• Tidak ada hasil yang ditemukan

POTENSI TANAMAN DALAM MENYERAP CO 2 DAN CO UNTUK MENGURANGI DAMPAK PEMANASAN GLOBAL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "POTENSI TANAMAN DALAM MENYERAP CO 2 DAN CO UNTUK MENGURANGI DAMPAK PEMANASAN GLOBAL"

Copied!
72
0
0

Teks penuh

(1)

96 Jurnal Permukiman Vol. 3 No. 2 Juli 2008

POTENSI TANAMAN DALAM MENYERAP CO

2

DAN CO

UNTUK MENGURANGI DAMPAK PEMANASAN GLOBAL

Oleh: Nanny Kusminingrum

Pusat Litbang Jalan dan Jembatan Jl. AH. Nasution 264 Ujungberung, Bandung E-mail : nannykusminingrum@yahoo.com

Tanggal masuk naskah : 09 Mei 2008, Tanggal revisi terakhir: 09 Juni 2008

Abstrak

Pemanasan global adalah adanya proses peningkatan suhu rata-rata atmosfir, laut dan daratan bumi. Suhu rata-rata global pada permukaan bumi telah meningkat 0.74 ±0.18° C selama seratus tahun terakhir. IPCC (Intergovermental Panel on Climate Change) menyimpulkan bahwa sebagian besar peningkatan temperatur rata-rata global sejak pertengahan abad ke 20 kemungkinan besar disebabkan oleh menigkatnya konsentrasi gas-gas rumah kaca akibat aktifitas manusia. Gas-gas rumah kaca, antara lain : uap air, karbondioksida dan metana. Gas-gas ini menyerap dan memantulkan kembali radiasi gelombang yang dipancarkan bumi, sehingga panas tersebut akan tersimpan pada permukaan bumi. Hal ini akan terjadi berulang-ulang dan mengakibatkan suhu rata-rata tahunan bumi terus meningkat. Ada beberapa cara yang dapat mengurangi peningkatan temperatur bumi tersebut, antara lain melalui : penambahan ruang terbuka hijau. Sehubungan dengan hal tersebut, perlu kiranya dilakukan penelitian manfaat tanaman untuk meminimasi pemanasan global yang dewasa ini sedang mencuat. Pada penelitian ini dikaji besarnya reduksi CO oleh berbagai jenis pohon, jenis perdu dan jenis semak secara mandiri, maupun kombinasi ketiganya. Metoda yang digunakan adalah metoda experimental melalui teknik observasi di laboratorium. Hasil penelitian menunjukkan bahwa reduksi CO terbesar untuk : a) jenis pohon yaitu tanaman Ganitri (Elaeocarpus sphaericus) sebesar 81.53 % (0.587 ppm) ; b) jenis perdu yaitu Iriansis (Impatien sp) sebesar 88.61 % (0.638 ppm) ; c) jenis semak yaitu: Philodendron (Philodendron sp) sebesar 92.22 % ( 0.664 ppm); serta d) tanaman gabungan, yaitu Galinggem + Kriminil Merah dengan perbandingan 2 : 1 sebesar 79.22 % (0.244 ppm). Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa setiap tanaman mempunyai kemampuan yang berbeda dalam menyerap polutan CO, demikian pula apabila tanaman–tanaman tersebut dikombinasikan. Untuk itu, dapat dipilih jenis tanaman yang sesuai dengan maksud dan tujuan pemilihannya, kemudahan didapatnya, kemudahan dalampemeliharaannnya.

Kata kunci

: Tanaman , polusi udara, pemanasan global

Abstract

Global warming is a process of the average temperature increase of the earth’s atmosphere, ocean, and land. The average global temperature on earth surface has increased 0.74 ± 0.18° C over the last century. IPCC (Intergovermental Panel on Climate Change) concludes that: most of the average global temperature increase since the middle of the 20th century is caused by the increase of greenhouse - gases concentration

as a result from human activities.

Examples of Greenhouse - gases are : aqueous steam, carbon dioxide and methane. These gases absorb and reflect radiation - wave from the earth. Back to earth, and the

(2)

Potensi Tanaman dalam …. (Nanny K.) 97 heat remains on earth surface. This process occurs repeateadly and keeps the annual earth temperature increasing. There are some ways to reduce the global warming and for example: by adding more green open spaces. Therefore, research .isneeded to elaborate the benefits of vegetation to minimize the effect global warming. This research aims to identify the amount of CO reduction by many kinds of: trees, bushes and shrubs, singularly or a combination of the three. The method used in this research is experimental method through observation in the laboratory. The result shows that the which species that reduce CO the most for ; a) trees is Ganitri (Elaeocarpus sphaericus) by 81.53 % (0.587 ppm) ; b) for bushes is Iriansis (Impatien sp) by 88.61 % (0.638 ppm) ; c) shrubs is Philodendron (Philodendron sp) by 92.22 % ( 0.664 ppm); and d); combination of Galinggem + Kriminil Merah ( 2 : 1) by : 79.22 % (0. 244 ppm). The conclusion of this research is that each vegetation has different ability to absorb (and reduces) CO and they also have different ability if combined. Therefore, we can easily choose any kind of vegetations, depending on the purpose, as long as we can easily get and treat them.

Key words:

Vegetation, air pollution , global warming

PENDAHULUAN

Menurut Wikipedia Indonesia (----) pemanasan global adalah adanya proses peningkatan suhu rata-rata atmosfir, laut dan daratan bumi. Segala sumber energi yang terdapat di bumi berasal dari matahari. Sebagian besar dari energi tersebut dalam bentuk radiasi gelombang pendek. Ketika energi ini mengenai permukaan bumi, berubah dari cahaya menjadi panas yang meng-hangatkan bumi. Permukaan bumi akan

menyerap sebagian panas dan

memantulkan kembali sisanya. Namun sebagian dari panas tetap terperangkap di bumi akibat menumpuknya jumlah gas rumah kaca antara lain : uap air, karbondioksida dan metana. Gas-gas ini menyerap dan memantulkan kembali radiasi gelombang yang dipancarkan bumi, sehingga panas tersebut akan tersimpan pada permukaan bumi. Hal tersebut terjadi berulang-ulang dan mengakibatkan suhu rata-rata tahunan bumi terus meningkat.

Suhu rata-rata global pada permukaan bumi telah meningkat 0.74 ± 0.18° C

selama seratus tahun terakhir

Intergovermental Panel on Climate Change (IPCC) yang disiir oleh Wikipedia Indonesia (----) menyimpulkan bahwa : sebagian besar peningkatan temperatur rata-rata global sejak pertengahan abad ke 20 kemungkinan besar disebabkan oleh meningkatnya konsentrasi gas-gas rumah kaca akibat aktivitas manusia. Model iklim yang dijadikan acuan oleh

proyek IPCC menunjukkan suhu

permukaan global akan meningkat 1.1 – 6.4 ° C antara tahun 1990 dan 2100. Meningkatnya suhu global diperkira-kan akan menyebabkan perubahan-perubah-an, misalnya meningkatnya intensitas fenomena cuaca yang ekstrim, naiknya

permukaan air laut (Wikipedia

Indonesia,----). Soedomo (2001),

bahkan menambahkan bahwa pengaruh pemanasan global dalam setengah abad mendatang diperkirakan akan terjadi :

 Perubahan pola angin

 Bertambahnya populasi dan jenis

organisme penyebab penyakit dan dampaknya terhadap kesehatan masyarakat

 Perubahan pola curah hujan dan

siklus hidrologi

(3)

98 Jurnal Permukiman Vol. 3 No. 2 Juli 2008

 Perubahan ekosistem hutan, daratan

dan ekosistem alami lainnya

Ada beberapa solusi untuk menghadapi pemanasan global ini, antara lain : pembangunan ruang terbuka hijau, Untuk itu, perlu dikaji jenis-jenis tanaman yang dapat meminimasi dampak yang terjadi.

TINJAUAN PUSTAKA

Transportasi Merupakan Salah

Satu Penyebab Bertambahnya

Konsentrasi CO di Udara

Sektor transportasi merupakan pe-nyumbang utama pencemaran udara di daerah perkotaan. Dalam tahun 1990, transportasi darat bertanggung jawab terhadap setengah dari total emisi partikulat (debu), dan untuk sebagian besar Timbal, CO, HC dan NOX di daerah perkotaan, dengan konsentrasi utama terdapat di daerah lalu lintas yang padat, dimana tingkat pencemaran

udara sudah dan atau hampir

melampaui Standard kualitas udara.

Gangguan kesehatan dapat diakibatkan oleh konsentrasi yang berlebihan dari pencemar-pencemar utama ini (KLH,

1997). Selanjutnya menambahkan

bahwa, sejalan dengan pertumbuhan

pada sektor transportasi yang

diproyeksikan sekitar 6 – 8 % per tahun, maka penggunaan bahan bakar di

Indonesia diproyeksikan bertambah

sebesar 2.1 kali konsumsi 1990 pada tahun 1998, sebesar 4.6 kali pada tahun 2008, dan 9 kali pada tahun 2018 (World Bank, 1993 cit KLH, 1997). Pada

tahun 2020, setengah dari jumlah penduduk Indonesia akan menghadapi permasalahan pencemaran udara per-kotaan, yang didominasi oleh emisi dari kendaraan bermotor.

