• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kelelahan Kerja Pegawai Negeri Sipil Kantor Inspektorat Kabupaten Simalungun di Pematang Raya Tahun 2017

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kelelahan Kerja Pegawai Negeri Sipil Kantor Inspektorat Kabupaten Simalungun di Pematang Raya Tahun 2017"

Copied!
35
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kelelahan Akibat Kerja

2.1.1 Defenisi Kelelahan

Kelelahan adalah suatu mekanisme perlindungan tubuh agar tubuh terhindar dari kerusakan lebih lanjut sehingga terjadi pemulihan setelah istirahat. Kelelahan diatur secara sentral oleh otak. Pada susunan syaraf pusat terdapat sistem aktivasi (bersifat simpatis) dan inhibisi (bersifat parasimpatis) (Tarwaka, 2004). Menurut Tarwaka (dalam Suma’mur, 2013) kelelahan adalah keadaan yang disertai penurunana efisiensi dan ketahanan dalam bekerja. Kata kelelahan menunjukkan keadaan yang berbeda – beda, tetapi semuanya berakibat kepada pengurangan kapasitas kerja dan ketahanan tubuh. Kata lelah (fatigue) menunjukkan keadaan tubuh dan mental yang berbeda, tetapi semuanya berakibat kepada penurunan daya kerja dan berkurangnya ketahanan tubuh untuk bekerja.

Istilah kelelahan selalu mengarah kepada kondisi melemahnya tenaga untuk melakukan suatu kegiatan, walaupun itu bukan satu-satunya gejala. Secara umum gejala kelelahan yang lebih dekat adalah pada pengertian kelelahan fisik atau physical fatigue dan kelelahan mental atau mental fatigue (Budiono, 2003). Jika dalam jangka waktu yang panjang seseorang terus menerus harus melakukan gerak yang sama maka sirkulasi darah menjadi terganggu, dan orang tersebut menjadi cepat lelah. Hal ini juga dikemukan

(2)

lelah dan tetap ia paksakan. Kelelahan subjektif biasanya terjadi pada akhir jam kerja, apabila rata-rata beban kerja melebihi 30- 40% dari tenaga aerobik maksimal (Astrand, Rodahl, 1977 dan Pulat, 1992 dalam tarwaka 2004).

2.1.2 Jenis Kelelahan

Secara umum, kelelahan dapat dibedakan dalam beberapa macam,yaitu :

1. Berdasarkan proses dalam otot

Kelelahan dapat dibagi dua berdasarakan proses dalam otot yaitu kelelahan otot dan kelelahan umum (Budiono, 2003) :

a. Kelelahan otot

Fenomena berkurangnya kinerja otot setelah terjadi tekanan melalui fisik untuk suatu waktu disebut kelelahan otot secara fisiologis, yang ditunjukkan tidak hanya dengan berkurangnya tekanan fisik tetapi juga makin rendahnya gerakan. Pada akhirnya kelelahan fisik ini dapat menyebabkan sejumlah hal yang kurang menguntungkan seperti : melemahnya kemampuan tenaga kerja dalam melakukan pekerjaannya dan meningkatnya kesalahan dalam melakukan kegiatan kerja sehingga dapat mempengaruhi produktivitas kerjanya.

(3)

merupakan penunjang proses. Perubahan kimia yang terjadi mengakibatkan dihantarkannya rangsangan saraf melalui saraf sensoris ke otak yang disadari sebagai kelelahan otot. Rangsangan aferen ini menghambat pusat-pusat otak dalam mengendalikan gerakan sehingga frekuensi potensial kegiatan pada sel saraf menjadi berkurang. Berkurangnya frekuensi tersebut akan menurunkan kekuatan dan kecepatan kontraksi otot dan gerakan atas perintah kemauan menjadi lambat. Dengan demikian semakin lambat gerakan seorang akan menunjukkan semakin lelah kondisi otot seseorang (Tarwaka, 2004).

b. Kelelahan umum

Gejala utama kelelahan umum adalah suatu perasaan letih yang luar biasa. Semua aktivitas menjadi terganggu dan biasanya akan menimbulkan rasa kantuk. Kelelahan umum biasanya ditandai dengan berkurangnya kemauan untuk bekerja yang disebabkan oleh karena monotoni, intensitas dan lamanya kerja fisik, keadaan dirumah, sebab-sebab mental, status kesehatan dan keadaan gizi (Tarwaka, 2004).

2. Berdasarkan penyebab kelelahan

a. Kelelahan fisik yaitu kelelahan yang disebabkan oleh faktor lingkungan (fisik) ditempat kerja, antara lain : kebisingan, suhu, shift kerja, dll

(4)

2.1.3 Faktor-faktor Penyebab Kelelahan Akibat Kerja

Grandjean (dalam Tarwaka 2004 ) menjelaskan bahwa faktor penyebab terjadinya kelelahan di industri sangat bervariasi, dan untuk memelihara/mempertahankan kesehatan dan efisiensi, proses penyegaran harus dilakukan di luar tekanan (cancel out the stress). Penyegaran terjadi terutama selama waktu tidur malam, tetapi periode istirahat dan waktu-waktu berhenti kerja juga dapat memberikan penyegaran. Faktor-faktor penyebab kelelahan digambakan seperti pada gambar 2.1.

