• Tidak ada hasil yang ditemukan

MANUAL PENGGUNAAN APLIKASI FISIKA EKSPERIMEN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "MANUAL PENGGUNAAN APLIKASI FISIKA EKSPERIMEN"

Copied!
41
0
0

Teks penuh

(1)

MANUAL PENGGUNAAN

APLIKASI FISIKA EKSPERIMEN

LABORATORIUM FISIKA LANJUTAN

JURUSAN FISIKA FMIPA

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

(2)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ... 2 DERET BALMER ... 3 RADIASI ALPHA ... 9 RADIASI GAMMA ... 16 PERCOBAAN MILIKAN ... 23 INTERFEROMETER MICHELSON ... 31 INDUKSI MAGNET ... 36

(3)

DERET BALMER

Screenshoot:

Deskripsi :

Praktikum deret Balmer, secara garis besar adalah menentukan panjang gelombang cahaya hasil difraksi, berdasarkan bentuk spektrum yang terbentuk oleh emisi atom hidrogen yang dipancarkan Lampu Balmer. Panjang gelombang tersebut diobservasi dan kemudian digunakan untuk menghitung Energi transisi yang terjadi dalam atom. Sehingga selain praktikan dapat menentukan panjang gelombang hasil emisi atom Hidrogen, dengan praktikum ini juga, praktikan dapat membuktikan besarnya Energi transisi yang terjadi dalam atom Hidrogen sesuai dengan literatur yang sudah ada.

Tujuan :

1. Menentukan panjang gelombang merah (Hα), turqoise (Hβ) dan biru (Hγ)

sebagai bagian dari deret Balmer atom Hidrogen, berdasarkan spektrum cahaya hasil difraksi Lampu Balmer.

2. Menentukan besar Energi transisi perkulit berdasarkan panjang gelombang merah (Hα), turqoise (Hβ) dan biru (Hγ) yang dihasilkan.

(4)

Tinjauan Pustaka :

Deret Balmer merupakan karakteristik atom yang menunjukkan adanya transisi elektron dari kulit ≥3 ke kulit 2. Ketika bertransisi, atom memancarkan Energi (ΔE) yang nilainya berbanding terbalik dengan panjang gelombang foton (λ) yang dipancarkannya. Keadaan transisi ini dapat diilustrasikan sebagaimana Gambar 1.

(a) (b)

Gambar 1. Transisi Elektron (Sumber : http://en.wikipedia.org/wiki/Balmer_series)

Dalam atom, energi tiap kulit (Ek) nilainya sebanding dengan:

dimana:

k = nomor kulit

Z = nomor atom = 1 untuk atom Hidrogen.

(5)

dimana:

c= kecepatan cahaya h=tetapan Planck

Untuk atom Hidrogen sendiri, emisi cahaya yang dipancarkan oleh Lampu Balmer, memancarkan 4 gelombang cahaya tampak dan 4 gelombang dalam range Ultraviolet dengan spesifikasi seperti pada tabel berikut:

Transition

of n 3→2 4→2 5→2 6→2 7→2 8→2 9→2 ∞→2 Name Hα Hβ Hγ Hδ Hε Hδ Hε

Wavelength

(nm) 656.3 486.1 434.1 410.2 397.0 388.9 383.5 364.6 Color Red Cyan Blue Violet Ultraviolet Ultraviolet Ultraviolet Ultraviolet

Sumber : http://en.wikipedia.org/wiki/Balmer_series

Sedangkan jika cahaya terdifraksi oleh sebuah kisi, untuk pola terang akan memiliki simpangan sebesar x yang nilainya sebanding dengan panjang gelombangnya, hal ini sesuai dengan persamaan:

(6)

Setting Up Rangkaian :

1. Klik tombol Run yang berada di tengah bawah aplikasi 2. Pasang Lensa Fokus +50 mm ke Pengait 1.

3. Pasang Layar ke Pengait 5.

4. Buka celah Slide, dengan lebar > 0 mm. 5. Pasang Slide pada Pengait 2.

6. Pasang Lensa Fokus +100 mm ke Pengait 3. 7. Pasang Kisi (1/600) mm ke Penyangga Kisi. 8. Pasang Penyangga Kisi ke Pengait 4

9. Nyalakan Lampu Balmer dengan menekan tombol saklar Power Supply. 10. Jika difraksi cahaya belum muncul, dimungkinkan terdapat kesalahan

rangkaian pada langkah sebelumnya.

11. Carilah bentuk difraksi cahaya yang paling bagus dengan mengeser-geser posisi lensa.

12. Double klik meteran, untuk menampilkan besar lebar celah dan jarak antar Pengait.

13. Tekan saklar ruang, jika diperlukan simulasi dalam ruang gelap.

14. Gunakan penggaris untuk mengukur simpangan difraksi per gelombang yang terjadi terhadap terang pusat.

15. Tekan tombol Reset, yang berada disamping tombol Run jika setiap kali terjadi crash pada aplikasi.

Pengambilan Data :

Contoh spektrum yang terbentuk dari hasil difraksi sebagaimana terlihat pada Gambar 3:

Gambar 3. Contoh hasil difraksi

Panjang gelombang Hα, Hβ dan Hγ dapat diketahui menggunakan persamaan panjang

(7)

dimana:

λ=panjang gelombang n=orde gelombang

d=lebar kisi = (1/600) mm L=jarak kisi ke Layar

x=jarak cahaya yang terdifraksi terhadap terang pusat.

Oleh karena itu dalam praktikum ini, data percobaan yang diambil adalah jarak kisi ke Layar (L) dan simpangan masing-masing warna cahaya yang terdifraksi (x), dengan mengasumsikan semua cahaya tersebut berada pada orde 1. Dari kedua data tersebut dicari nilai λ masing-masing gelombang hasil difraksi, kemudian digunakan untuk mencari tingkat Energi transisi pada atom.

Contoh tabel pengambilan data :

H x L λpercobaan λreferensi ΔEpercobaan ΔEreferensi

*tabel di atas dapat dimodifikasi sesuai kebutuhan.