Sumber gas CO berasal dari sumber alami dan sumber antropogin. Sumber antropogin gas CO seluruhnya berasal dari pembakaran bahan organik. Pem-bakaran bahan organik ini dimaksudkan untuk mendapat energi kalor yang kemudian digunakan untuk berbagai keperluan, antara lain: transportasi, pembakaran batu bara, dll. Menurut Suhardjana (1990), sumber antropogin gas CO di udara yang terbesar di-sumbangkan oleh kegiatan transportasi yaitu dari kendaraan bermotor berbahan bakar bensin, sebesar 65.1 %

Pada mesin kendaraan bermotor, bensin yang teroksidasi dengan sem-purna, menghasilkan H2O dan CO2.,

Reaksi oksidasi bensin adalah sebagai berikut :

Tahap I : 2 C n H(2n+2) + (2n+1) O2

- 2n CO +2 (n+1) H2O

Tahap II 2 CO + O2 - 2 CO2

Namun apabila jumlah O2 dari udara

tidak cukup atau tidak tercampur baik dengan bensin, maka pada pembakaran ini akan selalu terbentuk gas CO yang tidak teroksidasi.

Di bawah ini disajikan hubungan antara gas CO yang dihasilkan dengan kecepatan kendaraan.

(4)

Potensi Tanaman dalam …. (Nanny K.) 99 Gambar 1. Laju Emisi Karbon Monoksida Kendaraan Penumpang

Sumber : Environmental Assessment, DOT, UK., 1994

Beberapa hal yang masih diperdebatkan para ilmuwan adalah mengenai jumlah pemanasan yang diperkirakan akan terjadi di masa depan dan bagaimana pemanasan serta perubahan-perubahan yang terjadi tersebut. Tentunya akan bervariasi dari satu daerah ke daerah lainnya. Namun yang lebih penting adalah tindakan yang harus dilakukan untuk mengantisipasi nya ataupun untuk

beradaptasi terhadap

konsekwensi-konsekwensi yang ada.

Ada beberapa solusi untuk menghadapi pemanasan global ini, antara lain : pembangunan ruang terbuka hijau.

ALTERNATIF SOLUSI

Ruang Terbuka Hijau

Setiap kota harus memiliki 30 % Ruang Terbuka Hijau. (menurut Undang-undang nomor 26 tahun 2007 tentang

Penataan Ruang) Sehingga bagi kota yang belum memenuhi kriteria tersebut seyogianya melakukan penambahan ruang terbuka hijau, dengan mem-pertimbangkan pemilihan jenis-jenis tanaman yang mempunyai fungsi ganda, yaitu selain tanaman dapat memberikan O2 , juga dapat mereduksi CO.

Setiap orang memerlukan 0.5 kg Oksigen (O2) per hari (leaflet Dinas

Pertamanan dan Pemakaman Bandung). Sedangkan sebuah pohon pelindung berguna untuk memenuhi kebutuhan oksigen untuk dua orang (Ahda Imran , 2002). Sehingga dalam penataan Ruang Terbuka Hijau dapat di integrasikan

antara kebutuhan akan oksigen

terhadap peraturan Ruang Terbuka Hijau yang harus diacu.

Laju Emisi CO Kendaraan Penumpang

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 0 20 40 60 80 100 120 140

Kecepatan rata-rata (Km/jam)

C O ( g /K m )

(5)

100 Jurnal Permukiman Vol. 3 No. 2 Juli 2008

Pengurangan CO2 oleh Tanaman

Melalui Proses Fotosintesa

Tanaman membutuhkan CO2 untuk

pertumbuhannya. Peningkatan kon-sentrasi CO2 di atmosfir antara lain akan

merangsang proses fotosintesa,

meningkat-kan pertumbuhan tanaman dan

produktivitasnya tanpa diikuti oleh peningkatan kebutuhan air (transpirasi) Fotosintesa umumnya terjadi pada semua tumbuhan hijau yang memiliki kloroplast atau pada semua tumbuhan yang memiliki zat warna. Secara umum proses fotosintesa adalah pengikatan gas karbon-dioksida (CO2) dari udara

dan molekul air (H2O) dari tanah dengan

bantuan energi foton cahaya tampak,

akan membentuk gula heksosa

(C6H12O6) dan gas oksigen (O2) sbb :

6 CO2 + 6 H2O + 48 hv - C6H12O6 + 6 O2

Reaksi tersebut terurai menjadi 3 proses utama: pertama pembentukan O2 bebas,

kedua reaksi NADP, dan ketiga pengubahan CO2 menjadi C6H12O6. Dua

proses yang pertama membutuhkan energi cahaya, sedangkan proses yang ke tiga dapat berlangsung di dalam gelap.

Pengurangan Konsentrasi CO

oleh Tanaman

Berdasarkan hal tersebut di atas, berarti CO2 dapat dimanfaatkan oleh tanaman,

melalui proses fotosintesa. Untuk reaksi oksidasi bensin yang tidak sempurna (jumlah O2 di udara yang tidak cukup),

akan selalu terbentuk gas CO yang tidak teroksidasi. Untuk hal ini, Pusat Litbang Jalan dan Jembatan telah melakukan penelitian untuk meminimasi konsentrasi CO tersebut dengan meneliti jenis-jenis tanaman yang berpotensi positif (baik). Hal inipun sebenarnya secara tidak langsung merupakan suatu solusi

pengurangan konsentrasi CO2.

Kebutuhan Pohon Pelindung

Saat ini di Indonesia, masih banyak kota-kota yang belum memenuhi kebutuhan manusia akan oksigen. Sebagai contoh di kota Bandung dengan jumlah penduduk sekitar 2.400.000 jiwa, memerlukan pohon pelindung sebanyak 1.200.000 pohon. Pohon pelindung yang ada sekarang (di pinggir jalan,pinggir kali, taman kota maupun pada lahan penduduk ), hanya sekitar 800.000 pohon (Leaflet Dinas Pertamanan dan Pemakaman, 2007). Jadi untuk bernafas

penduduk kota Bandung, masih

kekurangan 400.000 pohon.

Kebutuhan tanaman akan oksigen pada suatu area, dapat dihitung sebagai berikut :

Jumlah jiwa X 0.5 Kg O2

X 1 pohon 1.2 Kg O2

Keterangan :

0.5 Kg O2 adalah oksigen yang

diperlukan manusia un-tuk bernafas dalam satu hari 1.2 Kg O2 adalah

oksigen yang dihasilkan oleh satu pohon pelindung setiap hari

METODOLOGI

Metoda

Metoda yang digunakan adalah metoda experimental melalui teknik observasi. Pengukuran polutan CO menggunakan metoda analisis Non Dispersive Infra Red (NDIR) Persiapan a. Bahan kimia b. Peralatan c. Tanaman - Pemilihan tanaman:

- Volume kerimbunan rata² untuk 1. Penelitian mandiri

(6)

Potensi Tanaman dalam …. (Nanny K.) 101 - Perdu : 40 dm³ - Semak : 20 dm³ 2. Penelitian gabungan : - Pohon : 20 dm³ , 40 dm³ ; Perdu : 10 dm³ , 20 dm³ , 40 dm³ - Semak : 5 dm³ , 10 dm³ , 20 dm³ d. Laboratorium

- Dipersiapkan ruangan kaca dengan ukuran :

2 m X 2m X 2m

- Pra penelitian dengan mengatur : waktu hembusan, interval hem-busan dan flow, sehingga diperoleh : CO awal rata² untuk penelitian mandiri = 0.72 ppm Penelitian gabungan = 0.308

ppm

Pelaksanaan

a. Tanaman yang sudah disiapkan dimasukkan dalam ruangan yang sudah ditentukan secara random sampling

b. Dilakukan penghembusan pada

setiap ruangan dengan generator berbahan bakar solar

HASIL PENELITIAN

Dibawah ini disajikan hasil penelitian yang meliputi :

1. Tanaman secara mandiri (11 jenis pohon, 16 jenis perdu dan 12 jenis semak)

2. Tanaman gabungan (jenis pohon + jenis perdu + jenis semak)

Tanaman secara Mandiri a. Untuk Jenis Pohon

Tabel 1.

Konsentrasi CO pada Ruangan dengan Tanaman Jenis Pohon (Konsentrasi CO Rata-rata pada Kontrol = 0.72 ppm)

NO. JENIS TANAMAN

RATA-RATA PENGURANGAN CO

(ppm) (%)

1. Ganitri (Elaeocarpus sphaericus) 0.587 81.53 2. Bungur (Lagerstroemia flos-reginae) 0.567 78.75 3. Cempaka (Michellia champaca) 0.528 73.33 4. Kembang Merak (Caesalpinia pulcherrima) 0.508 70.56 5. Saputangan (Maniltoa grandiflora) 0.506 70.28 6. Tanjung (Mimusops elengi) 0.501 69.58

7. Kupu-kupu (Bauhinia sp) 0.501 69.58

8. Acret (Spathodea campanulata) 0.428 59.44 9. Asam kranji (Pithecellobium dulce) 0.267 37.08 10. Felicium (Filicium decipiens) 0.207 28.75 11. Galinggem (Bixa orellana) 0.169 23.47

KETERANGAN ;

a. Sumber : Nanny Kusminingrum, dkk. 1997. Pengaruh Tanaman Jalan Terhadap Baku Mutu Lingkungan Jalan. Puslitbang Jalan dan Jembatan

b. Jenis pohon adalah tanaman tahunan berkayu dan berbatang

tinggi dengan dahan dan ranting jauh di atas permukaan tanah c. Ruangan penelitian berukuran

2m X 2m X 2m

d. Volume kerimbunan daun terhadap volume ruangan adalah 0.5 %

(7)

102 Jurnal Permukiman Vol. 3 No. 2 Juli 2008

b. Untuk Jenis Perdu

Tabel 2. Konsentrasi CO pada Ruangan dengan Tanaman Jenis Perdu (Konsentrasi CO Rata-rata pada Kontrol = 0.72 ppm)

NO. JENIS TANAMAN

RATA-RATA PENGURANGAN CO

(ppm) (%)

