone dan x sebagai jarak simpangan Microphone ke kiri atau ke kanan dari terang pusat/titik tengah celah. Tabel 5.1 merupakan contoh pengambilan data dengan U sebagai besar tegangan output yang tercatat pada layar Osciloscope.

Gambar 5.4 Pembentukan pola maxima/minima interferensi celah ganda gelombang bunyi

Berikut contoh tabel pengambilan data yang dapat digunakan: Tabel 5.1 contoh tabel pengambilan data

Orde Maxima Minima

x (cm) U(Volt) x (cm) U (Volt)

Catatan:

tabel di atas dapat diganti/dimodifikasi sesuai kebutuhan.

Analisa Data :

Problem yang menjadi pokok pembahasan praktikum ini adalah:

1. Penjelasan mengenai nterferensi gelombang bunyi berdasarkan hasil percobaan yang telah dilakukan.

2. Nilai maxima dan minima per orde yang di dapatkan.

3. Penjelasan mengenai variasi intensitas gelombang bunyi per maxima dan minima, serta hubungannya dengan besar simpangan ke kiri atau ke kanan masing-masing orde.

(24)

Referensi :

Anonymous. 2010. Petunjuk Praktikum Fisika Eksperimen II. Laboratorium Fisika Lanjutan Jurusan Fisika FMIPA Universitas Brawijaya. Malang

Cheng, Poon Siew. 2012. Interference. http://h2physics.org/?cat=47. (diakses tanggal: 10 Oktober 2012)

(25)

PEMANTULAN GELOMBANG BUNYI

Screenshoot :

Gambar 6.1 Screenshoot percobaan pemantulan gelombang bunyi Deskripsi :

Pada dasarnya, percobaan ini adalah memantulkan gelombang bunyi yang dibangkitkan Loudspeaker dan diarahkan ke reflection plate dengan sudut datang dan pantul tertentu. Gelombang hasil pemantulan dideteksi besar intensitasnya dengan menggunakan Universal Microphone, dan ditunjukkan oleh besar tegangan yang terbaca pada layar Osciloscope. Dengan mengetahui besar sudut datang, sudut pantul dan besar intensitas pemantulan, maka data-data tersebut akan dapat digunakan untuk membuktikan hukum pemantulan gelombang, yang dalam kasus ini berupa gelombang bunyi.

(26)

Tujuan :

1. Membuktikan adanya sifat pemantulan gelombang pada gelombang longitudinal. 2. Membuktikan hukum pemantulan gelombang.

Tinjauan Pustaka :

Seperti gelombang pada umumnya, bunyi juga dapat memantul apabila mengenai suatu penghalang. Penghalang ini dapat berupa layar atau batas antara dua medium yang berbeda kerapatannya. Gambar 6.2 mengilustrasikan contoh pemantulan gelombang, yang mana besar sudut pantul nilainya akan sama dengan sudut datang terhadap garis normal. Keadaan ini sesuai dengan hukum Snellius yang menyatakan bahwa arah sudut datang sama dengan sudut pantul pada optik.

Gambar 6.2 Gelombang datang dan pantul

(Sumber : http://www.oocities.org/wave032002/reflection.htm) Setting Up Rangkaian :

1. Klik tombol Run yang berada di tengah bawah aplikasi. 2. Sambungkan Loudspeaker ke Signal Generator.

3. Sambungkan Signal Generator ke Osciloscope sebagai input tegangan Channel 1. 4. Set frekuensi output Signal Generator pada frekuensi >=2.000 Hz dan ≤ 20.000

Hz, dengan tombol putar AC dan DC pada Value > 0.

5. Sambungkan Universal Microphone ke Osciloscope sebagai input tegangan Channel 2.

6. Nyalakan Osciloscope, set mode ke dual Channel. Sesuaikan Time/div dan Volt/div masing-masing Channel Osciloscope, sehingga sinyal input dapat ditampilkan dan tidak berhimpit.

7. Geser posisi Microphone, Loudspeaker atau putar Layar ke kiri atau ke kanan untuk mendapatkan variasi perbandingan sinyal output.

8. Double klik Layar, untuk menampilkan/menyembunyikan proyeksi atas busur penunjuk sudut pergeseran.

9. Tekan tombol Reset, yang berada disamping tombol Run jika setiap kali terjadi

(27)

Pengambilan Data :

Gambar 6.3 Gelombang datang dan pantul dalam percobaan

Gambar 6.3 adalah gambar proses pembentukan sudut datang α dan sudut pantul β terhadap garis Normal, yang menjadi acuan pengambilan data dalam praktikum ini. Dalam gambar tersebut Loudspeaker yang berfungsi sebagai sumber bunyi ditandai dengan angka 1, Layar sebagai pemantul gelombang ditandai dengan angka 3, dan Microphone sebagai detektor intensitas gelombang pantul ditunjukkan dengan angka 2. Dengan menggeser-geser posisi Microphone, Loudspeaker atau memutar Layar ke kiri atau ke kanan, maka akan didapatkan variasi nilai intensitas bunyi yang ditampilkan sebagai nilai tegangan oleh Osciloscope. Tabel 6.1 adalah contoh tabel pengambilan data.

(28)

Tabel 6.1. Contoh tabel pengambilan data. No α (°) β (°) U (Volt) 1 0 0 30 60 90 2 30 0 30 60 90 3 60 0 30 60 90 dst Analisa Data :

Dari percobaan yang dilakukan, hal-hal yang perlu dijelaskan antara lain: 1. Prinsip dasar pemantulan gelombang bunyi.

2.

