• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENYUSUNAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN TE

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PENYUSUNAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN TE"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

PENYUSUNAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PENETAPAN SISTEM KLASIFIKASI BARANG DAN PEMBEBANAN TARIF BEA MASUK ATAS BARANG

IMPOR

A. Pendahuluan

Klasifikasi barang adalah suatu daftar penggolongan barang yang dibuat secara sistematis dengan

tujuan untuk mempermudah pentarifan transaksi perdagangan, pengangkutan, dan statistik.

Berdasarkan pasal 14 ayat 2 Undang-undang Kepabenan Indonesia Nomor 10 tahun 1995

sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2006, penetapan klasifikasi

barang diatur lebih lanjut oleh Menteri Keuangan. Pada saat ini sistem pengklasifikasian barang di

Indonesia didasarkan pada Harmonized System yang dituangkan dalam bentuk suatu daftar tarif yang

kita kenal dengan sebutan Buku Tarif Bea Masuk Indonesia.

Harmonized Commodity Description and Coding System merupakan suatu nomenklatur klasifikasi barang yang dibuat oleh World Customs Organisation (WCO). Nomenklatur klasifikasi

yang disusun oleh WCO terdiri dari 6 digit kode numerik yang terdiri dari 97 bab. Untuk memastikan

terjadinya harmonisasi klasifikasi, pihak kontraktor (Contracting Party) harus menggunakan 6-digit

kode numerik tersebut, ketentuan-ketentuan, aturan-aturan, dan catatan dari Bab 1 s.d Bab 97 tanpa

penyimpangan, tetapi bebas untuk mengadopsi subkategori tambahan dan catatan.

Sistem klasifikasi dalam HS yang terdiri dari 6 digit tersebut dapat diperluas untuk mengadopsi

subkategori tambahan oleh masing-masing negara penggunanya. Dalam rangka kerjasama ASEAN,

negara-negara anggota ASEAN berkeinginan untuk menyederhanakan transaksi perdagangan

intra-ASEAN. Salah satu cara yang ditempuh adalah dengan menyusun sistem klasifikasi bersama di

tingkat ASEAN. Karena itu pada tanggal 1 Maret 1997 di Manila, negara-negara anggota ASEAN

bersepakat untuk membuat Asean Harmonized Tarif Nomenclature (AHTN). AHTN ini dibuat dalam

8 digit yang merupakan pengembangan lebih lanjut dari 6 digit HS. AHTN pertama kali diberlakukan

pada tahun 2002 dan Indonesia menerapkan AHTN dalam BTBMI 2004 yang berlaku sejak tanggal 1

Januari 2004.

Sistem klasifikasi itu sendiri bersifat dinamis dan terus dilakukan perubahan untuk

mengantisipasi baik perubahan pola perdagangan maupun perubahan lainnya. Secara berkala, WCO

akan melakukan perbaikan terhadap sistem klasifikasinya tersebut. Sejak tahun 1996, WCO telah 5

kali menerbitkan HS yaitu HS 1988, HS 1996, HS 2002, HS 2007, dan HS 2012. Karena AHTN juga

disusun berdasarkan pada HS, AHTN juga telah beberapa kali mengalami perubahan yaitu AHTN

2004 dan AHTN 2007. Berdasarkan amandemen HS 2007 WCO yang akan berlaku mulai 1 Januari

2012 (HS 2012), telah dilakukan penyusunan AHTN 2012 oleh AHTN Task Force. Dalam

(2)

AHTN antara lain batik, rotan, permen lunak, rumput laut, televisi, produk baja, mobil listrik, solar

cell dan beberapa produk lainnya.

