• Tidak ada hasil yang ditemukan

Konstruksi Modal Manusia dan Performa Kualitas Hidup Anak Jalanan (Studi Kasus Lembaga Pemberdayaan Anak Jalanan Griya Baca Malang)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Konstruksi Modal Manusia dan Performa Kualitas Hidup Anak Jalanan (Studi Kasus Lembaga Pemberdayaan Anak Jalanan Griya Baca Malang)"

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

Konstruksi Modal Manusia dan Performa

Kualitas Hidup Anak Jalanan

(Studi Kasus Lembaga Pemberdayaan Anak Jalanan

Griya Baca Malang)

Luky Kharlina Anugrawati1

1.Alumni Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Email: kharlinaluky@gmail.com

Abstract

The purpose of this study were 1) To know the Institute of Street Children Empowerment Griya Baca efforts in conducting the establishment of human capital in order to improve the quality of life for street children guidance, 2) To find out the extent to which Institute of Street Children Empowerment Griya Baca do human capital establishment in order to improve the quality of life for street children guidance, 3) To know the aspects that affect the Institute of Street Children Empowerment Griya Baca in conducting human capital establishment in order to improve the quality of life for street children guidance. The research method is non-probability sampling technique with the method of purposive sampling and accidental sampling. The results are: (1) Institute of Street Children Empowerment Griya Baca efforts in making the establishment of human capital focuses on the empowerment of street children through learning (education and skills) are described in the activities: (a) Coaching routine twice a week (academic and non academic, (b) Outbound street children, (c) music highlights, (d) Creative World Street Children (e) Ramadhan On The Street (f) The skills to make a variety of parcel and trinkets of beads. (2) Aspects that affect the Institute of Street Children Empowerment Griya Baca in conducting human capital establishment include: (a) socialization to parents, society and street children themselves, (b) the limited facilities and infrastructure, (c) environment that supports the child to remain on the streets.

Keywords:Street children, human capital, quality of life.

JEL Classification: J24, Z13,

1. PENDAHULUAN

Perkembangan di berbagai bi-dang dan semakin bertambahnya ju-mlah penduduk di Indonesia dari ta-hun ke tata-hun (www.bps.go.id) telah mempengaruhi tatanan sistem nilai dan budaya bangsa. Secara kasat ma-ta arus pertumbuhan dan perkemba-ngan tersebut berjalan lancar dan menjadi kebanggaan bangsa, namun dalam kenyataan yang sebenarnya te-lah terjadi kesenjangan yang sangat mencolok. Dalam satu sisi didirikan

banyak bangunan megah dan mewah, tetapi di sisi lain terdapat celah kehi-dupan yang sangat memprihatinkan dalam kehidupan masyarakat miskin yang kian hari kian meningkat jum-lahnya baik di perkotaan maupun pedesaan (www.bps.go.id).

Kesenjangan ekonomi yang dihadapi oleh bangsa Indonesia ter-sebut dapat dikatakan sebagai salah satu gejala sosial yang perlu diper-hatikan dalam perkembangan ekono-mi di Indonesia. Perbedaan yang

(2)

sa-ngat menonjol dalam suatu pemba-ngunan yang seperti ini secara fisik tidak diimbangi dengan pembangu-nan moral bangsa akan berujung pa-da rusaknya tatanan funpa-damental ke-hidupan di dalam masyarakat itu sen-diri.

Dalam kondisi perekonomian Indonesia yang terpuruk akibat krisis yang terjadi beberapa tahun bela-kangan ini juga menimbulkan dam-pak yang berupa persoalan baru di bidang sosial, salah satunya adalah kian maraknya fenomena anak jala-nan (Suyanto, 2002). Sementara itu, Husodo (2009) juga menambahkan bahwa krisis ekonomi selalu memun-culkan krisis sosial di mana kelom-pok ekonomi terlemah melahirkan a-nak-anak jalanan dalam jumlah rak-sasa. Produk revolusi industri yang berupa pabrik-pabrik manufaktur dan jasa yang berada dalam kawasan industri raksasa berperan sebagai satelit bagi kota-kota besar di dunia, termasuk kota-kota di Indonesia se-perti kota Jakarta, Surabaya, Sema-rang, Medan, Bandung, Makassar, dan lain-lain. Hal ini berdampak pa-da lancarnya sirkulasi kemakmuran yang terjadi di kota-kota besar ter-sebut, namun di daerah pedesaan sirkulasi kemakmuran berjalan seba-liknya dan terjadilah ketimpangan. Sehingga menimbulkan migrasi tena-ga kerja dari desa ke kota (urbani-sasi) yang sebagian besar dari me-reka adalah tenaga kerja tidak teram-pil (unskillfull labor). Keluarga-kelu-arga pekerja dengan pendapatan dan pendidikan rendah di negara-negara miskin dan berkembang seperti Indo-nesia tersebut kemudian memuncul-kan kemiskinan massive (secara be-sar-besaran) di kota-kota besar. Hal ini diperparah dengan budaya kon-sumtif dan kompetisi tanpa batas se-bagaimana tertayang di layar kaca

dan papan-papan reklame di setiap sudut kota. Maka sebagian anak lebih memilih untuk hidup bebas di ja-lanan, disamping itu ada yang bersi-fat oportunis dan liberal untuk mem-bantu meringankan beban orang tua dan memenuhi gaya hidup mereka dengan beraneka profesi baik yang legal, semi legal, hingga kriminal.

Persoalan anak jalanan teng-ah menjadi perhatian yang serius dari banyak kalangan, termasuk pemerin-tah. Perhatian ini berkaitan erat de-ngan berbagai fenomena yang ada di mayarakat yang menunjukkan kondi-si yang semakin memprihatinkan. Kemiskinan mengakibatkan banyak orangtua meninggalkan anak-anak-nya untuk bekerja di kota atau tempat lain. Padahal, bagaimanapun juga se-tiap orangtua harus bertanggung ja-wab dan memenuhi kewajiban terha-dap anaknya sebagaimana yang dia-manatkan dalam UU No. 23 tahun 2002 pasal 26 tentang perlindungan anak yang menyebutkan bahwa o-rangtua berkewajiban dan bertang-gung jawab untuk mengasuh, meme-lihara, mendidik, melindungi, dan menumbuhkembangkan anak sesuai dengan kemampuan, bakat, dan mi-natnya. Namun pada kenyataannya, masih banyak anak-anak yang ku-rang memperoleh perhatian dan pe-ngawasan dari orang tuanya. Selain itu, banyak anak yang hidup tanpa keluarga, mereka hidup di jalanan, tidur di stasiun, pasar, atau emperan toko. Anak-anak ini telah menang-gung beban berat baik fisik maupun mental pada usia dini. Hal ini meng-hambat mereka dalam pendidikan dan pengembangan diri lainnya.

Hidup menjadi anak jalanan bukanlah sebagai pilihan hidup yang menyenangkan, melainkan keterpak-saan yang harus mereka terima ka-rena adanya sebab tertentu. Anak

(3)

ja-lanan bagaimanapun telah menjadi fenomena yang menuntut perhatian semua pihak. Secara psikologis me-reka adalah anak-anak yang pada ta-raf tertentu belum mempunyai ben-tukan mental emosional yang kokoh, sementara pada saat yang sama me-reka harus bergelut dengan dunia ja-lanan yang keras dan cenderung ber-pengaruh negatif bagi perkembangan dan pembentukan kepribadiannya. A-spek psikologis ini berdampak kuat pada aspek sosial dimana labilitas e-mosi dan mental mereka yang di-tunjang dengan penampilan yang ku-muh melahirkan pencitraan negatif o-leh sebagian besar masyarakat terha-dap anak jalanan yang diidentikan dengan pembuat onar, anak-anak ku-muh, suka mencuri, dan sampah ma-syarakat yang harus diasingkan.

Anak jalanan ini harus ke-hilangan hak pendidikannya untuk bersekolah, dan terpaksa harus pula meninggalkan cita-citanya dengan bekerja, karena alasan ekonomi se-perti orang tua tidak mampu me-mikul biaya-biaya sekolah terutama untuk beli buku, beli pakaian sera-gam dan keperluan sekolah lainnya. Anak-anak miskin ini beresiko untuk tumbuh sebagai orang-orang yang berpendidikan rendah bahkan buta huruf sehingga mereka akan menjadi orang-orang miskin masa depan yang berpotensi menjadi lost generation

atau generasi yang hilang, yang tidak pernah terlepas dari masalah seperti kekurangan gizi, pelacuran usia dini yang sangat rentan dengan berbagai penyakit kelamin, HIV/AIDS serta tindak kriminalitas (copet/mencuri dan penodong), di samping itu me-reka rentan menjadi korban kekera-san seksual seperti perkosaan dan so-domi, juga rentan dengan penyalah-gunaan narkoba dan kesewenangan

(eksploitasi) oleh orang dewasa (pre-man).

Jumlah anak jalanan di Indo-nesia mengalami peningkatan pesat dalam beberapa tahun belakangan. Penyebab pokok menjadi anak jala-nan antara lain karena kesulitan eko-nomi keluarga, ketidak-harmonisan keluarga, suasana lingkungan yang mendukung anak-anak untuk men-inggalkan rumah, lingkungan pergau-lan, serta rayuan kenikmatan akan kebebasan untuk menikmati kehidu-pan di jalanan. Krisis ekonomi yang terjadi diyakini berpengaruh besar terhadap peningkatan jumlah ini wa-laupun bukan satu-satunya faktor pencipta anak-anak jalanan tetapi kondisi ekonomi terus menerus me-mburuk dengan tingginya tingkat in-flasi sehingga menyebabkan daya ta-han komunitas masyarakat, terutama anak-anak menjadi korban pergola-kan kehidupan yang kejam. Kondisi seperti ini yang menyebabkan distri-busi kekayaan dan kesejahteraan ma-syarakat menjadi tidak merata dilihat dari akses terhadap ketersediaan su-mber daya alam, susu-mber daya ma-nusia, sumber daya modal, dan tek-nologi (Sanituti dan Suyanto, 1999).

