• Tidak ada hasil yang ditemukan

Full Paper P00195

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Full Paper P00195"

Copied!
51
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

ii RI N GK ASAN

Selama tahun 2010 – 2013 Kota Salatiga mengalami laju pertumbuhan penduduk yang cenderung menungkat. Pada tahun 2010 laju pertumbuhan penduduk Salatiga sebesar 1,09 % kemudian meningkat tajam pada tahun 2013 yakni sebesar 2,7 %. Kenaikan ini salah satunya disebabkan karena jumlah usia produktif yang besar dan peristiwa pernikahan usia dini yang terjadi pada suatu wilayah. Jumlah penduduk di Salatiga untuk kategori remaja tengah dan akhir yaitu usia 15-24 tahun yaitu sekitar 18,52%. Pada usia ini sangat rentan terhadap perilaku tidak sehat seperti perilaku seks pranikah. Hal ini terbukti dari penelitian mengenai dampak pernikahan usia dini dan angka pertama kali melakukan seks pranikah dari umur 8 tahun dan terjadi peningkatan pada usia 13 – 20 tahun, serta peristiwa perkawinan yang tercatat di Pengadilan Agama Salatiga yang menyebutkan bahwa terdapat suatu kebijakan Dispensasi Kawin karena Hubungan Luar Nikah.

Terkait dengan permasalahan tersebut maka tujuan dari penelitian ini adalah pengembangan model solusi startegik analisis dampak kependudukan untuk mengatasi pernikahan usia dini. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, dengan jenis penelitian diskriptif eksplanatif. Sebagai unit amatan adalah para pihak yang terkait dengan permasalahan penelitian, yang meliputi pihak yang terkait dengan kebijakan, keluarga atau individu yang melakukan perkawinan usia dini, Bapermas Kota Salatiga, PLKB, PIK Mahasiswa UKSW, dan LSM.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelibatan actor dan jejaring actor dalam mengatasi pernikahan usia dini sangat penting untuk dilakukan dalam setiap tahapan dan atau kegiatan sosialisasi maupun advokasi. Dalam pengembangan model solusi strategik untuk mengatasi pernikahan usia dini dapat dilakukan dengan berbagai model, sebagai berikut: (1) Sosialisasi dan advokasi melalui saluran/jaringan formal maupun informal akan menjadi lebih bermakna apabila menggunakan pendekatan interpersonal dengan opinion leader, (2) Penggunaan komunikasi interpersonal dan komunikasi persuasif dalam Internalisasi Kependudukan dan Keluarga Berencana melalui pendidikan sexualitas, kesehatan reproduksi, dan perilaku. Demikian pula dalam peningkatan kapasitas orang tua dalam mengenalkan sejak dini tentang pendidikan sex, (3) Penggunaan media sosial seperti internet, gadget, new media, facebook, instagram lebih dapat menjembatani atau menjangkau gap yang terjadi khususnya anak-anak muda dan remaja dari pada cara-cara tradisionil seperti ceramah, diskusi kelompok dll. (5) Pendekatan komunikasi interpersonal, persuasi dan pemanfaatan media digunakan dalam pengembangan kader-kader muda supaya dapat menjangkau anak-anak muda maupun remaja.

Keywords: Pernikahan usia dini, Aktor dan jaringan aktor, Komunikasi interpersonal

(3)

iii

DAFTAR ISI

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 3

C. Tujuan Penelitian ... 3

D. Manfaat Penelitian ... 3

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... 4

A. Remaja dan Perilaku Sosial ……….. 4

B. Teori Tindakan Aktor dan Jaringan Aktor ...6

C. Komunikasi Interpersonal ... 8

D. Komunikasi Persuasif ... 12

E. Media: Kesesuaian Media Dengan Audience ...17

BAB III. METODE PENELITIAN ... 22

A. Pendekatan dan Jenis Penelitian ... 22

B. Unit Amatan dan Unit Analisa ... 22

C. Teknik Pengumpulan Data ... 23

D. Teknik Analisa Data ... 23

E. Rencana dan Jadwal Penelitian ……….. 25

F. Anggaran Pembiayaan ………... 25

G. Organisasi Penelitian ………. 25

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 26

A. Pengembangan Model Solusi Dalam Perspektif Ilmu Komunikasi ... 27

B. Pengembangan Model Solusi dan Komunikasi Interpersonal ……….. 30

C. Pengembangan Model Solusi dan Komunikasi Persuasif ……… 31

D. Pengembangan Model Solusi dan Media ………. 31

E. Peran Komunikasi Di dalam Sosialisasi dan Advokasi Melalui Saluran/jaringan Formal Maupun Informal ... 33

(4)

iv

G. Peningkatan kapasitas orang tua mengenai pendidikan sex dengan

menggunakan komunikasi, komunikasi interpersonal

dan komunikasi persuasif ... 35

H. Media Untuk Menjangkau gap pada Anak-Anak Muda ... 36

I. Perlunya pengkaderan terhadap kader-kader muda supaya dapat

menjangkau anak-anak muda maupun remaja ... 38

BAB V KESIMPULAN ... 40

(5)

1

PENGEMBANGAN MODEL SOLUSI STRATEGIK

ANALISIS DAMPAK KEPENDUDUKAN UNTUK

MENGATASI PERNIKAHAN USIA DINI

Oleh:

Daru Purnomo, Drs., M.Si1, dan Seto Herwandito S.Pd.,M.M.M.Ikom2

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perkawinan umumnya dilakukan oleh orang dewasa, karena jika dilakukan di usia

dini/muda tidak baik untuk kesehatan janin dan mengakibatkan banyak faktor seperti

kekerasan dalam rumah tangga dan perceraian. Kultur pernikahan dini di Indonesia

sepertinya belum berakhir. Menurut United Nations Development Economic and Social Affairs (UNDESA), Indonesia merupakan Negara ke-37 dengan jumlah perkawinan dini terbanyak di dunia. Untuk level ASEAN, Indonesia menempati urutan kedua terbanyak

setelah Kamboja3. Data dari Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), tahun 2014, presentase pasangan yang menikah diusia dini yaitu berada pada

kisaran usia 15-19 tahun mencapai 46 %, sedangkan yang menikah dibawah usia 15 tahun

sekitar 5%.

Deputi Bidang Keluarga Sejahtera dan Pemberdayaan Keluarga, Badan Kesejahteraan

dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) mengungkapkan akibat tren menikah dini yang

meningkat, kini rata-rata kelahiran pada remaja (Age Specific Fertility Rate / ASFR) usia 15-19 tahun meningkat 35 per 1000 kelahiran hidup pada tahun 2007 menjadi 45 per 1000 di

tahun 2012. Demikian halnya Kepala Perwakilan BKKBN Jawa Tengah mengungkapkan,

1

Dekan Fakult as Ilm u Sosial dan Ilm u Kom unikasi, Universit as Krist en Sat ya Wacana, Salatiga

2

St aff Pengajar Pada Fakult as Ilm u Sosial dan Ilm u Kom unikasi Universit as Krist en Sat ya Wacana, Salat iga

3

(6)

2

Provinsi Jawa Tengah masuk kategori tinggi dalam angka kelahiran pada usia remaja (15-19)

tahun, yakni mencapai 36 dari 1000 kelahiran4.

Permasalahan mengenai perkawinan usia muda memang menjadi masalah bersama,

tak terkecuali negara Indonesia yang masuk ke dalam negara berkembang Perkawinan usia

muda seringkali dikaitkan dengan aborsi dan perilaku sex pranikah yang tidak aman dan

kondisi inilah yang memicu penyebab kematian anak umur 15-19 tahun (Gennari 2013; Gray,

Azzopardi, Kennedy, Willersdorf, and Creati 2013).

Tingginya angka pernikahan dini merupakan masalah yang serius dan membutuhkan

penanganan yang tepat dan komprehensif. Fenomena pernikahan anak ini terjadi tidak hanya

berdasar pada faktor tradisi atau pemahaman agama, tetapi lebih dilandasi faktor ekonomi,

kultural, dan sistem sosial yang berlaku dalam lingkungan yang mempraktikkan pernikahan

anak. Kurangnya pendidikan, keterbukaan informasi mengenai hak asasi manusia khususnya

hak anak, ketidaktahuan akan dampak buruk yang bisa dialami anak yang menikah di usia

muda, serta persepsi bahwa anak perempuan adalah objek menjadi faktor-faktor pendukung

keberlangsungan pernikahan anak.

Dalam penelitian tentang dampak perkawinan usia dini dengan mengambil kasus di

Kota Salatiga (Purnomo dan Seto, 2013) menunjukkan bahwa beberapa faktor penyebab

terjadinya pernikahan usia dini adalah (1) . faktor pendidikan anak dan orang tua, dimana

faktor ini menjadi salah satu variable terhadap ketidak-tahuan hukum struktural terkait

dengan kebijakan perkawinan dan pentingnya menghindari perkawinan usia dini. Kondisi ini

menyebabkan acuan perkawinan berdasarkan pada adat tradisi yang berlaku atau terjadi di

lingkungannya. Rendahnya pendidikan anak karena ketiadaan biaya (terutama perempuan)

menyebabkan ketidak-berdayaan/ kerentanan perempuan untuk mampu menolak keinginan

orang tua (berumah tangga). (2) Faktor pendidikan sexualitas, dimana faktor ini merupakan

penyebab awal terjadinya perkawinan usia dini. “Kecelakaan” atau Kehamilan Tidak

Diinginkan (KTD) pada usia muda merupakan pintu masuk terjadinya perkawinan dini.