1. Iriansis (Impatien sp) 0.638 88.61

2. Dawolong (Acalypha compacta) 0.626 86.94 3. Nusa Indah Merah (Mussaenda erythrophylla) 0.590 81.94

4. Saliara (Lantana camara) 0.580 80.56

5. Oleander (Nerium oleander) 0.580 80.56

6. Kacapiring (Gardenia jasminiodes) 0.580 80.56 7. Harendong (Melastoma malabathricum) 0.567 78.75 8. Wilkesiana Merah (Acalypha wilkesiana) 0.557 77.36

9. Anak Nakal (Durante erecta) 0.484 67.22

10. Walisongo (Schefflera arborícola) 0.483 67.08 11. Pecah beling (Sericocalyx crispus) 0.481 66.81

12. Sadagori (Tumera ulmifolia) 0.465 64.58

13. Lolipop merah (Pachystachys coccinea) 0.408 56.67 14. Azalea (Rhododendron indicum) 0.388 53.89 15. Teh-tehan (Acalypha capillipes) 0.386 53.61 16. Kembang sepatu (Hibiscus rosa-sinensis) 0.236 32.78

KETERANGAN ;

a. Sumber : Nanny Kusminingrum, dkk. 1997. Pengaruh Tanaman

Jalan terhadap Baku Mutu

Lingkungan Jalan. Puslitbang Jalan dan Jembatan

b. Jenis perdu adalah tanaman berkayu yang bercabang banyak,

tanpa sesuatu batang yang jelas dan pada umumnya tanaman tahunan

c. Ruangan penelitian berukuran 2m X 2m X 2m

d. Volume kerimbunan daun terhadap volume ruangan adalah 0.5 % c. Untuk Jenis Semak

Tabel 3. Konsentrasi CO pada Ruangan dengan Tanaman Jenis Semak (Konsentrasi CO Rata-rata pada Kontrol = 0.72 ppm)

NO. JENIS TANAMAN PENGURANGAN CO RATA-RATA

(ppm) (%)

1. Philodendron (Philodendron sp) 0.664 92.22

2. Graphis merah (Hemigraphis bicolor) 0.634 88.06

3. Myana (Eresine herbstii) 0.551 76.53

4. Maranta (Maranta sp) 0.529 73.47

5. Pentas (Pentas lanceolada) 0.518 71.94

6. Mutiara (Pilea cadierei) 0.499 69.31

7. Babayeman Merah (Aerva sanguinolenta) 0.490 68.06 8. Gelang (Portulaca grandiflora) 0.489 67.92

(8)

Potensi Tanaman dalam …. (Nanny K.) 103

NO. JENIS TANAMAN PENGURANGAN CO RATA-RATA

(ppm) (%)

10. Rumput Gajah (Pennisetum purpureum) 0.372 51.67

11. Pacing (Costus malortianus) 0.296 41.11

12. Kriminil Merah (Althernanthera ficoidea) 0.253 35.14

KETERANGAN ;

a. Sumber : Nanny Kusminingrum, dkk. 1997. Pengaruh Tanaman Jalan terhadap Baku Mutu Lingkungan

Jalan. Puslitbang Jalan dan

Jembatan

b. Jenis semak adalah tanaman yang lebih kecil dari perdu dan hanya

dahan-dahan utamanya saja yang berkayu

c. Ruangan penelitian berukuran 2m X 2m X 2m

d. Volume kerimbunan daun terhadap volume ruangan adalah 0.5 % Tanaman Gabungan (pohon + perdu + semak)

Tabel 4. Konsentrasi CO pada Ruangan (dengan CO Awal Rata-rata -= 0.308 ppm) NO

JENIS TANAMAN PERBAND VOLUME RIMBUN DAUN VOL.RIMBUN PER VOL.RUANG (%) PENGURANGAN POLUTAN CO (ppm) INTERVAL *) RATA² *) 1. Galinggem + Kriminil Merah 2 : 1 0.375 0.127 – 0.361 0.244 2. Felicium + Kriminil Merah + Maranta 4 : 1 : 1 0.375 0.132 – 0.320 0.226 3. Galinggem + Maranta 2 : 1 0.375 0.113 – 0.334 0.223 4. Felicium + Maranta 2 : 1 0.375 0.100 – 0.342 0.221 5. Wilkesiana + Maranta 2 : 1 0.375 0.030 – 0.396 0.213 6. Wilkesiana + Kriminil merah+ Maranta 4 : 1 : 1 0.375 0.010 – 0.396 0.203 7. Azalea + Maranta 2 : 1 0.375 0.071 – 0.255 0.163 8. Galinggem + Kriminil merah+ Maranta 4 : 1 : 1 0.375 0.025 – 0.296 0.160 9. Azalea + Kriminil merah + Maranta 4 : 1 : 1 0.375 0.053 - 0.264 0.159 10. Felicium + Kriminil Merah 2 : 1 0.375 0.030 – 0.279 0.154 11. Cempaka + Kriminil Merah 2 : 1 0.375 0.074 – 0.205 0.139 12. Azalea + Kriminil Merah 2 : 1 0.375 0.065 – 0.204 0.135 13. Cempaka + Maranta 2 : 1 0.375 0.005 – 0.250 0.128 14. Cempaka + Kriminil Merah + Maranta 4 : 1 : 1 0.375 0.054 – 0.186 0.120 15. Wilkesiana + Kriminil Merah 2 : 1 0.375 0.020 – 0.218 0.119 16. Cempaka + Azalea + Wilkesiana 2 : 1 : 1 0.500 0.021 – 0.410 0.215 17. Galinggem + Azalea + Wilkesiana 2 : 1 : 1 0.500 0.128 – 0.292 0.210 18. Galinggem + Wilkesiana 1 : 1 0.500 0.089 – 0.327 0.208 19. Felicium + Azalea + Wilkesiana 2 : 1 : 1 0.500 0.060 – 0.356 0.208 20. Cempaka + Azalea 1 : 1 0.500 0.034 – 0.357 0.195 21. Galinggem + Azalea 1 : 1 0.500 0.114 – 0.269 0.191 22. Felicium + Wilkesiana 1 : 1 0.500 0.087 – 0.282 0.185 23. Cempaka + Wilkesiana 1 : 1 0.500 0.019 – 0.346 0.183 24. Felicium + Azalea 1 : 1 0.500 0.007 – 0.319 0.163 25. Felicium + Maranta 2 : 1 0.750 0.087 – 0.365 0.226 26. Felicium + Kriminil Merah 2 : 1 0.750 0.078 – 0.375 0.226 27. Wilkesiana + Maranta 2 : 1 0.750 0.033 – 0.408 0.220 28. Galinggem + Kriminil merah 2 : 1 0.750 0.106 – 0.321 0.213 29. Wilkesiana + Kriminil merah 2 : 1 0.750 0.032 – 0.354 0.193

(9)

104 Jurnal Permukiman Vol. 3 No. 2 Juli 2008 NO

JENIS TANAMAN PERBAND VOLUME RIMBUN DAUN VOL.RIMBUN PER VOL.RUANG (%) PENGURANGAN POLUTAN CO (ppm) INTERVAL *) RATA² *) 30. Galinggem + Maranta 2 : 1 0.750 0.029 – 0.325 0.117 31. Cempaka + Kriminil Merah 2 : 1 0.750 0.057 – 0.291 0.174 32. Cempaka + Maranta 2 : 1 0.750 0.064 – 0.267 0.166 33. Azalea + Maranta 2 : 1 0.750 0.038 – 0.292 0.165 34. Azalea + Kriminil Merah 2 : 1 0.750 0.054 – 0.235 0.145 35. Galinggem + Azalea 1 : 1 1.000 0.156 – 0.323 0.239 36. Cempaka + Azalea 1 : 1 1.000 0.058 – 0.343 0.200 37. Galinggem + Wilkesiana 1 : 1 1.000 0.107 – 0.246 0.176 38. Cempaka + Wilkesiana 1 : 1 1.000 0.004 – 0.347 0.175 39. Felicium + Wilkesiana 1 : 1 1.000 0.049 – 0.286 0.168 40. Felicium + Azalea 1 : 1 1.000 0.021 – 0.273 0.147 KETERANGAN :

a. Sumber Nanny Kusminingrum, dkk. 1998. Pengaruh Tanaman Jalan terhadap polusi udara akibat lalu lintas kendaraan. Puslitbang jalan dan Jembatan.

b. Volume rimbun per volume ruang = perbandingan volume kerimbunan daun terhadap volume ruang yang ada.

c. Volume ruang yang ada = 2 m X 2m X 2m = 8 m³

d. *)= interval pengurangan polutan CO = nilai pendugaan selang

e. **) = nilai rata-rata dari pendugaan selang = pendugaan titik

PEMBAHASAN

Berdasarkan Tabel 1 sampai dengan 4 di atas, dapat disimpulkan sebagai berikut 1. Reduksi CO terbesar untuk :

a) Jenis pohon yaitu tanaman Ganitri (Elaeocarpus sphaericus) sebesar 81.53 % (0.587 ppm); b) Jenis perdu yaitu Iriansis (Impatien sp) sebesar 88.61 % (0.638 ppm) ;

c) Jenis semak yaitu Philoden-dron (PhilodenPhiloden-dron sp) sebesar 92.22 % ( 0.664 ppm); sertad)

tanaman gabungan, yaitu

Galinggem + Kriminil Merah

dengan perbandingan 2 : 1 sebesar 79.22 % (0.244 ppm) 2. Apabila digunakan tanaman Ga-

linggem (Bixa orellana) secara man-diri, tanaman ini hanya mampu mereduksi CO dibawah 25 %, yaitu sebesar 23.47 % (0.169 ppm) 3. Penelitian dengan tanaman

ga-bungan memberikan besaran

reduksi CO yang bervariasi antara lain tergantung dari : jenis tanaman yang digabungkan, besarnya volume rimbun daun serta % volume rimbun per volume ruang.

