• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 Landasan Teori

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 Landasan Teori"

Copied!
126
0
0

Teks penuh

(1)

Landasan Teori

2.1. Tinjauan Umum 2.1.1 Definisi Teater

Menurut Santosa (2008: 3), teater berasal dari Yunani “theatron” (bahasa Inggris, Seeing Place) yang artinya tempat atau gedung pertunjukan. Dalam perkembangannya, dengan pengertian lebih luas kata teater diartikan sebagai segala hal yang dipertunjukan di depan orang banyak. Dengan demikian, dalam rumusan sederhana teater adalah pertunjukan, misalnya ketoprak, ludruk, wayang, wayang wong, sintren, janger, mamanda, dagelan, sulap, acrobat, dan lain sebagainya. Teater dapat dikatakan sebagai manifestasi dari aktivitas naluriah, seperti misalnya, anak-anak bermain sebgai ayah dan ibu, bermain perang-perangan, dan lain sebagainya. Selain itu, teater merupakan manifestasi pembentukan strata sosial kemanusiaan yang berhubungan dengan masalah ritual. Misalnya, upacara adat maupun upacara kenegaraan, keduanya memiliki unsur-unsur teatrikal dan bermakna filosofis.

Berdasarkan paparan diatas, kemungkinan perluasan definisi teater itu bisa terjadi. Tetapi batasan tentang teater dapat dilihat dari sudut pandang sebagai berikut: “tidak ada teater tanpa aktor, baik berwujud riil manusia maupun boneka, terungkap di layar maupun pertunjukan langsung yang dihadiri penonton, serta laku di dalamnya merupakan realitas fiktif”, (Harymawan, 1993). Dengan demikian teater adalah pertunjukan lakon yang dimainkan di atas pentas dan disaksikan oleh penonton.

Elemen lainnya seperti elemen desain dan tata panggung digunakan untuk mendukung pementasan guna agar penonton lebih memahami dan merasakan pertunjukan dengan pencitraan yang lebih indah atau estetis.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2014), teater adalah gedung atau ruangan tempat pertunjukan film, sandiwara, dan sebagainya. Dapat berarti sebagai ruangan besar dengan deretan kursi-kursi ke samping dan ke belakang untuk mengikuti kuliah atau untuk peragaan ilmiah dan juga memiliki arti pementasan drama sebagai suatu seni atau profesi; seni drama; sandiwara; drama.

(2)

2.1.2 Sejarah Umum

Santosa (2008) menjelaskan bahwa waktu dan tempat pertunjukan teater yang pertama kali dimulai tidak diketahui. Adapun yang dapat diketahui hanyalah teori tentang asal mulanya. Di antaranya teori tentang asal mula teater adalah sebagai berikut.

• Berasal dari upacara agama primitif. Unsur cerita ditambahkan pada upacara semacam itu yang akhirnya berkembang menjadi pertunjukan teater. Meskipun upacara agama telah lama ditinggalkan, tapi teater ini hidup terus hingga sekarang.

• Berasal dari nyanyian untuk menghormati seorang pahlawan di kuburannya. Dalam acara ini seseorang mengisahkan riwayat hidup sang pahlawan yang lama kelamaan diperagakan dalam bentuk teater.

• Berasal dari kegemaran manusia mendengarkan cerita. Cerita itu kemudian juga dibuat dalam bentuk teater (kisah perburuan, kepahlawanan, perang, dan lain sebagainya).

Rendra dalam Seni Drama Untuk Remaja (1993), menyebutkan bahwa naskah teater tertua di dunia yang pernah ditemukan ditulis seorang pendeta Mesir, I Kher-nefert, di zaman peradaban Mesir Kuno kira-kira 2000 tahun sebelum tarikh Masehi. Pada zaman itu peradaban Mesir Kuno sudah maju. Mereka sudah bisa membuat piramida, sudah mengerti irigasi, sudah bisa membuat kalender, sudah mengenal ilmu bedah, dan juga sudah mengenal tulis menulis. I Kher-nefert menulis naskah tersebut untuk sebuah pertunjukan teater

ritual di kota Abydos, sehingga terkenal sebagai Naskah Abydos yang menceritakan pertarungan antara dewa buruk dan dewa baik. Jalan cerita naskah Abydos juga diketemukan tergambar dalam relief kuburan yang lebih tua. Para ahli bisa memperkirakan bahwa jalan cerita itu sudah ada dan dimainkan orang sejak tahun 5000 SM. Meskipun baru muncul sebagai naskah tertulis di tahun 2000 SM. Dari hasil penelitian yang dilakukan diketahui juga bahwa pertunjukan teater Abydos terdapat unsur-unsur teater yang meliputi pemain, jalan cerita, naskah dialog, topeng, tata busana, musik, nyanyian, tarian, selain itu juga property pemain seperti tombak, kapak, tameng, dan sejenisnya.

Scmolke (2011) dan Santosa (2008), menjelaskan mengenai sejarah perkembangan arsitektur teater pada dunia barat.

(3)

A. Teater Yunani Klasik

Menurut Santosa (2008), tempat pertunjukan teater Yunani pertama yang permanen dibangun sekitar 2300 tahun yang lalu. Teater ini dibangun tanpa atap dalam bentuk setengah lingkaran dengan tempat duduk penonton melengkung dan berundak-undak yang disebut amphitheater. Ribuan orang mengunjungi amphitheater untuk menonton teater-teater, dan hadiah diberikan bagi teater terbaik. Naskah lakon teater Yunani merupakan naskah lakon teater pertama yang menciptakan dialog diantara para karakternya. Ciri-ciri khusus pertunjukan teater pada masa Yunani Kuno adalah Pertunjukan dilakukan di amphitheater, sudah menggunakan naskah lakon, seluruh pemainnya pria bahkan peran wanitanya dimainkan pria dan memakai topeng karena setiap pemain memerankan lebih dari satu tokoh, Selain pemeran utama juga ada pemain khusus untuk kelompok koor (penyanyi), penari, dan narator (pemain yang menceritakan jalannya pertunjukan). Panggung dan tempat duduk teater menggunakan batu.

Gambar 2.1 Teater di Epidaurus Sumber : Santosa (2008: 6)

Gambar 2.2 Teater Epidaurus, ground plan Sumber : www.whitman.edu

(4)

Gambar 2.3 Pertunjukan Teater di Epidaurus Sumber : Santosa (2008: 7)

Scmolke (2011) menjelaskan bahwa ukuran gedung teater pada masa itu dapat menampung 13.000 hingga 17.000 penonton. Hal tersebut disebabkan pertunjukan teater yang diadakan hanya waktu-waktu tertentu dan merupakan sesuatu yang sangat menarik sehingga dapat mengundang wilayah lainnya. B. Teater Romawi Klasik

Pada Setelah tahun 200 Sebelum Masehi kegiatan kesenian beralih dari Yunani ke Roma, begitu juga Teater. Namun mutu teater Romawi tak lebih baik daripada teater Yunani. Teater Romawi menjadi penting karena pengaruhnya kelak pada Zaman Renaissance. Bangsa Romawi membangun gedung teater mereka di dalam kota pada lahan terbuka yang luas. Ukuran dengan kapasitas 17.500 penonton. Kursi teater bangsa Romawi dilengkapi dengan kayu penyangga. Panggung Romawi jauh diperlebar dibandingkan Yunani sehingga ruang auditorium dan panggung mampu mencapai kesatuan spasial. Ketinggian panggung lebih rendah dibandingkan dengan ketinggian panggung Yunani. Teater Romawi memiliki skene, dinding latar dari batu yang berada di belakang panggung.

Teater pertama kali dipertunjukkan di kota Roma pada tahun 240 SM. Pertunjukan ini dikenalkan oleh Livius Andronicus, seniman Yunani. Teater Romawi merupakan hasil adaptasi bentuk teater Yunani. Hampir di setiap unsur

(5)

panggungnya terdapat unsur pemanggungan teater Yunani. Namun demikian teater Romawi pun memiliki kebaruan-kebaruan dalam penggarapan dan penikmatan yang asli dimiliki oleh masyarakat Romawi dengan ciri-ciri yaitu koor tidak lagi berfungsi mengisi setiap adegan, Musik menjadi pelengkap seluruh adegan. Tidak hanya menjadi tema cerita tetapi juga menjadi ilustrasi cerita, tema berkisar pada masalah hidup kesenjangan golongan menengah, seluruh adegan terjadi di rumah, di jalan, dan di halman. Teater pada masa lalu mengandalkan pencahayaan alami. Kelemahan mengandalkan cahaya alami ialah selain intensitas cahaya matahari yang tidak stabil, juga membuat mata cepat lelah.

Gambar 2.4 Teater di Pompeii Sumber : Santosa (2008: 8)

C. Teater Abad Pertengahan

Abad Dalam tahun 1400-an dan 1500-an, banyak kota di Eropa mementaskan drama untuk merayakan hari-hari besar umat Kristen. Drama-drama dibuat berdasarkan cerita-cerita Alkitab dan dipertunjukkan di atas kereta, yang disebut pageant, dan ditarik keliling kota. Bahkan kini pertunjukan jalan dan prosesi penuh warna diselenggarakan di seluruh dunia untuk merayakan berbagai hari besar keagamaan.

Para pemain drama pageant menggunakan tempat di bawah kereta untuk menyembunyikan peralatan. Peralatan ini digunakan untuk efek tipuan, seperti menurunkan seorang aktor dari atas ke panggung. Para pemain pageant memainkan satu adegan dari kisah dalam Alkitab, lalu berjalan lagi. pageant lain dari aktor-aktor lain untuk adegan berikutnya, menggantikannya. Aktor-aktor pageant seringkali adalah para pengrajin setempat yang memainkan adegan yang

(6)

menunjukan keahlian mereka. Orang berkerumun untuk menyaksikan drama

pageant religius di Eropa. Drama ini populer karena pemainnya berbicara dalam

bahasa sehari-hari, bukan bahasa Latin yang merupakan bahasa resmi gereja-gereja Kristen. Pada masa ini tidak ada tirai maupun backdrop yang digunakan. Dekorasi yang digunakan hanya sebatas properti panggung dan kostum pemain saja.