Hubungan

α dan β

terhadap besar intensitas gelombang bunyi.

Referensi :

Anonymous. 2010. Petunjuk Praktikum Fisika Eksperimen II. Laboratorium Fisika Lanjutan Jurusan Fisika FMIPA Universitas Brawijaya. Malang

Anonymous. 2012. Reflection of Waves. http://images.yourdictionary.com/doppler-effect (diakses tanggal : 07 Oktober 2012)

(29)

DERET BALMER

Screenshoot:

Gambar 7.1 Screenshoot Aplikasi Deret Balmer

Deskripsi :

Praktikum deret Balmer, secara garis besar adalah menentukan panjang gelombang cahaya hasil difraksi, berdasarkan bentuk spektrum yang terbentuk oleh emisi atom hidrogen yang dipancarkan Lampu Balmer. Panjang gelombang tersebut diobservasi dan kemudian digunakan untuk menghitung Energi transisi yang terjadi dalam atom. Sehingga selain praktikan dapat menentukan panjang gelombang hasil emisi atom Hidrogen, dengan praktikum ini juga, praktikan dapat membuktikan besarnya Energi transisi yang terjadi dalam atom Hidrogen sesuai dengan literatur yang sudah ada.

Tujuan :

4. Menentukan panjang gelombang merah (Hα), turqoise (Hβ) dan biru (Hγ)

sebagai bagian dari deret Balmer atom Hidrogen, berdasarkan spektrum cahaya hasil difraksi Lampu Balmer.

5. Menentukan besar Energi transisi perkulit berdasarkan panjang gelombang merah (Hα), turqoise (Hβ) dan biru (Hγ) yang dihasilkan.

(30)

Tinjauan Pustaka :

Deret Balmer merupakan karakteristik atom yang menunjukkan adanya transisi elektron dari kulit ≥3 ke kulit 2. Ketika bertransisi, atom memancarkan Energi (ΔE) yang nilainya berbanding terbalik dengan panjang gelombang foton (λ) yang dipancarkannya. Keadaan transisi ini dapat diilustrasikan sebagaimana Gambar 7.2.

(a) (b)

Gambar 7.2 Transisi Elektron (Sumber : http://en.wikipedia.org/wiki/Balmer_series) Dalam atom, energi tiap kulit (Ek) nilainya sebanding dengan:

dimana:

k = nomor kulit

Z = nomor atom = 1 untuk atom Hidrogen.

(31)

dimana:

c= kecepatan cahaya h=tetapan Planck

Untuk atom Hidrogen sendiri, emisi cahaya yang dipancarkan oleh Lampu Balmer, memancarkan 4 gelombang cahaya tampak dan 4 gelombang dalam range Ultraviolet dengan spesifikasi seperti pada tabel berikut:

Tabel 7.1 emisi Hidrogen yang dipancarkan oleh Lampu Balmer Transition

of n 3→2 4→2 5→2 6→2 7→2 8→2 9→2 ∞→2

Name Hα Hβ Hγ Hδ Hε Hδ Hε

Wavelength

(nm) 656.3 486.1 434.1 410.2 397.0 388.9 383.5 364.6

Color Red Cyan Blue Violet Ultraviolet Ultraviolet Ultraviolet Ultraviolet Sumber : http://en.wikipedia.org/wiki/Balmer_series

Sedangkan jika cahaya terdifraksi oleh sebuah kisi, untuk pola terang akan memiliki simpangan sebesar x yang nilainya sebanding dengan panjang gelombangnya, hal ini sesuai dengan persamaan:

(32)

dimana jarak antara kisi dengan layar L, n sebagai orde gelombang dan g lebar kisi.

Setting Up Rangkaian :

1. Klik tombol Run yang berada di tengah bawah aplikasi 2. Pasang Lensa Fokus +50 mm ke Pengait 1.

3. Pasang Layar ke Pengait 5.

4. Buka celah Slide, dengan lebar > 0 mm. 5. Pasang Slide pada Pengait 2.

6. Pasang Lensa Fokus +100 mm ke Pengait 3. 7. Pasang Kisi (1/600) mm ke Penyangga Kisi. 8. Pasang Penyangga Kisi ke Pengait 4

9. Nyalakan Lampu Balmer dengan menekan tombol saklar Power Supply. 10. Jika difraksi cahaya belum muncul, dimungkinkan terdapat kesalahan

rangkaian pada langkah sebelumnya.

11. Carilah bentuk difraksi cahaya yang paling bagus dengan mengeser-geser posisi lensa.

12. Double klik meteran, untuk menampilkan besar lebar celah dan jarak antar Pengait.

13. Tekan saklar ruang, jika diperlukan simulasi dalam ruang gelap.

14. Gunakan penggaris untuk mengukur simpangan difraksi per gelombang yang terjadi terhadap terang pusat.

15. Tekan tombol Reset, yang berada disamping tombol Run jika setiap kali terjadi crash pada aplikasi.

Pengambilan Data :

Contoh spektrum yang terbentuk dari hasil difraksi sebagaimana terlihat pada Gambar 7.3:

Gambar 7.3 Contoh hasil difraksi

Panjang gelombang Hα, Hβ dan Hγ dapat diketahui menggunakan persamaan panjang

(33)

dimana:

λ=panjang gelombang n=orde gelombang

d=lebar kisi = (1/600) mm L=jarak kisi ke Layar

x=jarak cahaya yang terdifraksi terhadap terang pusat.

