• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pragmatisme Sebagai Ideologi Partai Politik

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Pragmatisme Sebagai Ideologi Partai Politik"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

Pragmatisme Sebagai Ideologi

Partai Politik

Memiliki modal dan basis masa yang dianggap mumpuni, empat partai nasional lahir tahun ini. Mereka adalah Partai Persatuan Indonesia (PERINDO), Partai Islam Damai Aman (Idaman), Partai Solidaritas Indonesia (PSI) dan Partai Priboemi. Mereka bergerak cepat mencari simpati publik dengan mematok target ikut bertarung di pemilu 2019.

Bermunculannya partai-partai baru merupakan fenomena lumrah yang terjadi pasca Orde Baru. Setelah disekap begitu lama dalam kategorisasi kepartaian yang direkayasa penguasa, awal reformasi menjadi momen karnaval ideologi partai politik untuk tampil dipermukaan. Terbukti dalam pemilu 1999 terdapat 48 partai kontestan pemilu.

Salah satu wujud nyata dari terbukanya demokrasi adalah dengan keberadaan partai politik. Clinton Rossister (1960:1) mengatakan, “No America without democracy, no democracy without politics, and no politics without parties”. Selaras dengan ungkapan Richards Katz (1980:1), “modern democracy is party democracy”.

Kemunculan partai-partai (multi partai) berbanding lurus dengan tumbuhnya proses demokratisasi, khususnya yang berkaitan dengan kesamaan hak antar warga negara. Seiring dengan perkembangan masyarakat postmodern, spesialisasi dan diferensiasi peran sosial adalah sebuah keniscayaan. Bentuk kepentingan dan latar belakang orang-orang yang begitu plural, sehingga masing-masing memiliki kebutuhan dan keinginan yang harus diperjuangkan melalui pengaruh kebijakan politik. Kelompok kepentingan dan partai politik merupakan manfestasi dari hasrat tersebut.

(2)

politik untuk menjembatani bentuk aspirasi kepentingan setiap tuntutan yang beragam. Semakin berkembang modern masyarakat, maka pola sikap dan orientasi anggota masyarakat cenderung eksplisit berorientasi terhadap sistem politik sebagai keseluruhan, input dan output dan terhadap diri sendiri sebagai aktor politik. Biasanya terdapat pada masyarakat perkotaan yang terpelajar dan menyadari posisi dan peran politiknya, sehingga dapat mendesakkan kepentingan kepada sistem politik yang berlaku.

Menurut Giovanni Sartori, ilmuwan politik dari Italia, merumuskan sistem kepartain pada kriteria jumlah kutub (polar), jarak antara polar-polar itu (polarity), dan arah dorongan interaksi politiknya. Dia membagi tiga model, yakni pluralisme sederhana (simple pluralism), Pluralisme Moderat (moderate pluralism), dan Pluralisme Ektrem (extreme pluralism). Merujuk pada pandangan Sartori, Indonesia mempunyai sistem pluralisme ekstrem, karena mempunyai banyak kutub atau sistem banyak partai yang saling berjarak jauh dan bertentangan, sangat terpolarisasi (kutub kiri : sosialis, kutub kanan : Islam dan Kristen, demokrasi dan radikal, kutub tengah : nasionalis), dan dorongan aktifitas politik yang sentrifugal (menjauh dari pusat).

Sayangnya, fakta politik di Indonesia yang berlangsung tidak sama dengan prediksi Sartori. Meski pun di Indonesia terdapat banyak partai yang dikawatirkan akan terjadi benturan keras karena perbedaan ideologi, semua partai yang ada sekarang hampir seragam dalam pola kecendrungan ideologinya. Jargon mereka dalam setiap pemilu relatif sama, yaitu ekonomi kerakyatan, demokrasi dan religius. Hal ini sangat bertolak belakang dengan katagorisasi ideologi partai pada zaman orde baru. Difusi tiga partai telah memberikan corak ideologi tertentu yang identik bagi masing-masing partai.

Kenyataan ideologi pragmatis yang dialami hampir semua partai diperparah dengan berlakunya mekanisme pemilihan terbuka. Kecendrungan sosok yang diusung sangat berpengaruh terhadap

(3)

keterpilihan partai tersebut. Maka, merupakan sebuah konsekuensi logis kalau dalam setiap pemilihan terdapat tokoh-tokoh populer yang bukan kader partai ditarik untuk mendulang suara. Artis, seniman, atlit atau siapa pun yang dianggap memiliki popularitas bisa mendapat rekomendasi dari partai untuk maju sebagai calon DPR atau bahkan Presiden.