Gambar 2.5 Teater Abad Pertengahan Sumber: Santosa (2008: 10)

D. Renaissance

Abad 17 memberi sumbangan yang sangat berarti bagi kebudayaan Barat. Sejarah abad 15 dan 16 ditentukan oleh penemuan-penemuan penting yaitu mesin, kompas, dan mesin cetak. Semangat baru muncul untuk menyelidiki kebudayaan Yunani dan Romawi klasik. Semangat ini disebut semangat Renaissance yang berasal dari kata “renaitre” yang berarti kelahiran kembali manusia untuk mendapatkan semangat hidup baru. Gerakan yang menyelidiki semangat ini disebut gerakan humanisme.

Pusat-pusat aktivitas teater di Italia adalah istana-istana dan akademi. Di gedung-gedung teater milik para bangsawan inilah dipentaskan naskah-naskah yang meniru drama-drama klasik. Para aktor kebanyakan pegawai-pegawai

(7)

istana dan pertunjukan diselenggarakandalam pesta-pesta istana. Ciri-ciri teater Zaman Renaissance adalah naskah lakon yang dipertunjukkan meniru teater Zaman Yunani klasik. Cerita bertema mitologi atau kehidupan sehari-hari, tata busana dan seting yang dipergunakan sangat inovatif, pelaksanaan bentuk teater diatur oleh kerajaan maupun universitas, menggunakan panggung proscenium yaitu bentuk panggung yang memisahkan area panggung dengan penonton, peristiwa cerita berlangsung dan berpindah secara cepat, terdapat tiga tokoh yang selalu muncul, yaitu tokoh penguasa, tokoh penggoda, dan tokoh pembantu. Tempat pertunjukannya di lapangan kota dan panggung-panggung sederhana.

Setting panggung sederhana, yaitu rumah, jalan, dan lapangan.

Gambar 2.6 Teater Abad Pertengahan Sumber: Santosa (2008: 12)

E. Teater Zaman Elizabeth

Sekitar Pada tahun 1576, selama pemerintahan Ratu Elizabeth I, gedung teater besar dari kayu dibangun di London Inggris. Gedung ini dibangun seperti lingkaran sehingga penonton bisa duduk dihampir seluruh sisi panggung. Gedung teater ini sangat sukses sehingga banyak gedung sejenis dibangun di sekitarnya. Salah satunya yang disebut Globe, gedung teater ini bisa menampung 3.000 penonton. Penonton yang mampu membeli tiket duduk di sisi-sisi panggung. Mereka yang tidak mampu membeli tiket berdiri di sekitar panggung.

(8)

Gambar 2.7 The Globe Theatre di London Sumber : www.webbaviation.co.uk

Gambar 2.8 Bentuk panggung teater Elizabethan Sumber : Santosa (2008: 13)

Ciri-ciri khas teater Zaman Elisabeth ialah pertunjukan dilaksanakan siang hari dan tidak mengenal waktu istirahat, tempat adegan ditandai dengan ucapan yang disampaikan dalam dialog para tokoh, Penontonnya berbagai lapisan masyarakat dan diramaikan oleh penjual makanan dan minuman. Corak pertunjukannya merupakan perpaduan antara teater keliling dengan teater sekolah dan akademi yang keklasik-klasikan

F. Opera Italia

Republik of Venice menyelesaikan pembangunan gedung opera pertama

pada tahun 1637. Bentuk auditorium yang baru dengan berbentuk silindris dan kotak berbentuk sarang lebah. Area berdiri terdapat di lantai dasar yang disediakan untuk umum, dan kotak balkon yang disediakan untuk para bangsawan.

Di Jerman, dibuat sebuah gedung khusus untuk konser pada akhir abad yang sama. Teater di Jerman sudah berkembang pada Zaman Renaissance (1500-1600) meskipun dalam bentuk yang belum sempurna. Inilah sebabnya teater Jerman

(9)

tak berbicara banyak di Eropa sampai tahun 1725. Teater Jerman dengan model

comedie francaise, menciptakan suatu organisasi teater paling baik di Eropa

pada akhir abad 18. Sejak itu gerakan teater Jerman berpaling dari ide neoklasik kepada aliran romantik.. Pertunjukan musik sudah hadir di Eropa sejak lama, biasa diadakan di ballroom atau tempat lainnya yang bukan berfungsi utama sebagai tempat konser.

Gambar 2.9 Teater La Scala, Milan La Scala Sumber : www.milanozine.it

Gambar 2.10 Interior Teater Sumber : giornaledelladanza.com

Akhir abad ke-18M, pembangunan gedung opera meluas ke seluruh Eropa. Desain auditorium Italia menciptakan kombinasi ideal antara kenyamanan visual dan akustik. Puncak pembangunan ialah teater La Scala di Milan pada tahun 1778. Gedung teater menjadi tempat pertemuan baru bagi masyarakat, dan menjadi karakter budaya baru yang unik bagi penduduk Eropa dan negara-negara yang terpengaruh budaya Eropa.

G. Teater Awal Abad ke-19

Teater dengan konsep tradisional dan Wagnerian hadir berdampingan. Banyak perubahan dilakukan Richard Wagner untuk desain gedung pertunjukan

(10)

yang berdampak hingga sekarang. Tujuannya untuk memberikan pandangan yang baik kepada setiap penonton dan menata kursi penonton pada sikap keadilan sosial. Panggung dibuat menggunakan struktur kayu. Bagian depan panggung terdiri dari 2 lengkung proscenium yang sama besar dengan internal

taper. Hal ini menciptakan sebuah ilusi optik dengan maksud menghilangkan

kesan jarak,yang disengaja. Penonton juga dibuat duduk dalam kelompok kecil. Sekitar 1.645 penonton dapat ditampung dalam auditorium ini.

Gambar 2.11 Interior Teater Wagner, Bayreuth Sumber : www.andalan.es

Gambar 2.12 Interior Prinzregentheater Sumber : www.muenchenmusik.de

Penambahan area untuk orkestra dan dibuat besar dan masuk ke dalam di bawah panggung yang dapat menampung 130 pemusik. Penempatan di bawah panggung di sebabkan menurut beliau gagasan ini membuat orkestra tidak terlihat karena menurutnya orkestra menjadi pengalih perhatian penonton dari pertunjukan. Secara akustik, konstruksi seperti ini memudahkan musik bergabung dengan latar dan langsung berkaitan dengan panggung.

(11)

Pada teater Wagner ini, gelombang suara memiliki waktu dengung yang relatif panjang yang mampu menghasilkan kolaborasi suara yang baik. The

Prinzregententheater di Munich, mengambil inspirasi dari teater Wagner di

Bayreuth. Kapasitas kursi yang lebih sedikit, yakni 1.106 penonton. Hal ini disebabkan ukuran kursi yang diperbesar dari 52x70cm menjadi 60x80cm. Keuntungan akustik lainya adalah dinding pemencar berbentuk irisan yang bukan berfungsi untuk menyebar gelombang suara, seperti yang di Beirut, namun untuk memfokuskan gelombang suara.

H. Teater di Abad ke-20

Teater telah berubah selama berabad-abad. Gedung-gedung pertunjukan modern memiliki efek-efek khusus dan teknologi baru. Orang datang ke gedung pertunjukan tidak hanya untuk menyaksikan teater melainkan juga untuk menikmati musik, hiburan, pendidikan, dan mempelajari hal-hal baru. Rancangan-rancangan panggung termasuk pengaturan panggung arena, atau yang disebut saat ini, teater di tengah-tengah gedung. Dewasa ini, beberapa cara untuk mengekspresikan karakter-karakter berbeda dalam pertunjukan-pertunjukan (di samping nada suara) dapat melalui musik, dekorasi, tata cahaya, dan efek elektronik. Gaya-gaya pertunjukan realistis dan eksperimental ditemukan dalam teater Amerika saat ini.

Munculnya bioskop berkontribusi untuk pertunjukan visual yang baru. Dramaturgi membuat sang aktor sebagai pusat perhatian untuk membedakan bioskop dengan teater. Panggung dibagi menjadi 3 zona, yakni panggung utama dan 2 sisi panggung. Lengkung proscenium sekarang lebih dianggap sebagai struktur sekunder bukan sebagai sesuatu yang mewah.

2.1.3 Teater Tradisional Indonesia

Kasim Achmad dalam bukunya Mengenal Teater Tradisional di Indonesia (2006) mengatakan, sejarah teater tradisional di Indonesia dimulai sejak sebelum Zaman Hindu. Pada zaman itu, ada tanda-tanda bahwa unsur-unsur teater tradisional banyak digunakan untuk mendukung upacara ritual. Teater tradisional merupakan bagian dari suatu upacara keagamaan ataupun upacara adat-istiadat dalam tata cara kehidupan masyarakat kita. Pada saat itu, yang disebut “teater”, sebenarnya baru merupakan unsur-unsur teater, dan belum merupakan suatu bentuk kesatuan teater yang utuh. Setelah melepaskan diri dari kaitan upacara, unsur-unsur teater tersebut membentuk suatu seni pertunjukan yang lahir dari

(12)

spontanitas rakyat dalam masyarakat lingkungannya. Menurut Brata (2010: 21), seni tradisional Indonsia termasuk didalamnya seni pertunjukan ialah unsur kesenian yang menjadi bagian hidup masyarakat dalam suatu kaum atau suku atau bangsa tertentu yang berkembang dari Barat sampai Timur pulau Indonesia, dari Sumatra sampai Papua.

Proses terjadinya atau munculnya teater tradisional di Indonesia sangat bervariasi dari satu daerah dengan daerah lainnya. Hal ini disebabkan oleh unsur-unsur pembentuk teater tradisional itu berbeda-beda, tergantung kondisi dan sikap budaya masyarakat, sumber dan tata-cara di mana teater tradisional lahir. Berikut ini disajikan beberapa bentuk teater tradisional yang ada di daerah-daerah di Indonesia.