Analisa Data :

Berdasarkan data hasil percobaan deret Balmer ini, hal-hal yang perlu dianalisa dan dibandingkan dengan Literatur yang sudah ada adalah:

1. Perbandingan panjang gelombang Hα, Hβ dan Hγ.

2. Perbandingan ΔE masing-masing transisi. 3. Jumlah gelombang yang muncul.

(8)

Referensi :

Anonymous. 2010. Petunjuk Praktikum Fisika Eksperimen II. Laboratorium Fisika Lanjutan Jurusan Fisika FMIPA Universitas Brawijaya. Malang

Anonymous. 2011. Balmer Series. http://en.wikipedia.org/wiki/Balmer_series

(Diakses 14 November 2011)

Anonymous. 2011. Measured Hydrogen Spectrum.

(9)

RADIASI ALPHA

Screenshoot :

Deskripsi :

Secara umum, praktikum ini adalah mengambil jumlah impuls (intensitas) rata-rata radiasi Alpha yang terjadi pada 2 unsur, dimana unsur yang satu sebagai acuan (Radium) dan unsur yang satu lagi sebagai unsur yang akan dicari nilai energi radiasi Alphanya (Ameresium). Sehingga dengan mengetahui pola level energi radiasi pada detektor dan dibandingkan dengan nilai energi radiasi sesungguhnya (sesuai dengan literatur) untuk unsur Radium, level energi detektor tersebut dapat digunakan sebagai faktor pembanding untuk menentukan nilai energi radiasi Alpha yang sesungguhnya pada unsur Ameresium.

Tujuan :

1. Menentukan dan membandingkan level energi radiasi Alpha pada unsur Radium yang terdeteksi, dengan energi radiasi unsur tersebut sesuai literatur yang sudah ada

2. Menentukan besar energi radiasi Alpha yang dipancarkan Ameresium, sesuai perbandingan level energi radiasi Alpha Radium sebelumnya

(10)

Kebanyakan bahan Radioaktif tidak langsung berubah ke bentuk stabilnya, namun secara bertahap meluruh ke bentuk isotop lain yang mengikuti rantai peluruhan tertentu. Seperti terlihat pada deret Radium Gambar 1, Radium 226 meluruh ke bentuk isotopnya Radon 222, dilanjutkan ke Polonium 218, ke Timah 214 dan begitu seterusnya sampai ke bentuk isotop-isotop stabil lain, dimana setiap kali terjadi proses peluruhan, isotop memancarkan energi radiasi sesuai dengan mode peluruhan yang terjadi. Mode peluruhan ini dapat berupa pancaran radiasi Alpha (α), Beta (β) ataupun Gamma (γ).

Gambar 1. Radium series (Sumber: http://en.wikipedia.org/)

Persamaan 1 menunjukkan proses terjadinya peluruhan α dari atom A ke atom B dengan Z=nomor atom, N=nomor massa dan e=energi radiasi. Partikel α ini tidak lain adalah atom He yang mempunyai nomor atom=2 dan nomor massa=4. Radium, sebagaimana terlihat pada Tabel 1, memiliki mode peluruhan Alpha pada beberapa isotopnya dan masing-masing memiliki energi radiasi tertentu. Berbeda untuk Ameresium seperti terlihat pada Tabel 2, mode peluruhan Alpha terjadi pada 2 isotopnya saja.

(11)

Tabel 1. Isotop Radium

Sumber: Argonne National Laboratory, EVS Tabel 2. Isotop Ameresium

(12)

Setting Up Rangkaian :

1. Klik tombol Run yang berada di tengah bawah aplikasi

2. Sambungkan 2 kabel Detektor Semikonduktor ke Sigle Cahnnel Analyzer. 3. Sambungkan kabel Osciloscope ke Single Channel Analyzer dan ke channel I

atau II pada Osciloscope itu sendiri. Jangan lupa merubah set Osciloscope jika digunakan channel II.

4. Sambungkan kabel Digital Counter ke Single Channel Analyzer dan ke Digital Counter itu sendiri.

5. Pasang bahan Radioaktif: Radium pada gagang penyangga dan masukkan ke Detektor Semikonduktor.

6. Nyalakan Single Channel Analyzer, set tombol base pada 0.00, tombol amplifier ±45º, tombol window ≥45º dan switch ke arah: Auto dan Reset. 7. Nyalakan Osciloscope, set tombol Time/Div 2 µs/div dan tombol Volt/div 0.5

Volt/div (sesuai channel yang digunakan). Kemudian atur sedemikian rupa sehingga sinyal output dapat dilihat dengan jelas. Jika sinyal tidak muncul dimungkinkan terdapat kesalahan rangkaian dalam langkah sebelumnya. 8. Nyalakan Digital Counter, set tombol putar mode ke mode frekuensi (Hz).

Sama yang terjadi pada Osciloscope, jika Digital Counter tidak melakukan counting, dimungkinkan terdapat kesalahan rangkaian dalam langkah sebelumnya.

9. Pilih nilai window dan amplifikasi Single Channel Analyzer, yang menghasilkan perhitungan jumlah perhitungan impuls dibawah 1000. 10. Tekan tombol Reset, yang berada disamping tombol Run jika setiap kali

terjadi crash pada aplikasi. Evaluasi:

1. Jika spektrum terlalu lebar: kecilkan dengan mengecilkan amplifier. 2. Jika spektrum terlalu dekat: besarkan dengan membesarkan amplifier. 3. Jika puncak terlalu tinggi: rendahkan dengan mengecilkan window. 4. Jika puncak terlalu rendah: tinggikan dengan membesarkan window.

Pengambilan Data :

Detektor semikonduktor digunakan untuk mendeteksi impuls radiasi Alpha yang dipancarkan oleh isotop-isotop bahan. Kemudian impuls yang terdeteksi tersebut, dipilah-pilah oleh Single Channel Analyzer sesuai level energi antara 0.00 sampai 10.00 Volt, atau sesuai dengan range nilai tombol base. Jumlah impuls yang mempunyai level energi setara dengan nilai antara tombol base dengan nilai tombol base yang ditambah nilai tombol window-nya, merupakan nilai yang ditampilkan pada Digital Counter. Data percobaan yang diambil dalam praktikum ini adalah nilai rata-rata jumlah impuls yang terhitung pada Digital Counter, sesuai dengan nilai tombol base yang mengambil selisih nilai pengambilan tertentu. Setelah itu data hasil

(13)

percobaan ini dipergunakan untuk membuktikan pada level energi ke berapa jumlah impuls radiasi yang paling banyak tercatat. Selain itu pula, plot hubungan level energi dengan jumlah rata-rata impuls Radium, dicocokan dengan literatur yang sudah ada, dan dijadikan sebagai pembanding konversi level energi yang dilakukan Single Channel Analyzer, untuk membandingkan sekaligus menentukan nilai energi radiasi alpha dari bahan Ameresium.