Seakan tidak disadari bahwa motivasi ekonomi dan kekerasan da-lam keluarga merupakan alasan yang paling sering mengantarkan anak-a-nak masuk ke dunia jalanan. Pilihan untuk menjeratkan diri pada kehi-dupan di jalanan didasarkan pada ke-nyataan bahwa jalan menyediakan berbagai kemungkinan untuk me-ngais rezeki tanpa persyaratan for-mal. Selain itu, jalan menyimpan se-jumlah aktivitas bernilai ekonomis. Tidaklah mengherankan bila di ja-lanan, anak-anak itu sanggup me-nyiasati kehidupan dengan menjadi tukang semir, pengasong, pengemis, pengamen, pengelap kaca mobil, dan

(4)

sejenisnya. Para pengendara yang bi-sa juga dinamakan sebagai pemberi tampak tidak memedulikan nasib ma-sa depan para anak jalanan.

Data yang ada di Departemen Sosial tahun 2003 menunjukkan jum-lah anak jalanan di Indonesia ada se-kitar 94 ribu, namun data di LSM-LSM ada yang menyebutkan antara 100-150 ribu yang tersebar di 12 kota besar di Indonesia seperti Jakarta, Bandung, Surabaya, Medan, Sura-baya, Malang, dan lain-lain. Bisa dibayangkan seberapa besar jumlah anak terlantar yang ada di 33 pro-vinsi apabila Pusat Data dan Infor-masi Kesejahteraan Sosial Depar-temen Sosial, menyatakan bahwa dapat 2,15 juta anak Indonesia ter-lantar pada tahun 2006. Dan yang le-bih memprihatinkan lagi adalah ke-nyataan bahwa sebanyak 114.889 a-nak jalanan yang tersebar di 30 pro-vinsi pada tahun 2006 telah ber-kembang menjadi 157.540 anak ja-lanan pada bulan Juni 2008. Ini ber-arti terjadi peningkatan kuantitatif se-besar 17,1 persen dalam kurun waktu kurang dari 3 tahun (Simboh, 2006).

Secara nasional telah terdata oleh Badan Kesejahteraan Sosial Nsional (2000), bahwa peningkatan a-nak jalanan sebelum krisis sebesar 15%, namun angka tersebut me-ningkat hingga 100% dalam masa krisis. Selain itu terungkap berbagai perlakuan eksploitasi dan perlakuan yang menyimpang terhadap anak ja-lanan, seperti tindak penculikan dan penjualan anak, tindak pelecehan seksual, serta penanganan yang cen-derung represif dari Pemda yang le-bih mementingkan kebersihan kota, seperti trantib dan penggarukan. Jadi, dapat dikatakan bahwa anak-anak merupakan kelompok yang paling rentan terhadap berbagai proses

pe-rubahan sosial, politik, dan ekonomi yang tengah berlangsung.

Departemen Sosial RI (2004) menyebutkan bahwa penanganan anak jalanan sebenarnya telah dilak-sanakan sejak tahun 1995, yaitu me-lalui dukungan dana dari UNDP1 yang kemudian dilanjutkan dengan dukungan dari dana APBN tahun 19-98/1999 melalui proyek Jaring Peng-aman Sosial – Bina Sosial (JPS-BS) dan kemudian diteruskan dengan proyek 12 kota (Medan, Padang, Palembang, Lampung, DKI Jakarta, Bandung, Semarang, Yogyakarta, Surabaya, Malang, Makasar, dan Mataram) pada tahun 2000-2002. Se-lain itu, peningkatan kesejahteraan sosial anak jalanan juga dilakukan melalui Proyek Anak Jalanan dengan dana APBN dari tahun 1999 sampai sekarang. Dalam data Badan Ke-sejahteraan Sosial Nasional (2000) disebutkan bahwa model pembinaan terhadap anak jalanan selama ini yang diterapkan pada program pe-merintah yang bekerjasama dengan UNDP mulai tahun 1995 hingga sekarang melalui proyek INS/94/007 yang berkembang menjadi proyek

1 UNDP (United Nations Development Programme) atau Badan Program Pembangunan PBB merupakan organisasi multirateral terbesar dalam Perserikatan Bangsa-Bangsa dimana organisasi ini memberi bantuan teknis dan pembangunan di dunia, khususnya dalam bidang perlindungan hak-hak kemanusiaan. Biasanya membantu menyediakan ahli dan penasehat , pelatihan, dan perlengkapan pembangunan untuk negara berkembang, dengan menambah pembe-rian bantuan untuk negara berkembang. Dibentuk pada tahun 1965 sebagai penggabungan dua orga-nisasi sebelumnya (Program Bantuan Teknis PBB dan Program Dana Khusus PBB) dan berpusat di New York City. Dibiayai oleh negara-negara do-nor. Negara donor terbesar ialah Amerika Serikat, Britania Raya, Jepang, Belanda, Norwegia Swe-dia, dan Uni Eropa. UNDP mempunyai anggota lebih kurang 166 negara dari seluruh dunia, be-kerja dengan bantuan pemerintah dan LSM lokal (www.undp.org).

(5)

INS/97/001 di antaranya adalah beru-pa Rumah Singgah, Mobil Sahabat Anak, dan Boarding House (pan-ti/pemondokan).

Rumah singgah adalah suatu tempat yang dipersiapkan sebagai tempat persinggahan dan perantara bagi anak jalanan dengan pihak-pi-hak yang akan membantu mereka. Di rumah singgah tersebut, anak jalanan dapat melakukan kegiatan yang po-sitif misalnya, bagi anak jalanan yang putus sekolah dapat mempero-leh pelajaran informal, dapat berma-in, memperoleh keterampilan tamba-han atau aktivitas lainnya yang me-rupakan pemenuhan hak anak-anak, yang tidak bisa diperoleh di rumah-nya. Mobil sahabat anak diartikan se-bagai unit pelayanan kepada anak ja-lanan yang berbentuk mobil keliling yang dimaksudkan untuk mengunju-ngi dan melakukan pendekatan di tempat anak jalanan biasa berkum-pul, pendekatan tersebut biasanya be-rupa kegiatan belajar, perpustakaan keliling, pembagian nutrisi, dan pe-ngobatan gratis. Sedangkanboarding house (panti/pondok) adalah unit pe-layanan lanjutan dari rumah singgah yang menyediakan kebutuhan anak dalam banyak aspek dengan tujuan mempersiapkan anak untuk hidup mandiri. Program pondok adalah be-ntuk preventikasi ube-ntuk anak-anak binaan baik yang masih aktif di jalan ataupun yang tidak. Melalui pro-gram ini, anak-anak jalanan menda-patkan pembinaan dan pendidikan yang diselenggarakan sesuai dengan perkembangan, kemampuan, dan ke-mauan anak, baik itu terkait dengan pendidikan agama, ketrampilan hi-dup (life skills), pengembangan seni, dan bahasa (Astutik, 2004).

Untuk membantu menemu-kan masa depan anak jalanan yang lebih cerah perlu disediakan apa

yang mereka butuhkan seperti pendi-dikan, ketrampilan, tempat tinggal, kasih sayang. yang mampu meno-long mereka dari lingkungannya dan pengaruh-pengaruh negatif yang tidak seharusnya mereka terima di usia dini. Di Indonesia telah berdiri beberapa yayasan dan lembaga sosial yang menangani masalah anak ja-lanan dan mereka dapat dikatakan cukup berhasil. Sayangnya, karena kurangnya dukungan dari masyarakat dan terlalu cepatnya perkembangan kuantitas anak jalanan, maka hal ini menimbulkan tuntutan yang berkesi-nambungan dalam hal memenuhi ke-butuhan mereka.

Sangatlah ironis bila sebagian anak Indonesia merasakan kehidupan yang berkecukupan dan mempunyai jaminan masa depan yang cerah, te-tapi sebagian lagi anak-anak lainnya hidup di jalanan tanpa kasih sayang dan tidak pernah berani untuk me-mikirkan masa depannya. Selama ini upaya yang dilakukan untuk me-nangani masalah anak jalanan selain melalui rumah singgah, tempat pela-tihan, dan sarana sejenis juga tidak jarang menggunakan cara kekerasan seperti melalui razia, operasi KTP, menangkapi anak jalanan lalu mema-sukkannya dalam tempat penampu-ngan anak nakal. Cara-cara seperti ini sangatlah disayangkan, sebab wa-laupun ini telah terbukti secara sttistik mampu mengurangi jumlah a-nak jalanan namun semua hanya ber-sifat sementara dan tidak pernah be-nar-benar mampu memperbaiki kon-disi anak jalanan.

Dalam penanganan masalah a-nak jalanan, pendekatan melalui ru-mah singgah mulai berkembang di berbagai kota. Rumah singgah meru-pakan suatu wahana yang dipersiap-kan sebagai perantara anak jalanan dengan pihak yang akan membantu

(6)

mereka. Astutik (2004) mengemuka-kan bahwa fungsi rumah singgah an-tara lain adalah sebagai tempat per-temuan antara pekerja sosial dengan anak jalanan, pusat diagnosa kebu-tuhan dan masalah anak jalanan serta melakukan rujukan pelayanan sosial bagi anak jalanan, fasilitator anak ja-lanan dengan keluarga, baik keluarga pengganti maupun lembaga lainnya, sebagai media perlindungan dari be-rbagai bentuk kekerasan yang kerap menimpa anak jalanan dari kekerasan dan prilaku penyimpangan seksual a-taupun berbagai bentuk kekerasan lainnya, sebagai pusat informasi ten-tang anak jalanan, melakukan fungsi kuratif dan rehabilitatif; sebagai ak-ses persinggahan sementara anak ja-lanan dan sekaligus akses kepada be-rbagai pelayanan sosial, serta sebagai sarana resosialisasi.

Keberadaan rumah singgah ini diharapkan dapat menampung ju-mlah anak jalanan yang dari tahun ke tahun kian bertambah. Tercatat da-lam data Dinas Sosial Jawa Timur (www.dinsosjatim.go.id), jumlah a-nak jalanan khususnya di kabupaten dan kota di Jawa Timur pada tahun 2004–2006 secara umum mengalami peningkatan.