A. Wayang

Wayang merupakan suatu bentuk teater tradisional yang sangat tua, dan dapat ditelusuri bagaimana asal muasalnya. Pada masa pemerintahan Raja Balitung, telah ada petunjuk adanya pertunjukan Wayang seperti yang terdapat pada Prasasti Balitung dengan tahun 907 Masehi. Prasasti tersebut mewartakan bahwa pada saat itu telah dikenal adanya pertunjukan wayang. Awal mula adanya wayang, yaitu saat Prabu Jayabaya bertakhta di Mamonang pada tahun 930. Sang Prabu ingin mengabadikan wajah para leluhurnya dalam bentuk gambar yang kemudian dinamakan Wayang Purwa. Dalam gambaran itu diinginkan wajah para dewa dan manusia Zaman Purba. Pada mulanya hanya digambar di dalam rontal (daun tal). Orang sering menyebutnya daun lontar. Kemudian berkembang menjadi wayang kulit sebagaimana dikenal sekarang.

Jadi, wayang berfungsi sebagai alat “penghadiran kembali” (secara umum dalam seni rupa dikenal istilah yang hampir sama, yaitu visualisasi) gambaran nenek moyang. Walaupun bentuk upacara penghadiran nenek moyang tidak digunakan lagi dalam pementasan wayang, sisa kegiatan tersebut masih tampak, misalnya dalam upacara ngaruwat/ngruwat) ketika memulai pertunjukkan. Hal tersebut hampir sama dengan yang diperkirakan oleh para penulis wayang tentang pementasan wayang kulit kuno Indonesia, yang pada awalnya digunakan untuk menghormati roh nenek moyang. Cara mementaskan wayang kulit masa kini, meski bukan untuk “menghadirkan bayang nenek moyang”, hampir sama dalam pola pertunjukannya, yaitu bentuk wayang yang dinikmati bayangannya dalam kelir (layar) dihasilkan oleh sinar blencong, cempor, atau bahkan lampu

(13)

pijar. Pementasan wayang pada mulanya hanya dilakukan malam hari. Hal ini berkaitan dengan sifat pementasan wayang yang menitikberatkan tampilan bayangan pada kelir. Baru pada abad ke-16, pertunjukkan diadakan pula pada siang hari. Bentuk wayang yang dipertontonkan berbeda. Wayang jenis ini memiliki bentuk trimarta, berupa boneka kayu, yang disebut golek. Wayang golek pertama ini dibuat oleh Sunan Kudus dipentaskan dengan cerita Wong Agung.

Gambar 2.13 Pementasan Wayang Kulit Sumber : Santosa (2008: 24)

Gambar 2.14 Perlengkapan Wayang Kulit Sumber : kfk.kompas.com

B. Wayang Wong (wayang orang)

Wayang Wong dalam bahasa Indonesia artinya wayang orang, yaitu pertunjukan wayang kulit, tetapi dimainkan oleh orang. Wayang wong adalah bentuk teater tradisional Jawa yang berasal dari Wayang Kulit yang dipertunjukan dalam bentuk berbeda: dimainkan oleh orang, lengkap dengan

(14)

menari dan menyanyi, seperti pada umumnya teater tradisional dan tidak memakai topeng. Pertunjukan wayang orang terdapat di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Sedangkan di Jawa Barat ada juga pertunjukan wayang orang (terutama di Cirebon) tetapi tidak begitu populer. Pertunjukan Wayang orang biasanya dilakukan pada malam Jumat Kliwon, malam Sabtu Pon, malam Minggu Legi, dan malam Sabtu Pahing dan pada malam satu Suro (Juliati 2014: 8). Lahirnya Wayang Orang, dapat diduga dari keinginan para seniman untuk keperluan pengembangan wujud bentuk Wayang Kulit yang dapat dimainkan oleh orang. Wayang yang dipertunjukan dengan orang sebagai wujud dari wayang kulit -hingga tidak muncul dalang yang memainkan, tetapi dapat dilakukan oleh para pemainnya sendiri. Sedangkan wujud pergelarannya berbentuk drama, tari dan musik.

Gambar 2.15 Wayang Wong D.I. Yogyakarta Sumber: www.ultimoparadiso.com

Gambar 2.16 Wayang Wong D.I. Yogyakarta Sumber: galeribersama.wordpress.com

(15)

Gambar 2.17 Denah Pertunjukan Wayang Orang Sumber: penulis

Wayang orang dapat dikatakan masuk kelompok seni teater tradisional, karena tokoh-tokoh dalam cerita dimainkan oleh para pelaku (pemain). Sang Dalang bertindak sebagai pengatur laku dan tidak muncul dalam pertunjukan. Di Madura, terdapat pertunjukan wayang orang yang agak berbeda, karena masih menggunakan topeng dan menggunakan dalang seperti pada wayang kulit. Sang dalang masih terlihat meskipun tidak seperti dalam pertunjukan wayang kulit. Sang Dalang ditempatkan dibalik layar penyekat dengan diberi lubang untuk mengikuti gerak pemain di depan layar penyekat. Sang Dalang masih mendalang dalam pengertian semua ucapan pemain dilakukan oleh Sang Dalang karena para pemain memakai topeng. Para pemain di sini hanya menggerakgerakan badan atau tangan untuk mengimbangi ucapan yang dilakukan oleh Sang Dalang. Para pemain harus pandai menari. Pertunjukan ini di Madura dinamakan topeng dalang. Semua pemain topeng dalang memakai topeng dan para pemain tidak mengucapkan dialog. Penempatan alat musik seperti gamelan dan pangrawit berada di depan panggung dengan level ketinggian lebih rendah dari panggung.

C. Makyong Wayang Wong (wayang orang)

Wayang Makyong merupakan suatu jenis teater tradisional yang bersifat kerakyatan. Makyong yang paling tua terdapat di pulau Mantang, salah satu pulau di daerah Riau. Pada mulanya kesenian Makyong berupa tarian joget atau ronggeng. Dalam perkembangannya kemudian dimainkan dengan cerita-cerita rakyat, legenda dan juga cerita-cerita kerajaan. Makyong juga digemari oleh para bangsawan dan sultan-sultan, hingga sering dipentaskan di istana-istana. Bentuk teater rakyat makyong tak ubahnya sebagai teater rakyat umumnya,

(16)

dipertunjukkan dengan menggunakan media ungkap tarian, nyanyian, laku, dan dialog dengan membawa cerita-cerita rakyat yang sangat populer di daerahnya. Cerita-cerita rakyat tersebut bersumber pada sastra lisan Melayu. Daerah Riau merupakan sumber dari bahasa Melayu Lama. Ada dugaan bahwa sumber dan akar Makyong berasal dari daerah Riau, kemudian berkembang dengan baik di daerah lain. Pementasan makyong selalu diawali dengan bunyi tabuhan yang dipukul bertalu-talu sebagai tanda bahwa ada pertunjukan makyong dan akan segera dimulai. Setelah penonton berkumpul, kemudian seorang pawang (sesepuh dalam kelompok makyong) tampil ke tempat pertunjukan melakukan persyaratan sebelum pertunjukan dimulai yang dinamakan upacara buang bahasa atau upacara membuka tanah dan berdoa untuk memohon agar pertunjukan dapat berjalan lancer .

D. Randai

Randai adalah suatu bentuk teater tradisional yang bersifat kerakyatan yang terletak di daerah Minangkabau, Sumatera Barat. Sampai saat ini, Randai masih digemari dan berkembang oleh masyarakat terutama di daerah pedesaan atau di kampong-kampung. Teater Tradisional di Minangkabau bertolak dari sastra lisan. Demikian juga Randai bertolak dari sastra lisan yang disebut “kaba” (diartikan sebagai cerita). Bakaba artinya bercerita. Ada dua unsur pokok yang menjadi dasar Randai yaitu unsur penceritaan.

Gambar 2.18 Pertunjukan Randai Sumber: alhamidzpecintatuhan.wordpress.com

Cerita yang isajikan adalah kaba, dan disampaikan lewat gurindam, dendang dan lagu. Sering diiringi oleh alat musik tradisional Minang, yaitu salung, rebab, bansi, rebana atau yang lainnya, dan juga lewat dialog. Penempatan alat musik

(17)

berada di luar panggung atau tempat pertunjukan yang penting ialah pemain musik dapat melihat langsung pada pemain pertunjukan. Kedua, unsur laku dan gerak, atau tari, yang dibawakan melalui galombang. Gerak tari yang digunakan bertolak dari gerak-gerak silat tradisi Minangkabau, dengan berbagai variasinya dalam kaitannya dengan gaya silat di masing-masing daerah .

Gambar 2.19 Denah Pertunjukan Randai Sumber: Penulis

E. Mamanda

Gambar 2.20 Pertunjukan Mamanda Sumber: budaya-indonesia.org

Daerah Kalimantan Selatan memiliki berbagai jenis kesenian antara lain yang paling populer adalah Mamanda, dimana orang sering menyebutnya sebagai teater rakyat. Awal mulanya, pada tahun 1897 datang ke Banjarmasin suatu rombongan Abdoel Moeloek dari Malaka yang lebih dikenal dengan Komidi Indra Bangsawan. Pengaruh Komidi Bangsawan ini sangat besar terhadap perkembangan teater tradisional di Kalimantan Selatan. Sebelum Mamanda lahir, telah ada suatu bentuk teater rakyat yang dinamakan Bada

(18)

Moeloek, atau dari kata Ba Abdoel Moeloek. Nama teater tersebut berasal dari judul cerita yaitu Abdoel Moeloek karangan Saleha. Bermula, Mamanda mempunyai pengiring musik yaitu orkes melayu dengan mendendangkan lagu-lagu berirama melayu, sekarang beralih dengan iringan musik panting dengan mendendangkan Lagu Dua Harapan, Lagu Dua Raja, Lagu Tarima Kasih, Lagu Baladon, Lagu Mambujuk, Lagu Tirik, Lagu Japin, Lagu Gandut , Lagu Mandung-Mandng, dan Lagu Nasib.