Contoh tabel pengambilan data yang digunakan dalam praktikum Radiasi Alpha ini adalah:

Sedangkan untuk contoh hasil pengambilan data, dapat dilihat pada contoh pengambilan data untuk Radium berikut ini:

(14)

Gambar 2. Contoh pengambilan data radiasi Alpha pada Radium

Grafik di atas merupakan grafik hubungan antara Level energi (tombol base) dengan jumlah rata-rata impuls yang terdeteksi oleh Single Channel Analyzer. Pengambilan data mengambil range 0.23 dan menunjukkan bahwa energi radiasi Alpha yang terdeteksi berada pada level energi lebih besar dari 4.00 dan lebih kecil dari 9.00 yang setara dengan 4.00-9.00 MeV.

Analisa Data :

Hal-hal yang perlu dibahas dari praktikum Radiasi Alpha ini antara lain:

1. Bagaimanakah metode pembandingan hubungan jumlah/intensitas impuls radiasi Alpha per level energi yang terdeteksi dengan literatur yang sudah ada?

2. Bagaimanakah teknik penggunaan data radiasi Alpha pada Radium sebagai pembanding/acuan radiasi Alpha pada Ameresium, beserta cara untuk mendapat nilai-nilai energi radiasinya?

3. Bagaimanakah kecocokan nilai energi radiasi Ameresium yang didapatkan dari percobaan, jika dibandingkan dengan literatur yang sudah ada (mis. Tabel 2)?

ketiga hal ini merupakan hal-hal yang menjadi tugas para praktikan untuk menjawabnya.

(15)

Referensi :

Anonymous. 2010. Petunjuk Praktikum Fisika Eksperimen II. Laboratorium Fisika Lanjutan Jurusan Fisika FMIPA Universitas Brawijaya. Malang

Silaban, Pantur. 1990. Fisika Modern. Edisi Ketiga. Erlangga. Jakarta

Anonymous. 2005. Radium. Human Health Fact Sheet. Argonne National Laboratory.

http://www.evs.anl.gov/pub/doc/Radium.pdf

Anonymous. 2005. Americium. Human Health Fact Sheet. Argonne National Laboratory. http://www.evs.anl.gov/pub/doc/Americium.pdf

(16)

RADIASI GAMMA

Screenshoot :

Deskripsi :

Praktikum ini bertujuan untuk mengobservasi jumlah impuls (intensitas) rata-rata radiasi Gamma yang terjadi antara 2 unsur, dengan unsur yang satu sebagai acuan (Ameresium) dan unsur yang lain sebagai unsur yang akan dicari nilai energi radiasi Gammanya (Cobalt). Seperti pada praktikum Radiasi Alpha, dengan mengetahui pola level energi radiasi pada detektor dan dibandingkan dengan nilai energi radiasi sesungguhnya (sesuai dengan literatur) untuk unsur Ameresium, penyetaraan level energi detektor tersebut dapat digunakan sebagai faktor pembanding untuk menentukan nilai energi radiasi Gamma yang sebenarnya untuk unsur Cobalt.

Tujuan :

1. Menentukan dan membandingkan level energi radiasi Gamma pada unsur Ameresium sesuai energi radiasi di literatur yang sudah ada sebagai level energi acuan

2. Menentukan besar energi radiasi Gamma yang dipancarkan Cobalt, sesuai perbandingan level energi acuan radiasi Gamma Ameresium sebelumnya

Tinjauan Pustaka :

(17)

Kebanyakan bahan Radioaktif tidak langsung berubah ke bentuk stabilnya, namun secara bertahap meluruh ke bentuk isotop lain yang mengikuti rantai peluruhan tertentu. Seperti terlihat pada deret Radium Gambar 1, Radium 226 meluruh ke bentuk isotopnya Radon 222, dilanjutkan ke Polonium 218, ke Timah 214 dan begitu seterusnya sampai ke bentuk isotop-isotop stabil lain, dimana setiap kali terjadi proses peluruhan, isotop memancarkan energi radiasi sesuai dengan mode peluruhan yang terjadi. Mode peluruhan tersebut dapat berupa radiasi Alpha (α), Beta (β) ataupun Gamma (γ).

Gambar 1. Radium series (Sumber: http://en.wikipedia.org/)

Secara matematis, peluruhan Gamma dari atom A ke atom A yang lebih stabil diberikan oleh Persamaan 1, dimana Z=nomor atom, N=nomor massa dan e=energi radiasi. Untuk unsur Ameresium sebagaimana terlihat pada Tabel 1, meskipun tidak memiliki mode peluruhan Gamma, radiasi Gamma tetap terjadi pada masing-masing isotopnya. Begitu juga dengan Cobalt, masing-masing peluruhan isotopnya juga memancarkan radiasi Gamma.

(18)

(1)

Tabel 1. Isotop Ameresium

Sumber: Argonne National Laboratory, EVS Tabel 2. Isotop Cobalt

Sumber: Argonne National Laboratory, EVS

Setting Up Rangkaian :

1. Klik tombol Run yang berada di tengah bawah aplikasi

2. Sambungkan 3 kabel Sintilator, masing-masing ke High Voltage Power Supply dan 2 kabel lainnya ke Single Channel Analyzer.

3. Sambungkan kabel Osciloscope ke Single Channel Analyzer dan ke channel I atau II pada Osciloscope itu sendiri. Jangan lupa merubah set Osciloscope jika digunakan channel II.

4. Sambungkan kabel Digital Counter ke Single Channel Analyzer dan ke Digital Counter itu sendiri.

5. Pasang bahan Radioaktif: Ameresium atau Cobalt tepat di bawah Sintilator. 6. Dekatkan Sintilator ke bahan yang akan dideteksi.

