• Tidak ada hasil yang ditemukan

18039_LAPORAN AKHIR SPIRULINA KEL 3.pdf

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "18039_LAPORAN AKHIR SPIRULINA KEL 3.pdf"

Copied!
57
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN AKHIR LAPORAN AKHIR

PRAKTIKUM PLANKTONOLOGI PRAKTIKUM PLANKTONOLOGI

KULTUR

KULTURSpirulinaSpirulina sp.sp.

Disusun oleh : Disusun oleh :

KELOMPOK 3 / KELAS PERIKANAN C KELOMPOK 3 / KELAS PERIKANAN C

NAMA NPM

NAMA NPM

Heldi

Heldi Hermayanto Hermayanto 230110170128230110170128 Syafira

Syafira Ananda Ananda W W 230110170161230110170161 Muchammad

Muchammad Sururi Sururi 230110170168230110170168 Risa

Risa Ristianti Ristianti B B 230110170121230110170121 Rida

Rida Oktapiani Oktapiani 230110170174230110170174

UNIVERSITAS

UNIVERSITAS PADJADJARPADJADJARANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTANKELAUTAN JATINANGOR

JATINANGOR 2018 2018

(2)
(3)
(4)
(5)

KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR

Pu

Pujiji dadann sysyukukurur pepenunuliliss papanjnjatatkakann kekehahadidiraratt AlAllalahh SWSWTT kakarerenana atatasas rarahmhmatat d

daann kkaarruunniiaannyyaa ppeennuulliiss ddaappaatt mmeennyyeelleessaaiikkaann llaappoorraann hhaassiill pprraakkttiikkuumm iinnii.. Sh

Shololaawawatt bebesesertrtaa ssalalaamm sesemomogaga sesennanantitiasasaa teterrlilimpmpahah cucurarahkhkanan kekepapaddaa NaNabibi Mu

Muhahammmmadad SASAW,W, kekepapadada kelkeluauargrgananyaya,, kekepapadada sasahahababatntnyaya,, hihingnggaga sasampmpaiai papadada kkiittaa sseellaakkuu uummaattnnyyaa sseellaakkuu uummaatt aakkhhiirr zzaammaann.. PPeennuulliissaann llaappoorraann mmeennggeennaaii Kultur

KulturSpirulinaSpirulinaspsp

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada: Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada: 1.

1. IbIbu/u/BBapapak ak DDososen en mmatata ka kululiaiah h PPlalannktktononoolologigi 2.

2. AkAkanang/g/TeTeteteh Ash Asisisteten Lan Laboboraratotoririum Pum Praraktktikikum Pum Plalanknktotononolologigi,, 3

3.. OOrraannggttuuaa ppeennuulliiss yyaanngg sseennaannttiiaassaa mmeennddooaakkaann aannaakknnyyaa,, rreekkaann--rreekkaann k

keellaass yyaanngg mmeemmbbaannttuu ppeennuulliiss sseerrttaa ppiihhaakk--ppiihhaakk yyaanngg tteellaahh mmeemmbbaannttuu ddaallaamm  penyusunan laporan hasil praktikum ini.

 penyusunan laporan hasil praktikum ini. Se

Semomoggaa lalapoporranan prprakaktitikukumm ininii dadapapatt bebermrmaanfnfaaatat bbagagii pepenunuliliss khkhususususnnyaya da

dann umumumumnnyaya babagigi kikitata ssememuaua.A.Adadanynyaa krkrititikik ddanan ssararanan yayangng mmemembabangngunun dadariri pembaca untuk perbaikan laporan praktikum selanjutnya sangat diharapkan. pembaca untuk perbaikan laporan praktikum selanjutnya sangat diharapkan.

Jatinangor, Mei 2018 Jatinangor, Mei 2018

Kelompok 3 Kelompok 3 adalah untuk memenuhi tugas praktikum Planktonologi.

(6)
(7)

DAFTAR ISI BAB Halaman DAFTAR TABEL iv DAFTAR GAMBAR v DAFTAR LAMPIRAN vi I PENDAHULUAN 1.1 LatarBelakang 1 1.2 Tujuan Praktikum……….. 1 1.3 ManfaatPraktikum 2 II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 DefinisiKultur 3 2.2 Spirulinasp 3 2.2.1 Klasifikasi Spirulina sp 4 2.2.2 HabitatSpirulina sp 4 2.2.3 Reproduksi Spirulinasp 4 2.2.4 Karakteristik Spirulinasp 5