Gambar 2.1 Teori Kombinasi Pengaruh Penyebab Kelelahan dan Penyegaran (Recuperation).

Sumber: Grandjean (1991:838). Encyclopaedia of Occupational Health and Safety. ILO.Geneva.

Intensitas dan lamanya kerja fisik dan mental

Problem Fisik: tanggung jawab, kekawatiran konflik

Kenyerian dan kondisi kesehatan

Lingkungan: iklim, penerangan, kebisingan, getaran, dll

nutrisi

Cyrcadian rhytim

Penyembuhan/p enyegaran

(5)

Kelelahan yang disebabkan oleh karena kerja statis berbeda dengan kerja dinamis. Pada kerja otot statis, dengan pengerahan tenaga 50% dari kekuatan maksimum otot hanya dapat bekerja selama 1 menit, sedangkan pada pengerahan tenaga < 20% kerja fisik dapat berlangsung cukup lama. Tetapi pengerahan tenaga otot statis sebesar 15-20% akan menyebabkan kelelahan dan nyeri jika pembebanan berlangsung sepanjang hari. Astrand & Rodahl (dalam Tarwaka 2004) berpendapat bahwa kerja dapat dipertahankan beberapa jam per hari tanpa gejala kelelahan jika tenaga yang dikerahkan tidak melebihi 8% dari maksimum tenaga otot. Grandjean (dalam Tarwaka 2004) juga menyatakan bahwa kerja otot statis merupakan kerja berat (Strenous), kemudian mereka membandingkan antara kerja otot statis dan dinamis. Pada kondisi yang hampir sama, kerja otot statis mempunyai konsumsi energi lebih tinggi, denyut nadi meningkat dan diperlukan waktu istirahat yang lebih lama.

(6)

dihasilkan oleh tenaga kerja, maka kontraksi otot akan terpengaruh sehingga kelelahan seluruh badan terjadi. Kemudian mereka merekomendasikan bahwa, penggunaan energi tidak melebihi 50% dari tenaga aerobik maksimum untuk kerja 1 jam; 40% untuk kerja 2 jam dan 33% untuk kerja 8 jam terus menerus. Nilai tersebut didesain untuk mencegah kelelahan yang dipercaya dapat meningkatkan resiko cedera otot skeletal pada tenaga kerja.

Untuk mengurangi tingkat kelelahan maka harus dihindarkan sikap kerja yang bersifat statis dan diupayakan sikap kerja yang lebih dinamis. Hal ini dapat dilakukan dengan merubah sikap kerja yang statis menjadi sikap kerja yang lebih bervariasi atau dinamis, sehingga sirkulasi darah dan oksigen dapat berjalan normal ke seluruh anggota tubuh. Sedangkan untuk menilai tingkat kelelahan seseorang dapat dilakukan pengukuran kelelahan secara tidak langsung baik secara objektif maupun subjektif.

2.1.4 Gejala Kelelahan

Kelelahan memang mudah untuk dihilangkan, dengan istirahat yang cukup perasaan lelah akan segera hilang. Namun, kelelahan yang terjadi secara terus

menerus akan berakibat pada kelelahan yang bersifat kronis (Suma’mur, 2009).

Oleh sebab itu baik tenaga kerja ataupun pengusaha perlu mengetahui kejadian kelelahan yang dapat dikenali dengan melihat gejala kelelahan. Adapun gejala

kelelahan menurut Suma’mur (2009) adalah sebagai berikut :

(7)

4. Menguap 20. Kurang kepercayaan 5. Pikiran terasa kacau 21. Cemas terhadap sesuatu 6. Menjadi mengantuk 22. Tidak dapat mengontrol sikap 7. Merasakan beban pada mata 23.Tidak dapat tekun bekerja 8. Kaku dan canggung dalam gerakan 24. Sakit kepala

9. Tidak seimbang ketika berdiri 25. Bahu terasa kaku 10.Ingin berbaring 26. Punggung terasa nyeri 11.Susah dalam berfikir 27. Pernafasan terasa tertekan

12.Lelah berbicara 28. Haus

13.Menjadi gugup 29. Spasme dari kelopak mata 14. Suara serak 30. Tremor pada anggota badan

15. Merasa pening

16. Merasa kurang sehat

Gejala perasaan atau tanda kelelahan 1-10 menunjukkan melemahnya kegiatan, 11- 20 menunjukkan menunjukkan melemahnya motivasi, dan 21 – 30 gambaran kelelahan fisik sebagai akibat dari keadaan umum yang melemahkan (Suma’mur, 2009).

2.1.5 Langkah-langkah Mengatasi Kelelahan

(8)

skematis antara faktor penyebab terjadinya kelelahan, penyegaran dan cara menangani kelelahan agar tidak menimbulkan resiko yang lebih parah seperti pada gambar 2.2.