7. Nyalakan High Voltage, set Voltage input 1100 Volt untuk Ameresium atau 925 Volt untuk Cobalt.

8. Nyalakan Single Channel Analyzer, set tombol base pada 0.00, tombol amplifier ±45º, tombol window ≥45º dan switch ke arah: Auto dan Reset. 9. Nyalakan Osciloscope, set tombol Time/Div 2 µs/div dan tombol Volt/div 0.5

Volt/div (sesuai channel yang digunakan). Kemudian atur sedemikian rupa sehingga sinyal output dapat dilihat dengan jelas. Jika sinyal tidak muncul dimungkinkan terdapat kesalahan rangkaian dalam langkah sebelumnya. 10. Nyalakan Digital Counter, set tombol putar mode ke mode frekuensi (Hz).

(19)

counting, dimungkinkan terdapat kesalahan rangkaian dalam langkah sebelumnya.

11. Tekan tombol Reset, yang berada disamping tombol Run jika setiap kali terjadi crash pada aplikasi.

Evaluasi:

1. Jika spektrum terlalu lebar: kecilkan dengan mengecilkan amplifier. 2. Jika spektrum terlalu dekat: besarkan dengan membesarkan amplifier. 3. Jika puncak terlalu tinggi: rendahkan dengan mengecilkan window. 4. Jika puncak terlalu rendah: tinggikan dengan membesarkan window.

Pengambilan Data :

Sintilator digunakan untuk mendeteksi impuls radiasi Gamma yang dipancarkan oleh bahan. Kemudian impuls yang terdeteksi oleh Sintilator tersebut, dipilah-pilah sesuai level energi yang telah dikonversi antara 0.00 sampai 10.00 (range nilai tombol base) oleh Single Channel Analyzer. Jumlah impuls yang mempunyai level energi setara antara nilai tombol base dan nilai tombol base yang ditambah nilai tombol window-nya, tidak lain adalah nilai yang diterhitung di Digital Counter. Jumlah rata-rata impuls yang terdeteksi per level energi ini, dengan mengambil selisih nilai tertentu, merupakan data percobaan yang diambil dalam praktikum dan merupakan data yang digunakan untuk membuktikan pada level energi ke berapa jumlah impuls radiasi yang paling banyak tercatat. Selain itu plot hubungan level energi dengan jumlah rata-rata impuls Ameresium dicocokan dengan literatur yang sudah ada, dan dijadikan sebagai pengkalibrasi konversi level energi yang dilakukan Single Channel Analyzer untuk membandingkan, sekaligus menghitung energi radiasi Gamma dari Cobalt.

(20)

Contoh tabel pengambilan data yang digunakan dalam praktikum Radiasi Gamma ini adalah sebagai berikut:

Sedangkan untuk contoh hasil pengambilan data, dapat dilihat pada plot pengambilan data Bahan Ameresium berikut ini:

(21)

Grafik di atas merupakan grafik hubungan antara Level energi (tombol base) dengan jumlah rata-rata impuls yang terdeteksi oleh Sintilator. Pengambilan data mengambil range 0.5 dan menunjukkan bahwa radiasi gamma yang terdeteksi berada pada level energi lebih kecil dari 1.00.

Analisa Data :

Hal-hal yang menjadi problem pokok dari praktikum Radiasi Gamma ini antara lain: 1. Mengapa Voltage input 1100 Volt untuk Ameresium atau 925 Volt untuk

Cobalt?

2. Bagaimanakah metode pembandingan hubungan jumlah/intensitas impuls radiasi Gamma per level energi yang terdeteksi dengan literatur yang sudah ada?

3. Bagaimanakah teknik penggunaan data radiasi Gamma pada Ameresium sebagai pembanding/acuan radiasi Gamma pada Cobalt, beserta cara untuk mendapat nilai-nilai energi radiasinya?

4. Bagaimanakah kecocokan nilai energi radiasi Cobalt yang didapatkan dari percobaan, jika dibandingkan dengan literatur yang sudah ada (mis. Tabel 2)? Keempat hal-hal di atas merupakan yang menjadi tugas bagi praktikan untuk

(22)

Referensi :

Anonymous. 2010. Petunjuk Praktikum Fisika Eksperimen II. Laboratorium Fisika Lanjutan Jurusan Fisika FMIPA Universitas Brawijaya. Malang

Silaban, Pantur. 1990. Fisika Modern. Edisi Ketiga. Erlangga. Jakarta

Anonymous. 2005. Cobalt. Human Health Fact Sheet. Argonne National Laboratory.

http://www.evs.anl.gov/pub/doc/Cobalt.pdf

Anonymous. 2005. Americium. Human Health Fact Sheet. Argonne National Laboratory. http://www.evs.anl.gov/pub/doc/Americium.pdf

(23)

PERCOBAAN MILIKAN

Screenshoot :

Deskripsi :

Praktikum percobaan Milikan ini bertujuan untuk mengetahui nilai muatan elektron sebagaimana yang dilakukan oleh R. A. Milikan tahun 1913. Metodenya adalah dengan mengatomisasi minyak dan menghitung besar muatannya, yang diasumsikan sebagai kelipatan muatan dari satu elektron. Dengan mengambil dan membandingkan beberapa muatan tetesan minyak yang berbeda, maka akan dapat digunakan untuk menebak muatan per elektron dengan menentukan terlebih dahulu jumlah elektron yang ada pada tiap tetesan minyak.

Tujuan :

Menentukan muatan elektron berdasarkan muatan tetesan minyak yang diatomisasi dan berada di antara dua plat yang bermuatan.

Tinjauan Pustaka :

Prinsip dasar percobaan Milikan adalah untuk mengetahui muatan yang dimiliki tetesan minyak yang disemprotkan dalam Milikan Chamber. Proses ini merupakan proses atomisasi, di mana setiap tetesan minyak diasumsikan akan bermuatan sesuai dengan persamaan 1 (dengan N = jumlah elektron dan e = muatan elektron). Dengan mengetahui dan membandingkan nilai muatan tetesan minyak yang berbeda, maka

(24)

akan dapat menebak muatan tetesan minyak tersebut sebagai muatan yang berasal dari elektron dan berjumlah n.

