• Tidak ada hasil yang ditemukan

DESAIN PEMERINTAHAN DAERAH YANG IDEAL DA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "DESAIN PEMERINTAHAN DAERAH YANG IDEAL DA"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

DESAIN PEMERINTAHAN DAERAH YANG IDEAL DALAM

SISTEM PEMERINTAHAN INDONESIA

Sri Maulidiah., M.Si

a

Ilmu Pemerintahan,, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Universitas Islam Riau

b

Jalan Kharuddin Nasution No 113, Pekanbaru, 28284, Riau, Indonesia

Email:

Abstract

In government areas, there are elements of the local authorities and Representatives of the region, such as those in the know the regional House of representatives as one of the tools to embody the values of democracy ". In the course of a long system of local governance in Indonesia, the House of representatives in the institutional Area experienced the ups and downs of the function and its existence in accordance with the legislation. The position of the House of representatives of the regional institutional relationship to local governments and Representatives of the region. In the system of national Government Representatives run the legislative power was entrusted to the Constitution of the Republic of Indonesia in 1945, so the House of representatives is called with the Legislature, but the regional House of representatives either province or district/city can run "executive power". This condition resulted in the decline in the balance of power in the system of Government in the area of Government of Indonesia, because only the elements organizer of local governance, and the absence of institutions in the region called by the legislature of the region, therefore this paper discusses the design of Government derah under law No. 5 of 1974, the design of local governance under law number 22 in 1999, design local governance under Law Number 23 of 2004 local governance and design berdasaarkan the ACT Number 23 2014.

Keywords: government, law, Indonesia

Abstrak

Dalam pemerintahan daerah, terdapat unsur pemerintah daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, seperti yang di ketahui Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sebagai salah satu alat untuk mewujudkan nilai-nilai demokrasi”. Dalam perjalanan panjang sistem pemerintahan daerah di Indonesia, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah secara kelembagaan mengalami pasang surut dari sisi fungsi dan keberadaannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan.Kedudukan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah berpengaruh terhadap hubungan kelembagaan Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Dalam Sistem Pemerintahan Nasional Dewan Perwakilan Rakyat menjalankan kekuasaan legislatif yang diamanahkan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945, sehingga Dewan Perwakilan Rakyat disebut dengan Lembaga Legislatif, akan tetapi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah baik provinsi maupun Kabupaten/Kota pada hakekatnya menjalankan ”kekuasaan eksekutif”. Kondisi ini tentu berakibat berkurangnya keseimbangan kekuasaan pemerintahan di daerah Dalam Sistem Pemerintahan Indonesia, karena yang ada hanya unsur penyelenggara pemerintahan daerah, dan tidak adanya lembaga di daerah yang disebut dengan legislatif daerah, oleh karena itu tulisan ini membahas tentang desain pemerintahan derah berdasarkan UU Nomor 5 Tahun 1974, desain pemerintahan daerah berdasarkan UU Nomor 22 Tahun 1999, desain pemerintahan daerah berdasarkan UU Nomor 23 Tahun 2004 dan desain pemerintahan daerah berdasaarkan UU Nomor 23 Tahun 2014.

(2)

P

ENDAHULUAN

Pemerintahan daerah merupakan subsistem dari sistem pemerintahan nasional. Keberadaan pemerintahan daerah diakui dan dilindungi dalam Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 maupun dalam Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 hasil Amandemen. Kertapraja (2010;1), menyatakan bahwa;

”Sumber utama dan prinsip dasar yang dianut

dalam penyelenggaraan sistem pemerintahan di daerah adalah berdasarkan pada pasal 18 Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 (sebelum amandemen), yang berbunyi sebagai

berikut; ”Pembagian daerah Indonesia atas daerah

besar dan kecil dengan bentuk susunan pemerintahannya ditetapkan dengan Undang-Undang, dengan memandang dan mengingat dasar permusyawaratan dalam sistem pemerintahan negara Republik Indonesia, dan hak-hak asal-usul dalam daerah-daerah yang

bersifat istimewa”.

Dalam pemerintahan daerah, terdapat unsur pemerintah daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, seperti dinyatakan Wasistiono dan

Wiyoso (2009;1), bahwa; ”Dewan Perwakilan

Rakyat Daerah sebagai salah satu alat untuk mewujudkan nilai-nilai demokrasi”. Dalam perjalanan panjang sistem pemerintahan daerah di Indonesia, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah secara kelembagaan mengalami pasang surut dari sisi fungsi dan keberadaannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan, seperti dinyatakan Wasistiono dan Wiyoso (2009), bahwa;

Pertama, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 Tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah, memberikan peranan lebih dominan pada pemerintah daerah (Executive Heavy).

Kedua, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah, memberikan peranan lebih dominan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Legislative Heavy).

Ketiga,Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah, memberikan peranan berimbang antara susunan pemerintahan (pusat, provinsi, kabupaten/Kota) sebagai keseimbangan antara Kepala Daerah dengan DPRD. (Equilebrium Decentralization).