Kota Malang memiliki jum-lah anak jalanan yang tidak sedikit. Anak jalanan yang tersebar di be-berapa lokasi bekerja di sektor infor-mal, sebagian besar bekerja sebagai pengamen jalanan, pedagang aso-ngan dan penjual koran. Mereka me-nempati daerah-daerah strategis atau pusat keramaian, seperti alun-alun kota, Terminal Arjosari dan di per-empatan jalan. Sebagai bentuk sim-pati dan pertanggungjawaban sosial, telah banyak berdiri rumah singgah yang berfungsi sebagai wadah yang dapat menampung anak jalanan di kota ini, salah satunya adalah Griya

Baca. Rumah singgah yang berada di Jalan Jendral Basuki Rahmat Kelu-rahan Kauman Kecamatan Klojen Kota Malang Jawa Timur ini me-miliki berbagai program pembinaan yang berunsur pendidikan dan kete-rampilan yang bertujuan untuk numbuhkan minat sekolah dan me-nebarkan benih kemandirian pada a-nak jalanan binaan rumah singgah i-ni.

Kajian ini lebih difokuskan pada model penanganan anak jalanan dengan cara pembinaan keterampi-lan, karena rumah singgah dinilai se-bagai tempat yang ideal da-lam pro-ses informal yang memberikan sua-sana resosialisasi kepada anak jala-nan terhadap sistem nilai dan norma yang berlaku di masyarakat setem-pat. Peneliti bermaksud mengkaji tentang upaya pembentukan modal manusia yang dilakukan rumah sing-gah terhadap anak jalanan, sehingga dapat diketahui bagaimana dampak yang ditimbulkan dengan adanya upaya yang telah dilakukan tersebut terhadap peningkatan kualitas hidup yang akan diperoleh anak jalanan. Griya Baca memiliki peranan dalam melaksanakan pembinaan terhadap a-nak jalanan untuk membentuk kem-bali sikap dan perilaku anak jalanan yang sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku di masyarakat. Maka, hal yang ingin dicapai peneliti tentu saja melihat sejauh mana upaya yang telah dilakukan rumah singgah terha-dap anak jalanan binaannya.

Untuk mengatasi masalah a-nak jalanan secara benar dan tepat sangat diperlukan penanganan me-nyeluruh oleh berbagai pihak dan berbagai aspek agar anak jalanan ter-sebut dapat terus tumbuh sebagai-mana mestinya. Oleh sebab itu, se-bagai lembaga sosial yang peduli de-ngan nasib anak jalanan, Griya Baca

(7)

berusaha turut ambil bagian secara aktif dalam upaya penanggulangan anak jalanan melalui berbagai upaya seperti pelatihan secara terpadu agar nantinya anak jalanan tersebut dapat menjadi generasi yang berguna bagi masyarakat, bangsa dan negara. Fe-nomena tentang anak jalanan me-rupakan suatu yang menarik untuk diteliti. Lebih-lebih mengenai upaya-upaya yang telah dilakukan rumah singgah untuk membantu meningkat-kan kualitas kehidupan anak-anak generasi penerus bangsa ini.

2. TINJAUAN PUSTAKA DAN

HIPOTESIS

Pengertian Modal Manusia

Modal manusia adalah kom-ponen yang sangat penting di dalam organisasi. Manusia dengan segala kemampuannya bila dikerahkan ke-seluruhannya akan menghasilkan ki-nerja yang luar biasa. Ada enam ko-mponen dari modal manusia, yakni:

1) Modal Intelektual (Intellectual Capital)

Ross dkk (1997) mengar-tikan modal intelektual sebagai perangkat yang diperlukan un-tuk menemukan peluang dan mengelola ancaman dalam ke-hidupan. Manusia memiliki si-fat proaktif dan inovatif untuk mengelola perubahan lingku-ngan kehidupan (ekonomi, so-sial, politik, teknologi, hukum, dan lain-lain) yang sangat ting-gi kecepatannya. Mereka yang tidak beradaptasi pada peruba-han yang super cepat ini akan dilanda kesulitan.

Tappscott (1998) pada me-ngemukakan 12 tema ekonomi baru akibat dari meluasnya pe-ngaruh internet. Salah satu te-ma ekonomi baru itu adalah tema ekonomi berbasis

penge-tahuan (knowledge based eco-nomy). Implementasinya ada-lah hanya pegawai yang me-miliki pengetahuan yang luas dan terus menambah pengeta-huan yang dapat beradaptasi dengan kondisi perubahan li-ngkungan strategik yang luar biasa cepatnya.

2) Modal Emosional (Emotional Capital)

Goleman (1997) menggu-nakan istilah emotional intelli-gence untuk menggambarkan kemampuan manusia untuk mengenal dan mengelola emosi diri sendiri, serta memahami e-mosi orang lain agar dia dapat mengambil tindakan yang se-suai dalam berinteraksi dengan orang lain. Menurut Bradberry & Greaves (2005) dalam An-cok (2002), terdapat empat di-mensi dari kecerdasan emosio-nal yakni:

a.Self Awareness adalah ke-mampuan untuk memahami emosi diri sendiri secara te-pat dan akurat dalam berba-gai situasi secara konsisten. Bagaimana reaksi emosi di saat menghadapi suatu per-istiwa yang memancing e-mosi, sehingga seseorang dapat memahami respon e-mosi dirinya sendiri dari se-gi positif maupun sese-gi nega-tif.

b.Self Management adalah ke-mampuan mengelola emosi secara baik, setelah mema-hami emosi yang sedang di-rasakannya, apakah emosi positif atau negatif. Kemam-puan mengelola emosi seca-ra positif dalam berhadapan dengan emosi diri sendiri a-kan membuat seseorang

(8)

da-pat merasakan kebahagiaan yang maksimal.

c.Social Awarenessadalah ke-mampuan untuk memahami emosi orang lain dari tindkannya yang tampak. Ini a-dalah kemampuan berempa-ti, memahami dan merasa-kan perasaan orang lain se-cara akurat. Dengan adanya pemahaman ini individu su-dah memiliki kesiapan un-tuk meenanggapi situasi e-mosi orang lain secara posi-tif.

d.Relationship Management

adalah kemampuan orang untuk berinteraksi secara positif pada orang lain, beta-papun negatifnya emosi ya-ng dimunculkan oleh oraya-ng lain. Kemampuan mengelo-la hubungan dengan orang lain secara positif ini adalah hasil dari ketiga dimensi la-in dari kecerdasan emosi ( s-elf awareness, ss-elf mana-gement and sosial awarene-ss).

3) Modal Sosial (Social Capital) Dalam era informasi yang ditandai semakin berkurangnya kontak tatap muka (face to face relationship), modal sosial se-bagai bagian dari modal maya (virtual capital) akan semakin menonjol peranannya (Ancok, 1998). Pandangan para ahli da-lam mendefinisikan konsep m-odal sosial dapat dikategorikan ke dalam dua kelompok. Ke-lompok pertama menekankan pada jaringan hubungan social (social network), sedangkan kelompok kedua lebih mene-kankan pada karakteristik ( tra-its) yang melekat (embedded) pada diri individu manusia

ya-ng terlibat dalam sebuah inte-raksi sosial.

Pendapat kelompok perta-ma ini didukung oleh para be-berapa ahli. Brehm & Rahn (1-997) dalam Ancok (2002) ber-pendapat bahwa modal sosial adalah jaringan kerjasama di antara warga masyarakat yang memfasilitasi pencarian solusi dari permasalahan yang diha-dapi mereka. Definisi lain di-kemukakan oleh Pennar (1997) dalam Ancok (2002) bahwa ja-ringan hubungan sosial yang mempengaruhi perilaku indivi-dual dan yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi. Wool-cock (1998) dalam Ancok (20-02) mendefinisikan modal so-sial sebagai suatu informasi, kepercayaan, dan norma tim-bal-balik yang melekat dalam jaringan sosial seseorang. Co-hen dan Prusak (2001) berpen-dapat bahwa modal sosial ada-lah kumpulan dari hubungan yang aktif di antara manusia: rasa percaya, saling pengertian dan kesamaan nilai dan pe-rilaku yang mengikat anggota dalam sebuah jaringan kerja dan komunitas yang memung-kinkan adanya kerjasama. Pan-dangan kelompok pertama ini menekankan pada aspek jari-ngan hubujari-ngan sosial yang dii-kat oleh kepemilikan informa-si, rasa percaya, saling mema-hami, dan kesamaan nilai, dan saling mendukung. Modal so-sial akan semakin kuat apabila sebuah komunitas atau orga-nisasi memiliki jaringan hubu-ngan kerjasama, baik secara in-ternal komunitas/organisasi, a-tau hubungan kerjasama yang bersifat antar

(9)

komunitas/orga-nisasi. Jaringan kerja sama ya-ng sinergistik yaya-ng merupakan modal sosial akan memberikan banyak manfaat bagi kehidup-an bersama.

Pendapat ahli dari kelom-pok kedua diwakili antara lain oleh Fukuyama (1995) dalam

Ancok (1998) yang mendefini-sikan modal sosial sebagai ke-mampuan orang untuk bekerja sama untuk mencapai tujuan u-mum dalam kelompok dan or-ganisasi”. Dengan bahasa yang lain Fukuyama menjelaskan bahwa modal sosial adalah se-rangkaian nilai-nilai atau nor-ma-norma informal yang di-miliki bersama di antara para anggota suatu kelompok ma-syarakat yang memungkinkan terjalinnya kerjasama di antara mereka. Sejalan dengan penda-pat Fukuyama, Bowles & Gin-tis (2000)dalamAncok (2002) mendefinisikan modal sosial sebagai rasa percaya, perhatian untuk seseorang, kemauan un-tuk hidup dengan norma-norma masyarakat seseorang dan me-nghukum mereka yang tidak mematuhi aturan mainnya.

Modal intelektual baru a-kan berkembang bila masing-masing orang berbagi wasan. Untuk dapat berbagi wa-wasan orang harus membangun jaringan hubungan sosial de-ngan orang lainnya. Kemampu-an membKemampu-angun jaringKemampu-an sosial inilah yang disebut dengan mo-dal sosial. Semakin luas per-gaulan seseorang dan semakin luas jaringan hubungan sosial (social networking) semakin ti-nggi nilai seseorang. Modal so-sial dimanifestasikan pula da-lam kemampuan untuk bisa

hi-dup dalam perbedaan dan me-nghargai perbedaan (diversity). Pengakuan dan penghargaan a-tas perbedaan adalah suatu sya-rat tumbuhnya kreativitas dan sinergi. Kemampuan bergaul dengan orang yang berbeda, menghargai dan memanfaatkan secara bersama perbedaan ter-sebut akan memberikan kebai-kan buat semua.