Gambar 2.2. Penyebab Kelelahan, Cara Mengatasi dan Manajemen Resiko

Kelelalahan

Sumber : Tarwaka (2004: 110) Ergonomi Untuk Keselamatan, Kesehatan

Kerja dan Produktivitas. Surakarta. PENYEBAB KELELAHAN 1. Sesuai kapasitas kerja fisik 2. Sesuai kapasitas kerja 10. Istirahat setiap 2 jam kerja

(9)

2.1.6 Faktor-Faktor Yang Berhubugan Dengan Kelelahan

Menurut Suma’mur (2013), faktor-faktor yang mempengaruhi

kelelahan yaitu :

A. Faktor-faktor Internal yaitu :

1. Faktor somatis atau fisik, seperti : kesehatan/ gizi/ pola makan, jenis kelamin, usia.

2. Faktor psikis, seperti : pengetahuan, sikap/ gaya hidup/ pengelolaan stress. B. Faktor-faktor eksternal yaitu :

1. Faktor fisik, seperti : kebisingan, suhu, pencahayaan. 2. Faktor kimia, seperti : zat beracun

3. Faktor biologis, seperti : bakteri jamur 4. Faktor ergonomi

5. Faktor lingkungan kerja, seperti : kategori pekerjaan, sifat pekerjaan, disiplin perusahaan, gaji/ uang lembur (insentif), hubungan sosial, posisi kerja. A. Faktor Internal

(10)

kelelahan pada pekerja yang berumur > 25 tahun dan umur ≤ 25 tahun. Oleh sebab itu, dapat disimpulkan bahwa semakin tua umur seseorang maka akan semakin besar tingkat kelelahan yang dirasakan.

2. Jenis Kelamin

Penggolongan jenis kelamin terbagi menjadi pria dan wanita. Menurut Kroemer dan Grandjean (1997) dalam Tarwaka, (2004) bahwa masalah pada pekerja wanita dapat disebabkan oleh periode hormonal fungsi tubuh serta adanya pekerjaan rumah tangga sehingga gangguan menstruasi, aborsi, gangguan tidur dan kelelahan sering terjadi.

3. Status Perkawinan

Menurut Puspita (2009) seseorang yang sudah menikah dan memiliki keluarga maka akan mengalami kelelahan akibat kerja dikarenakan waktu setelah bekerja digunakan untuk melayani anak dan istrinya, bukan untuk beristirahat. Hal ini juga sesuai dengan penelitian Mauludi (2009) yang dilakukan pada 100 pekerja di proses produksi kantong semen pdb (paper bag division) PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk, didapatkan P value sebesar 0,045 yang berarti terdapat hubungan bermakna antara status perkawinan dengan kelelahan .

4. Masa Kerja

(11)

shift pada kelompok lama kerja < 15 tahun (0-5 tahun; 6-10 tahun; 11-15 tahun) dibandingkan dengan kelompok dengan lama kerja > 15 tahun terdapat kecenderungan bahwa pekerja dengan masa kerja < 15 tahun menunjukkan tingkat kelelahan kerja yang paling tinggi karena proses adaptasi.

5. Status Gizi/ Indeks Masa Tubuh

Status gizi berhubungan erat dan berpengaruh pada produktivitas dan efisiensi kerja. Dalam melakukan pekerjaan tubuh memerlukan energi, apabila kekurangan baik secara kualitatif maupun kuantitatif kapasitas kerja akan terganggu (Tarwaka, 2004). Status gizi seseorang dapat diketahui dari perhitungan Indeks Masa Tubuh (IMT). Adapun cara perhitungan IMT adalah sebagai berikut :

IMT =

Pada penelitian Dewi (2006) yang dilakukan di PT ” X ” kelelahan banyak

(12)

dialami pada pekerja dengan status gizi normal yaitu sebanyak 19 orang (35,2%) dengan P value sebesar 0,905 dinyatakan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara status gizi dengan kelelahan pada pekerja. 6. Riwayat Penyakit

Beberapa penyakit dapat mempengaruhi kelelahan, antara lain : 1. Penyakit Jantung

Ketika bekerja, jantung dirangsang sehingga kecepatan denyut jantung dan kekuatan pemompaannya menjadi meningkat. Jika ada beban ekstra yang dialami jantung misalnya membawa beban berat, dapat mengakibatkan meningkatnya keperluan oksigen ke otot jantung. Kekurangan suplai oksigen ke otot jantung menyebabkan dada sakit. Kekurangan oksigen jika terus menerus , maka terjadi akumulasi yang selanjutnya terjadi metabolisme anaerobik diaman akan menghasilkan asam laktat yang mempercepat kelelahan (Santoso, 2004).

2. Tekanan Darah Rendah

(13)

B. Faktor Eksternal 1. Kebisingan

Kebisingan merupakan suara yang tidak diinginkan. Penelitian yang dilakukan didalam dan diluar negeri menunjukkan bahwa pada frekuensi 300- 6000 Hz, pengurangan pendengaran tersebut disebabkan oleh kebisingan.

2. Getaran

Getaran-getaran yang ditimbulkan oleh alat-alat mekanis yang sebagian dari getaran ini sampai ketubuh dan dapat menimbulkan akibat-akibat yang tidak diinginkan pada tubuh kita. Menambahnya tonus otot-otot oleh karena getaran dibawah frekuensi 20 Hz menjadi sebab kelelahan, sebaliknya frekuensi diatas 20 Hz menyebabkan pengenduran otot. Getaran mekanis terdiri dari campuran aneka frekuensi bersifat menegangkan dan melemaskan tonus otot secara serta merta berefek

melelahkan (Suma’mur, 2009).