Minimnya pengetahuan kesehatan reproduksi rendahnya tingkat “melek media”

menyebabkan remaja tidak memperoleh informasi secara benar, sehingga akan memicu rasa

ingin tahu untuk mencobanya. Selain itu adanya internet serta media social lainnya

menyebabkan remaja secara leluasa dapat mencari dan memperoleh secara mudah. Alhasil

informasi tersebut merupakan stimulus yang kuat, dorongan internal yang menyebabkan

banyaknya hormon yang dihasilkan untuk memberi dorongan siswa/remaja/anak muda untuk

4

(7)

3

mencoba melakukan hubungan seks. Dan (3) faktor lingkungan keluarga dan masyarakat

yang semakin longgar (permisif). Kesibukan orang tua karena pekerjaan mereka sedikit banyak juga mempengaruhi terjadinya pernikahan usia muda. Orang tua terkadang memiliki

waktu yang sangat sedikit untuk berkumpul dengan keluarga terutama anak-anak. Selain itu

lingkungan pertemanan yang kurang sehat menjadi variable penting terjadinya perilaku sex

pra-nikah dan menjadi faktor potensial terjadinya perkawinan usia muda.

Untuk mengatasi permasalahan perkawinan usia dini, maka diperlukan adanya model

kebijakan strategic dampak kependudukan untuk mengatasi perkawinan usia dini. Dari hasil

kajian penelitian terkait dengan hal tersebut (Purnomo, Daru.,dkk, 2014) maka dalam model

kebijakan sebaiknya secara maksimal melibatkan Aktor, Jaringan Aktor dan Aktan (actor

pengendali). Model ini mendasari setiap kegiatan sosialisasi dan atau advokasi dalam rangka

internalisasi untuk mengatasi perkawinan usia dini di kalangan remaja dan mahasiswa.

Atas dasar hal itu maka sangatlah penting dalam penelitian ini untuk menguji atau

mengembangkan model solusi strategic uktuk mengatasi pernikahan usia dini. Diharapkan

melalui penegmbangan model ini akan bisa diketahui efektifitas dan kendala-kendala yang di

lapangan yang dihadapi oleh para pihak yang memiliki kepentingan terkait dengan

permasalahan kependudukan.

B. Rumusan Masalah

“Bagaimana pengembangan model solusi strategik dampak kependudukan untuk

mengatasi perkawinan usia dini kota Salatiga?

C. Tujuan Penelitian

1. Menggambarkan model-model solusi strategik untuk mengatasi perkawinan usia dini

di Kota Salatiga

2. Mengembangkan dan menjelaskan solusi strategik dampak perkawinan usia dini di

Kota Salatiga.

D. Manfaat Penelitian

1. Memberikan gambaran mengenai model-solusi strategik untuk mengatasi perkawinan

usia dini

2. Memberikan sumbangan dalam pengembangan model solusi strategik untuk

(8)

4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Remaja dan Perilaku Sosial

Definisi remaja penting digunakan untuk memandang para remaja sebagai suatu

kelompok yang heterogen karena kemunculan sebuah gambaran yang berbeda tergantung

pada seperangkat kareakteristik khusus para remaja yang digambarkan (Santrock, 2002).

Masa remaja digambarkan sebagai suatu masa dimana kematangan sudah dicapai, suatu masa

trasisi dari kanank-kanak menuju dewasa, suatu masa dimana kematangan emosional

seseorang masih belum stabil, sedangan fisik dan mentalnya sudah mengalami pertumbuhan.

Dimasa ini pula remaja mulai mengenal seks. Hall juga berpendapat bahwa remaja

merupakan strum and drang yaitu periode yang berada dalam situasi antara kegoncangan,

penderitaan, asmara, dan pemberontakan dengan otoritas orang dewas (Bachtiar, 2004).

Hurlock (1980) istilah adolescence atau remaja berasal dari kata latin adolescere (kata bedanya adolescentia yang berarti remaja) yang berati tumbuh. Istilah remaja mempunyai arti

yang mencakup kematang mental, emosional, sosial dan fisik. Menurut Piaget, secara

psikologis, masa remaja adalah usia dimana individu berintegrasi dengan masyarakat dewasa,

usia dimana anak tidak lagi merasa dibawah tingkat orang-orang yang lebih tua melainkan

berada dalam tingkatan yang sama.

Dari beberapa definisi mengenai remaja dapat disimpulkan bahwa remaja adalah masa

transisi atau masa peralihan dari status kanak-kanak menuju status dewasa. Pada masa ini

remaja mulai tertarik untuk mengenal hal-hal baru seperti seks, dimana remaja mempunyai

hasrat yang sangat kuat dan mereka cenderung akan selalu berusaha memenuhi hasrat

tersebut.

Sebagai pedoman umum dapat menggunakan batasan usia 11-21 tahun dan belum

menikah untuk remaja Indonesia dengan pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut

(Sarwono, 2000) :

1. Usia 11 tahun adalah usia dimana pada umumnya tanda-tanda seksual sekunder mulai

nampak (kriteria fisik).

2. Banyak masyarakat Indonesia, usia 11 tahun sudah dianggap akhir balik, baik

menurut adat maupun agama, sehingga tidak lagi diperlakukan sebagai anak-anak

(9)

5

3. Mulai ada tanda-tanda penyempurnaan perkembangan jiwa seperti tercapainya

identitas diri, tercapainya fase genital dari perkembangan psikoseksual dan

tercapainya puncak perkembangan kognitif maupun moral (kriteria psikologis).

4. Batas usia 21 tahun merupakan batasan maksimal yaitu untuk memberikan peluang

bagi mereka yang sampai batas tersebut masih bergantung pada orang tua, belum bisa

memberikan pendapat sendiri, belum dapat memenuhi prasyarat kedewasaan secara

sosial maupun psikologis, masih dapat digolongkan remaja.

5. Status perkawinan sangat menentukan, karena arti perkawinan masih sangat penting

dimasyarkat secara menyeluruh. Orang yang sudah menikah, dianggap sebagai

dewasa penuh, baik secara hukum maupun kehidupan bermasyarakat dan keluarga.

Garrison mencatat 7 kebutuhan khas remaja sebagai berikut (Sarwono, 2000) :

1. Kebutuhan akan kasih sayang, terlihat adanya sejak masa yang lebih muda dan

menunjukkan berbagai cara perwujudan selama masa remaja.

2. Kebutuhan akan keikutsertaan dan diterima dalam kelompok merupakan hal yang

sangat penting, sejak remaja “melepaskan diri” dari keterikatan keluarga dan berusaha

memnatapkan hubungan-hubungan dengan teman lawan jenis.

3. Kebutuhan untuk berdiri sendiri yang dimulai sejak usia lebih muda menjadi sangat

penting selama masa remaja, manakala remaja dituntut untuk membuat berbagai

pilihan dan mengambil keputusan.

4. Kebutuhan untuk berprestasi menjadi sangat penting dan pasti seirama dengan

pertumbuhan secara individual mengarah pada kematangan atau kedewasaan.

5. Kebutuhan akan pengakuan dari orang lain sangat penting sejak mereka bergantung

dalam hubungan teman sebaya dan penerimaan teman sebaya.

6. Kebutuhan untuk dihargai dirasakan berdasarkan pandangan atau ukurannya sendiri

yang menurutnya pantas bagi dirinya dan menjadi bertambah penting seirama denga

pertambahan kematangan.

Kehidupan sosial adalah kehidupan yang ditandai dengan adanya unsur-unsur sosial

masyarakat (Ahmadi, 1979). Sebuah kehidupan sosial disebut sebagai kehidupan sosial jika

terdapat interaksi antara individu dengan individu yang lain dan individu dengan kelompok.

(10)

6

Dalam kaitannya dengan pengembangan model solusi strategic dampak kependudukan untuk

mengatasi pernikahan usia dini, maka yang menjadi fokus peneliti adalah model strategic

yang digunakan fasilitator atau petugas kependudukan dalam melakukan sosialisasi atau

advokasi dampak kependudukan untuk mengatasi pernikahan usia dini.

B. Teori Tindakan Aktor dan Jaringan Aktor

1. Teori Tindakan Aktor

Istilah peran sangat berkaitan dengan istilah praktik dalam pengertian Pierre

Bourdieu. Menurut Bourdieu (dalam Adib, 2012) praktik (secara sosial) merupakan

hubungan relasional yakni struktur objektif dan representasi subjektif, agen dan pelaku,

terjalin secara dialektik. Fenomena sosial apa pun merupakan produk dari tindakan-tindakan

individual. Oleh karena itu, logika tindakan harus dilihat (dicari) pada sisi rasionalitas

pelakunya (Haryatmoko, 2003).

Habitus adalah “produk dari internalisasi struktur” dunia sosial. Habitus diperoleh sebagai akibat dari ditempatinya posisi di dunia sosial dalam waktu yang panjang. Menurut

Bourdieu, habitus adalah struktur mental atau kognitif yang dengannya orang berhubungan

dengan dunia sosial. Orang dibekali dengan serangkaian skema terinternalisasi yang mereka

gunakan untuk mempersepsi, memahami, mengapresiasi, dan mengevaluasi dunia sosial.