KESIMPULAN

Untuk meng-antisipasi atau untuk

beradaptasi terhadap

konsekwensi-konsekwensi terjadinya pemanasan

global di ruas-ruas jalan dan daerah permukiman, antara lain dapat diminimasi melalui Penanaman, dapat dipilih jenis tanaman :

 Yang sesuai dengan peruntukannya

/ tujuan penanamannya

 Berdasarkan: tingkat konsentrasi CO

yang ingin diminimasi dan tingkat produksi oksigen yang ingin dicapai

 Kemudahan mendapatkan tanaman

yang dipilih

 Kemudahan dalam pemeliharaan

(10)

Potensi Tanaman dalam …. (Nanny K.) 105

DAFTAR PUSTAKA

Ahda Imran, 2002. Penduduk Bandung Bisa Terkena Gangguan Jantung dan Pernafasan. Koran Pikiran Rakyat, tanggal 16 Juni 2002, halaman 4 kolom 1 – 5.

Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup, 1997. Agenda 21 Indonesia. Strategi Nasional untuk Pembangun-an BerkelPembangun-anjutPembangun-an

Nanny Kusminingrum, dkk. 1997. Pengaruh Tanaman Jalan terhadap Baku Mutu Lingkungan Jalan. Puslitbang Jalan dan Jembatan Nanny Kusminingrum, dkk. 1998.

Pengaruh Tanaman Jalan terhadap Polusi Udara Akibat Lalu Lintas Kendaraan. Puslitbang Jalan dan Jembatan

Environmental Assessment, DOT. UK., 1994

Soedomo, M., Dr. Ir., MSc., DEA. 2001. Pencemaran Udara. Penerbit ITB Bandung

Tania June (----). Kenaikan CO2 dan Perubahan Iklim : implikasinya terhadap Pertumbuhan Tanaman. http://members.tripod.com/buletin/ tania/tania1.htm)

Satker GERHAN Kota Bandung, 2007. Leaflet Dinas Pertamanan dan Pemakaman Kota Bandung.

WikipediaIndonesia,----. Pemanasan

Global.http://id.wikipedia.org/wiki/P emanasan_global#Penyebab pemanasan global

(11)

106 Jurnal Permukiman Vol. 3 No. 2 Juli 2008

POTENSI RUANG TERBUKA HIJAU DALAM PENYERAPAN CO

2

DI PERMUKIMAN

Studi Kasus : Perumnas Sarijadi Bandung dan Cirebon

Oleh: Elis Hastuti dan Titi Utami

Pusat Litbang Permukiman Jl. Panyaungan, Cileunyi Wetan, Kab. Bandung 40393 E-mail: elishastuti@yahoo.com

Tanggal masuk naskah : 28 Desember 2007, Tanggal revisi terakhir: 21 Mei 2008

Abstrak

Kondisi pembangunan perumahan di perkotaan yang sangat pesat cenderung meminimalkan dan melakukan alih fungsi ruang terbuka hijau (RTH). Penghijauan diperlukan untuk peningkatan kualitas ekosistem perkotaan, dengan menciptakan iklim mikro yang sehat dan nyaman melalui peningkatan luasan hijau sebagai penyerap emisi CO2 dan polutan udara.Melalui penelitian perumahan berdasarkan karakter lokasi,

aktivitas penduduk, dan potensi pengembangan RTH, maka dilakukan pemilihan sampel perumahan di Bandung dan Cirebon, yang menunjukkan perbedaan karakteristik RTH. Pendekatan analisis untuk pengembangan RTH dilakukan berdasarkan kebutuhan luasan hijau dan potensi penyerapan CO2. Di Perumnas Sarijadi, Bandung, menunjukkan tingkat

penanaman tanaman dengan luas lahan hijau per rumah sekitar 2,46 m2/orang, dengan

luas lahan hijau di setiap rumah berkisar antara 0-20 %. Sementara di Perumnas Burung-Gunung dan GSP mempunyai tingkat luasan hijau per rumah yaitu 1,02 – 1,84 m2/orang, dengan prosentasi luas lahan hijau setiap rumah sekitar 0-20 %. Di lokasi RW

08 dan RW 09, Perumnas Gunung, saat ini RTH yang ada hanya 7 -10 % dari luas kawasan dengan luasan hijau sekitar 3,33 - 4,25 m2/orang. Untuk meningkatkan kualitas

lingkungan di permukiman, maka selain peningkatan luasan hijau, juga diperlukan keanekaragaman sesuai fungsi serapan, kondisi tanah, ataupun segi sosial. Penataaan bangunan dengan rumah susun harus mulai digalakkan sehingga untuk ruang terbangun yang dialokasikan 60 % di Perumnas Sarijadi agar dapat mememuhi standar kebutuhan lahan hijau dengan minimum RTH sekitar 33 %. Sementara di Perumnas Gunung, penerapan konsep ‘roof garden’ atau penghijauan vertikal dapat menjadi alternatif untuk memenuhi kebutuhan lahan hijau penduduk dan penyerapan polutan kendaraan karena peningkatan luas RTH tidak mencukupi dari sisa lahan yang ada jika area terbangun dialokasikan 65 %, maka kebutuhan RTH mencapai lebih dari 35 %.

Kata Kunci

: Ruang terbuka hijau, perumahan

Abstract

The housing development tends to minimize the urban greenery open space, and convert to built environment. City greenery is needed in increasing healthy and comfort of urban ecosystem, including to regulate the micro climate and reduce CO2 and air pollutant

emission. In this research, housing areas in Bandung and Cirebon were selected to know the greenery characteristics and develop its design. The purposive sampling was taken with consideration on topographical differences, human activity and greenery development. This study evaluated green areas in housing built by the (perumnas) of Sarijadi, Bandung, which shows a coverage of green area of 2,46 m2/capita with

(12)

Burung-Potensi Ruang Terbuka … (Elis H. & Titi U.) 107 Gunung and GSP (Cirebon) shows a coverage of housing greenery of 1,02-1,84 m2 /cap,

with a percentage of greenery in a house of 0-20 %. In RW 08 and RW 09 Perumnas Gunung, greenery open spaces are about 7-10 % with coverage of green area 3,33 - 4,25 m2/cap. To raise the quality of environment of urban settlement, appart from increasing

greenery areas, also introducing tree varieties concerning on absorption, conservation, soil condition, utilitarian, or social functions is necessary. Therefore when built environment allocated about 60 % in Perumnas Sarijadi, it has to accompanied by greenery open space of 33 %. Beside site efficiency and horizontal greenery, the use of vertical greenery is recommended in Perumnas Gunung. When built environmen allocated 65 %, it will need the greeenery open space of more than 35 % to achieve the greenery standard.

Key Words

: Green open space, housing

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Dampak perubahan iklim global dapat dirasakan diIndonesia akibat meningkat-nya aktifitas yang mengemisikan Gas Rumah Kaca (GRK) serta deforestasi yang telah mengurangi kemampuan hutan dalam menyerap karbon dioksida (CO2). Karbon dioksida merupakan gas

terpenting dalam meningkatkan efek rumah kaca, dimana pada tahun 1994, 83% peningkatan radiasi gas rumah kaca disebabkan oleh CO2, 15 % oleh

methana dan sisanya N2O, NOx dan CO

(KLH, 2001).

Kondisi pembangunan perumahan di perkotaan yang sangat pesat cenderung untuk meminimalkan ruang terbuka hijau (RTH). Pelaksanaan penghijauan di perkotaan Indonesia pun yang pada umumnya dibatasi oleh padatnya bangunan, dan tidak memperhatikan kondisi tanah dan keanekaragaman tanaman. Kurangnya kebijakan Peme-rintah Daerah dan kesadaran masyarakat yang masih rendah akan pengelolaan RTH menyebabkan banyaknya alih fungsi RTH di permukiman perkotaan (Tamin, 2005). Kondisi demikian dapat mengganggu keseimbangan ekosistem perkotaan akibat menyebabkan

meningkat-nya suhu udara di perkotaan, serta pencemaran udara. Kehadiran zat zat pencemar di udara dapat tersebar meluas dan terkumpul dalam berbagai konsentrasi di suatu tempat yang merupakan hasil pengaruh berbagai faktor yaitu sumber emisi, karakteristik zat, kondisi meteorologi, klimatologi, topografi dan geografi. Akumulasi GRK di perkotaan menyebabkan beberapa faktor meteorologis telah mengalami perubahan dalam sirkulasi udara yang terjadi akibat perubahan karakteristik pemanasan pada permukaan, perubahan

penyinaran/kecepatan angin serta

meningkatnya intensitas gumpalan

panas.

UntukAmengantisipasiAdana meminim-kan dampak dari perubahan iklim, maka diperlukan upaya untuk menstabilkan konsentrasi CO2 dengan memperluas

CO2 Sink alami dengan penghijauan di permukiman (Sarmiento,2003). Keberada-an gas CO2 dan polutan di udara,

menuntut bahwa fungsi penghijauan di perumahan ditekankan sebagai penyerap

CO2, penghasil oksigen, penyerap

polutan (logam berat, debu, belerang), peredam kebisingan, penahan angin dan

peningkatan keindahan (PP RI

no.63/2002). Penelitian berlokasi di Bandung dan Cirebon sesuai dengan

(13)

108 Jurnal Permukiman Vol. 3 No. 2 Juli 2008

karakter perubahan lingkungan yang

berbeda, sebagai akibat proses

perkembangan kota yang berperan dalam meningkatkan dampak perubahan iklim mikro maupun makro. Disain penghijauan dalam peningkatan CO2

Sink di perumahan sangat diperlukan dengan peningkatan penghijauan sesuai fungsi, kondisi tanah, ataupun segi sosial untuk memenuhi persyaratan keseimbangan lingkungan antara ruang terbangun dan ruang terbuka secara

proposional pada suatu kawasan

lingkungan kota.