F. Lenong

Menurut Santosa (2008: 29) Lenong merupakan teater rakyat Betawi. Teater tradisional Lenong antara zaman dulu dengan sekarang ini sudah sangat berbeda dan jauh berkembang sesuai dengan perkembangan zaman yang ada. Kata daerah Betawi, dan bukan Jakarta, menunjukan bahwa yang dibicarakan adalah teater masa lampau. Pada saat itu, di Jakarta, yang masih bernama Betawi (orang Belanda menyebutnya: Batavia) terdapat empat jenis teater tradisional yang disebut topeng Betawi, lenong, topeng blantek, dan jipeng atau jinong. Pada kenyataannya keempat teater rakyat tersebut banyak persamaannya. Perbedaan umumnya hanya pada cerita yang dihidangkan dan musik pengiringnya. Pada Lenong, dekor disesuaikan dengan babak cerita yang dimainkan. Pertunjukannya diawali dengan permainan Gambang Kromong, yang membawakan lagu-lagu baku sebagai berikut: dimulai dengan tetalu, dimainkan lagu-Iagu berirama Mars yang berfungsi sebagai alat pemanggil penonton. Kemudian dimainkan acara Hormat Selamet dengan membawakan lagu Angkat Selamet. Dalam acara ekstra, lagu yang dibawakan antara lain: Jali-jali, Persi, Stambul, Cente Manis, Seret Balok, Renggong Manis, dan lainya.

Pertunjukkan Lenong diiringi orkes Gambang Kromong dengan berbagai alat musik. Alat musik pukulnya Gambang, Kromong (sejenis bonang), gendang, kempur, kecrek, gong; alat musik geseknya shu kong (sejenis rebab besar) atau teh yan (rebab kecil); dan alat tiupnya trompet, suling dan akordeon. Lagu-lagu pengiring pertunjukkan ini terdiri atas lagu cina (misalnya si Patmo, Phobin Cu Tay) dan lagu Betawi (misalnya Cente Manis, Jali-Jali). Lagu-lagu ini menggunakan tangga nada pentatonis doremi. Umumnya pertunjukkan Lenong dimainkan di atas panggung yang disebut pentas tapal kuda. karena pemainnya masuk ke arena pertunjukan dari sebelah kiri dan keluar arena dari sebelah kanan, sedang penontonnya melihat hanya dari bagian depan. Masyarakat Betawi sering

(19)

mementaskan pertunjukan lenong dalam perayaan perkawinan atau khitanan. Kini pertunjukan ini juga dipentaskan sebagai hiburan di pusat kesenian atau panggung hiburan lainnya, bahkan di televisi.

Gambar 2.21 Pertunjukan Lenong Sumber: pakenkbetawi.wordpress.com

Gambar 2.22 Denah Pertunjukan Lenong Sumber: Penulis

G. Longser

Longser adalah jenis teater tradisional yang bersifat kerakyatan yang terletak di Jawa Barat, termasuk kelompok etnik Sunda. Ada jenis teater rakyat lain di daerah etnik Sunda serupa dengan longser, yaitu banjet. Ada lagi di daerah (terutama, di Banten), yang dinamakan ubrug.

Ada pendapat yang mengatakan bahwa longser berasal dari kata melong (melihat) dan seredet (tergugah). Artinya barang siapa melihat (menonton) pertunjukan, hatinya akan tergugah. Pertunjukan longer sama dengan pertunjukan kesenian rakyat yang lain, yang bersifat hiburan sederhana, sesuai dengan sifat kerakyatan, gembira dan jenaka. Sebelum longser lahir, ada

(20)

beberapa kesenian yang sejenis dengan Longser, yaitu lengger. Ada lagi yang serupa, dengan penekanan pada tari, disebut ogel atau doger (Santosa, 2008: 30).

Gambar 2.23 Pertunjukan Longser Sumber: www.disparbud.jabarprov.go.id

Gambar 2.24 Denah Pertunjukan Longser Sumber: Penulis

H. Ubrug

Ubrug merupakan teater tradisional yang terdapat di daerah Banten. Ubrug menggunakan bahasa daerah Sunda, campur Jawa dan Melayu, serupa dengan topeng banjet yang terdapat di daerah Karawang. Ubrug dapat dipentaskan di mana saja, seperti halnya teater rakyat lainnya. Dipentaskan bukan saja untuk hiburan, tetapi juga untuk memeriahkan suatu “hajatan”, atau meramaikan suatu “perayaan”.

Cerita-cerita yang dipentaskan terutama cerita rakyat, sesekali dongeng atau cerita sejarah. Beberapa cerita yang sering dimainkan ialah Dalem Boncel, Jejaka Pecak, Si Pitung atau Si Jampang (pahlawan rakyat setempat, seperti juga di Betawi). Gaya penyajian cerita umumnya dilakukan seperti pada teater rakyat,

(21)

menggunakan gaya humor (banyolan), dan sangat karikatural sehingga selalu mencuri perhatian para penonton. (Santosa, 2008: 30)

I. Ketoprak

Menurut Santosa (2008:31), ketoprak merupakan teater rakyat yang paling populer, terutama di daerah Yogyakarta dan daerah Jawa Tengah. Ketoprak juga terdapat di Jawa Timur. Pada daerah-daerah tersebut ketoprak merupakan kesenian rakyat yang menyatu dalam kehidupan mereka dan mengalahkan kesenian rakyat lainnya seperti srandul dan emprak.

Pada mulanya ketoprak merupakan permainan orang-orang desa yang sedang menghibur diri dengan menabuh lesung pada waktu bulan purnama, yang disebut gejogan. Dalam perkembangannya menjadi suatu bentuk teater rakyat yang lengkap.

Ketoprak teridiri dari Ketoprak Lesung dan Ketoprak Gamelan. Alat musik yang dipergunakan dalam Ketoprak Lesung terdiri dari lesung, kendang, terbang dan seruling. Cerita yang dibawakan adalah kisah-kisah rakyat yang berkisar pada kehidupan di pademangan - pademangan, ketika para demang membicarakan masalah penanggulangan hama yang sedang melanda desa mereka atau ceritera-ceritera tentang Pak Tani dan Mbok Tani dalam mengolah sawah mereka. Oleh karena itu kostum yang dipakaipun seperti keadaan mereka sehari hari sebagai penduduk pedesaan, ditambah dengan sedikit make up yang bersifat realis. Untuk mementaskan Ketoprak Lesung dibutuhkan pendukung sebanyak ± 22 orang, yaitu 15 orang untuk pemain (pria dan wanita) dan 7 orang sebagai pemusik. Dalam pertunjukan ini tidak dikenal adanya vokalis khusus atau waranggana. Vokal untuk mengiringi musik dilakukan bersama-sama baik oleh pemusik maupun pemain. Pertunjukan Ketoprak Lesung ini menggunakan pentas berupa arena dengan desain lantai yang berbentuk lingkaran. Sampai sekarang Ketoprak Lesung yang ada masih mempertahankan alat penerangan berupa obor, tetapi ada juga pertunjukan Ketoprak Lesung yang menggunakan lampu. Salah satu perbedaan Ketoprak Lesung dengan Ketoprak Gamelan adalah adanya unsur tari. Pada waktu masuk atau keluar panggung atau kegiatan lain pemain Ketoprak Lesung melakukannya dengan tarian yang bersifat improvisasi.

Ketoprak Gamelan, Meskipun merupakan perkembangan lebih lanjut Ketoprak Lesung akan tetapi fungsi pertunjukan Ketoprak Gamelan ini tidak

(22)

berubah, yaitu sebagai hiburan bagi masyarakat, yang kadang-kadang menyelipkan penerangan penerangan dari pemerintah kepada mereka. Hanya saja ceritera yang dimainkan dalam Ketoprak Gamelan ini lebih banyak diambil dari ceritera babad tentang kerajaan-kerajaan yang pernah ada, terutama di Jawa. Untuk mementaskan Ketoprak diperlukan pendukung sebanyak kurang lebih 34 orang pemain, penabuh gamelan, waranggana, dan dalang. Lama pertunjukan untuk setiap pementasan mencapai 7 sampai 8 jam, dan bisa dilakukan baik siang maupun malam hari. Dalam pertunjukan Ketoprak ini para aktor biasanya berpedoman pada naskah singkat yang dibuat oleh dalang. Naskah ini hanya memuat pedoman tentang adegan apa saja yang harus ditampilkan dari inti dan ceritera yang dipentaskan. Dialog, blocking dan lainya permainan di panggung sepenuhnya dilakukan oleh pemain secara improvisasi. Ketoprak ini menggunakan alat musik yang berupa gamelan Jawa lengkap pelog dan slendro, atau slendro saja.

Gambar 2.25 Pertunjukan Ketoprak Lesung Sumber: www.bang-bro.blogspot.com

Gambar 2.26 Pertunjukan Ketoprak Gamelan Sumber: www.bang-bro.blogspot.com

(23)

Para pemain Ketoprak memakai kostum dan make up yang bersifat realis sesuai dengan peran dan waktu ketika mereka tampil. Tempat pertunjukan berupa pentas berbentuk panggung dengan dekorasi (latar belakang) yang bersifat realis (sesuai dengan lokasi kejadian, misalnya di hutan, di kraton dan lainya). Demikian juga dialog yang diucapkan para pemainnya. Ketoprak Gamelan dapat dikatakan sebagai drama tradisional yang biasanya mengambil ceritera tentang kerajaan-kerajaan tempo dulu. Sebelum permainan utama ketoprak di mulai, biasanya disuguhkan terlebih dahulu pertunjukan extra berupa tari-tarian yang tidak ada hubungannya dengan ceritera yang akan dimainkan.