Kedudukan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah berpengaruh terhadap hubungan kelembagaan Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Dalam Sistem Pemerintahan Nasional Dewan Perwakilan Rakyat menjalankan kekuasaan legislatif yang diamanahkan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945, sehingga Dewan Perwakilan Rakyat disebut dengan Lembaga Legislatif, akan tetapi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah baik provinsi maupun Kabupaten/Kota pada hakekatnya menjalankan ”kekuasaan

eksekutif” .

Kondisi ini tentu berakibat berkurangnya keseimbangan kekuasaan pemerintahan di daerah Dalam Sistem Pemerintahan Indonesia, karena yang ada hanya unsur penyelenggara pemerintahan daerah, dan tidak adanya lembaga di daerah yang disebut dengan legislatif daerah, oleh karena itu makalah ini membahas tentang

desain pemerintahan, dengan judul “DESAIN PEMERINTAHAN DAERAH YANG IDEAL

DALAM SISTEM PEMERINTAHAN

INDONESIA”

PERMASALAHAN

1. Terjadinya perbedaan pandangan dan penafsiran dari berbagai komponen masyarakat terhadap konsep otonomi daerah, sehingga dapat menimbulkan kekeliruan dan kesalahan dalam penerapannya di Indonesia. 2. Terjadinya Penempatan asas`otonomi daerah

(3)

3. Gambaran umum menunjukkan terjadinya kecenderungan dari pemerintah dan masyarakat daerah yang lebih menuntut hak dan kewenangan dari pada memikirkan tentang kewajiban daerah seperti yang diatur dalam Pasal 1 Ketentuan Umum Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004.

4. Secara umum masih banyak urusan pemerintah daerah yang harus ditetapkan oleh pemerintah pusat, sehingga pemerintah daerah masih tetap sangat bergantung dengan pemerintah pusat walaupun dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 secara tegas menyatakan asas Penyelenggaraan pemerintahan adalah asas otonomi daerah dan asas tugas pembantuan.

PERUMUSAN MASALAH

Berdasarkan permasalahan dan uraian di atas, maka dapat diturunkan Perumusan masalah dalam penulisan ini adalah; Bagaimanakah konsep otonomi daerah dalam sistem pemerintah

daerah dalam suatu Kerangka Negara

Kesatuan Republik Indonesia ?

A

NALISIS DAN

P

EMBAHASAN

DESAIN PEMERINTAHAN DAERAH

BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5

TAHUN 1974

Sehubungan dengan keberadaan pemerintahan daerah, Marbun (1983;23) menyatakan, bahwa;

“Mengingat Negara satu organisasi raksasa harus tunduk kepada mekanisme organisme, merupakan konsekuensi logis apabila penataan organisasi Negara dibagi dalam tingkatan sesuai dengan besar kecilnya organisasi. Negara Kesatuan Republik Indonesia negara besar, baik dilihat dari luas wilayah maupun jumlah penduduk, ditinjau luas wilayah maupun jumlah penduduk, ditinjau kerumitan organisasinya wajar apabila struktur organisasinya mengenal pembagian kekuasaan, pendelegasian kekuasaan berikut pengendalian terpusat dan tersebar.Undang-Undang Dasar Republik

Indonesia Tahun 1945 menggariskan bentuk pengaturan pemerintah daerah, saling hubungan dalam sistem Negara Republik Kesatuan Republik Indonesia. Struktur pemerintah daerah merupakan penjabaran struktur organisasi Negara Republik Indonesia dalam arti terbatas. Yakni;

1. Pemerintah daerah adalah satu keharusan dalam struktur Negara Republik Indonesia;

2. Pemerintah daerah mempunyai kepala daerah;

3. Pemerintah daerah dijalankan secara

demokrasi “bersendi atas dasar

permusyawaratan” ;

4. Kepada daerah diberi prinsip otonom; 5. Pembentukan suatu daerah ditetapkan

dengan suatu undang-undang dan; 6. Pemberian otonomi diseseuaikan dengan

situasi dan kondisi daerah yang

bersangkutan”.

Kekuasaan tertinggi dalam pemerintahan daerah di Indonesia berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 adalah Kepala Daerah, seperti dinyatakan Kertapraja (2010;168), bahwa;

“Kekuasaan tertinggi pemerintahan daerah

menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 bukan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah melainkan Kepala Daerah, karena perangkat pemerintah daerah menurut Undang-Undang adalah Kepala Daerah. Walaupun Undang-Undang tersebut dinyatakan pemerintah daerah adalah kepala daerah dan Dewan Perwakilan

Rakyat Daerah”.