Melalui skema ini, orang menghasilkan praktik mereka, mempersepsi dan mengevaluasinya

(Ritzer dan Goodman, 2010).

Ranah adalah jaringan relasi antarposisi objektif di dalamnya (Ritzer dan Goodman,

2010). Keberadaan relasi-relasi ini terpisah dari kesadaran dan kehendak individu. Ranah

merupakan: (1) arena kekuatan sebagai upaya perjuangan untuk memperebutkan sumber daya

atau modal dan juga untuk memperoleh akses tertentu yang dekat dengan hirarki kekuasaan;

(2) semacam hubungan yang terstruktur dan tanpa disadari mengatur posisi-posisi individu

dan kelompok dalam tatanan masyarakat yang terbentuk secara spontan. Oleh karena itu,

ranah juga dimaknai sebagai “arena perjuangan”

Menurut Bourdieu (Adib 2012), dalam ranah sosial akan selalu terjadi perbedaan

tindakan individu yang sangat tergantung pada modal dan habitus yang dimiliki oleh individu tersebut. Individu yang tidak memiliki modal dan habitus akan cenderung sulit untuk melakukan tindakan merubah struktur yang ada. Modal dalam penjelasan Bourdieu terdiri

dari 4 (empat) macam yaitu modal ekonomi, modal sosial, modal budaya dan modal

(11)

7

Modal ekonomi mencakup kepemilikan alat-alat produksi (seperti mesin, tanah, dan

buruh), materi (pendapatan dan benda-benda), dan uang. Sedangkan modal sosial mencakup

keseluruhan kepemilikan nilai, kepercayaan sosial dan jejaring sosial (Adib, 2012).

Kemudian modal simbolik ini berupa, akumulasi prestasi, penghargaan, harga diri, jabatan,

status, kehormatan, wibawa, reputasi, termasuk gelar akademis (Bourdieu, 1989). Di sisi lain,

modal budaya mencakup keseluruhan kualifikasi intelektual yang bisa diproduksi melalui

pendidikan formal maupun warisan keluarga. Menurut Bourdieu (dalam Haryatmoko, 2003),

keseluruhan kepemilikan modal tersebut, dapat membentuk sebuah struktur tindakan sosial

(termasuk praktek keseharian) maupun lingkup sosial individu dalam masyarakat. Dalam

konteks penelitian ini konsep-konsep Piere Bourdieu digunakan untuk melakukan analisis

terhadap peran modal-modal aktor keterlibatannya dalam mengatasi masalah dampak

kependudukan untuk mengatasi pernikahan usia dini. Konteks modal dalam penelitian ini

adalah hubungan dialetik keempat modal dalam perspektif Piere Bourdieu yang

mempengaruhi praktik sosial aktor dalam mengatasi masalah pernikahan usia dini.

2. Aktor-Network Theory

Aktor-teori jaringan (ANT) berevolusi dari karya Michel Callon (1991) dan Bruno

Latour (1992) di Ecole des Mines di Paris. Analisis mereka dari serangkaian perundingan

konstitusi menggambarkan progresif dari jaringan di mana kedua manusia dan non-manusia

menganggap identitas pelaku sesuai dengan strategi yang berlaku interaksi. Aktor 'identitas

dan kualitas yang ditetapkan selama negosiasi antara wakil-wakil dari manusia dan

non-manusia aktan.. Dalam perspektif ini, "representasi" dipahami dalam dimensi politik, sebagai

proses delegasi. Dalam teori jaringan aktor, baik aktor dan berbagi aktan adegan dalam

rekonstruksi jaringan interaksi yang mengarah pada pemantapan sistem. Namun perbedaan

penting antara mereka adalah bahwa hanya aktor mampu menempatkan aktan yang beredar

dalam sistem.

Teori Jaringan Aktor (ANT) dapat dilihat sebagai cara sistematis untuk membawa

keluar infrastruktur yang biasanya dibiarkan keluar dari "heroik" bagian prestasi ilmiah dan

teknologi. Newton tidak benar-benar bertindak sendiri dalam menciptakan teori gravitasi: ia

membutuhkan data pengamatan dari Astronomer Royal, John Flamsteed, ia membutuhkan

dukungan publikasi dari Royal Society dan anggotanya (paling terutama Edmund Halley), ia

membutuhkan geometri Euclid, astronomi dari Kepler, Galileo mekanika, ruangan,

(12)

8

ide mistik tindakan dari jauh, dan lebih banyak, banyak lagi (lihat buku oleh Michael White).

Hal yang sama dapat dikatakan ilmiah atau proyek teknologi.

ANT lahir dari upaya berkelanjutan dalam bidang ilmu-ilmu sosial yang disebut ilmu

pengetahuan dan teknologi. Bidang studi sosial teknologi pada umumnya dan ANT secara

khusus berkembang dengan cepat. Ketika melakukan bisnis Anda - menyetir mobil atau

menulis dokumen menggunakan kata-prosesor - ada banyak hal yang mempengaruhi

bagaimana Anda melakukannya. Misalnya, ketika mengendarai mobil, Anda terpengaruh

oleh peraturan lalu lintas, sebelum mengemudi pengalaman dan kemampuan manuver mobil,

penggunaan kata-prosesor ini dipengaruhi oleh pengalaman sebelumnya menggunakan itu,

fungsi kata-prosesor dan sebagainya. Semua faktor ini berkaitan atau tersambung dengan

bagaimana Anda bertindak. Anda tidak pergi untuk melakukan bisnis Anda di vakum total

tetapi lebih di bawah pengaruh berbagai faktor sekitarnya. Tindakan yang Anda bawa keluar

dan semua faktor-faktor yang mempengaruhi harus dipertimbangkan bersama-sama. Ini

adalah apa yang istilah menyelesaikan jaringan aktor. Jaringan aktor, kemudian, adalah

tindakan dihubungkan bersama-sama dengan segala faktor-faktor yang mempengaruhi (yang

lagi dihubungkan), menghasilkan jaringan. Jaringan aktor terdiri dari dan link bersama-sama

baik teknis dan non-teknis elemen. Tidak hanya kapasitas mesin mobil, tetapi juga pelatihan

mengemudi Anda, pengaruh mengemudi Anda. Oleh karena itu, ANT berbicara tentang sifat

heterogen jaringan aktor.

C. Komunikasi Interpersonal

Dari semua pengetahuan dan keterampilan yang kita miliki, pengetahuan dan

keterampilan yang menyangkut komunikasi termasuk di antara yang paling penting dan

berguna. Melalui komunikasi antar pribadi kita berinteraksi dengan orang lain, mengenal

mereka dan diri kita sendiri, dan mengungkapkan diri sendiri kepada orang lain. Apakah

kepada pimpinan, teman sekerja, teman seprofesi, kekasih, atau anggota keluarga, melalui

komunikasi antar pribadilah kita membina, memelihara, kadang-kadang merusak (dan ada

kalangnya memperbaiki) hubungan pribadi kita.

Menurut Devito (2007: 10-21) merumuskan elemen-elemen komunikasi

interpersonal:

1. Sumber-Penerima

Komunikasi interpersonal melibatkan paling sedikit dua orang. Setiap ndividu dalam

(13)

9

melakukan fungsi sumber (merumuskan dan mengirimkan pesan) dan juga melakukan

fungsi penerima (mempersepsikan dan memahami pesan). Didalam gambar diatas sumber

adalah Petugas KB, sedangkan penerima adalah Masyarakat. Akan tetapi tidak hanya hal

ini saja, ada faktor yang mempengaruhi, sebagai contoh adalah antara sumber dan

penerima haruslah equal atau setara. Bisa dibayangkan apabila sumber yang sudah senior akan memberi pesan kepada anak muda/masyarakat sebagai penerima, tentu saja hal ini

akan menganggu dalam proses penerimaan pesan. Selain itu jika yang memberi pesan

adalah petugas senior dan penerimanya adalah anak muda, maka akan timbul rasa

canggung, rikuh5, malu, dll yang dialami oleh anak muda.

2. Encoding-Decoding

Istilah encoding (berbicara atau menulis) dan decoding (mendengar atau membaca) untuk

menekankan bahwa kedua aktivitas dilakukan dalam kombinasi oleh setiap partisipan.

Didalam gambar diatas bisa diartikan bahwa encoding dan decoding adalah proses

dimana pesan tersebut diartikan atau dicerna.

3. Pesan

Pesan adalah sinyal yang disajikan sebagai stimuli untuk penerima, mungkin bisa

didengar, dilihat, disentuh, berbau, dirasakan, atau kombinasi apapun. Cara kita berbicara,

berjabat tangan, menyisir rambut, duduk, tersenyum, adalah sinyal dari pesan komunikasi

interpersonal tentang diri kita. Komunikasi interpersonal dapat terjadi melalui telepon,

tatap muka, dan bahkan melalui komputer (DeVito, 2007:12). Pesan disini dapat diartikan

sebagai program KB yang disajikan oleh sumber (pertugas KB). Adapun pesan perlu

memperhatikan hal sebagai berikut:

 Pesan haruslah dipahami oleh sumber maupun penerima, sebagai contoh penggunaan bahasa dalam menyampaikan pesan tersebut. Penggunaan bahasa

gaul tentu saja akan membuat petugas KB yang senior tidak tahu atau akan

mendapat kesulitan dalam mencerna. Begitu pula dengan sebaliknya bahasa

yang kaku yang disampaikan oleh petugas KB yang senior akan membuat

penerima (anak muda) merasa bosan, sehingga pesan tidak dapat tersampaikan

secara utuh.