Gambar 2.27 Denah Pertunjukan Ketoprak Gamelan Sumber: Penulis

J. Ludruk

Ludruk merupakan teater berasal dari Jawa Timur, daerah Jombang. Bahasa yang digunakan adalah bahasa Jawa dengan dialek Jawa Timuran. Dalam perkembangannya ludruk menyebar ke daerah-daerah barat Jawa Timur seperti karesidenan Madiun, Kediri, dan sampai ke Jawa Tengah. Ciri-ciri bahasa dialek Jawa Timuran tetap terbawa meskipun semakin ke barat makin luntur menjadi bahasa Jawa setempat. Ludruk merupakan salah satu jenis kesenian yang berupa drama tradisional diperagakan oleh sebuah grup kesenian yang digelarkan di sebuah panggung dengan mengambil cerita tentang kehidupan rakyat sehari-hari, yang diselingi dengan lawakan dan diiringi dengan gamelan sebagai musik (Juni, 2014: 3). Lebih lengkapnya, peralatan musik daerah yang digunakan, ialah kendang, cimplung, jidor dan gambang. Penambahan jumlah alat musik yang digunakan tergantung pada kemampuan grup yang memainkan ludruk tersebut.

(24)

Lagu-lagu (gending) yang digunakan, yaitu Parianyar, Beskalan, Kaloagan, Jula-juli, Samirah, Junian.

Pemain ludruk semuanya adalah pria. Untuk peran wanitapun dimainkan oleh pria. Hal ini merupakan ciri khusus ludruk. Padahal sebenarnya hampir seluruh teater rakyat di berbagai tempat, pemainnya selalu pria (randai, dulmuluk, mamanda, ketoprak), karena pada zaman itu wanita tidak diperkenankan muncul di depan umum. (Santosa, 2008: 32)

Gambar 2.28 Pertunjukan Ludruk Sumber: www.bang-bro.blogspot.com

Gambar 2.29 Denah Pertunjukan Ludruk Sumber: Penulis

K. Gambuh

Gambuh merupakan teater tradisional yang paling tua di Bali dan diperkirakan berasal dari abad ke-16. Bahasa yang dipergunakan adalah bahasa Bali kuno dan sangat sukar dipahami oleh orang Bali sekarang. Tarian yang

(25)

sangat sulit karena merupakan tarian klasik yang bermutu tinggi. Oleh karena itu tidaklah mengherankan kalau gambuh merupakan sumber dari tari-tarian Bali yang ada. Sejarah gambuh telah dikenal sejak abad ke-14 di Zaman Majapahit dan kemudian masuk ke Bali pada akhir Zaman Majapahit. Di Bali, gambuh dipelihara di istana raja-raja.

Gambar 2.30 Pertunjukan Gambuh Sumber: www.dansfestival.com

Gambar 2.31 Denah Pertunjukan Gambuh Sumber: Penulis

Kebanyakan lakon yang dimainkan gambuh mengambil dari struktur cerita Panji yang diadopsi ke dalam budaya Bali. Cerita-cerita yang dimainkan di antaranya adalah Damarwulan, Ronggolawe, dan Tantri. Peran-peran utama menggunakan dialog berbahasa Kawi, sedangkan para punakawan berbahasa Bali. Sering pula para punakawan menerjemahkan bahasa Kawi ke dalam bahasa Bali biasa. Suling dalam gambuh yang suaranya sangat rendah, dimainkan dengan teknik pengaturan nafas yang sangat sukar, mendapat tempat yang

(26)

khusus dalam gamelan yang mengiringi gambuh. Gamelan dalam pertunjukan Gambuh sering disebut gamelan “pegambuhan”. Gambuh mengandung kesamaan dengan “opera” pada teater Barat karena unsur musik dan menyanyi mendominasi pertunjukan. Oleh karena itu para penari harus dapat menyanyi. Pusat kendali gamelan dilakukan oleh juru tandak, yang duduk di tengah gamelan dan berfungsi sebagai penghubung antara penari dan musik. Selain dua atau empat suling, melodi pegambuhan dimainkan dengan rebab bersama seruling. Peran yang paling penting dalam gamelan adalah pemain kendang lanang atau disebut juga kendang pemimpin. Dia memberi aba-aba pada penari dan penabuh. (Santosa, 2008: 32)

L. Arja

Gambar 2.32 Pertunjukan Arja Sumber: www.balinesedance.org

Arja adalah jenis teater tradisional yang terdapat di Bali. Seperti bentuk teater tradisi Bali lainnya, Arja merupakan bentuk teater yang penekanannya pada tari dan nyanyi. Semacam gending yang terdapat di daerah Jawa Barat (Sunda), dengan porsi yang lebih banyak diberikan pada bentuk nyanyian (tembang). Arja bersumber dari gambuh yang disederhanakan unsur-unsur tarinya, karena penekanannya terdapat pada tembangnya. Tembang (nyanyian) yang digunakan memakai bahasa Jawa Tengahan dan bahasa Bali halus. (Santosa, 2008: 33)

Setelah diuraikan beberapa perwakilan dari seni pertunjukan tradisional Indonesia, ternyata masih banyak jenis seni pertunjukan tradisional di Indonesia dimana merupakan asset yang luar biasa untuk diberdayakan menjadi daya tarik para wisatawan. Bila dilihat secara kuantitas, seni pertunjukan Indonesia sangat

(27)

banyak jumlahnya, sebab dalam laporan penelitian tentang seni pertunjukan di Asia Tenggara, 75% berada di Indonesia, sedangkan 25% ada di Negara-negara Asia Tenggara yang lain, seperti Malaysia, Singapura, Brunai Darussalam, Myanmar, Thailand, Laos, dan Vietnam”. (Sutiyoso, 2010: 244). Dan dari penejalasan mengenai sejarah seni pertunjukan di Indonesia, pementasan seni pertunjukan tradisional memiliki pengembangan terhadap penampilan pertunjukannya, di sesuaikan dengan perkembangan zaman seperti penggunaan tempat dan bahan properti untuk latar panggung. Dialog menggunkan bahasa yang lebih umum agar dapat dimengerti oleh masyarakat luas.

Gambar 2.33 Denah Pertunjukan Arja Sumber : Penulis

2.1.4 Fungsi dan Tujuan

Selain dari fungsi dan keterkaitannya dengan aspek sosial budaya, teater dapat dipahami sebagai tempat yang digunakan sebagai panggung untuk mementaskan pertunjukan.

A. Teater Sebagai Rumah

Andrew Robert Filmer (2006) dalam thesisnya mengenai Opera House, mengungkapkan bahwa tempat-tempat pertunjukan sudah menjadi tempat yang umum bagi banyak peradaban. Di mana pun suatu perkumpulan masyarakat telah mengembangkan teater sebagai cara mengekspresikan diri, mereka juga akan membangun tempat sebagai rumah untuk kegiatan itu, atau paling tidak mereka mengadaptasi dari ruang alami untuk tujuan tersebut. Teater dalam istilah sehari-hari seperti 'rumah' mengindikasikan dengan kuat dasar dari fungsi gedung teater, yaitu hanya sebagai bangunan atau sebatas ruangan. Pada perumpamaan ini, Filmer ingin menekankan fungsi dari teater; teater berfungsi

(28)

sebagai wadah abadi untuk kegiatan teater. Di dalamnya terdapat pemahaman yang lebih dalam mengenai koneksi penting antara tempat dan pertunjukannya, dibandingkan dengan pemahaman semiotik tentang bangunan teater sebagai bingkai saja.

B. Teater Sebagai Pemeragaan Tindakan Manusia

Thomas S. Hischak, dalam bukunya Theatre as Human Action: An Introduction to Theatre Arts, menyatakan teater sebagai reka ulang tindakan

manusia karena pemeragaan memang tidak terjadi untuk pertama kalinya. Aktor telah berlatih untuk menjadi karakter lain sesuai dengan situasi. Penonton mengetahui dan mengerti hal ini. Teater adalah gerakan karena sesuatu memang harus terjadi dalam kurun waktu tertentu. Teater memerlukan tindakan manusia walaupun hanya sebatas percakapan antara dua karakter ataupun lagu dan tari-tarian yang bersemangat.

Dalam penjelasan lebih lanjut, Hischak menjelaskan bahwa teater terdapat faktor-faktor yang lebih banyak dibandingkan dengan penampilan seni lainnya. Empat elemen dasar yang harus ada dalam suatu teater yang sedang berlangsung ialah actor, naskah, penonton, dan tempat.

Sementara mungkin melakukan suatu pertunjukan tanpa kostum maupun pemandangan, satu hal yang pasti ialah memiliki tempat untuk melangsungkan pertunjukan. Sekarang ini terdapat berbagai macam area pertunjukan dimana mengambil contoh dari model dan teori-teori sebelumnya. Sebagaimana tempat pertunjukan seni berkembang dan berubah dari waktu ke waktu, aspek baru seperti aspek produksi mulai berperan dan tergabung dengan teater. Seperti contoh, ketika suatu pertunjukan berpindah dari lokasi outdoor menjadi indoor, permainan pencahayaan menjadi suatu hal yang dibutuhkan. Arsitektur Teater menunjukan pergerakan sejarah teater itu sendiri seperti halnya aktor dan para pemain yang telah berkembang sesuai dengan pergerakan zaman.

2.1.5 Klasifikasi Jenis Kegiatan Seni Pertunjukan A. Secara Universal

Ada berbagai macam tipe kegiatan pertunjukan yang diproduksi untuk ditampilkan di teater atau gedung pertunjukan. Beragam jenis kegiatan tersebut harus ditempatkan dalam ruang yang sama dengan mempertimbangkan fleksibilitas ukuran ruang. Ham (1987: 13) dalam bukunya menjelaskan kegiatan tersebut adalah:

(29)

1) Drama

Jumlah pemain dalam pementasan drama adalah 2 sampai 20 orang, namun biasanya lebih dari 12 orang pemain.