Sebenarnya, hal di atas bukan merupakan suatu pelanggaran, namun rekrutmen dan kaderasisi sebagai fungsi normatif partai dialpakan. Taruhlah secara tiba-tiba menjelang pemilu banyak partai politik melamar tokoh-tokoh terkenal untuk mau diusung tanpa melalui proses pengkaderan panjang sebelumnya. Selain itu, hal tersebut bisa mencederai pengkaderan partai itu sendiri. Bayangkan, atas dasar donasi terhadap partai, banyak kalangan pengusaha yang tiba-tiba menjabat posisi strategis di struktural partai.

Pragmatis merupakan ideologi yang dianut elit politik kita. Hal ini senada dengan ungkapan Lopalombara dan Weiner yang mendefinisikan partai sekedar kelompok manusia yang terorganisasi secara stabil dengan tujuan untuk merebut dan mempertahankan kekuasaan dalam pemerintahan bagi pemimpin materil dan idiil kepada para anggotanya. Kedua ilmuan tersebut mengabaikan faktor ideologi sebagai motifasi dan pemersatu sebuah partai. Mungkin juga pendapat tersebut dipengaruhi oleh pandangan di barat pada waktu itu bahwa ideologi telah mati (Ramlan Surbakti:1992).

Kini terdapat empat partai yang siap ikut merayakan kebebasan demokrasi politik di Indonesia. Partai-partai yang muncul ketika dunia politik mengalami degradasi persepsi dan dipandang publik sebagai panggung yang tidak terhormat untuk dimasuki. Apakah mereka akan tetap teguh dengan platform yang disepakati dengan ideologi yang melatarbelakangi partai itu didirikan? Atau, kita lihat saja nanti!

(4)

Kenduri, Ruang Publik, dan

Keberagaman Agama

Masyarakat Indonesia dalam kesehariannya banyak dipengaruhi oleh alam pikiran yang bersifat spiritual. Dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Indonesia selalu merasa memiliki hubungan istimewa dengan alam.

Upacara tradisional merupakan salah satu bentuk tradisi yang sampai saat ini masih banyak dilaksanakan. Peran upacara adat adalah mengingatkan manusia berkenaan dengan eksistensi dan hubungan dengan lingkungan. Sampai sekarang, eksistensi sebuah upacara keagamaan masih diakui serta dilaksanakan dengan baik. Meskipun, dengan bentuk dan cara yang berbeda di setiap daerah.

Sistem upacara tradisional, yang terkait dengan aspek religi di masyarakat, kerap disebut sebagai kenduri. Kenduri merupakan bentuk upacara adat dengan cara berkumpul bersama untuk mengutarakan doa pada sang pencipta. Permohonan yang dipanjatkan bertujuan untuk meminta keselamatan dan mengabulkan apa yang diinginkan oleh si pemilik hajat. Kenduri dihadiri oleh handai-taulan, tetangga, rekan sekerja, sanak keluarga, dan lain sebagainya. Dalam perspektif agama atau kepercayaan tertentu, arwah setempat, nenek moyang, dan dewa-dewi yang hampir terlupakan juga hadir dalam upacara kenduri (Geertz, 1989: 13).

Kenduri juga dilakukan di beberapa negara namun dengan nama yang berbeda-beda. Bahkan, di Indonesia pun sebutan kenduri tak sama di tiap wilayah. Ada yang menyebutnya selametan, genduren, walimahan, dan lain sebagainya.

(5)

Pada saat ini, pemberitahuan tentang kenduri dilaksanakan dengan cara menyebar undangan kepada tetangga dan keluarga. Undangan bisa berupa kertas, sms (short mesengger) atau undangan verbal yang disampaikan seorang utusan dari pemilik acara untuk mengundang orang-orang secara door to door.

Dalam melaksanakan kenduri, akan ada pemimpin doa sekaligus juru bicara tuan rumah yang menyampaikan hajat pada para undangan. Pemimpin itu biasanya dipilih karena ilmu agama yang dirasa lebih tinggi dibanding yang lain. Bisa juga, karena umurnya lebih tua. Setelah selesai berdoa para hadirin diberikan berkat (buah tangan) tanpa sebelumnya harus memberikan kado atau sumbangan.