Pimpinan penyelenggaraan pemerintahan daerah diletakkan pada kepala daerah. Dalam menjalankan hak, wewenang dan kewajiban kepala daerah menurut hierarkhi bertanggungjawab kepada Presiden melalui Menteri Dalam Negeri, tidak kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. menurut Kertapraja (2010;169), bahwa:

(4)

sekurang-kurangnya sekali setahun, atau jika dipandang perlu atau diminta Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Adanya perbedaan makna bertanggungjawab kepada dan memberikan pertanggungjawaban. Dalam pengertian pertama, kepala daerah seyogyanya tunduk dibawah kewibawaan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, kenyataannya tidak. Selanjutnya Pengertian kedua mengimplikasikan kesederajatan, kalau bukan supermasi posisi kepala daerah terhadap

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah”.

Pemerintah Derah berdasarkan pasal 13 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974, adalah; “Kepala Daerah dan Dewan Perwakilan

Rakyat Daerah”. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah merupakan bagian pemerintah daerah, sehingga diartikan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah berada pada “kamar eksekutif” daerah

bukan pada “kamar legislatif” daerah. Dalam penyelenggaraan pemerintah daerah, ada pembagian tugas dalam kedudukan sama tinggi antara kepala daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, Kepala Daerah memimpin badan eksekutif daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah bergerak dalam bidang legislatif. Menurut Marbun (1983;85), bahwa;

“Pasal 13 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 dirasakan agak kontradiktif dengan batasan (limitasi) terdapat dalam Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974, yaitu;

“Kiranya perlu ditegaskan, walaupun Dewan Perwakilan Rakyat Daerah unsur pemerintah daerah, tetapi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah tidak bulat mencampuri bidang eksekutif, tanpa mengurangi hak-haknya. Bidang eksekutif adalah wewenang dan tanggungjawab kepala daerah sepenuhnya. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tidak mengenal Badan Pemerintah Harian atau Dewan Pemerintah Daerah.

Dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah, dibentuk sekretariat Daerah dan Dinas-Dinas Daerah, diatur pasal 13 ayat (2) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974, bahwa; “Dalam menyelenggarakan pemerintahan daerah dibentuk sekretariat Daerah dan Dinas-Dinas Daerah”. Sekretariat Daerah menurut pasal 47 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 tahun 1974 adalah;

“unsur staf yang membantu Kepala Daerah dalam

menyelenggarakan pemerintah daerah”. Dari sisi struktur keorganisasian, sekretariat daerah dipimpin seorang Sekretaris Daerah. Urusan yang diselenggarakan Dinas Daerah adalah urusan yang menjadi urusan rumah tangga daerah, seperti diatur poin (i) Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974, berbunyi;

“Urusan-urusan yang diselenggarakan oleh Dinas-Dinas Daerah adalah urusan-urusan yang telah menjadi urusan rumah tangga daerah. Dalam menjalankan tugasnya, Dinas Daerah berada sepenuhnya di bawah dan bertanggungjawab

kepada Kepala Daerah.” Keberadaan dinas daerah, menurut Marbun (1983;96), yakni;

“Oleh karena dinas daerah adalah unsur

pelaksana pemerintah daerah, maka pembentukan dinas daerah dimaksudkan disini adalah menyelenggarakan urusan yang oleh pemerintah pusat telah diserahkan kepada daerah menjadi urusan rumah tangganya. Dengan demikian pembentukan dinas daerah untuk melaksanakan urusan yang masih menjadi wewenang pemerintah pusat dan belum diserahkan kepada daerah otonom dengan suatu undang-undang atau peraturan pemerintah menjadi urusan rumah

tangganya, tidak dibenarkan”.

Asas penyelenggaraan pemerintahan daerah pada Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 terdiri dari; Asas Dekonsentrasi, Asas Desentralisasi dan Asas Tugas Pembantuan, seperti dinyatakan pada Konsiderans Undang-Undang pada bagian “Menimbang” huruf (f),

berbunyi: “bahwa penyelenggaraan pemerintah di

daerah, selain didasarkan pada asas desentralisasi dan asas dekonsentrasi juga dapat diselenggarakan berdasarkan asas Tugas

Pembantuan”.

Keberadaan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dalam sistem pemerintahan daerah terjadi pasang surut dari sisi kewenangan, seperti dinyatakan Marbun (1983;35), bahwa;

(5)

daerah. Praktek ini sejalan dengan ide dasar pasal 18 Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 dan penjelasannya, yaitu pembentukan pemerintah daerah berikut badan permusyawaratan daerah yang mendampingi

unsur pemerintah daerah”.

Menurut Wasistiono dan Wiyoso (2009;27), bahwa;

“Undang-Undang nomor 5 Tahun 1974 memiliki nuansa bercorak sentralistik.Kepala wilayah penguasa tunggal di bidang pemerintahan. Konsep penguasa tunggal sebenarnya konkordansi dengan kedudukan Presiden sebagai mandataris Majelis Permusyawaratan Rakyat. Sebagai penguasa tunggal kepala wilayah (Gubernur, Bupati/walikotamadya) menjadi koordinator instansi vertikal di daerah, dalam wadah Musyawarah Pimpinan daerah. Melalui forum Musyawarah Pimpinan Daerah, kepala daerah juga kepala wilayah melakukan hubungan koordinasi. Anggaran pelaksanaan asas desentralisasi, dekonsentrasi dan tugas pembantuan dijadikan satu dalam Anggaran pendapatan dan Belanja Derah. Konkordan dengan dominasi Presiden mandataris Majelis Permusyawaratan Rakyat, Kepala Daerah juga Kepala Wilayah memegang peranan dominan dalam pemerintahan daerah (Executive heavy). Perumusan dan pelaksanaan kebijakan daerah dikuasai eksekutif, legislatif daerah lebih banyak sebagai stempel karet (Ruber Stam).