Gambar 2.34 Cats karya Andrew Lloyd Webber,Broadway (2012) Sumber : www.chicagotheaterbeat.com

2) Drama (ukuran besar)

Beberapa pementasan drama, seperti drama karya Shakespeare, memiliki banyak pemain dengan berbagai figuran.

3) Grand opera, full-scale ballet, musicals, pantomim

Pertunjukan ini melibatkan penyanyi, penari, dan paduan suara. Gaya pementasan dan dekorasi biasanya spektakuler dan secara general menggunakan panggung proscenium.

Gambar 2.35 The Nutcracker karya Willam Christensen, Ballet West (2012) Sumber: online.wsj.com

4) Chamber opera, chamber ballet, music hall and variety, cabaret, plays

with music

Para pemainnya tidak sebanyak pementasan drama, namun harus dibuat pengaturan letak yang tepat untuk para musisi.

(30)

Gambar 2.36 Ophelia's Gaze karya Steve Everett (2012) Sumber: http://vimeo.com/2643909

5) Concerts

Simfoni orkestra rata-rata menampilkan 90 orang pemain, bahkan bisa lebih dari 120 orang. Pada konser jazz, pop , dan musik tradisional biasanya menampilkan jumlah pemain sekitar 10 hingga 12 orang, tetapi jika adakalanya bisa mencapai 50 orang. Recital adalah pertunjukan musik dengan skala terkecil, yakni menampilkan seorang penyanyi solo dan seorang instrumentalist yang disertai pengiring. Konser paduan suara membutuhkan ruang untuk 200 hingga 400 penyanyi atau bahkan lebih jika pada acara tertentu dengan tambahan orkestra.

Gambar 2.37 Susunan Duduk Pemain Orchestra Sumber: www.basilicata.travel

6) Film

Sebuah gedung pertunjukan pada awal perencanaannya didesain untuk bioskop (cinema) memang tidak cocok dan tidak diperkenankan untuk pertunjukan secara langsung, namun film bisa dipertunjukan dengan sangat baik pada gedung yang memiliki fungsi utama sebagai gedung untuk pertunjukan langsung.

(31)

B. Secara Khusus

Pertunjukan seni dan budaya merupakan cerminan dari kebudayaan suatu bangsa. Indonesia memiliki beragam budaya yang kaya dan patut dibanggakan oleh warga negaranya. Merupakan Negara kepulauan yang memiliki 34 provinsi, 350 etnis suku dengan 483 bahasa dan budaya. Tidak heran jika Indonesia harta yang berharga di bidang seni dan budaya. Meskipun berbeda latar belakang budaya, masyarakat Indonesia tetap merasa sebagai satu bangsa.

Gambar 2.38 Wayang Orang Bharata Sumber : wisatajuwa.wordpress.com

Gambar 2.39 Tari Kontemporer Sumber : http://tari.isi-dps.ac.id/about

Santosa (2008) mengatakan, unsur-unsur teater tradisional banyak digunakan untuk mendukung upacara ritual. Teater tradisional merupakan bagian dari suatu upacara keagamaan ataupun upacara adat-istiadat dalam tata cara kehidupan masyarakat kita. Pada waktu itu, yang disebut “teater”, sebenarnya hanyalah merupakan unsur-unsur teater, dan belum merupakan suatu bentuk kesatuan teater yang utuh. Setelah melepaskan diri dari kaitan upacara, unsur-unsur teater

(32)

tersebut membentuk suatu seni pertunjukan yang lahir dari spontanitas rakyat dalam masyarakat lingkungannya. Proses terciptanya teater tradisional di Indonesia sangat bervariasi dari satu daerah dengan daerah lainnya. Hal ini disebabkan oleh unsur-unsur pembentuk teater tradisional itu berbeda-beda, tergantung kondisi dan sikap budaya masyarakat, sumber dan tata-cara di mana teater tradisional lahir.

Kesenian-kesenian adat ini terus berkembang hingga saat ini. Sehingga tercipta suatu periode dimana teater tradisional mengalami suatu perubahan karena pengaruh budaya lain yang disebut teater transisi. Kelompok teater yang masih tergolong kelompok teater tradisional dengan memasukkan unsur-unsur teknik teater Barat, dinamakan teater bangsawan. Pada periode transisi inilah teater tradisional berkenalan dengan teater non-tradisi. Selain pengaruh dari teater bangsawan, teater tradisional berkenalan juga dengan teater Barat yang dipentaskan oleh orang-orang Belanda di Indonesia sekitar tahun 1805 yang kemudian berkembang hingga di Betawi (Batavia) dan mengawali berdirinya gedung Schouwburg pada tahun 1821 (Sekarang Gedung Kesenian Jakarta). 2.1.6 Klasifikasi Jenis Aktifitas Dalam Seni Pertunjukan

Pada pembahasan ini, menjabarkan aktivitas-aktivitas yang terjadi atau yang dilakukan di dalam area gedung pertunjukan menyangkut dengan teater.

A. Pemain

1) Persiapan pertunjukan

Sebelum pertunjukan dipentaskan, para pemain mempersiapkan diri terlebih dahulu. Aktivitas yang dilakukan seperti latihan, mengingat kembali penentuan

blocking, pemanasan, tata rias, dan menggunakan kostum. Gladiresik umumnya

dilakukan di panggung tempat pementasan atau bisa dilakukan di tempat lain yang luasannya tidak jauh berbeda dengan panggung pertunjukan.

2) Pentas pertunjukan

Saat pertunjukan sedang berlangsung, aktivitas yang dilakukan selain pementasan pertunjukan ialah pergantian pemain sesuai dengan bagiannya. Para pemain yang sedang tidak tampil menunggu di belakang panggung yang sering disebut dengan backstage atau di area samping panggung. Kejelasan penyampaian pesan dari suatu pertunjukan ditentukan oleh keahlian dan komunikasi masing-masing pemain, penari, penyanyi, dan lakon dalam menyampaikan pertunjukan tersebut. Namun faktor eksternal juga turut

(33)

mempengaruhi kejelasan dalam penyampaian pesan seperti sound system, pencahayaan, jarak penonton dengan panggung, dan akustik ruang. Desain interior gedung pertunjukan juga turut membantu untuk memperkuat ambience.

B. Tim produksi (Crew)

Crew pertunjukan terdiri dari sutradara, penulis naskah, tim properti, tim

tata busana dan tata rias, management, tim lighting, tim sound system, dan semua orang dari pihak internal teater yang ikut serta di dalam produksi sebuah pementasan.

1) Persiapan pertunjukan

Persiapan pertunjukan meliputi pengecekan dan percobaan lighting dan

sound system, pengetesan fasilitas panggung seperti pengecekan panggung

hidrolik. Tim produksi mengutamakan pemasangan properti untuk setting panggung. Semua dilakukan untuk memastikan kelancaran saat pementasan sehingga menghasilkan pertunjukan yang optimal.

2) Penanganan properti

Properti yang dipakai dalam pementasan umumnya dikerjakan di tempat lain (workshop) kemudian dibawa ke area gedung dan dipasang untuk pertunjukan. Setelah pertunjukan, properti di bongkar kembali.

C. Penonton 1) Duduk

Seni pertunjukan biasanya berdurasi sekitar 2 hingga 3 jam. Lamanya durasi pertunjukan membutuhkan area duduk dan sirkulasi yang memadai dimana penonton merasa nyaman namun didesain agar penonton tidak tertidur. Jarak antar tempat duduk yang memiliki sirkulasi cukup lebar memang membuat penonton lebih nyaman dibandingkan jarak yang sempit, namum berdampak pada penurunan nilai ekonomis dengan dikaitkan dengan jumlah kapasitas tempat duduk keseluruhan ruangan. Jarak kursi yang terlalu dekat juga dapat merusak suasana dan konsentrasi penonton untuk merasakan pengalaman teatrikal.

2) Melihat

Menurut Appleton dalam bukunya Building for the Performing Arts(2nd Ed.),

Ada keterbatasan visual yang menentukan maksimum jarak dari area panggung yang mana jika jarak maksimun tersebut dilampaui maka penonton tidak bisa mengapresiasi pertunjukan seni dengan seharusnya dan untuk para pemain agar

(34)

bisa menghibur penonton. Jarak dari panggung ke kursi terjauh bervariasi tergantung jenis pertunjukan dan skalanya. Untuk melihat ekspresi wajah khususnya drama, jarak maksimum dari panggung ke kursi penonton baris paling belakang tidak boleh melebihi 20 m. Sedangkan untuk pertunjukan opera atau konser, di mana mimik wajah tidak terlalu diperhatikan, batas maksimum penglihatan kurang lebih 30 meter dari panggung.

Christina E. Mediastika dalam bukunya yang berjudul Akustika Bangunan menjelaskan bahwa kemampuan mata manusia untuk melihat dengan jelas dan nyaman tanpa perlu memalingkan muka berada pada sudut 20° ke arah kiri dan 20° ke arah kanan atau total 40°. Oleh karena itu idealnya dibuat panggung yang lebarnya tidak melebihi lebar bagian depan lantai penonton. Selanjutnya, posisi penonton untuk melihat dengan jelas dan nyaman ke arah panggung adalah sekitar 100° ke kiri dan 100° ke kanan dari ujung depan kiri-kanan panggung. Penonton yang berada pada sudut lebih besar dari 100° akan mendapatkan sudut pandang yang kurang nyaman ke arah panggung.

Menurut Ham dalam bukunya Theatre Planning ABTT, kenyamanan penonton dalam meilhat pertunjukan bukan hanya ditentukan oleh jarak yang ideal namun postur saat duduk masing-masing individu juga mempengaruhi kenyamanan saat menyaksikan pertunjukan. Kunci dimensi pada perhitungan jarak pandang bergantung pada ketinggian mata seseorang pada posisi duduk dari atas lantai dan ketinggian ujung atas kepala dari mata. Dengan kata lain, apabila seseorang anak-anak duduk di belakang orang dewasa bertubuh tinggi besar, ia pasti tidak akan bisa melihat pertunjukan karena terhalang orang dewasa tersebut, dan kasus-kasus seperti ini tidak bisa diselesaikan secara matematis.