Perubahan-perubahan yang terjadi dalam HS 2012 dan AHTN dapat dikelompokkan menjadi 5

(lima) hal yaitu:

a. penambahan pos tarif baru

b. penghapusan pos tarif

c. penggabungan pos tarif

d. pemecahan pos tarif

e. perubahan catatan bagian, catatan bab, dan catatan subpos

Perubahan-perubahan itu sendiri dilakukan dalam rangka mengadopsi atau mengantisipasi

perubahan lingkungan global. Perubahan-perubahan tersebut terdiri dari 5 (lima) kategori yaitu:

a. permasalahan lingkungan dan sosial, antara lain yang berkaitan ketahanan pangan (food security)

b. identifikasi produk kimia dan pestisida yang di awasi sesuai Rotterdam Convention dan bahan

perusak ozon yang diawasi sesuai Montreal Protocol.

c. perubahan dalam pola perdagangan dunia.

d. penyesuaian dengan perkembangan teknologi.

e. perubahan editorial berbagai pos dan atau catatan HS dalam rangka konsistensi dan

penyempurnaan

Indonesia sendiri telah meratifikasi konvensi HS dengan Keppres Nomor 35 tahun 1993.

Berdasarkan keputusan Presiden tersebut, Indonesia telah menjadi Contracting Party dari

“International Convention on the Harmonized Commodity Description and Coding Sistem”. Sesuai

dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 81/KMK.05/1994 tanggal 16 Maret 1994 ditetapkan

bahwa terhitung sejak 1 April 1994, struktur klasifikasi barang dalam Buku Tarif Bea Masuk

Indonesia (BTBMI) mengacu kepada sistem klasifikasi dari HS Convention. Sebagai contracting

party WCO dan anggota ASEAN, Indonesia juga telah menyusun Buku Tarif Bea Masuk 2012 berdasarkan amandemen HS 2007 (HS 2012) oleh WCO dan revisi AHTN 2007 (AHTN 2012).

B. Penyusunan Sistem Klasifikasi Barang dan Pembebanan Tarif Bea Masuk Atas Barang Impor

Melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 213/PMK.011/2011 (PMK 213 tahun 2011)

tanggal 14 Desember 2011 telah ditetapkan tarif bea masuk dan sistem klasifikasi yang akan

diberlakukan mulai 1 Januari 2012. PMK 213 terdiri dari 2 bagian besar yaitu batang tubuh dan

lampiran. Lampiran itu sendiri terdiri dari 3 lampiran, yaitu:

a. Lampiran I yang berisi Ketentuan Umum untuk Menginterpretasi Harmonized System (KUMHS);

b. Lampiran II yang berisi catatan bagian, catatan bab, dan catatan subpos dari Bab 1 s.d. Bab 97;

dan

(3)

Dengan merujuk kepada PMK 213 tahun 2011, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai akan

menerbitkan Buku Tarif Kepabeanan Indonesia tahun 2012 (BTKI 2012). BTKI 2012 selanjutnya

akan menjadi pengganti dari Buku Tarif Bea Masuk Indonesia 2007 (BTBMI 2007). Perubahan nama

dari BTBMI menjadi BTKI disebabkan BTKI 2012 akan memasukkan unsur bea keluar. Perubahan

ini dalam rangka memenuhi amanat Pasal 1 butir 21 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang

Kepabeanan yang menyebutkan “Tarif adalah klasifikasi barang dan pembebanan bea masuk atau bea

keluar”. Fungsi dari BTKI 2012 adalah sebagai referensi praktis sistem klasifikasi barang nasional

yang akan digunakan dalam pelayanan kepabeanan di Indonesia.