Karena Dewan Perwakilan Rakyat Daerah bukan legislatif daerah tetapi merupakan bagian eksekutif (pemerintah) daerah, Kepala daerah hanya menyampaikan keterangan pertanggungjawaban kepada Dewan Perwakilan Rakyat daerah. Tetapi apabila Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sebagai legislatif daerah, sesuai teori trias politik unsur eksekutif bertanggungjawab kepada legislatif, kepala daerah (eksekutif) bertanggungjawab kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (legislatif). Sehubungan dengan hubungan kerja Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dengan Kepala Daerah menurut Kertapraja (2010;169) bahwa;

“Konstruksi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 menetapkan pemerintah daerah

adalah menunjukkan pemerintah daerah sebagai lembaga otonom bertugas menjalankan semua hak, wewenang dan kewajiban penyelenggaraan pemerintahan daerah, dalam pengertian mengatur dan mengurus rumah tangganya, bahwa kepala daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, baik sendiri maupun bersama-sama menyelenggarakan pengaturan dan pengurusan pemerintahan yang diserahkan menjadi urusan rumah tangganya. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah tidak hanya berfungsi mengatur (regeling), tetapi berfungsi mengurus (bestuur) rumah tangga daerahnya sendiri.

Setiap tahunnya Kepala Daerah membuat laporan pertanggungjawaban kepada Presiden melalui Menteri Dalam Negeri bagi Gubernur Kepala Daerah, kepada Menteri Dalam Negeri melalui Gubernur bagi Bupati/Walikota. Kepala daerah sekurang-kurangnya sekali setahun memberikan keterangan pertanggungjawaban kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

DESAIN PEMERINTAHAN DAERAH

BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR

TAHUN 1999.

Menurut pasal 1 poin (d) Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999, bahwa; “Pemerintahan daerah adalah penyelenggaraan pemerintahan daerah otonom oleh pemerintah daerah dan

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah”. Sedangkan Pemerintah Daerah berdasarkan pasal 1 point (b) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 bahwa;

“Pemerintah daerah adalah Kepala Daerah dan

Perangkat Daerah Otonom sebagai badan

eksekutif daerah”. Kepala Daerah merupakan pimpinan daerah, seperti diatutr pasal 30 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999, bahwa; “Setiap Daerah dipimpin seorang Kepala Daerah sebagai Kepala Eksekutif Daerah dibantu Wakil Kepala

Daerah”. Kepala Daerah Provinsi disebut Gubernur dan bertanggungjawab kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, seperti dinyatakan pada pasal 31 , yakni:

1.Kepala Daerah Provinsi disebut Gubernur;

(6)

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi; dan

3.Tata cara pelaksanaan pertanggungjawaban, ditetapkan dengan peraturan Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

Berdasarkan pasal 60 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999, bahwa; “Perangkat Daerah terdiri sekretariat daerah, Dinas Daerah,

dan lembaga teknis daerah lainnya”. Pasal 65 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 dinyatakan; “Di daerah dapat dibentuk lembaga teknis daerah sesuai kebutuhan daerah”. Khusus pemerintah kabupaten/kota dibentuk Kecamatan dan Kelurahan sebagai bagian perangkat daerah.

Keberadaan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dinyatakan pasal 1 poin (c) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999, yakni; “Dewan Perwakilan Rakyat Daerah selanjutnya disebut

Badan Legislatif Daerah”. Pemerintah daerah disebut Badan Eksekutif Daerah. Kepala Daerah sebagai eksekutif daerah bertanggungjawab kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sebagai legislatif daerah”, artinya lembaga “Eksekutif

Daerah” bertanggungjawab kepada Badan Legislatif Daerah. Kedudukan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, Menurut Kertapraja (2010;362-363), bahwa;

“Setidaknya ada dua pendapat berbeda

mengenai status Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Pertama, memandang Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sama statusnya dengan Dewan Perwakilan Rakyat, kalau di pusat disebut dengan

“Parlemen” sebagai badan legislatif yang

mempunyai kekuasaan membuat undang-undang, maka Dewan Perwakilan Rakyat Daerah di daerah dipandang sebagai “parlemen daerah” atau

“Badan Legislatif Daerah” yang sama mempunyai

kekuasaan legislasi, anggaran, dan kontrol, sehingga ada hubungan hierarkhis dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, setidaknya ada hubungan fungsional. Pandangan kedua, menganggap Dewan Perwakilan Rakyat Daerah tidak sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat, bahkan tidak ada hubungan sama sekali, dimana Dewan Perwakilan Rakyat Daerah merupakan bagian perangkat pemerintahan daerah yang bersama-sama Kepala Daerah menyelenggarakan

pemerintahan daerah, dan tidak mempunyai kekuasaan legislasi, karena dalam sistem pemerintahan negara yang berbentuk Negara Kesatuan (Unitary state) hanya ada satu parlemen yang tugas utamanya antara lain membentuk undang-undang “.