3. Iklim kerja

Efesiansi kerja sangat dipengaruhi oleh cuaca kerja dalam daerah nikmat kerja, jadi tidak dingin dan kepanasan. Untuk ukuran suhu nikmat bagi orang Indonesia adalah 24- C. Suhu panas mengurangi kelincahan, memperpanjang waktu reaksi dan waktu pengambilan keputusan,

6. Beban Kerja

(14)

metode secara objektif, yaitu metode penilaian langsung dan metode tidak langsung. Metode pengukuran langsung yaitu dengan mengukur energi yang dikeluarkan (energy expenditure) melalui asupan oksigen selama bekerja. Semakin berat beban kerja akan semakin banyak energi yang diperlukan atau dikonsumsi. Meskipun metode dengan menggunakan asupan oksigen lebih akurat, namun hanya dapat mengukur untuk waktu kerja yang singkat dan diperlukan peralatan yang cukup mahal. Sedangkan metode pengukuran tidak langsung adalah dengan menghitung denyut nadi selama kerja. Lebih lanjut Christensen (1991) dan Grandjean (1993) menjelaskan bahwa salah satu pendekatan untuk mengetahui berat ringannya beban kerja adalah dengan menghitung nadi kerja, konsumsi oksigen, kapasitas ventilasi paru dan suhu inti tubuh. Pada batas tertentu ventilasi paru, denyut jantung dan suhu tubuh mempunyai hubungan yang linier dengan konsumsi oksigen atau pekerjaan yang dilakukan. Kemudian Konz (1996) mengemukakan bahwa denyut jantung adalah suatu alat estimasi laju metabolisme yang baik, kecuali dalam keadaan emosi dan vasodilatasi.

a. Subjective Workload Assesment Tecnique (SWAT)

(15)

1. Time load atau beban kerja waktu yang menunjukkan jumlah waktu yang tersedia dalam perencanaan, pelaksanaan, dan monitoring tugas.

2. Mental effort atau beban usaha mental, yang berarti banyaknya usaha mental dalam melaksanakan suatu pekerjaan.

3. Psychological stress atau beban tekanan psikologis yang menunjukkan tingkat risiko pekerjaan, kebingungan, dan frustasi.

Metode Subjective Workload Assesment Tecnique (SWAT) dikembangkan oleh Gary B. Reid dari divisi Human Engineering pada Amstrong Laboratory, Ohio-USA digunakan menganalisa beban kerja yang dihadapi oleh seseorang yang harus melakukan aktivitas (baik yang merupakan beban kerja fisik maupun mental) yang bermacam-macam. Dalam penerapannya, SWAT akan memberikan penskalaan subjektif yang sederhana dan mudah dilakukan untuk mengkuantifkasikan beban kerja dari aktivitas yang bermacam-macam yang harus dilakukan oleh seorang pekerja.

(16)

kombinasi tingkat beban kerja mental. Prosedur penerapan merode SWAT terdiri dari dua tahap, yaitu tahap penskalaan (Scale Development) dan tahap penilaian (Event Scoring).

Pada langkah pertama, 27 kombinasi tingkat beban kerja mental diurutkan dengan berdasarkan persepsi yang dipahami oleh responden. Data hasil pengurutan kemudian ditranformasikan kedalam sebuah skala interval dari beban kerja dengan range 0-100. Pada tahap penilaian, sebuah aktivitas atau kejadian akan dinilai dengan menggunakan rating 1 sampai 3 (rendah, sedang, tinggi) untuk setiap dimensi atau faktor yang ada. Nilai skala yang berkaitan dengan kombinasi tersebut (yang didapat dari tahap penskalaan) kemudian dipakai sebagai nilai beban kerja untuk aktivitas yang bersangkutan. Semaksimal mungkin diusahakan agar selama proses pengumpulan data dalam penerapan metode SWAT tidak mengganggu pekerjaan dari subyek (pekerja) yang diteliti.

(17)

Tabel 2.1 Dimensi dari Metode SWAT

1. Time Load 1. Often have spare time, interuptions or overlap among activities occur infreuently or not at all

2. Occasonally have spare time, Interuptions or overlap amng activities occur infrequently

3. Almost never have spare time, interuptions or overlap among activities are very frequntly, or occur all the time

2. Mental Effort Load

1. Very little conscious mental effor or concentration requied. Activity is almost automatic, requiring little or no attention 2. Moderate conscious mental effor or

concenstration required. Complexity or activity is moderately high due to uncertainly, inpredictability, or unfamiliarity. Considerable attention required unfamliarity. Considerable attention required.