B.1. Penyusunan Sistem Klasifikasi Barang

Sebagaimana telah disebutkan di atas, tiap contracting party dari WCO dapat mengadopsi

subkategori tambahan dan catatan dalam sistem klasifikasinya masing-masing. Sebagai anggota

ASEAN, Indonesia mengadopsi ketentuan yang telah disepakati bersama dalam AHTN 2012. Namun

demikian, Indonesia masih dapat menambahkan subkategori tambahan dan catatan dalam sistem

klasifikasi nasionalnya. Jika WCO menggunakan 6 digit numerik dan AHTN menggunakan 8 digit

numerik dalam sistem klasifikasinya, Indonesia menggunakan 10 digit numerik untuk mengadopsi

kepentingan nasionalnya. 10 digit numerik dalam sistem klasifikasi Indonesia disebut juga sebagai

pos tarif nasional. Adapun susunan kode numerik dalam BTKI 2012 adalah sebagai berikut:

1234.56.78.90

2 digit pertama : Bab (Chapter) 4 digit pertama : Pos HS (Heading) 6 digit pertama : Subpos HS (Subheading)

8 digit pertama : Subpos AHTN (AHTN Subheading) 10 digit : Pos Tarif Nasional (National Tariff Line)

Penyusunan pos tarif nasional dilakukan dengan melibatkan instansi pembina sektor industri

terkait. Proses penyusunan dilakukan dalam forum Tim Tarif yang dikoordinasikan oleh Kementerian

Keuangan. Adapun pertimbangan penyusunan pos tarif nasional adalah sebagai berikut:

a. untuk kepentingan pengenaan tarif bea masuk.

b. untuk kepentingan pengenaan tarif bea keluar.

c. dalam rangka pengawasan terhadap barang impor atau ekspor (larangan dan pembatasan).

d. untuk pengumpulan data statistik.

Dalam penyusunan sistem klasifikasi nasional, Indonesia juga mengadopsi Bab 98. Contracting

party WCO diperbolehkan untuk menambahkan Bab 98 yang merupakan ketentuan klasifikasi khusus untuk menampung kepentingan nasional suatu pihak sehingga seluruh Bab 98 merupakan pos tarif

nasional. Sebagai ketentuan klasifikasi khusus, dalam Bab 98 tidak berlaku:

- Ketentuan Umum Untuk Menginterpretasi Harmonized System (KUMHS);

WCO AHTN

(4)

- Catatan yang ditetapkan untuk Pos 01.01 sampai dengan Pos 97.06 dalam Buku Tarif Kepabeanan

Indonesia (BTBKI)

B.2. Pembebanan Tarif Bea Masuk Atas Barang Impor

Perubahan sistem klasifikasi barang yang dilakukan Indonesia sebagai respon terhadap adanya HS

2012 dan AHTN 2012 pada dasarnya tidak mengubah pembebanan tarif bea masuk. Namun demikian

tidak terhindarkan adanya penyesuaian tarif bea masuk. Penyesuaian tarif bea masuk tersebut

dikarenakan hal-hal sebagai berikut:

a. perubahan sistem klasifikasi meliputi:

- penambahan pos tarif baru

terhadap pos tarif baru dalam HS 2012, tarif bea masuknya akan diusulkan oleh instansi

pembina sektornya.

- pemecahan pos tarif

tarif bea masuk untuk pos tarif HS 2012 yang merupakan pemecahan dari HS 2007 akan

mengikuti tarif bea masuk pos tarif induknya (HS 2007).

- penggabungan pos tarif

beberapa pos tarif HS 2012 yang merupakan penggabungan dari dua atau lebih pos tarif HS

2007 yang tingkat tarif bea masuknya berbeda, harus dipilih tingkat tarif yang akan berlaku

apakah tarif yang terendah atau tertinggi sesuai kesepakatan dengan pembina sektor

b. evaluasi Peraturan Menteri Keuangan.

Pada tahun 2011, dalam rangka mengantisipasi dampak peningkatan harga pangan dan dalam

rangka meningkatkan daya saing industri tertentu, pemerintah telah menerbitkan Peraturan

Menteri Keuangan sebagai berikut:

- PMK No. 13/PMK.011/2011 mengatur penetapan tarif bea masuk produk pangan dan bahan

pangan, pupuk, serta bahan baku pakan ternak. Penurunan tarif dalam PMK ini hanya berlaku

sampai dengan 31 Desember 2011 dan akan dievaluasi pelaksanaannya menjelang berakhir

masa berlakunya.