3) Mendengarkan

Sebuah ruang teater yang baik harus memiliki akustik yang baik, sehingga dialog dalam pertunjukan dapat diikuti dengan baik oleh penonton. Dengan demikian, penonton lebih memahami keindahan dari pertunjukan teater dan akirnya semakin menyukai teater tradisional (Sidharta, 2014: 50).

Menurut Legoh berdasarkan materi akustik untuk pascasarjana Universitas Indonesia (2014), aktivitas mendengarkan yang dilakukan oleh penonton sangat berkaitan erat dengan akustik ruang dalam area penonton. Karakteristik akustik bergantung pada perilaku pantulan suara dan periode dengung suara.

(35)

Gelombang bunyi bersifat spherical, gelombangnya seperti gelombang air yang makin melemah kalau jauh dari sumbernya (untuk di tempat terbuka). Periode dengung harus pendek bila ruangan digunakan untuk acara seperti puisi, sehingga penonton dapat mendengar suara dengan jernih; harus lebih panjang untuk pertunjukan musik; dan harus lebih panjang lagi untuk nyanyian paduan suara. Terdapat dua hal yang mempengaruhi periode dengung suara, yaitu jumlah suara yang diserap dan dipantulkan oleh permukaan ruang auditorium dan volume auditorium dan panggung. Apabila semakin banyak orang dalam ruang maka suara pemain akan lebih sulit terdengar dan sebaliknya jika penonton sedikit maka suara pemain akan terdengar lebih jelas dan keras. Hal ini disebabkan tubuh manusia memiliki kemampuan menyerap gelombang suara, semakin banyak penonton maka suara akn semakin banyak diserap dan lebih sedikit dipantulkan.

4) Menunggu pertunjukan

Sebelum pertunjukan dimulai, terdapat kebiasaan di Indonesia memiliki tanda-tanda baik berupa bunyi gong yang menandakan penonton boleh masuk ke ruang pertunjukan. Penonton dianjurkan untuk datang selambatnya 30 menit sebelum pertunjukan dimulai. Saat mengunggu diperbolehkan masuk ke dalam gedung pertunjukan di area tunngu, para penonton bisa duduk bercengkrama, makan dan minum, melihat galeri atau pertunjukan kecil di area-area lain di dalam gedung, dan berbelanja.

D. Pengelola

1) Mengatur program dan pertunjukan

Mengatur dan mengurus program dan pementasan dan mengelola pertunjukan, mengatur tata suara, tata cahaya, dan tata akustik.

2) Menjalankan pemasaran

Kegiatan pemberitahuan kepada pihak-pihak lain berupa promosi kepada khalayak umum (hubungan masyarakat).

3) Menjalankan administrasi

Mengurus seluruh data-data administrasi yang diperlukan untuk melakukan suatu pementasan dan keperluan pengelola.

4) Mengelola sarana dan prasarana

Melakukan perawatan gedung dan menyediakan peralatan yang mendukung fasilitas gedung.

(36)

2.1.7 Klasifikasi Fasilitas

Secara garis besar fasilitas yang terdapat di dalam sebuah gedung pertunjukan dapat dibedakan menjadi:

A. Fasilitas Utama 1) Ruang Panggung

Panggung adalah ruang yang menjadi orientasi utama dalam sebuah ruang pertunjukan. Panggung diperuntukan bagi penampil untuk mengekspresikan materi yang disajikan. Bentuk dan dimensi panggung sangat bermacam-macam. Santosa (2008: 387) mengklasifikasi panggung menurut bentuk dan tingkat komunikasinya dengan penonton, dibedakan menjadi 3 jenis:

a) Panggung Arena

Panggung arena merupakan panggung yang penontonnya duduk mengelilingi panggung. Penonton sangat dekat sekali dengan pemain sehingga komunikasi antara pemain dengan penonton dapat terjalin dengan sangat baik. Agar semua pemain dapat terlihat dari setiap sisi maka penggunaan set dekor berupa bangunan tertutup vertikal tidak diperbolehkan karena dapat menghalangi pandangan penonton. Penata panggung dituntut kreativitasnya untuk mewujudkan set dekor. Segala perabot yang digunakan dalam panggung arena harus benar-benar dipertimbangkan dan dicermati secara hati-hati baik bentuk, ukuran, dan penempatannya. Semua ditata agar enak dipandang dari berbagai sisi.

Inti dari pangung arena adalah mendekatkan penonton dengan pemain. Kedekatan jarak ini membawa konsekuensi artistik tersendiri baik bagi pemain dan (terutama) tata panggung. Karena jaraknya yang dekat, detil perabot yang diletakkan di atas panggung harus benar-benar sempurna sebab jika tidak maka cacat sedikit saja akan nampak. Misalnya, di atas panggung diletakkan kursi dan meja berukir.. Hal ini mempengaruhi nilai artistik pementasan. Lepas dari kesulitan yang dihadapi, panggung arena sering menjadi pilihan utama bagi teater tradisional. Kedekatan jarak antara pemain dan penonton dimanfaatkan untuk melakukan komunikasi langsung di tengah-tengah pementasan yang menjadi ciri khas teater tersebut. Aspek kedekatan inilah yang dieksplorasi untuk menimbulkan daya tarik penonton. Kemungkinan berkomunikasi secara langsung atau bahkan bermain di tengah-tengah penonton ini menjadi tantangan kreatif bagi teater modern.

(37)

Gambar 2.40 Panggung Arena Sumber : Santosa (2008: 388)

Gambar 2.41 Jenis-Jenis Panggung Arena Sumber : Santosa (2008: 389)

Gambar 2.42 Arena Stage at the Mead Center for American Theater Sumber : archrecord.construction.com

Banyak usaha yang dilakukan untuk mendekatkan pertunjukan dengan penonton, salah satunya adalah penggunaan panggung arena. Beberapa pengembangan desain dari teater arena melingkar dilakukan sehingga bentuk teater arena menjadi bermacam-macam. Masing-masing bentuk memiliki

(38)

keunikannya tersendiri tetapi semuanya memiliki tujuan yang sama yaitu mendekatkan pemain dengan penonton.

b) Panggung Proscenium

Panggung proscenium dapat disebut sebagai panggung bingkai karena penonton menyaksikan aksi aktor dalam lakon melalui sebuah bingkai atau lengkung proscenium (proscenium arch). Bingkai yang dipasangi layar atau gorden inilah yang memisahkan wilayah pemain dengan penonton yang menyaksikan pertunjukan dari satu arah. Kelebihan dari pemisahan ini adalah ketika melakukan pergantian tata panggung dapat dilakukan tanpa sepengetahuan penonton.

Gambar 2.43 Panggung Proscenium Sumber : drama-music.wikispaces.com

Gambar 2.44 Muriel Kauffman Theatre Sumber : www.kauffmancenter.org

Jarak yang sengaja diciptakan untuk memisahkan pemain dan penonton ini dapat digunakan untuk menyajikan cerita seperti apa adanya. Aktor dapat bermain dengan leluasa seolah-olah tidak ada penonton yang hadir melihatnya. Pemisahan ini dapat membantu efek artistik yang dinginkan terutama dalam gaya realisme yang menghendaki lakon seolah-olah benar-benar terjadi dalam kehidupan nyata.

(39)

c) Panggung Thrust

Masyarakat Panggung thrust seperti panggung proscenium tetapi dua per tiga bagian depannya menjorok ke arah penonton. Pada bagian depan yang menjorok ini penonton dapat duduk di sisi kanan dan kiri panggung. Panggung thrust nampak seperti gabungan antara panggung arena dan proscenium. Untuk penataan panggung, bagian depan diperlakukan seolah panggung

Arena sehingga tidak ada bangunan tertutup vertikal yang dipasang. Sedangkan panggung belakang diperlakukan seolah panggung proscenium yang dapat menampilan kedalaman objek atau pemandangan secara perspektif. Panggung thrust telah digunakan sejak Abad Pertengahan (Medieval) dalam bentuk panggung berjalan (wagon stage) pada suatu karnaval. Bentuk ini kemudian diadopsi oleh sutradara teater modern yang menghendaki lakon ditampilkan melalui akting para pemain secara lebih artifisial (dibuat-buat agar lebih menarik) kepada penonton. Bagian panggung yang dekat dengan penonton memungkinkan gaya acting teater presentasional yang mempersembahkan permainan kepada penonton secara langsung, sementara bagian belakang atau panggung atas dapat digunakan untuk penataan panggung yang memberikan gambaran lokasi kejadian.

Gambar 2.45 Catwalk oleh Spectrum Production Sumber : www.spectrumproductions.co.uk

Berikut adalah pengelompokan jenis panggung berdasarkan tingkat pengepungan panggung oleh penonton (Ham, 1987:17).

a) 360° encirclement

(40)

disebut sebagai center stage, island stage, arena, atau theatre-in-the-round.

Gambar 2.46 360º Encirclement Stage Sumber : Ham (1987:17)

b) Transverse stage

Panggung ini berbentuk melintang dan jarang sekali ditemukan.

Gambar 2.47 Transverse Stage Sumber : Ham (1987:18)

c) 210° -220° encirclement

Yunani kuno dan Helenistik banyak menggunakan panggung ini. Jalur masuk ke dalam area pentas dapat dibuat berupa dinding vertikal pada bagian yang terbuka, tetapi area pentas utama berada pada fokus dari semua tempat duduk. Hal terpenting dari teater Yunani asli adalah lokasinya yang di ruang terbuka.