Sehubungan hal tersebut, maka Marbun (1983), menyatakan;

“Kedudukan legislatif daerah atau Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dalam setiap peraturan berlaku selama ini merupakan panorama sangat menarik. Dalam kurun waktu dari tahun 1945 hingga saat ini terjadi pergeseran kedudukan Dewan perwakilan rakyat Daerah cukup fundamental. Perubahan ketentuan kedudukan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dari satu peraturan ke peraturan lainnya sangat signifikan dan merupakan perubahan total, terkadang substansi peraturan tersebut kembali atau mendekati kepada sebelumnya. Dalam setiap perubahan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang pemerintahan daerah, secara otomatis ikut mengatur tentang kelembagaan lembaga Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Titik sentralnya ialah tentang peranan dan ruang lingkup tugas dan hak dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah serta Kepala Daerah.

Keberadaan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dalam sistem pemerintahan daerah disebut sebagai “mitra sejajar” dengan pemerintah daerah dan sebagai wahana atau wadah untuk melaksanakan kehidupan demokrasi di tingkat daerah seperti dinyatakan pasal 16 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999, yakni;

1. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sebagai lembaga perwakilan rakyat di Daerah merupakan wahana melaksanakan demokrasi berdasarkan Pancasila.

2. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sebagai Badan Legislatif Daerah berkedudukan sejajar dan menjadi mitra dari pemerintah daerah.

Keberadaan Dewan Perwakilan rakyat Daerah sebagai Badan Legislatif Daerah, maka di daerah

(7)

daerah, sesuai dengan prinsip otonomi daerah. Menurut Wasistiono dan Wiyoso (2009;28),

bahwa;“melalui reformasi, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 yang sentralistik diganti dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 sebagai kontra konsep dari undang-undang sebelumnya. Karena isi kedua undang-undang bersifat diametral. Apabila pada Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 yang memegang dominasi Kepala daerah sebagai eksekutif daerah, maka undang-undang nomor 22 Tahun 1999 yang memegang peran dominan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Legislatif heavy). Hal ini dapat dilihat dari pasal-pasal yang menegaskan bahwa kepala daerah dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, dengan konsekuensi kepala daerah bertanggungjawab kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Nasib Kepala Daerah memang sangat tergantung pada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, karena setiap tahun bisa saja terjadi penolakan terhadap Laporan Pertanggunjawaban Kepala Daerah oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, bisa saja berakibat berhentinya kepala daerah sebelum berakhirnya masa jabatan.

Terkait dengan hal tersebut di atas, lebih lanjut dinyatakan Wasistiono dan Wiyoso (2009;28), bahwa;

“Berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999, di daerah terdapat 2 (dua) lembaga, yakni Badan Eksekutif Daerah terdiri dari Kepala Daerah dan Perangkat Daerah serta Badan Legislatif Daerah berupa Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Posisi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah lebih kuat dibandingkan posisi kepala daerah meskipun disebutkan sebagai mitra yang berkedudukan sejajar, pernyataan tersebut mengandung makna yang kontradiktif (contracdictio in terminus). Disebut mitra sejajar akan tetapi pihak yang satu (kepala daerah) bertanggungjawab dan dapat diberjentikan pihak yang lain (Dewan Perwakilan Rakyat Daerah).

Hubungan kerja antara Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dengan Pemerintah Daerah berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999, dalam bentuk;

1. Memilih, mengangkat, dan memberhentikan Kepala Daerah.

2. Bersama-sama dengan Kepala Daerah membentuk Peraturan Daerah.

3. Bersama-sama Kepala Daerah menetapkan Peraturan Daerah.

4. Melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan Peraturan Daerah, Keputusan Kepala Daerah, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, dan kebijakan daerah yang diselenggarakan Kepala Daerah.

5. Meminta dan membahas pertanggungjawaban Kepala Daerah. 6. Dan berbagai bentuk hubungan kerja

lainnya terkait.

Bagian akhir penyelenggaraan pemerintahan adanya pertanggungjawaban sebagai wujud peyelenggaraan asas umum penyelenggaraan Negara “asas akuntablitas”. Kepala Daerah sebagai pimpinan pemerintah daerah membuat pertanggungjawaban penyelenggaraan pemerintahan daerah dalam kurun waktu 1 (satu) tahun. Menurut Wasistiono dan Wiyoso (2009;37), bahwa;

“Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 disusun saat reformasi bergejolak, merupakan

“kontra-konsep” terhadap Undang-Undang sebelumnya yakni Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 dan Undang-Undang Nomor Tahun 5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa. Semua filosofi dan paradigma yang mendasari kedua undang-undang tersebut diganti karena dianggap tidak sesuai semangat reformasi. Di sisi lain, sebenarnya ada agenda tersembunyi (hidden agenda) yang akan mengubah bentuk negara unitaris menjadi negara federal, meskipun tidak ada jaminan dengan berubahnya bentuk negara, Indonesia menjadi lebih makmur dan maju.