Tujuan

Tujuan penulisan ini adalah untuk mengevaluasi kondisi penghijauan dan potensinya sebagai penyerap emisi CO2

serta menyusun arahan pengembangan penghijauan dalam kaitannya untuk meningkatkan fungsi penghijauan di lingkungan permukiman.

Tinjauan Teoritis

Secara umum bentuk RTH dapat berupa lahan kawasan hutan atau lahan non Kawasan Hutan seperti taman, jalur

hijau, lahan pekarangan, kebun

campuran atau penghijauan di atap dan disamping bangunan. Menurut

Depar-temen Kehutanan dan Peraturan

Pemerintah PP No. 63/2002, RTH dapat dikategorikan ke dalam hutan kota, yakni suatu hamparan lahan yang

bertumbuhan pohon-pohon yang

kompak dan rapat di dalam wilayah perkotaan baik pada tanah negara maupun tanah hak, yang ditetapkan sebagai hutan kota oleh pejabat yang berwenang. karakteristik penghijauan di perumahan disarankan : pohon-pohon dengan perakaran kuat, ranting tidak mudah patah, daun tidak mudah gugur serta pohon-pohon penghasil bunga /buah /biji yang bernilai ekonomis. Selain itu akar yang menghujam ke

dalam tanah akan tahan terhadap terpaan angin yang besar, memiliki kerapatan daun yang cukup, hingga 50 - 60 %, tinggi dan lebar jalur hutan kota cukup besar, sehingga dapat melindungi wilayah yang diinginkan dengan baik

(Grey and Deneke, 1978,Zoeraini, 2003).

Peranan tumbuhan hijau sangat

diperlukan untuk menjaring CO2 dan

melepas O2 kembali ke udara. Namun

tumbuhan juga melakukan respirasi dengan melepaskan CO2 tetapi bukti

menunjukkan bahwa CO2 yang

terbentuk dapat digunakan dalam fotosintesis. Pada keadaan yang menguntungkan, proses fotosintesis terjadi cukup tinggi, sehingga tumbuhan menghasikan oksigen jauh lebih banyak

daripada yang dipakainya, dan

menggunakan CO2 lebih banyak

(Sutarmi, 1983). Setiap tumbuhan mempunyai karakteristik yang berbeda dalam mengabsorpsi gas-gas tertentu di udara, sehingga dapat merupakan

penyangga yang baik terhadap

pencemaran udara. Pemilihan jenis tanamanpun dapat disesuaikan, selain sebagai penyerap CO2 juga penyerap

polutan lainnya, selain dapat

melambangkan kekhasan daerah, akan tetapi harus memperhatikan kondisi lingkungan atau tanah setempat juga dari segi sosial (Green for life, 2003). Penentuan Luas RTH

Besaran luas RTH kota agar dapat memenuhi persyaratan keseimbangan dapat dihitung berdasarkan beberapa pendekatan sbb:

1) Kebutuhan RTH kota ditetapkan berdasarkan luasan kota, jumlah penduduk dengan segala aktifitas yang terjadi dan aspek aspek lain

berdasarkan pada pemenuhan

ruang ruang kota lain. Menurut KTT Bumi di Rio de Janeiro bahwa

(14)

Potensi Ruang Terbuka … (Elis H. & Titi U.) 109

alokasi lahan terbuka hijau untuk suatu kawasan perkotaan adalah 30 % dari luas kota.

2) Menurut SNI 1733-2004, kebutuh-an luas lahkebutuh-an RTH berdasarkkebutuh-an kapasitas pelayanan dan jumlah penduduk adalah:

a) taman untuk unit RT  250

penduduk, standar 1 m2/

penduduk.

b) taman untuk unit RW  2.500 penduduk, standar 0,5 m2/

penduduk

c) taman dan lapangan olah raga untuk unit kelurahan  30.000 penduduk, standar 0,3 m2/

penduduk.

d) taman dan lapangan olah raga untuk unit kecamatan 120.000 penduduk, standar 0,2 m2/

penduduk.

e) jalur hijau seluas 15 m2

/penduduk.

3) Secara umum dibutuhkan ± 17,3 m2/jiwa untuk memenuhi kebutuh-an RTH kota (KLH, 2001). Bila mengacu pada kepmen PU no 378 tahun 1987, maka kebutuhan RTH perkotaan adalah :

 Fasilitas umum (kawasan hijau)

adalah 2,3 m2/jiwa

 Penyangga lingkungan kota

(ruang hijau) adalah 15 m2/jiwa

 Mempunyai akses RTH pada

jarak < 300 m dari tempat tinggal

 Mempunyai akses RTH dengan

luasan 20 ha pada jarak 2 km dari rumah, akses terhadap luas RTH 100 ha pada jarak 5 km dan akses terhadap luas RTH 500 ha pada jarak 10 km

dari rumah (Selman, 2000

Kepmen PU 1987, KLH, 2001) 4) Berdasarkan kemampuan tanaman

dalam serapan CO2, mereduksi

CO2 :

a. Menurut Tome, 2005, satu hektar daun-daun hijau dapat menyerap 8 kg CO2 per jam

atau 0,8 gr/m2/jam, yang

setara dengan CO2 yang

dihembuskan manusia sebanyak 200 orang dalam waktu yang sama.

b. Tanaman dapat menyerap 200 ton/ha/ tahun (2,8 gr/m2/jam)

METODOLOGI

Metoda Pengumpulan Data

Pemilihan sampel dilakukan secara sengaja (purposive sampling) dengan tujuan membedakan perumahan di dataran tinggi dan dataran rendah, serta mempunyai aktivitas penduduk yang bervariasi, terbuka akan lalu lintas umum, berdekatan dengan sumber

penyerap CO2 alami. Penelitian

dilakukan di RW 07 Perumnas Sarijadi, RW 08-09 Perumnas Gunung Cirebon, dengan pengumpulan data sbb : - Penentuan luas RTH/rumah diperoleh

dari pengukuran langsung di masing masing perumahan lokasi survei dengan pengamatan 100 rumah setiap lokasi. Sementara luas RTH kawasan diperoleh dari pengukuran dari denah kawasan perumahan di lokasi survei. - Jenis tanaman dikelompokkan dalam

kategori tanaman penutup, hias, perdu, dan pohon, yang diamati di lahan hijau pekarangan, jalur hijau dan taman kawasan.

Metoda Analisis

Pendekatan disain penghijauan di perumahan dalam mereduksi emisi CO2,

memenuhi persyaratan keseimbangan lingkungan antara ruang terbangun dan ruang terbuka secara proposional pada suatu kawasan, adalah sbb:

(15)

110 Jurnal Permukiman Vol. 3 No. 2 Juli 2008

- Kebutuhan luas lahan ruang terbuka

hijau berdasarkan kapasitas pelayan-an sesuai jumlah penduduk menurut SNI 1733 dan memenuhi kebutuhan RTH kota yaitu 17,3m2/jiwa untuk

(KLH, 2001).

- Pencapaian luas RTH menggunakan

luasan hijau tajuk (LAI/Leafes Area Index) (KLH, 2001)

- Perkiraan kemampuan rata rata

penyerapan CO2 perrumah/kawasan,

berdasarkan volume kerimbunan daun dan luasan hijau. Metoda perhitungan berdasarkan bentuk tajuk pohon, c/ untuk tajuk bola :  Asumsi jumlah rata rata perkiraan

diameter horizontal dan vertikal

 Perhitungan volume bola

kerimbun-an daun (4/3пr3)

 Asumsi % volume kerimbunan  Volume kerimbunan = volume

bola kerimbunan x % volume kerimbunan

 Perkiraan kemampuan tanaman dalam mereduksi CO2

HASIL DAN ANALISIS

1. Karakterisitk Penghijauan

Perum-nas Sarijadi dan

Gunung-Burung-GSP

Studi dilakukan di Perumnas

Sarijadi, Bandung dan Perumnas Burung-Gunung dan GSP, Cirebon, sebagai contoh kasus permukiman pada dataran tinggi dan dataran rendah. Karakteristik penghijauan ditinjau dari luas lahan hijau kawasan dan kapling serta luasan hijau per orang, disajikan pada tabel berikut:

Tabel 1. Luas Lahan Hijau

Lokasi Kawasan (ha) (mRTH 2) rumah (m2) Kawasan pddk

Luas Lahan Hijau m2/orang Kawasan Rumah

Sarijadi 80 2000 84 – 112 12897 4.12 2,46

Griya Suniaraji Permai (GSP) 13 182,5 60 – 120 2718 1.98 1,02

Perumnas Burung-Gunung 31 1015 60 -140 27487 2.29 1,84 Sumber : Hasil survei dan analisis, 2004-2005

Pengendalian pencemaran udara ambien di kawasan Sarijadi sangat penting karena terlalui oleh transportasi umum. Sementara komposisi tanaman banyak didominasi tanaman hias dan perdu. Tanaman keras yang terdapat di setiap

rumah terutama didominasi oleh

tanaman buah-buahan. Tanaman dalam pot banyak mendominasi di perumnas Sarijadi karena lahan yang seharusnya

menjadi taman telah banyak diperkeras untuk lahan parkir.

Kecenderungan penduduk di perumahan Sarijadi dengan tingkat penanaman tanaman yaitu dengan luas lahan hijau per rumah sekitar 2,46 m2/orang,

sedangkan luas lahan hijau di kapling berkisar antara 0-20 % (gambar 1).

(16)

Potensi Ruang Terbuka … (Elis H. & Titi U.) 111 Gambar 1. Prosentase Luas lahan Hijau per rumah

Perumnas Burung-Gunung dan GSP mempunyai tingkat penanaman ta-naman per rumah yaitu 1,02 – 1,84 m2

/orang, dengan dominan prosentasi luas lahan hijau setiap rumah sekitar 0-5 % dari luas total. Standar lahan hijau yang ada masih memenuhi kebutuhan standar lahan hijau yang dibutuhkan untuk kebutuhan lahan hijau tingkat RT (1 m2/orang).