Oleh karena itu dalam praktikum ini, data percobaan yang diambil adalah jarak kisi ke Layar (L) dan simpangan masing-masing warna cahaya yang terdifraksi (x), dengan mengasumsikan semua cahaya tersebut berada pada orde 1. Dari kedua data tersebut dicari nilai λ masing-masing gelombang hasil difraksi, kemudian digunakan untuk mencari tingkat Energi transisi pada atom.

Tabel 7.2. Contoh tabel pengambilan data :

H x L λpercobaan λreferensi ΔEpercobaan ΔEreferensi

*tabel di atas dapat dimodifikasi sesuai kebutuhan.

Analisa Data :

Berdasarkan data hasil percobaan deret Balmer ini, hal-hal yang perlu dianalisa dan dibandingkan dengan Literatur yang sudah ada adalah:

2. Perbandingan panjang gelombang Hα, Hβ dan Hγ.

3. Perbandingan ΔE masing-masing transisi. 4. Jumlah gelombang yang muncul.

(34)

Referensi :

Anonymous. 2010. Petunjuk Praktikum Fisika Eksperimen II. Laboratorium Fisika Lanjutan Jurusan Fisika FMIPA Universitas Brawijaya. Malang

Anonymous. 2011. Balmer Series. http://en.wikipedia.org/wiki/Balmer_series

(Diakses 14 November 2011)

Anonymous. 2011. Measured Hydrogen Spectrum. http://hyperphysics.phy-astr.gsu.edu/Hbase/tables/hydspec.html#c1 (Diakses 14 November 2011)

(35)

RADIASI ALPHA

Screenshoot :

Gambar 8.1 Screenshoot aplikasi percobaan Radiasi Alpha Deskripsi :

Secara umum, praktikum ini adalah mengambil jumlah impuls (intensitas) rata-rata radiasi Alpha yang terjadi pada 2 unsur, dimana unsur yang satu sebagai acuan (Radium) dan unsur yang satu lagi sebagai unsur yang akan dicari nilai energi radiasi Alphanya (Ameresium). Sehingga dengan mengetahui pola level energi radiasi pada detektor dan dibandingkan dengan nilai energi radiasi sesungguhnya (sesuai dengan literatur) untuk unsur Radium, level energi detektor tersebut dapat digunakan sebagai faktor pembanding untuk menentukan nilai energi radiasi Alpha yang sesungguhnya pada unsur Ameresium.

Tujuan :

1. Menentukan dan membandingkan level energi radiasi Alpha pada unsur Radium yang terdeteksi, dengan energi radiasi unsur tersebut sesuai literatur yang sudah ada

2. Menentukan besar energi radiasi Alpha yang dipancarkan Ameresium, sesuai perbandingan level energi radiasi Alpha Radium sebelumnya

(36)

Tinjauan Pustaka :

Kebanyakan bahan Radioaktif tidak langsung berubah ke bentuk stabilnya, namun secara bertahap meluruh ke bentuk isotop lain yang mengikuti rantai peluruhan tertentu. Seperti terlihat pada deret Radium Gambar 8.2, Radium 226 meluruh ke bentuk isotopnya Radon 222, dilanjutkan ke Polonium 218, ke Timah 214 dan begitu seterusnya sampai ke bentuk isotop-isotop stabil lain, dimana setiap kali terjadi proses peluruhan, isotop memancarkan energi radiasi sesuai dengan mode peluruhan yang terjadi. Mode peluruhan ini dapat berupa pancaran radiasi Alpha (α), Beta (β) ataupun Gamma (γ).

Gambar 8.2 Radium series (Sumber: http://en.wikipedia.org/)

Persamaan 8.1 menunjukkan proses terjadinya peluruhan α dari atom A ke atom B dengan Z=nomor atom, N=nomor massa dan e=energi radiasi. Partikel α ini tidak lain adalah atom He yang mempunyai nomor atom=2 dan nomor massa=4. Radium, sebagaimana terlihat pada Tabel 8.1, memiliki mode peluruhan Alpha pada beberapa isotopnya dan masing-masing memiliki energi radiasi tertentu. Berbeda untuk Ameresium seperti terlihat pada Tabel 8.2, mode peluruhan Alpha terjadi pada 2 isotopnya saja.

(37)

(8.1) Tabel 8.1. Isotop Radium

(38)

Tabel 8.2. Isotop Ameresium

Sumber: Argonne National Laboratory, EVS

Setting Up Rangkaian :

1. Klik tombol Run yang berada di tengah bawah aplikasi

2. Sambungkan 2 kabel Detektor Semikonduktor ke Sigle Cahnnel Analyzer. 3. Sambungkan kabel Osciloscope ke Single Channel Analyzer dan ke channel I

atau II pada Osciloscope itu sendiri. Jangan lupa merubah set Osciloscope jika digunakan channel II.

4. Sambungkan kabel Digital Counter ke Single Channel Analyzer dan ke Digital Counter itu sendiri.

5. Pasang bahan Radioaktif: Radium pada gagang penyangga dan masukkan ke Detektor Semikonduktor.

6. Nyalakan Single Channel Analyzer, set tombol base pada 0.00, tombol amplifier ±45º, tombol window ≥45º dan switch ke arah: Manual dan Reset. 7. Nyalakan Osciloscope, set tombol Time/Div 2 µs/div dan tombol Volt/div 0.5

Volt/div (sesuai channel yang digunakan). Kemudian atur sedemikian rupa sehingga sinyal output dapat dilihat dengan jelas. Jika sinyal tidak muncul dimungkinkan terdapat kesalahan rangkaian dalam langkah sebelumnya. 8. Nyalakan Digital Counter, set tombol putar mode ke mode frekuensi (Hz).