4. Media

Media adalah sarana dimana pesan bisa lewat. Ini adalah jembatan yang menghubungkan

sumber dan penerima. Komunikasi jarang terjadi hanya di satu media melainkan dua,

tiga, atau empat media sering digunakan serentak. Contohnya, interaksi tatap muka, kita

5

(14)

10

berbicara dan mendengar, tetapi kita juga bergerak dan menerima sinyal secara visual,

dan kita mengeluarkan bau dan mencium bau orang lain.

5. Feedback/ Balikan

Feedback atau balikan adalah dimana para sumber (penyampai pesan) mendapatkan

balikan dari penerima (masyarakat). Balikan tersebut bisa bermacam-macam bentuknya

bisa berbentuk non verbal seperti: anggukan kepala (bermakna iya), menggelengkan

kepala (bermakna tidak) dan berbentuk verbal atau perkataan, seperti: perkataan “iya”,

“he’em”, dll.

6. Gangguan

Gangguan adalah sesuatu yang merubah pesan, sesuatu yang mencegah penerima

menerima pesan (DeVito, 2007: 15). Di dalam konteks penyampaian pesan (program KB)

kepada masyarakat, memungkinkan sekali untuk terjadi gangguan, sebagai contoh suara

dari Petugas KB sebagai komunikator yang lirih/ pelan/ tidak dapat di dengar bisa

merubah pesan kepada penerimanya. Selain itu gangguan lain seperti suara dari luar

(angin, musik, kendaraan, gemuruh, dll) bisa mempengaruhi didalam prosen

penyampaian pesan kepada masyarakat.

7. Konteks

Konteks adalah secara fisik, psikologi, sosial dan lingkungan sementara dimana

komunikasi terjadi (DeVito, 2007: 331). Di dalam konteks penyampaian pesan/ program

KB konteks sangatlah penting untuk memudahkan kedua belah pihak (komunikator/

petugas KB dan Masyarakat) untuk memahami konteks yang sedang dibicarakan. Jika

kedua belah pihak tidak memahami konteks yang berlaku maka akan menjadi berat

sebelah, akibatnya pesan yang disampaikan dari petugas KB kepada masyarakat tidak

sampai, sehingga akan menjadi “tidak nyambung” pesan tersebut.

8. Etika

Etika dalam komunikasi adalah moralitas dari tingkah laku pesan (Devito, 2007: 332)

9. Kompetisi

Dalam komunikasi interpersonal, artinya pengetahuan tentang komunikasi dan

kemampuan untuk melibatkan dalam komunikasi secara efektif. (DeVito, 2007: 330)

Di dalam menjalankan tugas keseharian seorang petugas KB, aspek komunikasi

sangatlah penting. Dengan cara inilah seorang bidan mengemukakan gagasan dan ide-idenya

kepada msyarakat, dan pasien pada khususnya. Apabila komunikasi antara keduanya

(15)

11

pada akhirnya akan memberikan kepuasan baik fisik maupun psikis bagi masyarakat sebagai

mereka yang merasakan dampak dari pelayanan KB.

Komunikasi interpersonal merupakan alat yang sangat menentukan dalam proses

konseling. Tanpa mengetahui proses komunikasi yang baik tidak mungkin bisa melaksanakan

konseling dengan baik. Karena konseling berlangsung diatas proses komunikasi interpersonal

yang aktif dan dinamis. Ada sejumlah kebutuhan manusia yang hanya dapat dipenuhi dengan

komunikasi. Olehkarena sangat penting bagi kita terutama petugas lapangan keluarga

berencana (PLKB/PKB) yang selalu berhubungan dengan masyarakat untuk terampil dalam

berkomunikasi baik dalam memberi penyuluhan, KIE, Bimbingan, motivafasi advokasi,

lebi-lebih dalam konseling. Dengan demikian sebelum mengetahui apa dan bagaimana konseling

itu harus terlebih dahulu perlu untuk mengetahui cara menyampaikan mengenai konseling

tersebut.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Komunikasi Interpersonal

Rakhmat (1992) menyebutkan tiga hal yang mempengaruhi komunikasi interpersonal, yaitu:

1. Percaya

Adanya rasa percaya membuat seseorang akan terbuka dalam mengungkapkan pikiran

dan perasaan kepada orang lain sehingga meningkatkan komunikasi interpersonal.

Seperti halnya dalam advokasi yang dilakukan oleh PLKB, dimana petugas maupun

kader haruslah menjalin kepercayaan dengan audience-nya yaitu masyarakat. Karena program KB bukanlah program yang mudah untuk dijalani, melainkan keputusan dari

tiap pasangan untuk melakukannya, sehingga perlu untuk membangun kepercayaan

kepada sasaran audience nya yaitu masyarakat. Tentu saja kepercayaan dari

masyarakat ini bukanlah hal yang gampang untuk dibentuk, membutuhkan

bertahun-tahun untuk membangun, sehingga masyarakat menjadi percaya.

2. Sikap Suportif

Ciri sikap suportif adalah deskriptif, yaitu menyampaikan perasaan dan persepsi tanpa

menilai, mengkomunikasikan keinginan bentuk bekerja sama dalam mencari

pemecahan masalah, bersikap jujur dan spontan, memiliki empati, menghormati

perbedaan pandangan dari keyakinan yang ada, dan bersedia mengakui kesalahan.

PLKB ataupun kader KB haruslah memiliki sikap yang suportif, setara, bersahabat,

(16)

12

3. Sikap Terbuka

Untuk menumbuhkan sikap percaya dan suportif, maka yang pertama haruslah

dilakukan adalah terbuka dahulu kepada audience. Sikap terbuka berpengaruh dalam

menumbuhkan komunikasi interpersonal yang efektif.

Aspek-Aspek Komunikasi Interpersonal

Laswell (1987) mengemukakan bahwa ada beberapa aspek komunikasi interpersonal, yaitu:

1. Keterbukaan

Merupakan aspek penting dalam kualitas komunikasi, yaitu tingkat keterbukaan

antara dua pasangan. Keterbukaan membuka kesempatan bagi individu untuk

berusaha memahami orang lain

2. Kejujuran

Agar komunikasi tetap terpelihara kita tidak perlu mengetahui apa yang dirasakan dan

dipikirkan orang lain, tapi yang lebih penting lagi adalah informasi yang kita

sampaikan bisa dipercaya orang lain.

3. Percaya

Untuk memudahkan kepercayaan dalam berkomunikasi, pendengar harus merespon

pesan yang disampaikan oleh komunikator dengan tulus hati, bukan mementingkan

diri sendiri tetapi berusaha menciptakan kepentingan bersama antara dua belah pihak

4. Empati

Kemampuan untuk dapat merasakan keadaan emosi yang sam seperti yang dirasakan

oleh orang lain meskipun ketika tidak benar-benar berbagi perasaan yang sama itu

5. Kemampuan mendengarkan

Mendengarkan juga memerlukan suatu kemampuan untuk dapat memberi umpan

balik pada apa yang telah disampaikan oleh orang lain

D. Komunikasi Persuasif

Komunikasi persuasif sebagai salah satu jenis komunikasi diantara komunikasi yang

lainnya, komunikasi persuasif ini ialah untuk mengetahui seberapa tingginya pengaruh yang

disampaikan dalam merubah perilaku manusia dalam menerima isi pesan yang terdapat

dalam sebuah komunikasi persuasif. Selain itu juga komunikasi persuasif dapat digambarkan

dalam berbagai macam model pelaksanaannya. Model komunikasi persuasif dibuat untuk

membantu dalam memberi pengaruh kepada obyek dan atau sasaran tentang isi pesan yang

(17)

13

Komunikasi persuasif menurut Dedy Iriantara adalah komunikasi yang bersifat

mempengaruhi tindakan, perilaku, pikiran dan pendapat tanpa dengan cara paksaan baik itu

fisik, atau nonfisik. Menurutnya dalam melakukan komunikasi persuasif, argumen

komunikator haruslah argumen yang masuk akal atau rasional, sehingga dapat meyakinkan

lawan bicaranya atau komunikan, sehingga komunikan akhirnya mau berperilaku seperti

yang diinginkan komunikator, Djamaluddin (1997 : 243).

Komunikasi persuasif adalah sebagai suatu proses, yakni proses mempengaruhi sikap,

pendapat dan perilaku orang lain, baik secara verbal maupun nonverbal. Proses itu sendiri

adalah setiap gejala atau fenomena yang menunjukkan suatu perubahan yang terus-menerus

dalam konteks waktu, setiap pelaksanaan atau perlakuan secara terus-menerus. Hal yang

perlu diperhatikan dalam berkomunikasi persuasif adalah karakteristik dari komunikator.

Karena ketika komunikator berkomunikasi, yang berpengaruh bukan hanya yang

dikatakannya, tetapi keadaan komunikator itu sendiri. Komunikator tidak dapat merubah

sikap komunikan hanya dengan yang dikatakannya.