Sementara kebutuhan lahan hijau tingkat kawasan belum memenuhi standar sehingga kemampuan pe-nyerapan CO2 rendah dan kurangnya

ke-anekaragaman tanaman yang mampu

mengantisipasi polusi udara atau suhu udara yang panas akibat padatnya bangunan, iklim lokal atau pergerakan

transportasi lokal. Terutama di

perumnas Burung dengan aktivitas transportasi yang tinggi sehingga peningkatan kerimbunan dan luasan lahan hijau sangat dibutuhkan.

Pada gambar 2, menunjukkan

rendahnya areal bervegetasi di

perumahan GSP sehingga potensi penyerapan CO2 pun lebih rendah dari

lokasi lain.

Sumber: hasil survei dan analisis, 2004-2005

Gambar. 2 Potensi Pernyerapan CO2 di Kawasan dan Kapling

GSP Gunung Sarijadi -Burung 0 1 20 30 40 50 60 70 RTH kapling (%) 0 – 5 36.08 55.70 60.67 5 – 10 25.77 18.99 22.47 10-20 35.05 20.25 14.60 > 20 3.09 5.06 2.25 Sarijadi GSP P. ung/Burung 0 2000 4000 6000 8000 10000 12000 1.19 2.18 4.70

kerimbunan per kapling(m3)

CO2 sera pan d i kawasan (t on/thn ) 0 10 20 30 40 50 60 45.63 24.36 102 Kerimbunan di kawasan (m3) CO2 sera pan d i kapling ( to n/thn) kawasan kapling

(17)

112 Jurnal Permukiman Vol. 3 No. 2 Juli 2008

2. Arahan Disain Penghijauan a. Lokasi RW 07 Perumnas

Sarijadi

Di lokasi RW 07 Perumnas Sarijadi memiliki aktivitas penduduk yang

bervariasi, kawasan terbuka lalu lintas umum, berdekatan dengan sumber

penyerap CO2 alami. Karakteristik

penghijauan di dua lokasi RW di Sarijadi dan Cirebon tertera tabel 2.

Tabel 2. Identifikasi dan Arahan Disain Penghijauan Bandung (Perumnas Sarijadi-RW 07)

No Parameter eksisting % Alt 1 % Alt 2 %

1 Luas (ha) 9.52 9.52 9.52

2 Jumlah penduduk 1570.00 1630.00 1630.00

3 RTH Kawasan

a. luas (m2) 454.00 0.48 11517.00 12.10 11935.00 12.54

- luas taman RW , m2 785.00 785.00

- luas taman per RT , m2 166.00 151.50 203.75

- jalur hijau, m2 288.00 9520.00 9520.00 b. luasan/orang (m2/orang) 0.29 1209.77 1253.68 c. jml pohon 155.72 438.63 459.93 - taman RW 77.86 40.00 40.00 - per taman RT 8.46 7.72 10.38 - dijalur hijau 10.19 336.87 336.87 d. akses terhadap RTH (m) 1-100 1 - 500 1 - 500 e. Serapan CO2 (kg/th) 14634.87 242133.41 250921.44 4 RTH Kapling a. luas rumah(m2) 84-120 90.00 45-90 b. jumlah rumah/unit 361.00 303.00 376.00 c. Luas perkerasan 92016.35 96.62 50075.20 52.60 43030.40 45.20

d. rata rata luasan rth (%) 0-15 35.31 42.27

e. luasan/ orang (m2/org) 1.76 20.62 24.68

f. luas total rth, m2 2761.65 2.90 33607.80 35.30 40234.60 42.26

g. jumlah pohon

- per kapling 0.39 5.65 5.45

- total kapling 140.72 1712.50 2050.17

h. Serapan CO2 (kg/th) 19353.64 942093.85 1127856.31

5 RTH kawasan & kapling

a. total luas (m2) 3215.65 3.38 45124.80 47.40 52169.60 54.80

b. jumlah pohon 296.44 2151.13 2510.10

c. luasan per orang (m2/org) 2.05 27.68 32.01

d. serapan CO2 (kg/th) 33988.51 1184227.26 1378777.75

Catatan ; standar taman unit rw = 0,5 m2/org serapan CO2 = 0,8 gr/m2/jam

standar taman unit rt = 1 m2/org standar luas/jiwa( kepmen PU) = 17,3 m2/org standar jalur hijau = 15 m2/org lempeng pohon = 5-20 m

Sejalan dengan penerapan konsep Pembangunan Bandung sebagai kota Jasa, maka untuk peningkatan kualitas ekosistem perkotaan yang sehat dan nyaman, maka selain luas kawasan hijau yang perlu ditingkatkan juga jenis tanaman sebaiknya disesuaikan dalam

penyerapan polutan udara. RTH

kawasan hanya tersedia 3 %. Alih fungsi

RTH memang banyak dilakukan

terutama sekitar lokasi tangki septik komunal dan sempadan sungai. Lokasi

studi yang berada di kawasan resapan air seharusnya memiliki lahan dengan tanaman yang dapat menyerap air disamping fungsinya sebagai pengatur iklim mikro. Maka arahan penataan lebih penggunaan bangunan rumah tingkat sehingga untuk penggunaan lahan bangunan yang dialokasikan 60 % dapat mememuhi standar kebutuhan lahan hijau apabila minimum RTH 33 %. Perumnas Sarijadi dengan pola jalan yang memungkinkan banyak terlewati

(18)

Potensi Ruang Terbuka … (Elis H. & Titi U.) 113

kendaraan umum dengan kecepatan sedang maka kemungkinan pencemaran partikel timbal dan NO tinggi. Hasil survei menunjukkan perkerasan di RW 07 telah melebihi 90 % dan lahan hijau

b. Lokasi RW 08 Perumnas

Gunung

Kawasan penghijauan di kawasan perumnas Gunung semakin berkurang baik sebagai taman kawasan ataupun jalur hijau. Ruang terbuka yang dialokasikan sebagai ruang hijau pada awalnya telah tertutup sebagian untuk fasilitas umum seperti parkir, posyandu, gedung RW atau mesjid. Demikian pula

dengan ruang terbuka kapling,

umumnya diperkeras untuk memperluas teras bangunan atau menjadi tempat usaha. Namun keterbatasan lahan yang ada di kapling rumah atau kawasan tidak membatasi masyarakat perumnas gunung dalam minatnya terhadap tanaman. Penanaman banyak dilakukan

dengan mengambil lahan jalan untuk jalur hijau, atau menggunakan pot.

Keanekaragaman tanaman di

perumahan banyak dijumpai, tanaman produktif seperti mangga lebih disukai ditanam juga tanaman perdu dan hias. Secara umum bentuk RTH dapat berupa lahan kawasan hutan atau lahan non Kawasan Hutan seperti taman, jalur

hijau, lahan pekarangan, kebun

campuran atau penghijauan di atap dan disamping bangunan. Di lokasi survei RW 08, kebutuhan peningkatan luas dan

keanekaragaman tanaman sebagai

penyerap CO2 dan polutan-polutan udara

lainnya, sangat dibutuhkan karena kawasan dilalui kendaraan umum dan berdekatan dengan aktivitas pasar. Seperti pada tabel 3, saat ini RTH yang ada hanya 7 % dari luas kawasan dengan luasan per orang sekitar 4,25 m2/orang.

Tabel 3. Identifikasi dan Arahan Disain Penghijauan Cirebon (Perumnas Gunung, RW 8)

No Parameter eksisting % Alt 1 % Alt 2 %

1 Luas (ha) 5.47 5.47 5.47

2 Jumlah penduduk 1308.00 1308.00 1457.00

3 RTH Kawasan

a. luas (m2) 1574.20 2.88 13897.50 25.41 12566.63 22.98

- luas taman RW , m2 0.00 654.00 728.50

- luas taman per RT , m2 0.00 163.50 182.13

- jalur hijau, m2 0.00 13080.00 11656.00 b. luasan/orang (m2/orang) 2.64 2541.23 2297.88 c. jml pohon 562.82 523.82 - taman RW 33.32 37.12 - per taman RT 8.33 9.28 - dijalur hijau 462.85 412.46 d. akses terhadap rth (m) 1 - 500 1 - 500 e. Serapan CO2 (kg/th) 8239.75 292181.04 264200.72 4 RTH Kapling a. luas rumah(m2) 200.00 35547.20 21875.20 b. jumlah rumah/unit 324.00 273.00 364.00 c. Luas perkerasan 51752.80 91.20 35547.20 65.00 21875.20 40.00

d. rata rata luasan rth (%) 0-20 10.00 40.00

e. luasan per orang (m2/org) 4.94 4.01 9.01

f. luas total rth di kapling, m2 3240.00 5.92 5243.30 9.59 13125.12 37.02

g. jumlah pohon

- per kapling 1.02 0.98 1.84

- total kapling 165.10 267.17 668.80

h. Serapan CO2 (kg/th) 308847.97 146980.19 367923.36

5 RTH kawasan dan kapling

a. total luas (m2) 4814.20 8.80 19140.80 35.00 25691.75 46.98

(19)

114 Jurnal Permukiman Vol. 3 No. 2 Juli 2008

No Parameter eksisting % Alt 1 % Alt 2 %

c. luasan per orang (m2/org) 7.58 14.63 17.63

d. serapan CO2 (kg/th) 317087.72 439161.23 632124.09

catatan : standar taman unit rw = 0,5 m2/org serapan CO2 = 0,8 gr/m2/jam

standar taman unit rt = 1 m2/org standar luas/jiwa( kepmen PU) = 17,3 m2/org standar jalur hijau = 15 m2/org lempeng pohon = 5-20 m

Melalui penataan bangunan dan

penerapan rumah susun, maka lahan terbuka akan bertambah. Pada tabel 3 tersebut, alokasi lahan minimum untuk taman di RW atau RT sebagai kawasan yang didisain sesuai kebutuhan.Jumlah

pohon dan keanekaragamannya

disesuaikan dengan lokasi RTH dan memperhatikan pula aspek sosial setempat. Acuan luasan dan kriteria disain diatas, dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam disain proyeksi,

terutama untuk memperkirakan

kemampuan kawasan dalam serapan emisi CO2 dan kebutuhan lahan hijau

penduduk baik sebagai produksi O2 atau

penyerap polutan sekitarnya.

