SANKSI HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM BAGI MUZAKKI
YANG ENGGAN MEMBAYAR ZAKAT DI INDONESIA
RAHMAT FAUZI
Dosen Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Putri Maharaja Payakumbuh
Alamat: Jorong Guguak Randah Kenagarian Guguak Tabek Sarojo Kecamatan IV Koto Kabupaten Agam Propinsi Sumatra Barat
e-mail: rahmat.fauzy1st@yahoo.com
Abstrak
Mengeluarkan zakat wajib dalam Islam, tidak ada nash penghalangan untuk tidak menghindari mengelurkan zakat. Muzakki memiliki peranan penting dalam menyalurkan zakatnya, baik menyalurkan melalui amil ataupun membagikan secara pribadi. Muzakki enggan mengeluarkan zakat akan berpengaruh bagi orang yang wajib menerima zakat. Muzakki menjadi bagian tak terpisahkan dalam hal perzakatan, karena lewat rukun inilah zakat itu tertunaikan, tersalurkan dan terdayagunakan kepada para Ashnaf az-Zakat. Negara bisa mengatur hal ini karena sebagai pemegang otoritas kekuasaan diberi kewenangan untuk melaksanakannya sehingga kedepannya potensi yang besar dari negara ini bisa digali dan didayagunakan untuk kemaslahatan rakyat.
PENDAHULUA N
Muslim yang memiliki harta lebih diwajibkan untuk
mengeluarkan zakat. Hal ini terdapat pada rukun islam yang ketiga. Zakat
yang di
keluarkan oleh orang muslim tersebut sangat efektif bagi orang fakir dan miskin. Zakat yang di kelurakan di kelola secara optimalkan akan menghasilkan
dana yang
berlimpah.
Perintah mengelurkan dan mengumpulan zakat secara umum
merupakan perintah wajib yang terdapat dalam surat At-Taubah ayat 103 :
itu (menjadi) ketenterama
ibadah yang
mengandung multi dimensi, yaitu dimensi ruh atau ritual, dimensi moral, dimensi sosial,
dan dimensi
ekonomi. Zakat yang berdimensi ritual
mengajarkan kepatuhan
terhadap perintah Allah. Dalam
dimensi ini
manusia dituntut untuk tulus ikhlas dalam
menjalankan perintah Allah tanpa adanya pertanyaan yang bernada
mempertanyakan .1
Dalam dimensi moral
zakat dapat
berfungsi untuk menghilangkan sifat rakus dan tamak dari wajib zakat (muzakki),
ke arah
pensucian dirinya dan hartanya. Dimensi sosial zakat berfungsi untuk
menghapuskan kemiskinan dan meletakkan tanggung jawab
sosial pada
agniya (orang-orang kaya).
1 Asrifin an Nakhrawie, Sucikan Hati dan Bertambah Rizki Bersama Zakat, (Jakarta: Delta Prima Press, 2011), h. 1.
Sedangkan dimensi
ekonomi, zakat berfungsi dalam penyebaran harta
agar bisa
dinikmati seluruh manusia, tidak hanya bertumpu kepada orang kaya saja.2
Hukum mengeluarkan zakat adalah wajib (Fadhu), yang diwajibkan
atas setiap
muslim yang telah memenuhi syarat-syarat
yang telah
ditentukan oleh syara’. Islam memberikan perhatian yang sangat besar terhadap
persoalan zakat ini. Terbukti dengan adanya perintah Allah tentang zakat itu sendiri terdapat
2 Mu’inan Rafi, Potensi Zakat (dari Konsumtif-Kreatif ke
dalam al-Qur’an sebanyak 32 ayat dan 28 kali perintah yang bergandengan dengan perintah sholat, ditambah dengan