2.2.5 Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Spirulinasp 6

2.2.6 KegunaanSpirulina sp 7

2.3 Pupuk yang Digunakan dalam Budidaya Spirulinasp 8 III BAHAN DAN METODE

3.1 TempatdanWaktu 9

3.2 AlatdanBahan 9

3.2.1 Alat-alat Praktikum 9 3.2.2 Bahan-bahan Praktikum 9 3.3 Prosedur Praktikum 9 3.3.1 Persiapan Praktikum 9 3.3.2 Pelaksanaan Praktikum 10 3.4 Parameter Pengamatan 10 3.5 AnalisiData 11

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil 12

4.1.1 HasilKelompok 12

4.1.2 HasilKelas 12

4.2 Pembahasan 12

V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan 14

5.2 Saran 14

(8)
(9)

DAFTAR TABEL

Nomor  Judul  Halaman

1. Tabel Hasil Pengamatan Kelompok 12

2 Tabel Hasil Pengamatan Kelas …

(10)
(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor  Judul  Halaman

1. Alat Bahan Praktikum 17

2. Dokumentasi Kegiatan Praktikum 19

3. Perhitungan Kepadatan Awal 20

4. Perhitungan Kepadatan Akhir 21

(12)
(13)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Spirulina merupakan mikroalga yang termasuk kelompok sianobakteria dengan bentuk filamen. Komoditas ini telah dibudidayakan secara komersial karena laju pertumbuhan sel yang tinggi, prosedur pemanenan yang relatif  mudah, dan potensi pasar yang besar. Kandungan berbagai senyawa penting seperti protein, mineral, vitamin, pigmen, serta asam lemak tidak jenuh menyebabkan Spirulina diminati sebagai bahan baku untuk industri kimia (biopigmen), pangan (suplemen dan nutrasetikal), dan pakan (Cifferi & Tiboni, 1985; Cohen et al., 1987).

Spirulina bersifat fotoautotrof sehingga membutuhkan cahaya sebagai sumber energi untuk pertumbuhan sel dan sintesis berbagai substansi penting yang terlibat di dalamnya. Karakteristik sumber cahaya seperti panjang gelombang dan intensitas menjadi salah satu faktor kritis yang memengaruhi produksi Spirulina maupun mikroalga pada umumnya (Hirata et al., 1998; Chojnacka & Nowortya, 2004; Blanken et al., 2013; Carvalho et al., 2011).

Produksi mikroalga dalam skala komersial umumnya menggunakan cahaya matahari sebagai sumber pencahayaan. Cahaya matahari dapat diperoleh secara bebas dan terdapat dalam jumlah melimpah sehingga dapat menekan biaya produksi. Meskipun demikian, penggunaannya dibatasi oleh siklus harian siang-malam, kerentanan terhadap perubahan cuaca dan musim, serta karakteristik lokasi (Blanken et al., 2013). Dinamika faktor-faktor tersebut dapat memengaruhi produktivitas dan kualitas produk yang dihasilkan.

Jenis pencahayaan artifisial yang umum digunakan dalam kultur mikroalga adalah lampu fluoresens (lampu neon). Carvalho et al. (2011) menyatakan bahwa  jenis lampu tersebut memancarkan spektrum cahaya polikromatis berwarna putih yang terdiri atas panjang gelombang berbeda. Kerugian dari aplikasi cahaya

(14)

polikromatis adalah inefisiensi energi akibat turut dihasilkannya panjang gelombang cahaya tertentu yang memiliki aktivitas fotosintesis yang rendah.

(15)

Light emitting diodes (LEDs) merupakan kandidat sumber cahaya artifisial yang ideal. Beberapa karakteristik penting LEDs dibanding lampu fluoresens sebagai sumber cahaya artifisial dalam produksi mikroalga antara lain masa penggunaan lebih lama (~50.000 jam), bebas merkuri, lebih hemat energi, dan menghasilkan cahaya monokromatis dengan panjang gelombang tertentu (Blanken et al., 2013; Olle & Virsile, 2013; Schulze et al., 2014).

Merujuk kepada Campbell et al. (2002) spektrum cahaya yang paling efektif  diserap oleh klorofil sebagai sumber energi dalam reaksi terang adalah spektrum merah (630-700 nm) dan biru (400-480 nm). Penggunaan LED yang menghasilkan cahaya dengan panjang gelombang pada kisaran spektrum tersebut diduga dapat meningkatkan produksi dan kualitas Spirulina dibandingkan lampu fluoresens. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh pencahayaan monokromatis LEDs (merah, biru, dan kombinasi merah-biru) dan lampu fluoresens (kontrol) terhadap produksi dan kandungan nutrisi S. fusiformis.

1.2 Tujuan

Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan dalam bidang perikanan  budidaya serta mengetahui pertumbuhan terutama dalam teknik kultur pakan

alami spirulina sp.

1.3 Manfaat Praktikum

Manfaat yang diharapkan dengan adanya penelitian ini memberikan informasi dan pengetahuan mengenai karakteristik penetasan dari spirulina.