Pada sisi ini, dapat disimpulkan bahwa kenduri mengandung modal sosial. Yakni, dalam aspek kebersamaan dan kedermawanan. Modal sosial yang satu ini dapat menjadi salah satu dasar penguatan kesetiakawanan di masyarakat.

Kenduri telah menjadi sebuah realitas social. Di dalamnya, terjadi interaksi sosial antar masyarakat. Tentu saja, sebelum upacara utama dilaksanakan (aktifitas pemanjatan doa), tiap masyarakat saling berdiskusi. Demikian pula, setelahnya.

Proses pertukaran informasi dan berbagai pandangan berkenaan dengan pokok persoalan yang tengah menjadi perhatian publik, berimbas pada lahirnya pendapat umum. Kemudian, dapat dilihat sistem dan mekanisme hidupnya ruang publik. Ya, ruang publik terlihat nyata dan berpangkal dari sebuah ritual kenduri. Modal sosial dalam proses kenduri telah mengkreasi ruang publik nan representatif.

Kenduri Desa Balun

Salah satu prosesi Kenduri yang cukup menjadi perhatian sejumlah peneliti terjadi di Desa Balun, Kecamatan Turi, Lamongan. Di sana, terdapat upacara kenduri yang melibatkan s e t i d a k n y a t i g a a g a m a s e k a l i g u s . A d a s e j a r a h y a n g melatarbelakanginya. Termasuk, sehubungan dengan peristiwa

(6)

G30SPKI.

Kenduri masyarakat Desa Balun mengikat kebersamaan antar umat beragama Islam, Kristen dan Hindu. Ini sudah menjadi ritual turun temurun. Istilah kenduri populer digunakan oleh masyarakat Desa Balun pada tahun 1979 untuk menggantikan istilah “selametan” yang ditolak masyarakat Kristen. Alasannya, terdapat perbedaan keyakinan akan penyelamatan orang yang sudah meninggal.

Secara umum, kenduri masyarakat berbeda agama di Desa Balun dibagi menjadi tiga macam acara. Pertama, acara syukuran desa seperti halnya kenduri 17 Agustus (peringatan hari kemerdekaan). Kedua, acara pribadi seperti kenduri syukuran pernikahan dan kenduri pembacaan doa bagi keluarga yang baru mendapat musibah kematian. Ketiga, acara syukuran agama seperti yang biasanya dilaksanakan sebelum hari raya agama Islam, Kristen dan Hindu.

Kenduri yang menjadi ruang publik menjelma sebagai arena kontestasi simbolik. Tujuannya, menunjukkan eksistensi agama yang dianut melalui simbol-simbol yang diperlihatkan saat kenduri berlangsung. Simbol-simbol tersebut berbeda di setiap agama.

Dalam agama Islam simbol tersebut meliputi makanan ringan, makanan inti, berkat, uang selawat, Microphon dan sound system, doa keselamatan dan tahlil. Sedangkan simbol dalam kenduri agama Kristen meliputi makanan ringan, makanan inti, berkat, uang selawat, alkitab, lilin, kidung jemaat, doa pembukaan, doa syafaat dan doa hajatan. Peralatan dalam kenduri masyarakat Hindu meliputi Makanan ringan, makanan inti, berkat, uang selawat, bunga, banten yang berisi (canang sari, pajekan, tumpeng pancawarna, tumpeng agung, bubur pitara, tirta pangrukat) dan doa pitrah puja (puja wali dan doa pitrah puja).

(7)

dilakukan di desa Balun semata-mata untuk merekatkan hubungan. Baik bagi mereka yang memiliki agama sama, maupun yang berbeda. Dari sudut ini, kenduri dapat dinilai sebagai arena untuk menjunjung kesetaraan dan keadilan di masyarakat.

Ayo,

Jangan

Ragu

Berkomunitas!

Dalam salah satu sesi penjurian Stand Up Comedy yang diadakan di TV swasta, Raditya Dika menyarankan pada salah satu peserta, “Tetaplah berkomunitas, di sana ada sangat banyak pelajaran,”

Ya, berkomunitas, berorganisasi, dan berkumpul dengan kawan-kawan yang punya kesamaan visi atau misi, pasti membuka w a w a s a n b a r u . T e r l e b i h , b i l a j u m l a h k a w a n d i komunitas/organisasi/perkumpulan itu banyak. Tentu, bakal ada banyak pula peluang menambah pengetahuan.