penyebutan zakat yang
menggunakan istilah shadaqah atau infak maka secara
keseluruhan, al-Qur’an
menyebutkan sebanyak 58 ayat yang terdapat dalam 26 surat.3
Dalam membicarakan pengelolaan dan pemanfaatan
zakat, ada
beberapa hal
yang meski
diketahui, yaitu waktu
pembayaran
zakat oleh
muzakki, pembanyaranya kepada golongan-golongan yang
3 Abdul Wahab dan Abd. Muhaimin, Hukum Pranata Sosial, (Ahkam Jurnal Syari’ah, No 09 IV/2002), h. 5.
berhak
menerimanya, cara pembayaran dan
pendistribusianny a, dan lembaga pengelolaannya.4
Indonesia memiliki potensi zakat yang sangat besar, karena berbagai faktor, potensi zakat tersebut belum dapat
dimanfaatkan secara optimal untuk
memberantas kemiskinan dan mewujudkan keadilan sosial di Indonesia.5
Pembahasan sanksi terhadap
muzakki ini
memperbainding
4 A. Rahman Ritonga dan Zainuddin, Fiqh Ibadah, (Jakarta:
Gaya Media
Pratama, 1997), h. 202
5 Indonesia Zakat Development Report, Zakat Dan Pembangunan: Era Baru Menuju Kesejahteraan Ummat, (Ciputat: Indonesia
Magnificence of Zakat (IMZ), 2009), h. 2.
kan Hukum
positif di
Indonesia dan membandingkan dengan hukum Islam.
METODE PENELITI AN
Penelitian ini adalah penelitian hukum doktrinal, oleh karena itu digunakan
pendekatan konseptual atau teoritis
(conceptual approach) dan pendekatan peraturan perundang-undangan (statute approach).
Analisis terhadap bahan hukum dilakukan dengan metode deduktif dan interpretatif (hermeneutika) untuk
membangun argumentasi.
HASIL DAN PEMBAHA SAN
1. Pengertian Muzakki
Muzakki adalah orang atau
badan yang
dimiliki oleh orang Muslim yang
bekewajiban menunaikan zakat.6 Dari
pengertian ini, jelaslah bahwa zakat tidak hanya diwajibkan kepada
perorangan saja. Seluruh ahli fiqih sepakat bahwa setiap Muslim, merdeka, baligh dan berakal wajib menunaikan zakat.
2. Syarat-Syarat Muzakki
Syarat wajib
mengeluarkan zakat sebagai berikut ini:
a. Balig.
Yunus Bin Ya’qub berkata. “saya menulis surat kepada Imam as bahwa
saya masih
mempunyai saudara-saudara yang masih kecil. Kapankah
kewajiban zakat berlaku pada harta mereka? Beliau menjawab jika mereka telah berkewajiban shalat maka zakat pun wajib atas mereka.” Beliau juga berkata, “tidak ada zakat pada harta anak yatim, dan tidak ada kewajiban shalat atasnya. Juga tidak ada
zakat pada
seluruh tumbuhan-tumbuhan
miliknya, seperti kurma, kismis dan gandum. Jika seorang yatim telah mencapai balig maka dia tidak kewajiban mengeluarkan
zakat untuk
tahun-tahun yang
lalu, dan tidak untuk tahun-tahun yang akan datang sampai ia balig. Jika dia sudah balig maka dia berkewajiban satu kali zakat (setahun)
sebagimana orang-orang lain yang
berkewajiban zakat.” Kebanyakan fuqaha’
berpegang pada riwayat ini dan pada riwayat-riwayat lain semacam ini. Riwayat-riwayat tersebut
merupakan dalil yang
mematahkan pendapat bahwa zakat adalah wajib pada harta mereka yang
belum balig
selain emas dan perak. Benar, disunahkan bagi wali anak yang belum balig, baik ayah, kakek (dari pihak ayah), atau hakim syar’i,
untuk menzakati harta anak kecil.
b. Berakal.
Jawahir
menyatakan bahwa kebanyakan fuqaha’ berpendapat bahwa hukum orang yang gila sama dengan hukum anak kecil pada semua hal yang disebutkan diatas (bahwa
tidak ada
kewajiban zakat atasnya).”
Kemudian beliau berkata, “yang demikian ini adalah sangat sulit. Sebab tidak ada dalil yang dijadikan
sandaran untuk menyamakan hukum
keduannya itu, kecuali
mushadarat
dimana tidak sepatutnya
seorang fakih berpegang
padanya.
c. Harta Hak Penuh
Harta
tersebut harus merupakan hak
penuh bagi
pemiliknya dimana di dapat membelanjakann ya
(mengunakannya ). Oleh karena itu tidak ada zakat
pada harta hadiah sebelum diterima oleh
penerimanya. Demikian pula harta wasiat, hutang, maghsub
(yang masuh dirampas orang), yang digadaikan,
harta yang
kepada beliau tentang seorang yang hartanya
tidak ada
bersamanya dan dia tidak mampu mengambilnya. Beliau
menjawab, “tidak
ada zakat
padanya, sampai dia
mendapatkannya kembali. Bila sudah demikian
maka dia
menzakatinya
untuk satu
tahun.”