(16)
(17)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Kultur

Kultur adalah kata lain dari budidaya yang merupakan suatu kegiatan pemeliharaan organisme, budidaya merupakan kegiatan terencana pemeliharaan sumber daya hayati yang dilakukan pada suatu area lahan untuk diambil manfaat/hasil panennya. Kegiatan budidaya dapat dianggap sebagai inti dari usaha tani. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, budi daya adalah "usaha yg bermanfaat dan memberi hasil".

Usaha budidaya tanaman mengandalkan penggunaan tanah atau media lainnya di suatu lahan untuk membesarkan tanaman dan lalu memanen bagiannya yang bernilai ekonomi. Bagian ini dapat berupa biji, buah/bulir, daun, bunga, batang, tunas, serta semua bagian lain yang bernilai ekonomi. Kegiatan budi daya tanaman yang dilakukan dengan media tanah dikenal pula sebagai bercocok tanam (bahasa Belanda: akkerbouw ). Termasuk dalam "tanaman" di sini adalah gulma laut serta sejumlah fungi penghasil jamur pangan.

Budidaya hewan (husbandry ) melibatkan usaha pembesaran bakalan (hewan muda) atau bibit/benih (termasuk benur dan nener pada budi daya perikanan) pada suatu lahan tertentu selama beberapa waktu untuk kemudian dijual, disembelih untuk dimanfaatkan daging serta bagian tubuh lainnya, diambil telurnya, atau diperah susunya (pada peternakan susu). Proses pengolahan produk budi daya ini biasanya bukan bagian dari budi daya sendiri tetapi masih dianggap sebagai mata rantai usaha tani ternak itu. Budi daya hewan dikategorikan ke dalam peternakan dan budi daya perikanan.

(18)

Spirulina sp. merupakan mikroalga yang menyebar secara luas, dapat ditemukan di berbagai tipe lingkungan, baik di perairan payau, laut dan tawar (Ciferri, 1983). Ciri-ciri morfologinya yaitu filamen yang tersusun dari trikoma

(19)

multiseluler berbentuk spiral yang bergabung menjadi satu, memiliki sel berkolom membentuk filamen terpilin menyerupai spiral, tidak bercabang, autotrof, dan berwarna biru kehijauan

Bentuk tubuh Spirulina sp. yang menyerupai benang merupakan rangkaian sel yang berbentuk silindris dengan dinding sel yang tipis, berdiameter 1-12 µm. Filamen Spirulina sp. hidup berdiri sendiri dan dapat bergerak bebas (Tomaselli, 1997). Spirulina sp. berwarna hijau tua di dalam koloni besar yang berasal dari klorofil dalam jumlah tinggi. Spirulina sp. memiliki struktur trichoma spiral dengan filamen–filamen bersifat mortal dan tidak memiliki heterosit. Sel Spirulina sp. berukuran relatif besar yaitu 110 µm, sehingga dalam proses pemanenan dengan menggunakan kertas saring lebih mudah (Borowitzka M.A. 1988).

2.2.1 Klasifikasi Spirulina sp.

Klasifikasi Spirulina sp. menurut Bold dan Wyne (1985) adalah sebagai berikut: Kingdom : Protista Divisi : Cyanophyta Kelas : Cyanophyceae Ordo : Nostocales Famili : Oscilatoriaceae Genus : Spirulina Spesies :Spirulina Sp 2.2.2 Habitat Spirulina sp.

Spirulina sp.merupakan mikroalga yang hidupnya menyebar secara luas di sulluruh perairan, mikroorganisme ini dapat dapat ditemukan di berbagai tipe lingkungan, baik di perairan payau, laut dan tawar (Ciferri, 1983). Hal ini bisa disebabkan karena Spirulina sp. merupakan mikroalga yang memiliki daya adaptasi tinggi, yang artinya dia mampu tumbuh dalam berbagai kondisi pertumbuhan. Misalnya dapat ditemukan di perairan dengan pH basa.

(20)

Siklus hidup Spirulina sp. yaitu proses reproduksinya disempurnakan dengan fragmentasi dari trikoma yang telah dewasa. Reproduksi Spirulina sp. terjadi secara aseksual (pembelahan sel) yatiu dengan memutus filamen menjadi

(21)

satuan satuan sel yang membentuk filamen baru. Ada tiga tahap dasar pada reproduksi Spirulina sp. yaitu proses fragmentasi trikoma, pembesaran dan pematangan sel hormogonia, serta perpanjangan trikoma Selanjutnya trikoma dewasa dapat dibagi menjadi filamen atau hormogonia, dan sel-sel di hormogonia akan meningkat melalui pembelahan biner, tumbuh memanjang dan membentuk spiral (Hongmei Gong et al 2008).