Gambar 2.48 210º-220º Encirclement Stage Sumber : Ham (1987:19)

(41)

d) 180° encirclement

Teater Romawi memiliki bentuk seperti ini dan teater pertama masa

Renaissance memiliki pola seperti ini. Penekanan fokus pertunjukan telah

berpindah ke arah dinding belakang yang sekarang telah menjadi batas area pentas. Versi terbaru dari bentuk ini biasa disebut thrust stage, peninsular atau

three-sided stage. Thrust stage sekarang ini memiliki berbagai tingkat

kelengkungan dan sedikit yang mirip dengan teater kuno.

Gambar 2.49 180º Encirclement Stage Sumber : Ham (1987:20)

e) 90° encirclement

Bentuknya yang seperti “kipas” lingkaran lebih mengarahkan penonton untuk melihat latar pertunjukan. Bentuk panggung seperti ini memiliki banyak variasi yang mungkin digunakan, dengan luasan latar yang lebih besar dibandingkan dengan thrust stage. Namun tetap memiliki jarak pandang yang terbatas. Teknik pertunjukan tidak jauh berbeda dengan pertunjukan yang mengunakan panggung proscenium.

Gambar 2.50 90º Encirclement Stage Sumber : Ham (1987:20)

f) Zero encirclement

(42)

pentasnya menjadi satu dengan area penonton. Adanya batas pandangan bukan karena adanya latar, namun memang dikarenakan keterbatasan fisik bangunan. Kondisi ini disebabkan oleh pembatasan struktur yang ada secara sengaja. Pada dasarnya berbentuk proscenium namun tanpa lengkungan proscenium dan tanpa area persiapan.

Gambar 2.51 Zero Encirclement Stage Sumber : Ham (1987:21)

g) Space stage

Space stage merupakan panggung yang mengelilingi penonton dari semua sisinya, disebut juga sebagai wrapped-around stage atau calliper stage.

Gambar 2.52 Space Stage Sumber : Ham (1987:21)

Area pertunjukan tidak terlalu luas dan batas panggung tidak terlalu jelas terbagi namun menyatu dengan auditorium. Latar tidak bisa diletakan pas di belakang dinding proscenium, karena bisa menghalangi safety curtain dan house

curtain. Garis di mana properti latar tidak boleh diletakan disebut setting line

dan umumnya berjarak 1 meter di belakang proscenium. Bagian dari panggung antara setting line hingga ujung panggung disebut forestage. Apabila panggung dimajukan lagi ke arah penonton maka bagian itu disebut apron stage, dan dapat berfungsi sebagai panggung terbuka dengan memberikan efek pemain berada di level yang sama dengan penonton.

(43)

Gambar 2.53 Space Stage Sumber : Ham (1987:24)

2) Ruang Penonton atau Auditorium

Ham (1987:11) mengungkapkan dalam bukunya, bahwa karakteristik pertama yang terlintas bila membahas ruang penonton adalah kapasitas kursi, khususnya dikaitkan dengan nilai ekonomi dari gedung pertunjukan.

Kecil kurang dari 500 kursi Sedang 500-900 kursi Besar 900-1500 kursi Sangat Besar lebih dari 1500 kursi

Penjelasan lebih lanjut, jika secara murni hanya mementingkan nilai ekonomi yang tinggi maka kapasitas kursi maksimum ialah yang diutamakan. Namun perlu disadari bahwa tujuan orang untuk datang ialah untuk menikmati pertunjukan jika hubungan anatara penonton dengan panggung tidak terjalin baik maka penonton pun tidak lagi merasa nyaman dan terhibur sehingga tidak lagi menonton pertunjukan. Kapasitas yang ditentukan harus berasal dari pertimbangan batas visual dan akustik ruang sesuai dengan jenis pertunjukan dan hubungan interaksi panggung antara pemain dan penonton.

Kapasitas kursi bukanlah satu-satunya penentu dari ukuran sebuah gedung pertunjukan. Ukuran panggung, fasilitas produksi yang mendukung pertunjukan, dan skala pertunjukan juga sangat banyak berpengaruh. Cole dalam bukunya

Theatres and Auditoriums. mengatakan susunan kursi berbentuk kipas menjadi

solusi terbaik sebagai jumlah kursi yang lebih banyak dengan pandangan ke panggung yang lebih terpusat dan relatif lebih sedikit kekurangannya dibandingkan dengan susunan kursi horizontal. Pusat dari kelengkungan

(44)

auditorium terdapat pada garis tengah, dengan jarak sebesar antara batas proscenium dengan dinding paling belakang auditorium, yang terletak di belakang proscenium ke arah panggung.

Gambar 2.54 Titik Pusat Derajat Kelengkungan Tempat Duduk Sumber : Cole (1949:33)

B. Fasilitas Pendukung

1) Ruang Persiapan Pementasan a) Ruang Ganti (Dressing room)

Ham dalam bukunya Theatre Planning ABTT (1987) menjelaskan bahwa letak ruang ganti harus langsung berhubungan dengan jalur masuk ke panggung dan posisi terbaiknya berada pada level yang sama dengan panggung, atau tidak boleh lebih dari 2 pijakan di atas atau di bawah panggung. Hal tersebut dikarenakan para pemain sering keluar-masuk ruang ganti dengan terburu-buru. Lebar pintu tidak boleh kurang dari 850 mm, dan lebar koridornya tidak boleh kurang dari 1500 mm untuk menghindari tabrakan dengan pemain lainnya.

Adanya perbedaan kebutuhan ruang ganti yang digunakan oleh aktor dan para pemain teater lainnya yang harus mengganti kostum, berdandan, dengan ruang ganti yang digunakan musisi pada pertunjukan okestra yang hanya tinggal mengganti pakaian biasa dengan gaun malam dalam waktu singkat. Pembagian kapasitas ruang ganti bisa bermacam-macam, dimulai dari yang paling sederhana, satu ruangan besar yang digunakan bersama-sama, terpisah antara pria dan wanitat, ada pula ruang khusus untuk bintang pertunjukan (star dressing

room), ruang bersama-sama untuk pemain lainnya, ruang untuk paduan suara,

(45)

Gambar 2.55 Ruang ganti untuk 1 orang dengan piano Sumber : Ham (1987:183)

Gambar 2.56 ruang ganti untuk 1 orang, bersebelahan Sumber : Ham (1987:183)

Gambar 2.57 Ruang ganti bersama Sumber : Ham (1987:183)

Hampir seluruh furnitur yang berada di ruang ganti adalah built-in dengan kursi-kursi lepasan. Kursi yang paling tepat adalah yang tanpa lengan, upholstered, dapat berputar, bisa diatur sendiri. Tempat penyimpanan dan laci pada tiap meja rias dibutuhkan untuk menyimpan barang-barang pribadi pemain. Penyimpanan pakaian dan kostum dibutuhkan lemari baju gantung dengan kedalaman minimum 600 mm dengan lebar beragam, tergantung dari jenis

(46)

pertujukan dan kebutuhan kostum si pemain. Meja riasnya sendiri memiliki ukuran yang beragam, namun kedalaman meja sebaiknya tidak lebih dari 450 mm dihitung dari permukaan cemin, sehingga aktor tidak terlalu jauh dan dapat melihat dengan nyaman. Di dalam star dressing room umumnya terdapat sofa atau daybed. Setiap ruang ganti harus dilengkapi dengan cermin panjang dengan lampu dengan pencahayaan memadai agar pemain dapat memeriksa kembali kostumnya sebelum memasuki area panggung.

Gambar 2.58 Ruang ganti untuk 4 orang Sumber : Ham (1987:182)

Gambar 2.59 Ukuran minimum meja rias Sumber : Ham (1987:181)

Ruang ganti tradisional biasanya menggunakan bohlam tungsten yang mengelilingi cermin meja rias. Bohlam tidak boleh lebih dari 40 watt agar tidak menilaukan mata. Penggunaan Lampu fluorescent sangat tidak dianjurkan. Tiap meja rias sebaiknya memiliki saklar lampu masing-masing, sehingga ketika selesai make-up, aktor dapat beristirahat dan mematikan lampu meja riasnya sendiri. Soket sebaiknya diletakan diantara dua meja yang bersebelahan. Tujuannya untuk penggunaan hair drier, curler, atau bisa untuk vacuum cleaner.

Gambar

Gambar 2.26 Pertunjukan Ketoprak Gamelan  Sumber: www.bang-bro.blogspot.com
Gambar 2.34 Cats karya Andrew Lloyd Webber,Broadway (2012)  Sumber : www.chicagotheaterbeat.com
Gambar 2.36 Ophelia's Gaze karya Steve Everett (2012)        Sumber: http://vimeo.com/2643909
Gambar 2.39 Tari Kontemporer  Sumber : http://tari.isi-dps.ac.id/about
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pada kategori rendah dimaksudkan bahwa pelaku UMKM dalam menjalankan usahanya tidak memerlukan banyak tenaga kerja karena produk yang dihasilkan bersifat umum

Hal ini berarti auditor yang dapat mengimplementasikan due professional care yang terefleksikan oleh sikap skeptisme dan keyakinan yang memadai dalam pekerjaan

Apakah perusahaan anda menyediakan sistem keamanan kamera yang menggunakan sistem nirkabel atau wireless.. Sebenarnya ada, tetapi karena peminatnya kurang atau tidak ada, jadi

Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui penilaian konsumen terhadap pelaksanaan bauran pemasaran dan implikasi strateginya pada masa yang akan datang di Bali

Kerak kontinen Lempeng Australia yang berada di bawah laut Arafura dan meluas ke arah utara merupakan dasar bagian selatan dari Pegunungan Tengah Papua, batuan dasarnya tersusun

Terminal Bus juga merupakan suatu area dan fasilitas yang di dalamnya terdapat interaksi berbagai elemen seperti manusia (penumpang, pedagang dan kru bus), fasilitas

a. Rugi pada periode berjalan dengan kontrak yang menguntungkan. Kondisi ini muncul ketika pada saat konstruksi ada peningkatan yang signifikan dalam estimasi total biaya

Pertimbangan dalam penentuan kebijakan kombinasi pendanaan jangka pendek dan jangka panjang untuk mendanai investasi aktiva lancar adalah risiko dan biaya