Q = N.e

(1)

Gambar 1. Milikan Chamber

Jika suatu tetesan minyak berada pada dua plat kapasitor dengan jarak d dan tegangan sebesar U (Gambar 2), terdapat gaya-gaya yang mempengaruhi antara lain:

Gaya listrik (Fq) = Q.E

Gaya berat (W) = moil.g

Gaya angkat (FL) = mL.g

Gaya Stokes (fStokes) = 6εrv

di mana:

Q = muatan tetesan minyak E = potensial listrik

moil = massa tetesan minyak

g = percepatan grafitasi bumi

mL = massa udara yang digantikan oleh massa tetesan

ε = Viskositas udara r = jari-jari tetesan minyak v = kecepatan gerakan droplet

Untuk gerakan tetesan minyak ke bawah tanpa tegangan dari plate dengan kecepatan v1, gaya-gaya yang mempengaruhi terdapat tiga gaya yaitu gaya berat, gaya angkat

(25)

Gambar 2. Gaya-gaya tetesan minyak tanpa tegangan plate. Sehingga : W - FL - fStokes = 0 moil.g - mL.g - 6εrv1 = 0 (moil - mL)g - 6εrv1 = 0 mg - 6εrv1 = 0 (2) dengan m = moil - mL. Kemudian dengan asumsi volume tetesan minyak sebagai bola

V = (4/3)πr3

dan ρoil - ρL = ρ, maka persamaan 2 akan dapat diturunkan menjadi:

Vρg - 6εrv1 = 0

(4/3)πr3ρg - 6εrv 1 = 0

dari sini dapat didapatkan persamaan untuk nilai jari-jari tetesan minyak sesuai dengan persamaan 3:

(3)

Namun jika tegangan U diberikan pada plate, dengan plate bagian atas berupa tegangan positif dan tetes minyak dapat bergerak ke atas dengan kecepatan v2,

persamaan gaya-gaya yang mempengaruhi tetes minyak tersebut (ilustrasi Gambar 3) adalah :

W - Fq + 6εrv2 = 0

mg - Q.E + 6εrv2 = 0

(26)

Gambar 3. Gaya-gaya tetesan minyak dengan tegangan plate.

dengan E=U/d dan mg=(4/3)πr3ρg sehingga didapatkan :

(4/3)πr3ρg - Q.(U/d)+6εrv 2 = 0

(5) Gaya gesek Stokes tidak berpengaruh apabila tetesan minyak dalam keadaan diam mengambang, oleh karena itu persamaan 5 menjadi:

(4/3)πr3ρg - Q.(U/d) = 0

(6)

Setting Up Rangkaian :

1. Sambungkan Milikan Chamber ke Milikan Power Supply dengan ketentuan Kabel Merah ke connector tegangan input positif dan kebel biru ke tegangan input negatif. 2. Sambungkan connector yang berwarna kuning pada Digital Counter I ke connector

start counter connector I di Milikan Power Supply.

3. Begitu juga dengan Digital Counter II, sambungkan connector kuning pada Digital Counter II ke start counter connector II pada Milikan Power Supply.

4. Nyalakan kedua Digital Counter dan set mode ke timer (s).

5. Sambungkan kabel connecting lamp ke lamp Connector yang berada pada Milikan Power Suplly.

6. Nyalakan Milikan Power supply.

7. Arahkan switch start counting ke counter 2. 8. Set voltage milikan Power Supply ±500 V.

9. Semprotkan minyak 2x atau lebih, dengan double klik pada Karet Penyemprot. 10. Amati distribusi tetesan minyak dengan mengeser-geser tombol fokus di sebelah

kanan Microscope.

11. Tentukan satu tetesan minyak untuk diamati.

12. Jika tetesan minyak berada pada titik tertentu, nyalakan Switch Power On pada Milikan Power Supply, sehingga Digital Counter II mulai menghitung secara

otomatis, sebagai timer gerakan tetesan minyak ke atas akibat adanya tegangan listrik dikurangi oleh gaya grafitasi dan gaya Stokes.

(27)

13. Jika tetesan minyak telah mencapai suatu jarak tertentu, arahkan switch start counting ke counter 1 dan hentikan counting counter 2 dengan menekan switch start stop pada Digital Counter II, dimana secara otomatis Digital Counter I akan mulai menghitung sebagai gerakan tetes minyak ke bawah akibat adanya gaya grafitasi dan gaya Stokes saja.

14. Berlatihlah cara memulai, menghentikan dan mereset counting counter 1 dan counter 2, sebelum dilakukan pengambilan data yang sebenarnya.

15. Semprotkan minyak 2-3 kali, ketika tetesan minyak sudah tidak tampak lagi pada layar Microscope.

16. Tekan tombol Reset, yang berada disamping tombol Run jika setiap kali terjadi crash pada aplikasi.

Catatan:

Karena pengamatan menggunakan Microscope, sehingga arah gerakan tetesan minyak menjadi terbalik. Dengan arah gerakan tetes minyak yang tampak ke atas sebenarnya adalah gerakan tetes minyak yang mengarah ke bawah, dan gerakan yang tampak ke bawah sebenarnya adalah gerakan tetes minyak yang mengarah ke atas.

Pengambilan Data :

Metode untuk mengetahui muatan tetes minyak (Q) dalam praktikum ini dapat menggunakan dua metode, pertama metode statik dan yang kedua metode dinamik. Untuk metode statik tetes minyak yang diamati adalah tetesan minyak yang dapat seimbang pada nilai tegangan tertentu (U), dan dengan kecepatan yang dicatat adalah kecepatan tetes minyak yang mengarah ke bawah (v1) setelah tegangan dimatikan,

sehingga gerak minyak yang terjadi adalah hanya akibat gravitasi bumi dan gesekan dengan udara. Untuk metode statik ini persamaan yang digunakan adalah persamaan 7, yang merupakan substitusi persamaan 3 ke persamaan 6. Sedangkan untuk metode dinamik bukan kecepatan ke bawah saja yang dicatat, namun juga mengamati gerakan tetesan minyak yang mengarah ke atas (v2) pada suatu nilai tegangan tertentu

(U), dengan syarat ketika tegangan dimatikan tetesan minyak dapat bergerak ke bawah lagi sebagai v1, seperti yang terjadi pada metode statik sebelumnya. Kedua

kecepatan ini dapat dihitung mengunakan pencatat counter (counter 1 sebagai waktu tempuh gerakan tetes minyak yang mengarah ke bawah dan counter 2 sebagai waktu tempuh gerakan ke atas) dan dalam range jarak yang sama. Persamaan 2 tidak lain adalah persamaan yang digunakan untuk menghitung muatan tetes minyak dengan metode dinamik dan merupakan hasil substitusi persamaan 3 ke persamaan 5.