Sama yang terjadi pada Osciloscope, jika Digital Counter tidak melakukan counting, dimungkinkan terdapat kesalahan rangkaian dalam langkah sebelumnya.

9. Pilih nilai window dan amplifikasi Single Channel Analyzer, yang menghasilkan perhitungan jumlah perhitungan impuls dibawah 1000. 10. Tekan tombol Reset, yang berada disamping tombol Run jika setiap kali

terjadi crash pada aplikasi. Evaluasi:

1. Jika spektrum terlalu lebar: kecilkan dengan mengecilkan amplifier. 2. Jika spektrum terlalu dekat: besarkan dengan membesarkan amplifier. 3. Jika puncak terlalu tinggi: rendahkan dengan mengecilkan window. 4. Jika puncak terlalu rendah: tinggikan dengan membesarkan window.

(39)

Pengambilan Data :

Detektor semikonduktor digunakan untuk mendeteksi impuls radiasi Alpha yang dipancarkan oleh isotop-isotop bahan. Kemudian impuls yang terdeteksi tersebut, dipilah-pilah oleh Single Channel Analyzer sesuai level energi antara 0.00 sampai 10.00 Volt, atau sesuai dengan range nilai tombol base. Jumlah impuls yang mempunyai level energi setara dengan nilai antara tombol base dengan nilai tombol base yang ditambah nilai tombol window-nya, merupakan nilai yang ditampilkan pada Digital Counter. Data percobaan yang diambil dalam praktikum ini adalah nilai rata-rata jumlah impuls yang terhitung pada Digital Counter, sesuai dengan nilai tombol base yang mengambil selisih nilai pengambilan tertentu. Setelah itu data hasil percobaan ini dipergunakan untuk membuktikan pada level energi ke berapa jumlah impuls radiasi yang paling banyak tercatat. Selain itu pula, plot hubungan level energi dengan jumlah rata-rata impuls Radium, dicocokan dengan literatur yang sudah ada, dan dijadikan sebagai pembanding konversi level energi yang dilakukan Single Channel Analyzer, untuk membandingkan sekaligus menentukan nilai energi radiasi alpha dari bahan Ameresium.

Contoh tabel pengambilan data yang digunakan dalam praktikum Radiasi Alpha ini adalah:

(40)

Tabel 8.3 Contoh tabel pengambilan data

Sedangkan untuk contoh hasil pengambilan data, dapat dilihat pada contoh pengambilan data untuk Radium berikut ini:

(41)

Gambar 8.3 Contoh pengambilan data radiasi Alpha pada Radium

Grafik di atas merupakan grafik hubungan antara Level energi (tombol base) dengan jumlah rata-rata impuls yang terdeteksi oleh Single Channel Analyzer. Pengambilan data mengambil range 0.23 dan menunjukkan bahwa energi radiasi Alpha yang terdeteksi berada pada level energi lebih besar dari 4.00 dan lebih kecil dari 9.00 yang setara dengan 4.00-9.00 MeV.

Analisa Data :

Hal-hal yang perlu dibahas dari praktikum Radiasi Alpha ini antara lain:

1. Bagaimanakah metode pembandingan hubungan jumlah/intensitas impuls radiasi Alpha per level energi yang terdeteksi dengan literatur yang sudah ada?

2. Bagaimanakah teknik penggunaan data radiasi Alpha pada Radium sebagai pembanding/acuan radiasi Alpha pada Ameresium, beserta cara untuk mendapat nilai-nilai energi radiasinya?

3. Bagaimanakah kecocokan nilai energi radiasi Ameresium yang didapatkan dari percobaan, jika dibandingkan dengan literatur yang sudah ada (mis. Tabel 2)?

ketiga hal ini merupakan hal-hal yang menjadi tugas para praktikan untuk menjawabnya.

(42)

Referensi :

Anonymous. 2010. Petunjuk Praktikum Fisika Eksperimen II. Laboratorium Fisika Lanjutan Jurusan Fisika FMIPA Universitas Brawijaya. Malang

Silaban, Pantur. 1990. Fisika Modern. Edisi Ketiga. Erlangga. Jakarta

Anonymous. 2005. Radium. Human Health Fact Sheet. Argonne National Laboratory.

http://www.evs.anl.gov/pub/doc/Radium.pdf

Anonymous. 2005. Americium. Human Health Fact Sheet. Argonne National Laboratory. http://www.evs.anl.gov/pub/doc/Americium.pdf

(43)

RADIASI GAMMA

Screenshoot :

Gambar 9.1 Screenshoot aplikasi percobaan Radiasi Gamma Deskripsi :

Praktikum ini bertujuan untuk mengobservasi jumlah impuls (intensitas) rata-rata radiasi Gamma yang terjadi antara 2 unsur, dengan unsur yang satu sebagai acuan (Ameresium) dan unsur yang lain sebagai unsur yang akan dicari nilai energi radiasi Gammanya (Cobalt). Seperti pada praktikum Radiasi Alpha, dengan mengetahui pola level energi radiasi pada detektor dan dibandingkan dengan nilai energi radiasi sesungguhnya (sesuai dengan literatur) untuk unsur Ameresium, penyetaraan level energi detektor tersebut dapat digunakan sebagai faktor pembanding untuk menentukan nilai energi radiasi Gamma yang sebenarnya untuk unsur Cobalt.