4) Modal Ketabahan (Adversity Capital)

Konsep modal ketabahan berasal dari pandangan Stoltz (1997) dalam Ancok (2002) yang ditulis dalam buku Ad-versity Quotient: Turning Obs-tacles into Opportunities. Keti-ka menghadapi kesulitan atau problem yang belum terpecah-kan, hanya mereka yang tabah yang akan berhasil menyelesai-kannya. Berdasarkan perumpa-maan pada para pendaki gu-nung, Stoltz membedakan tiga tipe manusia: quitter, camper

danclimber.

Tipe pendaki gunung yang mudah menyerah dinamainya dengan quitter, yakni orang yang bila berhadapan dengan masalah memilih untuk melari-kan diri dari masalah dan tidak mau menghadapi tantangan gu-na megu-naklukkan masalah. O-rang seperti ini akan sangat ti-dak efektif dalam menghadapi tugas kehidupan yang berisi tantangan.

Tipe camper adalah tipe yang berusaha tapi tidak se-penuh hati. Bila dia menghada-pi sesuatu tantangan dia beru-saha untuk mengatasinya, tapi dia tidak berusaha mengatasi persoalan dengan segala ke-mampuan yang dimilikinya.

(10)

Dia bukan tipe orang yang a-kan mengeraha-kan segala poten-si yang dimilikinya untuk men-jawab tantangan yang diha-dapinya. Bila tantangan perso-alan cukup berat dan dia sudah berusaha mengatasinya tapi tidak berhasil, maka dia akan melupakan keinginannya dan beralih ke tempat lain yang tidak memiliki tantangan sebe-rat itu.

Tipe ketiga adalah climber

yang memiliki stamina yang luar biasa di dalam menye-lesaikan masalah. Dia tipe o-rang yang pantang menyerah sesulit apapun situasi yang di-hadapinya. Orang tipe ini me-miliki visi dan cita-cita yang jelas dalam kehidupannya. Ke-hidupan dijalaninya dengan se-buah tata nilai yang mulia, bah-wa berjalan harus sampai ke tujuan. Orang tipe ini ingin se-lalu menyelesaikan pekerjaan dengan tuntas (sense of clo-sure) dengan berpegang teguh pada sebuah prinsip etika. Bagi dia hal yang utama bukanlah tercapainya puncak gunung, tetapi adalah keberhasilan men-jalani proses pendakian yang sulit dan menegangkan hingga mencapai puncak.

5) Modal Moral (Morality Capi-tal)

Modal moral telah banyak dibicarakan oleh para ahli. Sa-lah satu buku yang membicara-kan aspek modal ini adalah

Moral Intelligence: Enhancing Business Performance and Leadership Success yang ditu-lis oleh Doug Lennick & Fred Kiel (2005) telah menyusun alat pengukur kompetensi mo-ral (Ancok, 2002). Terdapat

empat komponen modal moral yang membuat seseorang me-miliki kecerdasan moral yang tinggi yaitu:

a. Integritas (integrity), yakni kemauan untuk menginte-grasikan nilai-nilai universal di dalam perilaku. Individu memilih berperilaku yang ti-dak bertentangan dengan kaidah perilaku etikal yang universal,

b. Bertanggung jawab ( respon-sibility) atas perbuatan yang dilakukannya. Hanya orang-orang yang mau bertang-gung jawab atas tindakan-nya dan memahami konse-kuensi dari tindakannya ya-ng bisa berbuat sejalan de-ngan prinsip etik yang uni-versal,

c. Penyayang (compassionate) adalah tipe orang yang tidak akan merugikan orang lain, karena dia menyadari mem-beri kasih sayang pada o-rang lain adalah juga sama dengan memberi kasih sa-yang pada diri sendiri. O-rang yang melanggar etika adalah orang yang tidak me-miliki kasih sayang pada o-rang lain yang dirugikan a-kibat perbuatannya yang melanggar hak orang lain, d. Pemaaf (forgiveness) adalah

sifat yang diberikan pada se-sama manusia. Orang yang memiliki kecerdasan moral yang tinggi bukanlah tipe o-rang pendendam yang mem-balas perilaku yang tidak menyenangkan dengan cara yang tidak menyenangkan pula.

Selain itu modal moral ini juga memberikan perasaan

(11)

hidup yang komplit ( whole-ness). Inilah yang disebut oleh Abraham Maslow dengan “ Pe-ak Experience”, perasaan yang muncul karena kedekatan de-ngan sang Pencipta. Konsep yang demikian ini banyak yang menyebutnya dengan istilah modal spiritual (Sinetar, 2000) dalam Ancok (2002). Stephen Covey (1990) memasukkan ba-gian dari hal yang bersifat spi-ritual ini dalam bagian kegiatan manusia yang harus ditingkat-kan agar manusia menjadi ma-nusia yang efektif. Bagi orang yang beragama, modal intelek-tual, modal emosional, modal sosial, modal ketabahan, dan modal moral yang diutarakan di atas adalah bagian dari eks-presi modal spiritual. Semakin tinggi keimanan seseorang se-makin tinggi pula kelima mo-dal di atas. Namun demikian banyak orang yang menyaran-kan agar modal spiritual dipi-sahkan dari kelima modal di atas, dengan tujuan untuk se-makin menekankan betapa pen-tingnya upaya pengembangan spiritualitas dan keberagamaan manusia. Di mata orang yang berpandangan demikian, agama akan menjadi pembimbing khidupan agar tidak menjadi e-goistik yang orientasinya hanya memikirkan kepentingan diri-nya sendiri. Oleh karena itu upaya untuk mengembangkan keagamaan adalah bagian mut-lak dan utama bagi tumbuhnya masyarakat yang makmur dan sejahtera serta aman dan da-mai.

6) Modal Kesehatan (Healthy Ca-pital)

Badan atau raga adalah wa-dah untuk mendukung manifes-tasi semua modal di atas. Ba-dan yang tidak sehat akan membuat semua modal di atas tidak muncul dengan maksi-mal. Oleh karena itu kesehatan adalah bagian dari modal ma-nusia agar dia bisa bekerja dan berfikir secara produktif. Co-vey (1990) dalam bukunya ya-ng berjudul Seven Habits of Highly Effective People, me-ngatakan bahwa kesehatan ada-lah bagian dari kehidupan yang harus selalu dijaga dan diting-katkan kualitasnya sebagai pendukung manusia yang efek-tif. Bila badan sedang sakit se-mua sistem tubuh kita menjadi terganggu fungsinya, akibatnya kita jadi malas berfikir dan ber-buat (modal intelektual), dan seringkali emosi (modal emosi-onal) kita mudah terganggu ke-stabilannya, dan seringkali kita mudah menyerah menghadapi tantangan hidup (modal ketaba-han).

Pembentukan Modal Manusia

Pembentukan modal manusia mempunyai pengertian sebagai pro-ses dalam memperoleh dan mening-katkan jumlah orang yang mempu-nyai keahlian, pendidikan dan penga-laman yang menentukan bagi pemba-ngunan ekonomi dan politik suatu organisasi. Menurut Schultz (1961), ada lima cara pengembangan sumber daya manusia: ”(i) fasilitas dan pe-layanan kesehatan, pada umumnya diartikan mencakup semua pengelua-ran yang mempengaruhi harapan hi-dup, kekuatan dan stamina, tenaga serta vitalitas rakyat; (ii) latihan ja-batan, termasuk magang model lama yang diorganisasikan oleh perusaha-an; (iii) pendidikan yang

(12)

diorgani-sasikan secara formal pada tingkat dasar, menengah dan tinggi; (iv) program studi bagi orang dewasa ya-ng tidak diorganisasikan oleh perusa-haan, termasuk program ekstension khususnya pada pertanian; (v) mi-grasi perorangan dan keluarga untuk menyesuaikan diri dengan kesempa-tan kerja yang selalu berubah”. Daf-tar ini dapat ditambah dengan mema-sukkan bantuan teknis, keahlian dan konsultan. Dalam pengertian luas, in-vestasi pada modal manusia berarti pengeluaran di bidang pelayanan ke-sehatan, pendidikan dan sosial pada umumnya; dan dalam pengertian sempit, ia berarti pengeluaran di bi-dang pendidikan dan latihan. Pada umumnya orang membicarakan in-vestasi di bidang sumber daya ma-nusia dalam pengertian yang sempit karena pengeluaran di bidang pen-didikan dan latihan lebih dapat diu-kur dibandingkan dengan pengelua-ran untuk pelayanan masyarakat.

Anak Jalanan

Sebenarnya istilah anak jala-nan pertama kali diperkenalkan di A-merika Selatan, tepatnya di Brazilia, dengan namaMeninos de Ruasuntuk menyebut kelompok anak-anak yang hidup di jalanan dan tidak memiliki tali ikatan dengan keluarga (Bam-bang, 1993). Namun, di beberapa tempat lainnya istilah anak jalanan berbeda-beda. Di Colombia mereka disebutgamin(melarat) danchinches

(kutu kasur), di Rio de Jenairo di-sebut marginais (kriminal atau mar-ginal), di Peru disebut pa’jaros fru-tero (burung pemakan buah), di Bo-livia disebut pollilas (ngengat), di Kepulauan Honduras disebut resi-stoleros (perampok kecil), di Viet-nam disebut bui doi (anak dekil), di Republik Rwanda disebut saligoman

(anak menjijikkan), di Camerron di-sebut moustique (nyamuk),

se-dangkan di Zaire dan Congo disebut

balados (pengembara). Istilah-istilah tersebut menggambarkan bagaimana posisi anak jalanan di dalam masya-rakat. Semua anak sebenarnya mem-punyai hak penghidupan yang layak tidak terkecuali anak jalanan. Na-mun, ternyata realita berbicara lain, sebagian besar dapat dikatakan bah-wa semua anak jalanan terpinggirkan dalam segala aspek kehidupan (Astu-tik, 2004).