Berikut sejumlah manfaat dari kegemaran positif tersebut.

1. Menjadi ajang silaturahmi. Dengan terus menjaga tali

silaturahmi, kebersamaan makin terjaga. Rasa persaudaraan terasah. Imbasnya, peluang frustrasi bakal menurun. Kebahagiaan lebih mudah didapat karena kita yakin: kita tidak hidup sendiri.

Di sisi lain, kita dapat mulai memikirkan tentang apa saja yang dapat dilakukan secara bersama-sama. Khususnya, menjalankan pekerjaan yang memiliki nilai tambah di kemudian hari. Tidak menutup kemungkinan, terdapat proyek atau ide produktif yang bisa dilakukan bareng dan bakal memberi keuntungan.

(8)

2. Gudang ilmu. Berkumpul dengan kawan-kawan pasti menciptakan

interaksi sosial. Interaksi tersebut tak jarang membahas sesuatu yang bermanfaat. Memang, kadang ada juga yang kumpul-kumpul sekadar untuk ketawa-ketiwi. Hal yang seperti itu hendaknya kita hindari.

Sayang, kalau berkumpul sekadar buat bersenda gurau. Jatuhnya, jadi seperti sekelompok anak kecil. Maka itu, ajang pertemuan di komunitas/organisasi/perkumpulan mesti membawa nilai positif. Upayakan terjadi transfer ilmu di dalamnya. Kalau bukan kita yang berbagi pengetahuan, biarkan kawan-kawan kita yang menebarkan wawasan.

3. Belajar menerima perbedaan. Di dalam sebuah perkumpulan,

perbedaan merupakan keniscayaan. Di sana adalah miniatur dunia secara umum. Ingat, kawan-kawan, dunia terbentuk oleh banyak perbedaan. Nah, yang jadi masalah adalah bagaimana kita menyikapinya.

Bila di satu lingkup kecil kita sudah dapat menerima pihak-pihak yang berpendapat tak sama, di lingkup yang lebih besar kita pasti lebih sanggup bersikap bijak. Orang yang kaku dan tidak mau menerima perbedaan akan cenderung memaksakan pendapat. Kalau jadi pemimpin, dia akan otoriter atau diktator. Dan itu sudah bukan zamannya lagi.

4 . M e n g a s a h j i w a k e p e m i m p i n a n . U m u m n y a , s e b u a h

komunitas/organisasi/perkumpulan memiliki pemimpin. Baik yang sifatnya pucuk tertinggi, maupun pemimpin seksi-seksi tertentu. Kadang kala, ada pula kegiatan yang butuh kepanitiaan dan koordinasi. Di sini jiwa kepemimpinan terasah. Apalagi, bila roda kepemimpinan memang tersistem untuk dijalankan bergilir. Jadi, semua anggota, mau tidak mau, akan mencicipi kursi kepemimpinan itu.

Komunitas/organisasi/perkumpulan mengajarkan kita untuk cermat dalam mengelola potensi (SDM maupun non-SDM). Lihatlah para pemimpin Indonesia dan dunia selama ini. Mereka pasti

(9)

berangkat dari komunitas/organisasi/perkumpulan yang telah sukses mengantarkan mereka menjadi pribadi yang hebat.

5. Jaringan Informasi. Di era modern seperti sekarang ini,

informasi menjadi sangat penting. Bahkan, beberapa literatur menyebutkan, informasi sudah menjelma komoditas yang diperebutkan. Tanpa informasi yang memadai, seseorang akan sulit menggapai cita-cita, mencari pekerjaan, dan mendapatkan apapun yang diinginkan.

Dengan berkumpul bersama banyak orang, sumber informasi tak akan terputus. Keberadaan orang-orang di sekeliling juga turut memperkuat jaringan.

Jaringan yang luas bakal memudahkan kita dalam menempuh kehidupan di masa datang. Misalnya, informasi tentang lowongan pekerjaan yang kita sukai, kadang datang dari mereka yang “bisik-bisik” di jaringan kita sendiri. Maka itu, jangan pernah remehkan jaringan informasi.