Siklus reproduksi mikroalga tersebut berlangsung melalui pembentukan hormogonium yang dimulai ketika salah satu atau beberapa sel yang terdapat di tengah-tengah trikoma yang mengalami kematian dan membentuk badan yang disebut cakram pemisah berbentuk bikonkaf. Sel-sel mati yang disebut nekrida tersebut akan putus dengan segera, kemudian trikoma terfragmentasi menjadi koloni sel yang terdiri atas 2-4 sel yang disebut hormogonia dan memisahkan diri dari filamen induk untuk menjadi trichoma baru. Hormogonia memperbanyak sel dengan pembelahan pada sel terminal. Tahap akhir proses pendewasaan sel ditandai terbentuknya granula pada sitoplasma dan perubahan warna sel menjadi hijau kebiruan (Cifferi 1983).

2.2.4 Karakteristik Spirulina sp.

Ciri-ciri atau karakteristik morfologinya yaitu filamen yang tersusun dari trikoma multiseluler berbentuk spiral yang bergabung menjadi satu, memiliki sel berkolom membentuk filamen terpilin menyerupai spiral, tidak bercabang, autotrof, dan berwarna biru kehijauan.

Struktur sel Spirulina sp. hampir sama dengan tipe sel alga lainnya dari golongan cyanobacteria. Dinding sel merupakan dinding sel gram-negatif yang terdiri dari 4 lapisan, dengan lapisan utamanya tersusun dari peptidoglikan yang membentuk lapisan koheren. Peptidoglikan berfungsi sebagai pembentukan pergerakan pada Spirulina sp. yang membentuk spiral teratur dengan lebar belokan 26-28 µm, sedangkan sel-sel pada trichoma memiliki lebar 6-8 µm (Eykelenburg, 1977). Bagian tengah dari nukleoplasma mengandung beberapa

(22)

karboksisom, ribosom, badan silindris, dan lemak. Membran tilakoid berasosiasi dengan pikobilisom yang tersebar disekeliling sitoplasma. Spirulina sp.

(23)

mempunyai kemampuan untuk berfotosintesis dan mengubah energi cahaya menjadi energi kimia dalam bentuk karbohidrat (Mohanty et al., 1997).

2.2.5 Faktor Yang Mempengaruhi Pertumbuhan Spirulina sp.

Faktor - faktor yang mempengaruhi pertumbuhan mikroalga antara lain adalah sebagai berikut :

1. Media Media kultur mikroalga dibedakan menjadi dua jenis yaitu media sintetik dan media alami. Media sintetik yang sering digunakan dalam kultur mikroalga antara lain media Conwy, Walne, dan NPFe. Media alami yang telah berhasil digunakan sebagai media kultur mikroalga yaitu ekstrak tauge, limbah cair tapioka, kelapa sawit, ampas tahu, dan air kelapa.

2. Faktor – Faktor Lingkungan Spirulina sp. merupakan mikroalga yang memiliki daya adaptasi tinggi, yang artinya dia mampu tumbuh dalam berbagai kondisi pertumbuhan. Misalnya dapat ditemukan di perairan dengan pH basa. Kondisi pH basa memberikan keuntungan dari sisi budidaya, karena relatif tidak mudah terkontaminasi oleh mikroalga yang lain, yang pada umumnya hidup pada pH yang lebih rendah atau lebih asam (Ogawa dan Terui, 1970). Faktor-faktor lingkungan yang mendukung pertumbuhan Spirulina sp. adalah suhu, cahaya, pH, dan agitasi (Vonshak 1986).

Faktor pembatas yang sangat penting dalam kultur mikroalga baik skala laboratorium, semi massal, maupun massal adalah suhu. Penurunan suhu pada lingkungan kultur akan dapat menyebabkan penurunan laju fotosintesis dan meningkatnya derajat lipid tidak jenuh di dalam sistem membran, sedangkan peningkatan suhu akan merangsang aktivitas molekul sehingga laju difusi meningkat (Borowitzka dan Borowitzka, 1988).

Menurut Taw (1990), kisaran suhu optimal untuk Spirulina sp. skala laboratorium adalah 25-35oC. Nilai pH pada media tumbuh mikroalga akan menentukan kemampuan biologi mikroalga dalam memanfaatkan unsur hara, sehingga pH optimum sangat penting untuk menunjang pertumbuhan Spirulina

(24)

sp. yang optimal. Nilai pH yang baik untuk pertumbuhan Spirulina sp. berkisar antara 8,5-9,5 (Suryati, 2002).