(28)

(8) dimana:

Jarak yang ditempuh tetes minyak, yang tampak pada layar Microscope, bukanlah jarak yang ditempuh tetes minyak sebenarnya. Untuk konversinya adalah dengan menghitung jarak yang ditempuh dari hasil pengamatan (mis. x) ke jarak sesungguhnya (mis. s) menggunakan persamaan 9 berikut ini:

(9) Contoh tabel pengambilan data:

Metode Statik

U = ... d = ...

No Jarak skala

Microscope (x) Jarak Sesungguhnya (s) tke bawah v1 Q

(29)

Metode Dinamik U = ... d = ... No Jarak skala Microscope (x) Jarak Sesungguhnya (s) tke bawah tke atas v1 v2 Q

*tabel ini dapat dimodifikasi sesuai kebutuhan.

Kemudian dari masing-masing tabel di atas dibuat grafik hubungan muatan tetesan minyak Q dan jumlah tetesan n yang bermuatan sama, yang digunakan untuk menebak muatan per elektron.

Gambar 4. Contoh grafik hubungan n dan Q. Catatan:

untuk keterangan lebih lanjut dapat dibaca pada modul praktikum Fisika Eksperimen yang diberikan ketika pelaksanaan praktikum yang sesungguhnya.

(30)

Analisa Data :

Hal-hal yang perlu dibahas oleh praktikan dari pelaksanaan percobaan ini antara lain: 1. Metode konversi dari skala Microscope ke jarak sesungguhnya (persamaan 9)? 2. Bagaimana hubungan muatan tetesan minyak dan jumlah n untuk metode statik? 3. Bagaimana hubungan muatan tetesan minyak dan jumlah n untuk metode dinamik? 4. Muatan elektron yang didapatkan berdasarkan percobaan, berikut perbandingannya

dengan literatur yang sudah ada?

Referensi :

Anonymous. 2010. Petunjuk Praktikum Fisika Eksperimen II. Laboratorium Fisika Lanjutan Jurusan Fisika FMIPA Universitas Brawijaya. Malang

(31)

INTERFEROMETER MICHELSON

Screenshoot:

Deskripsi :

Percobaan Interferometer Michelson adalah menentukan panjang gelombang laser dengan membagi sinar tersebut menjadi dua bagian, untuk dibiaskan dan dipantulkan ke arah yang berbeda, yang kemudian dari masing-masing bagian disatukan kembali dengan mengatur sedemikian rupa sehingga jarak tempuh antara keduanya berbeda, namun tetap dengan mengusahakan terjadi interferensi. Dengan mengamati pola perubahan interferensi yang terjadi ketika dilakukan perubahan jarak tempuh yang baru, akan dapat ditentukan panjang gelombang laser berdasarkan selisih jarak tempuh antar keduanya dan frekuensi perubahan pola yang terjadi.

Tujuan :

Tujuan dari praktikum Interferometer Michelson ini adalah menentukan panjang gelombang Laser He-Ne berdasarkan perubahan pola interferensi akibat pergeseran titik awal arah datang gelombang.

Tinjauan Pustaka :

Interferometer Michelson merupakan alat yang memang ditujukan untuk menentukan panjang gelombang laser. Prinsip kerja alat ini berdasarkan karakteristik laser yang

(32)

dapat dibiaskan dan diteruskan seperi karakteristik cahaya pada umumnya, di mana susunan mentah rangkaian alat ini sebagaimana ilustrasi Gambar 1.

Gambar 1. Skema penjalaran sinar pada Interferometer Michelson

Splitter digunakan untuk memisahkan sinar untuk diteruskan ke Cermin 1 dan sebagian dipantulkan ke Cermin 2. Dari kedua Cermin ini dipantulkan kembali ke Splitter, di mana sinar pantulan dari Cermin 1 dipantulkan dan sinar yang dari Cermin 2 diteruskan oleh Splitter yang keduanya mengarah ke Layar. Jika sudut datang kedua sinar ini sama, maka akan terjadi pola cincin-cincin gelap terang yang disebabkan oleh interferensi kedua gelombang tersebut. Dengan meggeser-geser salah satu posisi Cermin maju atau mundur, pola interferensi akan berubah seolah-olah berdenyut, yang menunjukkan adanya perbedaan titik awal datang gelombang seperti ilustrasi Gambar 2. Denyutan ini dikarenakan cincin interferensi yang semula berkeadaan terang merubah menjadi gelap, dan sebaliknya yang semula gelap menjadi terang. Setiap perubahan cincin dari terang ke gelap kemudian ke terang kembali, atau perubahan dari gelap ke terang yang kemudian berubah ke gelap lagi, tidak lain adalah menunjukkan pergeseran titik awal datang gelombang yang nilainya sebanding dengan panjang gelombang laser, yang sesuai dengan persamaan 1.

(33)

di mana :

λ = Panjang gelombang laser Δx = Pergeseran cermin N = Jumlah denyutan

Gambar 2. Ilustrasi perbedaan titik awal kedatangan gelombang Cahaya

Setting Up Rangkaian :

1. Klik tombol Run yang berada di tengah bawah aplikasi 2. Pasangkan Layar ke Pengait 0.

3. Pasangkan Lensa Fokus +50 mm ke Pengait 2.

4. Pasangkan Lensa Splitter ke Pengait 3, yang secara otomatis akan terpasang miring 45°

5. Pasangkan Lensa Fokus +5mm ke Pengait 1. 6. Pasangkan Cermin ke Pengait 4.

7. Pasangkan Cermin ke Pengait 5. 8. Nyalakan Laser He-Ne.

9. Double klik meteran untuk melihat jarak antar pengait.

10. Atur jarak kedua Cermin dengan Splitter hampir/tepat sama, sampai terjadi pola gelap terang.

11. Jika beam Sinar laser belum muncul, dimungkinkan terdapat kesalahan pada langkah sebelumnya.

12. Drag Micrometer yang ada di Pengait 5 untuk memberikan selisih jarak sesuai range yang ditampilkan pada skala Micrometer. Press Micrometer untuk memutar dalam range yang kecil.