Tujuan :

1. Menentukan dan membandingkan level energi radiasi Gamma pada unsur Ameresium sesuai energi radiasi di literatur yang sudah ada sebagai level energi acuan

2. Menentukan besar energi radiasi Gamma yang dipancarkan Cobalt, sesuai perbandingan level energi acuan radiasi Gamma Ameresium sebelumnya

(44)

Tinjauan Pustaka :

Kebanyakan bahan Radioaktif tidak langsung berubah ke bentuk stabilnya, namun secara bertahap meluruh ke bentuk isotop lain yang mengikuti rantai peluruhan tertentu. Seperti terlihat pada deret Radium Gambar 9.2, Radium 226 meluruh ke bentuk isotopnya Radon 222, dilanjutkan ke Polonium 218, ke Timah 214 dan begitu seterusnya sampai ke bentuk isotop-isotop stabil lain, dimana setiap kali terjadi proses peluruhan, isotop memancarkan energi radiasi sesuai dengan mode peluruhan yang terjadi. Mode peluruhan tersebut dapat berupa radiasi Alpha (α), Beta (β) ataupun Gamma (γ).

Gambar 9.2 Radium series (Sumber: http://en.wikipedia.org/)

Secara matematis, peluruhan Gamma dari atom A ke atom A yang lebih stabil diberikan oleh Persamaan 9.1, dimana Z=nomor atom, N=nomor massa dan e=energi radiasi. Untuk unsur Ameresium sebagaimana terlihat pada Tabel 9.1, meskipun tidak memiliki mode peluruhan Gamma, radiasi Gamma tetap terjadi pada masing-masing isotopnya. Begitu juga dengan Cobalt, masing-masing peluruhan isotopnya juga memancarkan radiasi Gamma.

(45)

(9.1) Tabel 9.1. Isotop Ameresium

Sumber: Argonne National Laboratory, EVS Tabel 9.2. Isotop Cobalt

Sumber: Argonne National Laboratory, EVS

Setting Up Rangkaian :

1. Klik tombol Run yang berada di tengah bawah aplikasi

2. Sambungkan 3 kabel Sintilator, masing-masing ke High Voltage Power Supply dan 2 kabel lainnya ke Single Channel Analyzer.

3. Sambungkan kabel Osciloscope ke Single Channel Analyzer dan ke channel I atau II pada Osciloscope itu sendiri. Jangan lupa merubah set Osciloscope jika digunakan channel II.

4. Sambungkan kabel Digital Counter ke Single Channel Analyzer dan ke Digital Counter itu sendiri.

5. Pasang bahan Radioaktif: Ameresium atau Cobalt tepat di bawah Sintilator. 6. Dekatkan Sintilator ke bahan yang akan dideteksi.

7. Nyalakan High Voltage, set Voltage input 1100 Volt untuk Ameresium atau 925 Volt untuk Cobalt.

8. Nyalakan Single Channel Analyzer, set tombol base pada 0.00, tombol amplifier ±45º, tombol window ≥45º dan switch ke arah: Manual dan Reset. 9. Nyalakan Osciloscope, set tombol Time/Div 2 µs/div dan tombol Volt/div 0.5

Volt/div (sesuai channel yang digunakan). Kemudian atur sedemikian rupa sehingga sinyal output dapat dilihat dengan jelas. Jika sinyal tidak muncul

(46)

10. Nyalakan Digital Counter, set tombol putar mode ke mode frekuensi (Hz). Sama yang terjadi pada Osciloscope, jika Digital Counter tidak melakukan counting, dimungkinkan terdapat kesalahan rangkaian dalam langkah sebelumnya.

11. Tekan tombol Reset, yang berada disamping tombol Run jika setiap kali terjadi crash pada aplikasi.

Evaluasi:

1. Jika spektrum terlalu lebar: kecilkan dengan mengecilkan amplifier. 2. Jika spektrum terlalu dekat: besarkan dengan membesarkan amplifier. 3. Jika puncak terlalu tinggi: rendahkan dengan mengecilkan window. 4. Jika puncak terlalu rendah: tinggikan dengan membesarkan window.

Pengambilan Data :

Sintilator digunakan untuk mendeteksi impuls radiasi Gamma yang dipancarkan oleh bahan. Kemudian impuls yang terdeteksi oleh Sintilator tersebut, dipilah-pilah sesuai level energi yang telah dikonversi antara 0.00 sampai 10.00 (range nilai tombol base) oleh Single Channel Analyzer. Jumlah impuls yang mempunyai level energi setara antara nilai tombol base dan nilai tombol base yang ditambah nilai tombol window-nya, tidak lain adalah nilai yang diterhitung di Digital Counter. Jumlah rata-rata impuls yang terdeteksi per level energi ini, dengan mengambil selisih nilai tertentu, merupakan data percobaan yang diambil dalam praktikum dan merupakan data yang digunakan untuk membuktikan pada level energi ke berapa jumlah impuls radiasi yang paling banyak tercatat. Selain itu plot hubungan level energi dengan jumlah rata-rata impuls Ameresium dicocokan dengan literatur yang sudah ada, dan dijadikan sebagai pengkalibrasi konversi level energi yang dilakukan Single Channel Analyzer untuk membandingkan, sekaligus menghitung energi radiasi Gamma dari Cobalt.

(47)

Contoh tabel pengambilan data yang digunakan dalam praktikum Radiasi Gamma ini adalah sebagai berikut:

Tabel 9.3 Contoh tabel pengambilan data.

Sedangkan untuk contoh hasil pengambilan data, dapat dilihat pada plot pengambilan data Bahan Ameresium berikut ini:

(48)

Gambar 9.3 Contoh grafik hubungan Level energi dengan jumlah impuls rata-rata

Grafik di atas merupakan grafik hubungan antara Level energi (tombol base) dengan jumlah rata-rata impuls yang terdeteksi oleh Sintilator. Pengambilan data mengambil range 0.5 dan menunjukkan bahwa radiasi gamma yang terdeteksi berada pada level energi lebih kecil dari 1.00.