Pada tabel 3, jika area terbangun dialokasikan lebih dari 60 %, maka kebutuhan RTH akan lebih dari 35 % untuk memenuhi standar 17,3 m2/orang.

Oleh karena itu penerapan penghijauan vertikal dapat menjadi alternatif untuk memenuhi kebutuhan lahan hijau.

KESIMPULAN DAN SARAN

1. Meningkatkan proses penangkapan CO2 secara alamiah sangat penting

untuk mendukung upaya reduksi gas rumah kaca dan polutan udara lainnya. Pada umumnya kebutuhan lahan hijau per kapling di lokasi Perumnas Sarijadi dan Gunung telah memenuhi standar RTH, namun secara kawasan belum memenuhi standar.

2. Alokasi lahan minimum untuk taman di RW atau RT sebagai kawasan penyangga, serta RTH di

kapling, dapat didisain sesuai kebutuhan ruang hijau per orang. Sementara itu kebutuhan jumlah pohon dan keanekaragamannya disesuaikan dengan luasan, fungsi

yang ingin dicapai, aspek

hortikultura/fisik dan sosial.

3. Penerapan konsep ‘roof garden’ atau penghijauan vertikal sangat penting untuk Perumnas Gunung, sebagai alternatif RTH.

DAFTAR PUSTAKA

Green for Life, 2003. www.wwf.or.id Heriansyah, Ika, Potensi Hutan Tanaman

Industri Dalam Mensequester

Karbon-Studi Kasus di Hutan

Tanaman Akasia dan Pinus,

Vol.3/XVII/Maret, Iptek, 2005. Irwan, Djamal, Zoeraini, Msi, Ir, Dr,

Prof, Prinsip Prinsip Ekologi dan Organisasi Ekosistem, Komunitas dan Lingkungan, Sinar Grafika Offset, Jakarta, 2003.

KLH, 2001. Kebijakan dan Strategi Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau, Jakarta

Sarmiento, L., Jorge and Gruber, Nicolas, Sinks for Anthropogenic Carbon, American Institute of Physics, Physics Today, 2003. Tjitrosomo, Sutarmi, Siti, H., Ir, MSc, Dr,

Prof, Botani Umum, Angkasa, Bandung, 1983.

Tamin, D, Ridwan, dan Poernomo, B., Heirma, Udara Perkotaan dalam

Pembangunan Kota yang

berkelanjutan, Subur Printing,

(20)

Pengaruh Emisi Co2 dari .... (Siti Zubaidah K.) 137

PENGARUH EMISI CO

2

DARI SEKTOR PERUMAHAN PERKOTAAN

TERHADAP KUALITAS LINGKUNGAN GLOBAL

Oleh:

Siti Zubaidah Kurdi

Pusat Litbang Permukiman Jl. Panyaungan, Cileunyi Wetan Kab.-Bandung 40393 E-mail: zkurdi@bdg.centrin.net.id

Tanggal masuk naskah : 18 Desember 2007, Tanggal revisi terakhir: 03 September 2008

Abstrak

Pembangunan perumahan telah menyumbang emisi gas rumah kaca khususnya gas CO2 dalam jumlah yang cukup besar. Emisi CO2 yang ditimbulkan secara langsung

maupun tidak langsung antara lain berasal dari energi yang digunakan untuk berbagai aktivitas yang dapat dikelompokan dalam aktivitas domestik, transportasi, limbah padat dan cair dan bahan bangunan untuk hunian dan sarana dan prasarana lingkungan. Perubahan alih fungsi lahan juga berpengaruh terhadap timbulan gas CO2. Pepohonan, kawasan hijau dan badan air berfungsi negatif terhadap CO2 karena

berfungsi sebagai zink gas tersebut. Pengembangan rumah melebihi Koefisien Dasar Bangunan (KDB) menurunkan kenyamanan lingkungan dan meningkatkan emisi CO2.

Tulisan ini membahas jumlah emisi CO2 yang ditimbulkan oleh pembangunan suatu

lingkungan perumahan perkotaan. Metoda analisis deskriptif dan eksploratif digunakan untuk mengidentifikasi faktor-faktor penentu emisi CO2. Hasil penelitian menunjukan

bahwa makin banyak rumah yang dikembangkan makin banyak gas yang teremisikan. Emisi gas CO2 terbesar berasal dari energi listrik yang digunakan untuk kegiatan

domestik. Kenyamanan lingkungan perumahan akan dicapai apabila dapat terjadi keseimbangan antara gas yang timbul dan daya serap lingkungan. Salah satu usaha penurunan emisi CO2 dapat dilakukan melalui perencanaan dan perancangan

bangunan dan kawasan.

Kata kunci

: emisi karbondioksida, pemanasan global, perkotaan, perumahan dan permukiman

Abstract

Housing contruction contributes CO2 in a significant amount. The direct and indirect

emission of this gass draw from domestic activity, transportation, liquid and hard waste and building material for houses and infrastructure. Land convertion is also generates the CO2. However, plans, greeneries and water bodies are the CO2 sinks. A house that is

extented over the standard of building coverage will degrade the environment, since the living areas become inconvinience and increase the CO2 emission. This paper discusses

the amount of CO2 emitted from urban housing construction. Descriptive and explotative

are the methodes that utilized to identify determinant factors of CO2 emission. The result

shows that the more new houses the more CO2 will be emited. The most emission derives

from electricity needed for domestic activities. Better living environment can be generate if we can create a balance condition between the gasses producer and the absorber. Planning and design of housing, settlement areas and other land purposes are considered to be the tools to reduce CO2 emission.

Keywords:

carbondioxide emission, global warming, urban areas, housing and settlements

(21)

138 Jurnal Permukiman Vol. 3 No. 2 Juli 2008

PENDAHULUAN

Perubahan iklim dan kenaikan

temperatur udara secara global akibat Gas Rumah Kaca (GRK) adalah sebuah fenomena yang secara luas dimengerti dapat berpengaruh pada kehidupan manusia dan mahluk hidup lainnya. Gas Rumah Kaca antara lain terdiri dari CO2,

CH4, N2O, PFC, HFC, SF6 dan uap air.

Volume gas CO2 di dalam GRK

menempati urutan kedua setelah uap air. Gas CO2 merupakan gas penyebab

terpenting efek rumah kaca yang umumnya dihasilkan dari pembakaran bahan bakar fosil untuk transportasi, memasak, pembangkit listrik, industri, dll. Aktivitas peternakan, pertanian, kehutanan, dan perubahan tata guna lahan juga menjadi sumber lain dari GRK. Dalam Protokol Kyoto telah dibuat kesepakatan antar negara-negara yang

peduli dengan lingkungan untuk

menjaga laju penambahan konsentrasi emisi GRK khususnya CO2 dan gas-gas

lain bahwa sebelum tahun 2012 jumlah emisi CO2 total perlu dikurangi sebesar

5,2 persen dari jumlah pada tahun 1990. Perkembangan kegiatan manusia atau antropogenik telah meningkatkan jumlah

emisi CO2 yang diakibatkan oleh

banyaknya jumlah bahan bakar yang digunakan secara langsung maupun tidak langsung. Pada tahun 2002, The Inter-governmental Panel on Climate Change (IPCC) mengeluarkan The Third Assesment Report yang menyatakan bahwa pemanasan global disebabkan oleh ulah manusia, dan diperkirakan akan terjadi peningkatan suhu global antara 1,4 sampai 5,8 derajat celcius pada abad ini. Hal ini berdasarkan pada bukti baru dan kuat hasil pengamatan selama lima puluh tahun terakhir. Meningkatnya suhu dan pencemaran udara banyak mengakibatkan perubahan

pada ekosistem perkotaan. Kehadiran zat-zat pencemar di udara dapat tersebar meluas dan terkumpul dalam berbagai konsentrasi di suatu tempat

yang merupakan hasil pengaruh

berbagai faktor yaitu sumber emisi, karakteristik zat, kondisi meteorologi, klimatologi, topografi dan geografi (Sudomo, 1999).

Aktivitas manusia berkaitan erat dengan energi yang dapat bersumber dari apa saja. Makin banyak aktivitas yang dilakukan manusia makin besar jumlah energi yang dibutuhkan. Energi sangat berperan dalam kehidupan manusia. Penggunaan energi yang berlebihan mempunyai dampak negatif yaitu

meningkatkan jumlah emisi CO2.

Menurut para ahli, emisi CO2 yang

berlebihan dapat menyebabkan

kerusakan lingkungan. Kejadian yang telah terasa saat ini adalah bergesernya siklus musim dan meningkatnya panas bumi.

Tulisan ini membahas tentang besaran faktor-faktor perumahan perkotaan yang

berpengaruh terhadap emisi CO2.

Pembahasan ini dimaksudkan sebagai rona awal yang dapat digunakan sebagai penelitian selanjutnya yaitu mencari alternatif perencanaan dan perancangan perumahan rendah emisi CO2 sekaligus

juga hemat energi. Diharapkan

pembahasan ini dapat menggambarkan

problem lingkungan di sektor

perumahan dan permukiman yang

dihadapi kawasan perkotaan di

Indonesia dan upaya yang mungkin dilakukan sebagai kontribusi perbaikan lingkungan secara lokal yang dapat berdampak pada perubahan iklim global.