Zakat tidak dikenakan pada harta hutang
tanpa ada
perbedaan apakah pemiliknya mampu
mengambil dan mendapatkannya
kapan saja
ataukah tidak mampu,
sebagaimana yang mashur diantara fuqaha’ mutakhir
menurut
kesaksian penulis kitab Hada’iq.
Menurut al-Qaradawi
terdapat empat asas teori wajib zakat bagi umat
Islam wajib
mengeluarkan zakat yaitu:7
Teori beban umum (Taklif). Untuk teori ini didasarkan pada kekayaan dan pembebanan berupa kewajiban badan dan harta
bagi setiap
hamba itu
sendiri, dan ini adalah hak Tuhan dalam menguji kualitas
pengabdian seorang hamba itu dihadapan-Nya.
Teori khilafah
menyatakan harta itu adalah milik
Allah, dan
manusia itu
hanya diamanati, disini manusia
7 Yusuf al-Qaradawi, Hukum Zakat, Terj. Salman Harun dkk, Cet III, (Jakarta: P.T. Pustaka Litera Antar Nusa, 1993), h. 1010-1012
ditugasi untuk berproduksi,
yakni hanya
sebatas mengolah
bahan serta
mengubah
susunan untuk memenuhi
kebutuhannya.
Teori
kesejahteraan dan jaminan sosial ini, menjelaskan mengenai peran individu terhadap masyarakat dan
begitu juga
sebaliknya. Manusia sebagai makhluk individu
maka dia
memerlukan interaksi sosial dalam
masyarakat demi kelangsungan hidupnya. Kehidupan individu dalam berbagai aspek selalu ditopang
oleh peran
masyarakat, hal ini dikarenakan manusia adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri.
Teori persaudaraan meliputi dua hal, yaitu:
persaudaraan atas dasar sama-sama manusia dan persaudaraan atas dasar sama-sama aqidah, dalam persaudaraan terdapat suatu kewajiban yang harus dilakkukan yakni saling tolong menolong antara sesama manusia.
3. Sanksi Hukum Positif dan Hukum Islam bagi Muzakki yang Enggan Membayar Zakat di Indonesia.
Merujuk kepada undang-undang nomor 23
tahun 2011
tentang Pengelolaan zakat di sebutkan dalam pasal 1 butri 2 dan 5 hanya
tentang
pengertian zakat dan muzakki yaitu:
Pasal 1 butir 2 “Zakat adalah harta yang wajib dikeluarkan oleh seorang muslim atau badan usaha untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya sesuai dengan syariat Islam”.
Pasal 1 butir 5 “Muzaki adalah seorang muslim atau badan usaha yang berkewajiban menunaikan zakat”.
Undang-undang ini
sebenarnya merupakan satu diantara produk perundang-undangan yang dikhususkan
untuk kaum
muslim, sebagai bentuk upaya optimalisasi dan maksimalisasi usaha pemerintah dalam
mengumpulkan, mendistribusikan dan
mendayagunakan dana zakat di Indonesia.
Undang Undang Nomor 23 Tahun 2011 tidak berbeda
jauh dengan
Undang Undang Nomor 38 Tahun
1999 yang
membahas tentang Pengelolaan
Zakat. Di
susunnya undang-undang baru tentang pengelolaan
zakat ini,
bertujuan untuk menyempurnaka n undang-undang sebelumnya. Undang-undang baru ini tidak menggunakan nama generik
“badan amil
zakat” untuk lembaga yang diintasiasi
pemerintah sebagaimana yang digunakan pada undang-undang
sebelumnya. Namun secara
tegas undang-undang ini telah menetapkan BAZNAS
sebagai lembaga yang
berwewenang dalam
pengelolaan.