(25)

Cahaya dalam kultur mikroalga skala laboratorium biasanya cukup dengan menggunakan lampu TL atau neon. Cahaya merupakan sumber energi bagi mikroalga untuk dapat melakukan fotosintesis. Apabila mikroalga kekurangan cahaya dalam lingkungan kulturnya maka fotosintesis akan berlangsung tidak normal. Pencahayaan pada kultur dapat dipengaruhi oleh tingkat intensitas pencahayaan, lamanya pencahayaan dan bergantung dari kepadatan sel yang akan mempengaruhi pembentukan bayangan sel itu sendiri. Intensitas cahaya yang optimal untuk pertumbuhan Spirulina sp. berkisar antara 1500-3000 lux dan tidak melebihi 4000 lux untuk menghindari fotoinhibisi (Richmond, 1968).

Agitasi atau proses pengadukan merupakan faktor yang penting dalam mengoptimalkan proses pertumbuhan Spirulina sp. Agitasi dilakukan untuk menjaga kelarutan CO2, meratakan penyebaran nutrien dan cahaya serta mencegah pengendapan sel-sel alga. Salah satu cara agitasi yang termudah dan efektif adalah dengan aerasi. Pemberian aerasi tersebut akan dapat memberikan udara ke dalam media tumbuh. Aerasi merupakan salah satu alat untuk membantu difusi oksigen dalam perairan. Dalam kultur Spirulina sp. aerasi diperlukan mencegah terjadinya pengendapan, meratakan nutrien, membuat gerakan untuk terjadinya pertukaran udara (penambahan CO2) dan dalam skala massal untuk mencegah terjadinya stratifikasi suhu (Novrina 2003).

2.2.6 Kegunaan Spirulina sp

Spirulina sp. sebagai sumber yang sangat kaya protein, vitamin dan mineral. Kandungan protein pada Spirulina sp. bekisar antara 60% -70% dari berat kering, mengandung provitamin A tinggi, sumber β-karoten yang kaya vitamin B12 dan digunakan dalam pengobatan anemia, kandungan lipid sekitar 4-7%, serta karbohidrat sekitar 13,6% (Carrieri et al., 2010). Spirulina sp. juga mengandung kalium, protein dengan kandungan Gamma Linolenic Acid (GLA) yang tinggi (Tokusoglu dan Uunal, 2006) serta vitamin B1, B2, B12 dan C (Brown

(26)

et al., 1997), sehingga sangat baik apabila dijadikan pakan ataupun bahan untuk makanan dan obat-obatan.

Spirulina sp. banyak digunakan sebagai makanan fungsional dan penghasil berbagai bahan aktif penting bagi kesehatan, antara lain asam lemak tak jenuh

(27)

majemuk (Polyunsaturated Fatty Acids) yaitu asam linoleat (LA) dan a-linolenat (GLA) (Cohen et al., 1987). LA dan GLA berguna untuk pengobatan hiperkolesterolemia, sindroma prahaid, eksema atopik dan antitrombotik. Pemanfaatan mikroalga Spirulina sp. sebagai makanan kesehatan sudah banyak dilakukan. Selain mudah dicerna, mikroalga ini mengandung senyawa-senyawa yang diperlukan oleh tubuh, seperti protein, lipid, karbohidrat, asam lemak tidak  jenuh, vitamin-vitamin, mineral, asam amino, dan beberapa jenis pigmen yang

sangat bermanfaat. Pada beberapa negara tertentu seperti Spanyol, Switzerland, Australia, Jepang, dan Amerika, mikroalga telah dimanfaatkan sebagai obatobatan dan bubuk keringnya dijadikan sebagai makanan kesehatan yang dipasarkan (Henricson 2009).

2.3 Pupuk Yang Digunakan Dalam Budidaya Spirulina Sp.

Nutrien merupakan salah satu faktor yang berpengaruh pada komposisi biokimia alga. Kultur Spirulina yang sudah dilakukan menggunakan pupuk Walne yang harganya mahal sehingga dicari alternatif pupuk lain.

Salah satu nutrien yang bisa digunakan untuk kultur Spirulina adalah pupuk komersil (Urea, TSP dan ZA) dan pupuk kotoran ayam. Nitrogen yang terkandung dalam pupuk Urea dan ZA serta fosfat yang terkandung dalam pupuk TSP mudah larut dalam air (Hakim et al., 1986). Pupuk kotoran ayam dapat digunakan untuk mengganti bahan-bahan kimia dan mencukupi unsur hara makro yang penggunaanya relatif banyak sehingga biaya kultur alga menjadi lebih murah. Unsur hara yang terkandung dalam kotoran ayam antara lain 0,5% N, 0,5% P dan 0,5% K serta beberapa unsur lain seperti Ca, Mg, S, Fe, Co dan Zn (Buckman dan Brady, 1982).