(8)

“Penguatan kedudukan Dewan

Perwakilan Rakyat Daerah nampak dari mekanisme pengisian dan pertanggungjawaban kepala daerah. Pasal 34 ayat (1) Undang-Undang

Nomor 22 Tahun 1999, menyebutkan; “Pengisian

jabatan kepala daerah dan wakil kepala daerah dilakukan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah melalui pemilihan secara bersamaan”. Pasal 31 ayat (2), Pasal 32 ayat (3), pasal 44 ayat (2) menegaskan kepala daerah bertanggungjawab kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Ada dua kelemahan sistem ini; Pertama, antara kepala daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah berkedudukan sejajar atau mitra kerja dengan unsur pemerintah sebagai mana tercantum pada pasal 16 ayat (2), tetapi kepala daerah bertanggungjawab kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Kedua, dengan menggunakan mekanisme kepala daerah dipilih dan bertanggungjawab kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, hal ini merujuk pada pola sistem pemerintahan semiparlementer, padahal sistem pemerintahan di tingkat nasional sistem presidensiil. Ada ketidakjumbuhan sistem nasional dan subnasional.

Sehubungan dengan hal tersebut, untuk melakukan perubahan suatu sistem pemerintahan atau mencontoh model-model pemerintahan pada negara lain harus dapat memperhatikan nilai-nilai yang telah lama tumbuh dan berkembang pada suatu negara.

DESAIN PEMERINTAHAN DAERAH

BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004

Menurut pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan

Daerah, bahwa; “Pemerintahan Daerah adalah

penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah menurut asas otonomi daerah dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Republik

Indonesia Tahun 1945”. Berdasarkan pengertian tersebut, dapat dikatakan bahwa;

1. Pada pemerintahan daerah terdapat pemerintah daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, keduanya tidak disebut sebagai badan eksekutif daerah dan legisltaif daerah.

2. Penyelenggaraan pemerintahan daerah berdasarkan asas “otonomi daerah” dan

asas “tugas pembantuan”.

3. Penyelenggaraan urusan pemerintahan daerah didasarkan prinsip otonomi seluas-luasnya, dan berada dalam ruang lingkup Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Berdasarkan pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Nomor 32 tahun 2014 dinyatakan bahwa;

“Pemerintah Daerah adalah Gubernur, Bupati,

atau Walikota, dan perangkat daerah sebagai

unsur penyelenggara pemerintahan daerah”.

Berdasarkan pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014 bahwa Pemerintah Daerah terdiri dari Kepala Daerah dan Perangkat Daerah. Perangkat daerah berdasarkan pasal 120, adalah;

1 Perangkat Daerah Provinsi terdiri sekretariat daerah, sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, Dinas Daerah dan Lembaga Teknis Daerah. 2 Perangkat daerah kabupaten/kota terdiri

sekretariat daerah, sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, Dinas Daerah, Lembaga Teknis Daerah, Kecamatan, dan Kelurahan.

Berdasarkan ketentuan tersebut dapat dinyatakan bahwa;

1. Ada perbedaan antara perangkat daerah provinsi dengan kabupaten/kota. 2. Perangkat daerah provinsi terdiri 4

(empat) unsur, yakni; sekretariat daerah, sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, Dinas daerah dan Lembaga Teknis Daerah.

(9)

Dinas daerah merupakan unsur pelaksana otonomi daerah, dipimpin seorang Kepala Dinas, diangkat dan diberhentikan Kepala Daerah dari Pegawai Negeri Sipil yang memenuhi syarat atas usul Sekretaris Daerah. Kepala Dinas bertanggungjawab kepada kepala daerah melalui sekretaris daerah. Perangkat daerah terdapat unsur Lembaga Teknis Daerah merupakan pendukung tugas kepala daerah dalam penyusunan dan pelaksanaan berbagai kebijakan daerah bersifat spesifik berbentuk badan, kantor, atau rumah sakit umum daerah. Untuk perangkat daerah Kabupatan/Kota terdapat kecamatan dan kelurahan. Kecamatan dibentuk diwilayah kabupaten/kota dipimpin seorang Camat, Kelurahan dibentuk di wilayah kecamatan dipimpin seorang Lurah. Kedudukan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah ditentukan sistem pemerintahan di tingkat nasional. Pada saat sistem pemerintahannya berbentuk presidensiil yang kuat, maka Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dibuat menjadi lemah. Saat pemerintahan nasional menggunakan sistem pemerintahan parlementer, kedudukan Dewan Perwakilan Rakyat Daerahnya dibuat lebih kuat, seperti dinyatakan Wasisition dan Wiyoso (2009;35), bahwa;