13. Perhatikan denyutan yang terjadi.

14. Klik Saklar ruang jika diperlukan simulasi dalam ruang gelap.

15.

Tekan tombol Reset, yang berada disamping tombol Run jika setiap kali terjadi crash pada aplikasi.

(34)

Pengambilan Data :

Secara sederhana, cahaya yang berasal dari sumber cahaya Laser He-Ne sebagian diteruskan ke Cermin yang berada di Pengait 0 dan sebagian dipantulkan ke Cermin yang berada di Pengait 5. Kemudian dari kedua cermin ini dipantulkan kembali, bertemu dan berinterferensi (jika jarak kedua Cermin telah tepat) yang tampak sebagai pola gelap terang pada Layar. Jika di geser sedikit saja jarak Cermin dari posisi interferensi ini, maka akan terjadi pola gelap terang yang berbeda, yang menunjukkan adanya pergeseran titik awal datangnya gelombang antara cahaya yang dari Cermin di Pengait 0 dan Pengait 1. Hal ini sebagaimana yang telah diilustrasikan pada Gambar 2 dan akan tampak seperti denyutan. Jarak pergeseran Micrometer antara denyutan satu ke denyutan yang lain tidak lain adalah panjang gelombang cahaya Laser He-Ne yang akan dibuktikan dalam praktikum ini.

Berikut contoh tabel pengambilan data yang dapat digunakan:

No Pergeseran Micrometer (Δx)

Jumlah denyutan

(N) λpercobaan λreferensi

*tabel di atas dapat dimodifikasi sesuai kebutuhan.

Catatan:

Dikarenakan keterbatasan manajemen space, untuk satu kali denyutan interferensi Laser He-Ne pada simulator, mewakili ±20 kali denyutan pada eksperimen riil.

Analisa Data :

Problem yang menjadi pokok pembahasan praktikum ini adalah: 1. Mengapa lebar pergeseran pada persamaan 1 harus dikalikan 2?

2. Mengapa interferensi tidak terjadi jika selisih jarak antara Cermin 1 ke Splitter dan Cermin 2 ke Splitter terlalu lebar/kecil?

3. Berapa panjang gelombang Laser He-Ne berdasarkan percobaan dan bagaimana perbandingannya dengan literatur yang sudah ada?

4. Bagaimanakah perbandingan antara praktikum Virtual ini dengan yang riil? masalah teknis apa saja yang muncul?

Keempat Problem di atas merupakan problem yang harus dijawab oleh praktikan berdasarkan percobaan yang mereka lakukan mandiri.

(35)

Referensi :

Anonymous. 2010. Petunjuk Praktikum Fisika Eksperimen II. Laboratorium Fisika Lanjutan Jurusan Fisika FMIPA Universitas Brawijaya. Malang

(36)

INDUKSI MAGNET

Screenshoot :

Deskripsi :

Percobaan Induksi Magnet ini adalah untuk mengetahui fenomena induksi solenoid besar terhadap solenoid kecil yang berada di tengah-tengahnya dengan memberikan gelombang input yang berbeda-beda (sinus, segitiga dan kotak). Hal-hal yang perlu diamati dari percobaan ini meliputi bentuk gelombang output, perbandingan amplitudo tegangan input dan output serta pengaruh frekuensi terhadap tegangan output yang dihasilkannya. Sehingga dengan praktikum ini diharapkan praktikan dapat membuktikan adanya pengaruh medan magnet pada dua kawat konduktor yang sejajar, dengan salah satu bertindak sebagai kawat penginduksi.

Tujuan :

Tujuan dari praktikum Induksi Magnet ini adalah:

1. Menentukan besar frekuensi induksi berdasarkan frekuensi penginduksi yang diberikan

2. Menentukan nilai amplitudo tegangan induksi berdasarkan tegangan penginduksi yang diberikan

(37)

Tinjauan Pustaka :

Faraday dalam percobaannya, dapat membangkitkan arus listrik dari suatu konduktor dengan menggerak-gerakkan batang magnet yang berada di dekat bahan konduktor tersebut. Hal serupa juga dapat dilakukan seperti dengan mengalirkan arus bolak-balik pada kawat konduktor, sebagai penginduksi kawat konduktor lain yang sejajar dan berada didekatnya. Konsep dua kawat sejajar ini tidak lain merupakan prinsip dasar penggunaan dua solenida dalam praktikum ini, di mana solenoid besar bertindak sebagai kawat penginduksi dan solenoid kecil sebagai kawat yang diinduksi.

Sedangkan apabila terdapat medan magnet dalam suatu solenoida, kuat medan magnet dalam suatu solenoida dengan diameter d tersebut diberikan oleh persamaan 1. Jika diberikan solenoida dengan diameter yang lebih kecil, diletakkan sejajar dan tepat di tengah-tengahnya, jumlah fluks yang mengenai kawat pada solenoid kecil nilainya akan sebanding dengan persamaan 2.

B = μoNI

(1) di mana :

B = kuat medan magnet

μo = permaebilitas udara= 4π x 10-7 T.m/A

N = jumlah lilitan persatuan panjang I = arus yang diberikan pada solenoida

∅ = BAn

(2) dengan:

B = kuat medan magnet solenoid besar A = luas lingkaran solenoid kecil n = jumlah lilitan solenoid kecil ∅ = fluks magnet

Gambar 1. medan magnet pada solenoida

Dan apabila fluks magnet yang mengenai solenoid kecil berasal dari arus yang mengalir bolak-balik (AC), maka pada kawat yang terkenai medan tersebut akan terjadi ggl induksi (ε

(38)

εe = -d∅ = dBAn dt dt = -An d (μoNI) dt εe = Uind = -ANnμo dI dt (3) Uind dapat disebut juga sebagai tegangan hasil induksi arus penginduksi I. Kemudian

berdasarkan persamaan 3 di atas, karena Uind berbanding lurus dengan I, maka dapat

diasumsikan pula Uind berbanding lurus dengan U penginduksinya.