6. Jalan pelancar jodoh. Mungkin sebagian orang menganggap ini

klise. Namun, cobalah lihat sekeliling. Pasti, ada banyak kawan, saudara, dosen, dan kerabat yang memiliki pasangan dari komunitas/organisasi/perkumpulan yang sama.

Kesamaan visi atau misi menjadi salah satu sebab kenapa mereka berjodoh. Namun, bisa jadi pula, semua berkutat pada falsafah lawas: tresna jalaran saka kulina. Entahlah…

Yang jelas, bagi mereka yang masih jomblo, berkumpul dengan kawan-kawan yang punya kesamaan pandangan bukanlah ide buruk. Dan bisa jadi, di tempat itu jodoh dapat diraih. Tapi ingat, bagaimanapun juga, meski memiliki persamaan, antar manusia juga memiliki banyak perbedaan. Seperti yang dijelaskan pada poin nomor 3, kita mesti lihai menyikapi perbedaan yang ada. Akhirul kalam, selamat berkomunitas!

(10)

Problem Komunikasi Mahasiswa

Asing

Saat menempuh studi magister di FISIP Universitas Airlangga (Unair) dalam rentang 2013-2015, saya memiliki kawan seorang mahasiswa asing asal Madagaskar. Kerap kali, saya melihat kesukarannya dalam melakukan komunikasi (khususnya, verbal) dengan mahasiswa Indonesia. Terlebih, bila mahasiswa yang dimaksud menggunakan bahasa Jawa.

Problem yang dihadapi teman itu, membuat saya tertarik untuk melakukan penelitian khusus mengenai ini. Tepatnya, tentang bagaimana lika-liku adaptasi yang dilakukan mahasiswa asing di Unair sehubungan dengan upaya berkomunikasi dengan dosen dan mahasiswa Indonesia. Terlebih, bahasa pengantar di Unair umumnya adalah bahasa Indonesia.

Persoalan menjadi lebih kompleks, bila ternyata mereka berasal dari negara yang tidak menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa nasional. Sedangkan untuk bisa belajar di Unair, mereka lebih dulu melakukan tes internasional yang berbahasa Inggris. Logikanya begini, untuk berbicara bahasa Indonesia, mereka harus lebih dulu mentranslate “bahasa ibu” mereka ke bahasa Inggris, kemudian baru menerjemahkannya ke bahasa Indonesia. Kompleks, bukan?!

Sampai dengan tahun 2014 tercatat sebanyak 122 mahasiswa asing yang aktif menempuh masa belajar di berbagai Fakultas di Unair. Sebanyak 51 mahasiswa asing mulai angkatan 2011 hingga 2014 merupakan mahasiswa dari Fakultas Kedokteran, Fakultas Kedokteran Gigi dan Fakultas Farmasi program Regular Undergraduate (S1) dari Malaysia. Brunei Darussalam sebanyak 19 mahasiswa dan satu orang mahasiswa dari Jerman yang

(11)

mengikuti program Short Course AMERTA.

Program Darmasiswa untuk belajar Budaya dan Bahasa Indonesia selama satu tahun sebanyak 10 mahasiswa yang berasal dari Cina, Australia, Kamboja, dan Polandia. Sedangkan sisanya merupakan mahasiswa jenjang lanjut S2 dan S3, Exchange Student (pertukaran pelajar) dan Training Program(program pelatihan) yang berjumlah 26 mahasiswa asing yang masuk melalui program KNB (Kemitraan Negara Berkembang) yang berasal dari Afrika, Asia Tengah, Asia Tenggara, Papua Nugini.

Sementara itu, program Exchange Student, Training Program dan Pasca Sarjana reguler sebanyak 15 mahasiswa yang berasal dari Timor Leste, Afrika, Palestina dan Kyrgikistan. Sedangkan 1 orang mahasiswa program BIPA yang berasal dari Thailand.

Keberadaan mahasiswa asing tidak hanya menjadikan kampus ini sebagai perguruan tinggi yang mampu bersaing di tingkat nasional. Tetapi juga, internasional. Keberadaan mahasiswa asing di menjadi pelengkap dari keberagaman budaya. Jika diibaratkan, Unair merupakan miniatur Indonesia yang mahasiswanya berasal dari Sabang sampai Merauke plus luar negeri.