3. Extensive mental effort and concentration are necessary. Very complex activity requiring total attention

3. Psychological Stress Load

1. Little confusion, risk, frustation, or anxiety exists and can be easily accommodated 2. Moderate stress due to confusion,

frustration or anxiety noticeably adds to workload. Significant compensation is required to maintain adequate performance 3. High to very intense stress due to confusion

frustration or anxiety. High ectreme determination and self-control required. Sumber: Reid, G. B. And Nygren, T. E. 1998. The subjective

workloadassessment technique: a scaling procedure for measuring mental workload

5. Jarak Tempuh ke Tempat Kerja

(18)

Semakin jauh jaraknya maka waktu yang terbuang semakin banyak, tingkat efisiensi waktu menurun. Akibatnya curahan jam kerja akan semakin berkurang. Menurut pendapat Hang Kueng dalam Fuad Mustofa (2006: 22) jarak dikatakan dekat apabila jarak tempuh penduduk dengan berjalan kaki kurang atau sama dengan 1 km dan jarak dikatakan jauh apabila jarak tempuh penduduk lebih dari 1 km. Waktu tempuh penduduk dengan jalan kaki dikatakan sebentar apabila kurang dari atau sama dengan 15 menit, dan dikatakan lama bila waktu tempuh lebih dari 15 menit. Sedangkan menggunakan kendaraan jarak tempuh penduduk dikatakan dekat apabila kurang dari atau sama dengan 2 km dan dikatakan jauh apabila lebih dari 2 km, dan waktu tempuh penduduk dikatakan sebentar apabila kurang dari atau sama dengan 15 menit dan dikatakan lama apabila lebih dari 15menit.

2.1.7 Pengukuran Kelelahan

Menurut Grandjean (dalam Tarwaka, 2004: 110), mengelompokkan metode pengukuran kelelahan dalam beberapa kelompok sebagai berikut :

1. Kualitas dan kuantitas kerja yang dilakukan

(19)

menggambarkan terjadinya kelelahan, tetapi faktor tersebut bukanlah merupakan causal factor.

2. Uji psiko-motor (Psychomotor test)

Pada metode ini melibatkan fungsi persepsi, interpretasi dan reaksi motor. Salah satu cara yang dapat digunakan adalah dengan pengukuranwaktu reaksi. Waktu reaksi adalah jangka waktu dari pemberian suatu rangsang sampai kepada suatu saat kesadaran atau dilaksanakan kegiatan. Dalam uji waktu reaksi dapat digunakan nyala lampu, denting suara, sentuhan kulit atau goyangan badan. Terjadinya pemanjangan waktu reaksi merupakan petunjuk adanya pelambatan pada proses faal syaraf dan otot.

Menurut Sanders dan McCormick (dalam Tarwaka, 2004: 111) mengatakan bahwa waktu reaksi adalah waktu untuk membuat suatu respon yang spesifik saat satu stimuli terjadi. Waktu reaksi terpendek biasanya berkisar antara 150 s/d 200 millidetik. Waktu reaksi tergantung dari stimuli yang dibuat; intensitas dan lamanya perangsangan; umur subjek; dan perbedaan-perbedaan individu lainnya.

(20)

3. Uji hilangnya kelipan (flicker-fusion test)

Dalam kondisi yang lelah, kemampuan tenaga kerja untuk melihat kelipan akan berkurang. Semakin lelah akan semakin panjang waktu yang diperlukan untuk jarak antara dua kelipan. Uji kelipan, di samping untuk mengukur kelelahan juga menunjukkan keadaan kewaspadaan tenaga kerja.

4. Perasaan kelelahan secara subjektif (Subjective feelings of fatigue)

Subjective Self Rating Test dari Industrial Fatigue Research Committee

(IFRC) Jepang, merupakan salah satu kuesioner yang dapat untuk mengukur tingkat kelelahan subjektif. Kuesioner tersebut berisi 30 daftar pertanyaan yang terdiri dari:

a. 10 pertanyaan tentang pelemahan kegiatan:

1) perasaan berat di kepala

2) lelah seluruh badan

3) berat di kaki

4) menguap

5) pikiran kacau

6) mengantuk

7) ada beban pada mata

(21)

9) berdiri tidak stabil

10) ingin berbaring

b. 10 pertanyaan tentang pelemahan motivasi:

11) susah berpikir

12) lelah untuk bicara

13) gugup

14) tidak berkonsentrasi

15) sulit memusatkan perhatian

16) mudah lupa

17) kepercayaan diri berkurang

18) merasa cemas

19) sulit mengontrol sikap

20) tidak tekun dalam pekerjaan

c. 10 pertanyaan tentang gambaran kelelahan fisik:

21) sakit di kepala

22) kaku di bahu

(22)

24) sesak nafas

25) haus

26) suara serak

27) merasa pening

28) spasme di kelopak mata

29) tremor pada anggota badan

30) merasa kurang sehat

5. Uji mental

(23)

2.2 Pegawai Negeri Sipil

2.2.1 Pengertian Pegawai Negeri Sipil

Dalam suatu organisasi, kualitas sumber daya manusia sangat menentukan berjalan tidaknya suatu organisasi. Pencapaian tujuan yang ditentukan oleh organisasi tersebut tergantung kepada kemampuan manusia untuk menggerakkan organisasi tersebut ke arah yang telah ditetapkan. Manusia yang terlibat dalam organisasi ini disebut juga pegawai.

A.W. Widjaja (2006:113) berpendapat bahwa, “Pegawai adalah merupakan tenaga kerja manusia jasmaniah maupun rohaniah (mental dan pikiran) yang senantiasa dibutuhkan dan oleh karena itu menjadi salah satu modal pokok dalam usaha kerja sama untuk mencapai tujuan tertentu (organisasi). Selanjutnya

A.W. Widjaja mengatakan bahwa, “Pegawai adalah orang orang yang dikerjakan

dalam suatu badan tertentu, baik di lembaga-lembaga pemerintah maupun dalam badan-badan usaha.