Membahas mengenai sanksi dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011, tidak ditemukan
sanksi bagi
muzakki yang enggan
membayar zakat. Namun dalam undang-undang ini ditemukan sanksi bagi yang melangar
pendistribusi sebagaimana yang terdapat dalam pasal 39 ayat 1, yang menyebutkan:
Pasal 39
“Setiap orang yang dengan sengaja melawan hukum tidak melakukan pendistribusian zakatsesuai dengan
ketentuan Pasal 25 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp500.000.000,0 0 (lima ratus juta rupiah)”.
Saksi pidana dan denda akan diberikan kepada pengelola zakat sesuai dengan aturan yang terdapat dalam undang-undang Nomor 23 Tahun 2011 pasal 25, yang menyebutkan:
Pasal 25
“Zakat wajib didistribusikan kepada mustahik sesuai dengan syariat Islam”.
Undang Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang
pidana bagi muzakki yang enggan
menunaikan
zakat, yang
menyebutkan:
Pertama, Qanun Aceh Nomor 10 tahun 2007 tentang Baitul Mal dalam
Pasal 50
ketentuan uqubat juga menjelaskan tentang sanksi pidana tersebut, berupa: “denda paling sedikit satu kali nilai zakat yang wajib dibayarkan, paling banyak dua kali nilai zakat yang wajib dibayarkan, namun ketentuan ini hanya berlaku khusus di Nanggroe Aceh Darussalam”.
Kedua, Pasal 684 Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2
Tahun 2008
tentang Kompilasi
Hukum Ekonomi Syariah, berupa:
“zakat + denda dengan jumlah tidak melebihi 20% dari jumlah zakat yang dibayarkan, berdasarkan putusan pengadilan (peradilan agama)”.
Sanksi yang terdapat dalam aturan diatas, merupakan peluang untuk memberikan gagasan baru revisi Undang Undang Nomor 23 Tahun 2011 untuk memuat pasal terkait
sanksi bagi
Muzakki.
Qanun Aceh Nomor 10 tahun 2007 tentang
Baitul Mal
merupakan aturan lokal atau locale wet (local legislation) yang peraturan ini
dibuat oleh
pemerintahan lokal. Sehingga,
pasal yang
mengatur sanksi
bagi muzakki khusus untuk wilayah hukum Naggroe Aceh Darussalam. Jika warga aceh yang berada di luar wilayah hukum
Na Naggroe
Aceh
Darussalam, tidak terkena aturan tersebut. Begitu juga bagi
warga luar
wilayah Naggroe Aceh Darussalam akan sendirinya terkena. Artinya, locale wet itu tidak ditentukan
oleh subjek
hukum yang dapat
dijangkaunya, melainkan
ditentukan oleh lembaga yang membentuknya
dan lingkup
tutorial daerah berlakunya.8
Pernyataan pasal sanksi bagi
muzakki yang terdapat dalam
8 Jimly
Asshiddiqie, Perihal Undang-Undang, (Jakarta:Rajawali Pers, 2011), h. 17
Qanun Aceh, seharusnya menjadi role model bagaimana Undang-undang
di buat.
Khususnya Undang-undang tentang
pengelolaan
zakat yang
didalamnya mencakup Amil, Muzakki dan Mustahik.
Membahas dan menganalisa Undang-undang ini, menurut penulis belum ideal karena hanyan
memberikan sanksi bagi amil.
Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2
Tahun 2008
tentang Kompilasi
Hukum Ekonomi Syariah
Kehadiran Pasal
684 telah
mengindikasikan bahwa
absolut
menangani persoalan denda yang berkaitan dengan muzakki
yang tidak
menunaikan zakat. Kemudian, hal ini didukung dengan
pernyataan bahwa peradilan agama tidak lagi hanya menangani perkara perdata saja, dikarenakan terjadi perubahan yang esensial
dengan
penghapusan kata perdata dalam Pasal 2 pada kalimat perkara perdata tertentu
yang diatur
dalam
Undang-undang 181
Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama, diubah dengan kalimat perkara tertentu yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun
1989 tentang Peradilan Agama. Meskipun dalam penjelasan Pasal
2
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 Jo Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009 tentang Peradilan Agama tidak dijelaskan mengenai jenis perkara tertentu tersebut, namun seperti diketahui bahwa
kewenangan absolut Peradilan Agama yaitu berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam
di bidang
perkawinan, warta, wasiat, hibah, wakaf, zakat, infaq, shadaqah, dan ekonomi syariah. Oleh karena itu, perkara-perkara
pidana yang
terkait dengan bidang hukum
zakat sudah
selayaknya menjadi kewenangan Peradilan Agama, khususnya terkait sanksi berupa denda yang dikenakan bagi muzakki yang enggan
menunaikan zakat.