(22)

Pengaruh Emisi Co2 dari .... (Siti Zubaidah K.) 139

TINJAUAN PUSTAKA

- Perumahan dan emisi CO2

Selain sebagai salah satu kebutuhan

dasar manusia, perumahan dan

permukiman berfungsi strategis di dalam

mendukung terselenggaranya

pendidikan dan upaya membangun

manusia Indonesia seutuhnya.

Pembangunan perumahan dan

permukiman merupakan kegiatan yang diprogramkan sebagai bagian dari proses pembangunan berkelanjutan. sehingga perlu dukungan sumber daya alam dan sumber daya buatan yang tepat dan memadai.

Perumahan dan permukiman yang ramah lingkungan telah menjadi utopia

bersama. Masyarakat perkotaan

cenderung menggunakan energi lebih banyak, sehingga akan mempercepat kerusakan lingkungan. Dalam rangka

memberikan kontribusi terhadap

Pemecahan Masalah Lingkungan Dunia di bidang perkotaan diperlukan adanya citra perkotaan masa depan abad 21 atau ”future urban image-2100” di

negara berkembang yang

perencanannya memperhatikan emisi CO2.

Dalam rangka menunjang pembangunan berkelanjutan maka setiap perencanaan perumahan dan permukiman harus

mempertimbangkan keseimbangan

terpadu dalam memanfaatkan sumber daya yang ada dan terbatas dan

berbasis rendah emisi CO2.

Penyediaan perumahan dan

permukiman berdampak terhadap

timbulan emisi CO2. Hal ini terjadi mulai

dari penyediaan lahan dimana terjadi peralihan fungsi lahan hijau karena pohon dan tetumbuhan menyerap CO2

dan menghasilkan oksigen (Sabilal Fahri: 2004). Menurut Sudomo (1999), masak memasak adalah aktivitas rumah tangga terpenting yang menimbulkan emisi zat pencemar. Lebih jauh, Gambar 1. memperlihatkan kondisi di Indonesia tahun 2004 dimana sekitar 39% dari emisi CO2 total adalah akibat

dari listrik untuk rumah tangga (Statistik PLN, 2003).

Industri konstruksi termasuk salah satu industri yang banyak mengkonsumsi energi dan menghasilkan emisi sehingga industri konstruksi perlu mendapat perhatian. Studi tentang estimasi emisi CO2 pada bangunan rumah tinggal telah

dilakukan oleh Seo dan Hwang (2001). Temuannya menunjukan bahwa emisi CO2 dihasilkan sejak tahap manufaktur

bahan bangunan, pelaksanaan

konstruksi, penggunaan bangunan oleh penghuni dan demolisi bangunan (Gambar 2). Hal ini diperkuat oleh Kobayashi (2004) yang mengemukakan bahwa 1/3 jumlah konsumsi energi di seluruh dunia dibutuhkan oleh sektor pembangunan baik perumahan maupun pekerjaan umum sipil.

(23)

140 Jurnal Permukiman Vol. 3 No. 2 Juli 2008 Energi terjual per kelompok pelanggan th.2004 (MVA)

39% 40% 15% 2% 2% 2% Rumah Tangga Industri Bisnis Sosial GD. Kantor Pemerintahan Penerangan Jln Umum Sumber: Statistik PLN 2005

Gambar 1. Komposisi Penggunaan Listrik untuk Berbagai Kegiatan

Manufaktur material

bangunan Konstruksi Penggunaan Demolisi

Energi Energi Energi Energi

CO2 CO2 CO2 CO2

Sumber: Seo dan Hwang 2001

Gambar 2 Kalkulasi CO2

Studi-studi di atas dapat menunjukan

besarnya kontribusi penyediaan

perumahan dan permukiman. Untuk mengetahui besaran CO2 pada

tahap-tahap tersebut maka seyogyanya

diketahui faktor-faktor yang

mempengaruhinya. Pada tulisan ini hal yang akan ditelaah dibatasi pada saat konstruksi dan penggunaan bangunan. Hal yang diperhitungkan pada saat

konstrusi adalah jumlah bahan

bangunan yang digunakan untuk lantai, dinding dan atap yang proses

pembuatannya dilakukan dengan

pembakaran. Sedangkan pada tahap penghunian adalah memperhitungkan jumlah energi yang dibutuhkan untuk melakukan kegiatan sehari-hari di dalam rumah (domestik) dan transportasi untuk menunjang kegiatan di luar rumah.

- Sink dari CO2

Pada dasarnya ada dua elemen utama yang dapat menurunkan CO2 secara

alami, yaitu penghijauan dan badan air seperti sungai atau danau. Penghijauan dapat berupa hutan kota, jalur hijau, taman kota, kebun dan halaman

(24)

Pengaruh Emisi Co2 dari .... (Siti Zubaidah K.) 141

berfungsi sebagai salah satu langkah

pengendalian pencemaran udara

ambien. Tanam-tanaman akan

menyerap CO2 dalam proses

photosynthesis. Sedangkan kolam air

atau danau dan sungai dapat

mengabsorpsi CO2 dan berfungsi

sebagai bak pencucian (sink) yang besar.

Fungsi penghijauan di perumahan

ditekankan sebagai penyerap CO2,

penghasil oksigen, penyerap polutan (logam berat, debu, belerang), peredam

kebisingan, penahan angin dan

peningkatan keindahan (PP RI

No.63/2002). Adapun faktor faktor yang berpengaruh terhadap potensi reduksi zat pencemar dan adalah daerah hijau,

jenis tanaman, kerimbunan dan

ketinggian tanaman. Menurut Read (2001), penghijauan dunia dan tanah telah mampu menyerap sekitar 40% dari total CO2 dari aktivitas manusia.

Diperkirakan angka ini akan menurun drastis menjadi 25% pada tahun 2050

karena banyaknya praktek-praktek

penyalahgunaan hutan dan pola bertani.

Perkiraan kerugian yang harus

ditanggung masyarakat Indonesia pada tahun 2070 akibat dampak perubahan iklim adalah 10 rupiah dari setiap 100 rupiah pendapatan penduduk Indonesia (Sari, 2001)

METODOLOGI

Sumber emisi yang diperhitungkan adalah emisi antropogenik, yaitu emisi CO2 yang berkaitan dengan aktifitas

manusia. Adapun emisi yang berasal dari kegiatan non-antropogenik misalnya respirasi tumbuhan tidak termasuk dalam lingkup kajian ini.

- Metoda Pengumpulan Data

Penelitian dilakukan di kawasan

perkotaan yang saat ini dihuni oleh lebih

dari 60% penduduk. Perkotaan di Indonesia dapat dibagi dalam beberapa kelompok, salah satu pengelompokan membagi menjadi: kota kecil, kota menengah, kota besar dan kota metropolitan. Kota-kota yang relatif lebih

mapan dan masih terlihat

pertumbuhannya adalah kota-kota

dalam kelompok kota menengah dan kota besar. Pendekatan induksi dipakai sebagai pertimbangan pemilihan 7 kota lokasi survei. Penentuan lokasi penelitian ditentukan berdasarkan beberapa aspek antara lain kelas, tingkat perkembangan ekonomi, bentuk geografis, aksesibilitas dan lokasi kota seperti pada Tabel 1. Tujuh kota yang dipilih sebagai lokasi survei dikelompokan sebagai berikut:

- Kawasan tepi air: Cirebon,

Semarang, Mataram, Makassar, Banjarmasin

- Kawasan bukan tepi air: Bandung dan Malang

Pengambilan data primer dilakukan di 13 kawasan perumahan perkotaan yang dibangun Perumnas dan kawasan lain

yang karakter fisik dan sosial

penghuninya setara. Data primer didapat melalui wawancara kepada

penghuni rumah menggunakan

kuesioner terstruktur ke rumah tangga yang meliputi karakteristik penghuni rumah, karakteristik bangunan (luas bangunan, jenis dan volume bahan yang dipakai), kapling (luas, tata ruang dalam kapling, Koefisien Dasar Bangunan), aktivitas domestik yang menggunakan

energi (jumlah dan jenis) dan

karakteristik pergerakan (tujuan, jarak, frekuensi, moda dan jumlah bahan

bakar yang digunakan). Jumlah

responden per lokasi survei dianggap cukup mewakili populasi penelitian yang karakteristiknya homogen. Pengamatan

Referensi

Dokumen terkait

Topik yang juga relevan untuk diteliti dalam konteks ge- rakan sosial adalah mengenai konflik agraria (meskipun hal ini. juga merupakan topik yang menarik untuk

Apabila menjawab soalan-soalan matematik secara terus, pelajar telah menunjukkan bahawa mereka tidak dapat membina konsep yang betul seperti dalam

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN, kesimpulan memberikan penjelasan tentang hasil penelitian terhadap aspek usability pada aplikasi mobile jejaring sosial yang diteliti,

diberikan Pelatihan Terpadu Sistem Peradilan Pidana Anak, sehingga tahun 2014 sampai tahun 2020 Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia telah memberikan

Dari hasil penelitian dalam upaya pengelolaan Kampung Wisata Kungkuk untuk menarik kunjungan wisatawan dapat ditarik kesimpulan, yaitu: (1) Kungkuk adalah sebuah kampung yang

Sebelum melakuan perhitungan kelayakan investasi pembelian forklift dan trolley , terlebih dahulu dilakukan perhitungan terhadap biaya investasi yang harus

Berdasarkan Pasal 6 ayat (1) UU No.18 Tahun 2017, terdapat 13 (tiga belas hak) yang dimiliki pekerja migran Indonesia, yaitu: Mendapatkan pekerjaan di luar negeri dan

Dari tabel diatas terlihat bahwa dalam masyarakat Gunuang Malintang khususnya dari Tradisi Alek Bakajang ini bisa tercipta hubungan yang harmonis antar masyarakat. Bentuk