- PMK No. 80/PMK.011/2011 mengatur penetapan tarif bea masuk produk-produk bahan baku

dan barang modal industri tertentu, produk-produk kapal tertentu, dan produk-produk bahan

baku dan peralatan film tertentu. Penurunan tarif produk kapal dan produk barang modal

industri tertentu sebanyak 25 pos tarif hanya berlaku sampai dengan 31 Desember 2011 dan

akan dilakukan evaluasi dalam pelaksanaannya.

c. untuk menampung usulan penyesuaian tarif bea masuk yang bukan merupakan bagian dari

perubahan sistem klasifikasi barang.

Penyesuaian tarif bea masuk tersebut dibahas dalam Rapat Tim Tarif dengan melibatkan

kementerian/lembaga pembina sektor industri terkait. Hasil pembahasan tersebut selanjutnya

(5)

B.3. Buku Tarif Kepabeanan Indonesia 2012 (BTKI 2012)

Dengan telah diterbitkannya PMK 213 tahun 2011, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai

menerbitkan Buku Tarif Kepabeanan Indonesia 2012 (BTKI 2012). BTKI 2012 tidak hanya

digunakan sebagai referensi besaran tarif bea masuk, namun juga digunakan sebagai buku referensi

penomoran klasifikasi barang sehingga BTKI 2012 dapat digunakan untuk berbagai keperluan yang

mencantumkan klasifikasi termasuk diantaranya sebagai referensi dalam penetapan bea keluar.

Sebagai buku referensi, BTKI 2012 disusun dengan format yang tidak saja memuat struktur

klasifikasi barang, namun juga dilengkapi dengan kolom-kolom Bea Masuk (BM), Bea Keluar (BK),

Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM), dan Keterangan.

Uraian Barang Description Of Goods

Pajak Tax

Keterangan masing-masing kolom adalah sebagai berikut:

a. Kolom Pertama mencantumkan kode HS dengan ketentuan:

- 4 (empat) dan 6 (enam) digit pertama berasal dari teks Harmonized System (HS);

- 8 (delapan) digit berasal dari teks AHTN;

- 10 (sepuluh) digit merupakan sub pos nasional, kecuali:

o apabila 2 digit terakhirnya “00” (misalnya 0301.11.94.00), berarti berasal dari teks

AHTN;

o apabila 4 digit terakhirnya “00.00” (misalnya 0301.91.00.00), berarti berasal dari teks

WCO

kecuali Bab 98 yang seluruhnya merupakan pos tarif nasional.

b. Kolom Kedua mencantumkan uraian barang dalam bahasa Indonesia dengan ketentuan:

- uraian barang dalam 4 (empat) dan 6 (enam) digit pertama merupakan terjemahan dari teks

Harmonized System (HS);

- uraian barang dalam 8 (delapan) digit pertama merupakan terjemahan dari teks AHTN;

- uraian barang dalam 10 (sepuluh) digit merupakan uraian pos tarif nasional, kecuali:

o apabila 2 digit terakhirnya “00” (misalnya 0301.11.94.00), merupakan terjemahan dari

teks AHTN;

o apabila 4 digit terakhirnya “00.00” (misalnya 0301.91.00.00), merupakan terjemahan dari

(6)

kecuali Bab 98 yang seluruhnya merupakan pos tarif nasional.

c. Kolom Ketiga mencantumkan uraian barang dalam bahasa Inggris dengan ketentuan sebagaimana

kolom kedua tersebut di atas. Jika terdapat perbedaan penafsiran antara uraian barang dalam

kolom kedua dan kolom ketiga, maka berlaku ketentuan sebagai berikut:

- uraian barang dalam 4 (empat) dan 6 (enam) digit pertama merupakan uraian barang dari teks