Analisa Data :

Hal-hal yang menjadi problem pokok dari praktikum Radiasi Gamma ini antara lain: 1. Mengapa Voltage input 1100 Volt untuk Ameresium atau 925 Volt untuk

Cobalt?

2. Bagaimanakah metode pembandingan hubungan jumlah/intensitas impuls radiasi Gamma per level energi yang terdeteksi dengan literatur yang sudah ada?

3. Bagaimanakah teknik penggunaan data radiasi Gamma pada Ameresium sebagai pembanding/acuan radiasi Gamma pada Cobalt, beserta cara untuk mendapat nilai-nilai energi radiasinya?

4. Bagaimanakah kecocokan nilai energi radiasi Cobalt yang didapatkan dari percobaan, jika dibandingkan dengan literatur yang sudah ada (mis. Tabel 2)? Keempat hal-hal di atas merupakan yang menjadi tugas bagi praktikan untuk mencari jawabannya, berdasarkan praktikum yang mereka lakukan.

(49)

Referensi :

Anonymous. 2010. Petunjuk Praktikum Fisika Eksperimen II. Laboratorium Fisika Lanjutan Jurusan Fisika FMIPA Universitas Brawijaya. Malang

Silaban, Pantur. 1990. Fisika Modern. Edisi Ketiga. Erlangga. Jakarta

Anonymous. 2005. Cobalt. Human Health Fact Sheet. Argonne National Laboratory.

http://www.evs.anl.gov/pub/doc/Cobalt.pdf

Anonymous. 2005. Americium. Human Health Fact Sheet. Argonne National Laboratory. http://www.evs.anl.gov/pub/doc/Americium.pdf

(50)

PERCOBAAN MILIKAN

Screenshoot :

Gambar 10.1 Screenshoot Aplikasi Percobaan Milikan Deskripsi :

Praktikum percobaan Milikan ini bertujuan untuk mengetahui nilai muatan elektron sebagaimana yang dilakukan oleh R. A. Milikan tahun 1913. Metodenya adalah dengan mengatomisasi minyak dan menghitung besar muatannya, yang diasumsikan sebagai kelipatan muatan dari satu elektron. Dengan mengambil dan membandingkan beberapa muatan tetesan minyak yang berbeda, maka akan dapat digunakan untuk menebak muatan per elektron dengan menentukan terlebih dahulu jumlah elektron yang ada pada tiap tetesan minyak.

Tujuan :

Menentukan muatan elektron berdasarkan muatan tetesan minyak yang diatomisasi dan berada di antara dua plat yang bermuatan.

Tinjauan Pustaka :

Prinsip dasar percobaan Milikan adalah untuk mengetahui muatan yang dimiliki tetesan minyak yang disemprotkan dalam Milikan Chamber (Gambar 10.2). Proses ini merupakan proses atomisasi, di mana setiap tetesan minyak diasumsikan akan

(51)

elektron). Dengan mengetahui dan membandingkan nilai muatan tetesan minyak yang berbeda, maka akan dapat menebak muatan tetesan minyak tersebut sebagai muatan yang berasal dari elektron dan berjumlah n.

Q = N.e

(10.1)

Gambar 10.2 Milikan Chamber

Jika suatu tetesan minyak berada pada dua plat kapasitor dengan jarak d dan tegangan sebesar U (Gambar 10.3), terdapat gaya-gaya yang mempengaruhi antara lain:

Gaya listrik (Fq) = Q.E

Gaya berat (W) = moil.g

Gaya angkat (FL) = mL.g

Gaya Stokes (fStokes) = 6εrv

di mana:

Q = muatan tetesan minyak E = potensial listrik

moil = massa tetesan minyak

g = percepatan grafitasi bumi

mL = massa udara yang digantikan oleh massa tetesan

ε = Viskositas udara r = jari-jari tetesan minyak v = kecepatan gerakan droplet

Untuk gerakan tetesan minyak ke bawah tanpa tegangan dari plate dengan kecepatan v1, gaya-gaya yang mempengaruhi terdapat tiga gaya yaitu gaya berat, gaya angkat

(52)

Gambar 10.3 Gaya-gaya tetesan minyak tanpa tegangan plate. Sehingga : W - FL - fStokes = 0 moil.g - mL.g - 6εrv1 = 0 (moil - mL)g - 6εrv1 = 0 mg - 6εrv1 = 0 (10.2) dengan m = moil - mL. Kemudian dengan asumsi volume tetesan minyak sebagai bola

V = (4/3)πr3

dan ρoil - ρL = ρ, maka persamaan 2 akan dapat diturunkan menjadi:

Vρg - 6εrv1 = 0

(4/3)πr3ρg - 6εrv 1 = 0

dari sini dapat didapatkan persamaan untuk nilai jari-jari tetesan minyak sesuai dengan persamaan 3:

(10.3)

Namun jika tegangan U diberikan pada plate, dengan plate bagian atas berupa tegangan positif dan tetes minyak dapat bergerak ke atas dengan kecepatan v2,

persamaan gaya-gaya yang mempengaruhi tetes minyak tersebut (ilustrasi Gambar 10.4) adalah :

W - Fq + 6εrv2 = 0

mg - Q.E + 6εrv2 = 0

(53)

Gambar 10.4 Gaya-gaya tetesan minyak dengan tegangan plate. dengan E=U/d dan mg=(4/3)πr3ρg sehingga didapatkan :

(4/3)πr3ρg - Q.(U/d)+6εrv 2 = 0

(10.5) Gaya gesek Stokes tidak berpengaruh apabila tetesan minyak dalam keadaan diam mengambang, oleh karena itu persamaan 10.5 menjadi:

(4/3)πr3ρg - Q.(U/d) = 0

(10.6)

Setting Up Rangkaian :

1. Sambungkan Milikan Chamber ke Milikan Power Supply dengan ketentuan Kabel Merah ke connector tegangan input positif dan kebel biru ke tegangan input negatif.