(28)
(29)

BAB III

BAHAN DAN METODE

3.1 Tempat dan Waktu

Pelaksanaan kegiatan praktikum kultur spirulina sp, dilaksanakan pada tanggal 10 April 2018 bertempat di laboratorium MSP Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Padjadjaran.

3.2 Alat dan Bahan

Berikut ini merupakan alat dan bahan saat praktikum: 3.2.1 Alat

Berikut ini merupakan alat yang digunakan:

1. Mortar : Wadah untuk menumbuk pupuk

2. Alu : Menumbuk pupuk

3. Toples : Tempat kultur spirulina sp

4. Hemositometer : Mengukur kepadatan awal 5. Selang oerator : Mengalirkan oksigen

6. Lampu : Menerangi spirulina

7. Timbangan : Menimbang pupuk 8. Gelas ukur : Mengukur volume air 9. Pipet tetes : Meneteskan cairan pupuk 3.2.2 Bahan

Berikut ini merupakan bahan yang digunkan:

1. Akuades : Media kultur

2. Spirulin sp : Sampel kultur

3. Pupuk (NaHCO3 (8,49), NaCl (0,59), Urea ( 0,08g), TSP (0,03g), ZA (0,029) FeCl (0,002) : Membantu pertumbuhan sampel

3.3 Prosedur Praktikum

Berikut ini merupakan prosedur kerja saat praktikum: 3.3.1 Persiapan Praktikum

Berikut ini merupakan tahapan pelaksanaan praktikum: 1. Toples disiapkan kemudian dicuci dan ditiriskan.

2. Pupuk ditimbang, apabila pupuk padat dihaluskan menggunakan mortar dan alu.

(30)
(31)

3.3.2 Pelaksanaan Praktikum

Berikut ini merupakan tahapan pelaksanaan praktikum:

1. Volume biota tebar dihitung dengan hasil yang diketahui dari kepadatan stok.

2. Toples diisi dengan volume akuades yang sudah dihitung dari volume awal (1000 Ml) dikurangi volume biota tebar ditambah 1 ml FeCl.

3. Pupuk dimasukkan kedalam toples yang sudah diisi akuades. 4. Kepadatan stok dimasukkan.

5. Toples diaerasi dan diberi penerangan. 3.4 Paramenter Pengamatan

Laju pertumbuhan spesifik merupakan parameter yang menggambarkan kecepatan pertambahan sel spirulina per satuan waktu. Berdasarkan hasil pengamatan terhadap laju pertumbuhan spesifik dapat diketahui juga waktu ideal pemanenan sel spirulina. Waktu pemanenan yang ideal adalah ketika laju pertumbuhan spesifik mencapai nilai maksimum, karena pada saat tersebut biomassa sel spirulina mencapai konsentrasi yang optimum.

Kepadatan Awal Spirulina sp

Setelah dilakukan perhitungan awal kepadatan spirulina sp didapatkan hasil: Perhitungan stok  690.000/ml V1  V 2 × N 2 N 1 V1  1000 ml  × 80.000 L690.000 ml   116 Vog  1000 − (117 + 1 ml)  1000 – 116  884

Jumlah rata-rata = (64+75+68)3 =69 sel 

Jumlah kepadatan = 69/25 × 250.000 = 690.000 sel/ml Kepadatan awal plankton setelah 1 minggu

(32)

258 × 250.000  80.000

(33)

Kepadatan spirulina bertambah 20.000 Kepadatan awal 60.000

3.5 Analisis Data

Data yang diperoleh dalam penelitian berupa kepadatan spirulina sp. Data kepadatan tersebut selanjutnya dianalisis dengan menggunakan analisis varian (ANOVA) program SPSS 17. Apabila hasil uji antara perlakuan berbeda nyata maka dilakukan uji lanjut beda nyata terkecil (BTN) pada taraf 95 % (Agustini,2012).

(34)
(35)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

4.1.1 Hasil Kelompok

Tabel 1. Tabel Hasil Kelompok

Kepadatan (Sel/L) Peningkatan

Stok Awal Akhir

690.000 sel/L 80.000 180.000 100.000

4.1.2 Hasil Kelas

Tabel 2. Tabel Hasil Kelas

 No. Kelompok Kepadatan (Sel/L) Peningkatan

Stok Awal Akhir

1. 1 690.000 sel/L 60.000 100.000 40.000 2. 2 690.000 sel/L 70.000 180.000 110.000 3. 3 690.000 sel/L 80.000 180.000 100.000 4. 4 690.000 sel/L 90.000 150.000 60.000 5. 5 690.000 sel/L 100.000 6. 6 690.000 sel/L 60.000 130.000 70.000 7. 7 690.000 sel/L 70.000 220.000 150.000 8. 8 690.000 sel/L 80.000 340.000 260.000 9. 9 690.000 sel/L 90.000 330.000 240.000 10. 10 690.000 sel/L 100.000 250.000 150.000 4.2 Pembahasan