Islam sangat tegas membahas masalah orang yang tidak mau membayar zakat. Muzakki yang di katergorikan wajib membayar zakat adalah
yang telah
mencapai
hartanya senisab
dan haulnya satu tahun. Muzakki tersebut
disyaratkan balig,
berakal dan
hartanya hak milik pribadi. Dasar hukum dalam al-qur’an mengenai
muzakki yang enggan bayar zakat adalah:
akan di langit dan di bumi. dan Allah
Ibnu Katsir
rahimahullah berkata tentang dalam tafsir ayat
ini: Yakni,
janganlah sekali-kali orang yang bakhil
menyangka,
bahwa dia
mengumpulkan harta itu akan bermanfaat baginya. Bahkan hal itu akan membahayakann
ya dalam
(urusan)
agamanya, dan kemungkinan
juga dalam
(urusan) dunianya.
Kemudian Allah
memberitakan tentang tempat kembali hartanya pada hari kiamat, Dia berfirman,
“Harta yang
mereka bakhilkan
itu akan
dikalungkan di leher mereka, kelak pada hari kiamat.” 9
Ayat ini
merupakan larangan
langsung dari Allah Ta’ala untuk bersifat bakhil atau pelit kepada orang lain. Secara tegas Allah berkalam bahwa apa yang punya adalah pemberian dari Allah Ta’ala. Sehingga tidak ada alasan untuk kewajiban zakat
9 https://almanh
aj.or.id/2653- ancaman- meninggalkan-zakat.html di unggah pada tanggal 25 Agustus 2015 jam 7.00 wib
sebagaimana
yang Allah
tetapkan. Di dalam ayat ini
Allah juga
menerangkan bahwa akibat dari sifat bakhil juga akan kembali kepada orang yang bakhil itu sendiri. Akibat sifat bakhil besok di hari kiamat adalah apa yang dibakhilkan tadi akan dikalungkan ke leher mereka. Hal itu adalah sebuah siksaan
yang akan
membuat
menderita orang yang bakhil. Tidak ada alasan bagi manusia untuk berbuat bakhil karena
hanya milik
Allah-lah segala sesuatu yang ada di langit dan bumi. Termasuk apa yang kita semua miliki, pada hakikatnya adalah hanya
milik Allah
saja.Ayat ini ditutup dengan
pemberitahuan dari Allah Ta’ala bahwa Dia tahu segala hal yang kita kerjakan. Dhahir ayat ini memang
pemberitahuan. Tetapi
sebenarnya memiliki makna ancaman yaitu karena Allah tahu apa yang kita kerjakan, maka jangan sekali-kali melakukan kemaksiatan termasuk melakukan kebakhilan.10
Hukuman
Orang yang
Tidak Mau
Membayar Zakat Apabila seorang muslim kaum muslimin tidak mau membayar zakat karena menolak zakat sebagai suatu kewajiban, maka berlaku bagi mereka hukum
10 https://alman
sebagai orang-orang murtad. Sebab mereka dihukumi
murtad, karena dalil-dalil
mengenai zakat ini sudah jelas, gamblang dan tak dapat ditawar lagi, baik dalil yang Al-Qur’an, Sunnah
Rasul-Nya atau
kesepakatan para sahabat. Masih banyak lagi dalil-dalil dalam
al-Qur’an dan
sunnah yang mewajibkan muzakki untuk membayar zakat untuk muzakki.
Adapun jika
masih meyakini kewajibannya, maka dia telah berbuat dosa besar, namun tidak kafir. Bahwa orang
yang tidak
berzakat akan disiksa sampai diputuskan hukuman pada hari kiamat, kemudian ia akan melihat jalannya
menuju surga atau neraka. Jika ia telah kafir, maka pasti tidak akan menuju surga.