Dalam keberagaman budaya, mahasiswa asing secara tidak langsung harus mampu menyesuaikan diri. Penyesuaian diri perlu dilakukan agar mahasiswa asing bisa berinteraksi dan menjalin komunikasi yang baik dengan orang-orang di lingkungan belajarnya. Dengan berinteraksi dan menjalin komunikasi maka kebutuhan akan informasi di lingkungan baru juga bisa terpenuhi.

Perbedaan latar sosial budaya di lingkungan belajar Indonesia dengan negara asal tentunya menjadi tantangan tersendiri. Mereka dituntut sanggup membangun komunikasi agar dapat beradaptasi dengan orang-orang di lingkungan baru. Strategi komunikasi yang dilakukan oleh seorang mahasiswa asing berkaitan dengan budaya yang dibawa olehnya baik secara verbal

(12)

maupun non verbal.

Persoalan bahasa

Dalam beradaptasi di lingkungan belajar, penggunaan Bahasa Indonesia dalam kegiatan akademik di kelas merupakan masalah utama bagi mahasiswa asing. Baik mahasiswa asing yang sudah pernah belajar di Indonesia, maupun yang baru pertama kali belajar di Indonesia menyatakan kesulitan dalam memahami Bahasa Indonesia.

Para mahasiswa asing berusaha sekuat mungkin menggunakan komunikasi verbal guna mengurangi ketidakpastian. Mereka meramunya dengan komunikasi non verbal melalui bahasa tubuh, ekspresi wajah, dan teknik persuasi.

Teknik persuasi dalam berkomunikasi dilakukan untuk mengajak dan membujuk secara halus agar teman mahasiswa Indonesia mengikuti pesan yang disampaikannya. Mahasiswa asing juga menggunakan bahasa konotatif, dimaksudkan mereduksi kemungkinan timbulnya konflik. Termasuk, menutup peluang kesalahpahaman maupun kemungkinan negatif lain yang bisa mengganggu proses belajar.

Sikap membuka diri, meredam ego, sportif terhadap perbedaan budaya membantu mahasiswa asing beradaptasi di lingkungan belajar Unair. Motivasi, persepsi, pengalaman sosial budaya, situasi lingkungan sosial merupakan faktor yang mempengaruhi gaya personal mahasiswa asing dalam melakukan strategi komunikasi.

Bekal multikultural yang komprehensif

Berdasarkan argumen dan pengamatan di atas, kiranya Unair perlu menciptakan pendidikan multikultural yang jauh lebih komprehensif. Hendaknya, mahasiswa asing tidak hanya dibekali oleh pengetahuan Bahasa Indonesia. Sebab, interaksi mahasiswa asing dengan lingkungan belajar tidak hanya persoalan bahasa, tetapi juga mengenai perbedaan sosial dan budaya.

(13)

Kehidupan sosial dan budaya yang diperkenalkan meliputi karakteristik masyarakat Indonesia dan Surabaya. Juga, budaya Universitas hingga fakultas masing-masing. Sehingga muncul dorongan dalam diri mahasiswa asing itu untuk hormat, cinta dan memiliki perasaan bahwa mereka adalah bagian dari Unair. Jadi, mereka siap mengesampingkan ego sebagai mahasiswa asing yang ingin diperhatikan dan diistimewakan.

Mengenai pelatihan bahasa, tampaknya perlu ditambah dengan praktek penggunaan bahasa Indonesia. Termasuk, detail istilah-istilah apa saja yang keraap dipakai di Surabaya. Tentu, tidak semua mahasiswa asing memiliki motivasi dan pengalaman yang sama di Indonesia. Bagi mahasiswa yang pernah belajar di Indonesia sebelumnya, pasti sangat membantu di pendidikan lanjutannya sekarang. Namun, bagi mahasiswa yang baru pertama kali belajar di Indonesia maka perlu pelatihan dan pendampingan ekstra.

Awardee

LPDP

Unair:

Menguatkan Hubungan Melalui

Kopdar

SURABAYA – Di lingkup Universitas Airlangga (Unair), terdapat lebih dari 20 mahasiswa yang menempuh studi dengan status penerima Beasiswa Pendidikan Indonesia (BPI) Dalam Negeri dari Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP). Mereka tersebar di seluruh fakultas yang ada di kampus ini. Ada yang menempuh program magister, profesi dokter spesialis, dan doktoral. Ada yang melalui jalur afirmasi, ada pula yang lewat jalur reguler.