Anak jalanan merupakan ba-gian yang tidak terpisahkan dari ke-miskinan yang melanda negara ini, sebab yang mereka lakukan di ja-lanan sangat berkaitan erat dengan pemenuhan kebutuhan hidupnya ma-upun kebutuhan keluarganya. Penge-rtian anak jalanan telah banyak di-kemukakan oleh banyak ahli. Secara khusus, anak jalanan menurut orga-nisasi PBB2 adalah anak yang meng-habiskan sebagian besar waktunya di jalanan untuk bekerja, bermain atau beraktivitas lain. Anak jalanan ting-gal di jalanan karena dicampakkan a-tau tercampak dari keluarga yang ti-dak mampu menanggung beban ka-rena kemiskinan dan kehancuran ke-luarganya. Pada umumnya anak ja-lanan bekerja sebagai pengasong, pe-mulung, tukang semir, pengamen, pelacur anak, dan pengemis sampah. Tidak jarang mereka menghadapi re-siko kecelakaan lalu lintas, pemera-san, perkelahian, dan kekerasan lain. Anak jalanan lebih mudah tertular kebiasaan tidak sehat dari kultur ja-lanan, khususnya sex bebas dan pe-2Perserikatan Bangsa-Bangsa atau disingkat PBB adalah sebuah organisasi internasional yang anggotanya hampir seluruh negara di dunia. Lembaga ini dibentuk untuk memfasilitasi dalam hukum internasional, pengamanan internasional, lembaga ekonomi, dan perlindungan sosial. PBB didirikan di San Francisco pada 24 Oktober 1945. Hingga tahun 2007 sudah ada 192 negara anggota PBB (www.wikipedia.com)

(13)

nyalahgunaan obat. Soedijar dalam

Astutik (2004) menyatakan bahwa anak jalanan adalah anak usia 7-15 tahun yang bekerja di jalanan dan tempat umum lainnya yang dapat mengganggu ketentraman dan ke-selamatan orang lain serta membaha-yakan keselamatan dirinya. Selain itu, Rahayu dalam Astutik (2004) mendefinisikan anak jalanan adalah anak-anak yang berusia di bawah 21 tahun yang berada di jalanan untuk mencari nafkah dengan berbagai cara (tidak termasuk pengemis, gelanda-ngan, bekerja di toko/kios). Semen-tara menurut Departemen Sosial (20-01), anak jalanan adalah anak yang sebagian besar menghabiskan waktu-nya untuk mencari nafkah atau ber-keliaran di jalanan atau tempat-tem-pat umum lainnya. Sedangkan menu-rut UNICEF3 anak jalanan adalah

anak-anak berumur di bawah 16 tahun yang sudah melepas dirinya dari keluarga, sekolah dan ling-kungan masyarakat terdekatnya, larut dalam kehidupan yang berpindah-pindah di jalan raya.

Sanituti dan Suyanto (1999) mengemukakan penyebab pokok me-njadi anak jalanan antara lain karena kesulitan ekonomi keluarga, ketidak-harmonisan keluarga, suasana ling-kungan yang mendukung anak-anak untuk meninggalkan rumah, lingku-3UNICEF (United Nations Children's Fund) atau Dana Anak-anak PBB didirikan oleh Majelis Umum PBB pada 11 Desember 1946. Bermarkas besar di Kota New York. UNICEF memberikan bantuan kemanusiaan dan perkembangan jangka panjang kepada anak-anak dan ibunya di negara-negara berkembang. UNICEF merupakan agensi yang didanai secara sukarela, oleh karena itu agensi ini bergantung pada sumbangan dari pe-merintah dan pribadi. Program-programnya me-nekanankan pengembangan pelayanan masya-rakat untuk mempromosikan kesehatan dan kese-jahteraan anak-anak. UNICEF mendapatkan Pe-nghargaan Perdamaian Nobel pada 1965 ( www.-wikipedia.com)

ngan pergaulan, serta rayuan kenik-matan akan kebebasan untuk menik-mati kehidupan di jalanan. Sedang-kan Surbakti dalam Astutik (2004) secara garis besar mengelompokkan anak jalanan berdasar hubungan me-reka dengan keluarga. Pada mulanya ada dua kategori anak jalanan, yaitu

children on the street danchildren of the street. Namun pada perkemba-ngannya ada penambahan kategori, yaitu children in the street atau se-ring disebut juga children from fa-milies of the street. Penjelasan dari ketiga kategori anak jalanan adalah sebagai berikut:

1) Children on the street, adalah anak-anak yang mempunyai kegiatan ekonomi di jalanan yang masih memiliki hubungan dengan keluarga. Ada dua ke-lompok anak jalanan dalam ka-tegori ini, yaitu anak-anak yang tinggal bersama orangtuanya dan senantiasa pulang ke ru-mah setiap hari, dan anak-anak yang melakukan kegiatan eko-nomi dan tinggal di jalanan na-mun masih mempertahankan hubungan dengan keluarga de-ngan cara pulang baik berkala ataupun dengan jadwal yang ti-dak rutin.

2) Children of the street, adalah anak-anak yang menghabiskan seluruh atau sebagian besar waktunya di jalanan dan tidak memiliki hubungan atau ia me-mutuskan hubungan dengan orangtua atau keluarganya. 3) Children in the streetatau

chil-dren from the families of the street, adalah anak-anak yang menghabiskan seluruh wak-tunya di jalanan yang berasal dari keluarga yang hidup atau tinggalnya juga di jalanan.

(14)

Kerangka Pikir

Penelitian bermula dari feno-mena anak jalanan yang muncul di saat bangsa dalam kondisi pereko-nomian yang tengah melakukan per-kembangan di berbagai bidang se-telah terpuruk akibat krisis yang jadi beberapa tahun lalu. Krisis ter-sebut menimbulkan dampak yang be-rupa persoalan baru di bidang sosial, salah satunya adalah kian maraknya fenomena anak jalanan. Krisis eko-nomi selalu memunculkan krisis so-sial di mana kelompok ekonomi ter-lemah melahirkan anak-anak jalanan dalam jumlah raksasa. Secara psi-kologis anak jalanan adalah anak-a-nak yang pada taraf tertentu belum mempunyai bentukan mental emosi-onal yang kokoh, sementara pada saat yang sama mereka harus ber-gelut dengan dunia jalanan yang ke-ras dan cenderung berpengaruh nega-tif bagi perkembangan dan pemben-tukan kepribadiannya.

Jumlah anak jalanan di Indo-nesia mengalami peningkatan pesat dalam beberapa tahun belakangan membuat banyak pihak semakin pri-hatin, termasuk pemerintah. Bentuk keprihatinan tersebut dituangkan da-lam berbagai program yang bertujuan untuk mengatasi permasalahan anak jalanan. Departemen Sosial RI me-nyebutkan bahwa penanganan anak jalanan telah dilaksanakan sejak ta-hun 1995, yaitu melalui melalui Pro-yek Jaring Pengaman Sosial-Bina Sosial (JPS-BS). Dalam data Badan Kesejahteraan Sosial Nasional dise-butkan bahwa model pembinaan ter-hadap anak jalanan selama ini yang diterapkan adalah program pemerin-tah yang bekerjasama dengan UNDP yang dimulai tahun 1995 hingga sekarang, di antaranya adalah berupa Rumah Singgah, Mobil Sahabat A-nak, dan Boarding House

(Panti/Pe-mondokan). Program-program pendi-dikan yang berorientasi pada pening-katan ketrampilan dan produktivitas sangat dibutuhkan untuk mengatasi permasalahan anak jalan. Maka dari itu dibutuhkan upaya riil untuk mem-bentuk modal manusia yang nantinya dapat meningkatkan kualitas hidup anak jalanan tersebut. Salah satu upaya yang dapat dilakukan seperti program pendidikan dan ketrampilan yang relevan dengan kondisi anak-anak jalanan di mana program ter-sebut diarahkan untuk membimbing, melatih dan membelajarkan anak ja-lanan agar mampu menguasai penge-tahuan, ketrampilan dan sikap yang lebih terfokus pada nilai dan norma yang berlaku di masyarakat.

Penelitian lebih difokuskan pada upaya pembentukan modal ma-nusia yang dilakukan dalam rangka peningkatan kualitas hidup anak jalanan, salah satunya dengan cara pembinaan keterampilan yang dila-kukan oleh rumah singgah, karena rumah singgah dinilai sebagai tempat yang ideal dalam proses informal yang memberikan suasana resosiali-sasi kepada anak jalanan terhadap sistem nilai dan norma yang berlaku di masyarakat setempat.

(15)

Gambar 1 : Bagan Kerangka Pikir Upaya Pembentukan Modal Manusia dalam Rangka

Peningkatan Kualitas Hidup bagi Anak Jalanan Muncul Masalah Anak Jalanan • Muncul kelompok ekonomi terlemah akibat dari krisi ekonomi tahun 1999 • Timbul masalah sosial, salah satunya adalah masalah anak jalanan Terbentuk anjal yang berpendidikan Tertanam nilai agama Terbangun anjal yang memilikiskill Anak jalanan yang sejahtera Penggerak Pemberdayaan Pemerintah LSM Pembentukan Modal Manusia Proses Penanggulangan Masalah Kualitas Hidup Masyarakat Strategi • Keagamaan • Pendidikan • Ketrampilan Pendukung •BPA •Perguruan Tinggi •Masyarakat Umum 3. METODE PENELITIAN

Jenis Dan Pendekatan Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian ini yaitu mengetahui upaya LPA Griya Baca untuk melakukan pem-bentukan modal manusia dalam rang-ka peningrang-katan kualitas hidup bagi a-nak jalanan binaannya, maka pene-litian ini diarahkan dengan menggu-nakan penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologi.

Penelitian kualitatif yaitu pe-nelitian yang bermaksud untuk me-mahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian mi-salnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain, secara holis-tik dan dengan cara mendeskripsikan dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang a-lamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah (Moleong, 2006).