Hasil pengamatan dari tiap kelompok kepadatan spirulina sp bahwa di tiap kelompok mengalami kenaikan populasi dalam jangka waktu 1 minggu. Perlakuan tiap kelompok sama berupa pencahayaan atau pemberian lampu pada media kultur. Kelompok dengan kepadatan yang mengalami pertambahan sel tebanyak  yaitu pada kelompok 8, dengan kepadatan awal 80.000, kepadata akhir 340.000,

(36)

dan selisihnya 260.000. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi  peningkatan kepadatan sel yaitu suhu merupakan salah satu faktor penting yang

(37)

mempengaruhi pertumbuhan fitoplankton. Perubahan suhu berpengaruh terhadap  proses kimia, biologi dan fisika, peningkatan suhu dapat menurunkan suatu kelarutan bahan dan dapat menyebabkan peningkatan kecepatan metabolisme dan respirasi fitoplankton, pH digambarkan sebagai keberadaan ion hidrogen. Variasi  pH pada dapat mempengaruhi metabiolisme dan pertumbuhan kultur mikroalga antara lain mengubah keseimbangan karbon anorganik, mengubah ketersediaan nutrien dan mempengaruhi fisiologi sel, cahaya sebagai sumber energi dalam  proses fotosintesis yang berguna untuk pembentukan senyawa karbon organik., aerasi dalam kultur mikroalga diguanakan untuk proses pengadukan medium kultur. Pengadukan sangat penting dilakukan yang bertujuan untuk mencegah terjadinya pengendapan sel, nutrien dapat tersebar sehingga mikroalga dalam kultur mendapatkan nutrien yang sama, mencegah sratifikasi suhu, dan meningkatkan pertukaran gas dari udara ke medium. (Coutteau, 1996). Budidaya atau kultur  Spirulina sp tumbuh dengan kecepatan tinggi dan jauh lebih cepat dibandingkan dengan budidaya mikroalga lainnya.

Dibandingkan dengan data hasil kepadatan pada kelompok kami atau kelompok 3 dimana kepadatan awal sebesar 80.000 dan kepadatan akhir 180.000 yang memiliki kenaikan populasi sebanyak 100.000 sel dalam jangka waktu seminggu. Kenaikan populasi tidak terlalu besar jika dibandingkan kelompok  lainnya, karena terdapat beberapa faktor seperti penurunan suhu pada lingkungan kultur akan dapat menyebabkan penurunan laju fotosintesissedangkan  peningkatan suhu akan merangsang aktivitas molekul sehingga laju difusi meningkat (Borowitzka dan Borowitzka, 1988). Cahaya dalam kultur mikroalga skala laboratorium biasanya cukup dengan menggunakan lampu TL atau neon. Cahaya merupakan sumber energi bagi mikroalga untuk dapat melakukan fotosintesis. Apabila mikroalga kekurangan cahaya dalam lingkungan kulturnya maka fotosintesis akan berlangsung tidak normal. Pencahayaan pada kultur dapat dipengaruhi oleh tingkat intensitas pencahayaan, lamanya pencahayaan dan  bergantung dari kepadatan sel yang akan mempengaruhi pembentukan bayangan

(38)
(39)

BAB V PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Spirulina sp. merupakan mikroalga yang menyebar secara luas, dapat ditemukan di berbagai tipe lingkungan, baik di perairan payau, laut dan tawar. Ciri-ciri morfologi Spirulina sp yaitu filamen yang tersusun dari trikoma multiseluler berbentuk spiral yang bergabung menjadi satu, memiliki sel berkolom membentuk filamen terpilin menyerupai spiral, tidak bercabang, autotrof, dan berwarna biru kehijauan. Bentuk tubuh Spirulina sp. yang menyerupai benang merupakan rangkaian sel yang berbentuk silindris dengan dinding sel yang tipis, berdiameter 1-12 µm.

Data kelas yang dihasilkan menunjukkan bahwa peningkatan pertumbuhan pada kultur artemia berbeda-beda, hal itu terjadi karena kepadatan awal yang didapat pada setiap kelompok juga berbeda-beda.

5.2 Saran

Diharapkan saat melakukan praktikum waktu yang dilaksanakan lebih efektif sehingga dalam pengerjaan kultur Artemia sp ini dapat terlaksanakan dengan lebih teliti dan efektif. Diharapkan juga alat mikroskop yang digunakan hanya mikroskop yang memiliki tingkat kejelasan yang baik, karena waktu praktikum ada beberapa alat yang digunakan kurang baik sehingga sedikit mengganggu berjalannya kegiatan praktikum.