(14)

awardee LPDP berupaya memberi sumbangsih nyata di masyarakat. Program kongkret tersebut kerap dirumuskan melalui pertemuan atau Kopi Darat (Kopdar) secara kontinyu.

“Kami sudah beberapa kali melaksanakan Kopdar. Pertama, pada 17 Oktiber. Kedua, pada 6 November. Ketiga dan terakhir, pada Minggu 6 Desember lalu di Gazebo Fakultas Psikologi. Dalam waktu dekat, sesudah UAS, pertemuaan akan kami laksanakan kembali,” tutur Koordinator Awardee LPDP Unair Muhammad Hamzah Solim.

Dia memastikan, Kopdar yang dilakukan bukan sekadar acara kongkow dan cangkrukan. Lebih dari itu, dilaksanakan diskusi untuk menjalankan sejumlah gagasan yang sifatnya sosial dan penyuluhan.

Sebagai misal, dalam Kopdar yang lalu (6/12), para awardee sepakat untuk mendukung pengadaan Scholarship Corner. Mereka siap turut “menghidupkan” tempat jujukan informasi beasiswa tersebut.

“Rencananya, di Unair akan ada Scholarship Corner. Nah, untuk merealisasikannya, kami siap diajak tukar pikiran dengan pihak kampus. Kami juga berkenan menjadi bagian dari pengurus di sana dengan bersinergi bersama mahasiswa yang lain,” tegas Mahasiswa Fakultas Sains dan Teknologi tersebut.

Para awardee berencana membuat sebuah buku yang berisi catatan dan kisah inspiratif semua penerima beasiswa LPDP di Unair. Saat ini, buku tersebut sudah masuk dalam proses pengumpulan materi. Mudah-mudahan, awal tahun depan kumpulan cerita itu dapat diterbitkan. Mereka berharap, buku itu bisa menjadi sarana berbagi cerita dan bermanfaat bagi para pembacanya. Kegiatan Kopdar yang rutin digelar ini pasti akan meningkatkan rasa persaudaraan antara para penerima beasiswa. Pertemuan semacam ini juga ajang perkenalan. “Kami berasal dari angkatan PK (Program Kepemimpinan atau Persiapan Keberangkatan) yang berbeda. Jadi, tidak semua pernah bertatap muka. Acara Kopdar

(15)

pasti membuaat kami lebih akrab,” tambahnya.

Selama ini, awardee LPDP Unair selalu berperan aktif dalam kegiatan yang dilaksanakan oleh awardee LPDP East Java (Jawa Timur). Misalnya, ikut melakukan sosialisasi beasiswa di kampus-kampus maupun pameran pendidikan. Kegiatan itu sudah dilaksanakan selama dua tahun belakangan ini.

Selain sosialisasi di Surabaya, awardee LPDP East Java sudah pernah berkunjung ke Madura, Malang, Kediri, Jombang, Madiun, dan lain sebagainya. Awardee LPDP East Java terdiri dari mahasiswa penerima beasiswa di kampus-kampus negeri Jawa Timur. Antara lain, ITS, Unair, Universitas Negeri Surabaya, UIN Sunan Ampel, dan Universitas Brawijaya.

Referensi

Dokumen terkait

Guru memberi kesempatan kepada peserta didik untuk mengamati beberapa permasalahan yang terkait dengan tentang macam-macam sunnah.. Peserta didik mengamati gambar atau video

Efek berkah terjadi setelah konsumen mencapai suatu kemaslahatan yang optimal maka kandungan berkah itu sangat mempengaruhi kecenderungan konsumen dalam

Jika pada benda yang berisi telur, air, dan garam mengalami posisi tenggelam, terapung dan melayang.. Prinsip yang digunakan

Hasil uji homogenitas dengan menggunakan uji Levene menunjukkan nilai signifikansi sebesar 0,209 ( sig. > 0,05) yang dapat interpretasikan bahwa data N-gain antara

 Guru memberikan penjelasan dan memberikan pelurusan konsep jika ada yang kurang tepat  Guru bersama siswa merefleksi proses. pembelajaran yang telah berlangsung, meliputi;

10 Meningkatnya dan pengembangan produktifitas, nilai tambah dan data saing sektor ketenagakerjaan. Persentase Pencari kerja yang

[r]

[r]