Menurut Faisal dalam Bungin (2001), pendekatan yang sesuai ada-lah pendekatan fenomenologi yang berpandangan bahwa apa yang tam-pak di permukaan, termasuk pola pe-rilaku manusia sehari-hari hanyalah suatu gejala atau fenomena dari apa yang tersembunyi di kepala si pe-laku. Sedangkan Santoso dalam Bu-ngin (2001) berpendapat bahwa fe-nomenologi sendiri menggunakan in-tuisi kemampuan untuk memahami sesuatu tanpa dipelajari sebagai sa-rana untuk mencapai kebenaran.

Yuswadi dalam Bungin (20-01) menambahkan dengan menggu-nakan fenomenologi, diharapkan da-pat membantu peneliti dalam mela-kukan: (1) pengamatan, (2) imajinasi, (3) berpikir secara abstrak, serta (4) dapat merasakan atau menghayati fe-nomena di lapangan penelitian.

Teknik Pengambilan Data

Penelitian yang akan dilaku-kan didasardilaku-kan pada prinsip efisiensi di mana sampel yang diambil ber-kaitan dengan kualitas produk yang dihasilkan. Sampel yang ditentukan harus dapat menghasilkan gambaran yang reliable atau dapat dipercaya. Sehingga penentuan sampel dilaku-kan untuk merepresentasidilaku-kan dan menentukan ketepatan hasil peneli-tian serta memberikan informasi se-banyak dan secukup mungkin.

Peneliti tidak mempunyai melakukan generalisasi hasil peneli-tian dan tidak mempunyai data pasti tentang ukuran populasi serta infor-masi lengkap tentang setiap elemen populasi, maka sampel diambil se-cara tidak acak. Oleh sebab itu, pe-nelitian ini akan menekankan pada teknik nonrandom sampling/nonpro-bability sampling dengan beberapa metode, yaitu purposive sampling

(16)

Menurut Sugiyono (2007),

nonrandom sampling/nonprobability sampling adalah teknik pengambilan informan yang tidak memberi ke-sempatan yang sama bagi setiap unsur untuk dipilih menjadi infor-man. Mustafa (2000) juga menam-bahkan bahwa nonrandom sam-pling/nonprobability samplingadalah cara pengambilan sampel yang mem-berikan kesempatan yang sama untuk diambil kepada setiap elemen po-pulasi. Dalam penelitian ini metode

purposive sampling yang akan di-berlakukan pada informan kunci dan metodeconvience samplinguntuk in-forman pendukung.

Unit Analisis

Penelitian ini menggunakan unit analisis yang berfokus pada per-soalan penelitian sehingga tidak me-ngutamakan tempat. Dalam pengka-jiannya, informan yang dibutuhkan adalah:

1) Informan Kunci

a. Pengurus Rumah Singgah Griya Baca Malang

Dari informan ini akan di-gali manajemen Griya Ba-ca dalam mengambil lang-kah-langkah yang dilaku-kan untuk meraih public trustatau kepercayaan ma-syarakat agar dapat me-ningkatkan fungsi interme-diasinya dalam upayanya untuk melakukan pemben-tukan modal manusia da-lam rangka peningkatan kualitas hidup anak jalanan binaannya. Dengan metode

purposive sample, dari ke-33 anggota diambil 11 rang yang terdiri dari 1 o-rang dari Dewan Penase-hat, 1 orang dari Dewan Pembina, 1 orang dari De-wan Kehormatan,

Pim-pinan Lembaga, Sekretaris Lembaga, Bendahara Lem-baga, 2 orang dari Divisi Pembinaan, 1 orang dari Divisi Event, 1 orang dari Divisi Humas dan 1 orang dari Divisi Advokasi. b. Anak Jalanan Binaan

Be-serta Orang Tuanya

Dari informan ini akan di-gali pendapat atau persepsi mengenai upaya LPA Gri-ya Baca dalam melakukan pembentukan modal ma-nusia dalam rangka pe-ningkatan kualitas hidup a-nak jalanan binaannya. Dengan metode purposive sample, dari ke-117 orang anak jalanan binaan dia-mbil 38 orang anak jala-nan.

2) Informan Pendukung a. Masyarakat Umum

Dari informan ini akan di-gali pendapat atau tangga-pan atas upaya yang telah dilakukan oleh LPA Griya Baca. Dengan mengguna-kan metode convience sa-mpling, maka diambil 10 orang masyarakat umum di sekitar lembaga untuk me-njadi informan.

b. Dinas Sosial Kota Malang Di mana instansi ini dapat memberikan keterangan tambahan bila diperlukan. Dengan menggunakan me-tode convience sampling, maka peneliti mengambil 5 orang dari Dinas Sosial u-ntuk menjadi informan.

Fokus Penelitian

Fokus dalam penelitian ini sangat erat kaitannya dengan rumu-san masalah. Hal ini sesuai dengan pendekatan kualitatif yang lentur dan

(17)

mengikuti pola pemikiran yang ber-sifat induktif empiris, di mana segala sesuatu dalam penelitian ini ditentu-kan dari hasil akhir pengumpulan da-ta yang mencerminkan arahan yang senyatanya. Penetapan fokus dapat membatasi studi dan berfungsi untuk memenuhi kriteria masuk-keluar ( in-clusions-exclusions criteria) (Mole-ong, 2006). Pada intinya, fokus pe-nelitian ini digunakan untuk memba-tasi masalah penelitian agar data ya-ng terkumpul tidak terjebak dari pe-ngumpulan data yang tidak perlu dan bisa dijadikan sarana untuk menga-rahkan jalannya penelitian.

Adapun fokus dalam pene-litian ini diarahkan untuk mengetahui upaya LPA Griya Baca dalam me-lakukan pembentukan modal manu-sia dalam rangka rangka peningkatan kualitas hidup anak jalanan bina-annya. Maka dari itu perlu diketahui aspek-aspek yang mempengaruhi u-paya tersebut.

Teknik Analisis Data

Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara siste-matis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan dokumentasi, dengan cara mengor-ganisasikan data ke dalam kategori, menjabarkan ke dalam unit-unit, me-lakukan sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari, dan mem-buat kesimpulan sehingga mudah di-pahami oleh diri sendiri maupun o-rang lain (Sugiyono, 2007).

Dengan menggunakan peneli-tian kualitatif, data-data yang telah didapat kemudian diklarifikasikan ke dalam tabel-tabel. Untuk kemudian dianalisis dengan proses penalaran secara ilmiah, penuturan, penafsiran, perbandingan dan kemudian peng-gambaran fenomena-fenomena yang terjadi secara apa adanya, guna dapat

mengambil kesimpulan dan membe-rikan saran-saran dengan cara me-nguraikan dalam kata-kata.

Analisa data dalam penelitian ini mempunyai beberapa proses, yaitu :

1) Reduksi Data (Data Reduction) Proses pemilihan, penyederha-naan, pengabstrakan dan tran-sformasi data kasar yang ter-catat di lapangan. Dengan me-lakukan reduksi data diharap-kan menghasildiharap-kan data yang sesuai, terklasifikasi dengan je-las, tepat guna dan terorganisir. Reduksi data ini berlangsung selama penelitian dilaksanakan. 2) Penyajian Data (Data Display)

Data yang telah terkumpul dan terklasifikasikan selanjutnya disajikan dalam tabel maupun kalimat. Kumpulan data ter-sebut selanjutnya dapat men-jadi informasi yang tersusun dengan baik, sehingga me-mungkinkan penarikan kesim-pulan dan pengambilan tinda-kan.

3) Penarikan kesimpulan ( Verifi-cation)

Data yang diperoleh di lapa-ngan dianalisis delapa-ngan beberá-pa cara untuk mencabeberá-pai validi-tas dan akuratisasi.

4. ANALISIS DATA DAN

PEM-BAHASAN

Upaya LPA Griya Baca Dalam Pembentukan Modal Manusia

Penanganan anak jalanan di Kota Malang khususnya mengenai hak atas pendidikan masih kurang maksimal, terutama dari pihak Dinas Sosial, meskipun Dinas Sosial khu-susnya UPT Dinas Sosial telah mem-berikan pembinaan kepada sejumlah anak jalanan di Kota Malang. Akan tetapi Dinas Sosial melakukan pem-binaan itu tanpa adanya penyusunan

(18)

program kerja yang jelas. Hal ini di-lakukan hanya berdasarkan pada se-batas melihat dari keperluan saja. Tentu saja pastinya tidak akan efektif karena awalnya sudah tidak ada uku-ran keberhasilan yang akan dipakai dalam hal ini sehingga tidak teru-kurnya tingkat keberhasilan dari pro-gram yang diterapkan kepada anak jalanan tersebut. Menurut pemaparan hasil wawancara dari Sunar Udjiah, ST (kepala UPT Disnakersos dan So-sial Kota Malang):

“Pada dasarnya untuk tahun 2010 tersebut UPT sosial tidak ada pro-gram yang disusun terutama dalam bidang pendidikan karena bera-lasan UPT tersebut baru berdiri pada bulan april tahun 2010.”

Akan tetapi pastinya hal tersebut tidak etis untuk dijadikan sebagai alasan pemaaf untuk instansi pemerintah yang bergelut di bidang sosial tersebut. Serta di sini perlu penulis paparkan hasil wawancara yang di-lakukan oleh penulis di Dinas Sosial ternyata Dinas Sosial belum memiliki tempat untuk pe-nampungan anak jalanan sehingga menghambat untuk pemantauan per-kembangan anak jalanan. Dinas So-sial itupun baru akan turun ke jalan apabila ada razia yang dilakukan oleh Satuan Polisi Pamong Praja.

Secara jelas ketika anak jala-nan ditanya tentang kebutuhan yang mendasar bagi dirinya

“aku pingin bisa membaca dan membuat mainan, dan aku ingin disayang ibu karena aku sering dimarahi.”

Kasih sayang dan bermain merupakan kondisi yang diinginkan oleh anak jalanan, hal ini wajar ka-rena seusia mereka, dunianya se-harusnya bermain, belajar dan di-sayang.

Peserta yang menjadi fokus penanganan Griya Baca adalah anak-anak jalanan kawasan Jagalan, Mu-harto, Sukun dan Alun-Alun Malang dan sekitarnya. Dalam konsep child center community development, Gri-ya Baca menGri-yadari supaGri-ya proses ad-vokasi dan pemberdayaan anak ja-lanan semakin efektif dan progresif, maka dibutuhkan juga penanganan terhadap orang tua dan masyarakat yang termarginalkan di sekitarnya.