2. Sambungkan connector yang berwarna kuning pada Digital Counter I ke connector start counter connector I di Milikan Power Supply.

3. Begitu juga dengan Digital Counter II, sambungkan connector kuning pada Digital Counter II ke start counter connector II pada Milikan Power Supply. 4. Nyalakan kedua Digital Counter dan set mode ke timer (s).

5. Sambungkan kabel connecting lamp ke lamp Connector yang berada pada Milikan Power Suplly.

6. Nyalakan Milikan Power supply.

7. Arahkan switch start counting ke counter 2. 8. Set voltage milikan Power Supply ±500 V.

9. Semprotkan minyak 2x atau lebih, dengan double klik pada Karet Penyemprot.

10. Amati distribusi tetesan minyak dengan mengeser-geser tombol fokus di sebelah kanan Microscope.

(54)

12. Jika tetesan minyak berada pada titik tertentu, nyalakan Switch Power On pada Milikan Power Supply, sehingga Digital Counter II mulai menghitung secara otomatis, sebagai timer gerakan tetesan minyak ke atas akibat adanya tegangan listrik dikurangi oleh gaya grafitasi dan gaya Stokes.

13. Jika tetesan minyak telah mencapai suatu jarak tertentu, arahkan switch start counting ke counter 1 dan hentikan counting counter 2 dengan menekan switch start stop pada Digital Counter II, dimana secara otomatis Digital Counter I akan mulai menghitung sebagai gerakan tetes minyak ke bawah akibat adanya gaya grafitasi dan gaya Stokes saja.

14. Berlatihlah cara memulai, menghentikan dan mereset counting counter 1 dan counter 2, sebelum dilakukan pengambilan data yang sebenarnya.

15. Semprotkan minyak 2-3 kali, ketika tetesan minyak sudah tidak tampak lagi pada layar Microscope.

16. Tekan tombol Reset, yang berada disamping tombol Run jika setiap kali terjadi crash pada aplikasi.

Catatan:

Karena pengamatan menggunakan Microscope, sehingga arah gerakan tetesan minyak menjadi terbalik. Dengan arah gerakan tetes minyak yang tampak ke atas sebenarnya adalah gerakan tetes minyak yang mengarah ke bawah, dan gerakan yang tampak ke bawah sebenarnya adalah gerakan tetes minyak yang mengarah ke atas.

Pengambilan Data :

Metode untuk mengetahui muatan tetes minyak (Q) dalam praktikum ini dapat menggunakan dua metode, pertama metode statik dan yang kedua metode dinamik. Untuk metode statik tetes minyak yang diamati adalah tetesan minyak yang dapat seimbang pada nilai tegangan tertentu (U), dan dengan kecepatan yang dicatat adalah kecepatan tetes minyak yang mengarah ke bawah (v1) setelah tegangan dimatikan,

sehingga gerak minyak yang terjadi adalah hanya akibat gravitasi bumi dan gesekan dengan udara. Untuk metode statik ini persamaan yang digunakan adalah persamaan 10.7, yang merupakan substitusi persamaan 10.3 ke persamaan 10.6. Sedangkan untuk metode dinamik bukan kecepatan ke bawah saja yang dicatat, namun juga mengamati gerakan tetesan minyak yang mengarah ke atas (v2) pada suatu nilai

tegangan tertentu (U), dengan syarat ketika tegangan dimatikan tetesan minyak dapat bergerak ke bawah lagi sebagai v1, seperti yang terjadi pada metode statik

sebelumnya. Kedua kecepatan ini dapat dihitung mengunakan pencatat counter (counter 1 sebagai waktu tempuh gerakan tetes minyak yang mengarah ke bawah dan counter 2 sebagai waktu tempuh gerakan ke atas) dan dalam range jarak yang sama. Persamaan 2 tidak lain adalah persamaan yang digunakan untuk menghitung muatan tetes minyak dengan metode dinamik dan merupakan hasil substitusi persamaan 10.3 ke persamaan 10.5.

(55)

(10.7)

(10.8) dimana:

Jarak yang ditempuh tetes minyak, yang tampak pada layar Microscope, bukanlah jarak yang ditempuh tetes minyak sebenarnya. Untuk konversinya adalah dengan menghitung jarak yang ditempuh dari hasil pengamatan (mis. x) ke jarak sesungguhnya (mis. s) menggunakan persamaan 10.9 berikut ini:

(56)

Contoh tabel pengambilan data:

Metode Statik

U = ... d = ...

Tabel 10.1 Contoh tabel pengambilan data perlakukan 1 No Jarak skala

Microscope (x) Jarak Sesungguhnya (s) tke bawah v1 Q

Metode Dinamik U = ... d = ...

Tabel 10.2 Contoh tabel pengambilan data perlakuan 2 No Jarak skala Microscope (x) Jarak Sesungguhnya (s) tke bawah tke atas v1 v2 Q

*tabel ini dapat dimodifikasi sesuai kebutuhan.

Kemudian dari masing-masing tabel di atas dibuat grafik hubungan muatan tetesan minyak Q dan jumlah tetesan n yang bermuatan sama (Gambar 10.5), yang digunakan untuk menebak muatan per elektron.