(24)

Dari definisi di atas dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa pegawai sebagai tenaga kerja atau yang menyelenggarakan pekerjaan perlu digerakkan sehingga mereka mempunyai keterampilan dan kemampuan dalam bekerja yang pada akhirnya akan dapat menghasilkan karya-karya yang bermanfaat untuk tercapainya tujuan organisasi. Karena tanpa kemampuan dan keterampilan pegawai sebagai pelaksana pekerjaan maka alat-alat dalam organisasi tersebut akan merupakan benda mati dan waktu yang dipergunakan akan terbuang dengan percuma sehingga pekerjaan tidak efektif.

Dari beberapa defenisi pegawai yang telah dikemukakan para ahli tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa istilah pegawai mengandung pengertian sebagai berikut:

1. Menjadi anggota suatu usaha kerja sama (organisasi) dengan maksud memperoleh balas jasa atau imbalan kompensasi atas jasa yang telah diberikan. 2. Pegawai di dalam sistem kerja sama yang sifatnya pamrih.

3. Berkedudukan sebagai penerima kerja dan berhadapan dengan pemberi kerja (majikan).

4. Kedudukan sebagai penerima kerja itu diperoleh setelah melakukan proses penerimaan.

(25)

2.2.2 Jenis Pegawai Negeri Sipil

Pasal 2 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian, yang menjelaskan Pegawai Negeri terdiri dari:

1. Pegawai Negeri Sipil

2. Anggota Tentara Nasional Indonesia

3. Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia Pegawai Negeri Sipil terdiri dari:

1. Pegawai negeri sipil pusat

2. Pegawai negeri sipil daerah

3. Pegawai negeri sipil lain yang ditetapkan dengan peraturan pemerintah

1. Pegawai Negeri Sipil Pusat

a. Yang bekerja sama pada departemen, lembaga pemerintah non departemen, kesekretariatan, lembaga tertinggi/tinggi negara, instansi vertikal di daerah-daerah dan kepaniteraan pengadilan

b. Yang bekerja pada perusahaan jawatan misalnya perusahaan jawatan kereta api, pegadaian dan lain-lain.

c. Yang diperbantukan atau dipekerjakan pada Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota.

(26)

e. Yang menyelenggarakan tugas negara lainnya, misalnya hakim pada pengadilan negeri/pengadilan tinggi dan lain-lain.

2. Pegawai Negei Sipil Daerah

Pegawai Negeri Sipil Daerah diangkat dan bekerja pada Pemerintahan Daerah Otonom baik pada Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota.

3. Pegawai Negeri Sipil lain yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah Masih dimungkinkan adanya pegawai negeri sipil lainnya yang akan ditetapkan dengan peraturan pemerintah, misalnya kepala-kepala kelurahan dan pegawai negeri di kantor sesuai dengan UU No.43 Tahun 1999 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang No.8 Tahun 1974 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian.

Dari uraian-uraian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa yang menyelenggarakan tugas-tugas negara atau pemerintahan adalah pegawai negeri, karena kedudukan pegawai negeri adalah sebagai abdi negara dan abdi masyarakat, juga pegawai negeri merupakan tulang punggung pemerintah dalam proses penyelenggaraan pemerintahan maupun dalam melaksanakan pembangunan nasional.

2.2.3 Sistem Pemeliharaan Kesehatan Pegawai Negeri

Dalam Suma’mur (2009:491) terdapat tiga sistem pemeliharaa kesehatan

(27)

bahwa kedua sistem yang disbut terdahulu tidak mungkin dilanjutkan oleh karena menimbulkan permasalahan dalam hal pembiayaan. Oleh karena adanya kelemahan dalam sistem restitusi dan sistem resep pegawai Negeri maka kedua sistem tersebut tidak mungkin di teruskan untuk dipakai sebagai sistem pemeliharaan kesehatan pegawai Negeri.

Oleh karena itu, diterapkan sistem asuransi yang memiliki segi positif dan telah ternyata dapat dilaksanakan sebagai berikut:

1. Asuransi kesehatan memungkinkan biaya rata-rata per kapita yang jauh lebih rendah, mengingat adanya praktek yang kurang atau jarang sakit menanggung yang sering sakit.

2. Asuransi kesehatan mengikutsertakan pegawai Negeri berserta keluarganya dalam pembiayaan pemeliharaan kesehatan.

3. Asuransi kesehatan dapat mengikutsertakan dokter dan fasilitas kesehatan sektor pemerintah dan swasta, sehingga semua dokter mengambil bagian aktif dalam sistem ini.

4. Asuransi kesehatan membebaskan pegawai Negeri dari kesulitan untuk membayar biaya dokter dan obat-obatan terahulu. Demikian pula asuransi kesehatan membebaskan pegawai Negeri dari ketentuan peraturan yang tidak sesuai lagi

(28)

6. Asuransi kesehatan dapat mengumpulkan dan memupuk dana cukup besar sehingga dimanfaatkan bagi kepentingan peserta dan bermanfaaat bagi pembangunan

Sistem asuransi kesehatan bagi pegawai Negeri telah berjalan sejak tahun 1969 dengan terus menerus disempurnakan tata cara dan pelaksanaannya. Pegawai Negeri dapat berobat pada pusat pelayanan kesehatan, sedangkan untuk perawatan di Rumah Sakit telah dibuat peraturannya. Untuk pelaksanaan Dana Kesehatan ini, 5% gaji bruto pegawai Negeri diserahkan kepada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Perusahaan Perseroan (Persero) Asuransi Kesehatan Indonesia (ASKES).