Unsur-Unsur Komunikasi Persuasif

Ada 6 unsur komunikasi persuasif yang harus dipahami dan berkaitan dengan yang

lainnya, yaitu 1) sumber dan penerima (Persuader dan Persuadee), menurut Berlo (dalam

Soemirat, dkk, 2008:2.25), persuader adalah orang dari suatu sekelompok orang yang

menyampaikan pesan dengan tujuan untuk mempengaruhi sikap, pendapat dan perilaku orang

lain baik secara verbal maupun nonverbal sedangkan persuadee adalah orang yang menjadi

tujuan pesan itu tersampaikan di saluran oleh persuader baik secara verbal maupun

nonverbal. 2) pesan, Isi pesan persuasif juga perlu di perhatikan karena isi pesan persuasif

harus berusaha untuk mengkondisikan, menguatkan, atau membuat pengubahan tanggapan

sasaran. 3) saluran, menurut Reed H. Blake dan Edwin O. Haroldesn (dalam Soemirat, dkk,

2008:6.3) media yang di gunakan untuk membawa pesan, hal ini berarti bahwa saluran

merupakan jalan atau alat untuk perjalanan pesan antara komunikator (sumber atau pengirim)

dengan komunikan (penerima). 4) umpan balik menurut Sastropoetra (dalam Soemirat, dkk,

2008:2.38) umpan balik adalah jawaban atau reaksi yang datang dari komunikasi atau dari

pesan itu sendiri. 5) efek menurut Satropoetra (dalam Soemirat, dkk, 2008:2.38) efek

komunikasi persuasif adalah perubahan yang terjadi pada diri persuade sebagai akibat dan

diterimanya pesan melalui proses komunikasi, efek yang terjadi dapat berbentuk perubahan

(18)

14

Gambar 1 Komunikasi persuasif6

Proses Komunikasi Persuasif

Dalam memahami proses komunikasi persuasif secara sederhana. Dimulai dengan

bagaimana sumber memahami pesan dan menggambarkan laju internal dalam tahap paralel

untuk sumber dan penerima, sebagai berikut:

1. Tahap Pemahaman Pesan (Conceiving the Message), dalam tahap ini di mana sumber

menyelesi berbagai alternative pilihan pikiran dan perasaannya untuk disampaikan.

Tahap ini jika diterjemahkan ke dalam model strategik adalah sebagai berikut: PLKB

atau Kader KB haruslah mencerna dahulu mengenai pesan yang ingin mereka

sampaikan kepada sasarannya (masyarakat). Menyiapkan pikiran, perkataan,

perbuatan yang nanti akan disampaikan pada saat menyampaikan pesan. Lihat dahulu

perasaan atau mood (suasana hati) sasaran setelah itu baru menyiapkan perasaan pada

saat menyampaikan pesan.

2. Tahap Menyandi Pesan (Encoding the Message), tahan ini pesan dibentuk secara

linguistik kemudian dipindahkan ke dalam stimulasi fisikal yang dapat berjalan

melalui ruang. Dalam tahap ini kemampuan atau kreatifitas sangat dibutuhkan untuk

menterjemahkan pesan dari kata-kata menjadi suatu tindakan. Otomatis kemampuan

untuk mengolah kata-kata, gerak tubuh, ataupun alat bantu di sekliling kita sangatlah

perlu.

3. Tahap Pengkodean Kembali Pesan (Decoding the Message), dalam tahap ketiga ini

dimana penerima memidahkan kembali stimulus fisikal ke dalam bentuk-bentuk yang

disepakati secara semantik. Tahap ini membutuhkan kejelian dan ketelitian untuk

6

(19)

15

menterjemahkan kode yang dikirim dari penerima kembali ke komunikator (PLKB/.

Kader KB). Kode-kode yang dikirim oleh penerima (masyarakat) bermacam-macam

bentuknya, bisa verbal (perkataan) atau non verbal (gerak tubuh, contoh: anggukan

kepala yang berarti “iya” atau “paham”)

4. Tahap Evaluasi (the Evaluative Stage), dalam tahap evaluasi dimana sumber

memperoleh beberapa kecocokan antara pesan yang ia terima dengan apa yang ia

pikirkan dan rasakan (dalam Soemirat, dkk, 2008: 2.11). Tahap ini berfungsi sebagai

“pintu terakhir” dimana akan menentukan apakah penerima pesan paham dan

mengerti akan pesan yang komunikator (PLKB/ Kader KB) sampaikan.

Gambar 2

Tehnik Komunikasi Persuasif7

Teknik-Teknik Komunikasi Persuasif

Menurut William S. Howell, dkk (dalam Soemirat, dkk, 2008:8.5) mengemukakan

teknik-teknik persuasi secara singkat:

1. The Yes Respons Technique bertujuan untuk mengarahkan sasaran persuasi (persuadee) pada pembentukan suatu pendapat, sikap atau bahkan perilaku tertentu

dengan cara mengemukakan pertanyaanpertanyaan yang saling berhubungan.

2. Putiing It Up To You, persuader berusaha untuk menjalin hubungan secara psikologis dengan sasaran (persuadee). Cara yang dilakukan yakni dengan berulang kali

7

(20)

16

menanyakan kejelasan, kesetujuan atau ketidaksetujuan pendapat, penilaian, dan

lain-lain dari topik yang dibicarakan.

3. Simulated Disinterest, persuader berupaya untuk menekan perasaan cemas dan sikap memaksan sasaran untuk mengikuti keinginannya.

4. Transfer adalah athmosphere atau lingkungan yang terasa berpengaruh pada hasil persuasi yang kita lakukan.

5. Bandwagon Technique bertujuan untuk membujuk sasaran dengan cara mengemukakan bahwa setiap orang sebagaimana halnya kita menyetujui gagasan

yang dikemukakan atau mengerjakan hal tersebut atau membeli produk yang

ditawarkan.

6. Say It with Flowers, kita berusaha mengambil hati sasaran dengan cara menguji kelebihan, kecakapan, kemampuan, dan kepandaian mereka.

7. Don’t Ask If, Ask which dilakukan dengan cara memberikan berbagai penawaran kepada sasaran yang terdiri atas banyak pilihan tentang seseuatu yang lain,

menghindari penawaran sesiatu dan tidak ada apa-apa.

8. The Swap Technique dilakukan dengan cara barter baik yang berkaitan dengan barter barang maupun informasi.

9. Reassurance, melalui teknik ini anda menjalin hubungan secara psikologis dengan sasaran persuasi anda. Hal yang dilakuakn adalah setelah anda memberi persuasi pada

sasaran tentang apa saja, maka jangan biarkan hubungan yang terlah terjadi terputus

begitu saja.

10.Technique of Irritation, dilakukan dengan cara membujuk sasaran agar membeli produk dan membuat keputusan.

Faktor Penghambat Komunikasi Persuasif

Ada tiga faktor yang dapat menghambat berjalannya komunikasi persuasif

diantaranya adalah:

1. Faktor Motivasi. Sudah dikemukakan bagaimana motivasi seseorang atau sesuatu

kelomopok dapat mempengaruhi opini. Kepentingan seseorang akan mendorong

orang itu untuk berbuat dan bersikap sesuai dengan kebutuhannya.

2. Faktor Prejudice atau Prasangka. Bila seseorang sudah dihinggapi dan perasaan Prejudice terhadap sesuatu, misalnya golongan, suku, ras, dan sebagaiannya orang itu

(21)

17

3. Faktor Semantic. Kata-kata yang mempunyai arti tidak sama dengan komunikator dan

komunikan atau ejean yang berbeda, tapi bunyinya hampir sema, dapat menimbulkan

salah pengertian dan sangat mengganggu

E. Media: Kesesuaian Media Dengan Audience

Menurut Rudi Brets dalam buku Media Pembelajaran (2008 : 52) membagi media

berdasarkan indera yang terlibat yaitu : Media Audio, Media Visual dan Media Audio Visual.

Untuk media sangat bergantung dari penerimanya maupun dari sumbernya, dalam artian

sebagai berikut:

 Media disesuaikan dengan penerimanya (Contoh: anak muda, maka media yang tepat untuk menyampaikan pesan (program KB) adalah melalui iklan di

internet, atau SMS/WA/Instragram, atau yang digemari oleh anak muda, dll)

 Media disesuaikan dengan sumbernya (Contoh: Jika petugas KB yang sudah senior maka akan sangat sulit bagi sumber jika menyampaikan pesan (program

KB) dengan peralatan yang canggih atau high technology. Alangkah baiknya jika petugas KB yang senior menggunakan media sesuai dengan

kemampuannya.

Media Audio

Media audio yaitu media yang hanya melibatkan indera pendengaran dan hanya

mampu memanipulasi kemampuan suara semata. Dilihat dari sifat pesan yang diterimanya

media audio ini menerima pesan verbal dan non- verbal. Pesan verbal audio yakni bahasa

lisan atau kata-kata, dan pesan nonverbal audio adalah seperti bunyi-bunyian dan vokalisasi,

seperti gerutuan, gumam, musik, dan lain-lain.