(57)

Gambar 10.5 Contoh grafik hubungan n dan Q.

Catatan:

untuk keterangan lebih lanjut dapat dibaca pada modul praktikum Fisika Eksperimen yang diberikan ketika pelaksanaan praktikum yang sesungguhnya.

(58)

Analisa Data :

Hal-hal yang perlu dibahas oleh praktikan dari pelaksanaan percobaan ini antara lain: 1. Metode konversi dari skala Microscope ke jarak sesungguhnya (pers. 10.9)? 2. Bagaimana hubungan muatan tetesan minyak dan jumlah n untuk metode

statik?

3. Bagaimana hubungan muatan tetesan minyak dan jumlah n untuk metode dinamik?

4. Muatan elektron yang didapatkan berdasarkan percobaan, berikut perbandingannya dengan literatur yang sudah ada?

Referensi :

Anonymous. 2010. Petunjuk Praktikum Fisika Eksperimen II. Laboratorium Fisika Lanjutan Jurusan Fisika FMIPA Universitas Brawijaya. Malang

(59)

INTERFEROMETER MICHELSON

Screenshoot:

Gambar 11.1 Screenshoot Aplikasi Interferometer Michelson Deskripsi :

Percobaan Interferometer Michelson adalah menentukan panjang gelombang laser dengan membagi sinar tersebut menjadi dua bagian, untuk dibiaskan dan dipantulkan ke arah yang berbeda, yang kemudian dari masing-masing bagian disatukan kembali dengan mengatur sedemikian rupa sehingga jarak tempuh antara keduanya berbeda, namun tetap dengan mengusahakan terjadi interferensi. Dengan mengamati pola perubahan interferensi yang terjadi ketika dilakukan perubahan jarak tempuh yang baru, akan dapat ditentukan panjang gelombang laser berdasarkan selisih jarak tempuh antar keduanya dan frekuensi perubahan pola yang terjadi.

Tujuan :

Tujuan dari praktikum Interferometer Michelson ini adalah menentukan panjang gelombang Laser He-Ne berdasarkan perubahan pola interferensi akibat pergeseran titik awal arah datang gelombang.

Tinjauan Pustaka :

(60)

dapat dibiaskan dan diteruskan seperi karakteristik cahaya pada umumnya, di mana susunan mentah rangkaian alat ini sebagaimana ilustrasi Gambar 11.2.

Gambar 11.2 Skema penjalaran sinar pada Interferometer Michelson

Splitter digunakan untuk memisahkan sinar untuk diteruskan ke Cermin 1 dan sebagian dipantulkan ke Cermin 2. Dari kedua Cermin ini dipantulkan kembali ke Splitter, di mana sinar pantulan dari Cermin 1 dipantulkan dan sinar yang dari Cermin 2 diteruskan oleh Splitter yang keduanya mengarah ke Layar. Jika sudut datang kedua sinar ini sama, maka akan terjadi pola cincin-cincin gelap terang yang disebabkan oleh interferensi kedua gelombang tersebut. Dengan meggeser-geser salah satu posisi Cermin maju atau mundur, pola interferensi akan berubah seolah-olah berdenyut, yang menunjukkan adanya perbedaan titik awal datang gelombang seperti ilustrasi Gambar 11.3. Denyutan ini dikarenakan cincin interferensi yang semula berkeadaan terang merubah menjadi gelap, dan sebaliknya yang semula gelap menjadi terang. Setiap perubahan cincin dari terang ke gelap kemudian ke terang kembali, atau perubahan dari gelap ke terang yang kemudian berubah ke gelap lagi, tidak lain adalah menunjukkan pergeseran titik awal datang gelombang yang nilainya sebanding dengan panjang gelombang laser, yang sesuai dengan persamaan 11.1.

(61)

di mana :

λ = Panjang gelombang laser Δx = Pergeseran cermin N = Jumlah denyutan

Gambar 11.3 Ilustrasi perbedaan titik awal kedatangan gelombang Cahaya

Setting Up Rangkaian :

1. Klik tombol Run yang berada di tengah bawah aplikasi

2. Pasangkan Layar ke Pengait 0.

3. Pasangkan Lensa Fokus +50 mm ke Pengait 2.

4. Pasangkan Lensa Splitter ke Pengait 3, yang secara otomatis akan terpasang miring 45°

5. Pasangkan Lensa Fokus +5mm ke Pengait 1.

6. Pasangkan Cermin ke Pengait 4.

7. Pasangkan Cermin ke Pengait 5.

8. Nyalakan Laser He-Ne.

9. Double klik meteran untuk melihat jarak antar pengait.

10. Atur jarak kedua Cermin dengan Splitter hampir/tepat sama, sampai terjadi pola gelap terang.

11. Jika beam Sinar laser belum muncul, dimungkinkan terdapat kesalahan pada langkah sebelumnya.

12. Drag Micrometer yang ada di Pengait 5 untuk memberikan selisih jarak sesuai range yang ditampilkan pada skala Micrometer. Press Micrometer untuk memutar dalam range yang kecil.

13. Perhatikan denyutan yang terjadi.

Gambar

Gambar 1.1 Screenshoot tampilan aplikasi simulasi   difraksi celah tunggal dan ganda
Gambar 1.2 Pola pembelokan cahaya dengan celah tunggal
Tabel 1. Contoh tabel pengambilan data pada celah tunggal A
Gambar 2.1 Screenshoot tampilan aplikasi simulasi   pengukuran panjang gelombang bunyi
+7

Referensi

Dokumen terkait