2.3 Keselamatan dan Kesehatan Kerja Perkantoran

Ada beberapa hal penting yang harus mendapatkan perhatian sehubungan dengan pelaksanaan K3 perkantoran, yang pada dasarnya harus memperhatikan 2 (dua) hal yaitu indoor dan outdoor, yang kalau diurai seperti dibawah ini :

1. Konstruksi gedung beserta perlengkapannya dan operasionalisasinya terhadap bahaya kebakaran serta kode pelaksanaannya.

2. Jaringan elektrik dan komunikasi. 3. Kualitas udara.

4. Kualitas pencahayaan. 5. Kebisingan.

(29)

2.3.1 Permasalahan K3 Perkantoran dan Rekomendasi

a. Konstruksi Gedung :

1. Desain arsitektur (aspek K3 diperhatikan mulai dari tahap perencanaan).

2. Seleksi material, misalnya tidak menggunakan bahan yang membahayakan seperti asbes dll.

3. Seleksi dekorasi disesuaikan dengan asas tujuannya misalnya penggunaan warna yang disesuaikan dengan kebutuhan.

4. Tanda khusus dengan pewarnaan kontras/kode khusus untuk objek penting seperti perlengkapan alat pemadam kebakaran, tangga, pintu darurat dll. (peta petunjuk pada setiap ruangan/unit kerja/tempat yang strategis misalnya dekat lift dll, lampu darurat menuju exit door).

b. Kualitas Udara

1. Kontrol terhadap temperatur ruang dengan memasang termometer ruangan. 2. Kontrol terhadap polusi

3. Pemasangan “Exhaust Fan” (perlindungan terhadap kelembaban udara). 4. Pemasangan stiker, poster “dilarang merokok”.

5. Sistim ventilasi dan pengaturan suhu udara dalam ruang (lokasi udara masuk, ekstraksi udara, filtrasi, pembersihan dan pemeliharaan secara berkala filter AC) minimal setahun sekali, kontrol mikrobiologi serta distribusi udara untuk

pencegahan penyakit “Legionairre Diseases “.

6. Kontrol terhadap linkungan (kontrol di dalam/diluar kantor).

(30)

8. Outdoor: disain dan konstruksi tempat sampah yang memenuhi syarat esehatan dan keselamatan, dll.

9. Perencanaan jendela sehubungan dengan pergantian udara jika AC mati. 10. Pemasangan fan di dalam lift.

c. Kualitas Pencahayaan

1. Mengembangkan sistim pencahayaan yang sesuai dengan jenis pekerjaan untuk membantu menyediakan lingkungan kerja yang sehat dan aman. (secara

berkala diukur dengan Lux Meter)

2. Membantu penampilan visual melalui kesesuaian warna, dekorasi dll.

3. Mengembangkan lingkungan visual yang tepat untuk kerja dengan kombinasi cahaya (agar tidak terlalu cepat terjadinya kelelahan mata).

4. Perencanaan jendela sehubungan dengan pencahayaan dalam ruang.

5. Penggunaan tirai untuk pengaturan cahaya dengan memperhatikan warna yang digunakan.

6. Penggunaan lampu emergensi (emergency lamp) di setiap tangga. d. Jaringan Elektrik dan Komunikasi:

1. Internal

1. Over voltage

2. Hubungan pendek 3. Induksi

(31)

7. Campuran gas eksplosif 2. Eksternal

1. Faktor mekanik. 2. Faktor fisik dan kimia.

3. Angin dan pencahayaan (cuaca)

4. Binatang pengerat bisa menyebabkan kerusakan sehingga terjadi hubungan pendek.

5. Manusia yang lengah terhadap risiko dan SOP. 6. Bencana alam atau buatan manusia.

2.3.2 Rekomendasi Kesehatan dan Keselamatan Kerja Perkantoran

1. Penggunaan central stabilizer untuk menghindari over/under voltage.

2. Penggunaan stop kontak yang sesuai dengan kebutuhan (tidak berlebihan) hal ini untuk menghindari terjadinya hubungan pendek dan kelebihan beban. 2. Pengaturan tata letak jaringan instalasi listrik termasuk kabel yang sesuai

dengan syarat kesehatan dan keselamatan kerja.

3. Perlindungan terhadap kabel dengan menggunakan pipa pelindung. a. Kontrol terhadap kebisingan :

1. Idealnya ruang rapat dilengkapi dengan dinding kedap suara. 2. Di depan pintu ruang rapat diberi tanda ” harap tenang, ada rapat “. 3. Dinding isolator khusus untuk ruang genset.

(32)

b. Display unit (tata ruang dan letak)

1. Petunjuk desain interior supaya dapat bekerja fleksibel, fit, luas untuk perubahan posisi, pemeliharaan dan adaptasi.

2. Konsep desain dan dan letak furniture (1 orang/2 m).

3. Ratio ruang pekerja dan alat kerja mulai dari tahap perencanaan. 4. Perhatikan adanya bahaya radiasi, daerah gelombang elektromagnetik. 5. Ergonomik aspek antara manusia dengan lingkungan kerjanya.