(40)
(41)

DAFTAR PUSTAKA

Agustini, NWS. 2012. Aktivitas Antioksidan dan Uji Toksisitas Hayati Pigmen Fikobiliprotein dari Ekstrak Spirulina platensis, Seminar Nasional IX Pendidikan Biologi FKIP UNS.

Bold, H.C. and M.J. Wynne, 1985.Introduction to the Algae. Prentice-Hall. New. Jersey.

Borowitzka, M.A. and Borowitzka, L.J. (1988) Microalgal Biotechnology. Cambridge University Press

Borowitzka, M.A. 1988. Algal Growth Media And Sources Of Algal Cultures. In : Borowitzka, M.A & L.J Borowitza (Eds) Microalga Biotechnology. Cambridge University Press: Cambridge. pp. 456-465.

Brown, M.R., Jeffrey, S.W., Volkman, J.K., & Dunstan, G.A. 1997. Nutritional  properties of microalgae for mariculture. Aquaculture. 151: 315-331.

Buckman, H.O. dan N.C. Brady. 1982. Ilmu Tanah. Bhratara Karya Aksara. Jakarta. 788 hal

Carrieri, D., Momot, D., Brasg, I.A., Ananyev, G., Lenz, O., Bryant, D.A. Dismukes, G.C. 2010. Boosting autofermentation rates and product yields with sodium stress cycling: Application to production of renewable fuels by cyanobacteria. Journal Applied and Environmental Microbiology, Volume 76, Issue 19, 6455-6462 page.

Ciferri, O. 1983. Spirulina The Edible Microorganisme. Microbial Review. American Society.

Cotteau. 1996.Trends in ecology and evolution. Doctor disertation, University of  Rostock.

Hongmei Gong et al. 2008. Characterization of photosystem II in saltstressed cyanobacterial Spirulina platensis cells.

Mohanty P, Srivastava M, Krishna KB. 1997. The Photosynthetic Apparatus of  Spirulina: Electron transport and Energi Transfer. Di dalam: Vonshak A, editor. Spirulina platensis (Arthrospira): Physiology, Cell-biology and Biotechnology. Taylor & Francis Ltd., Bristol, USA. hlm. 1-15.

 Novrina R. 2003. Teknik kulitur Nannoclholoropsis sp. di Balai Budidaya lampung. Universitas Lampung: lampung.

Ogawa, T., and G. Terui. 1970. Studies on the growth of Spirulina platensis. On the pure culture of Spiruilina platensis. J. Ferment. Technol. 48:361-367.

(42)

Richmond A. 1986. CRC Handbook of Microalgal Mass Culture. CRC Press, Inc. Florida. p. 199-244.

(43)

Suryati. 2002. Pemanfaatan limbah cair pabrik gula (LCPG) untuk    pertumbuhanSpirulina sp.. Skripsi. Fakultas Perikanan Universitas

Brawijaya. Malang. 74 hal.

Taw Nyan,DR. 1990 . Petunjuk Pemeliharaan Kultur Murni dan Massal Mikroalga. Proyek Pengembangan Budidaya Udang : United Nations Development Progrramme Food and agriculture organization of the Unite  Nations. US. 34 hal (diterjemahkan oleh : Budiono M & Indah W)

Tomaselli L. 1997.morphology, ultrastucture and taxonomy in Spirulina platensis (Arthrospira): Physiology, Cell-Biology and Biotechnology (Vonshak. A) Vonshak A. 1986. Laboratory techniques for the cultivation of mikroalgae. In:

Richmond, A. 1986. CRC Handbook of Microalgal Mass Culture. CRC Press, Inc. Florida. p. 117-145.

(44)
(45)
(46)
(47)
(48)

Lampiran 1.Alat dan Bahan

Toples Gelas ukur Mortar

Mikroskop Pipet Tetes

Za Urea

(49)
(50)
(51)
(52)
(53)

Lampiran 3.Perhitungan Kepadatan Awal

Kepadatan Total = 640.000 sel/ml

V1= V1 = = 116 Voq = 1000 - ( 117 + 1 ml ) = 1000 - 116 = 884 Jumlah A rata-rata =

Jumlah Kepadatan = 69/25 × 250.000 = 690.000 sel/ml

Keterangan : V1: Vol biota V2: Vol Aquades  N1: Jumpah kepadatan  N2: kepadatan awal

(54)
(55)

Lampiran 4.Perhitungan Kepadatan Akhir

Kepadatan Spirulina sp setelah 1 minggu

=

= 80.000 sel/ml

Kepadatan Spirulina sp bertambah 20.000 individu Kepadatan awal = 60.000 individu

(56)
(57)

Gambar

Tabel 1. Tabel Hasil Kelompok

Referensi

Dokumen terkait