Contoh mudah dalam Media Audio radio, karena radio melibatkan indera

pendengaran dan memanipulasi kemampuan suara. Untuk media ini sangat dibutuhkan

kesesuaian antara komunikator dan komunikan atau penerima. Kepada siapakah kira-kira

target program KB tersebut apakah masyarakat dengan rentang umur remaja, pemuda atau

PUS. Suara dengan bahasa gaul atau bahasa anak muda akan lebih mudah dicerna oleh

masyarakat dengan rentangan umur remaja atau pemuda, begitu pula dengan suara yang

ramah, komedi, tidak ada istilah-istilah anak muda akan lebih mudah dicerna oleh masyarakat

(22)

18

Media Visual

Media visual yaitu media yang hanya melibatkan indera penglihatan. termasuk dalam

jenis media ini adalah media cetak-verbal, media cetak-grafis, dan media visual non-cetak.

Pertama, media visual-verbal adalah media visual yang memuat pesan verbal (pesan

linguistik berbentuk tulisan). Kedua, media visual non-verbal-grafis adalah media visual yang

memuat pesan non-verbal yakni berupa simbol-simbol visual atau unsur-unsur grafis , seperti

gambar (sketsa, lukisan dan foto), grafik, diagram, bagan, dan peta. Ketiga, media visual

non-verbal tiga dimensi adalah media visual yang memiliki tiga dimensi, berupa model, seperti

miniatur, mock up, specimen, dan diorama.

Sederhananya adalah media visual melibatkan mata sebagai alat untuk menerima

pesan, otomatis apa yang kita lihat akan kita cerna. Hanya saja kita itu banyak sekali, artinya

kita anak remaja, kita anak muda atau kita yang sudah dewasa/tua. Contoh media visual yang

sering sekali kita jumpai adalah pamflet dan poster. Sama halnya dengan media audio, poster

atau pamflet juga harus disesuaikan target atau sasaran penerima pesan ini siapa (audience/

komunikan). Akan menjadi tidak pas apabila poster/ pamflet dengan gambar, bahasa gaul,

warna-warni diberikan kepada penerima pesan yang tua/ masyarakat dewasa/tua. Begitu pula

dengan sebaliknya, poster atau pamflet dengan bahasa yang baku/ EYD, tidak berwarna

warni, banyak kata-kata, diberikan kepada remaja atau pemuda. Bagi remaja atau pemuda

contoh poster atau pamflet semacam ini akan dianggap membosankan/ boring.

Gambar 3

Contoh Media Visual8

8

(23)

19

Gambar 4

Contoh media visual di tranportasi umum9

Gambar 510

Contoh poster yang sesuai untuk anak muda (remaja/pemuda)

9

Sum ber: ht t p:/ / 1.bp.blogspot .com / -LeYnKWfnziU/ VTM TCbf4slI/ AAAAAAAACTs/ t Uw 0c-9XXs0/ s1600/ ikut KB.jpg diakses t anggal 27 Novem ber 2015 jam 21.00 WIB

10

Sum ber: ht t p:/ / jat im .bkkbn.go.id/ w p-cont ent / uploads/ 2015/ 03/ GENRE_POSTER.jpg dan

ht t p:/ / 4.bp.blogspot .com /

(24)

20

Media AudioVisual

Media audio visual adalah media yang melibatkan indera pendengaran dan

penglihatan sekaligus dalam suatu proses. Sifat pesan yang dapat disalurkan melalui media

dapat berupa pesan verbal dan non-verbal yang terdengar layaknya media visual juga pesan

verbal yang terdengar layaknya media audio diatas. Pesan visual yang terdengar dan terlihat

itu dapat disajikan melalui program audio visual seperti film dokumenter, film drama, dan

lain-lain.

Untuk media ini prinsipnya sama dengan media audio dan media visual, disamakan

dengan target atau sasarana dari penerima pesan. Apakah penerima pesannya adalah anak

muda atau dewasa/ tua. Tentu saja untuk media ini akan lebih rumit karena menampilkan

kekuatan mata dan kekuatan suara/ pendengaran. Ada banyak faktor yang mempengaruhi

pesan tersebut bisa diterima oleh penerima pesan/ komunikan. Oleh sebab itu bahasa, talent/

artis yang akan dipakai, suaranya, tampilannya, durasi, istilah-istilah kekinian perlu

diperhatikan.

Gambar 6

Contoh Video KB di YouTube11

11

(25)

21

Gambar 712

Contoh video menggunakan animasi dengan sasaran remaja/ pemuda

12

(26)

22

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Pendekatan dan Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan paradigma konstruktivisme, Salim (2006)

mengungkapkan bahwa konstruktivisme merupakan paham yang digunakan untuk

menggambarkan realitas, karena setiap realitas adalah unik serta khas, untuk mendapatkan

validitasnya lebih banyak tergantung pada kemampuan peneliti dalam mengkonstruksi

realitas tersebut. Kemudian pendekatan penelitian yang digunakan adalah kualitatif. Menurut

Sugiyono (2005), penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang digunakan untuk

meneliti pada kondisi obyek ilmiah, dimana peneliti sebagai instrumen kunci.

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah diskriptif eksplanatif.

jenis penelitian diskriptif digunakan agar diperoleh suatu pencandraan terhadap model solusi

strategic yang digunakan dalam rangka mengatasi pernikahan usia dini secara lebih

mendalam sehingga diperoleh suatu gambaran yang mendalam terkait dengan substansi

permasalahannya, sedangkan jenis penelitian eksplanatori (explanatory research) seperti dijelaskan Sanapiah (2005), yakni tidak cukup dengan hanya menggambarkan apa adanya

data, tapi juga menjelaskannya dan melihat korelasinya dengan variabel-variabel lain.

B. Unit Amatan dan Unit Analisa

Satuan amatan adalah sesuatu yang dijadikan sumber untuk memperoleh data dalam

rangka menggambarkan atau menjelaskan tentang satuan analisis (Ihalauw, 2004:178). Oleh

karena itu, yang menjadi unit amatan dalam penelitian ini adalah para pihak yang terkait

dengan kebijakan, dengan key informan meliputi: keluarga atau individu yang melakukan

perkawinan usia dini, orang tua dari individu yang melakukan perkawinan usia dini, para

pihak terkait dengan kependudukan seperti, PLKB Bapermas kota Salatiga, pengurus PIK

mahasiswa, LSM dan Tokoh-tokoh masyarakat.

Terkait dengan unit analisa, Abell (dalam Ihalauw, 2004:174) menyatakan bahwa

satuan analisis adalah hakekat dari populasi yang tentangnya hasil penelitian berlaku. Unit

Analisis dalam penelitian ini adalah pengembangan model solusi strategic dampak

(27)

23

C. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dilakukan dengan triangulasi, yaitu teknik yang

menggabungkan dari berbagai teknik pengumpulan data dan sumber data yang ada.

Triangulasi dapat dilakukan dengan menggunakan teknik pengumpulan data yang berbeda

dari sumber data yang sama, atau dengan menggunakan teknik pengumpulan data yang sama

dari sumber data yang berbeda.

Adapun teknik triangulasi mengabungkan beberapa teknik pengumpulan data seperti :

1. Wawancara mendalam.

Wawancara adalah teknik pengumpulan data dengan tanya jawab kepada informan

yang dilakukan untuk memperoleh gambaran dan infromasi yang seluas-luasnya

berkaitan dengan persoalan yang diteliti.

2. Observasi partisipatif.

Observasi partisipatif yaitu teknik pengambilan data dimana peneliti terlibat dalam

kegiatan sehari-hari sumber data. Lebih lanjut Stainback dalam (Sugiyono, 2006:

256), menyatakan bahwa dalam observasi partisipatif, peneliti mengamati yang

dikerjakan orang yang dileliti, mendengarkan yang diucapkan orang yang diteliti dan

berpartisipasi dalam aktivitas orang yang diteliti.

3. Study Dokumen.

Dalam rangka memperoleh gambaran yang obyektif dan utuh atas fakta – fakta yang

dilapangan maka study dokumen perlu dilakukan. Kajian pustaka. Study dokumen

dilakukan untuk melengkapi hasil wawancara dan observasi dalam penelitian

kualitatif. Studi dokumen yaitu menghimpun data dari berbagai literature yang

berhubungan dengan topik skripsi ini. Dokumen dapat berupa dokumen tertulis dan

tidak tertulis. Dokumen tertulis dapat berupa sejarah kehidupan, peraturan, kebijakan,

karya tulis, sedangkan dokumen dalam bentuk tidak tertulis dapat berupa gambar dan

foto.

D. Teknik Analisa Data

Teknik analisa data dalam penelitian ini dilaksanakan dengan analisis deskriptif

kualitatif terhadap setiap data yang diperoleh dari lapangan dengan berbagai teknik

pengumpulan data yang dipakai. Setelah melakukan analisis dan intepretasi data, selanjutnya

penulis melaporkan hasil penelitian yang sudah dilakukan. Dalam penelitian kualitatif data

(28)

24

dan Huberman 1992: 15-16). Data yang diperoleh kemudian dianalisis secara kualitatif

dengan melalui tiga tahap (Sugiyono, 2006: 276-284).

1. Tahap Reduksi Data.

Mereduksi data merupakan kegiatan merangkum, memilih hal-hal yang pokok,

memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya dari setiap data

yang diperoleh dilapangan. Pada tahap ini peneliti melakukan reduksi data dengan

memilih mana data yang penting, membuat kategori dan memilah data yang tidak

penting. Reduksi data akan memberikan gambaran yang jelas, dan akan

mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya untuk

memperlengkapi data yang dicari.