Kegiatan-kegiatan pembinaan yang dilaksanakan oleh LPA Griya Baca adalah pembinaan rutin, out-bond, gebyar musik anak jalanan, du-nia kreasi anak jalanan.

Pembinaan Rutin Dua Kali dalam Seminggu (Akademik dan Non A-kademik)

Anak jalanan, sama seperti a-nak-anak pada umumnya yang mem-butuhkan pendidikan untuk bekal masa depan. Oleh dari itu, untuk pembinaan anak jalanan, ada be-berapa LSM yang dengan suka rela menampung anjal untuk belajar me-nulis, membaca, mengaji dan banyak kegiatan lainnya. Salah satu LSM yang memfasilitasi pendidikan bagi anak jalanan adalah Griya Baca. Gri-ya Baca merupakan wadah bagi anjal yang diurus oleh para mahasiswa da-ri berbagai universitas di Kota Ma-lang. Kegiatan pembinaan dilakukan pada sore hari setiap hari Selasa dan Sabtu.

Gambar 2: Suasana Pembinaan

(19)

Seperti tampak pada gambar 2, anak-anak jalanan antusias dan bersemangat untuk menuntut ilmu dengan keterbatasan fasilitas. Di sela sibuknya mencari nafkah, mereka masih mau menyempatkan diri untuk menuntut ilmu. Sebenarnya anak-a-nak sadar bahwa pendidikan sangat-lah penting bagi mereka tapi karena keadaanlah yang memaksa mereka harus di jalanan. Di bawah asuhan para relawan mereka tetap ceria me-nyongsong masa depannya.

Ada banyak kegiatan yang te-lah diprogramkan oleh pengurus Gri-ya Baca. Selain kegiatan pembinaan rutin, juga diadakan kegiatan lain yang bersifat positif. Misalnya saja, kegiatan membuat tempe atau kera-jinan. Tempe atau kerajinan kemu-dian dijual para anak jalanan. Hal ini seperti disampaikan relawan Griya Baca:

“Pada beberapa waktu yang lalu, para anak jalanan men-jual makanan di sekitaran Pasar Minggu.”

Meskipun ada LSM-LSM mandiri yang dengan sukarela me-nangani anak-anak ini tetapi tidak se-mua tercover dengan baik, ini di-sebabkan jumlah anak jalanan di Kota Malang memang semakin ber-tambah. Hal ini tentu saja mempri-hatinkan. Menilik dari masalah ter-sebut pembinaan terhadap anak ja-lanan semestinya semakin ditambah seiring bertambahnya jumlah anak jalanan. Tentu saja kepedulian ma-syarakat terhadap masalah ini perlu ditingkatkan. Karena itu masalah ini bukan saja menjadi tanggung jawab pemerintah tetapi masyarakat hen-daknya juga sadar bahwa masa depan bangsa ada pada diri anak-anak ja-lanan ini juga. Peran serta ma-syarakat baik moril maupun materiil dan pemerintah yang manunggal a-kan sangat membantu meningkata-kan

kesejahteraan anak jalanan, khusus-nya dalam bidang pendidikan.

OutbondAnak Jalanan

Kegiatan OutBond pernah di-lakukan pada tahun 2007. Kegiatan ini dilaksanakan oleh Griya Baca be-kerja sama dengan badan internasi-onal bidang pendidikan UNICEF, Bagsos Pemerintah Kota Malang, serta beberapa rumah singgah di Malang. Kegiatan OutBond yang di-selenggarakan di hutan pinus Song-goriti Batu Malang tersebut dipimpin oleh trainer pengurus Yayasan Bi-masakti Batu Malang. Transportasi perjalanan pulang pergi mengguna-kan jasa truk Satpol PP dan truk Polresta Malang. Truk yang biasanya mengintai sekaligus menangkap me-reka saat beraktifitas di jalanan. Kini mereka dapat merasakan dan me-nikmati nikmatnya truk tersebut. Su-atu saat lawan pun menjadi kawan, motto politikus. Mereka berekreasi, bernyanyi, bersiul di dalam truk yang seakan seperti mulut buaya yang siap menerkam mereka di saat lengah di jalanan. Kondisi ini seperti dicerita-kan oleh pengurus Griya Baca :

”Hari itu tersumbar senyum yang berbeda oleh adik-adik Griya Baca di saat melang-kahkan kaki mereka menaiki truk Satpol PP dan Truk Pol-resta Malang. Jika biasanya mereka menangis merintih ketakutan digiring Satpol PP menaiki truk, hari itu mereka tampak tenang-tenang saja bahkan sebagian mereka bersiul kegirangan.”

“Di sisi lain pemanfatan truk Satpol PP dan Kapolres Ma-lang tersebut tak lain untuk mengakrabkan anak dengan ayahnya, antara pelindung dan yang dilindungi seperti mottonya ”Siap mengayomi masyarakat” yang selama ini

(20)

seperti musuh bebuyutan bagi adik-adik jalanan. Di-harapkan adik-adik jalanan mempunyai persepsi bahwa sebenarnya polisi adalah pe-lindung mereka, bahwa polisi adalah sahabat mereka yang siap membantu ketika dalam kesulitan. Karena di dalam konteks anak jalanan, motto tersebut diragukan kebena-rannya, bahkan berbanding berbalik.”

Gambar 3: Suasana Outbond

Sumber: Data Lapangan, 2011

Kegiatan outbound tersebut dititikberatkan pada motivasi diri un-tuk membangun kepercayaan diri ba-gi anak-anak serta memperkuat hu-bungan kekeluargaan antar anak ja-lanan. Karena dunia jalanan yang keras memberikan peluang yang le-bih besar untuk saling bergesekan antara yang satu dengan yang lain. Begitu juga dalam acara outbound tersebut mengandung asupan materi tentang sopan santun dalam bergaul diharapkan output kegiatan tersebut di antaranya mampu percaya diri un-tuk bisa lebih baik, unun-tuk bisa hidup sukses dengan keindahan sopan san-tun pergaulan.

Tak cukup bekerjasama de-ngan instansi-instansi pemerintah, Griya Baca juga merekrut beberapa mahasiswa dan mahasiswi dari ber-bagai universitas untuk seber-bagai pen-damping adik-adik dalam kegiatan tersebut. Di antaranya dari UIN MALANG, UB, UM dan UMM.

Peran serta dari semua pihak mem-buat kegiatan outbond ini dapat ber-jalan dengan lancar. Kepedulian dari berbagai pihak adalah kunci dari se-buah kesuksesan.

Gebyar Musik Anak Jalanan

Dalam upaya mengembang-kan dan menyalurmengembang-kan potensi anak jalanan binaannya, Griya Baca me-ngadakan gebyar musik anak jalanan bekerja sama dengan mahasiswa-ma-hasiswa dari berbagai universitas ya-ng tergabuya-ng dalam kelompok ” An-gelhope”. Kegiatan ini dilakukan un-tuk menggali berbagai potensi dan minat yang dimiliki oleh anak-anak jalanan selain sebagai sarana hibu-ran. Pada kegiatan ini anak-anak se-cara alami dan spontan mengeluar-kan segala kemampuan yang mereka miliki. Dengan adanya kegiatan ini anak-anak dapat mengembangkan kemampuannya dalam bidang seni terutama musik. Dari potensi-potensi ini diharapkan bibit-bibit seniman akan tumbuh dengan baik dan kelak mempunyai masa depan cerah. Se-hingga kegiatan ini perlu dukungan dan partisipasi dari masyarakat dan berbagai pihak agar dapat dilak-sanakan secara rutin dan berkesinam-bungan.

Dunia Kreasi Anak Jalanan

Dalam upaya mengembang-kan dan menyalurmengembang-kan kreatifitas dan ketangkasan anak jalanan binaannya, Griya Baca mengadakan berbagai acara, di antaranya lomba-lomba ya-ng diadakan untuk memperiya-ngati Ha-ri Kemerdekaan Indonesia, belajar melukis dan berkerajinan tangan seperti membuat aksesoris dari ma-nik-manik.

(21)

Gambar 4: Suasana Lomba

Sumber: Data Lapangan, 2011

Gambar 5: Berkerajinan Tangan Bersama

Sumber: Data Lapangan, 2011

Dari kedua gambar tersebut dapat dilihat berbagai kegiatan untuk memotivasi dan sarana hiburan serta mengasah keterampilan anak jalanan yaitu berupa berbagai kegiatan lomba yang diselenggarakan baik untuk anak-anak maupun orang tua mereka (dalam hal ini yang dominan adalah ibu-ibu). Tampak bahwa baik anak-anak maupun orang tua sangat an-tusias dengan kegiatan tersebut. Lomba yang diadakan untuk anak-anak antara lain menggambar dan mewarnai, ambil koin dalam tepung dengan menggunakan mulut, lomba lari dan masih banyak yang lainnya sedangkan untuk ibu-ibu antara lain memasukkan benang pada jarum,

nyuwun tempeh. Kegembiraan dan keceriaan mereka seolah mampu me-lupakan beban berat ekonomi yang selama ini mereka pikul. Sejenak me-reka melupakan beban melalui ke-giatan lomba.

Selain itu kegiatan kreatifitas anak jalanan juga diadakan. Di sini mereka diajarkan berbagai kreatifitas

untuk mengasah otak dan keteram-pilan mereka. Berbagai macam pasel dan pernak pernik manik-manik me-reka rangkai menjadi sesuatu yang menarik. Dengan mengasah otak, a-nak-anak diajarkan untuk selalu kre-atif mencari solusi dalam mengha-dapi berbagai permasalahan dan me-ncari jalan keluar. Dari gambar 6 tampak anak-anak begitu antusias dan serius belajar menata pasel de-ngan berbagai tingkat kesulitan. Be-gitu juga dengan kegiatan merangkai pernak pernik manik-manik mereka belajar untuk menciptakan sesuatu kreatifitas yang menarik bernilai ekonomis. Karya-karya mereka ini nantinya diharapkan berguna untuk membantu menopang dan memper-baiki ekonomi mereka.