Harmonized System (HS) sehingga yang mengikat adalah uraian barang dalam bahasa Inggris

di kolom ketiga (teks aslinya);

- uraian barang dalam 8 (delapan) digit pertama merupakan uraian barang dari teks AHTN

sehingga yang mengikat adalah uraian barang dalam bahasa Inggris di kolom ketiga (teks

aslinya);

- uraian barang dalam 10 (sepuluh) digit merupakan uraian pos tarif nasional sehingga yang

mengikat adalah uraian dalam bahasa Indonesia di kolom kedua, kecuali:

o apabila 2 digit terakhirnya “00” (misalnya 0301.11.94.00), merupakan uraian barang dari

teks AHTN sehingga yang mengikat adalah uraian barang dalam bahasa Inggris di kolom

ketiga (teks aslinya);

o apabila 4 digit terakhirnya “00.00” (misalnya 0301.91.00.00), merupakan uraian barang

dari teks Harmonized System (HS) sehingga yang mengikat adalah uraian barang dalam

bahasa Inggris di kolom ketiga (teks aslinya)

kecuali Bab 98 yang seluruhnya merupakan pos tarif nasional.

d. Kolom Keempat mencantumkan pembebanan tarif bea masuk yang berlaku umum (Most

Favoured Nations/MFN). Besaran tarif bea masuk pada kolom ini adalah dalam bentuk advalorum (presentase), kecuali disebutkan lain, misal dalam bentuk Rp/kg, Rp/ltr, atau Rp/mnt

(tarif spesifik)

e. Kolom Kelima mencantumkan pembebanan tarif bea keluar. Kolom ini hanya mencantumkan

tanda satu asterisk *) yang menunjukkan bahwa klasifikasi barang dalam HS tersebut dikenakan

bea keluar. Besarnya pembebanan tarif dan jenis barang yang dikenakan Bea Keluar diatur lebih

lanjut dalam dalam Peraturan Menteri Keuangan tersendiri.

f. Kolom Keenam mencantumkan pembebanan tarif PPN

g. Kolom Ketujuh mencantumkan pembebanan tarif PPnBM

terhadap Kolom Keenam dan Ketujuh berlaku ketentuan sebagai berikut:

- pencantuman tanda strip (-) pada kolom pembebanan tarif PPN atau PPnBM berarti komoditi

pada pos tarif bersangkutan tidak dikenakan pembebanan PPN atau PPnBM;

- pencantuman tanda satu asterisk *) pada kolom pembebanan tarif PPN dan PPnBM berarti

pengenaan PPN dan PPnBM berlaku hanya terhadap sebagian jenis barang atau sebagian

kelompok barang dalam pos tarif bersangkutan.

h. Kolom Kedelapan mencantumkan keterangan tambahan yang dianggap perlu dan ketentuan lain

Referensi

Dokumen terkait

yang menggunakan kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman minimarket, usaha ini berkembang dengan baik dan mengalami peningkatan volume penjualan yang dapat dilihat dari omset

Berdasarkan hasil analisis data kebutuhan mahasiswa Program Studi Management Pengatur Perjalanan dan model pengajaran Bahasa Perancis spesialisasi bidang kepariwisataan

Penelitian dilakukan untuk melihat bagaimana teks-teks pertarungan wacana antara Anas vs SBY disajikan di Harian Kompas dan bagaimana representasi ideologi yang ditampilkan

Proses pembuatan tempe dengan memanfaatkan nanas yang bersifat asam ini dapat membantu menurunkan pH (derajat keasaman) yang pas bagi pertumbuhan jamur tempe sehingga

aluminosilikat pada abu terbang batubara yang menghasilkan muatan negatif (Brouwers dan Van Eijk, 2003), diduga akan dapat mempengaruhi status jerapan

Penerapan pada studi kasus data Ekspor Indonesia dengan metode Wavelet Thresholding dan parameter Minimax threshold memberikan estimasi yang mulus dan nilai MSE