Hukum pidana Islam
memiki dua
sistem cara
pengaturan masalah pidana yaitu menetapkan hukum
berdasarkan nash dan menyerahkan penetapannya kepada Ulil Amr. Menetapkan hukum
berdasarkan nash adalah mutlak dan tidak dapat dirubah dengan peraturan atau
sanksi lain
sebagai mana yang terdapat dalam al-Qur’an dan Sunnah. Ulil
Amr tidak
diberikan kesempatan untuk merubah dari ketentuan nash.
Ulil Amr diberikan
kesepatan yang
luas dalam Islam untuk
menetapkan macam-macam tidak pidana disertai dengan ancamannya. Kewenangan Penguasa dalam menetapkan hukum dinamakan Hukum Ta’zir beserta
uqubatnya. Hal ini juga termasuk kewenangan pemerintah dalam menetapkan keengganan muzakki atau kelalaian amil dalam
mengeluarkan dan mengelola zakat menjadi sebuah perbuatan pidana dengan ancaman denda.
Untuk memberlakukan hukum Islam berdasarkan sistem politik
yang ada
sekarang ini,
yang dapat
dilakukan oleh
umat Islam
adalah berjuang dalam bingkai politik hukum agar nilai-nilai Islami dapat mewarnai,
bahkan dapat menjadi materi dalam produk hukum. Tidak berhasilnya umat Islam menjadikan hukum Islam secara total dan formal sebagai hukum Negara melalui piagam Jakarta, bukan berarti hilangnya kemungkinan pemberlakuan hukum Islam menjadi hukum positif.
Sebaliknya, umat Islam dapat terus berjuang menurut kemungkinan yang tersedia untuk
memasukkan nilai-nilai Islam dalam produk hukum Nasional, sehingga tidak boleh
SIMPULAN
Muzakki yang berada di Indonesia,
memiliki peranan penting untuk memperbaiki strata sosial masyarakat. Keenggan
muzakki dalam mengeluarkan
zakat akan
hilang. Apa bila dua peraturan perundang-undangan yang secara khusus mengatur
permasalahan
zakat bisa
dijadikan
pedoman dan rujukan untuk merumusan perbaikan dan revisi undang-undang. Umat Islam seharusnya memiliki
perhatian khusus untuk tersalurnya zakat keseluruh masyarakat yang membutuhkan. Muzakki menjadi
bagian tak
terpisahkan
dalam hal
perzakatan,
karena lewat rukun inilah
zakat itu
tertunaikan, tersalurkan dan terdayagunakan
kepada para
Ashnaf az-Zakat.
Negara bisa
mengatur hal ini karena sebagai pemegang
otoritas
kekuasaan diberi kewenangan untuk
melaksanakannya sehingga
kedepannya potensi yang besar dari negara ini bisa digali dan didayagunakan untuk
kemaslahatan rakyat.
DAFTAR PUSTAKA
Nakhrawie,
Asrifin an,
Sucikan Hati dan
Bertambah Rizki Bersama Zakat, Jakarta: Delta Prima Press, 2011. Rafi, Mu’inan
Potensi Zakat (dari Konsumtif-Kreatif ke Produktif-Berdayagun a) Perspektif Hukum Islam,
Yogyakarta: Citra
Pustaka, 2011.
Abdul Wahab dan Abd. Muhaimin,
Hukum Pranata Sosial,
Ahkam Jurnal
Syari’ah, No 09 IV/2002
A. Rahman
Ritonga dan Zainuddin,
Fiqh Ibadah,
Jakarta: Gaya Media Pratama, 1997
Indonesia Zakat Developmen t Report,
Zakat Dan Pembanguna n: Era Baru Menuju Kesejahtera an Ummat,
Ciputat: Indonesia Magnificenc e of Zakat (IMZ), 2009 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat al-Qaradawi,
Yusuf,
Hukum Zakat, Terj. Salman Harun dkk,
Cet III,
Jakarta: P.T. Pustaka Litera Antar Nusa, 1993 Jimly
Asshiddiqie,
Perihal Undang-Undang, Jakarta:Raja wali Pers, 2011
https://almanhaj. or.id/2653- ancaman-meninggalka n-zakat.html