“Perubahan bobot kekuasaan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah bergerak dari kutub sangat berkuasa (seperti pada Undang-Undang Nomor 22 tahun 1948 maupun Undang-Undang Nomor 22Tahun 1999) sampai ke kutub yang

sangat lemah, yakni hanya sebagai “stempel karet” dari berbagai kebijakan yang datang dari pihak eksekutif (seperti pada Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974). Begitu pula posisi kelembagaannya, dapat dikelompokkan menjadi dua kutub sebagai bagian dari pemerintahan daerah (seperti pada Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1948, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974, maupun Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004), maupun sebagai lembaga yang berdiri terpisah dari lembaga eksekutif (seperti

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999)”.

Pada Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tidak disebutkan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sebagai badan legislatif daerah, hanya disebutkan sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. Konstrusi kelembagaan

daerah mencerminkan mekanisme chek and balances. Demikian juga jabatan politik dan karir harus ada pembedaan untuk meminimalkan politisasi Pegawai Negeri Sipil di daerah. Sulit menciptakan mekanisme chek and balance antara eksekutif daerah dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah tanpa keterlibatan masyarakat. Menurut Kaloh dalam Wasistiono dan Wiyoso (2009;40-41), bahwa;

“Minimal ada tiga bentuk hubungan

pemerintah daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, yaitu; Pertama, bentuk komunikasi dan tukar menukar informasi, kedua, bentuk kerjasama beberapa subyek, program, masalah dan pengembangan regulasi, ketiga, klarifikasi berbagai permasalahan. Tiga pola hubungan lain terjadi antara pemerintah daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dapat disarikan dalam; 1). Bentuk hubungan secara positif, 2). Bentuk hubungan konflik, 3). Bentuk hubungan negatif.

DESAIN PEMERINTAHAN DAERAH

BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR

TAHUN 2014

Pengertian pemerintahan daerah diatur pada pasal 1 ayat 2 undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah, adalah;

“Penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh

Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Ralyat Daerah berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945”. Pada

hakekatnya urusan pemerintahan berdasarkan undang-undang nomor 23 tahun 2014, terdiri dari;

1. Urusan Absolut, 2. Urusan Konkurena,

3. Urusan Pemerintahan Umum

Dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah diperkuat pasal 57 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014, bahwa; “Penyelenggara pemerintahan daerah provinsi dan kabupaten/kota terdiri dari Kepala Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan dibantu oleh perangkat

daerah”. Pengertian Pemerintah Daerah

(10)

Nomor 23 Tahun 2014, adalah; “Kepala Daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan daerah memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah

otonom”. Kepala Daerah sebagai unsur

penyelenggara pemerintahan daerah memiliki kewenangan memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom, Kepala Daerah memimpim dan melaksanakan kewenangan bidang eksekutif. Dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah, Kepala Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dibantu Perangkat Daerah. Dibandingkan unsur perangkat daerah yang diatur undang-undang nomor 23 Tahun 2014 dengan unsur perangkat daerah pada undang-undang nomor 32 tahun 2004 terdapat perbedaan yang cukup mendasar.

Pada UU Nomor 23 Tahun 2014, posisi DPRD dengan UU Nomor 32 Tahun 2004, DPRD

tidak disebut sebagai “Badan Legiskatif Daerah”

tetapi sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah bersama Kepala Daerah. Kepala Daerah tidak bertanggungjawab kepada DPRD, Gubernur bertanggungjawab kepada Presiden melalui Menteri Dalam Negeri, sedangkan Bupati/Walikota bertanggungjawab kepada Menteri Dalam Negeri melalui Gubernur sebagai wakil pemerintah. Dalam undang-undang ini, pengaturan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi dibedakan dengan Kabupaten/Kota, Terlihat pengaturan tentang Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi dengan Kabupaten/Kota diatur pada pasal berbeda.

K

ESIMPULAN

1. Desain Pemerintahan Daerah di Indonesia menurut pandangan penulis adalah desain pemerintahan daerah berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah, yang menempatkan dengan jelas posisi dari keberadaan Pemerintah Daerah dan Posisi dari DPRD, Pemerintah daerah disebut denga BADAN EKSEKUTIF DAERAH (BED) dan DPRD disebeut dengan BADAN LEGISLATIF DAERAH (BLD), Sehingga di daerah terdapat adanya

legislatif daerah dan eksekutif daerah, sama seperti pada pemerintahan nasional yang menepatkan DPR sebagaki unsur kekuasaan legislatif dan pemerintah sebagai unsur kekuasaan eksekutif. 2. Sistem Pemerintahan Daerah merupakan

subsistem dari sistem pemerintahan nasional.