2. Tahap Penyajian Data (Data Display).

Dalam penelitian kualitatif penyajian data dilakukan dalam bentuk uraian singkat,

bagan, hubungan antar kategori, flowcahart. Lebih lanjut Miles and Huberman dalam (Sugiyono, 2006 : 280) menyatakan bahwa paling sering penyajian data dalam

kualitatif disajikan dalam bentuk teks yang bersifat naratif. Data display dapat juga

berupa grafik, matrik, network (jejaring kerja), dan chart.

3. Penarikan Kesimpulan (Conclusion Drawing/Verification).

Pada tahap terakhir ini penulis melakukan penarikan kesimpulan atas dasar

pembahasan dan analisa terhadap data yang sudah diperoleh dari lapangan.

Kesimpulan dalam penelitian kualitatif dapat menjawab rumusan masalah yang

dirumuskan pada bab pertama, tetapi mungkin juga tidak, karena rumusan masalah

dalam penelitian kualitatif ada yang bersifat sementara dan berkembang dilapangan.

Kesimpulan juga dapat berupa temuan baru. Kesimpulan ini dapat berupa deskripsi

atau gambaran suatu obyek yang sebelumnya masih remang-remang atau gelap

sehingga setelah diteliti menjadi jelas. Kesimpulan dapat berupa hubungan kausal

(29)

25

E. Rencana dan Jadwal Penelitian

No Kegiatan Bulan

6 7 8 9 10 11

1 Persiapan Penelitian XX

2 Pengumpulan Data XX XX

3 Pengolahan Data XX

4 Analisis dan Pembuatan Laporan XX

5 Evaluasi dan Seminar XX

F. Anggaran Biaya

No Uraian kegiatan V ol. Satuan Jumlah

1. Honor peneliti 2 org x 6 bln 350.000 4.200.000 2. Pertemuan pembahasan 2 org x 8 keg 25.000 400.000 3. Biaya operasional/ transport

local 1 pkt x 4 keg 175.000 700.000

4. Belanja ATK 1 pkt x 1 keg 325.000 325.000 5. Diseminasi hasil 30 org x 1 keg 40.000 1.200.000 6. Perbanyakan laporan 5 eks x 1 keg 35.000 175.000

JUM LA H TOTAL 7.000.000

G. Organisasi Penelitian

Penelitian ini terlaksana atas kerjasama antara Perwakilan Badan Kependudukan dan

Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Provinsi Jawa Tengah dengan Pusat Kajian

Kependudukan dan Permukiman Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Komunikasi Universitas

Kristen Satya Wacana dan Koalisi Kependudukan Kota Salatiga. Tim penelitian ini terdiri

dari,

Ketua : Drs. Daru Purnomo, M.Si

(30)

26

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Pengembangan Model Solusi Dalam Perspektif Ilmu Komunikasi

Dalam kajian penelitian Model Solusi Strategik sebelumnya, ada lima penyebab

bagaimana pernikahan dini sering sekali terjadi. Penyebab pertama adalah belum adanya

kepercayaan anatar Kader KB dengan masyarakat sehingga masyarakat menjadi tidak

percaya, buta hukum dan bingung mau konsultasi kemana. Dari penyebab ini maka solusi

yang bisa ditawarkan adalah dengan membangun kepercayaan, melakukan sosialisasi dan

mengadakan penyuluhan bersama.

Penyebab yang kedua adalah perilaku menyimpang dan pendidikan sex yang kurang.

Hal ini akan menyebabkan muda-mudi menjadi memiliki pengetahuan mengenai sex yang

minim, dari pengetahuan sex yang minim, maka menjadikan sex sebagai hal yang tabu.

Sehingga muda-mudi menjadi malu untuk bertanya dan menimbulkan keingintahuan yang

besar mengenai sex, disertai dengan perubahan hormon dalam tubuh mereka. Dari penyebab

ini maka solusi yang bisa dilakukan adalah dengan memberikan pengetahuan kepada

muda-mudi sejak dini.

Penyebab ketiga adalah orang tua yang menganggap tabu mengenai pendidikan sex,

sehingga diskusi maupun tanya jawab mengenai pendidikan sex jarang dilakukan di rumah

Selain itu orang tua menjadi minim akan pengetahuan mengenai pendidikan sex, untuk hal

tersebut solusi yang bisa ditawarkan adalah dengan peningkatan kapasitas orang tua, dan

menjalin kerjasam dengan beberapa pihak seperti PLKB dan tokoh-tokoh yang ada di

masyarakat.

Media yang tidak pas menjadi penyebab keempat, dimana penggunaan media dirasa

perlu untuk diperhatikan. Kebanyakan iklan, poster atau pamflet yang beredar di masyarakat

tidak disesuaikan dengan sasarannya. Oleh sebab itu penggunaan media yang tidak sesuai

dengan sasarannya akan membuat muda-mudi menjadi tidak tertarik dan akhirnya tidak

peduli. Hal seperti ini dapat diatas dengan menawarkan penggunaan media yang cocok

dengan sasarannya, serta isi yang menarik.

Untuk penyebab yang kelima adalah muda-mudi canggung untuk membicarakan

mengenai sex, sehingga akan membuat mereka merasa canggung, malu, buta pengetahuan

(31)

27

dengan membuat suatu ruang diskusi (PIK, Genre) di antara muda-mudi, penggunaan PLKB

yang sebaya umurnya, dan adanya PLKB yang magang di sekolah-sekolah maupun

universitas.

Dari penyebab tersebut terdapat tujuh saran yang bisa dikembangkan, yaitu: (1)

Sosialisasi dan advokasi melalui saluran/jaringan formal maupun informal (memaksimalkan

peran TOGA dan Tomas), (2) Internalisasi Kependudukan dan Keluarga Berencana melalui

pendidikan sexualitas, kesehatan reproduksi, dan perilaku menyimpang harus dikenalkan

sejak dini, (3) Peningkatan kapasitas orang tua dalam mengenalkan sejak dini terkait dengan

pendidikan sexualitas kepada anak-anaknya, (4) Media yang cocok yang bisa menjembatani

atau menjangkau gap yang terjadi khususnya anak-anak muda dan remaja, (5) Perlunya pengkaderan terhadap kader-kader muda supaya dapat menjangkau anak-anak muda maupun

remaja, (6) Penguatan terhadap PIK (Pusat Informasi dan Konseling), dan (7) Adanya reward

atau imbalan sama seperti pada saat zaman ORBA akan lebih memudahkan BKKBN atau

PLKB dalam melakukan sosialisasi.

Ketujuh masukan tersebut tidak akan bermakna apabila tidak mendengar masukan

yang terjadi di lapangan oleh para PLKB. Oleh sebab itu kami melakukan wawancara dengan

beberapa petugas KB atau PLKB, baik yang berhubungan dengan kenakalan remaja maupun

pernikahan dini. Dari wawancara tersebut dapat disimpulkan bahwa ada beberapa masukan

maupun kendala dari beberapa PLKB di Kota Salatiga, seperti:

1. Kurangnya petugas PLKB di lapangan, padahal harus menjangkau di beberapa

wilayah. Saat ini keadaan di Salatiga, petugas PLKB yang ada berjumlah 9 orang

untuk 4 kecamatan. Hal ini membuat kinerja maupun program KB belum berjalan

dengan sempurna, karena 1 petugas wilayahnya sangatlah luas.

2. Tidak adanya petugas yang fokus di satu area. Petugas-petugas ini memiliki beban

kerja yang berat, terkadang petugas yang mengurusi kenakalan remaja juga mengurusi

KB atau pernikahan dini. Dalam artian 1 petugas memiliki tugas dan fungsi yang

dobel atau berbeda-beda, sehingga kinerja mereka menjadi tidak maksimal

3. Keterbatasan kader-kader KB.

Perlu diketahui bahwa kurangnya petugas maka peran kader-kader menjadi sangat

penting, akan tetapi kader-kader tersebut ada beberapa yang sudah cukup umur,

bahkan mungkin kinerja mereka sudah tidak maksimal. Selain itu kemampuan untuk

menangkap pesan yang disampaikan oleh petugas KB belum tentu diterima secara

utuh oleh para kader, karena keterbatasa-keterbatasan yang dimiliki (usia, IQ, bahasa,

(32)

28

4. Kemampuan Petugas KB

Dapat dimaklumi bahwa petugas KB belum tentu berasal dari latar belakang

pendidikan yang sesuai, sehingga hal ini membuat petugas KB kurang mampu dalam

melakukan penyuluhan/ advokasi (misal, pada saat mereka melakukan advokasi

sangatlah sulit bagi mereka untuk menarik perhatian dari masyarakat karena mereka

tidak dibekali tehnik-tehnik dalam public speaking).

5. Media

Media yang digunakan untuk melakukan sosialisasi, penyuluhan atau advokasi perlu

untuk dikaji ulang dan disesuaikan dengan sasaran masyarakat yang akan di advokasi.