Setting Up Rangkaian :

1. Klik tombol Run yang berada di tengah bawah aplikasi 2. Nyalakan Function Generator.

3. Pasangkan dua kabel penghubung ke conector bagian tengah Signal Generator. 4. Pada Signal Generator pula, set tombol base 1, pengali x100, mode gelombang sinus,

dan amplitudo ±45° dari sudut awal.

5. Sambungkan salah satu kabel Osciloscope di atas kedua kabel penghubung tadi, sehingga kabel Osciloscope menyambung secara bersusun.

6. Sambungkan ujung yang lain ke channel I, set time/div 2 ms, Volt/div 5 V dan gelombang sedikit digeser ke atas (menggunakan tombol ypos). Gelombang ini tidak lain adalah yang disebut sebagai gelombang input dalam praktikum ini.

7. Sambungkan kabel yang dihubungkan ke Signal Generator tadi, satu ke Resistor dan satu lagi ke kumparan besar.

8. Sambungkan ujung Kumparan Besar yang lain secara bersilangan, dengan ujung terakhir dihubungkan ke Resistor.

9. Pasang kabel penghubung Osciloscope ke Kumparan Kecil dan sambungkan ke ujung Kumparan kecil yang lain dengan kabel yang masih tersisa.

10. Sambungkan ke Osciloscope channel 2, set Volt/div 10 mV.

11. Tekan tombol Reset, yang berada disamping tombol Run jika setiap kali terjadi crash pada aplikasi.

Catatan:

Jumlah Lilitan Kumparan Besar = 2x60 = 120 lilitan Jumlah Lilitan Kumparan Kecil = 60 lilitan

Diameter kumparan besar = 12 cm Diameter kumparan kecil = 6 cm

Pengambilan Data :

Dalam praktikum ini, selain untuk mengetahui seberapa besar perbandingan antara arus penginduksi dengan arus hasil induksi (Uind) sebagaimana diberikan oleh

(39)

bolak-balik dengan bentuk gelombang input yang berbeda (sinus, kotak dan segitiga). Oleh karena itu dalam pelaksanaanya, praktikum ini tidak mengambil data tegangan input dan output saja, namun perlu juga mengambil cuplikan gambar masing-masing tampilan gelombang output dari bentuk gelombang input yang berbeda.

Contoh tabel data percobaan dengan range base frekuensi sama dengan 5 adalah :

Analisa Data :

Hal-hal yang perlu dibahas dari praktikum ini antara lain:

1. Hubungan frekuensi penginduksi dengan tegangan induksi untuk masing-masing bentuk gelombang input?

2. Hubungan frekuensi penginduksi dengan frekuensi induksi untuk masing-masing bentuk gelombang input?

3. Hubungan frekuensi penginduksi dengan bentuk gelombang induksi untuk masing-masing bentuk gelombang input?

(40)

Referensi :

Anonymous. 2010. Petunjuk Praktikum Fisika Eksperimen II. Laboratorium Fisika Lanjutan Jurusan Fisika FMIPA Universitas Brawijaya. Malang

Serway, and Jewett. 2002. Principles of Physics. Edisi ketiga. Thomson Learning. Singapore

(41)

Authorisasi :

Simulator Praktikum Fisika Eksperimen ini ditujukan untuk membantu pelaksanaan pratikum Fisika Eksperimen yang diadakan di Laboratorium Fisika Lanjutan Jurusan Fisika FMIPA Universitas Brawijaya Malang. Aplikasi ini dapat digunakan untuk kepentingan pribadi, namun tidak diperkenankan untuk meng-copy, merubah, memodifikasi, atau menggandakannya untuk kepentingan komersil dalam bentuk apapun, baik sebagian atau keseluruhan konten, tanpa izin tertulis dari Creator.

Kritik, saran atau pertanyaan dapat dilayangkan melalui emal di : uboiz@yahoo.com.

Tim Penyusun (Creator)

Penanggung Jawab :

Drs. Unggul Punjung Juswono, M.Sc. Programmer :

Drs. Sugeng Rianto, M.Sc.

Dr. Eng Agus Naba, S. Si., M. T, Ph. D. Ubaidillah, S. Si.

Gambar

Gambar 1. Transisi Elektron (Sumber : http://en.wikipedia.org/wiki/Balmer_series)
Gambar 1. Radium series (Sumber: http://en.wikipedia.org/)
Tabel 1. Isotop Radium
Gambar 2. Contoh pengambilan data radiasi Alpha pada Radium
+7

Referensi

Dokumen terkait

3 Namun, berdasarkan uji korelasi variabel komposisi tubuh dengan kadar glukosa darah, diperoleh hasil bahwa komposisi tubuh (persen lemak tubuh dan massa

Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan adalah dengan adanya sistem pendokumentasian yang baik.Sistem pendokumentasian

Batas eair tanah atau liquid limit adalah kadar air pada kondisi dimana tanah mulai berubah dari plastis menjadi eair atau sebaliknya yaitu batas antara...

calon jamaah haji, mengingat petugas pendaftaran calon jamaah haji sering kali mengabaikan aspek komunikasi interpersonal, padahal komunikasi interpersonal yang baik

Dengan menggunakan metode Location Quotient (LQ), sektor-sektor perekonomian yang termasuk kedalam sektor unggulan di Kabupaten Cirebon pada periode 2005-2010 adalah sektor

torsional (k F = 2136 N.m/rad) serta input bump modified Gambar 5.9 merupakan grafik perbandingan respon dinamis sistem penggerak drivetrain berupa perpindahan (a),

Dengan adanya kenyataan tersebut maka timbul pemikiran untuk menganalisa faktor-faktor penerapan SMK3 yang mengacu pada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 50

Khalayak dalam penelitian ini adalah yang terdiri dari sekumpulan orang banyak atau massa yang merupakan penonton iklan TVC Oreo ice cream rasa orange dan sudah pernah membahas