3. Desain Pemerintahan Daerah senantiasa mengalami perubahan seiring dengan perubahan peraturan perundang-undangan tentang Pemerintahan Daerah, sebagai wujud dari mencari desain ideal untuk pemerintahan daerah di Indonesia. 4. Desain Pemerintahan Daerah pada

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 menempatkan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sebagai unsur Pemerintah Daerah bersama Kepala Daerah.

5. Desain Pemerintahan Daerah pada Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 menempatkan Pemerintah Daerah sebagai Badan Eksekutif Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sebagai Badan Legisatif Daerah.

6. Desain Pemerintahan Daerah pada Undang-Undang Nomr 32 Tahun 2004 menempatkan Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.

7. Desain Pemerintahan Daerah berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 menempatkan Pemerintah Daerah dan DPRD sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.

S

ARAN

1. Dalam desain pemerintahan daerah perlu adanya keseimbangan kedudukan antara Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

2. Perlu memberikan kesempatan yang lebih luas kepada masyarakat untuk ikut serta membantu pemerintah daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah, sebagai wujud dari pemberdayaan masyarakat.

(11)

D

AFTAR

P

USTAKA

Abdi Yuhana, 2007, Sistem Ketatanegaraan Indonesia Pasca Perubahan UUD 1945, Fokusmedia, Bandung.

Arbi Sanit, 1985, Perwakilan Politik di Indonesia, Rajawali, Jakarta.

Ateng Syafruddin, 2006, Mengarungi Dua Samudra, Sayagatama, Bandung.

Bambang Yudoyono, 2003, Otonomi Daerah; Desentralisasi Dan Pengembangan SDM Aparatur Pemda dan DPRD, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta.

B.N. Marbun, 2005, DPRD dan Otonomi Daerah, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta.

________________, 1992, DPR-RI Pertumbuhan dan Cara Kerjanya, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

________________, 1983, DPR Daerah; Pertumbuhan, Masalah dan Masa Depannya Berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974.

Dede Mariana, 2009, Dinamika Demokrasi dan Perpolitikan Lokal di Indonesia.AIPI, Bandung.

Ellydar Chaidir,, 2008, Sistem Pemerintahan Negara Republik Indonesia, Total Media, Yogyakarta.

Koswara Kertapraja,, 2010, Pemerintah Daerah; Konfigurasi Politik Desentralisasi dan Otonomi Daerah Dulu, Kini dan Tantangan Globalisasi, Inner, Jakarta. Rahyunir Rauf,, 2004, Menuju Badan Perwakilan

Desa Profesional (Suatu Pedoman, Strategi, dan Harapan), Alqaprint, Jatinangor.

S.H. Sarundajang, 2005, Babak baru Sistem Pemerintahan Daerah, Kata Hasta, Jakarta. Sukarna, 1971, Kekuasaan Kediktatoran dan

Demokrasi, Penerbit Alumni, Bandung. Sunindhia, Y.W., 1987, Praktek Penyelenggaraan

Pemerintahan di Daerah, Bina Aksara. Jakarta.

Sadu Wasistiono dan Yonatan Wiyoso, 2009, Meningkatkan Kinerja Dewan Perwakilan Daerah, Fokusmedia, Bandung.

Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Di Daerah. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 Tentang

Pemerintahan Daerah.

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah.

Santoso, Amir, 1990, Jurnal Ilmu Politik ke-10, AIPI dan LIPI, Gramedia Pustakan Utama, Jakarta.

Suara Pembaruan, 2002, Otonomi Daerah Peluang dan Tantangan, Hasil diskusi terbatas memperingati Sewindu Suara Pembaruan dan HUT ke-50 Republik Indonesia, Pustakan Sinar Harapan, Jakarta.

Referensi

Dokumen terkait

Pada ketinggian 8 sampai dengan 20 km di atas permukaan bumi (lapisan stratosfer bawah atau tropopause; batas antara lapisan troposfer dengan stratosfer) molekul ozon dirusak

Dengan ditetapkannya Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) sebagai bencana nasional melalui Keputusan Presiden (Keppres) Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2020 tentang

Sel parietal sebagai penghasil HCL (asam hidroklorida), menyisipnya sel tersebut hingga ke bagian basal area gastric glands diduga untuk menjangkau setiap sel chief

Namun begitu, tidak dapat ditentukan secara sah selama tempoh program Saijana Pendidikan (Teknikal) KUiTTHO ini ditawarkan, adakah graduan lepasan program ini benar-benar

garis B), profil B’ (hilangnya lung sliding dengan garis B), profil C (konsolidasi paru yang ekuivalen dengan gambaran garis pleura yang tebal dan

jarak dan perpindahan memiliki pengertian yang berbeda. Jarak diartikan sebagai panjang lintasan yang ditempuh oleh suatu benda dalam selang waktu tertentu, dan

Metode pengumpulan data menggunakan angket (kuesioner). Teknik analisis data yang digunakan adalah teknik analisis deskriptif kuantitatif dengan menggunakan persentase

Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara ekspresi survivin dengan subtipe molekuler karsinoma mammae invasif namun Triple-negative adalah subtipe yang paling