(sebagai contoh untuk masalah kenakalan rema, media seperti poster, pamflet, sticker

akan dianggap usang atau “boring” (membosankan) bagi anak muda, dimana era

(33)

29

Jika kita lihat pada bagan diatas ini, maka model atau masukan tersebut dapat

dikkembangkan dengan menggunakan beberapa ilmu, seperti perspektif ilmu komunikasi dan

teori jaringan (ANT). Komunikasi secara terminologis merujuk pada adanya proses

penyampaian suatu pernyataan oleh seseorang kepada orang lain. Jadi dalam pengertian ini

yang terlibat dalam komunikasi adalah manusia.

Komunikasi merupakan keterampilan yang sangat penting dalam kehidupan manusia,

dimana dapat dilihat bahwa komunikasi dapat terjadi pada setiap gerak langkah manusia.

Manusia adalah makhluk sosial yang tergantung satu sama lain dan mandiri serta saling

terkait dengan orang lain di lingkungannya. Satu-satunya alat untuk dapat berhubungan

dengan orang lain di lingkungannya adalah komunikasi, baik secara verbal maupun non

verbal (bahasa tubuh dan isyarat yang banyak dimengerti oleh suku bangsa).

Ketujuh masukan serta masukan atau kendala hasil wawancara diatas sangatlah erat

(34)

30

pengembangan model strategik ini bisa dikerucutkan menjadi 3 hal yang inti, yaitu

Komunikasi Interpersonal, Komunikasi Persuasif dan Media.

B. Pengembangan Model Solusi dan Komunikasi Interpersonal

Komunikasi Interpersonal sebagai komunikasi yang berlangsung di antara dua orang

yang mempunyai hubungan yang mantab dan jelas. Jadi komunikasi interpersonal ini terjadi

antara dua orang yang jelas hubungannya, misalnya komunikasi interpersonal antara anak

dengan ayah, teman dengan teman, petugas KB dengan peserta KB, dll.

Gambar 1

Elemen-elemen dalam Komunikasi Interpersonal

Komunikasi Interpersonal adalah komunikasi yang terjadi secara langsung antara dua

orang. Komunikasi interpersonal terjadi dalam konteks satu komunikator dan satu

komunikan (Komunikasi diadik atau dua orang) yang saling mengenal dan terjadi secara terus

menerus atau dengan satu komunikator dan dua komunikan (Komunikasi triadik atau tiga

orang). Komunikasi interpersonal dapat berlangsung secara tatap muka atau menggunakan

media komunikasi misalnya telepon dan telepon seluler. Bahasa yang digunakan biasanya

bersifat informal (tidak baku), kadang-kadang menggunakan bahasa daerah, bahasa pergaulan

atau bahasa campuran. Penyampaian informasi dapat langsung mendapat umpan baliknya,

sehingga komunikasi interpersonal dapat saling mempengaruhi, mendengarkan,

menyampaikan pernyataan, keterbukaan, kepekaan antar pelaku komunikasi dan merupakan

cara paling efektif untuk mengubah sikap, pendapat dan perilaku dengan efek umpan balik

(35)

31

C. Pengembangan Model Solusi dan Komunikasi Persuasif

Komunikasi persuasif adalah proses tingkah laku yang dilakukan oleh pelaksana

untuk mengikat dan mempengaruhi peserta (audiance) secara langsung, dan bagaimana sikap

peserta dalam memproses sebuah informasi yang disampaikan oleh pelaksana. Jadi pada

dasarnya komunikasi persuasif ialah proses penyampaian pesan dan atau informasi kepada

peserta (audiance) dengan mempertunjukkan tingkah laku agar peserta dapat dipengaruhi dan

meyakini dari yang disampaikan pelaksana. Dalam komuikasi persuasif sebagaimana fungsi

yang dilakukan ialah mempengaruhi suatu obyek maupun sasaran yang akan ditinjau. Maka

komunikasi persuasif sebuah proses dimana seseorang berusaha memberikan pengertian

dengan cara pemindahan pesan13.

Tujuan komunikasi persuasif adalah untuk merubah sikap (attitude) dan perilaku

(behavior). Sikap adalah kecenderungan bertindak, berpersepsi, berfikir dan merasa dalam

menghadapi objek, ide, situasi atau nilai, Djamaluddin (1997 : 40). Sedangkan tingkah laku

adalah fungsi dari pada sikap. Sikap timbul dari pengalaman, tidak dibawa sejak lahir dan

merupakan proses belajar. Oleh karena itu sikap dapat diperteguh atau dirubah. Pembentukan

sikap dan perubahan sikap tidak terjadi dengan sendirinya. Sikap terbentuk melalui hubungan

antar individu, kelompol, melalui surat kabar dan lain-lain. Lingkungan yang terdekat dengan

kehidupan sehari-hari banyak memiliki peranan.

Program KB membutuhkan komunikasi persuasif, dimana PLKB ataupun kader KB

bersifat membujuk untuk mengikuti kemauan dari PLKB/ Kader KB. Tidaklah gampang

untuk membujuk orang untuk mengikuti kemauan kita, sehingga perlu kemampuan untuk

membujuk masyarakat untuk mengikuti progtram KB.

D. Pengembangan Model Solusi dan Media

Kata media merupakan bentuk jamak dari kata medium. Medium dapat didefinisikan

sebagai perantara atau pengantar terjadinya komunikasi dari pengirim menuju penerima

(Heinich et.al., 2002; Ibrahim, 1997; Ibrahim et.al., 2001). Media merupakan salah satu

komponen komunikasi, yaitu sebagai pembawa pesan dari komunikator menuju komunikan

(Criticos, 1996). Heinich mengemukakan bahwa “Media secara harfiah yang berarti perantara

sumber pesan dengan penerima pesan”.

Berdasarkan definisi tersebut, dapat dikatakan bahwa advokasi merupakan proses

komunikasi. Advokasi oleh PLKB/ Kader KB mengandung lima komponen komunikasi,

PLKB/ Kader KB (komunikator), Program KB (Pesan), Media Pesan (poster, pamflet, suara

13

(36)

32

dari komunikator), Masyarakat/ PUS/ Remaja (komunikan), dan Tujuan Advokasi. Jadi,

Media adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan, sehingga dapat

merangsang perhatian, minat, pikiran, dan perasaan masyarakat untuk mecapai tujuan yaitu

mengikuti program KB. Media dapat berupa audio maupun visual yang diharapkan mampu

untuk menjelaskan konsep yang abstrak dan tidak jelas menjadi konsep yang mudah

dimengerti dan lebih jelas.

Dalam proses advokasi, media memiliki fungsi sebagai pembawa informasi dari

sumber (PLKB/ Kader KB) menuju penerima (masyarakat/ PUS). Media diharapkan mampu

untuk meningkatkan keingintahuan akan program KB atau motivasi mengikuti program KB.

Gambar 4:

Media sebagai saluran penyampaian pesan

Tiga kelebihan kemampuan media (Gerlach dan Ely dalam Ibrahim, et.al., 2001)

adalah sebagai berikut. Pertama, kemapuan fiksatif, artinya dapat menangkap, menyimpan,

dan menampilkan kembali suatu\ obyek atau kejadian. Dengan kemampuan ini, obyek atau

kejadian dapat digambar, dipotret, direkam, difilmkan, kemudian dapat disimpan dan pada

saat diperlukan dapat ditunjukkan dan diamati kembali seperti kejadian aslinya. Kedua,

kemampuan manipulatif, artinya media dapat menampilkan kembali obyek atau kejadian

dengan berbagai macam perubahan (manipulasi) sesuai keperluan, misalnya diubah

ukurannya, kecepatannya, warnanya, serta dapat pula diulang-ulang penyajiannya. Ketiga,

kemampuan distributif, artinya media mampu menjangkau audien yang besar jumlahnya

dalam satu kali penyajian secara serempak, misalnya siaran TV atau Radio.

Pet ugas KB/ PLKB (Kom unikat or)

M EDIA

PESAN M asyarakat / PUS

Gambar

Tehnik Komunikasi PersuasifGambar 2 7
Contoh Media VisualGambar 3 8
Gambar 510 Contoh poster yang sesuai untuk anak muda (remaja/pemuda)
Contoh Video KB di YouTubeGambar 6 11
+4

Referensi

Dokumen terkait

Berkaitan dengan hal tersebut, dalam peneliti ini akan membahas dua faktor yang diidentifikasi yaitu gaya spiritual leadership dan spiritualitas di tempat kerja atau lingkungan

"MANIFESTASI AKUNTANSI SYARIAH DALAM ETIKA BISNIS ISLAM", Jurnal Ilmiah Al-Syir'ah, 2012.

Perbedaan jumlah karbon tersimpan pada Casuarina equisetifolia L di Pantai Tenggara Cina dengan tegakan Casuarina equisetifolia L di kedua lokasi penelitian ini

Hasil infra merah pada gambar 6 dengan bentonit massa 1 gram menunjukkan spektrum bentonit teraktivasi pita OH karboksilat terlihat lebih tajam dibanding dengan

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa perbedaan proporsi penambahan konjak pada pembuatan jeli berpengaruh nyata terhadap antioksidan, vitamin C, kadar

Memahami pengetahuan faktual dengan cara mengamati dan menanya berdasarkan rasa ingin tahu tentang dirinya, makhluk ciptaan Tuhan dan kegiatannya, dan benda-benda

[r]

Selama ini, penulis secara sadar menggunakan metode yang sama dengan fotorealis ketika melukis untuk menyampaikan suatu realitas baru, yakni dengan menggunakan