6. Tempat untuk istirahat dan shalat. 7. Pantry dilengkapi dengan lemari dapur. 8. Ruang tempat penampungan arsip sementara. 9. Workshop station (bengkel kerja).

c. Hygiene dan Sanitasi : a. Ruang kerja

1. Memelihara kebersihan ruang dan alat kerja serta alat penunjang kerja. 2. Secara periodik peralatan/penunjang kerja perlu di upgrade.

b. Toilet/Kamar mandi

1. Disediakan tempat cuci tangan dan sabun cair.

2. Membuat petunjuk-petunjuk mengenai penggunaan closet duduk, larangan berupa gambar dll.

(33)

1. Memperhatikan personal hygiene bagi pramusaji (penggunaan tutup kepala, celemek, sarung tangan dll).

2. Penyediaan air mengalir dan sabun cair. 3. Lantai tetap terpelihara.

4. Penyediaan makanan yang sehat dan bergizi seimbang. Pengolahannya tidak menggunakan minyak goreng secara berulang.

5. Penyediaan bak sampah yang tertutup.

6. Secara umum di setiap unit kerja dibuat poster yang berhubungan dengan pemeliharaan kebersihan lingkungan kerja.

d. Psikososial

1. Petugas keamanan ditiap lantai.

2. Reporting system (komunikasi) ke satuan pengamanan.

3. Mencegah budaya kekerasan ditempat kerja yang disebabkan oleh : a. Budaya nrimo.

b. Sistem pelaporan macet. c. Ketakutan melaporkan.

d. Tidak tertarik/cuek dengan lingkungan sekitar.

4. Semua hal diatas dapat diatasi melalui pembinaan mental dan spiritual secara berkala minimal sebulan sekali.

5. Penegakan disiplin ditempat kerja.

(34)

2.3.3 Pemeliharaan

1. Melakukan walk through survey tiap bulan/triwulan atau semester, dengan memperhitungkan risiko berdasarkan faktor-faktor konsekuensi, pajanan dan kemungkinan terjadinya.

2. Melakukan corrective action apabila ada hal-hal yang tidak sesuai dengan ketentuan.

3. Pelatihan tanggap darurat secara periodik bagi pegawai.

4. Pelatihan investigasi terhadap kemungkinan bahaya bom/kebakaran/ bencana alam serta Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan (P3K) bagi satuan pengaman. 2.3.4 Aspek K3 Perkantoran (tentang Penggunaan Komputer)

1. Pergunakan komputer secara sehat, benar dan nyaman : 2. Hal-hal yang harus diperhatikan :

3. Memanfaatkan kesepuluh jari.

4. Istirahatkan mata dengan melihat kejauhan setiap 15-20 menit. 5. Istirahat 5-10 menit tiap satu jam kerja.

6. Lakukan peregangan. 7. Sudut lampu 45 derajat.

8. Hindari cahaya yang menyilaukan, cahaya datang harus dari belakang. 9. Sudut pandang 15 derajat, jarak layar dengan mata 30 – 50 cm.

(35)

2.4 Kerangka Konsep

Gambar 2.4 Kerangka Konsep

Sumber :Suma’mur (2013), Faktor-faktor yang mempengaruhi kelelahan. Faktor Internal

a. Umur

b. Jenis Kelamin c. Status Perkawinan d. Masa Kerja e. Status Gizi/ IMT

Kelelahan Kerja Faktor Eksternal

a. Jarak Tempuh ke Tempat Kerja b. Beban Kerja

Gambar

Gambar 2.1 Teori Kombinasi Pengaruh Penyebab Kelelahan dan
Gambar 2.2. Penyebab Kelelahan, Cara Mengatasi dan Manajemen Resiko
Gambar 2.4 Kerangka Konsep

Referensi

Dokumen terkait

Apakah model pembelajaran Reflektif Learning dapat meningkatkan keterampilan proses sains dan penguasaan konsep siswa kelas VII MTsN pada pokok bahasan kalor dan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa telah terjadi perubahan fase dari koral menjadi CHAp yang dapat dilihat dari identifikasi pola difraksi sinar-X khas dari hidroksiapatit dengan

[r]

Hasil penelitian di kabupaten Pemalang menunjukkan (1) perkembangan penerimaan retribusi pasar daerah di Kabupaten Pemalang sudah efektif, mencapai efisiensi dan mengalami

Kontribusi tailing hasil penambangan timah ikut berkontribusi pada konsentrasi 226 Ra dan 232 Th di wilayah pesisir Pulau Bangka.

Analisis Naskah Drama Pajaratan Cinta Karya Dhipa Galuh Purba.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Hal ini dilihat dari jumlah ulat yang lebih banyak yaitu sebanyak 35 ekor ditemukan pada tanaman kontrol yang tidak disemprot menggunakan air cucian beras sebagai

Berdasarkan analisis yang dilakukan, terhadap tata letak tempat kerja, alat-alat kerja dan mesin, kondisi fasilitas fisik, Perbaikan tata ruang kerja yaitu dengan adanya