Ramadhan On The Street (Buka puasa bersama, pengajian, dan bakti sosial)

Kegiatan Ramadhan On The Street selalu dilakukan setiap tahun pada bulan Ramadhan sebagai upaya pembinaan keagamaan dan pemben-tukan ahklak yang mulia. Berbagai kegiatan mulai dari sholat, puasa, ngaji, ceramah, buka puasa bersama, berbagi dengan sesama dan masih banyak lagi.

Selain memberikan bekal ke-terampilan kewajiban yang tidak kalah pentingnya adalah memberikan bekal moral dan bimbingan akhlak yang mulia. Sejak dini mereka di-ajarkan mengenal Tuhannya sehing-ga mereka dapat tetap mau men-syukuri bagaimanapun keadaan me-reka sekarang. Anak-anak dibimbing dan diajarkan agar bisa memilah ma-na yang baik dan buruk, sehingga mereka tetap mau memegang teguh norma-norma yang berlaku baik nor-ma aganor-ma nor-maupun nornor-ma sosial.

Dengan kegiatan ini anak-a-nak yang masih sangat rawan dengan

(22)

kekerasan dan kejahatan mampu be-lajar membentengi diri dari sulitnya hidup di jalanan.

Selain kegiatan keagamaan juga diadakan kegiatan bakti sosial dimana kegiatan bakti sosial yang dilakukan Griya Baca didukung ba-nyak simpatisan, baik dari akademisi maupun tokoh masyarakat. Salah satu kegiatan bakti sosial yang per-nah dilaksanaan adalah Tes VCT. Tes VCT merupakan sebuah tes pe-meriksaan apakah seseorang telah te-rinfeksi virus HIV/AIDS atau tidak. Hal ini dilakukan karena anak ja-lanan rentan terhadap penyebaran vi-rus ini.

Untuk mengadakan tes ini, pihak Griya Baca melakukan kerja sama dengan para pengajar jurusan keperawatan di Universitas Muham-madiyah Malang (UMM) dan Rumah Sakit Islam (RSI) Unisma.

“Selain mengadakan tes darah, kita juga menyediakan tempat bagi warga yang ingin melakukan konsultasi seputar penyakit AIDS,” ujar Dedi Darwanto, salah seorang ang-gota tim VCT RSI Unisma.

Lebih lanjut Ulfia Atka Ariarti, salah seorang pengurus Griya Baca me-ngatakan:

”Ia menambahkan bahwa ya-ng dilakukan tes darah adalah para anjal dan pelajar dari keluarga kurang mampu yang telah berusia remaja. Namun tidak menutup kemungkinan juga dilakukan tes darah pada anak-anak. “Karena bisa jadi seorang anak ikut ter-kena virus HIV dari orang-tuanya yang dulu memiliki prilaku seks tidak sehat.” Karena itulah selain dila-kukan tes VCT panitia juga memberikan penyuluhan

ke-pada para anjal dan pelajar miskin terkait perilaku seks sehat. Di antaranya, pencega-han terhadap seks bebas, ma-upun pemakaian alat pelin-dung saat berhubungan ba-dan.”

Diketahui, kota Malang me-miliki status mengkhawatirkan dalam hal penderita HIV/AIDS. Saat ini sudah tercatat 1865 warga yang telah berstatus positif HIV/AIDS. Adapun setiap bulannya jumlah ini akan terus bertambah sekitar 20-30 orang. Ke-banyakan pertambahan jumlah pen-derita HIV/AIDS ini diakibatkan adanya prilaku seks tidak sehat dan narkoba.

Aspek-Aspek Yang Mempengaruhi Lpa Griya Baca Dalam Melakukan Pembentukan Modal Manusia

Aspek sosial anak jalanan ber-kaitan erat dengan ketidakmampuan anak memperoleh haknya, sebagai-mana diatur oleh konvensi hak anak. Juga disebabkan kurangnya aksesibi-litas anak, akibat berbagai keterba-tasan sarana dan prasarana yang ada. Baik di rumah dan di lingkungan sekitarnya, untuk dapat bermain dan berkembang sesuai dengan masa per-tumbuhannya. Terkait dengan kon-disi tersebut, permasalahan anak ja-lanan sudah merupakan permasalah-an krusial ypermasalah-ang harus ditpermasalah-angpermasalah-ani sam-pai ke akar-akarnya. Sebab jika masalahan hanya ditangani di mukaan saja, maka setiap saat per-masalahan tersebut akan muncul dan muncul kembali, serta menyebabkan timbulnya permasalahan lain yang justru lebih kompleks. Seperti mun-culnya orang dewasa jalanan, kri-minalitas, premanisasi, ekploitasi te-naga, ekploitasi seksual, penyimpa-ngan perilaku dan lain-lain.

Pemerintah bersama masyara-kat pernah menawarkan berbagai pe-ndekatan untuk upaya penanggula-ngannya. Akan tetapi dari berbagai

(23)

pendekatan tersebut hingga saat ini, belum ada yang dapat menyentuh anak jalanan secara mendalam terkait dengan adanya perubahan perilaku. Hal tersebut di atas salah satunya disebabkan kurang menyentuhnya semua jenis pembinaan yang dibe-rikan, pada kesadaran anak jalanan untuk dapat merubah perilakunya dan tidak berkeliaran lagi di jalanan.

Dalam upaya melakukan pe-rubahan perilaku telah dilakukan LP-A Griya Baca melalui pembinaan ya-ng intensif baik pendidikan, keaga-maan dan ketrampilan, namun ba-nyak aspek yang harus diperhatikan agar pembinaan yang dilakukan se-suai dengan harapan. Beberapa As-pek yang mempengaruhi LPA Griya Baca dalam melakukan pembinaan sebagai upaya pembentukan modal manusia adalah : 1) sosialisasi kepa-da orang tua, masyarakat kepa-dan anak jalanan itu sendiri. 2) sarana dan prasarana yang terbatas, 3) lingku-ngan sekitar yang mendukung anak untuk tetap di jalanan.

Seperti yang disampaikan o-leh pimpinan Griya Baca :

“Saat melakukan sosialisasi program diperlukan adanya kesepakatan antara anak a-suh, orang tua dan pekerja sosial di LPA Griya Baca. Komitmen ini dibangun demi kelancaran program dan tu-juan pengentasan masalah a-nak jalanan dapat segera ter-wujud. Dalam hal ini orang tua diharapkan dapat mem-bantu dan memberi motivasi kepada anak supaya rajin mengikuti program pembi-naan. Karena jika hal ini ti-dak dilakukan banyak sekali kendala yang akan ditemui oleh pekerja sosial. Karena tidak jarang orang tua anak jalanan malah menyuruh dan menuntut anaknya agar setiap

hari dapat membantu menga-tasi masalah ekonomi kelu-arga.”

Dari informasi pimpinan Gri-ya baca dapat dikatakan bahwa se-gala upaya tidak akan berhasil dan berjalan lancar jika pihak orang tua anak jalanan tidak mendukung hal tersebut, di mana orang tua hanya memikirkan kebutuhan sesaat (mem-peroleh makan saat ini). Anak ditun-tut membantu mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan hidup tanpa memikirkan masa depan anak. Untuk itu perlu pendekatan dan sosialisasi secara intensif kepada orang tua, agar mereka memikirkan masa depan a-nak dengan jalan memberikan ijin kepada anak-anak mereka untuk me-ngikuti pembinaan. Dengan adanya pembinaan ini diharapkan kelak a-nak-anak akan lebih mampu berpikir maju, berdikari dan berakhlak mulia.

Sosialisasi di masyarakat pun menjadi program utama dalam pem-binaan anak jalanan. Karena masya-rakat menjadi pengontrol sosial yang baik bagi proses perkembangan pem-binaan yang dilakukan. Pempem-binaan terhadap anak-anak jalanan akan menjadi sangat sulit diterima mana-kala lingkungan sekitar anak men-dukung adanya keberadaan anak un-tuk di jalanan. Jadi tidak heran jika faktor yang mempengaruhi anak un-tuk di jalanan adalah dari faktor o-rang tua, diajak teman dan karena lokasi rumah tinggal dekat pusat ke-ramaian (pasar) tempat dimana se-mua orang berkumpul tidak peduli tua maupun muda.

“Dalam kondisi lingkungan sekitar anak yang mendu-kung adanya keberadaan a-nak untuk di jalanan otomatis yang nampak adalah adanya kekerasan terhadap anak, eksploitasi anak/mempeker-jakan anak yang belum

Gambar

Gambar 1 : Bagan Kerangka Pikir Upaya Pembentukan Modal Manusia dalam Rangka
Gambar 2: Suasana Pembinaan
Gambar 3: Suasana Outbond
Gambar 4: Suasana Lomba

Referensi

Dokumen terkait

Jika wasit melihat ada perbedaan antara gerakan yang dilakukan pesenam dengan gambar atau keterangannya, maka wasit harus memotong sesuai dengan ketentuan yang

Pelatihan Self Regulation phase Forethought yang diharapkan oleh Bank Swasta “X” adalah tidak sekedar calon Relationship Officer (RO) mampu mempersiapkan kegiatan

Hasil yang diperoleh dari analisis penelitian tersebut adalah adanya pengaruh signifikan positif antara tiap dimensi keadilan organisasi dan kepercayaan organisasi,

Penyebab lain perbedaan jumlah perhitungan harga pokok produk menurut perusahaan dibanding dengan hasil analisis adalah pembebanan biaya overhead pabrik yang tidak sesuai

Penapisan fitokimia dilakukan untuk mengetahui golongan senyawa apa saja yang terkadnung dalam ekstrak etanol dari simplisia kulit batang sintok.. Golongan senyawa

Jamur mampu menghasilkan senyawa yang berpotensi yang diaplikasikan dalam dunia kesehatan dan telah di buktikan memiliki banyak sumber metabolit sekunder aktif yang unik secara

Dalam mempelajari senyawa antimalaria baru, telah dilakukan penelitian menggunakan etil p-metoksi sinamat dari rimpang Kaempferia galanga yang diuji aktivitasnya

Farmakogenomik merupakan studi variabilitas genetik yang bertujuan menyusun suatu pemetaan variasi DNA pada outcomes terapi spesifik, yang menggambarkan